Anda di halaman 1dari 54

KERANGKA LAPORAN MAGANG DAN

TUGAS AKHIR PERANCANGAN INFRASTRUKTUR

PERANCANGAN STRUKTUR DORMITORY BUILDING PADA


PROYEK POU CHEN FACTORY (GENERAL PACKAGE OF
CENTRAL JAVA PLANT)

Oleh:
Joan
200218051

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
NOVEMBER 2023
BAB 1
PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang
Pada kurikulum perkuliahan program studi teknik sipil Universitas Atma
Jaya Yogyakarta, mahasiswa diwajibkan untuk melakukan praktik lapangan.
Terdapat dua jenis program yang dapat dilaksanakan untuk memenuhi syarat
tersebut yakni kerja praktik atau magang. Magang dan kerja praktik merupakan
mata kuliah praktik dimana mahasiswa dapat mendapatkan pengalaman aktual
dari teori yang sudah didapatkan pada masa perkuliahan. Kerja praktik memiliki
bobot 2 Satuan Kredit Semester (SKS) sedangkan magang 5 SKS. Perbedaan
antara dua program ini yaitu kerja praktik dapat dilaksanakan sembari
menjalankan kegiatan perkuliahan sedangkan program magang tidak.
Salah satu program magang yang ditawarkan dari program studi teknik
sipil Universitas Atma Jaya Yogyakarta dan diikuti oleh penulis yaitu magang
Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Salah satu tujuan dari program
magang berbasis MBKM yaitu untuk mempersiapkan mahasiswa untuk siap
bersaing secara global dengan penerapan ilmu yang sudah didapatkan pada masa
perkuliahan hingga memiliki keahlian serta keterampilan.
Pada program ini penulis ditempatkan untuk melakukan magang bersama
PT. Tatamulia Nusantara Indah bertempat di proyek POU CHEN FACTORY
(General Package of Central Java Plant). Pada proyek ini penulis ditempatkan
oleh project manager untuk belajar pada divisi quality control.
Program magang MBKM juga memfasilitasi mahasiswa untuk dapat
menkonversi mata kuliah sebanyak maksimal 20 SKS. Salah satu mata kuliah
yang diambil untuk konversi yaitu mata kuliah Tugas Akhir Perancangan
Infrastruktur. Mengambil konversi mata kuliah ini membuat penulis diharuskan
untuk juga belajar diluar divisi quality control. Konversi mata kuliah ini
diwajibkan untuk melakukan perancangan struktur.
Pada pelaksanaan magang ini, penulis kesulitan untuk mencari pekerjaan
perancangan yang dilakukan pada proyek. Hal ini dikarenakan penulis
ditempatkan untuk magang pada perusahaan kontraktor. Setelah mencari saran
pada divisi engineering kontraktor dan mendapatkan ijin dari dosen penggerak,
penulis memutuskan untuk melakukan perancangan ulang struktur pada salah
satu bangunan gedung yang ada di lokasi proyek. Bangunan tersebut adalah
bangunan dormitory.
Penulis memilih bangunan dormitory karena bangunan ini merupakan
bangunan yang secara struktur tidak terlalu kompleks tetapi juga tidak terlalu
sederhana bagi penulis. Bangunan ini terdiri dari dua jenis struktur bangunan
yaitu struktur beton bertulang pada struktur utama dan struktur baja pada struktur
atap. Bangunan ini terdiri dari 3 lantai ditambah 1 lantai atas sebagai rooftop.

1. 2. Permasalahan/Kompleksitas dan Batasan


Permasalahan yang akan dibahas pada laporan magang dan tugas akhir
perancangan infrastruktur ini mencakup sebagai berikut:
1. Bagaimana Dynamic Cone Penetrometer Test dapat merepresentasikan data
tanah pada suatu sampel tanah yang diuji?
2. Bagaimana sistem pengelolaan keuangan yang digunakan oleh PT. Tatamulia
Nusantara Indah pada pengelolaan proyek POU CHEN FACTORY (General
Package of Central Java Plant)?
3. Bagaimana metode konstruksi dan penggunaan alat berat pada instalasi
struktur baja pada proyek POU CHEN FACTORY (General Package of
Central Java Plant)?
4. Bagaimana desain struktur yang aman untuk menopang beban sesuai fungsi
bangunan Dormitory Building pada proyek POU CHEN FACTORY (General
Package of Central Java Plant)?
5. Bagaimana perencanaan manajemen konstruksi untuk bangunan Dormitory
Building pada proyek POU CHEN FACTORY (General Package of Central
Java Plant)?
Laporan ini memiliki beberapa batasan dalam pembahasan topik di
dalamnya. Beberapa poin batasan pada penulisan laporan ini yaitu sebagai
berikut:
1. Pembahasan mengenai proyek ini akan dibatasi pada pekerjaan yang
dilakukan oleh PT. Tatamulias Nusantara Indah sebagai subkontraktor
spesialis pada proyek POU CHEN FACTORY (General Package of Central
Java Plant).
2. Perancangan struktur pada tugas akhir perancangan infrastruktur hanya akan
membahas perancangan struktur atas dari bangunan dormitory pada proyek
POU CHEN FACTORY (General Package of Central Java Plant).
3. Perancangan struktur pada tugas akhir perancangan infrastruktur akan
menggunakan aplikasi Midas Gen dalam membantu perhitungan gaya dalam
struktur.
4. Perancangan struktur pada tugas akhir perancangan infrastruktur akan
beracuan pada Standart Nasional Indonesia. Daftar standart yang akan
digunakan ada pada bab 3 poin ke-2.
5. Perencanaan manajemen konstruksi pada tugas akhir perancangan
infrastruktur akan membahas mengenai biaya dan waktu untuk pembangunan
bangunan dormitory pada proyek POU CHEN FACTORY (General Package
of Central Java Plant).
6. Perencanaan biaya akan menggunakan harga satuan pekerjaan sesuai daerah
lokasi proyek POU CHEN FACTORY (General Package of Central Java
Plant) yaitu daerah kabupaten Pekalongan.

1. 3. Tujuan
1. Mengetahui sistem representasi data tanah yang dihasilkan dari Dynamic
Cone Penetrometer Test pada suatu sampel tanah yang diuji.
2. Mengetahui sistem pengelolaan keuangan yang digunakan oleh PT. Tatamulia
Nusantara Indah pada pengelolaan proyek POU CHEN FACTORY (General
Package of Central Java Plant).
3. Mengetahui metode konstruksi dan penggunaan alat berat pada instalasi
struktur baja pada proyek POU CHEN FACTORY (General Package of
Central Java Plant).
4. Menghasilkan desain struktur yang aman untuk menopang beban yang sudah
di rencanakan sesuai fungsi bangunan Dormitory Building pada proyek PCG
Central Java Industrial Project Pekalongan Factory.
5. Menghasilkan perencanaan manajemen konstruksi untuk bangunan
Dormitory Building pada proyek POU CHEN FACTORY (General Package
of Central Java Plant).

1. 4. Manfaat
1. Pelaksanaan magang dan pembentukan laporan magang memiliki manfaat
sebagai bentuk pengaplikasian ilmu ketekniksipilan dalam dunia kerja dan
sebagai bentuk dokumentasi kegiatan magang yang dapat dibaca dan diambil
ilmunya oleh pembaca.
2. Memberikan pembelajaran mengenai proses perancangan struktur suatu
bangunan sebagai bentuk implementasi ilmu yang didapas selama masa
pembelajaran perkuliahan.
3. Memberikan suatu bentuk latihan pada penulis mengenai apa yang telah
dipelajari di dalam dunia perkuliahan tentang cara melakukan perancangan
struktur pada sebuah bangunan sesuai standart yang ada di Indonesia.
BAB 2
KEGIATAN MAGANG

2. 1. Gambaran Umum Proyek


1. Deskripsi Proyek
Pou Chen Corporation adalah produsen alas kaki terkemuka di Taiwan,
dan merupakan salah satu produsen alas kaki terbesar di dunia yang berkantor
pusat di Kota Taichung, Taiwan.
Pou Chen pertama kali didirikan di Fuxing, Changhwa, Taiwan pada
bulan September 1969 oleh keluarga Tsai dengan produksi awal berupa sepatu
kanvas dan alas kaki berbahan karet sebagai produknya. Seiring berjalannya
waktu, Pou Chen berfokus menjadi Produsen Peralatan Asli (OEM/ODM)
alas kaki baik untuk olahraga maupun kasual dari berbagai merek global
utama seperti Puma, Asics, Haglofs, Nike, Adidas, Saucony, dan berbagai
merek sepatu terkenal lainnya, yang mana semuanya itu diproduksi di lini-
lini produksi yang berada di pabrik-pabrik kami yang tersebar di berbagai
negara seperti Indonesia, Vietnam, dan China.
PCG Central Java Industrial Project Pekalongan Factory merupakan
pabrik ketiga dari Pou Chen di Indonesia. Sebelumnya sudah ada 2 pabrik
yakni di wilayah Serang dan Cianjur. Pembangunan pabrik Pekalongan ini
dipayungi oleh PT. Hardases Abadi Indonesia.
Pembangunan pabrik ini disambut dengan hangat oleh bupati
Pekalongan. Beliau berharap dengan hadirnya pabrik ini di Pekalongan dapat
membantu mengurangi jumlah angka pengangguran di wilayah kabupaten
Pekalongan dengan mengutamakan pekerja lokal. “Saya berharap kepada
keluarga besar PT. HAI agar nanti yang bekerja diutamakan adalah
masyarakat Kabupaten Pekalongan dan yang punya KTP Kabupaten
Pekalongan. Sehingga nanti masyarakat Kabupaten Pekalongan merasakan
dampak positifnya dan kebahagiaanya karena mereka bisa bekerja tidak perlu
jauh-jauh dan masih ada di Kabupaten Pekalongan,” ujar beliau.
(https://prokompim.setda.pekalongankab.go.id/bupati-pekalongan-
groundbreaking-pembangunan-pabrik-sepatu-nike-di-desa-sampih)
Dalam pembangunan pabrik ini PT. Hardases Abadi Indoneisa
memberikan tugas pembangunan kepada PT. Kajima Indonesia yang
kemudian menggandeng juga PT. Tatamulia Nusantara Indah. Oleh karena
itu, dalam pelaksanannya terdapat 2 struktur organisasi pada bagian
konstruksi yaitu struktur organsisasi PT. Kajima Indonesia dan struktur
organisasi PT. Tatamulia Nusantara Indah. Namun, pada laporan ini hanya
akan membahas dari sisi PT. Tatamulia Nusantara Indah dimana penulis
ditempatkan untuk melakukan magang.
2. Geografis Proyek
Proyek PCG Central Java Industrial Project Pekalongan Factory
merupakan proyek pembangunan pabrik sepatu yang beralamat di Jalan Raya
Wangandowo, Kampir, Wangandowo, Kecamatan Bojong, Kabupaten
Pekalongan, Jawa Tengah 55156.

Proyek ini memiliki luas lahan sebesar 540.000 meter2 dengan 8


bangunan utama dan 37 bangunan pendukung di dalamnya.
3. Informasi Proyek
a) Nama Proyek : POU CHEN FACTORY (General Package of
Central Java Plant)
b) Alamat Proyek : Jalan Raya Wangandowo, Kampir,
Wangandowo, Kecamatan Bojong, Kabupaten
Pekalongan, Jawa Tengah 55156
c) Jenis Bangunan : Pabrik
d) Jenis Pekerjaan : Struktur, Arsitek, MEP
e) Jenis Kontrak : Lump Sum
f) Nilai Kontrak : Rp 1.048.000.000.000,-
g) Pemberi Tugas : PT. Hardases Abadi Indonesia
h) Konsultan MK : PT. Aecom Indonesia
i) Konsultan CSA & MEP : PT. Aecom Indonesia
j) Luas Lahan : 540.000 meter2
k) Waktu Pelaksanaan : 15 Bulan Kalender
l) Tanggal Mulai : 1 Februari 2023
m) Tanggal Selesai : 30 Mei 2024
n) Cara Pembayaran : Monthly Progress
o) Masa Pemeliharaan : 24 Bulan Kalender
p) Direct Contractor / DC : -
Main Contractor
Pekerjaan Struktur : Pemasangan Bekisting (Pilecap, Tiebeam),
Pembesian, Pengecoran, Support Las
Pekerjaan Finishing : Pekerjaan Pemasangan Dinding, Plesteran dan
Acian, Pekerjaan Pemasangan Keramik
q) Sub Contractors
Pekerjaan Struktur : Anti Rayap, Struktur Baja, Waterproofing &
Integral, Chemical Anchor
Pekerjaan Finishing : Floor Hardener, Epoxy Lantai, Atap, Ceiling,
Dinding Partisi, Pengecatan, Cermin, Pintu
dan Jendela Aluminium, Pintu Besi, Louvre,
Pintu UPVC, Cubical Toilet, Rolling Door,
Railing, Automatic Gate, Pedestrian Gate,
Pagar, Kanstin dan Paving.
Pekerjaan MEP : Mekanikal, Electrical, Plumbing, Fire System,
Fire Fighting, Sanitair
2. 2. Manajemen Proyek
Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai struktur organisasi pada
perusahaan tempat magang dan pekerjaan yang dilakukan oleh divisi yang
terdapat pada struktur organisasi.
2. 3. Pelaksanaan Pekerjaan Magang
Sub bab pelaksanaan pekerjaan magang akan membahas mengenai
penempatan divisi pada tempat magang, tugas dari divisi penempatan, dan
pemberian tugas pada saat magang.
2. 4. Keterkaitan Pelaksanaan Magang dengan Mata kuliah Konversi
Pada bab ini akan dibahas mengenai keterkaitan pelaksanaan magang
terhadap mata kuliah yang akan dilakukan konversi. Pada sub bab ini sekaligus
akan membahas topik apa saja yang akan diangkat untuk memenuhi prasyarat
mata kuliah konversi.
Berikut topik yang akan dibahas sesuai dengan mata kuliah konversi:
1. Mekanika Tanah Terapan : Representasi data tanah yang dihasilkan
Dynamic Cone Penetrometer Test pada sampel tanah yang diuji.
2. Keuangan Proyek dan Studi Kelayakan : Sistem pengelolaan keuangan PT.
Tatamulia Nusantara Indah pada proyek POU CHEN FACTORY
(General Package of Central Java Plant).
3. Metode Konstruksi dan Alat Berat : Metode konstruksi dan penggunaan
alat berat pada instalasi struktur baja pada proyek POU CHEN
FACTORY (General Package of Central Java Plant).
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3. 1. Teori
3.1.1. Perancangan Struktur Bangunan Gedung
Suatu sistem struktur bangunan merupakan kerangka yang terdiri
dari rakitan elemen struktur. Dalam sistem struktur gedung, elemen
balok, kolom, atau dinding geser membentuk struktur kerangka yang
disebut juga sistem struktur portal. Sistem struktur yang tidak dibedakan
unsur elemennya, seperti pelat, cangkang, atau tangki dinamakan sistem
struktur kontinum. Setiap elemen-elemen struktur mempunyai fungsi dan
karakteristik yang berbeda. Pada suatu sistem struktur, elemen-elemen
struktur mempunyai suatu mekanisme penyaluran beban dari atas ke
tanah (sistem Fondasi).
Struktur sebuah bangunan dibagi menjadi dua yaitu struktur atas
dan struktur bawah. Struktur bawah yaitu bagian struktur yang ada di
bawah tanah seperti struktur besmen dan/atau struktur fondasi. Struktur
atas merupakan struktur yang berada di atas tanah seperti kolom, balok,
plat, tangga dan atap. (SNI 1726: 2012).
Menurut Schodek, 1991 untuk melakukan analisis atau desain
suatu struktur perlu ditetapkan kriteria yang digunakan sebagai ukutan
maupun untuk menentukan apakah struktur tersebut dapat diterima untuk
penggunaan yang diinginkan atau untuk maksud desain tertentu.
Beberapa kriteria struktur menurut Schodek, 1991 yaitu sebagai berikut.
1. Kemampuan layan (serviceability)
Kemampuan layan diartikan sebagai struktur harus mampu memikul
beban rencana secara aman tanpa kelebihan tegangan pada material
dan mempunyai deformasi yang masih dalam daerah yang diizinkan.
Kemampuan ini diperoleh dengan menggunakan faktor keamanan
dalam desain elemen struktur.
2. Efisiensi
Kriteria efisiensi mencakup tujan desain struktur yang relatif
ekonomis. Ukurannya adalah banyaknya material yang diperlukan
untuk memikul beban yang diberikan dalam ruang pada kondisi dan
kendala yang ditentukan. Sangat mungkin terjadi bahwa perakitan
elemen- elemen struktural akan efisien apabila materialnya mudah
dibuat dan dirakit.
3. Konstruksi
Kriteria konstruksi sangat luas, dan termasuk juga ke dalamnya
tunjauan mengenai banyak serta jenis usaha atau manpower yang
diperlukan untuk melaksanakan suatu bangunan, juga jenis dan
banyak alat yang diperlukan serta lama waktu penyelesaiannya.
4. Harga
Konsep kriteria harga tidak dapat dilepaskan dari dua hal yang telah
dibahas sebelum ini, yaitu efisiensi bahan dan kemudahan
pelaksanaan. Tentu saja, struktur yang sangat efisien yang tidak sulit
dilaksanakan akan merupakan yang paling ekonomis.
Sangat jarang suatu struktur dirancang hanya ditujukan untuk
memenuhi salah satu kriteria yang telah dibahas di atas. Namun, kriteria
kemampuan layan menjadi tanggung jawab utama peranvang struktur.
Kriteria lain mungkin dapat dilibatkan, tetapi kemampuan layan harus
selalu dilibatkan.
3.1.2. Beban Struktur
Struktur bangunan dan struktur lain harus dirancang dan dibangun
dengan kekuatan dan kekakuan yang cukup untuk memberikan stabilitas
struktural, melindungi komponen nonstruktural dan sistem, dan
memenuhi persyaratan kemampuan layan.
Ada beberapa beban yang perlu diperhatinkan dalam
merencanakan pembebanan struktur yaitu sebagai berikut:
1. Beban Mati
Beban mati adalah berat sendiri dari keseluruhan bahan konstruksi
yang terpasang seperti dinding, lantai, atap, plafon, tangga, dll.
Penentuan beban mati untuk perancangan harus digunakan berat
bahan dan konstruksi yang sebenarnya. Jika tidak ada informasi yang
jelas, harus digunakan nilai yang disetujui oleh pihak yang
berwenang.
2. Beban Hidup
Beban hidup adalah sebuah beban yang terjadi akibat penggunaan
suatu gedung dan ke dalamnya termasuk beban yang berasal dari
barang – barang yang dapat berpindah.
3. Beban Angin
Beban angin adalah beban yang bekerja pada bagian gedung yang
disebabkan oleh selisih tekanan udara.
4. Beban Gempa
Beban gempa adalah semua beban statik ekuivalen yang bekerja pada
gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa.
Beban yang diartikan sebagai beban gempa adalah gaya-gaya di dalam
struktur tersebut yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa.
3.1.3. Struktur Beton Tahan Gempa
Gempa bumi merupakan suatu fenomena alam yang tidak dapat
dihindari, tidak dapat diramalkan kapan terjadi dan berapa besarnya,
serta akan menimbulkan kerugian baik harta maupun jiwa bagi daerah
yang ditimpanya dalam waktu relatif singkat. Indonesia merupakan
negara yang sering terlanda bencana gempa bumi. Gempa bumi di
Indonesia dapat terjadi ribuan kali dalam kurun satu tahun. Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Indonesia mencatat
10.843 kejadian gempa di Indonesia sepanjang tahun 2022.
Sebagai masyarakat yang tinggal di wilayah yang sering terlanda
bencana gempa bumi, kita hanya dapat mengurangi risiko gempa bumi
dengan membangun kapasitas masyarakat dan mengurangi kerentanan,
terutama yang disebabkan oleh buruknya kualitas bangunan. Sehingga
diciptakan konsep bangunan tahan gempa untuk mencegah bangunan
rusak akibat gempa bumi dan menimbulkan korban jiwa.
Standar bangunan tahan gempa Indonesia sudah diatur dalam SNI-
1726-2019 mengenai tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk
struktur bangunan gedung dan nongedung. Menurut SNI-1726-2019,
struktur gedung yang menerima beban gempa kuat boleh mengalami
kerusakan namun tidak boleh runtuh.
3.1.3.1. Filosofi Desain
Filosofi desain bangunan tahan gempa dapat dikelompokkan
menurut kekuatan gempa dan performa bangunan dalam rangka
melindungi manusia, tetapi masih memperhitungkan tingkat
ekonomisnya pembangunan. Berikut filosofi desain yang dimaksud
menurut Pawidikromo, 2012.
1. Pada gempa kecil yang sering terjadi, struktur utama bangunan
tidak boleh mengalami kerusakan dan berfungsi dengan baik.
Kerusakan kecil pada elemen non-struktur masih diperbolehkan.
2. Pada gempa menengah yang relatif jarang terjadi, struktur utama
bangunan boleh rusak/retak ringan tetapi masih dapat diganti
dengan yang baru.
3. Pada gempa kuat yang jarang terjadi, struktur utama bangunan
boleh rusak tetapi tidak boleh runtuh secara total. Kondisi ini
huga diharapkan pada gempa besar dengan tujuan melindungi
manusia atau penghuni bangunan secara maksimum.
3.1.3.2. Gempa Rencana
SNI 1726:2019 menentukan pengaruh gempa rencana harus
ditinjau dalam perencanaan dan evaluasi struktur bangunan gedung
dan nongedung serta berbagai bagian dan peralatannya secara
umum. Gempa rencana ditetapkan sebagai gempa dengan
kemungkinan terlampaui besarannya selama umur struktur
bangunan 50 tahun adalah sebesar 2 %. Pengaruh gempa rencana
harus dikalikan dengan faktor keutamaan gempa.
3.1.3.3. Faktor Keutamaan Gempa dan Kategori Resiko Bangunan
Faktor keutamaan gempa dan kategori resiko bangunan
gedung dan nongedung untuk beban gempa diatur dalam Tabel 3 dan
4 SNI 1726:2019 pasal 4.1.2 sebagai berikut.
Kategori
Jenis Pemanfaatan
Risiko

Gedung dan nongedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa


manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi
untuk, antara lain:
- Fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan I
- Fasilitas sementara
- Gudang penyimpanan
- Rumah jaga dan struktur kecil lainnya

Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam


kategori risiko I,III,IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
- Perumahan
- Rumah toko dan rumah kantor II
- Pasar - Gedung perkantoran
- Gedung apartemen/ rumah susun
- Pusat perbelanjaan/ mall - Bangunan industri
- Fasilitas manufaktur – Pabrik

Gedung dan nongedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa


manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi
untuk:
- Bioskop
- Gedung pertemuan
- Stadion
- Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit III
gawat darurat
- Fasilitas penitipan anak
- Penjara
- Bangunan untuk orang jompo

Gedung dan nongedung, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV,


yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang
besar dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat
sehari-hari bila terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk
- Pusat pembangkit listrik biasa
- Fasilitas penanganan air
- Fasilitas penanganan limbah
- Pusat telekomunikasi

Gedung dan nongedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko


IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur,
proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat
pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya,
limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang
mengandung bahan beracun atau peledak di mana jumlah
kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh
instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi
masyarakat jika terjadi kebocoran.

Gedung dan nongedung yang dikategorikan sebagai fasilitas yang


penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:
- Bangunan-bangunan monumental
- Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
- Rumah ibadah
- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki
fasilitas bedah dan unit gawat darurat
- Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta
garasi kendaraan darurat
- Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, tsunami, angin
badai, dan tempat perlindungan darurat lainnya
- Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan
fasilitas lainnya untuk tanggap darurat IV
- Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang
dibutuhkan pada saat keadaan darurat
- Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki
penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun
listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau
struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam
kebakaran) yang disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan
darurat

Gedung dan nongedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan


fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori risiko
IV.
Faktor Keutamaan Gempa,
Kategori Risiko
Ie
I atau II 1,0
III 1,25
IV 1,50

3.1.3.4. Klasifikasi Situs


Dalam perumusan kriteria desain seismik suatu bangunan di
permukaan tanah atau penentuan amplifikasi besaran percepatan
gempa puncak dari batuan dasar ke permukaan tanah untuk suatu
situs, maka situs tersebut harus diklasifikasikan terlebih dahulu.
Profil tanah harus diklasifikasikan sesuai dengan tabel 5 SNI
1726:2019 pasal 5.3 sebagai berikut.

Kelas Situs 𝒗𝒔 (m/detik) 𝑵 atau 𝑵𝒄𝒉 𝑺𝒖 (kPa)

SA (batuan keras) > 1500 N/A N/A


SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A
SC (tanah keras, sangat
350 sampai 750 > 50 ≥ 100
padat dan batuan lunak)

SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50 50 sampai 100


SE (tanah lunak) < 175 < 15 < 50
Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah
dengan karateristik sebagai berikut :
1. Indeks plastisitas, PI > 20
2. Kadar air, w ≥ 40%
3. Kuat geser niralir 𝑆̅ < 25 KPa
Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih
dari karakteristik berikut:
SF (tanah khusus yang - Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa
membutuhkan investigasi seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah
geoteknik spesifik dan tersementasi lemah
analisis respons spesifik - Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan H > 3 m)
situs yang mengikut pasal - Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5 m
6.10.1) dengan indeks plasitisitas PI  75 )
Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan ketebalan H >
35 m dengan su  50 kPa
3.1.3.5. Parameter Spektral Respons
Parameter respon spektral terdiri dari PGA, Ss, S1, SDs, SD1,
TL yang dapat diperoleh dari program respons spektra peta gempa
Indonesia. (http://rsa.ciptakarya.pu.go.id/2021/)
3.1.3.6. Periode Fundamental
Periode fundamental struktur, T, dalam arah yang ditinjau
harus diperoleh menggunakan sifat struktur dan karakteristik
deformasi elemen pemikul dalam analisis yang teruji.
Jika Tc > CuTa maka T = CuTa
Jika Ta < Tc < CuTa maka T = Tc
Jika Tc < Ta maka T = Ta

Parameter percepatan
respons spektral desain pada Koefisien Cu
1 detik, SD1
≥ 0,4 1,4
0,3 1,4
0,2 1,5
0,15 1,6
≤ 0,1 1,7

Periode fundamental pendekatan (Ta), dalam detik, harus


ditentukan dari persamaan berikut:
𝑇 =𝐶ℎ
hn = tinggi bangunan (m)
Ct = koefisien sesuai tabel 18 SNI 1726:2019
Tipe Struktur Ct x

Sistem rangka pemikul momen di mana


rangka memikul 100 % gaya seismik yang
disyaratkan dan tidak dilingkupi atau
dihubungkan dengan komponen yang lebih 0,0724 0,8
kaku dan akan mencegah rangka dari 0,0466 0,9
defleksi jika dikenai gaya seismik:
 Rangka baja pemikul momen
 Rangka beton pemikul momen

Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731 0,075

Rangka baja dengan bresing terkekang


0,0731 0,075
terhadap tekuk

Semua sistem struktur lainnya 0,0488 0,075

3.1.3.7. Kategori Desain Seismik


Kategori desain seismik dapat ditentukan dengan
menggunakan nilai SDS dan SD1 terhadap tabel 8 dan 9 SNI
1726:2019.
Kategori Risiko
Nilai SDS
I atau II atau III IV
SDS < 0,167 A A
0,167 ≤ SDS < 0,33 B C
0,33 ≤ SDS < 0,50 C D
0,50 ≤ SDS D D

Kategori Risiko
Nilai SD1
I atau II atau III IV
SD1 < 0,067 A A
0,067 ≤ SD1 < 0,133 B C
0,133 ≤ SD1 < 0,20 C D
0,20 ≤ SD1 D D
3.1.3.8. Koefisien Modifikasi Respons
Koefisien modifikasi respons (R) dapat ditentukan dengan
menentukan sistem struktur menggunakan tabel 12 SNI 1726:2019
(halaman 49-51).
3.1.3.9. Koefisien Respons Seismik
Koefisien respons seismik, Cs, harus ditentukan sesuai dengan
persamaan.
𝑆
𝐶 =
𝑅
( )
𝐼
Nilai Cs yang dihitung sesuai dengan persamaan diatas tidak
perlu melebihi berikut ini:
Untuk T ≤ TL
𝑆
𝐶 =
𝑅
𝑇( )
𝐼
Untuk T > TL
𝑆
𝐶 =
𝑅
𝑇 ( )
𝐼
Cs harus tidak kurang dari CS  0,044 SDS Ie  0,01
Untuk struktur yang berlokasi di daerah di mana S1 sama
dengan atau lebih besar dari 0,6g, maka Cs harus tidak kurang dari:
0,5 𝑆
𝐶 =
𝑅
( )
𝐼
3.1.3.10. Berat Seismik Efektif Bangunan
Berat seismik efektif struktur, W, harus menyertakan seluruh
beban mati dan beban lainnya yang terdaftar di bawah ini:
1. Dalam daerah yang digunakan untuk penyimpanan: minimum
sebesar 25 % beban hidup lantai. (Bila beban penyimpanan tidak
lebih dari 5 % terhadap berat seismik efektif pada tingkat
tersebut, beban tidak perlu dimasukkan dalam berat seismik
efektif, Beban hidup lantai di tempat parkir umum dan struktur
parkir terbuka tidak perlu dimasukkan)
2. Jika ketentuan desain beban lantai untuk partisi disyaratkan SNI
1727 pasal 4.3.2, sebesar beban terbesar antara berat partisi
aktual atau berat daerah lantai minimum sebesar 0,48 kN/m2
3. Berat operasional total dari peralatan yang permanen
4. Berat lanskap dan beban lainnya pada taman atap dan area
sejenis
3.1.3.11. Gaya Geser Dasar
Gaya geser dasar seismik, V, dalam arah yang ditetapkan harus
ditentukan sesuai dengan persamaan berikut:
𝑉=𝐶 𝑊
3.1.3.12. Distribusi Vertikal Gaya Gempa
Gaya seismik lateral, Fx, (kN) di sebarang tingkat harus
ditentukan dari persamaan berikut :
𝐹 =𝐶 𝑉
dan
𝑤 ℎ
𝐶 =
∑ 𝑤ℎ
Dengan,
Cvx = faktor distribusi vertikal
V = gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur
(kN)
wi dan wx = bagian berat seismik efektif total struktur ( ) yang
ditempatkan atau dikenakan pada tingkat i atau x
hi dan hx = tinggi dari dasar sampai tingkat i atau x (m)
k = eksponen yang terkait dengan periode struktur
dengan nilai sebagai berikut:
 untuk struktur dengan T ≤ 0,5 detik, k = 1
 untuk struktur dengan T ≥ 2,5 detik, k = 2
 untuk struktur dengan 0,5 < T < 2,5 detik, k = 2
atau ditentukan dengan interpolasi linier antara
1 dan 2
3.1.3.13. Kombinasi Pembebanan
1. 1,4D
2. 1,2D + 1,6L
3. (1,2 + 0,2 SDS) D + 1,0L + ρEx + 0,3ρEy
4. (1,2 + 0,2 SDS) D + 1,0L + ρEx - 0,3ρEy
5. (1,2 + 0,2 SDS) D + 1,0L - ρEx + 0,3ρEy
6. (1,2 + 0,2 SDS) D + 1,0L - ρEx - 0,3ρEy
7. (1,2 + 0,2 SDS) D + 1,0L + 0,3ρEx + ρEy
8. (1,2 + 0,2 SDS) D + 1,0L - 0,3ρEx + ρEy
9. (1,2 + 0,2 SDS) D + 1,0L + 0,3ρEx - ρEy
10. (1,2 + 0,2 SDS) D + 1,0L - 0,3ρEx - ρEy
11. (0,9 + 0,2 SDS) D + ρEx + 0,3ρEy
12. (0,9 + 0,2 SDS) D + ρEx - 0,3ρEy
13. (0,9 + 0,2 SDS) D - ρEx + 0,3ρEy
14. (0,9 + 0,2 SDS) D - ρEx - 0,3ρEy
15. (0,9 + 0,2 SDS) D + 0,3ρEx + ρEy
16. 0,9 + 0,2 SDS) D - 0,3ρEx + ρEy
17. 0,9 + 0,2 SDS) D + 0,3ρEx - ρEy
18. 0,9 + 0,2 SDS) D - 0,3ρEx - ρEy
3.1.3.14. Faktor Redundansi (ρ)
Struktur yang dirancang untuk kategori desain seismik D, E,
atau F,  harus diambil sama dengan 1,3 kecuali jika satu dari dua
kondisi berikut dipenuhi, di mana  diijinkan diambil sebesar 1,0 :
1. Masing-masing tingkat yang menahan lebih dari 35% geser
dasasr dalam arah yang ditinjau memenuhi Tabel 12-3-4 (ASCE
7-16)
2. Struktur dengan denah beraturan di semua tingkat dengan sistem
penahan gaya gempa terdiri dari paling sedikit 2 bentang
perimeter penahan gaya gempa yang merangka pada
masingmasing sisi struktur dalam masing-masing arah orthogonal
di setiap tingkat yang menahan lebih dari 35% geser dasar.
Jumlah bentang untuk dinding geser harus dihitung sebagai
panjang dinding geser dibagi dengan tinggi tingkat atau 2 kali
panjang dinding geser dibagi dengan tinggi tingkat.
3.1.3.15. Kontrol Simpangan Antar Lantai
Penentuan simpangan antar tingkat desain () harus dihitung
sebagai perbedaan simpangan pada pusat massa di atas dan di bawah
tingkat yang ditinjau Apabila pusat massa tidak segaris dalam arah
vertikal, diizinkan untuk menghitung simpangan di dasar tingkat
berdasarkan proyeksi vertikal dari pusat massa tingkat di atasnya.
Jika desain tegangan izin digunakan,  harus dihitung menggunakan
gaya seismik desain yang ditetapkan dalam 0 tanpa reduksi untuk
desain tegangan izin.
Bagi struktur yang didesain untuk kategori desain seismik C,
D, E atau F yang memiliki ketidakberaturan horizontal Tipe 1a atau
1b pada Tabel 13, simpangan antar tingkat desain, , harus dihitung
sebagai selisih terbesar dari simpangan titik-titik yang segaris secara
vertikal di sepanjang salah satu bagian tepi strukur, di atas dan di
bawah tingkat yang ditinjau.
Simpangan pusat massa di tingkat-x (x) (mm) harus
ditentukan sesuai dengan persamaan berikut:
𝐶 𝛿
𝛿 =
𝐼
Keterangan :
Cd = faktor pembesaran simpangan lateral dalam Tabel 12
xe = simpangan di tingkat-x yang disyaratkan pada pasal ini,
yang ditentukan dengan analisis elastik
Ie = faktor keutamaan gempa
Simpangan antar lantai tingkat desain (∆) tidak boleh melebihi
simpangan antar lantai tingkat ijin (∆a) seperti didapatka dari Tabel
20 SNI 1726:2019 untuk semua tingkat.
Kategori Risiko
Struktur
I atau II III IV

Struktur, selain dari struktur dinding geser


batu bata, 4 tingkat atau kurang dengan
dinding interior, partisi, langit-langit dan
0,025hsx 0,020 hsx 0,015 hsx
sistem dinding eksterior yang telah didesain
untuk mengakomodasi simpangan antar
tingkat.

Struktur dinding geser kantilever batu bata 0,010 h sx 0,010 hsx 0,010 hsx

Struktur dinding geser batu bata lainnya 0,007 h sx 0,007 hsx 0,007 hsx

Semua struktur lainnya 0,020 hsx 0,015 hsx 0,010 hsx

3.1.4. Struktur Beton Bertulang


Beton merupakan bahan komposit yang terdiri dari semen, air dan
agregat. Beton mengalami pekerasan yang disebabkan dari adanya reaksi
kimia dari semen portland dan air. Pada umumnya, beton dengan
kekuatan hingga 50 MPa memiliki presesentase material agregat kasar
paling besar diikuti dengan agregat halus, air dan semen. Beton memiliki
sifat tegangan-regangan yang linear dan getas dalam menahan tekan.
Sifat getas beton membuat material ini cenderung mengalami retak tarik
yang tegak lurus terhadap regangan tarik maksimum. Sehingga beton
cenderung lemah terhadap tarik.
Lemahnya beton terhadap tegangan tarik membuat munculnya
konsep beton bertulang. Beton digunakan bersamaan dengan tulangan
atau kawat baja yang dapat menahan tegangan tarik. Ada dua jenis
tulangan baja yang terdapat di pasaran, yaitu tulangan polos dan tulangan
ulir. Pada umumnya, tulangan polos memiliki tegangan leleh 240-280
MPa sedangakan tulangan ulir umumnya mempunyai tegangan leleh
antara 320 dan 420 MPa.
Terdapat dua jenis tulangan yang terpasang dalam struktur balok,
yaitu tulangan longitudinal dan tulangan transversal. Tulangan
longitudinal adalah tulangan yang digunakan untuk menambah kapasitas
kuat tarik pada balok. Sedangkan tulangan transversal merupakan
tulangan pengikat untuk menahan gaya geser yang terjadi pada balok.
Struktur beton bertulang memiliki berbagai komponen yang kerap
kita jumpai seperti kolom, balok, plat, dinding, tangga, dan lain
sebagainya. Komponen struktur beton bertulang ini saling berinteraksi
satu sama lain untuk membentuk satu kesatuan struktur. Dasar filosofi
memperbolehkan struktur untuk mengalami deformasi inelastik.
3.1.4.1. Kekuatan Desain
Menurut ... terdapat dua filosofi yang digunakan untuk
melakukan perancangan elemen struktur beton bertulang, antara
lain:
1. Metode Tegangan Kerja
Metode ini merupakan metode yang merencanakan elemen
struktur terhadap beban kerja sedemikian rupa sehingga tegangan
yang terjadi lebih kecil daripada tegangan yang diijinkan, dimana:
𝜎≤ 𝜎
2. Metode Kekuatan Ultimit
Metode ini merencanakan elemen struktur terhadap beban
kekuatan ultimit yang diinginkan.
𝑀 ≤𝜙𝑀
Kuat rencana suatu komponen struktur didapat dengan
mengalikan kekuatan nominal dengan faktor reduksi kekuatan ϕ.
Fungi faktor reduksi kekuatan menurut SNI 2847:2019 (MacGregor
1976) yaitu:
1. Untuk memperkirakan kemungkinan kekuatan penampang tidak
mencukupi (under-strength) karena perbedaan dimensi dan
kekuatan material.
2. Untuk memperkirakan ketidaktepatan pada tahap perancangan.
3. Untuk merefleksikan ketersediaan daktilitas dan tingkat
keandalan yang diperlukan komponen struktur relatif terhadap
beban.
4. Untuk menyatakan seberapa penting komponen strktur terhadap
keseluruhan struktur.
Besarnya faktor reduksi untuk komponen beton struktural dan
sambungan ditetapkan dalam SNI 2847:2019 pasal 21.2 sebagai
berikut.

Gaya atau elemen ϕ Pengecualian


struktur

Di dekat ujung komponen pratarik


Momen, gaya aksial, 0,65 – 0,90
a) (pretension) dimana strand belum
atau kombinasi momen sesuai pasal
sepenuhnya bekerja, ϕ harus
dan gaya aksial 21.2.2
sesuai dengan 21.2.3
Persyaratan tambahan untuk
b) Geser 0,75 struktur tahan gempa terdapat
pada 21.2.4
c) Torsi 0,75 -
d) Tumpu (bearing) 0,65 -

e) Zona angkur pascatarik


0,85 -
(post-tension)

f) Bracket dan korbel 0,75 -


Strut, ties, zona nodal,
g) dan daerah tumpuan
0,75 -
yang dirancang dengan
strutand-tie di Pasal 23
Komponen sambungan
h) beton pracetak
0,90 -
terkontrol leleh oleh
elemen baja dalam tarik
i) Beton polos 0,6 -
0,45 – 0,75
j) Angkur dalam elemen
sesuai Pasal -
beton
17

3.1.4.2. Struktur Pelat


Pada struktur bangunan gedung, pelat lantai merupakan bagian
struktur yang langsung memikul beban hidup dan meneruskan ke
komponen pendukungnya. Berdasarkan terjadinya momen lentur,
pelat terbagi dua jenis yaitu pelat satu arah dan pelat dua arah. Jenis
ini dibedakan dengan ketentuan sebagai berikut.
𝑙𝑦
𝑗𝑖𝑘𝑎 ≥ 2 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑎𝑟𝑎ℎ
𝑙𝑥
𝑙𝑦
𝑗𝑖𝑘𝑎 ≤ 2 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑡 𝑑𝑢𝑎 𝑎𝑟𝑎ℎ
𝑙𝑥
Analisis struktur pelat dilakukan dengan meninjau pias atau
strip plat selebar satu meter. Pada pelat satu arah ditinjau sebgai
balok sederhana atau menerus. Beban yang bekerja pada pelat adalah
beban per satuan luas (kN/m2), dalam perhitungan karena ditinjau
per satu meter lebar pelat, maka satuannya berubah menjadi beban
persatuan panjang (kN/m).
1. Pelat Satu Arah
Ketebalan minimum pelat solid satu arah nonprategang
ditetapkan dalam SNI 2847:2019 pasal 7.3.1.1 dengan ketentuan
sebagai berikut.
Analisis struktur pelat lantai dapat menggunakan metode
pendekatan sesuai SNI 2847:2019 pasal 6.5.1 dengan beberapa
syarat sebagai berikut.
1. Komponen struktur adalah prismatis.
2. Beban terdistribusi merata.
3. Beban hidup tak terfaktor tidak melebihi tiga kali beban mati
tak terfaktor (L ≤ 3D).
4. Terdapat dua bentang atau lebih.
5. Panjang bentang terbesar terhadap panjang bentang terpendek
dari dua bentang yang bersebelahan tidak lebih dari 20 %.
Metode pendekatan digunakan untuk mempermudah
perhitungan dengan menetapkan koefisien-koefisien pada
perhitungan momen dan gaya geser. Koefisien momen
pendekatan dan gaya geser pendekatan yang digunakan sesuai
SNI 2847:2019 adalah sebagai berikut.
2. Pelat Dua Arah
Untuk pelat nonprategang tanpa balok interior yang
membentang di antara tumpuan pada semua sisinya yang
memiliki rasio bentang panjang terhadap bentang pendek
maksimum 2, ketebalan pelat keseluruhan h tidak boleh kurang
dari batasan pada Tabel 8.3.1.1 SNI 2847:2019, dan memiliki
nilai terkecil antara a) atau b), kecuali batasan lendutan yang
dihitung dipenuhi:
a) Pelat tanpa drop panel (125 mm)
b) Pelat dengan drop panel (100 mm)

Untuk pelat nonprategang dengan balok membentang di


antara tumpuan di semua sisi, ketebalan pelat keseluruhan h harus
memenuhi batasan pada Tabel 8.3.1.2 SNI 2847:2019, kecuali
batas lendutan yang dihitung dipenuhi.

Pada pelat tepi tidak menerus, harus disediakan balok tepi


dengan αf ≥ 0,80, atau ketebalan minimum harus memenuhi (b)
atau (d) dan harus diperbesar paling sedikit 10 persen pada panel
tepi yang tidak menerus.
3.1.4.3. Struktur Balok
Balok merupakan bagian dari struktur atas yang digunakan
untuk tumpuan lantau dan pengikat kolom. Balok berfungsi sebagai
rangka penguat horizontal bangunan. Pada sistem struktural yang
ada di gedung, elemen balok adalah elemen yang paling banyak
digunakan dengan pola berulang.
Ukuran elemen struktur untuk setiap sistem dapat ditentukan
berdasarkan analisis bentang, beban dan material. Ada beberapa
kriteria pokok yang harus dipenuhi, antara lain : kemampuan layan,
efisiensi, dan kemudahanan. Tegangan aktual yang timbul pada
balok tergantung pada besar dan distribusi material pada penampang
melintang elemen struktur. Semakin besar balok maka semakin kecil
tegangannya. Luas penampang dan distribusi beban merupakan hal
yang penting. Semakin tinggi suatu elemen, semakin kuat
kemampuannya untuk memikul lentur.
Pada struktur balok, baja tulangan digunakan untuk menahan
pada daerah yang terjadi tarik. Pada struktur balok sederhana,
tegangan tarik akan terjadi pada bagian bawah tengah bentang balok
sehingga tulangan utama pada balok diletakkan pada daerah bawah
tengah bentang. Pada struktur balok kantilever, tegangan tarik akan
terjadi pada bagian atas balok. Sedangkan pada balok menerus,
tegangan akan terjadi pada bagian atas dan bawah balok.
Perencanaan balok dapat diawali dengan menentukan terlebih
dahulu apakah balok berperilaku sebagai balok persegi atau sebagai
balok T. Balok dapat dianggap berperilaku sebagai balok persegi
apabila daerah tekan terdapat pada daerah flens, sedangkan balok
dianggap sebagai balok T apabila seluruh daerah tekan terdapat
dibawah daerah flens.
1. Perancangan Balok T
Untuk Balok-T nonprategang yang dibuat menyatu
(monolit) atau pelat komposit, lebar efektif sayap bf harus
mencakup lebar badan balok bw ditambah lebar efektif sayap
yang menjorok sesuai Tabel 6.3.2.1 SNI 2847:2019 , dimana h
adalah ketebalan pelat dan sw adalah jarak bersih antara balok-
balok yang bersebelahan.

Balok-T nonprategang terpisah, dimana sayap T-nya


diperlukan untuk menambah luas daerah tekan, harus
mempunyai ketebalan sayap tidak kurang atau sama dengan
0,5bw dan lebar efektif sayap tidak lebih atau sama dengan 4bw.
Letak sumbu netral balok T dibagi menjadi dua yaitu
Sumbu netral yang terletak pada sayap (flens/flange) dan Sumbu
netral yang terletak pada badan (web).

Jika sumbu netral terletak di sayap/flange maka nilai a


dapat dihitung dengan persamaan keseimbangan gaya seperti
pada balok persegi panjang.
Jika sumbu netral terletak pada badan maka nilai a dengan
persamaan keseimbangan gaya yang didahului dengan
penguraian gaya tekan beton menjadi gaya tekan pada batang
(Ccw) dan pada sayap yang menggantung (Ccf).
Perancangan balok T dilakukan dengan mengasumsikan
garis netral di sayap (𝑎 ≤ ℎ ) dan tulangan taik leleh. Jika 𝑎 ≤
ℎ maka balok dapat dirancang mirip dengan perancangan balok
persegi panjang. Sedangkan jika 𝑎 > ℎ maka langkah
selanjutnya adalah menghitung kondisi penampang dengan
persamaan sebagai berikut.
ℎ𝑓 𝑎
𝑀𝑛 = {0,85𝑓 (𝑏𝑓 − 𝑏𝑤)ℎ𝑓} 𝑑 − 2 + {0,85𝑓 𝑏𝑤𝑎} 𝑑 − 2
Setelah itu dapat dientukan nilai c dan lakukan
pemeriksaan regangan tulangan dengan memperhatikan
kelelehan, syarat regangan minimum, dan target faktor reduksi
– usahakan 𝜀 ≥ 0,005. Setelah itu kebutuhan tulangan dapat
ditentukan dengan persamaan:
0,85 𝑓 𝑏 − 𝑏 ℎ + 0,85 𝑓 𝑏 𝑎
𝐴 . =
𝑓
2. Perancangan Balok Persegi
Dalam melakukan perancangan balok, pertama-tama kita
harus menentukan desain dimensi minumum penampang balok
yang dipengaruhi oleh persyaratan defleksi dan tinggi
penampang minimum balok. Hal ini sudah tercantum dalam SNI
2847:2019 pasal 9.3.1.1.

Untuk fy lebih dari 420 MPa, persamaan pada tabel harus


dikalikan dengan (0,4 + fy/700). Dalam perancangan bangunan
ini, mutu tulangan digunakan mutu 420. Sehingga rumus tinggi
minimum dalam tabel di atas dapat digunakan.
Tulangan longitudinal balok dapat dirancang dengan
menggunakan tulangan tunggal dan rangkap. Perhitungan
tulangan pada balok dengan tulangan rangkap pertama-tama
dapat kita lakukan dengan terlebih dahulu menghitung tinggi
blok tekan beton dan letak garis netral pada diagram blok
tegangan ekivalen balok pada keadaan balanced dengan
persamaan sebagai berikut

2 𝑀 .
𝑎=𝑑 − 𝑑 −
0,85 𝑓 𝑏
𝑎
𝑎=
𝛽

Nilai β1 ditentukan berdasarkan nilai fc’ yang digunakan.


Hal ini sudah ditetapkan pada SNI 2847:2019 pasal 22.2.2.4.3
sebagai berikut.
Dengan begitu kita dapat melakukan perhitungan
regangan. Syarat regangan minimum dan asumsi faktor reduksi
adalah sebagai berikut.
0,85 𝑓 𝑎 𝑏
𝜀 = 𝜀 ≥ 0,005 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝜀 =
𝑓
Jika regangan kurang dari 0,004, maka balok harus
didesain dengan tulangan rangkap.
Kemudian kita dapat melakukan perhitungan kebutuhan
tulangan menggunakan persamaan kesetimbangan gaya dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut.
0,85 𝑓 𝑎 𝑏
𝐴 , =
𝑓
Penggunaan tulangan pada struktur balok memiliki
kontrol kebutuhan luasan dengan ketetapan minimum yang
telah diatur dalam SNI SNI 2847:2019 pasal 9.6.1.2 dengan
ketentuan sebagai berikut.
0,25 𝑓 1,4
𝐴 , = 𝑏 𝑑 𝑑𝑎𝑛 𝐴 , = 𝑏 𝑑
𝑓 𝑓
Sedangkan luas maksimum tulangan yang akan digunakan
diatur dengan persamaam sebagai berikut.
𝐴 , = 0,025 𝑏 𝑑
Jika As pakai lebih besar daru As maksiumum, maka balok
harus dirancang dengan tulangan rangkap.
3. Tulangan Geser Balok
Perhitungan momen probabilitas dilakukan dengan
terlebih dahulu menghitung tinggi blok beton berdasarkan
tegangan tarik baja sebesar 1,25 fy dengan persamaan sebagai
berikut.
1,25 𝑓 𝐴
𝑎 = (𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 1 𝑙𝑎𝑝𝑖𝑠)
𝑓
Setelah itu momen probabilitas yang merupakan momen
nominal dapat dihitung dengan tegangan tarik baja sebesar 1,25
fy menggunakaan persamaan.
𝑎
𝑀 = 1,25 𝑓 𝐴 (𝑑 − )
2
Langkah selanjutnya menghitung gaya geser desain Ve
dan menghitung gaya geser akibat gravitasi Vg. Nilai gaya geser
dapat dihitung dengan persamaan.
𝑀 (−) + 𝑀 (+)
𝑉 =
𝑙
𝑊 𝑙
𝑉 =
2
Setelah itu dapat dihitung gaya geser desain akibat gempa
dengan persamaan berikut.
𝑉 = 𝑉 + 𝑉
𝑉 = 𝑉 − 𝑉
Nilai Ve terbesar akan digunakan untuk melakukan desain.

Tahap selanjutnya dapat dilakukan perhitungan kebutuhan


tulangan untuk daerah tumpuan. Pada SNI 2847:2019 pasal
18.6.5.2 diatur jika Ve > 0,5 Vu dan Pu < Ag f’c/20 maka Vc = 0.
Jika terjadi sebaliknya, maka Vc diperhitungkan dengan
persamaan sebagai berikut.
𝑉 = 0,17 𝜆 𝑓 𝑏𝑤 𝑑 , 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝜆 = 1
Kebutuhan tulangan geser dapat ditentukan dengan
persamaan.
𝑉 = 𝜙 (𝑉 + 𝑉 )
Jika Ve = 0 maka Ve = ɸ Vs dengan
𝜙𝐴 𝑓 𝑑
𝑉 =
𝑠
Selanjutnya dapat diasumsikan penggunaan jenis tulangan
sengkang dan diameter tulangan yang digunakan. Setelah itu
kebutuhan spasi sengkang dapat dihitung dengan persamaan.
𝜙𝐴 𝑓 𝑑
𝑠=
𝑉
Jarak maksimum tulangan sengkang diatur dalam SNI
2847:2019 pasal 18.6.4.4 dengan s< d/4 dan 150 mm.
Pada perhitungan tulangan geser di luar sendi plastis atau
tulangan lapangan, gaya geser desain dapat ditetapkan sebagai
berikut.
(𝑉 − 2ℎ)(𝑉 + 𝑉 )
𝑉 = +𝑉
𝑙
Pada daerah di luar sendi plastis, beton dianggap
berkontribusi menahan geser yang terjadi sehingga perlu
dilakukan perhitungan.
𝑉 = 0,17 𝜆 𝑓 𝑏𝑤 𝑑 , 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝜆 = 1
Setelah itu dilakukan perhitungan kekuatan perlu tulangan
geser dengan persamaan sebagai berikut.
𝑉
𝑉 = +𝑉
𝜙
Kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap batasan
dimensi penampang dengan ketentuan.
𝑉 ≤ 0,66 𝑓 𝑏 𝑑 ,

𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑉 > 0,66 𝑓 𝑏 𝑑 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑑𝑖𝑚𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘 ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟


Perhitungan kebutuhan spasi sengkang dapat ditentukan
dengan persamaan sebagai berikut.
𝐴 𝑓 𝑑
𝑠=
𝑉
Spasi sengkang perlu dilakukan pemeriksaan ketentuan
jarak maksimal spasi sengkang dengan ketentuan spasi
sengkang di luar sendi plastis sebagai berikut.
𝑑
𝐽𝑖𝑘𝑎 𝑉 ≤ 0,66 𝑓 𝑏 𝑑 𝑚𝑎𝑘𝑎, 𝑠 ≤ 𝑎𝑡𝑎𝑢 600 𝑚𝑚
2
𝑑
𝐽𝑖𝑘𝑎 𝑉 > 0,66 𝑓 𝑏 𝑑 𝑚𝑎𝑘𝑎, 𝑠 ≤ 𝑎𝑡𝑎𝑢 300 𝑚𝑚
4
3.1.4.4. Struktur Kolom
Kolom metupakan komponen struktur tekan yang menerima
beban aksial dan ditumpu oleh balok yang memikul gaya-gaya pada
lantai. Kolom menyalurkan beban dari lantai di atasnya ke tingkat
yang lebih rendah hingga meneruskan beban-beban tersebut ke
fondasi. Kolom merupakan komponen paling utama dalam sebuah
struktur. Kegagalan yang terjadi pada kolom akan memicu
keruntuhan struktur secara keseluruhan. Oleh karena itu, faktor
reduksi kekuatan dalam merancang sebuah kolom lebih rendah
dibandingkan faktor reduksi balok untuk desain terhadap lentur,
geser ataupun torsi. Keruntuhan yang terjadi pada kolom dapat
disebabkan oleh beberapa hal seperti kelelehan tulangan pada zona
tarik, crushing beton pada zona tekan, tekuk pada kolom langsing.
Berdasarkan bentuk penampangnya, ada beberapa tipe kolom
beton bertulang. Tipe yang paling sering kita jumpai yaitu kolom tipe
segiempat atau persegi. Kolom segiempat merupakan kolom dengan
tulangan memanjang tersebat membentuk geometri segiempat dan
menggunakan begel berupa sengkang biasa (sengkang ikat). Tipe
selanjutnya yaitu tipe kolom lingkaran. Kolom lingkaran merupakan
kolom dengan tulangan memanjang tersebar membentuk geometri
lingkaran dan begel berupa tulangan spiral. Kemudian ada kolom
komposit, merupakan kombinasi antara kolom beton dengan baha
profil struktural.
Dalam melakukan perancangan kolom beton bertulang tipe
segiempat, ada beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan.
Ketentuan ini berdasarkan SNI 2847:2019. Ketentuan yang pertama
yaitu ketentuan rasio tulangan yang diatur pada pasal 10.6.1.1. Rasio
penulangan (ρg) diatur dengan rasio tulangan minimum sebesar 0,01
dan rasio tulangan maksimum 0,08. Tulangan Tulangan minimum
untuk memberikan tahanan terhadap lentur dan mengurangi
pengaruh rangkak dan susut beton. Tulangan maksimum untuk
menjamin bahwa beton dapat terkonsolidasi secara efektif di
sekeliling tulangan. Tulangan longitudinal sebaiknya tidak melebihi
0,04 jika menggunakan sambungan lewatan (overlap) karena akan
mempunyai jumlah tulangan 2 kali lipat pada lokasi sambungan.
Sedangkan jumlah tulangan minimum untuk tulangan longitudinal
diatur dalam pasal 10.7.3 dengan jumlah tulangan minimum untuk
balok penampang persegi ditentukan berjumlah empat. Ketentuan
berikutnya mengenai jarak bersih antar tulangan. Jarak bersih atau
spasi minimum penulangan diatur dalam pasal 25.2 SNI 2847:2019.
Jarak bersih tulangan diatur sebagai berikut.

S2

S1
≥ 25 𝑚𝑚
𝑠 = ≥ 𝑑
.
≥ 43 𝑑
𝑠 . ≥ 25 𝑚𝑚
Sedangkan untuk jarak bersih maksimal adalah 150 mm, jika
lebih maka harus diberikan sengkang ikat, sehingga jarak antar
tulangan memanjang yang tak terkekang lateral tidak lebih dari 150
mm.
Ketentuan mengenai sengkang ikat, diatur dalam pasa 25.7.2
dengan ketentuan spasi maksimum sebesar 16 kali diameter tulangan
longitudnial, 48 kali diameter sengkang dan sebesar dimensi lateral
terkecil kolom. Dimensi tulangan diatur dalam pasal 7.10.5.1 dengan
ketentuan sengkang harus memiliki diameter minimum 10 mm jika
tulangan memanjang lebih kecil atau sama dengan 32 mm dan
diameter minimum 13 mm untuk tulangan memanjang dengan
diameter diatas 32 mm.
Perancangan kolom sengkang persegi dengan beban aksial
dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut.
𝜙𝑃 = 𝜙(0,80)[0,85𝑓 𝐴 + 𝐴 𝑓 − 0,85𝑓 ]
Dengan :
𝜙 = 0,65
Ag = luas total penampang kolom
Ast = luas total tulangan tekan memanjang

Menurut SNI 2847:2019, pengaruh kelangsingan kolom dapat


diabaikan jika:
𝑘𝑙
≤ 22
𝑟
Kekuatan lentur kolom harus memenuhi peresamaan:
∑M ≥ (1,2)∑M
Mnc adalah jumlah kekuatan lentur nominal kolom-kolom
yang merangka ke dalam joint, yang dievaluasi di muka-muka joint.
Kekuatan lentur kolom harus dihitung untuk gaya aksial terfaktor,
konsisten dengan arah gaya-gaya lateral yang ditinjau, yang
menghasilkan kekuatan lentur terendah.
Mnb adalah jumlah kekuatan lentur nominal balok yang
merangka ke dalam joint, yang dievaluasi di muka-muka joint. Pada
konstruksi balok-T, dimana pelat dalam kondisi tarik akibat momen-
momen di muka joint, tulangan pelat dalam lebar efektif harus
diasumsikan berkontribusi terhadap Mnb jika tulangan pelat tersebut
terangkur dengan baik pada penampang kritisnya.
3.1.5. Struktur Baja
Baja merupakan bahan yang mempunyai sifat struktur yang baik.
Baja mempunyai kekuatan yang tinggi dan sama kuat pada kekuatan tarik
maupun tekan dan oleh karena itu baja adalah elemen struktur yang
memiliki batasan sempurna yang akan menahan beban jenis tarik aksial,
tekan aksial, dan lentur dengan fasilitas yang hampir sama.
Sebagai material struktur bangunan, baja memiliki keuntungan
dapat menahan kekuatan tarik dan tekan tanpa membutuhkan banyak
volume. Selain itu ada beberapa keuntungan baja sebagai material
struktur antara lain:
1. Kekuatan Tinggi
2. Kemudahan Pemasangan
3. Keseragaman
4. Daktilitas
Disamping itu, material baja juga memiliki kelemahan-kelemahan
sebagai berikut:
1. Komponen – komponen strukutrnya perlu dirancang untuk tahan api
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
2. Perlu biaya pemeliharaan untuk mencegah baja dari bahaya karat.
3. Struktur baja tidak bisa mencegah terjadinya pergeseran horizontal.
3.1.5.1. Kekuatan Desain
Dalam melakukan perencanaan struktur baja terdapat dua
filosofi perencanaan yang dapat digunakan yaitu sebagai berikut:
1. Load and Resistant Factor Design (LRFD) atau Desain Faktor
Beban dan Ketahanan (DFBT)
Menurut SNI 1729:2020 desain yang sesuai dengan
ketentuan untuk Desain Faktor Beban dan Ketahanan (DFBT)
memenuhi persyaratan Standar ini bila kekuatan desain pada
setiap komponen struktur sama atau melebihi kekuatan perlu
yang ditentukan berdasarkan kombinasi beban DFBT.
Desain dengan ketentuan DFBK harus dilakukan dengan
persamaan:
𝑅 ≤ 𝜙𝑅
dengan
Ru = kekuatan perlu menggunakan kombinasi beban DFBT
Rn = kekuatan nominal
𝜙 = faktor ketahanan
𝜙Rn = kekuatan desain
Kombinasi pembebanan dapat menggunakan kombinasi
beban Pasal 2.3 ASCE/SEI 7.
 1,4D
 1,2D + 1,6L + 0,5(Lr atau S atau R)
 1,2D + 1,6(Lr atau S atau R) + (L atau 0,5W)
 1,2D + 1,0W + L + 0,5(Lr atau S atau R)
 0,9D + 1,0W
 1,2D + 1,0E + 1,0L
 0,9D - 1,0E
2. Allowable Strength Design (ASD) atau Desain Kekuatan Ijin
(DKI)
Menurut SNI 1729:2020 desain yang sesuai dengan
ketentuan Desain Kekuatan Izin (DKI) memenuhi persyaratan
Standar ini bila kekuatan izin setiap komponen struktur sama atau
melebihi kekuatan perlu yang ditentukan berdasarkan kombinasi
beban DKI.
Desain dengan ketentuan DKI harus dilakukan dengan
persamaan:
𝑅
𝑅 ≤ Ω
dengan
Ra = kekuatan perlu yang menggunakan kombinasi beban
DKI
Rn = kekuatan nominal
Ω = faktor keamanan
Rn/ Ω = kekuatan izin
Kombinasi pembebanan dapat menggunakan kombinasi
beban Pasal 2.4 ASCE/SEI 7.
 D
 D+L
 D + (Lr atau S atau R)
 D + 0,75L + 0,75(Lr atau S atau R)
 D + 0,6 W
 D + 0,75 L + 0,75(0,6W) +0,75 (Lr atau S atau R)
 0,6D + 0,6W
3.1.5.2. Batang Tarik
Batang tarik merupakan batang yang mengalami tarik dan
tidak mengalamai tekuk. Kondisi membuat luas tampang dapat
menahan beban sepenuhnya. Batang tarik dipengaruhi oleh luas total
dan luas efektif profil yang digunakan.
Perencanaan barang tarik yang terjadi gaya aksial di dalamnya
maka filosofi dasar perancangan batang tarik dapat ditulis dalam
bentuk sebagai berikut.
𝜙𝑃 ≥ 𝑃
Perancangan batang tarik dapat dilakukan dengan
menganalisis terhadap kegagalan leleh dan kegagalan putus tarik.
Perencanaan batang tarik terhadap kegagalan leleh dapat digunakan
persamaan.
0,9𝐹 𝐴 ≥ 𝑃
dan untuk perencanaan batang tarik terhadap kegagalan putus
tarik dapat digunakan persamaan.
0,75𝐹 𝐴 ≥ 𝑃
dengan
Ag = luas penampang kotor profil
Ae = luas penampang efektik profil
Fy = tegangan leleh baja
Fu = tegangan ultimit baja
3.1.5.3. Batang Tekan
Batang tekan adalah elemen struktural yang hanya menerima
gaya aksial tekan. Beban yang dikenakan adalah sepanjang sumbu
longitudinal melalui titik pusat penampang batang.
Desain batang tekan dapat digunakan filosofi perancanaan
dengan filosofi DFBT dan DKI dengan persamaan sebagai berikut.

𝜙𝑃 = 𝐴 𝐹 dan =
,

Pn = kekuatan tekan nominal


Ag = luas tampang penuh
Fcr = tegangan tekuk kritis

3.1.5.4. Sambungan Baut


Pada umumnya kegagalan pada sebuah sambungan profil pada
umumnya terjadi karena 2 penyebab yaitu kegagalan baut dan
kegagalan profil yang disambung. Tegangan geser rerata pada
sebuah baut dapat dihitung melalui persamaan berikut.
𝑃 𝑃
𝑓 = =
𝐴 𝜋𝑑
dengan
𝑓 = tegangan geser rerata
P = gaya luar
A = luas penampang baut
d = diameter baut
Pada bidang geser baut ada dua kemungkinan yaitu ulir baut
berada di bidang geser dan ulir baut berada di luar bidang geser. Pada
ulir baut yang berada pada bidang geser kekuatan akan lebih lemah
dibandingkan dengan ulir baut berada di luar bidang geser.
Kegagalan pada profil yang diambung dipertimbangkan
dengan memperhitungkan kegagalan sobek pada profil dan
kegaga;an akibat pelebaran lubang baut berlebihan. Kedua nilai dari
perhitungan tersebut diambil nilai terkecil kemudian dikalikan
dengan 0,75 sebagai kuat rencana. Kegagalan sobek dapat
diperhitungkan dengan persamaan.
𝑅 = 1,2 𝐿 𝑡 𝐹
Kegagalan akibat pelebaran lubang baut berlebihan dapat
diperhitungkan dengan persamaan.
𝑅 = 2,4 𝑑 𝑡 𝐹
Ketika tegangan pada baut mencapai batasnya, kekuatan geser
baut dapat didefinisikan ,enggunakan persamaan.
𝑅 =𝐹 𝐴
dengan
Rn = kuat nominal geser baut
Fnv = kekuatan nominal baut dalam satuan tegangan
Ab = leuas penampang baut (tanpa ulir)
Kekuatan nominal geser baut diperoleh, perlu direduksi
dengan faktor kali sebesar 0,75.
3.1.6. Midas Gen
Pada masa sekarang ini, analisis struktur dapat dilakukan dengan
menggunakan program komputer sehingga pemodelan bangunan hingga
tingkat tinggi mudah dilakukan. Salah satu program komputer yang dapat
membantu analisis struktur yaitu Midas Gen.
Midas Gen merupakan software yang dapat membantu dalam
melakukan analisis struktur. Sama halnya dengan aplikasi lain seperti
ETABS dan SAP2000, midas gen memberikan kemampuan untuk
melakukan analisis berbagai material dan berbagai tipe profil dengan
standar internasional. Dalam lamannya, MIDAS IT mengklaim bahwa
midas gen memiliki kemampuan untuk melakukan analisis konvensional
serta analisis lainnya seperti analisis nonlinier geometris, analisis
nonlinier batas, analisis pushover, analisis tahap konstruksi, analisis
panas hidrasi, dll. Beragam elemen hingga khusus memberikan hasil
yang akurat dan praktis.

3. 2. Standar
1. SNI-2847-2019 Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung dan
Penjelasan
2. SNI 1729-2020 Spesifikasi untuk bangunan gedung baja struktural
3. SNI-1726-2019 Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur
Bangunan Gedung dan Nongedung
4. PPURG-1987 Pedoman Perencanaan Pembangunan untuk Rumah dan
Gedung
5. SNI-1727-2020 Beban Desain Minimum dan Kriteria Terkait untuk
Bangunan Gedung dan Struktur Lain
BAB 4
METODE PERANCANGAN

4. 1. Umum/Tahapan Desain (Flowchart)


4. 1. 1. Perhitungan Preliminary Design Struktur
1. Perancangan dimensi Balok
2. Perancangan dimensi Plat
3. Perancangan dimensi Kolom
4. 1. 2. Interpretasi Data Tanah dan Penentuan Kelas Situs
Berdasarkan SNI-1726-2019 berikut langkah-langkah dalam
menentukan kelas situs:
1. Menentukan klasifikasi situs (hal 29)
2. Menentukan Koefisien Situs (hal 34)
3. Menentukan parameter percepatan spectral desain (hal 35)
4. Menentukan spektrum respons desain
5. Menentukan kategori desain seismik
4. 1. 3. Penentuan Sistem Struktur
1. Menentukan sistem pemikul gaya seismik
2. Menentukan koefisien modifikasi, faktor kuat lebih sistem dan factor
pembesaran defleksi
4. 1. 4. Perencanaan Pembebanan Struktur
1. Evaluasi sistem struktur untuk ketidakberaturan struktur
Berdasarkan SNI-1726-2019 ada dua jenis ketidakberaturan struktur
yang perlu dilakukan evaluasi, yaitu:
 Ketidakberaturan Horizontal
 Ketidakberaturan Vertikal
2. Menentukan Pembebanan Struktur
 Beban Gravitasi
 Beban Gempa
3. Penentuan Penggunaan Kombinasi Pembebanan
4. 1. 5. Pemodelan Struktur
Melakukan modeling struktur pada aplikasi Midas Gen dengan runtutan
sebagai berikut:
1. Memasukkan data material
2. Memasukkan data dimensi balok dan kolom
3. Melakukan modeling struktur
4. Memasukkan pembebanan struktur
5. Menentukan kombinasi pembebanan
4. 1. 6. Interpretasi Output Pemodelan
Setelah melakukan pemodelan menggunakan aplikasi, maka dapat
didapatkan beberapa output pemodelan sebagai berikut:
1. Hasil gaya dalam
2. Pemeriksaan perilaku struktur
3. Penyimpangan antar lantai
4. 1. 7. Perancangan Struktur Atap
4. 1. 8. Perancangan Balok
1. Penentuan dimensi dan material balok
2. Penentuan gaya geser dan momen sesuai output yang telah diambil
dari pemodelan struktur pada aplikasi Midas Gen
3. Perhitungan penulangan balok
4. 1. 9. Perancangan Kolom
1. Penentuan dimensi dan material kolom
2. Penentuan gaya geser dan momen sesuai output yang telah diambil
dari pemodelan struktur pada aplikasi Midas Gen
3. Perhitungan penulangan kolom pada masing-masing lantai
4. 1. 10. Perancangan Plat Lantai
1. Perhitungan plat satu arah
2. Perhitungan plat dua arah
4. 1. 11. Perancangan Tangga
4. 1. 12. Gambar Kerja
Setelah melakukan perhitungan pada tiap komponen struktur,
langkah selanjutnya adalah membuat gambar kerja dari rancangan
struktur yang telah dibuat. Gambar desain ini merupakan salah satu
hasil akhir dari perancangan. Beberapa gambar desain yang perlu dibuat
yaitu sebagai berikut:
1. Site Plan 9. Denah Fondasi
2. Denah Lantai Bangunan 10. Detail Kolom
3. Potongan Arsitektural 11. Detail Balok dan Sloof
4. Tampak Arsitektural 12. Detail Pelat
5. Denah Kolom 13. Detail Fondasi
6. Denah Balok dan Sloof 14. Denah Tangga
7. Denah Pelat Lantai 15. Potongan Tangga
8. Rencana Atap
4. 1. 13. Penyusunan WBS
Setelah membuat gambar kerja, kita dapat membuat Work
Breakdown Structure (WBS) dari bangunan yang sudah dirancang.
Langkah – langkah dalam menentukan WBS adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi proyek.
2. Mengidentifikasi kategori biaya (konstruksi, renewal, maintenance,
opreasional, pengakhiran).
3. Inventarisasi seluruh pekerjaan yang mungkin ada sesuai gambar.
4. Menyusun bab seluruh pekerjaan yang terkandung dalam gambar
sesuai struktur utama biaya.
5. Inventarisasi sub pekerjaan yang ada.
4. 1. 14. Perhitungan Volume Kegiatan
Perhitungan volume kegiatan dilakukan sesuai pengkategorian
kegiatan yang sudah kita rencanakan sebelumnya pada penyusunan
WBS. Volume kegiatan dihitung sesuai kategori pada WBS dan
mengacu pada gambar yang telah dibuat sebelumnya.
4. 1. 15. Analisis Harga Stauan Pekerjaan
Langkah selanjutnya setelah menentukan volume kegiatan yaitu
menentukan harga satuan pekerjaan. Harga satuan pekerjaan ditentukan
berdasarkan lokasi proyek dibangun. Pada proyek ini digunakan harga
satuan pekerjaan daerah Pekalongan. Setelah itu, harga satuan
pekerjaan dianalisis berdasarkan volume pekerjaan yang sudah dihitung
sebelumnya.
4. 1. 16. Perhitungan Durasi Kegiatan
Perhitungan durasi kegiatan ditentukan dengan melakukan
perhitungan terhadap bobot pekerjaan. Perhitungan bobot untuk durasi
kegiatan akan mengacu pada Analisa Biaya Konstruksi (ABK) SNI.
4. 1. 17. Penentuan Hubungan antar Kegiatan dan Jenis Tumpang Tindih
antar Kegiatan
Selanjutnya dapat dilakukan analisis terhadap hubungan antar
kegiatan dan jenis tumpang tindih antar kegiatan.
4. 1. 18. Penyusunan Network Diagram
Setelah hubungan antar kegiatan ditentukan, maka dilakukan
penyusunan network diagram. Network diagram akan disusun
menggunakan metode critical path method (CPM).
4. 1. 19. Penyusunan Barchart dan Kurva-S
Setelah network diagram ditentukan, maka Barchart dan kurva-s
dapat dibuat. Pembuatan barchart dan kurva-s akan menggunakan
bantuan software Microsoft Project.
4. 1. 20. Penjadwalan Sumberdaya
Menggunakan barchart yang sudah dibuat sebelumnya,
penjadwalan sumberdaya dapat ditentukan.
Diagram Alir Perancangan Struktur dan
Perencanaan Manajemen Konstruksi

Diagram alir perancangan Diagram alir perencanaan


struktur gedung biaya dan waktu

4. 2. Pengumpulan Data
4. 2. 1. Gambar Arsitektur

Anda mungkin juga menyukai