Anda di halaman 1dari 6

M LUKMAN ARIF, A. Md.

Kep
NIP. 198907282019031006
RSD KERTOSONO

MUH. LUJENG LUTFI E.D, A. Md. Kep


NIP. 198701302019031001
RSD KERTOSONO

YANI LESTARI, A. Md. Kep


NIP. 199401222019032011
RSD KERTOSONO

DYCKY ADHIMAS YULIANTO, A. Md. Kep


NIP. 199407252019031008
RSD KERTOSONO
ELMI LIA, A. Md. Kep
CP

NIP. 199511212019032028
RSD KERTOSONO

MUHAMAD AGUS SUPRAPTO, A. Md. Kep


NIP. 199512152019031005
RSD KERTOSONO
Penyakit infeksius secara umum dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu infeksi yang
berasal dari masyarakat (community-acquired-infections) dan infeksi terkait pelayanan
kesehatan (healthcare-associated infection [HAIs] (Brooker dan Waugh, 2013). HAIs
adalah infeksi pada pasien yang terjadi ketika mendapatkan perawatan di fasilitas
pelayanan kesehatan, dan juga infeksi pada tenaga kesehatan serta petugas di fasilitas
pelayanan kesehatan karena pekerjaannya (Kemenkes RI, 2017). Ventilator Associated
Pneumonia (VAP) adalah salah satu HAIs yang sering ditemukan di rumah sakit dan
merupakan infeksi pneumonia yang terjadi setelah 48 jam pemakaian ventilasi mekanik
baik pipa endotracheal maupun tracheostomy (Kemenkes RI, 2017). Menurut Ban (2011)
yang dikutip Susmiarti, dkk. (2015) VAP merupakan penyebab umum kedua pada kasus
HAIs di Amerika Serikat dan bertanggung jawab atas 25% kasus infeksi yang terjadi di
Intensive Care Unit (ICU). Penggunaan ventilator meningkatkan terjadinya HAIs
sebanyak 6–21 kali dengan tingkat kematian akibat VAP adalah 24-70%. Hal ini
menyebabkan rata-rata waktu perawatan di ICU meningkat.
Berbagai upaya untuk mengendalikan dan mencegah VAP telah dilakukan. Di Indonesia,
pelaksanaan bundles untuk pencegahan dan pengendalian VAP tercantum dalam
Permenkes RI Nomer 27, Tahun 2017 tentang pedoman pencegahan dan pengendalian
infeksi. Bundles mencakup membersihkan tangan setiap akan melakukan kegiatan
terhadap pasien yaitu dengan menggunakan lima momen kebersihan tangan,
memposisikan tempat tidur antara 30o-45o bila tidak ada kontra indikasi misalnya
trauma kepala ataupun cedera tulang belakang, menjaga kebersihan mulut atau oral
hygiene setiap 2-4 jam dengan menggunakan bahan dasar antiseptik clorhexidine 0,02%
dan dilakukan gosok gigi setiap 12 jam untuk mencegah timbulnya flaque, manajemen
sekresi oroparingeal dan tracheal, melakukan pengkajian sedasi dan ekstubasi setiap
hari, memberikan profilaksis peptic ulcer disease, dan memberikan profilaksis Deep Vein
Trombosis (DVT). Oleh karena itu penerapan bundle infeksi sangat mutlak harus
dikerjakan dengan benar dan tepat.
Ventilator Associated Pneumonia (VAP) didefinisikan sebagai pneumonia yang terjadi
48-72 jam setelah intubasi endotrakea ditandai infiltrat progresif atau yang baru terjadi,
infeksi sistemik (demam, perubahan jumlah leukosit), perubahan sputum. Gambaran
foto toraks disertai dua dari tiga kriteria gejala tersebut memberikan sensitivitas 69%
dan spesifisitas 75%. VAP merupakan infeksi nosokomial paling sering pada pasien
yang mendapatkan ventilasi mekanis, dan memerlukan perhatian khusus karena sulit
untuk di diagnosis secara akurat, serta diperlukan biaya besar untuk pengobatannya.
Kejadian VAP memperpanjang lama perawatan pasien di ICU dengan angka kematian
mencapai 40-50% dari total penderita (Susanti, 2015).
Faktor faktor risiko rejadinya VAP :

1. Faktor penjamu
Albumin serum <2,2 g/dl, usia ≥ 60 th, ARDS, PPOK dan atau penyakit paru, koma atau
penurunan kesadaran, luka bakar dan trauma, gagal organ, aspirasi volume lambung,
Kolonisasi lambung dan pH, kolonisasi saluran napas atas.

2. Faktor Intervensi

Antagonis H2 ± antacid, obat paralitik, sedasi intravena, penilaian tekanan intracranial,


ventilasi mekanis > 2 hari, positive end- expiratory pressure, perubahan sirkuit
ventilator, reintubasi, pipa nasogastik, posisi terlentang.

Penegakan diagnosis VAP salah satu alat ukur (Instrumen) adalah Clinical Pulmonary
Infection Score (CPIS) yang dikembangkan sejak tahun 1991. Nilai CPIS mulai dari 0
sampai 6 yang didasarkan atas pengukuran suhu tubuh, leukosit, sekret trakea, fraksi
oksigenasi, foto torak dan pemeriksaan mikrobiologi. Penilaian CPIS dilakukan setelah
48 jam (2 hari perawatan) dilakukan intubasi atau pemasangan ventilator.
Meskipun belum ada penelitian mengenai jumlah kejadian VAP di Indonesia, namun
berdasarkan kepustakaan luar negeri diperoleh data bahwa kejadian VAP cukup tinggi,
bervariasi antara 9-28% pada pasien ventilasi mekanik dan angka kematian akibat VAP
sebanyakk 24-50%. Angka kematian dapat meningkat mencapai 76% pada infeksi yang
disebabkan pseudomonas atau accinobacter (Susanti, 2015).

Pencegahan VAP dibagi 2 kategori yakni strategi farmakologis yang bertujuan


menurunkan kuman pathogen pada saluran cerna dan non farmakologis yang bertujuan
menurunkan kejadian aspirasi.

Intervensi dengan tujuan utama mencegah aspirasi


1. Hentikan penggunaan pipa nasogastric atau pipa endotracheal secepat mungkin
2. Posisi penderita ½ duduk
3. Hindari distensi lambung berlebihan
4. Intubasi oral atau non nasal
5. Penyaliran sub glotik
6. Penyaliran sirkuit ventilator
7. Hindari reintubasi dan pemindahan penderita yang tidak diperlukan
8. Ventilasi masker noninvasive untuk mencegah intubasi trachea
9. Hindari penggunaan sedasi jika tidak diperlukan
Intervensi dengan tujuan cegah pertumbuhan kuman pathogen saluran cerna
1. Cegah penggunaan antibiotic yang tidak perlu
2. Batasi profilaksis tukak lambung pada penderita risiko tinggi
3. Gunakan sucralfate sebagai profilaksis tukak lambung
4. Gunakan antibiotic untuk dekontaminasi saluran cerna secara selektif
5. Dekotaminase dan jaga kebersihat mulut
6. Gunakan antibbiotik yang sesuai pada penderita risiko tinggi
7. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
8. Isolasi penderita risiko tinggi penderita dengan kasus
Angka kejadian VAP yang tinggi dapat diturunkan melalui oral hygine dengan antiseptic
seperti Chlorxedine 0, 2%, pengunaan chlorhexidine 0, 2 % sebagai bilasan oral
sebanyak dua kali sehari dapat menurunkan tingkat kejadian infeksi saluran napas
sebesar 69% (Fitri Hapsari, 2012)

Pelaksanaan SOP VAP Bundle sebagai pedoman pencegahan dan pengendalian VAP
mengacu pada Permenkes 27/2017 dengan penyesuaian dan beberapa penambahan
atau inovasi. Penambahan tersebut yaitu pelaksanaan fisioterapi dada, penggunaan
closed suction, penggantian ETT tiap 14 hari berdasarkan evidence based yang kuat, dan
pemantauan pemakaian endotracheal type sophageal tube.

Kontributor :
Retnaningsih, Skep., Ns.
KFK Anak RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Daftar Pustaka :
Ramadhan, Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Ventilator Associated
Pneumonia (VAP) di Ruang ICU
https://gustinerz.com/menilai-ventilator- associated-pneumonia-vap-dengan-cpis/
Author Info

Humas Sardjito

Divisi Hukum dan Hubungan Masyarakat RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

DAFTAR PUSTAKA

https://sardjito.co.id/2023/01/25/pencegahan-dan-pengendalian-ventilator-
associated-pneumonia-vap/ diakses tanggal 24 Oktober 2023 pukul 09:16 WIB
Ramadhan, Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Ventilator Associated
Pneumonia (VAP) di Ruang ICU
https://gustinerz.com/menilai-ventilator- associated-pneumonia-vap-dengan-cpis/

https://journal.um-surabaya.ac.id/index.php/JKM/article/view/15974 DIAKSES
PADA TANGGAL 24 Oktober 2023 Pukul: 09:52 WIB.

Sebanyak 213 perawat perawatan intensif dilibatkan dalam penelitian


ini, dengan tingkat respons 204 (95,77%). Rata-rata skor pengetahuan
perawat perawatan intensif mengenai pencegahan pneumonia terkait
ventilator dari 20 pertanyaan adalah (10,1 ± 2,41). Terdapat 98
(48,04%) peserta yang memiliki pengetahuan baik dan 106 (51,96%) di
antaranya memiliki pengetahuan buruk tentang keseluruhan
pengetahuan terkait pencegahan pneumonia terkait
ventilator. Kualifikasi akademik yang lebih tinggi dan mengikuti
pelatihan di unit perawatan intensif berhubungan secara signifikan
dengan pengetahuan yang baik tentang pencegahan pneumonia terkait
ventilator
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9207106/Diakses pada tanggal
24 Oktober 2023 Pukul: 10:12 WIB.

Anda mungkin juga menyukai