Anda di halaman 1dari 17

TEORI PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KONSELING

A. Psikoanalitik/Psikodinamis

Teori atau pendekatan psikoanalitik merupakan teori yang pertama kali

dikemukakan oleh Sigmund Freud. Sigmund Freud lahir pada tahun 1856 di

Freiberg, Moravia. Dia merupakan seorang dokter saraf yang kemudian

tertarik pada gangguan histeria yang banyak terjadi pada wanita di Eropa pada

akhir abad ke-19. Freud kemudian mengembangkan teknik "bicara" (talking

cure) yang terbukti lebih efektif daripada hipnosis dalam mengobati histeria.

Bersama dengan Josef Breuer, Freud mempublikasikan karya mereka yang

berjudul "Studies in Hysteria" pada tahun 1895. Karya ini menjadi tonggak

awal perkembangan teori psikoanalisis yang sangat berpengaruh pada

perkembangan ilmu psikologi (Flanagan & Flanagan, 2004).

1. Prinsip Teori Psikoanalisis

Teori psikoanalisis Freud dianggap sebagai "teori raksasa" dalam

psikologi perkembangan, namun kritik telah dilayangkan karena teori ini

dianggap sebagai model intrapsikis satu orang yang memperlakukan klien

sebagai objek yang harus diperiksa secara objektif. Sebaliknya, teori

analitik modern mempertimbangkan terapi sebagai bidang dua orang di

mana hubungan terapis-klien dan interaksi mereka dapat membantu

mengungkap pola yang mengganggu klien. Oleh karena itu, cakupan teori

Freudian klasik dalam psikologi (Flanagan & Flanagan, 2004)


 Pendekatan Dinamis

Teori dinamika Freud mengemukakan bahwa manusia memiliki

energi psikis yang berasal dari dua sumber utama, yaitu Eros

(energi terkait kehidupan dan seks) dan Thanatos (energi terkait

kematian dan agresi). Konsep determinisme psikis mendasari

pendekatan dinamik ini, yang menyatakan bahwa setiap emosi,

pikiran, dorongan, dan perilaku seseorang ditentukan oleh yang

terjadi sebelumnya secara psikologis. Teori Freud juga

mengemukakan bahwa setiap dorongan memiliki asal, tujuan,

objek, dan intensitas. Impuls selalu berasal dari suatu tempat dalam

tubuh dan bertujuan untuk memperoleh kepuasan. Jika siklus ini

terganggu akibat perilaku orang tua yang berlebihan atau menahan

kebutuhan, dapat terjadi fiksasi dan tindakan tidak sadar di masa

dewasa. (Flanagan & Flanagan, 2004)

 Pendekatan struktural

Pendekatan struktural teori Freud melibatkan hubungan antara

konsep-konsep id, ego, dan superego yang terkenal. Seperti yang

dibahas sebelumnya, kekuatan tak sadar yang kuat mengalir

melalui tubuh dan pikiran. Tanpa komponen struktural dalam

sistem Freud, perilaku manusia akan sepenuhnya ditentukan oleh

dorongan atau hasrat seksual dan agresif yang primitif. Namun,


karena kekuatan primitif mengalir melalui id, ego, dan superego,

manusia belajar untuk mengelola dorongan mereka secara

konstruktif; kita belajar untuk menunggu, memperhatikan, dan

mengendalikan diri. (Flanagan & Flanagan, 2004)

Id adalah tempat dorongan biologis. Sebagai sebuah entitas

struktural dalam kepribadian manusia, id berfungsi berdasarkan

prinsip kesenangan dan pemikiran proses primer. Freud

menggambarkan id sebagai "kekacauan, periuk penuh dengan

gairah yang bergolak" (Freud, dalam Flanagan & Flanagan, 2004)

Sebagian besar dorongan id berada di luar kesadaran atau tidak

sadar. Namun, dorongan ini dapat terlihat dalam masyarakat -

seperti pada kasus ketika individu mencari pemenuhan seksual

atau agresif yang segera. Selain itu, kita dapat melihat dorongan id

dalam diri kita sendiri melalui mimpi, fantasi, kilatan hasrat naluri,

dan dorongan kuat menuju perilaku pencarian kesenangan.

Pemikiran proses primer, yang merupakan salah satu aspek fungsi

id, ditandai dengan gambaran-gambaran halusinasi dari hasrat

seksual atau agresif yang terpenuhi. (Flanagan & Flanagan, 2004)

Dalam banyak hal, id adalah induk dari ego. Karena tidak mungkin

terus-menerus memuaskan keinginan seseorang, maka menjadi

penting untuk menghadapi frustrasi dengan belajar untuk

menunggu apa yang diinginkan. Meskipun id adalah periuk gairah


yang kuat, ego memiliki sumber daya yang kuat sendiri. Fungsi-

fungsi ego meliputi kemampuan memori, pemecahan masalah, dan

proses berpikir rasional atau logis. Fungsi-fungsi ini didefinisikan

sebagai proses pemikiran sekunder dan secara langsung membantu

kita dalam mengatasi atau mempertahankan diri terhadap dorongan

seksual dan agresif yang kuat (Flanagan & Flanagan, 2004)

Superego berkembang sekitar saat anak-anak menyelesaikan

masalah Oedipal dan mulai mengidentifikasi diri secara kuat

dengan tuntutan atau harapan orang tua. Ada dua bagian dari

superego: Pertama, ada rasa hati nurani. Rasa hati nurani

berkembang sebagai fungsi larangan orang tua. Ketika ibu, ayah,

atau figur otoritas dewasa lainnya mengatakan, "Tidak!" atau

"Berhenti itu!" atau memberikan hukuman yang tegas, peringatan-

peringatan ini diinternalisasi dalam psike anak dan kemudian

digunakan oleh anak (dan, pada tahun-tahun berikutnya, oleh

orang dewasa) untuk melakukan hukuman sendiri atau melarang

dorongan yang tidak dapat diterima. (Flanagan & Flanagan, 2004)

Superego terdiri dari ego-ideal yang mendorong kita untuk meniru

perilaku positif dari orang dewasa yang kita hormati, seperti orang

tua yang berperilaku sehat, rasional, dan fungsional. Ini berbeda

dengan fungsi negatif dan menghukum dari hati nurani. (Flanagan

& Flanagan, 2004)


 Pengaruh Teori Freud Terhadap Psikoterapi

Teori Freud memiliki dampak besar dalam psikoterapi. Teori ini

diperoleh dari pengamatan dan pendengaran Freud terhadap pasien

yang di analisis (termasuk dirinya sendiri dalam self-analysis).

Flanagan & Flanagan (2004) menyebutkan beberapa dampak dari

teori Freud dalam psikoterapi dan konseling, antara lain sebagai

berikut:

Klien tidak sepenuhnya sadar akan konflik yang terjadi selama

tahapan perkembangan psikoseksual. Namun, pengalaman tidak

sadar ini mempengaruhi klien setiap hari dan ditinggalkan oleh

kenangan tidak sadar dari masa kecil.

Khususnya, kenangan tidak sadar ini diperankan dan dipengaruhi,

bukan diingat secara langsung. Jika klien memiliki kesulitan dalam

tahap oral, Anda kemungkinan akan mendengar klien tersebut

sering membicarakan masalah yang berkaitan dengan oral (seperti

makan, menggigit, berbicara, berteriak, minum, menghisap). Klien

ini juga akan berperilaku, tergantung pada sifat oral yang spesifik,

dengan cara yang bergantung pada oral atau agresif oral.

Karena klien membawa bagasi perkembangan ke dalam terapi,

mereka akan cenderung memproyeksikan pola dinamika hubungan


anak-pengasuh lama (orang tua) mereka ke terapis. Kecenderungan

ini disebut sebagai transference (kita akan membahasnya lebih

detail nanti).

Karena terapis membawa tempat tersimpannya perkembangan

mereka ke dalam terapi, proses proyeksi yang sama dapat terjadi

dalam arah yang berlawanan. Ketika terapis memproyeksikan pola

hubungan masa kecil mereka ke klien, disebut sebagai

kontratransference.

Mirip dengan mekanisme pertahanan, transference dan

countertransference cenderung tidak disadari, otomatis, dan

berulang. Mereka juga dicirikan oleh intensitas, frekuensi, dan

durasi yang tidak tepat.

Kualitas berulang dari menerapkan dinamika hubungan lama yang

tidak tepat pada hubungan baru sering digambarkan sebagai

repetisi-paksa. Sebagai contoh, seorang pria yang merasa kritis

dari ibunya akan terus mencoba mereplikasi situasi masa kecil

sehingga akhirnya bisa mendapatkan persetujuan. Sayangnya, ia

sering gagal karena ia terus memilih mereplikasi dinamika ini

dengan perempuan yang mirip dengan ibunya dan oleh karena itu

tidak mungkin memberinya persetujuan.

Karena terapi dianggap mengancam, klien sering mengalami

resistensi terhadap terapi. Secara tradisional, resistensi


didefinisikan sebagai hampir semua hal yang dilakukan klien

untuk menentang tujuan psikoanalis, dan sering berbentuk

mekanisme pertahanan. Pertahanan yang umum dalam terapi

adalah regresi, yang dimanifestasikan sebagai bentuk transference

yang intens.

Agar terapi berhasil, resistensi dan transference harus dipahami,

biasanya melalui beberapa bentuk interpretasi. Ketika proses ini

berjalan dengan lancar, ego atau diri klien diperkuat dan wawasan

yang lebih besar dapat ditoleransi karena kontrol ego yang lebih

besar. (Flanagan & Flanagan, 2004)

2. Evolusi dan Pengembangan Teori Psikoanalitik

Seperti yang diketahui, Teori Freudian awalnya hanya berfokus

terhadap dorongan seksual dan agresif yang bersifat biologis atau

somatik sebagai motivasi utama yang memengaruhi perilaku individu.

Pine (Flanagan & Flanagan, 2004) mengidentifikasi setidaknya ada

empat tahap perkembangan dalam pemikiran psikoanalitik. Ada drive,

ego, object, and self.

 Object Relations (Relasi Objek)

Pada tahun 1950an, teori relasi objek mulai mereformulasi teori

psikoanalitik tradisional. Teori ini berfokus pada dinamika dan

motivasi dalam hubungan orang tua-anak sebelum masa Oedipus,


yang disebut pre-oedipal. Teori ini menyatakan bahwa perilaku

manusia dipengaruhi oleh keinginan akan hubungan interpersonal

dan koneksi manusiawi, bukan hanya memuaskan dorongan

seksual dan agresif. Manusia membentuk representasi diri dan

figur perawat awal yang diinternalisasi pada masa kecil, dan jika

hubungan tersebut traumatis atau destruktif, dapat memengaruhi

hubungan klien di masa dewasa. Tujuan dari terapi relasi objek

adalah mengganti representasi internal yang tidak sehat dengan

representasi yang lebih sehat. Terapis bertindak sebagai objek baik

untuk membantu klien mengganti objek internal buruk. Fokus

terapi relasi objek berbeda dari analisis Freudian yang fokus pada

konflik Oedipal mengenai keinginan seksual dan agresif. Terapis

dalam terapi relasi objek berusaha untuk merespon secara empatik

terhadap perjuangan klien. (Flanagan & Flanagan, 2004).

B. Pendekatan Teraupetik Alfred Adler/Adlerian/Psikologi Individual

Alfred Adler adalah anak kedua dari enam bersaudara dalam keluarga Yahudi

di pinggiran kota Vienna. Saat kecil, Adler sering sakit-sakitan dan pernah

mengalami kecelakaan. Meskipun begitu, ayah Adler sangat mempercayai

kemampuan putranya. Adler menunjukkan bakat dan kecintaannya pada ilmu

pengetahuan, sehingga ia belajar kedokteran di Universitas Vienna dan

menikah dengan seorang bernama Raissa Timofeyewna Epstein. Meskipun


mengalami banyak kesulitan pada masa kecil, Adler terus berkembang dan

menjadi tokoh penting dalam bidang psikologi. (Flanagan & Flanagan, 2004)

1. Prinsip Teoritis Adlerian

Adler dan pengikutnya menulis prinsip teoritis yang ada dalam psikologi

individual (Flanagan & Flanagan, 2004):

 Individu secara utuh

Adler (Flanagan &Flanagan, 2004) menekankan kesatuan

pemikiran, perasaan, tindakan, sikap, nilai, kesadaran dan

ketidaksadaran dalam individu, dan mengembangkan sistem

psikologinya yang disebut "psikologi individu". Adler (Flanagan

&Flanagan, 2004) percaya bahwa individu merupakan satu

kesatuan yang tidak dapat dibagi-bagi, dan menekankan pada

bagaimana individu menggunakan tubuh dan pikiran dalam

mencapai tujuan. Pendekatan holistik Adler (Flanagan &Flanagan,

2004) ini berbeda dengan model psikologi reduksionis Freud yang

memecah individu menjadi tiga bagian yaitu id, ego, dan superego.

Adler (Flanagan &Flanagan, 2004) juga dianggap sebagai

pendukung psikologi ego yang pertama, karena ia percaya bahwa

keputusan dibuat oleh keseluruhan individu yang bertanggung

jawab sepenuhnya, dan menolak ide bahwa insting id mendorong

kepuasan dari dalam individu.


 Berjuang dengan tujuan

Proposisi sentral psikologi individu adalah bahwa manusia secara

aktif membentuk diri dan lingkungannya. Manusia bukan hanya

penerima pasif dari sifat biologisnya atau sekadar bereaksi

terhadap lingkungan eksternal. Ada unsur ketiga—di luar biologi

dan lingkungan—yang mempengaruhi dan mengarahkan perilaku

manusia; Adler (Flanagan & Flanagan, 2004) menyebut kekuatan

ketiga ini sebagai "sikap terhadap hidup." Sikap terhadap hidup

terdiri dari gabungan pilihan individu manusia dan rasa tujuan

individu. Untuk Adlerian, perilaku sehari-hari dapat dianalisis

dengan memperhatikan tujuannya. Konsep ini sangat membantu

dalam psikologi anak dan pengasuhan anak. (Flanagan &Flanagan,

2004)

 Berjuang untuk superioritas

Motif dasar manusia yang paling mendasar menurut Adler, baik

untuk anak-anak maupun orang dewasa, adalah usaha untuk

mencapai keunggulan. Ini tidak berarti bahwa Adler percaya

manusia secara tidak langsung mencoba untuk menunjukkan

superioritas interpersonal dengan mendominasi satu sama lain.


Sebaliknya, penekanannya adalah bahwa individu berusaha untuk

memperoleh kelebihan yang dirasakan dalam diri mereka dan

dalam kehidupan mereka. (Flanagan & Flanagan, 2004)

C. Pendekatan Teori Eksistensial

1. Prinsip Teoritis

Psikoterapi yang menggunakan teori eksitensial memiliki dasar dari

filosofi eksistensial dan fenomenologi. Berikut adalah beberapa prinsip

dalam terapi eksistensial (Flanagan & Flanagan, 2004)

 The I-am experience (Aku adalah)

Pengalaman "aku adalah" (I-am experience) adalah pengalaman

menjadi, ada, dan eksis. Untuk para eksistensialis, pengalaman

menjadi sering disebut sebagai pengalaman ontologis (ontos

berarti "menjadi" dan logika berarti "ilmu pengetahuan tentang").

Fokus utama dari terapi eksistensial adalah mengeksplorasi

pengalaman manusia yang unik. Terapi eksistensial hampir selalu

bertujuan untuk meningkatkan kesadaran diri atau penemuan diri.

Namun, berbeda dengan psikoanalisis, eksistensialis lebih

mengutamakan perluasan kesadaran diri klien daripada

menginterpretasikan proses bawah sadar klien. Hal ini karena

eksistensialis percaya bahwa keseluruhan pengalaman manusia

dapat diakses melalui kesadaran. Ini bukanlah masalah


mengungkapkan bawah sadar yang sulit dijangkau, melainkan

memperjelas kesadaran (Flanagan & Flanagan, 2004)

 The Daimonic

Menurut Rollo May (Flanagan & Flanagan, 2004) "Daimonic

adalah fungsi alami apa saja yang memiliki kekuatan untuk

mengambil alih keseluruhan diri seseorang. Daimon atau jiwa

dalam tubuh secara historis digunakan untuk menjelaskan episode

psikotik dan umumnya disebut sebagai kepemilikan setan. Namun,

May berulang kali menekankan bahwa daimonic dan demonic

bukanlah konsep yang sama. Daimonic mencakup potensi positif

dan negatif, seperti konsepsi libido Jung. Hal ini adalah bentuk

energi psikis atau dorongan yang merupakan sumber dari impuls

konstruktif dan destruktif. May menganggap penjajaran dan

integrasi daimonic sebagai tugas sentral dalam psikoterapi. Dia

melihat psikoterapi sebagai aktivitas yang mengeksplorasi

kedalaman impuls dasar individu dalam upaya mengakui,

merangkul, dan mengintegrasikan setiap bagian dari diri dan energi

menjadi keseluruhan orang. Integrasi dorongan biologis dan alami

daimonic memaksimalkan perilaku konstruktif dan kreatif.

(Flanagan & Flanagan, 2004)


 The nature of anxiety

Menurut Rollo May (Flanagan & Flanagan, 2004) kecemasan

merupakan suatu hal yang baik dan penting dalam keberadaan

manusia.

Kecemasan normal merupakan tanggapan yang proporsional

terhadap situasi dan dapat digunakan secara kreatif, sedangkan

kecemasan neurotik tidak proporsional dengan situasi, seringkali

direpresi atau dihindari, dan bersifat destruktif. Terapi eksistensial

bertujuan untuk membantu klien mengatasi kecemasan neurotik

dengan cara menghadapi dan mengatasi kecemasan normal secara

efektif dan kreatif. (Flanagan & Flanagan, 2004)

 Self-awareness (Kesadaran diri)

Kesadaran diri sangat penting dalam terapi eksistensial. Tujuan

terapi adalah membantu klien untuk menyadari jati diri autentik

mereka, namun tujuan tersebut kemudian direvisi untuk

menekankan pada kesadaran individu yang terpisah. Tujuan terapi

eksistensial saat ini adalah memfasilitasi kesadaran diri, termasuk

kesadaran akan kematian, kebebasan, isolasi, dan makna

kehidupan. Seiring dengan semangat pemikiran eksistensialis,

tujuan terapi terus direvisi dan diperbaharui seiring dengan

perubahan dan perkembangan diri. (Flanagan & Flanagan, 2004)


D. Pendekatan Teori Integratif Dalam Konseling dan Psikoterapi

1. Pondasi keragaman teoritis dan integrasi

Flanagan & Flanagan (2004) menjelaskan setidaknya ada tiga sumber

utama dari keragaman teoritis dan integrasi dalam psikoterapi

 Individualitas

Konsep psikologi perbedaan individu ditekankan oleh Adler dalam

teori dan terapinya yang ia sebut sebagai Psikologi Individual.

Setiap individu unik, seperti serpihan salju yang tidak ada dua

yang sama persis, bahkan saudara kembar pun mengalami dunia

dengan cara yang berbeda. Oleh karena itu, tidak mungkin terdapat

keseragaman dalam pemikiran dan praktik teoretis dalam

konseling dan psikoterapi. Meskipun ada beberapa teoris seperti

Sullivan dan Glasser yang menekankan kesamaan dalam

keseluruhan manusia, namun tidak dapat dikesampingkan bahwa

setiap individu tetap unik. Pendekatan integratif dan eklektik

dalam terapi dapat memberikan keleluasaan yang lebih besar untuk

menangani setiap klien sebagai individu yang unik. (Flanagan &

Flanagan, 2004)

 Spesifitas budaya

Beberapa individu dan kelompok secara sistematis diperlakukan

secara berbeda di seluruh dunia, seringkali diskriminatif. Jenis


kelamin, ras, etnis, kelas sosial, orientasi seksual, agama, dan

banyak faktor lain membedakan individu satu sama lain. Masing-

masing faktor ini dapat menentukan tidak hanya apakah seseorang

mencari terapi tetapi juga apakah mereka bahkan memiliki akses

ke terapi. Pilihan untuk mencari konseling kesehatan mental dari

jenis apa pun membawa makna yang sangat berbeda tergantung

pada nilai-nilai dan praktik budaya. Nilai-nilai yang melekat dalam

budaya memengaruhi apakah terapi kontemporer dianggap sebagai

layanan yang berharga, sihir, tidak berguna, peluang pertumbuhan,

atau pilihan yang hanya dibuat oleh orang-orang yang putus asa.

Tentu saja, pendekatan terapi integratif dan eklektik harus

mempertimbangkan latar belakang budaya, nilai, dan kebutuhan.

(Flanagan & Flanagan, 2004)

 Konflik antar manusia

Konflik yang produktif dalam bidang konseling dan psikoterapi

telah menghasilkan banyak teori dan pendekatan yang tersedia saat

ini. Para pemikir seperti Adler, Jung, Frankl, Horney, Perls,

Mahoney, Meichenbaum, Shapiro, dan banyak lainnya

memberikan kontribusi penting dalam mengembangkan teori dan

pendekatan psikoterapi. (Flanagan & Flanagan, 2004)


Flanagan & Flanagan (2004) menjelaskan beberapa konflik antar

manusia yang memberikan perkembangan yang baik dalam hal

konseling dan psikoterapi:

Pada tahun 1896, Freud diasingkan oleh rekan-rekannya karena

mengemukakan bahwa pelecehan seksual adalah akar dari histeria.

Kemudian, ia mengembangkan teori kepribadian dan psikoterapi

yang luar biasa.

Pada tahun 1911, Adler mengemukakan bahwa psikopatologi

wanita sebagian besar dihasilkan dan dipertahankan oleh faktor

sosial, termasuk diskriminasi sistematis. Namun Freud dan rekan-

rekannya mengusir Adler dari Vienna Psychoanalytic Society.

Pada tahun 1913, Jung dan Freud bercerai secara teoretis dan

kemudian Jung memotivasi dirinya sendiri untuk mengembangkan

pendekatan uniknya dalam memahami psikologi manusia.

Pada akhir 1920-an, Adler mengeluarkan Frankl dari kelompok

studinya. Namun Frankl muncul sebagai juara makna sentral dalam

psikoterapi dan perkembangan manusia setelah Perang Dunia II.

Pada 1920-an dan 1930-an, Karen Horney menulis dengan tegas

tentang perspektif feminin yang diabaikan dalam psikoanalisis dan

masuk dalam konflik dengan rekan-rekannya. Konflik-konflik

tersebut ternyata telah memberikan kontribusi besar pada


kedalaman dan luasnya teori dan pendekatan psikoterapi yang

tersedia saat ini. (Flanagan & Flanagan, 2004)

DAFTAR PUSTAKA

Sommers-Flanagan, J., & Sommers-Flanagan, R. (2004).


Counseling and psychotherapy theories in context and
practice: Skills, strategies, and techniques. John Wiley &
Sons.

Anda mungkin juga menyukai