Anda di halaman 1dari 88

2023

ISLAM DAN BUDAYA


MINANGKABAU

Paisal Ritonga /2213040133


PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH
12/12/2023
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 5

ISLAM DAN STRUKTUR POLITIK MINANGKABAU

Halimur Rasyid (2213040151)1, Annisa Harianja (2213040173)2, Hanin Tsabitah (2213040163)3, Nabila
Khayr (2213040166)4, Habibah Putri (2213040175)5

Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah Fakultas Syariah rasyidhalimur@gmail.com1


anisaharianja02@gmail.com2
hanintsabitah24@gmail.com3
nabilanana1825@gmail.com4
habibahptr19@gmail.com5

ABSTRAK

Politik Minangkabau merupakan pemimpin-pemimpin yang bergelarkan rajo mendiami suatu


wilayah atau nagari maupun pemimpin bergelarkan datuak yang memimpin kaumnya dan
memiliki struktur-struktur dalam kepemimpinannya. Artikel ini membahas tentang struktur
politik tradisional Minangkabau. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana islam
mempengaruhi sistem politik Minangkabau dan sejauh mana nilai-nilai islam tercermin dalam
struktur politik mereka. Dan Minangkabau masyarakatnya menganut islam, memiliki struktur
politik unik yang dipengaruhi oleh ajaran agama dan tradisi adat istiadat. Metode penulisan
artikel, melalui pendekatan historis dan analisis teks, penelitian ini mengidentifikasi peran ulama
dan institusi keagamaan dalam membentuk dan mempertahankan struktur politik Minangkabau.
Hasil artikel ini ialah bahwa politik di Minangkabau dalam pengangkatan seorang pemimpin
dalam adat, melalui musyawarah mufakat. Dan struktur politik Minangkabau dipengaruhi oleh
islam, maka islam memainkan peran penting dalam membentuk nilai-nilai moral dan etika dalam
politik Minangkabau. Artikel ini memberikan implikasi dalam menambah wawasan yang lebih
dalam tentang kompleksitas hubungan antara islam dan struktur politik tradisional di
Minangkabau. Dan memberikan manfaat juga terhadap kehidupan politik dan sosial masyarakat.

Kata Kunci: datuak, musyawarah mufakat, tradisi, adat istiadat

A. PENDAHULUAN

Minangkabau, sebuah komunitas etnis yang mendiami wilayah barat Sumatera,


Indonesia, telah lama dikenal sebagai salah satu pilar keberagaman budaya dan agama di
negeri ini. Di tengah keberagaman ini, Islam tumbuh dan berkembang sebagai salah satu
ajaran agama utama yang memengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat Minangkabau,
termasuk dalam ranah politik. Islam bukan hanya suatu keyakinan spiritual, tetapi juga
menjadi landasan moral dan etika dalam membangun struktur politik tradisional mereka.

1
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 5

Dalam artikel ini, kami akan mengupas secara mendalam interaksi antara Islam
dan struktur politik Minangkabau. Kami akan menjelajahi sejarah perkembangan Islam di
kawasan ini, dan bagaimana ajaran agama ini berbaur dengan tradisi adat istiadat yang kuat.
Artikel ini juga akan mencoba memahami peran ulama dan lembaga keagamaan dalam
membentuk struktur politik lokal, serta bagaimana nilai-nilai Islam tercermin dalam proses
pengambilan keputusan politik di masyarakat ini.
Melalui penelusuran sejarah, analisis teks-teks kunci, artikel ini berharap
memberikan wawasan mendalam tentang kompleksitas hubungan antara Islam dan struktur
politik tradisional Minangkabau. Selain itu, kami juga akan mengidentifikasi bagaimana
dinamika ini mempengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat dan bagaimana tradisi ini terus
berlanjut hingga hari ini. Dengan memahami hubungan yang kompleks antara Islam dan
politik di Minangkabau, kita dapat menghargai kekayaan budaya dan agama yang
membentuk karakter unik dari masyarakat ini.

B. PEMBAHASAN

1. Konsep Kekuasaan dan Kepemimpinan


Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok
guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan,
kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh. Di
Minangkabau, kekuasaan dijalankan secara kolektif di setiap jenjang di kelarasan yang
ada di Minangkabau. jadi, tidak ada kekuasaan tunggal dalam sistem kekuasaan
Minangkabau. Berikut akan dijelaskan beberapa peristilahan dalam khazanan
kekuasaan Minangkabau yang menunjukkan kekuasan dan kepemimpinan yang
dijalankan secara kolektif .
a. Rajo Tigo Selo dan Basa Ampek Balai
Istilah Rajo Tigo Selo mncul dalam sistem kerajaan Minangkabau
Pagaruyung pada abad ke-16 masehi. Rajo Tigo Selo terdiri dari Raja Alam di
Pagaruyung, Raja Adat di Buo dan Raja Ibadat di Sumpur Kudus. Hal ini
menunjukkan pembagian kekuasaan dan kewenangann sekaligus menunjukkan
asas kesetaraan duduak samo randah, tagak samo tinggi yang dianut masyarakat

2
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 5

Minangkabau. Sementara Basa Ampek Balai adalah dewan menteri yang


membantu Rajo Tigo Selo menjalankan tugas pemerintahan yaitu:
1) Bandaharo atau Tuan Titah di Sungai Tarab. Kedudukannya sama dengan
perdana menteri.
2) Makhudum di Sumanik yang tugasnya menjaga kewibawaan istana dan
memelihara hubungan dengan seluruh rantau dari kerajaan lain yang ada
hubungan dengan Minangkabau.
3) Indomo di Saruaso yang menjaga perjalanan adat istiadat agar "setitik tidak boleh
hilang, sebaris tidak boleh lupa” dalam seluruh Alam Minangkabau.
4) Makhudum (Tuan Qadhi) di Padang Ganting yang menjaga perjalanan agama
adakah berlaku menurut Kitabullah dan sunnah rasul, berjalan sunnat dan fardhu,
terbatas antara halal dan haram.

b. Tali Tigo Sapilin dan Tungku Tigo Sajarangan (TTS)


Tali Tigo Sapilin dan Tungku Tigo Sajarangan adalah ungkapan yang
menyatakan kesatuan kekuasaan dan kesatuan unsur pelaksana kewenangan dalam
urusan masyarakat Minangkabau.

c. Tali Tigo Sapilin


Tali Tigo Sapilin diibaratkan sebagai sebuah tali kokoh berpilin tiga yang
mengikat masyarakat adat Minangkabau. Oleh sebab itu, masyarakat adat
Minangkabau dalam melaksanakan adatnya berpegang kepada tiga tali, yaitu adat,
syara’, undang-undang.
Tali Adat dibangun di atas adat nan ampek, yaitu Adat nan Sabana Adat, Adat
nan Diadatkan, Adat nan Teradat dan Adat Istiadat. Tali Adat berfungsi sebagai:
1) Sumber ketentuan adat Minangkabau,
2) Pandangan hidup yang dapat mempersatukan masyarakat Minangkabau dalam
satu kesatuan hukum adat,

3
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 5

3) Cermin kehidupan yang menuntun masyarakat Minangkabau dalam mencapai


tujuannya, yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur secara merata,
material dan spritual,
4) Identitas suku bangsa Minangkabau yang berpegang kepada keyakinan agama
secara vertikal dan aturan-aturan kemaslahatan manusia secara horizontal.

Tali Syara’ dibangun di atas al Qur’an, Hadis Nabi Muhammad SAW serta
sumber-sumber hukum Islam lainnya yang diterima oleh jumhur ulama dan mayoritas
umat Islam. Secara sederhana, orang Minangkabau menyebut semua sumber hukum
Islam tersebut dengan Kitabullah. Oeh sebab itu, segala adat Minangkabau yang
tersebut dan terkarang di tali adat merujuk kepada Kitabullah.
Tali Undang merupakan seperangkat aturan yang dijadikan pegangan bagi
masyarakat Minangkabau. Masyarakat Minangkabau menyebut aturan dengan
Undang, bukan dengan menggunakan kata ulang semu Undang-undang. Undang
terambil dari kata kundang artinya diusung atau dibawa ke mana-mana. Oleh sebab
itu, masyarakat Minangkabau meyakini seluruh hidupnya berada dalam aturan. Tali
undang disusun di atas tiga sumber hukum, yaitu Anggo Tanggo, Alua jo Patuik dan
Raso jo Pareso. Anggo Tanggo fungsinya anggaran dasar/anggaran rumah tangga.
Alua Jo Patuik berfungsi sebagai Undang Undang, sementara Raso – Pareso (rasa –
periksa) berfungsi sebagai hukum dalam tatanan kehidupan Minang.
Dalam mamang Minangkabau disebutkan:
Badasar ka anggo tango
Baundang ka alua jo patuik
Bahukum ka raso jo pareso
Raso Tumbuah di dado
Pareso tumbuah di kapalo

d. Tungku Tigo Sajarangan


Adapun Tungku Tigo Sajarangan merupakan unsur kepemimpinan yang
melaksanakan tugas sesuai dengan pembagian kekuasaan dalam bidang adat, agama

4
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 5

dan undang. Tungku Tigo Sajarangan terdiri dari Ninik Mamak (pemimpin adat), alim
ulama (pemimpin agama) dan Cadiak Pandai (pelaksana undang-undang). Dengan
demikian, kepemimpinan TTS (Tungku nan Tigo Sajarangan) ini menunjkkan bahwa
kekuasaan tidak hanya dipegang oleh satu orang saja. Kekuasaan dalam nagari di
Minangkabau dibagi secara proporsional dan fungsional di antara ketiga unsur
tripartite tersebut, yaitu ninik mamak (penghulu), alim ulama (tokoh agama) dan
cadiak pandai (cendikiawan). Penghulu adalah pemimpin adat yang dipilih secara
turun- temurun. Memilih penghulu harus sesuai dengan aturan dalam acara
pengangkatan penghulu. Penghulu atau niniak mamak bertugas melindungi
kemenakan, menyelesaikan permasalahan yang ada di kaum atau nagarinya.
Penghulu memiliki gelar Datuk sesuai dengan pusaka kaumnya.
Alim ulama adalah tokoh agama yang mengetahui segala hal tentang ilmu
agama, mengetahui tata cara dalam melaksanakan aturan agama, mengajarkan
pendidikan agama, mencontohkan perilaku yang baik menurut ajaran agama. Ada
banyak sebutan untuk tokoh agama ini, antara lai Tuanku, Buya, Inyiak, atau malin
(malim).
Sedangkan Cadiak Pandai merupakan cendekiawan, orang terdidik dan
berpendidikan. Tugasnya adalah memberikan solusi dalam penyelesaian masalah di
lingkungan masyarakat. Dalam ungkapan Minangkabau ditemukan nan cadiak lawan
barudiang artinya cerdik pandai merupakan lawan/ teman
berunding/bermusyawarah. Sebutan yang lazim untuk golongan cerdik pandai adalah
ungku atau engku. Engku dalam sebutan sehari-hari masyarakat Minangkabau pada
abad ke-20 merujuk kepada sosok guru atau tenaga pendidik.
Misalnya, Engku Syafe’i (pendiri lembaga pendidikan INS Kayu Tanam), engku
Labai (sebutan umum untuk guru mengaji al Qur’an di surau-surau kampung).
Uraian di atas menunjukkan kekuasaan dan pelaksana kepemimpinan di
Minangkabau diselenggarakan secara kolektif. Tidak ada kekuasaan tunggal dan tidak
ada pula kepemimpinan tunggal. Dalam hal kekuasaan, dibangun berdasarkan tiga
sumber yaitu adat, agama dan keputusan-keputusan kontemporer (kekinian). Dalam

5
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 5

hal kepemimpinan, peran didistribusikan secara proporsional sesuai dengan


kewenangannya. Adapun gambaran ringkasnya dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 1.1

2 Implementasi Kepemimpinan (Kepemimpinan Urang nan Bajinih)


Selain TTS di atas, implementasi kekuasan dan kepemimpinan dalam adat
Minangkabau dapat dilihat dari penggunaan istilah Urang Nan Bajinih (orang yang
berjenis/berkuasa). Urang Nan Bajinih terdiri dari Urang Nan Ampek Jinih (orang yang
empat jenis) dan Jinih nan Ampek (Jenis yang empat). Urang Nan Ampek Jinih adalah istilah
untuk menyebutkan 4 (empat) unsur pemangku adat di Minangkabau. Sementara Urang Jinih
nan Ampek adalah orang atau unsur yang membantu malin pemangku jabatan pelaksanaan
keagamaan (syara’). Unsur Urang Nan Ampek Jinih tersebut adalah Pangulu (Penghulu),
Manti (menteri), Malin (malim) dan Dubalang (hulubalang). Sementara Jinih nan Ampek
tersebut adalah Imam, Katik (Khatib), Bila (Bilal) dan Qadhi. Jabatan Urang nan Ampek Jinih
dan Jinih Nan Ampek adalah jabatan turun temurun sebagaimana petitih Minangkabau:
Biriak-biriak turun ka samak
Tibo di samak taruih ka laman
Dari niniak turun ka mamak
Dari mamak turun ka kamanakan

6
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 5

a. Pangulu atau Penghulu adalah pemimpin suku dalam kaumnya. Tugas Penghulu dalam
Adat Minangkabau disebutkan dalam mamangan adat manuruik labuah nan luruih
(mengikuti jalan yang lurus), maikuik kato nan bana (mengikuti kebenaran/ mengikuti
aturan adat), mamaliharo anak kamanakan (memelihara anak dan keponakan) dan
manjago harato pusako (menjaga harta pusaka). Penjelasannya adalah sebabagi berikut;
Pertama, Manuruik Labuah nan Luruih berarti menyelenggarakan pemerintahan adat.
Karena itu, penghulu disebut tagak di pintu adat (berdiri di pintu adat). Kedua, Maikuik
Kato nan bana memberi keputusan hukum adat sesuai dengan ketentuan adat sesuai
dengan pepatah kato pangulu kato pusako (kata penghulu kata pusaka). Oleh sebab itu
penghulu disebut tagak di pintu bana (berdiri di pintu kebenaran) dan harus Mahukum
adia bakato bana (menghukum dengan adil, berkata (berhukum) dengan kebenaran).
Ketiga, mamaliharo anak kamanakan (memelihara anak dan keponakan) artinya
penghulu bertanggung jawab atas kesejahteraan anakkemanakan. Keempat, manjago
harto pusako (menjaga harta pusaka).
b. Manti (menteri) adalah jabatan pembantu pangulu di dalam tatalaksana pemerintahan
adat di nagari. Tugasnya antara lain pertama, tugas administratif memeriksa perkara atau
sengketa, menyampaikan keputusan pangulu dan sebagainya. Kedua,
mengkomunikasikan penyelesaian perkara atau sengketa di antara anggota kaum atau
anggota masyarakat. Ketiga, Membuat ranji warga suku, memeriksa ranji kepemilikan
tanah ulayat berdasarkan verifikasi terhadap mamak kapalo warih sebelum disahkan
kerapatan adat. Manti karena tugasnya di atas disebut tagak di pintu susah (berdiri di
pintu kesulitan).
c. Dubalang (hulubalang) adalah pembantu penghulu dalam bidang keamanan. Tugas
dubalang adalah pertama, secara teknis bertugas menciptakan keamanan, ketertiban dan
kedamaian di dalam kampung. Kedua, membuat pertimbangan alternatif untuk
mengangkat atau memberhentikan perangkat keamanan dan ketertiban kampung. Karena
tugasnya tersebut, dubalang disebut tagak di pintu mati (Berdiri di pintu mati). Bahwa
resiko terbesar yang dihadapi dubalang adalah kehilangan nyawa demi tegaknya
keamanan. Meski tugasnya terkesan keras dan tegas dubalang tetap harus mengutamakan

7
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 5

kesantunan dalam berbahasa dan kesopanan dalam bertindak. Hal ini terungkap dalam
kalimat Nan karek makanan takiak, nan lunak makanan sudu (yang keras mesti ditakik,
yang lunak mesti disudu). Kalimat itu menunjukkan bahwa dubalang harus proporsional
dalam bertugas. Mengambil kebijakan sesuai dengan kemestiannya. Sementara untuk
ketegasan, profesionalisme dan konsistensi dalam melaksanakan tugas terungkap dalam
kalimat Kok kareh indak tatakiak, kok lunak ndak bisa disudu (keras tak bisa ditakik,
lunak tak bisa disudu).
d. Malin atau kadang-kadang disebut Malim adalah orang alim dalam agama Islam. Jabatan
ini muncul sebagai bentuk integrasi Islam dengan adat Minangkabau. Adapun tugas
Malin adalah Pertama, Bertanggung jawab kepada Pangulu dalam pelaksanaan kebijakan
bidang keagamaan. Kedua, bertugas merencanakan kegiatan pendidikan untuk anak
kemanakan agar menekuni dan memahami ilmu agama dan ilmu umum. Dalam istilah
Minangkabau tugasnya membuat anak kemanakan pandai sumbayang jo mangaji, pandai
sikola jo babudi (pandai sembahyang dan mengaji, berpendidikan tinggi dan berbudi).
Ketiga, menegakkan dan mengawasi pelaksanaan acara adat agar sesuai dengan hukum syara’.
Karena tugas-tugasnya di atas, Malin disebut tagak dipintu syara’ (agama). Dalam melaksanakan
tugasnya, Malin diperkuat dengan unsure Urang Jinih Nan Ampek. Urang Jinih Nan Ampek
tersebut yaitu Imam, Katik, Bilal dan Qadhi.

8
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 5

Gambar 2.1

Gambar 2.2

3. Struktur Kekuasaan dan Kepemimpinan


Di Minangkabau, ada dua mekanisme kepemimpinan yang berbentuk keselarasan
yang menjadi model kepemimpinan utama. Dua kelarasan itu ialah kelarasan Koto Piliang
dan Kelarasan Bodi Caniago, biasa disebut Lareh nan Duo. Bentuk kepemimpinan
masyarakat Minangkabau berbeda dengan di Jawa, hal ini dapat dilihat dalam institusiintitusi
adat yang ada dimana masyarakat Minangkabau menjadikan pemimpin tertingginya di tangan
penghulu, bukannya raja. Sistem ini didasarkan pada sistem matrilinial pada tingkatannya
masing-masing. Dari perspektif adat Minangkabau, para pemimpin ialah orang yang
didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting. Artinya, pemimpin dekat dengan kaum
yang dipimpinnya, jarak antara pemimpin dan kaum tidaklah jauh.
Lareh Koto Piliang bersifat aristokratis. Sistemnya bajanjang naiak, batanggo turun
atau titiak dari ateh. Artinya, keputusan dan kekuasaan tertinggi berada pada atas tangga pada
susunan kepemimpinan, yakni Limbago Pucuk Adat atau Penghulu Pucuk. Sistem
kepemimpinan Lareh Koto Piliang ini dicetuskan oleh Dt. Katumanggungan.
Urutan pemberian perintahnya akan menjadi: Limbago Pucuk Adat - Suku - Kaum - Paruik -
Rumah Tanggo (dari atas ke bawah).

9
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 5

Sementara itu, sistem kepemimpinan lainnya ialah keselarasan Bodi Caniago atau
Lareh Bodi Caniago yang prinsip kepemimpinannya duduak samo randah, tagak samo tinggi.
Keselarasan ini memiliki aturan mambasuik bumi, artinya, keputusan muncul dari bawah.
Hal ini selaras dengan kata Bodi Caniago yang berarti budi nan baharago (budi yang
berharga), yang mana maksudnya ialah bahwa setiap keputusan diambil lewat musyawarah
untuk menemukan kata mufakat. Sifat kepemimpinan ini ialah demokratis atau bajanjang
naiak dengan urutan: Rumah tanggo - Paruik - Kaum - Suku - Limbago Adat (dari bawah ke
atas). Sistem kepemimpinan ini dicetuskan oleh Dt. Parpatiah nan Sabatang.
Terdapat dua varian dari dua model utama tersebut, yakni Lareh nan Panjang yang
sulit diidentifikasi apakah mengikuti salah satu atau kedua model utama pola kepemimpinan
tersebut dan Lareh nan Bunta, varian model yang mengakomodasi kedua model utama
tersebut. Namun, tetap pada praktiknya keempat model kepemimpinan ini tidak
meninggalkan prinsip musyawarah untuk mufakat.
Berikut adalah komponen utama dari struktur kekuasaan dan kepemimpinan di
Minangkabau:
a. Pemimpin Adat (Niniak Mamak):
Pemimpin adat, atau yang dikenal dengan sebutan "Ninik Mamak", memegang peran
sentral dalam sistem kepemimpinan Minangkabau. Mereka adalah tokoh-tokoh yang
memiliki otoritas dan pengaruh dalam mengambil keputusan terkait urusan adat dan
kehidupan sosial masyarakat.
b. Kerapatan Adat:
Kerapatan adat adalah forum musyawarah untuk membahas dan mengambil
keputusan terkait urusan adat dan kemasyarakatan. Di sinilah Ninik Mamak berkumpul untuk
membahas masalah-masalah penting dan menentukan kebijakan-kebijakan adat. c. Hukum
Adat:
Hukum adat Minangkabau diatur oleh aturan-aturan dan norma- norma yang telah
diwariskan secara turun-temurun. Ini mencakup norma- norma perilaku, adat istiadat,
serta tata cara dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.
d. Ulakan (Penghulu):

1
0
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 5

Ulakan adalah para pemimpin keagamaan yang memimpin shalat dan memberikan
pengajaran agama Islam di tingkat lokal. Mereka memegang peran penting dalam
menyebarkan ajaran agama dan memastikan praktik keagamaan berjalan dengan baik.
e. Sistem Kekerabatan Matrilineal:
Sistem kekerabatan Minangkabau bersifat matrilineal, di mana garis keturunan dan
warisan diturunkan melalui pihak ibu. Hal ini memengaruhi dinamika kekuasaan dan
kepemimpinan di masyarakat Minangkabau.
f. Musyawarah dan Konsensus:
Keputusan-keputusan penting diambil melalui proses musyawarah dan mencapai
konsensus. Ini mencerminkan prinsip demokrasi dalam sistem kepemimpinan
Minangkabau. Sistem ini mencerminkan harmoni antara ajaran Islam dan tradisi adat
istiadat, memungkinkan masyarakat Minangkabau untuk menjaga identitas budaya dan
agama mereka sambil mengadaptasi nilai-nilai universal dari Islam. Keberadaan sistem
ini juga mengilustrasikan fleksibilitas dan adaptabilitas Islam dalam berbagai konteks
budaya di Indonesia.
g. Distribusi Kekuasaan
Distribusi kekuasaan di Minangkabau didasarkan pada prinsip-prinsip adat istiadat
yang mencerminkan kesetaraan dan keterlibatan aktif seluruh masyarakat dalam proses
pengambilan keputusan. Berikut adalah beberapa aspek penting dari distribusi kekuasaan
di Minangkabau:
h. Musyawarah dan Mufakat:
Prinsip utama dalam distribusi kekuasaan di Minangkabau adalah melalui
musyawarah dan mencapai mufakat. Keputusan penting dibuat secara bersama-sama
setelah mendengarkan pendapat dan aspirasi seluruh anggota komunitas.
1) Ninik Mamak:
Ninik Mamak, atau pemimpin adat, memegang peran penting dalam mengambil
keputusan terkait adat dan kemasyarakatan. Mereka merupakan tokoh-tokoh yang
dihormati dan memiliki otoritas dalam komunitas.
2) Kerapatan Adat:

1
1
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 5

Kerapatan adat adalah forum musyawarah tingkat tinggi di tingkat nagari (desa)
yang dipimpin oleh Ninik Mamak. Di sini, berbagai masalah adat dan sosial dibahas
dan keputusan diambil berdasarkan musyawarah dan mufakat.
3) Hak dan Kewajiban Setiap Keturunan (Salingka Nagari):
Setiap anggota komunitas Minangkabau, terutama yang berasal dari suatu nagari,
memiliki hak dan kewajiban yang setara dalam mengelola urusan adat dan sosial. Hal
ini mencerminkan prinsip kesetaraan dalam distribusi kekuasaan.

4) Peran Ulakan (Penghulu):


Ulakan, atau pemimpin keagamaan, memiliki peran dalam memimpin ibadah
agama Islam dan memberikan pengajaran agama kepada masyarakat. Mereka
memegang peran penting dalam memelihara nilai-nilai keagamaan.
5) Sistem Kekerabatan Matrilineal:
Sistem kekerabatan matrilineal juga mempengaruhi distribusi kekuasaan, di mana
keturunan dan warisan diteruskan melalui garis keturunan ibu. Hal ini memengaruhi
struktur kekuasaan dalam masyarakat Minangkabau.
Dengan adanya distribusi kekuasaan yang berbasis pada musyawarah, mufakat,
dan keterlibatan aktif seluruh masyarakat, Minangkabau mencapai stabilitas dan
harmoni dalam mengelola urusan adat dan sosial mereka. Sistem ini memungkinkan
setiap individu untuk memiliki suara dan pengaruh dalam pengambilan keputusan,
menciptakan sistem kekuasaan yang inklusif dan partisipatif.
6) Sitem Demokrasi (Musyawarah Mufakat)
Musyawarah salah satu elemen demokrasi modern sudah lama membudaya dalam
masyarakat Minang. Kita bisa saksikan sampai hari ini di setiap nagari atau desa ada
balai – balai sebagai tempat musyawarahnya ninik mamak pemangku adat.
Ini juga tergambar dari pepatah adatnya “bulek aie dek buluah, bulek kato dek
mupakek. Bulek lah bisa digolongkan, picak lah bisa dilayangkan” Artinya sudah ada
kesepakatan yang akan dilaksanakkan. Pada tradisi minang tidak ada suara terbanyak
dalam mengambil keputusan. Keputusan diambil dengan mufakat dan yang jadi
pedoman adalah kebenaran yang sesuai dengan standar yang digunakan. “Adat
basandi ka Sarak, Sarak basandi ka kitabullah. Sarak mangato adat mamakai”. Adat

1
2
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 5

berpijak ke agama, agama berpijaknya ke kitabullah. Apa yang dikatakan agama,


itulah yang dilakukan adat.
“Mamak barajo ka mupakek, mupakek barajo ka nan bana, nan bana tagak
sandirinyo” Pemimpin bersandar pada mufakat, mufakat bersandar pada kebenaran,
kebanaran ada di agama. Dalam kontek kekinian, walaupun sudah banyak pola
berfikir yang masuk dari luar, namun watak populasi minang masih tetap lestari pada
sebagian besar masyarakat minang terutama yang hidup di ranah minangkabau.
Dalam mengambil keputusan, masyarakat minang masih mengutamakan
musyawarah dan mufakat. Dalam musyawarah dan mufakat ini tidak ada yang kalah
ataupun yang menang. Semua terlibat dan ikut andil dalam membuat sebuah
keputusan. Semua bertanggungjawab untuk eksekusinya.
Jika ada yang ngotot tanpa musyawarah, masyarakat hanya akan melihat dan tidak
mau mengganggu dan juga tidak akan mendukung. “gadang, gadang se lah surang,
kami indak ka mintak tolong. Kayo, kayo lah surang, kami indak ka mamintak.
Cadiek, cadiek se lah surang, kami indak ka batanyo”. Artinya besar, besar saja
sendiri, kami tidak mintolong. Kaya, kaya saja sendiri, kami tidak meminta. Pintar,
pintar saja sendiri, kami tidak akan bertanya”.
Seorang tokoh di minang, tidak mungkin memaksakan kehendaknya ketengah
masyarakatnya. Jika seseorang punya sebuah gagasan, dia harus musyawarahkan
dulu. Karena di adat minang, pemimpin hanya didahulukan selangkah dan ditinggikan
seranting. Tidak ada pengkultusan dalam kultur Minangkabau. Dalam musyawarah
semua punyak hak yang sama. Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi.
Bagaimanapun hebatnya seorang putra minang dirantau, di kampungnya belum
tentu dia dapat sambutan yang hebat. Bisa saja di kampung, dia tidak dianggap.
“kok nyo lalu urang indak manyapo, kok nyo tibo urang pai” (jika dia lewat orang
diam, jika dia datang orang pergi) atau bisa saja sebaliknya dia menjadi tokoh yang
disegani. Semua tergantung pada cara dan sikap yang dia miliki terhadap
masyarakatnya. Jika sikap menghargai yang ditunjukkan dengan baiyo batido atau
musyawarah, gadang indak malendo, gapuak indak mambuang lamak, (besar tidak

1
3
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 5

menghantam, gemuk tidak membusng lemak) orang akan segan dan masyarakat
mudah menerimanya.

3. KESIMPULAN

Dalam konteks Minangkabau, Islam dan struktur politik tradisional memainkan


peran integral dalam membentuk identitas dan dinamika masyarakat. Hubungan yang
kompleks antara ajaran Islam dan tradisi adat istiadat Minangkabau menciptakan suatu
harmoni unik di mana nilai-nilai agama dan kearifan lokal saling melengkapi. Islam
berfungsi sebagai landasan moral dan etika, sementara tradisi adat memberikan kerangka
kerja untuk mengelola urusan sosial dan politik.
Pentingnya musyawarah dan mufakat dalam proses pengambilan keputusan
mencerminkan nilai-nilai demokrasi partisipatif yang telah membentuk pola politik
Minangkabau selama berabad-abad. Ninik Mamak, sebagai pemimpin adat, memegang
peran kunci dalam memfasilitasi musyawarah dan memastikan keputusan yang diambil
mencerminkan aspirasi seluruh masyarakat. Prinsip salingka nagari, yang menekankan
kesetaraan hak dan kewajiban setiap anggota komunitas, menguatkan keterlibatan aktif dari
berbagai lapisan masyarakat.
Sistem kekerabatan matrilineal memberikan dimensi khusus dalam struktur politik
Minangkabau, memastikan bahwa garis keturunan ibu memainkan peran penting dalam
warisan adat dan distribusi kekuasaan. Di samping itu, nilai-nilai Islam yang tercermin
dalam praktik keagamaan dan nilai-nilai moral memberikan fondasi yang kuat untuk
memandu perilaku politik dan sosial.
Dengan memahami hubungan yang kompleks antara Islam dan struktur politik
tradisional Minangkabau, kita dapat menghargai kekayaan budaya dan agama yang
membentuk karakter unik dari masyarakat ini. Sistem politik Minangkabau bukan hanya
sebuah model untuk mengelola urusan sosial dan politik, tetapi juga merupakan cermin dari

1
4
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 5

harmoni antara nilai-nilai universal agama Islam dan kearifan lokal yang mengakar kuat
dalam budaya Minangkabau.

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, Kamiliya Zahra. 2021. “Sistem Kekerabatan dan Sistem Kepemimpinan


Minangkabau”,
https://www.kompasiana.com/kamiliyazahraalamsyah4514/603eec59d541
df4 8071a3643/sistem-kekerabatan-dan-sistem-kepemimpinanminangkabau,
diakses pada 18 Oktober 2023 pukul 18.06

Amir, Elfizon. 2018. “Demokrasi di Minangkabau”, https://seruji.co.id/kanal-


warga/artikel-warga/demokrasi-di-minangkabau/, diakses pada 18 Oktober
2023 pukul 18.09

Gouzali Saydam, Kamus Lengkap Bahasa Minang (Bagian Pertama), Padang, PPIM,
2004, halaman 281

Hamka, Ayahku. 1982. Riwayat Hidup Dr. Abdul Karim Amrullah dan
Perjuangan Kaum Agama di Sumatra. ed. ke-4 Jakarta: Umminda, 1982, h. 6-
7

Nasir, Muhammad. 2020. “Konsep Kekuasaan dan Kepemimpinan di


Minangkabau”, http://nasirsalo.blogspot.com/2020/03/konsep-
kekuasaandan-kepemimpinan- di.html, diakses pada 18 Oktober 2023 pukul
09.00

Rahmat, Aulia. Rekonstruksi Adat Minangkabau dalam Pemerintahan Nagari Era


Otonomi Daerah; Kajian terhadap Peraturan Daerah Provinsi Sumatera
Barat Nomor 9 Tahun 2000 jo.Perda Nomor 2 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Pokok, Magelang: PKBM “Ngudi Ilmu, 2013 h. 137

Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo, Budaya Minangkabau nan Nilai Kepemimpinan

1
5
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 5

Ninik Mamak, Makalah disampaikan pada Pelatihan Pemangku Adat Baru


Diangkat se Sumatera Barat, LKAAM Sumatera Barat, , Padang 13
November 2012.

REVIEW ARTIKEL

MATA KULIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU

Judul ISLAM DAN STRUKTUR POLITIK MINANGKABAU

Nama Artikel ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA


MINANGKABAU VOL. 5

Volume Volume 5

Tahun 2023 M

Penulis Halimur Rasyid (2213040151)1, Annisa Harianja


(2213040173)2, Hanin Tsabitah (2213040163)3, Nabila
Khayr (2213040166)4, Habibah Putri (2213040175)5

Reviewer Nama: Rendi Kasabda

Nim : 2213040131

1
6
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 5

Tanggal Reviewer 08 Desember 2023

Kelebihan
Materi yang dibahas pada artikel ini sudah sesuai dengan
topik pembahasan. Kemudian susunan hierarki poin subbab
dan subpoin pembahasan sudah cukup tepat. Ditambah
dengan suguhan gambar yang membuat pembacanya lebih
mudah memahami maksud dan tujuan penulis. Nama selain
bahasa indonesia sudah menggunakan cetak miring.

Kekurangan
a. Spasi yang digunakan pada Judul, Nama penulis, dan
Instansi menurut hemat reviewer masih kurang tepat, dan
diperbaiki menjadi:

1) Judul ditulis dengan font times new roman 12 cetak


tebal.

2) Nama penulis font size 10 cetak tebal

3) Nama instansi font size 10 spasi tunggal, tidak di


cetak tebal.

4) Abstrak font size 11 cetak tebal dan isi tidak cetak


tebal dengan spasi tunggal.

5) Keywords font size 11 spasi tunggal, dan cetak


miring.

b. Bagian Pembahasan penulis tidak membuat keterangan


kode angka pada gambar yang di tampilkan pada artikel.

c. Selanjutnya tidak menggunakan keterangan kutipan atau


bodynote.

1
7
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABU VOL. 6

KEDUDUKAN ISLAM DALAM STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT


MIANANGKABAU

Irma Safira Oktaviani(2213040035)1, Khairunnisa Syafwa(2213040106)2,


Alber Dickhi Viandra(2213040135)3, Melvhila Ladies Hendrika(2213040161)4

Hukum Ekonomi Syariah UIN IB irmasafira2210@gmail.com1


khairunnisasyafwa@gmail.com2 dikyalber@gmail.com3
melvhilaladieshendrika@gmail.com4

ABSTRAK

Islam adalah suatu sistem kepercayaan yang di anut oleh masyarakat minangkabau yang awal
mulanya melalui jalur perdagangan dan kemudian berkembang ke wilayah minangkabau melalui
jalur dakwah. Artikel ini membahas tentang masyarakat dan islam di Minangkabau, serta sistem
matrilinial yang dianut Minangkabau. Tujuan dari penulisan artikel ini yaitu meneliti masyarat dan
Islam dalam Minangkabau dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat dan agama islam sebagai
identitasnya orang Minangkabau. Metode Pengumpulan, analisis, dan interpretasi data menggunakan
literatur Asosiatif dan kualitatif. Hasil nya adalah di dalam sebuah suku itu terdapat gabungan dari
beberapa kaum yang dapat membedakan antara kaum yang satu dengan kaum yang lainnya yang
berasal dari nenek moyang berbeda berdasarkan garis keturunan ibu. Dan kemudian suatu nagari
adalah suatu gabungan yang terdiri dari beberapa desa yang mempunyai ketentuan dan syarat
tertentu. Sedangkan surau dan lapau di gunakan sebagai tempat untuk berkumpul baik itu untuk
bermusyawarah agar mencapai mufakat maupun untuk bertukar pikiran untuk menambah ilmu
pengetahuan baik itu tentang agama maupun yang lainnya. Implikasi dari artikel ini adalah balai dan
modan na bapanch di minangkabau di sediakan untuk penghulu, ninikmamak dan pemangku adat
lainnya bermusyawarah, untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Kata Kunci : kedudukan islam, struktur sosial, masyarakat minangkabau.

A. PENDAHULUAN
Islam adalah suatu sistem kepercayaan yang di anut oleh masyarakat minangkabau.
yang awal mulanya melalui jalur perdagangan dan kemudian berkembang ke wilayah
minangkabau melalui jalur dakwah dan berkembang lagi di daerah rantau dan menyebabkan
islam berkembang luas.
Sebelum islam berkembang di minangkabau, struktur sosial masyarakat
minangkabau sudah menganut sistem matrilineal yaitu berdasarkan garis keturunan ibu.
Dimana di dalam minangkabau perempuan sudah memiliki kemampuan dalam berbagai

1
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABU VOL. 6

bidang baik itu dalam bidang politik maupun sosial. Dimana pada saat itu perempuan sudah
memperlihatkan kemampuan mereka di berbagai bidang baik itu di media sosial ataupun
yang lainnya, bahkan surat kabar pertama di dunia melayu di terbitkan oleh seorang
perempuan yang dalam penerbitannya itu bertujuan untuk membangkitkan gerakan
nasionalis dan menyuarakan emansipasi wanita.
Dan setelah islam berkembangpun dalam minangkabau masih tetap menganut sistem
matrilinial yaitu berdasarkan garis keturunan ibu dan di dalam minangkabau sekarang
mamaklah yang berperan penting. Harta pusaka turun dari mamak ke kemanakan. Ninik
Mamak, Penghulu dan para pemangku adat lainnya sangat di hormati di minagkabau, karena
merekalah yang memimpin dan mengatur jalannya aturan, suku, kaum dan adat yang berlaku
di nagari tersebut. Namun saat sekarang ini surau, balai, lapau, dan medan nan bapaneh
sudah sangat jarang di gunakan di minangkabau sebagai tempat untuk bermusyawarah
karena sekarang lebih dominan bermusyawarah itu di rumah gadang. Dan di sini kita harus
mengetahui secara lebih dalam tentang islam dan struktur sosial masyarakat minangkabau
dan bagaimana dampaknya terhadap kehidupan masyarakat minangkabau sekarang.

B. PEMBAHASAN
1. Struktur Sosial Masyarakat Minangkabau

a. Rumah Tanggo
Rumah tanggo yaitu tempat tinggal suatu keluarga. Dalam masyarakat minagkabau
tempat tinggal itu di wariskan kepada wanita atau ibu. Karena kedudukan wanita sangat
istimewa rumah tangga itu untuk tempat tinggal bersama anak-anaknya. Sedangkan lakilaki
tertua dalam kaum bertugas memelihara, mengolah dan mengembangkan harta milik
kaumtapi tidak untuk menggunakannya sistem matrilineal di bentuk berdasarkan ketentuan
kodrat alam. Secara alamiahnya ibu yang mengandung, menyusui dan mendidik anak,
sedangkan ayah sedikit sekali bergaul dengan anak-anak dan seorang ayah lebih banyak
berada di luar rumah karena harus mencari nafkah. Anak-anak lebih dekat dan nyaman ketika
ada di samping ibunya. Inilah yang menjadi sumber suatu sistem di minagkabau.

2
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABU VOL. 6

Dalam mengkaji perempuan di minangkabau terdapat 3 terminologi yaitu : perempuan,


bundo kanduang dan padusi, dalam minangkabau ada beberapa hal dapat di kemukakan
tentang wanita :

1) Perempuan istilah yang digunakan untuk merujuk kepada perempuan yang memiliki
karakter yang ideal.
2) Perempuan minangkabau harus memiliki karakteristik sebagai bundo kanduang yaitu
merujuk kepada sosok seorang perempuan yang religius, cerdas, serta intelektual dan
nilai-nilai kebaikan sehingga jadi panutan bagi keluarga dan masyarakat.
3) Terdapat istilah pudusi, istilah ini merujuk kepada perempuan yang berkepribadian kuat
dengan unsur kepemimpinan dan mulia.
Berdasarkan karakter di atas, perempuan dalam minangkabau harus menjadi bundo kanduang atau
padusi dan jangan sampai melupakan identitasnya.

b. Paruik
Paruik merupakan susunan masyarakat minangkabau terkecil, kalau di Indonesia
artinya perut. Paruik adalah keluarga besar yang berasal dari satu perut, menurut garis
keturunan ibu. Paruik merupakan semua saudara laki-laki dari ibu disebut mamak oleh anak-
anak dalam kekerabatan paruik. Sebaliknya semua anak-anak dalam paruik disebut
kemenakan oleh saudara laki-laki ibunya sebuah paruik dipimpin oleh tungganai (mamak
kepala waris) yang dipilih secara musyawarah untuk dituakan dan diangkat menjadi
pemangku adat (kepala suku).
Mamak adalah sebutan dari saudara laki-laki ibu yang bertanggung jawab terhadap
keluarga ibu dan menjaga harta pusaka. Apabila ibu mempunyai saudara laki-laki lebih dari
satu maka yang bertanggung jawab adalah yang paling tua. Jika tidak ada saudara lakilaki
ibu namun mempunyai anak laki-laki maka dialah yang bertanggung jawab.
Menurut adat minangkabau, laki-laki yang paling dekat ialah kemenakannya dan
menurut hukum adat harus mewarisi gelar, martabat, dan kekayaan. Anak dari saudara
perempuan itu harus di didik dan diasuh sehingga apabila anak-anak itu sudah besar mereka
akan membalas jasa mamaknya. Sehingga menimbulkan aturan bermamak kemenakan. Ini
hanya konsekuensi dari susunan masyarakat minangkabau. Orang yang tergabung dalam

3
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABU VOL. 6

adat nagari (LAN) sejak dulu terkenal dengan eksistensinya sebagai penyelenggara
pemerintahan nagari secara biologis mereka sudah memiliki anak kemenakan yang di
pimpinannya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat adat.

c. Kampuang
Kumpulan dari semua anggota yang berasal dari satu paruik sebagaimana dijelaskan
diatas, ada yang dihimpun dalam sebuah “rumah gadang” (Rumah Besar), tetapi ada pula
yang dihimpun didalam beberapa buah rumah yang berdekatan letaknya, himpunan inilah
yang disebut “kampuang”. Dalam bahasa Minangkabau, kampuang sama artinya dengan
kumpulan atau himpunan (dikampuangkan = dikumpulkan).
Tiap tiap kampung mempunyai pimpinan yang mana tugasnya adalah untuk
memimpin usaha-usaha bersama dengan tanggung jawab “ringan sajejenjeng, barek
sapikua”(ringan sama dijinjing, berat sama di pikul). Pimpinan atau ketua dari
perkampungan ini disebut “Tuo kampuang).
Jadi pengertian kampung adalah sekumpulan rumah yang anggotanya berasal dari
satu paruik dan dipimpin oleh seorang tuo kampuang yang dipilih. Hal ini jelas digambarkan
dalam kata-kata adat :
Rumah nan sakumpulan
Nan sakampuang sahalaman
Nan salabuah satapian

d. Jurai
Apabila anggota-anggota paruik telah bertambah banyak dan berkembang biak,
maka paruik itu akan membelah diri menjadi unit-unit yang berdiri sendiri, unit-unit ini
disebut “jurai” dan ada juga yang menyebutnya “toboh”. Ia merupakan suatu kesatuan
keluarga kecil yang “sadapua” (sedapur).
Pimpinannya dinamakan “mamak rumah” dan sering juga disebut “tungganai”
Jabatan tungganai langsung dipegang oleh seorang laki-laki yang tertua dari saudarasaudara
ibu, jadi tidak melalui pemilihan. Semua anak-anak yang dilahirkan dalam keluarga tersebut
memanggil “mamak”, sebaliknya mamak sendiri menyebutnya “kamanakan”. Dari
hubungan yang sedemikian timbullah satu tata tertib “bamamak bakamanakan”. Salah satu
dari tertib itu adalah “kamanakan saparintah mamak” (kamanakan seperintah mamak).

4
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABU VOL. 6

Pengertian perintah disini bukanlah kekuasaan tangan besi, tapi lebih bersifat tanggung
jawab dan membimbing. Mamak mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap
kemenakan-kemenakannya. Corak dan sifat dari pada hubungan bermamak kamanakan ini
tersirat dalam fatwa adat sebagai berikut :
Kamanakan manyambah lahia
Mamak manyambah bathin.
Kamanakan bapisau tajam
Mamak badagiang taba.
Tagang bajelo-jelo
Kandua badantiang dantiang

e. Kaum
Kaum merupakan orang minangkabau yang berasal dari satu keturunan dalam garis
matrilinial. Dalam kaum itu unit terkecil sumande dan unit yang lebih besar di sebut
saparuik. kaum ini berasal dari nenek yang sama dan lebih luasnya di sebut sakaum, struktur
dalam kaum:
1) Datuak adalah mamak yang di percaya sebagai pemimpin kaum.
2) Dalam rumah gadang yang memimpin di sebut tungganai. Kemudian di bawahnya ada
laki-laki yang sudah dewasa dan menikah sehingga mamak biasa.
Dalam nagari minangkabau terdiri dari beberapa suku dan terdiri dari berbagai kaum
dan kaum terdiri dari beberapa paruik. Tiap kelompok mempunyai pemimpin serta harta
pusaka. Menurut pepatah minangkabau pusaka turun ke mamak dari nenek, dari mamak
turun ke kemenakan. Menurut adat minangkabau apabila seseorang atau suatu kaum
mendapat warisan tidak di perbolehkan untuk menjualnya tapi harus menjaganya.
Dampak kesejahteraan bagi masyarakat kontemporer mendapatkan warisan pusaka
bagi kemenakan harus di jaga dengan baik dan tidak boleh menjualnya kecuali atas
persetujuan datuk dan seluruh kaum. Di dalam struktur minangkabau suku di pakai yaitu:
1) Struktur di dalam kaum yaitu mamak yang di percayai sebagai pimpinan kaum yang
disebut penghulu bergelar datuk, mamak-mamak dibawahnya di sebut tungganai.
2) Struktur dalam kaitannya dengan suku lain yaitu dalam adat istiadat minangkabau tidak
boleh menikah sesuku, maka sistem matrilinial mengharuskan kawin dengan anggota
suku lain.

5
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABU VOL. 6

f. Suku
Perkembangan paruik yang meninbulkan jurai-jurai dan berkembang lebih jauh
menjadi kampuang perkembangan semakin menjauh, perkembangan kampuang inilah yang
melahirkan suku. Suku di minangkabau berdasarkan garis keturunan ibu (matrilinial).
Dimana suku adalah sebuah identitas atau pengenal seorang dalam keluarga yang dijadikan
sebagai pengenal antara satu dengan yang lain yang bertujuan untuk mengikat tali
persaudaraan yang dapat membedakan suatu kaum dengan kaum lainnya yang terdiri dari
berbagai macam suku yaitu: bodi, caningo, koto piliang.
Suku di minangkabau berdasarkan keturunan nenek moyang setiap suku memiliki
datuaknya masing-masing di dalam suku tidak boleh menikah apabila datuaknya yang sama.
Di minangkabau terkenal dengan pembagian harta pusakanya lebih banyak kepada wanita
pada laki-laki karena menganut sistem matrilineal alasan kenapa harta itu lebih banyak
diberikan pada perempuan karena apabila ada musibah atau kemalangan yang yang terjadi
seperti: gadih gadang ndak balaki, mayang tabujua di dalam rumah gadang, rumah gadang
katirisan. Pembagiannya sama rata di setiap perempuan suku matrilineal itu dari datuak,
niniak mamak berbeda-beda.
Dampak suku terhadap kesejahtreaan masyarakat minagkabau di masa sekarang
yaitu sangat penting kaitannya karena di dalam minangkabau tidak boleh menikah dengan
suku yang sama atau dengan datuak yang sama karena bisa berakibat fatal pada keturunan
berikutnya dan jika ada yang menikah dengan suku yang sama maka mereka akan di
asingkan dari suatu kaum. Keutuhan dan kerukunan dilukiskan dalam pepatah berikut :
Suku nan indak dapek dianjak
Malu nan indak dapek dibagi
Kok tanah nan sabingkah alah bapunyo
Rumpuik sahalai alah bapunyo Namun
malu alun babagi.

g. Nagari
Nagari merupakan suatu masyarakat hukum, nagari adalah gabungan dari beberapa
suku minimal mempunyai empat suku dan menurut hukum adat ada empat syarat mendirikan
sebuah nagari yaitu empat suku, bailairung untuk sidang, mesjid untuk beribadah dan
mempunyai tapian untuk mandi. Nagari adalah satu kesatuan masyarakat adat yang
mempunyai wilayah teritorial yang jelas batas-batasnya dan mempunyai kekayaan tersendiri

6
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABU VOL. 6

dalam wilayahnya yang diatur oleh pimpinan nagari, berdasarkan norma adat yang ditaati
masyarakat, serta memperoleh pengakuan pula dari nagari tetangga.
Nagari adalah suatu lingkup wilayah dalam suatu masyarakat sebelum membuat lingkup
wilayah yang lebih besar lagi dengan ketentuan dan syarat tertentu. Nagari juga bisa diartikan
sebagai gabungan dari beberapa desa. Di dalam sebuah nagari terdapat seorang pemimpin
disebut wali nagari atau wali desa. Nagari itu harus memiliki pemerintahan tertentu. Nagari
berpegang teguh pada bapaga undang, kampung bapaga pusako. Bapaga pusako harus menuruti
apa kata nenek moyang contoh: manjaik di tangah malam atau sebagai larangan. Prinsip nagari
itu bebas seperti adat salingka nagan artinya tiap nagari berdiri dengan adat. Walaupun cara
pemakaiannya tiap nagari tetap menyelesaikan suatu masalah secara bersama seperti:
musyawarah, gotong royong, barundiang, kompromi. Seperti kata pepatah : kusuk bulu paruah
manyalasaikan. Kata pepatah ini sering digunakan sebagai tingkat menghadapi masalah.
Dengan demikian dapatlah dikatakan nagari pada hakekatnya adalah suatu
pemerintahan berbentuk “republik otonom”. Demikian secara garis besarnya
tingkatantingkatan daripada susunan masyarakat Minangkabau, mulai dari jurai sampai
Nagari.
Fatwa adat :
Rang gadih manggarek kuku
Pangarek pisau sirauik
Dikarek batuang tuonyo
Batuang tuo elok kalantai
Nagari bakaampek suku
Didalam suku babuah paruik
Kampuang dibari ba nan tuo
Rumah dibari batungganai.

h. Kelarasan
Dalam logat bahasa minang, perkataan laras disebut “lareh”, adapun arti laras ialah
sebagai yang kita pakai sekarang ini juga, Selaras artinya seukuran atau seimbang,
diselaraskan artinya dipersamakan”. Menurut pengertian adat, kelarasan berarti suatu system
pemerintahan, yaitu suatu tata cara adat yang sudah turun temurun yang dikenal dengan
nama “adat ketumanggungan” (Koto-Piliang) dan “adat perpatiah nan sabatang” (Bodi-
Chaniago).

7
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABU VOL. 6

Kedua sistem inilah yang dipakai para pengulu dalam mengatur dan menjalankan
pemerintahan nagari diseluruh alam Minangkabau. Belanda kemudian kelarasan dijadikan
suatu daerah administratif dengan jalan menyusun dan mengelompokkan nagari-nagari yang
seadat selembaga (selaras), sehingga “lareh nan duo” (dua kelarasan) akhirnya menjelma
menjadi banyak kelarasan, dengan tuangku lareh sebagai kepalanya.

Menurut riwayat, timbulnya kelarasan di minangkabau adalah sebagai akibat dari


perselisihan pendapat antara “Ninik nan Baduo” (ninik yang berdua), yaitu datuak
Ketumanggungan dan Datuak Parapatiah nan sabatang. Perselisihan itu timbul ketika raja
Adityawarman hendak memaksakan kemauannya untuk mendirikan kerajaan
“Pagaruyung”. Rencana ini mendapat tantangan dari datuak Parapatiah nan sabatang.
Peretentangan ini dilukiskan dalam pepatah adat sebagai berikut.
Datanglah anggang dari lauik
Ditembak datuak nan baduo
Badia sadatak duo dantumnyo

2. Bagian-bagian struktur sosial masyarakat minangkabau

a. Surau
Surau sebagai tempat perkumpulan ulama atau cadiak pandai, surau adalah tempat
untuk melaksanakan suatu kegiatan baik itu yang bersifat religius maupun non religius.
Surau itu di jadikan sebagai lambang agama di masyarakat minangkabau, kegunaan surau
hampir sama dengan rumah gadang. Surau memiliki fungsi untuk melakukan musyawarah
untuk mencapai sebuah mufakat sebagai tempat untuk menuntut ilmu agama baik itu berupa
pengajian ataupun ceramah, sebagai tempat untuk berkumpul saat alim ulama ingin
memberikan nasehat, dan surau juga sering di jadikan sebagai tempat perkumpulan para
pemuda-pemudi yang menyangkut hal-hal yang bersifat baik. Perbedaan antara rumah
gadang dan surau yaitu: kalau rumah gadang untuk satu kaum satu suku, sedangkan surau
itu sebagai tempat yang bersifat menyeluruh (universal).
Surau dalam minangkabau sering dikaitkan dengan pesantren, karena dulu sebelum
adanya persantren masyarakat minangkabau menjadikan surau sebagai lembaga pendidikan
karena memiliki ciri-ciri yang sama atau mirip dengan pesantren. Meskipun demikian masih

8
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABU VOL. 6

banyak perbedaan di antaranya dalam hubungan kedudukan "syaikh" (kiai-nya di surau)


dengan kiai di pesantren. Surau memiliki kedudukan yang sangat penting dalam struktur
sosial masyarakat minangkabau karena surau itu sama dengan mesjid hanya beda ukuran
saja.

b. Balai
Balai merupakan suatu tempat atau panggung pada zaman dahulu yang digunakan
sebagai tempat para petinggi-petinggi kampung ninik mamak, penghulu, dan para
tokohtokoh adat lainnya untuk memusyawarahkan atau membicarakan tentang keadaan
kampung (nagari), bagaimana keadaan penduduk saat ini serta membicarakan tentang
norma-norma yang diterapkan di nagari tersebut.
Balai disini sengaja didirikan di tengah-tengah sebuah nagari agar semua penduduk di
nagari tersebut mudah mendapatkan informasi dari balai tersebut. Di balai ini semua
permasalahan di bahas dan di perbincangkan untuk mendapatkan solusinya. Balai disebut
juga dengan balai adat, dibalai adat inilah para pemimpin-pemimpin adat membicarakan
hukum-hukum adat yang akan diterapkan di nagari tersebut sesuai dengan ajaran agama
islam.

c. Lapau
Merupakan tempat berkumpulnya orang-orang dari berbagai kalangan di suatu
kampung atau nagari. Di minangkabau lapau sangat lazim ditemui Bagi sebagian orang di
minangkabau keberadaan lapau sangatlah penting karena di sinilah mereka dapat berkumpul
dan bersosialisasi dengan penduduk-penduduk kampung lainnya. Lapau yang dimaksud sini
bisa diartikan bukan hanya sekedar tempat terjadinya jual beli barang-barang sembako
seperti: beras, gula, tepung, sabun mandi, dan kebutuhan schari-hari lainnya.
Kegiatan di lapau ini orang-orang biasanya ada yang sebagai ahli dibidang hukum,
pertanian, ada juga sebagai politikus. Di lapau ini mereka memperlihatkan perannya masing-
masing. Mereka bercerita bagaikan seorang yang ahli dibidang tersebut. Di lupau ini mereka
menceritakan tentang kejadian-kejadian yang mereka alami dalam keseharian mereka. Orang
yang bercerita di lapau biasa disebut pahota di lapau.

9
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABU VOL. 6

Kegiatan di lapau juga bisa menjadi sarana menyampaikan pendapat menyampaikan


kritiknya mencetakan apa yang dialami di kesehariannya, mereka bercerita dari satu tema ke
tema lainnya membahas kejadian yang terjadi sekarang, yang terjadi di masa lalu bahkan
sampai membahas masa depan.
Keberadaan lapau berperan penting dalam masyarakat minangkabau terutama bagi
kaum laki-laki. Bagi sebagian laki-laki di minangkabau keberadaan lapau sangatlah penting
karena disitu mereka bisa berkumpul dan bertemu untuk bertukar pikiran baik itu bercerita
tentang kehidupan sehari-hari mereka. Lapau sangatlah berperan penting bagi sebagian
kaum laki- laki di masyarakat minangkabau karena disitulah mereka menenagkan diri,
melepaskan kepenatan mereka, tempat bersantai setelah melakukan kegiatan seharian penuh.
Dulu lapau menjadi tempat untuk saling berkomunikasi, saling mengenal satu sama
lain. namun sekarang dengan teknologi yang semakin canggih bisa berkomunikasi dengan
orang luar negeri sekalipun. Bahkan mereka lebih mengenal orang yang tempat tinggalnya
jauh dari pada tetanggannya sendiri.

d. Medan Nan Bapaneh


Medan nan bapaneh adalah tempat bermusyawarah para pemuka-pemuka kampung,
para pemimpin sebuah nagari. Zaman dahulu untuk memusyawarahkan permaslahan atau
hukum- hukum yang berlaku di sebuah Nagari disebut medan nan bapanch. Medan nan
bapaneh juga digunakan untuk tempat bersidang, medan nan bapaneh di buat di alam
terbuka, tanpa dinding, tanpa atap dengan lantai tanah biasanya hanya di kelilingi batu besar
untuk menandai itu adalah tempat untuk berkumpulnya para pemimpin-pemimpin kampung.
Di medan nan bapanch para petinggi kampung duduk di atas batu-batu seukuran
tempat duduk yang berjumlah sebanyak para pemimpin tersebut di situlah mereka berdiskusi
menyususn nagari, menyusun hukum-hukum yang di terapkan di kampung tersebut. Di
sinilah mereka mengeluarkan aspirasi dan kritik masing-masing untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat.

1
0
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABU VOL. 6

C. KESIMPULAN
Islam dan struktur sosial masyarakat di minangkabau dan dampaknya terhadap
kesejahteraan masyarakat kontemporer sangat jelas mulai dari rumah tanggo, paruik, kaum,
suku, nagari ini merupakan struktur sosial masyarakat minangkabau. Dan bagian-bagian dari
struktur sosial masyarakat minangkabau yaitu surau, balai, medan nan bapaneh sangat
mempunyai peran penting dan erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat mulai dari dulu
sampai sekarang, semuanya masih sangat kental dengan adat istiadat meskipun sudah
terpengaruh oleh budaya barat dan globalisasi. Misalnya saja balai masih di gunakan sampai
sekarang sebagai tempat untuk bermusyawarah di minangkbau, ataupun contoh lain itu surau
sangat kental dengan ishim karena surau dijadikan sebagai tempat untuk beribadah dan
menuntut ilmu. Sehingga Islam adalah suatu sistem kepercayaan yang di anut oleh
masyarakat minangkabau yang awal mulanya melalui jalur perdagangan dan kemudian
berkembang ke wilayah minangkabau melalui jalur dakwah dan berkembang lagi di daerah
rantau dan menyebabkan islam berkembang luas. Islam juga mempengaruhi struktur sosial
masyarakat minangkabau. struktur sosial merupakan tatanan atau suusnan sosial yang
membentuk kelompok-kelompok sosial dalam kehidupan masyarakat dimana di dalamnya
terdapat hubungan timbal balik, semuanya masih dipertahankan supaya menjadi ciri khas
budaya minangkabau yang dapat membedakan yang dari budaya yang satu dengan budaya
yang lain dan menjadi cagar budaya masyarakat minangkabau.

D. DAFTAR PUSTAKA

Anani I. 2016, Nilai Filosofi Budaya Matrilineal di Minangkabau (Relevansi Bagi


Pengembangan Hak-Hak Perempuan di Indonesia). Jurnal filsafat,25(1), 3255.
Azra Azyumardi. 2003. Surau Pendulikan Islam Tradisional dalam Transisi dan Modernisasi.
Jakarta: Pt. Logos Wacana Ilmu.
Djamans Edwar. 2001. Pengantar Sastra Rakyat Minangkabau Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Erlinda. 2016. Menapak Indang Sebagai Budaya Surau. Padang Panjang: LPPMPP ISI
Padang Panjang.
Idris Nurwani, kedudukan dan akulturasi politik dalam masyarakat matrilmeal miangkabau
dalam jurnal masyarakat kebudayaan dan politik tahun, 25(2012).
J. Jonaidi. 2008, Kajian Hukum Terhadap Kedudukan Tanah Ulayat Masyarakat Hukum
Adat Minangkabau Sumatra Barat. Lex Et Societatis, 6(1).

1
1
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABU VOL. 6

Nuriz, U.e dan Sukimo, S.WA (2017) Penerapan Hukum Adut Minangkabau dalam
Pembagian Warisan atas Tanah (studi di: Suku Chaniago di jorong ketinggian
kenagarian guguak, kabupaten Lima Puluh Kota, Ibu kota sarilmak). Diponegoro
Law Journal, 6(1), 1-3

REVIEW ARTIKEL
MATA KULIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU

Judul KEDUDUKAN ISLAM DALAM STRUKTUR SOSIAL


MASYARAKAT MIANANGKABAU
Nama Artikel ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA
MINANGKABU VOL. 6
Volume Volume 6

Tahun 2023

Penulis Irma Safira Oktaviani(2213040035)1, Khairunnisa


Syafwa(2213040106)2,
Alber Dickhi Viandra(2213040135)3, Melvhila Ladies
Hendrika(2213040161)4
Reviewer Nama : Rendi Kasabda
Nim : 2213040131
Tanggal Reviewer 08 Desember 2023

1
2
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABU VOL. 6

Kelebihan Materi yang dibahas pada artikel ini sudah sesuai dengan
topik pembahasan, sehingga memberikan tambahan
pengetahuan bagi pembacanya. Kemudian susunan hierarki
subbab dan subpoin pembahasan sudah cukup tepat.

Kekurangan/Bagian Yang a. Spasi yang digunakan pada Judul, Nama penulis, dan
Direvisi Instansi menurut hemat reviewer masih kurang tepat, dan
diperbaiki menjadi:
1) Judul ditulis dengan font times new roman 12 cetak
tebal.
2) Nama penulis font size 10 cetak tebal.
3) Nama instansi font size 10 spasi tunggal, tidak di
cetak tebal.
4) Abstrak font size 11 cetak tebal dan isi tidak cetak
tebal dengan spasi tunggal.
5) Keywords font size 11 spasi tunggal, dan cetak
miring.
b. Pada penggunaan bahasa selain bahasa Indonesia masih
ada yang belum bercetak miring
c. Bagian pembahasan masih terdapat kekurangan pada
bagian hierarki subbab dan subpoin nya.
d. Masih terdapat kutipan yang tidak menggunakan bodynote
e. Abstrak pada artikel ini sebelumnya masih kurang tepat
pada bagian sistematika nya dan reviewer berusaha
merevisi hal tersebut.

1
3
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 7

KONFLIK ISLAM, ADAT DAN MODERNITAS DALAM BUDAYA


MINANGKABAU

Meisy Lusiana (2213040114)1, Muftihatul Hasanah (2213040067)2, Nathania Ababil (2213040181)3, M.


Rifaldi (2213040144)4

Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah


1
meisylusiana87@gmail.com
2
muftihatulhasanah203@gmail.com
3
nathaniaababil@gmail.com
4
mrifaldi2305@gmail.com

ABSTRAK

Konflik antara Islam, adat, dan modernitas merupakan isu kompleks dalam budaya Minangkabau di
Indonesia. Budaya Minangkabau memiliki akar yang kuat dalam tradisi adat yang telah ada sejak
berabad- abad lalu. Topik pada artikel ini membahas tentang konflik Islam, Adat dalam
berkembangnya modernitas dan pengaruh globalisasi. Tujuan karya ilmiah ini adalah menjelaskan
tentang kemunculan ketegangan antara nilai-nilai tradisional dan Islam. Metode penulisan Artikel ini
adalah metode pengumpulan, analisis, dan interpretasi data menggunakan literatur Asosiatif. Hasil
nya yaitu Minangkabau dan nilai- nilai modern yang sering kali dianggap bertentangan. Konflik ini
terutama muncul dalam konteks agama Islam, yang telah menjadi agama mayoritas di Minangkabau.
Sebagian masyarakat Minangkabau mencoba mengintegrasikan nilai-nilai Islam ke dalam budaya
adat mereka, sementara yang lain berpendapat bahwa adat harus ditinggalkan demi kemajuan dan
modernisasi. Ini menciptakan perdebatan tentang bagaimana menjalani kehidupan sehari-hari,
termasuk dalam hal perkawinan, warisan, dan adat istiadat. Implikasi dari pokok pembahasn artikel
ini tantangan lain datang dalam bentuk ketidaksetaraan gender, di mana budaya Minangkabau
memiliki tradisi matrilineal yang unik. Modernitas membawa perubahan dalam peran perempuan dan
laki-laki dalam masyarakat, menciptakan konflik tentang sejauh mana tradisi matrilineal ini masih
relevan.

Kata Kunci: Konflik budaya, tradisi matrilineal, modernitas

A. PENDAHULUAN
Perubahan dalam kebudayaan merupakan sebuah kemestian. Oleh sebab itu tidak
ada kebudayaan manapun di dunia yang tidak mengalami perubahan, karena manusia sebagai
pencipta dan pelaku kebudayaan itu hidup dalam zaman yang berubah, berbeda dari waktu-

1
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 7

ke waktu yang membuat manusia harus menyesuaikan semua sistem dalam kebudayaan itu
dengan keadaan zaman. Demikian juga dengan kebudayaan Minangkabau.
Beberapa perubahan budaya ini termasuk juga perubahan dalam lingkungan,
lembaga, perilaku dan juga hubungan sosial. Selain itu, perubahan budaya juga bisa mengacu
pada gagasan untuk sebuah kemajuan sosial dan juga evolusi sosial dan budaya. Perubahan
budaya sendiri biasanya dapat berlangsung dengan sangat cepat atau pun lambat dan
umumnya sangat tidak bisa disadari oleh masyarakat dalam sebuah negara. Karena hanya
beberapa orang yang mengetahuinya ketika orang tersebut mulai membandingkan kehidupan
sosial di masa lalu dan masa saat ini.
Perubahan budaya dalam kehidupan masyarakat biasanya dapat terjadi karena, 1)
masyarakat itu sendiri menginginkan sebuah perubahan (faktor internal) dan 2) bisa juga
akibat munculnya desakan dari kebudayaan atau unsur-unsur dari luar kebudayaan itu
sendiri. Sepertinya, dalam kebudayaan Minangkabau kedua faktor ini berjalan bersamaan
dan merupakan sebuah pola interaksi yang ketat sepanjang masa.

B. PEMBAHASAN
1. Memahami Konflik dalam Kebudayaan
Secara umum faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kebudayaan adalah
1) faktor invention, discovery, inovation (ketiganya dapat diartikan penemuan baru) dan 2)
kontak dengan kebudayaan lain. Faktor yang ke dua, yaitu kontak (interaksi) dengan
kebudayaan lain dapat digunakan untuk menganalisis konflik dan perubahan dalam
kebudayaan. Interaksi secara etimologi berarti hubungan timbal balik yang saling
mempengaruhi.
Dalam sosiologi, interaksi diartikan sebagai suatu proses timbal balik yang saling
mempengaruhi terhadap perilaku para pihak yang terlibat di dalamnya. Hal ini dapat terjadi
melalui kontak langsung, atau maupun tidak langsung.[2] Interaksi dapat berupa kerjasama
(cooperation), persaingan (competition), dan bahkan dapat juga berbentuk pertentangan
(conflict). Proses adaptasi dan akomodasi yang terjadi di antara konflik dan integrasi dapat
melahirkan sintesis, yaitu perpaduan dari beberapa pengertian yang terdapat dalam

2
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 7

masingmasing nilai budaya untuk mencapai satu kesatuan yang sesuai. Interaksi antara
Islam, adat dan modernitas dalam hal ini dapat dilihat dalam tiga pola atau bentuk tersebut
yaitu 1) kerjasama (co-operation), 2) persaingan (competition), dan bahkan dapat juga
berbentuk pertentangan (conflict).
Format yang dapat dirumuskan lebih jauh mengenai interaksi tiga entitas tersebut
adalah dapat berupa: 1)konflik, 2)adaptasi/akomodasi, 3) integrasi/asimilasi. Konflik dapat
berupa penolakan terhadap budaya luar/asing atau mendiamkannya. Adaptasi/akomodasi
merupakan penyesuaian yang terjadi antara budaya lokal dan unsur dari luar (agama dan
modernitas) ketika interaksi berlangsung. Integrasi dan asimilasi adalah perpaduan antara
yang lokal dan budaya luar (pendatang). Di antara konflik dan integrasi mengandaikan
adanya kompromi yang bisa berupa adaptasi, akomodasi, dan asimilasi.
Konflik dan Integrasi merupakan dua konsep yang tak boleh dipisahkan. Kedua
konsep ini biasanya digunakan secara bersama-sama. Menurut Lewis Coser (1956), konflik
merupakan suatu gejala yang wajar dalam masyarakat. Konflik tidak selamanya negatif,
tetapi juga positif dalam hal membantu terwujudnya integrasi (persatuan) dan kesadaran
dalam hidup bermasyarakat. Hal yang semakna juga disampaikan oleh Georg Simmel
(1904). Simmel mengutip peribahasa latin “siapa yang menghendaki perdamaian, maka
bersiaplah untuk berperang (a vis pacem para bellum). Artinya, secara tersirat bahwa konflik
dan integrasi merupakan sebuah proses yang berkesinambungan dalam sejarah masyarakat.
Dalam kebudayaan Minangkabau juga ditemukan ungkapan basilang kayu dalam
tungku, di situ nasi mangko masak (tersebab bersilang kayu dalam tungku, maka nasi bisa
masak). Basilang kayu dalam tungku dapat dipahami sebagai konflik dan nasi masak sebagai
bentuk integrasi (hasil) dari konflik. Teori konflik yang seperti ini memandang bahwa
perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa
perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi
yang berbeda dengan kondisi semula.

2. Bentuk-Bentuk Konflik Lewis A Coser (1956)


Membagi konflik kepada dua bentuk, yaitu konflik realistis dan konflik non
realistis. Pertama, Konflik Realistis yaitu konflik yang berasal dari tuntutan- tuntutan khusus

3
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 7

yang terjadi dalam hubungan di internal masyarakat Minangkabau. Misalnya dalam konflik
adat dan agama antara kelompok adat dan kelompok agama dalam Padri gelombang pertama
di Minangkabau pada awal abad ke-19 yang lazim disebut dengan gerakan Padri gelombang
pertama. Kelompok agama menginginkan diterapkannya hukum syari'at yang berdasarkan
agama Islam dalam adat Minangkabau yang tercampur dengan kebiasaan lama yang tidak
sesuai dengan ajaran Islam. Konflik ini realistis, karena berangkat dari tuntutan dari anggota
masyarakat atau bagian dari warga kebudayaan Minangkabau sendiri. Artinya, sebagian
anggota masyarakat Minangkabau menginginkan adanya perubahan mendasar dalam adat
Minangkabau.
Di Sumatra Barat, reformisme Padri membatasi diri sendiri dan akhirnya menjadi
fleksibel, bahkan mau berdamai. Dan adat matriarkat selamat melalui kolonialisme karena
ia terlebih dahulu sudah terideologisasi dan diperkuat waktu menghadapi kritik Padri. Tradisi
matriarkat bertahan bukan walaupun ada serangan Padri neo-Wahabi, melainkan karena
keinginan berdamai di antara Kaum Padri dengan Kaum Adat. Dengan formula "adat basandi
syarak, syarak basandi adat" pemimpin-pemimpin Padri dan adat berhasil berkompromi dan
mempertahankan kekhasan budaya minangkabau.
Di antara tema konflik antara Islam dengan Adat Minangkabau antara lain tentang
adat matrilineal yang berimplikasi kepada:
a. Perkawinan eksogami (kawin ke luar suku) yang dianggap lebih mengutamakan adat
dari pada ketentuan syara',
b. Sistem residensi matrilokal (laki-laki Minangkabau yang sudah menikah tinggal di
rumah keluarga besar istrinya) dianggap sebagai bentuk pengerdilan terhadap peran
laki-laki sebagai kepala keluarga.
c. Pembagian harta pusako yang berorientasi kepada perempuan sebagai penerima
waris dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Tema-tema di atas menunjukkan bahwa konflik tersebut berlangsung dalam dan di


antara masyarakat pendukung kebudayaan Minangkabau itu sendiri. Tujuannya jelas agar
terjadi perubahan dalam praktik adat sebagaimana yang disebutkan di atas. barubah" (Sekali
air datang maka perubahan itu pun akan terjadi). Keterbukaan ini adalah kekayaan dan modal

4
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 7

insani yang dimiliki orang Minangkabau. Itu juga sebabanya orang Minanagkabau tidak
susah menyesuaikan diri dalam pergaulan Nusantara. Dalam ungkapan lain disebutkan
"dimana bumi dipijak di sana langit dijunjung", artinya mereka akan menyesuaikan tingkah
laku mereka ketika berada di tempat orang lain.
Perlu dikemukakan, satu masalah dalam sejarah Minangkabau adalah kurangnya
data tertulis untuk periode awal hingga sebelum masuknya Islam. Segelintir peninggalan
arkeologis, filologi, sastra lisan dan cerita rakyat sudah menjadi rujukan umum. Karena itu
sumber sejarah Minangkabau periode awal sering agak bercanggah atau bertentangan.
Demikian juga halnya asal usul Minangkabau, pepriodesasi sejarah serta pengaruh Hindu di
Minangkabau yang mungkin akan bertentangan dengan sumber-sumber lain. Namun kertas
kerja belum akan mempermasalahan percaggahan itu. Fokus pembicaraan ini adalah
mengemukakan beberapa fenomena mengenai pengaruh Hindu di Minangkabau, yang pada
sisi lain mungkin. bercampur dengan pengaruh Budha.
Walaupun beberapa fenomena pengaruh Hindu ada dalam kebudayaan dan
peninggalan sejarah Minangkabau tetapi beberapa karya sejarah tidak menuliskan khusus
sejarah Hindu. Periode Budha justru lebih mengemuka. Sering dilakukan oleh para
sejarawan untuk Asia Tenggara seperti tulisan George Coedes umpamanya yang menulis
Asia Tenggara Masa Hindu Budha. Dalam penulisan sejarah Minangkabau penulisan zaman
pengaruh Hindu juga tidak kelihatan, yang diulas adalah pengaruh Budha. Rasjid Manggis
dan MD Mansoer membagi sejarah Minangkabau klasik dengan empat fase: Fase Budha
(Hinayana) 500-600.
Fase Kebudayaan Hindu di Minangkabau tentu berkaitan dengan kekuasaan yang
berlangsung. Namun diduga pengaruh Hindu bersamaan dengan pengaruh India ke wilayah
Nusantara sekitar abad ke 4-6. Dalam masa indianisasi berlangsung begitu dalam ke wilayah
Nusantara. Dalam masa ini. Kerajaan Kantoli (dianggap sebagai cikal Sriwijaya) juga pernah
mengutus seseorang bergama Hindu ke Cina. Keterbukaan dunia Melayu dari sisi geografis
dan budaya sangat memungkinkan pengaruh India masuk ke wilayah ini. Bagi Minagkabau
abad ke-6 merupakan abad yang sangat penting. pruduksi lada yang terkenal membuat para
pedagang dari berbagai bangsa seperti India, Cina dan Arab datang untuk berdagang.
Beberapa pedagang memberitakan mengenai keelokan negeri Minangkabau. Umpamanya,

5
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 7

It Sing seorang pendeta Budha menyebutkan bahwa ia pernah singgah di sebuah tempat di
Minangkabau Timur. Daerah itu sangat subur dan kaya. Pada masa berikut, abad ke14. masa
pemerintahan adityawarman disninyalisr dibaca oleh Moens dari Prasasti Bandar Bapahat
bahwa banyak migrasi dari India datang ke wilayah Minangkabau.
Orang Minangkabau mengenal budaya Adat Basandi Syarak Syarak Basandi
Kitabullah (ABS ABS). Artinya Islam adalah dasar utama budaya orang Minangkabau.
Namun ABS-SBK terus dalam dialektika, baik dari sisi hostoris maupun dari sisi realitasnya.
Secara historis tidak. ada dokumen yang otentik sejak bila ABS SBK ini dimulakan. Pada
satu sisi ada yang mengatakan sejak abad ke 16 namun pada sisi lain disebutkan sejak abad
ke19, yaitu ketika ada pembaharuan Islam di Minangkabau. Perdebatan itu sementara tidak
perlu ditelusrusi namun hal menarik perhatian adalah ada beberapa fenomena berlakunya
unsurunsur Flindu-Budha dalam budaya Minangkabau sampai hari ini.
Ada pula beberapa fenomena peninggalan dari sisi budaya yang mungkin bisa
dirujukkan kepada gama HinduBudha. Dari segi asal usul orang Minangkabau menyebutkan
bahwa mereka berasal dari Gunung Merapi, sebuah gunung yang tertinggi di pusat
Minangkabau. Di kaki gunung ini terdapat sebuah kampung tua yang bernama "Pariangan".
yang bisa berasal dari "Parahiyangan". Artinya kampung para dewa atau tempat Kahiyangan,
dewa bersemayam. Dalam agama Islam tidak mengenal dewa. Ini tentu berasal dari pengaruh
Hindu/Budha. Kalau ini menjadi kamoung asal tentu jauh dari masa Adityawarman, yang
baru mulai abad ke-14. Bisa jadi kampung ini dibangun pada masa abad ke-6 ketika para
migrasi India ramai datang ke Wilayah Melayu dan pada abad ke-7 dan 8 bersaing dengan
ekspansi Islam Sunnah di Pantai Timur. Namun dalam M D Mansoer disebutkan bahwa
pelarian orang Jawa penganut Hindu ke lereng Gunung Merapi dan Singgalang terjadi dalam
abad abad ke 14 ketika ada desakan dari Kesultanan Aru Barumun yang menganut agama
Islam. Pengaruh Hindu-Budha akan juga terlihat pada masa kerajaan Pagaruyung yang
dibangun oleh Aditiyawarman. Hal ini bisa dilihat dari prasasti Pagauyung 1-8 da Prasasti
Saruaso. Pada Prasasti Pagauyung 1 (1356 M) disebutkan bahwa Adityawarman merupakan
Raja kerajaan Suwarna Bhumi. Ia memounyai pengetahuan yang dalam tentang Budha
Mahayana aliran Tantrayana sekte Bairawa. Hal yang lain adalah ia juga menyatakan
mempunyai siat raja Indra, yang konon kabarnya salah satu dewa agama Hindu.

6
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 7

Bisa jadi pengaruh migrasi orang India sekitar abad ke 6, dan tumbuhhnya
kerajaankerajaan di Sumatera yang beragama Budha serta kemudian dengan ekspansi
kerajaan dari Jawa yang beragama Hindu-Budha setelah abad pada abad ke-13 dan
sesudahnya telah menyebarkan pengaruh dan budaya hindu di dalam masyarakat. Pengaruh
itu masih melekat sampai kini. Ada beberapa budaya di tengah masyarakat yang hidup sejak
lama.

3. Budaya Kehidupan Masyarakat Minangkabau


a. Latar Belakang Kehidupan di Minangkabau
Minangkabau adalah sebuah etnik yang sebahagian besar menghuni Pantai Barat
Sumatera dan Tengah. Para Pakar sejarah dan antropologi mengatakan bahwa wilayah
pendudukan Minankabau itu paling tidak menempati Propinsi Sumatera Barat, sebahagian
Riau dan Negeri Sembilan Semenanjung Tanah Melayu. Namun karena dinamika orang
Minangabau yang begitu tinggi maka migrasi mereka juga menempati Aceh, seperti suku
Aneuk Jamee di Aceh Selatan; sebahagian di melaka yang konon kabarnya orang di Melaka
sudah ramai pada abad ke-12. Dinamkka dan migrasi orang Minangakabu di Nusantara tentu
akan menjadi masalah pembicaraan tersendiri, namun dinmika dan migrasi orang
Minangkaua akan berkaitan dengan keternukaan orang Minangkabau dalam berbagai
pengaruh yang datang ke Nusantara. Dalam ungkapan. Minangkabau disebutkan sakali aie
gudang sakali tapianbarubah" (Sekali air bah datang maka perubahan itu pun akan terjadi).
Keterbukaan ini adalah kekayaan dan modal insani yang dimiliki orang Minangkabau. Itu
juga sebabanya orang Minanagkabau tidak susah menyesuaikan diri dalam pergaulan
Nusantara. Dalam ungkapan lain disebutkan "dimana bumi dipijak di sana langit dijunjung",
artinya mereka akan menyesuaikan tingkah laku mereka ketika berada di tempat orang lain.
Perlu dikemukakan, satu masalah dalam sejarah Minangkabau adalah kurangnya
data tertulis untuk periode awal hingga sebelum masuknya Islam. Segelintir peninggalan
arkeologis, filologi, sastra lisan dan cerita rakyat sudah menjadi rujukan umum. Karena itu
sumber sejarah Minangkabau periode awal sering agak bercanggah atau bertentangan.
Demikian juga halnya asal usul Minangkabau, pepriodesasi sejarah serta pengaruh Hindu di
Minangkabau yang mungkin akan bertentangan dengan sumber-sumber lain. Namun kertas

7
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 7

kerja belum akan mempermasalahan percaggahan itu. Fokus pembicaraan ini adalah
mengemukakan beberapa fenomena mengenai pengaruh Hindu di Minangkabau, yang pada
sisi lain mungkin bercampur dengan pengaruh Budha.
Walaupun beberapa fenomena pengaruh Hindu ada dalam kebudayaan dan
peninggalan sejarah Minangkabau tetapi beberapa karya sejarah tidak menuliskan khusus
sejarah Hindu. Periode Budha justru lebih mengemuka. Sering dilakukan oleh para
sejarawan untuk Asia Tenggara seperti tulisan George Coedes umpamanya yang menulis
Asia Tenggara Masa Hindu Budha. Dalam penulisan sejarah Minangkabau penulisan zaman
pengaruh Hindu juga tidak kelihatan, yang diulas adalah pengaruh Budha. Rasjid Manggis
dan MD Mansoer membagi sejarah Minangkabau klasik dengan empat fase: Fase Budha
(Hinayana) 500-600 Agama Islam (Sunnah) 670-730, Agama Budha (Mahayana) 680-1000.
Agama Islam Syiah 1100-1350.
Fase Kebudayaan Hindu di Minangkabau tentu berkaitan dengan kekuasaan yang
berlangsung. Namun diduga pengaruh Hindu bersamaan dengan pengaruh India ke wilayah
Nusantara sekitar abad ke 4-6. Dalam masa indianisasi berlangsung begitu dalam ke wilayah
Nusantara. Dalam masa ini. Kerajaan Kantoli (dianggap sebagai cikal Sriwijaya) juga pernah
mengutus seseorang bergama Hindu ke Cina. Keterbukaan dunia Melayu dari sisi geografis
dan budaya sangat memungkinkan pengaruh India masuk ke wilayah ini. Bagi Minagkabau
abad ke-6 merupakan abad yang sangat penting. pruduksi lada yang terkenal membuat para
pedagang dari berbagai bangsa seperti India, Cina dan Arab datang untuk berdagang.
Beberapa pedagang memberitakan mengenai keelokan negeri Minangkabau. Umpamanya,
It Sing seorang pendeta Budha menyebutkan bahwa ia pernah singgah di sebuah tempat di
Minangkabau Timur. Daerah itu sangat subur dan kaya. Pada masa berikut, abad ke14. masa
pemerintahan adityawarman disninyalisr dibaca oleh Moens dari Prasasti Bandar Bapahat
bahwa banyak migrasi dari India datang ke wilayah Minangkabau.
Orang Minangkabau mengenal budaya Adat Basandi Syarak Syarak Basandi
Kitabullah (ABS ABS). Artinya Islam adalah dasar utama budaya orang Minangkabau.
Namun ABS-SBK terus dalam dialektika, baik dari sisi hostoris maupun dari sisi realitasnya.
Secara historis tidak. ada dokumen yang otentik sejak bila ABS SBK ini dimulakan. Pada
satu sisi ada yang mengatakan sejak abad ke 16 namun pada sisi lain disebutkan sejak abad

8
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 7

ke19, yaitu ketika ada pembaharuan Islam di Minangkabau. Perdebatan itu sementara tidak
perlu ditelusrusi namun hal menarik perhatian adalah ada beberapa fenomena berlakunya
unsur-unsur Flindu-Budha dalam budaya Minangkabau sampai hari ini. Ada pula beberapa
fenomena peninggalan dari sisi budaya yang mungkin bisa dirujukkan kepada gama
HinduBudha. Dari segi asal usul orang Minangkabau menyebutkan bahwa mereka berasal
dari Gunung Merapi, sebuah gunung yang tertinggi di pusat Minangkabau. Di kaki gunung
ini terdapat sebuah kampung tua yang bernama "Pariangan". yang bisa berasal dari
"Parahiyangan". Artinya kampung para dewa atau tempat Kahiyangan, dewa bersemayam.
Dalam agama Islam tidak mengenal dewa. Ini tentu berasal dari pengaruh Hindu/Budha.
Kalau ini menjadi kamoung asal tentu jauh dari masa Adityawarman, yang baru mulai abad
ke-14. Bisa jadi kampung ini dibangun pada masa abad ke-6 ketika para migrasi India ramai
datang ke Wilayah Melayu dan pada abad ke-7 dan 8 bersaing dengan ekspansi Islam Sunnah
di Pantai Timur. Namun dalam M D Mansoer disebutkan bahwa pelarian orang Jawa
penganut Hindu ke lereng Gunung Merapi dan Singgalang terjadi dalam abad abad ke 14
ketika ada desakan dari Kesultanan Aru Barumun yang menganut agama Islam. Pengaruh
Hindu-Budha akan juga terlihat pada masa kerajaan Pagaruyung yang dibangun oleh
Aditiyawarman. Hal ini bisa dilihat dari prasasti Pagauyung 1-8 da Prasasti Saruaso. Pada
Prasasti Pagauyung 1 (1356 M) disebutkan bahwa Adityawarman merupakan Raja kerajaan
Suwarna Bhumi. Ia memounyai pengetahuan yang dalam tentang Budha Mahayana aliran
Tantrayana sekte Bairawa. Hal yang lain adalah ia juga menyatakan mempunyai siat raja
Indra, yang konon kabarnya salah satu dewa agama Hindu.
Bisa jadi pengaruh migrasi orang India sekitar abad ke 6, dan tumbuhhnya
kerajaankerajaan di Sumatera yang beragama Budha serta kemudian dengan ekspansi
kerajaan dari Jawa yang beragama Hindu-Budha setelah abad pada abad ke-13 dan
sesudahnya telah menyebarkan pengaruh dan budaya hindu di dalam masyarakat. Pengaruh
itu masih melekat sampai kini. Ada beberapa budaya di tengah masyarakat yang hidup sejak
lama.

b. Jenis-Jenis Budaya Kehidupan di Minangkabau

9
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 7

1) Bakaua
Bakaua adalah sebuah tradisi berkenaan dengan pertanian yang terdapat di
beberapa daerah Minangkabau. Tradisi ini yaitunya semacam ritual tolak bala yang
dilakukan sebelum atau bersamaan dengan kegatan turun ke sawah atau proses awal
mengerjakan sawah. Bakua dilakukan dengan memanjat doa bersama-sama pada Allah
SWT sambil berkeliling kampung dan membakar kemenyan. Masyarakat percaya Allah
SWT akan melindungi mereka dari segala marabahaya dan bencana. Saat ini, tradisi
bakaua perlahan mulai hilang di tengah masyarakat. Beberapa daerah yang masih
melakukan tradisi daerah Solok. Sijunjung, dan Tanah Datar bakaua yakni Dalam
bakaua, seluruh petani sepakat turun ke sawah secara serentak. Sebelumnya, para petani
berembuk terlebih dahulu mengenai waktu penyelenggaraan. Tidak ada sangsi bagi
petani yang tidak ikut bakaua. Sebab petani yang menggarap sawah. di luar hari yang
telah ditentukan, baik mendahului atau menyusul. mereka akan rugi sendiri karena padi
yang dulu terbit atau belakangan, akan menjadi santapan hama seperti burung, tikus dan
pianggang. Acara bakaua biasanya dipimpin oleh "orang siak" atau pemuka keagamaaan
yang ada di nagari Orang sink yang dipilih yaitunya melalui kesepakatan bersama.
Tugasnya adalah memimpin warga berdoa pada Allah. Mereka berdoa pada Allah agar
tanaman padi dapat tumbuh subur serta agar masyarakat dapat hidup rukun dan damai
terhindar dari bala bencana.
Tidak kala pentingnya, nilai keagamaan yang terkandung dalam kegiatan itu,
bukti bersyukur pada Alla SWT atas segala nikmat yang telah diberikan Nya terhadap
umut. Terutama Allah telah memberi rezeki diturunkan hujan saat turun ke sawah, hasil
panen yang melimpah, diberi rezeki yang lainnya. Sambung Ninik Mamak yang juga
seorang Buya ini patut di apresasi untuk tetap membumikan kembali budaya daerahnya,
salah satunya kegiatan bakaua. adalah contoh salah satu adat yang sampai saat ini masi
bertahan di Sijunjung "Berbanggalah kita dengan budaya sendiri, walaupun zaman
semakin maju, modem atau disebut era teknologi dan informatika," katanya.

1
0
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 7

2) Batagak Batu Nisan


Batagak batu adalah suatu prosesi dalam rangkaian peristiwa dimana seseorang
meninggal dunia dalam tatanan adat di minangkabau, ada juga di istilahkan manembok
pusaro semuanya itu walaupun beda istilah tapi prinsipnya sama yaitu menandai kuburan
(tanah tasirah) dengan batu nisan. Dalam perkembangannya sampai sekarang sesuai
dengan kemajuan zaman, kuburan (pusara) di semen, di plester, dikeramik tergantung
kemampuan masing-masing.
Batu nisan adalah penanda kuburan yang biasanya dibuat dari batu. Biasanya
ditulisi dengan nama orang yang dikebumikan di sana, tanggal lahir dan tanggal mati
(wafat). Hal ini dapat berguna bagi ahli sejarah dan ahli silsilah. Batu nisan modern juga
dapat mengandung foto orang tersebut.

3) Manjapuik Anggun-Anggun
Ria Novita Sari dalam penelitiannya yang berjudul "fungsi tradisi manjapuik
anak pisang (anak daro) dalam upacara perkawinan di Nagari Punggasan Kabupaten
Pesisir Selatan". Dalam artikelnya membahas tradisi yang selalu dilaksanakan dan
dipertahakan oleh masyarakat di Nagari Punggasan dalam melaksanakan perkawinan
adalah manjapuik anak pisang (anak daro). Manjapuik anak pisang (anak daro) menjadi
tradisi wajib bagi masyarakat Punggasan yang melakukan proses upacara perkawinan,
karena masyarakat Punggasan memandang menjapuik anak pisang itu sangat berarti.
Misna Neni dalam skripsinya yang berjudul Pai carai anggun anggun tradisi
dalam sistem perceraian di Nagari Koto Gadang Guguak Kecamatan Gunuang Talang
Kabupaten solok" yang mana peneliti membahas tentang bentuk dan unsur-unsur yang
terdapat dalam tradisi ini, dimana tradisi ini adlah suatu prosesi yang dilakukan seorang
perempuan setelah suaminya meninggal. Dalam penelitiannya peneliti memakai teori
fungsi dan semiotik untuk menganalisis objeknya.
Pakaian menjemput anggun-anggun di nagari taram terdiri dari: tutup kepala
jilbab, tengkuluk kompong kain ba k baju kurung basiba rubia beragi, kain sarung jawa,
kain sandang tanah liat, menjunjung tikar pandan berisi bantal dan pakaian satu
stel.Pakaian ini dipakai oleh dunsanak perempuan dari laki laki sesudah 100 hari istrinya

1
1
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 7

meninggal, untuk pergi menjemput anggun-anggun dan menjemput dunsanak laki


lakinya ke rumah isterinya.

4) Manjumpuik Marapulai
Merupakan acara adat paling penting dalam seluruh rangkaian acara perkawinan
menurut adat minang kabau. Proses ini, calon pengantin pria dijemput dan dibawa ke
rumah calon pengantin wanita untuk melangsungkan akad nikah. Prosesi ini juga
dibarengi mempersembahkan gelar pusaka kepada calon yang mempelai pria sebagai
tanda sudah dewasa dan akan menjadi pimpinan keluarga. Setelah selesai, pengantin pria
beserta rombongan diarak menuju kediamant mempelai wanita untuk bersanding di
pelaminan.
Selanjutnya rombongan dari keluarga calon pengantin perempuan akan
menjemput calon pengantin laki-laki dengan membawa perlengkapan berupa sirih
lengkap dalam cerana, pakaian pengantin laki-laki lengkap, nasi kuning singgang ayam,
lauk pauk, dan lainnya. Setelah prosesi sambah mayambah dan mengutarakan maksud
kedatangan, barang barang pun diserahkan. Lalu calon pengantin laki-laki beserta
rombongan akan diarak menuju kediaman calon pengantin perempuan.
Selain tiga barang bawaan wajib tersebut, di sejumlah daerah lain di sumatera
barat juga menyertakan barang yang sesuai dengan kesepakatan sebelumnya antara
kedua pihak. Di daerah pesisir sumatera barat seperti padang dan pariaman misalnya,
sesuai ketentuan pihak calon pengantin wanita membawa payung kuning, tombak janggo
janggi, dan masih ada lagi.
Sebelumnya sudah ada pembicaraan atau kesepakatan kedua pihak mempelai
seputar barang bawaan seperti uang jemputan, uang hilang, atau apapun namanya, maka
itu pun harus dibawa ke dalam prosesi ini. penghasilan kena pajak seluruh barang
bawaan ditata rapi pada wadah masing masing, dibawa heaters carano dan ditutup
dengan kain-kain beludru berusalam keemasan. Seluruh barang bawaan tersebut akan
dibawa oleh iringan rombongan dari pihak calon mempelai wanita. Konon, semakin
banyak hantaran dan rombongan yang datang maka menunjukkan kelas sosial Di dalam
acara menjemput calon mempelai pria, maka secara adat akan dilakukan:

1
2
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 7

a) Pasambahan, menghormati yang tua-tua dan yang patut patut ada di atas rumah.
b) Pasambahan, menyuguhkan sirih adat dan menyampaikan maksud kedatangan.
c) Memohon semua keluarga tuan rumah ikut mengiringkan.
d) Berterima kasih atas uraian dan hidangan yang disuguhkan.

5) Manujuah Hari, 14 hari, 40 hari


Masyarakat yang masih kental dengan budaya dan tradisi dari turunan para
leluhur mereka meski pengaruh modernisasi sudah memasuki wilayah tersebut yang
akan mengancam kelestarian dari tradisi tersebut. Untuk memperingati dan mendoakan
orang yang telah meninggal yang biasanya dilakukan pada hari pertama kematian hingga
hari ke tujuh, dan selanjutnya dilakukan pada hari ke-14, ke 40, ke-100, kesatu tahun
pertama, kedua, ketiga dan seterusnya.
Tradisi mandoa atau disebut juga dengan takziah merupakan rangkaian akhir
dalam pelaksanaan upacara kematian. Seperti dikutip dalam sebuah buku menurut adat
Minangkabau ada beberapa tahapan yang harus dilalui ada tahapan penggalian kubur,
memandikan, mengkapani, mensholatkan dan mendoakan. Masyarakat percaya bahwa
dengan melakukan ritual ini akan mempermudah jalan bagi orang yang meninggal dan
terhindar dari siksa kubur, selain itu mengaji ke rumah duka dapat memperteguh iman
dan keluarga yang ditinggalkan dapat tabah menghadapi musibah yang menimpa. Ritual
mandoa sudah mulai persiapannya pada hari pertama jenazah di kuburkan dan
dilanjutkan pada hari ketiga, ketujuh, keempat belas, keempat puluh, dan hari keseratus.
Ritual mandoa juga merupakan bentuk kepedulian orang yang masih hidup
kepada orang yang telah meninggal dan juga sebagai kewajiban bagi masyarakatnya
sebagai makhluk yang beragama dan berbudaya. Hal ini sesuai dengan ajaran agama
islam bahwa bertakziah bertujuan untuk menghibur dan mengunjungi keluarga yang
meninggal agar diberikan kesabaran dalam menghadapi musibah. Dari ajaran islam yang
dianut oleh masyarakat berkembang menjadi tradisi, dimana bertakziah tidak hanya
sekedar mengunjungi atau menghibur tetapi dalam kunjungan tersebut dimasukkan
nilainilai adat masyarakat.

1
3
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 7

Meskipun ritual-ritual kematian penuh dengan kesedihan, namun ritualritual


kematian hampir selalu memuncak dalam nada yang positif dan setuju. Karena kematian,
sebagaimana halnya dengan kelahiran, merupakan bagian dari integral yang
terusmenerus, suatu proses yang sepenuhnya kita dukung, tetapi apabila ungkapan positif
ini tidak jelas, dalam banyak masyarakat penghentian ritual ritual kematian, yang
memberi kesempatan berkumpulnya orang yang semula berserakan.
Hal ini bisa dilihat dalam suatu tradisi dalam upacara kematian yaitu tradisi
mandoa, seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa fungsi dari upacara kematian di
Minangkabau bukan hanya untuk mendoakan orang yang telah meninggal tetapi juga
memiliki sisi lain yang berguna untuk orang yang ditinggalkan yang mengandung
nilainilai yang dapat mempengaruhi perilaku sebuah masyarakat, dan bagaimana
masyarakatnya masih mempertahankan tradisi leluhur mereka sampai sekarang ini.
Tradisi mandoa pada masyarakat nagari Pauh Duo Nan Batigo merupakan salah satu
ritual penting setelah manusia mati, dimana ritual mandoa dilakukan setelah kegiatan
kegiatan upacara penguburan dilakukan. Dalam tradisi ini keluarga yang meninggal
mempersiapkan upacara mandoa dalam beberapa tahapan yaitu mandoa manigo hari
(mendoa tiga hari), mandoa manujuh hari (mendoa tujuh hari), mandoa duo kali tujuah
hari (mendoa dua kali tujuh hari), mandoa ampek puluh hari (mendoa empat puluh hari),
dan mandoa saratuih hari (mendoa seratus hari). Rangkaian upacara ini dilakukan dengan
tata cara dan ketentuan tertentu yang berlaku dalam masyarakat Nagari Pauh Duo Nan
Batigo.

C. KESIMPULAN
Secara umum faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kebudayaan adalah
pertama. faktor invention, discovery, inovation (ketiganya dapat diartikan penemuan baru)
dan kedua, kontak dengan kebudayaan lain Faktor yang ke dua, yaitu kontak (interaksi)
dengan kebudayaan lain dapat digunakan untuk menganalisis konflik dan perubahan dalam
kebudayaan merupakan sebuah proses yang berkesinambungan dalam sejarah masyarakat.
Perubahan budaya dalam kehidupan masyarakat biasanya dapat terjadi karena,
pertama masyarakat itu sendiri menginginkan sebuah perubahan (faktor internal) dan kedua

1
4
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 7

bisa juga akibat munculnya desakan dari kebudayaan atau unsur-unsur dari luar kebudayaan
itu sendiri. Sepertinya. dalam kebudayaan Minangkabau kedua faktor ini berjalan bersamaan
dan merupakan sebuah pola interaksi yang ketat sepanjang masa. Berikut akan dipaparkan
bagaimana konflik antara Islam, adat dan modernitas di Minangkabau yang pada akhirnya
terbentuk (terintegrasinya) unsur luar (agama) dan modernitas dalam kebudayaan
Minangkabau.

D. DAFTAR PUSTAKA
Hoktafiandri,Mislaini, (2022), Islam dan budaya minangkabau, Padang: Katalog Dalam
Terbitan.

REVIEW ARTIKEL
MATA KULIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU

Judul KONFLIK ISLAM, ADAT DAN MODERNITAS


DALAM BUDAYA MINANGKABAU
Nama Artikel ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA
MINANGKABAU VOL. 7
Volume Volume 7
Tahun 2023
Penulis Meisy Lusiana (2213040114)1, Muftihatul Hasanah
(2213040067)2, Nathania Ababil (2213040181)3, M.
Rifaldi (2213040144)4
Reviewer Nama : Rendi Kasabda
Nim : 2213040131

1
5
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 7

Tanggal Reviewer 09 Desember 2023


Kelebihan Artikel ini menyuguhkan materi yang sesuai dengan
pokok pembahasan sehingga menambah pengetahuan
pembacanya terkain Konflik Islan, Adat, dan
Modernitas Dalam Budaya Minangkabau,
Kekurangan/hal yang a. Spasi yang digunakan pada Judul, Nama penulis, dan
di revisi Reviewer Instansi menurut hemat reviewer masih kurang
tepat, dan diperbaiki menjadi:
1) Judul ditulis dengan font times new roman 12
cetak tebal.
2) Nama penulis font size 10 cetak tebal
3) Nama instansi font size 10 spasi tunggal, tidak di
cetak tebal.
4) Abstrak font size 11 cetak tebal dan isi tidak
cetak tebal dengan spasi tunggal.

5) Keywords font size 11 spasi tunggal, dan cetak


miring.
b. Abstrak pada artikel sebelumnya masih belum sesuai
dengan sistematika abstrak artikel ilmiah dan
reviewer berusaha memperbaiki itu.
c. Hierarki subbab dan subpoin masih kurang tepat
sebelumnya
d. Penggunaan keterangan kutipan atau bodynote masih
perlu di perbaiki
e. Bahasa selain bahasa Indonesia masih belum
seutuhnya bercetak miring

1
6
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 7

1
7
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 8

ADAT BASANDI SYARA’, SYARA’ BASANDI KITABULLAH

Nur Aflah Batubara (2213049148)1, Wahyu Pratama (2213040150)2, Nur


Atikah Siregar (2213040104)3, Ainun Mulniyati (2213040092)4

Hukum Ekonomi Syariah UIN IB


1
nuratikahsiregar0004@gmail.com
2
nuraflah@gmail.com
3
ainunmilniyati.gmail.com 4wahyupratama@gmail.com

ABSTRAK

Prinsip yang tumbuh dari kemunculan Islam di Minangkabau yaitu berbunyi adat basandi
syarak, syarak basandi kitabullah sebagai paradigma utama dalam kehidupan masyarakat
Islam. Dalam konteks ini, topik penelitian mengeksplorasi sejarah dan peran signifikan adat
tersebut dalam membentuk identitas sosial masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk
memberikan pemahaman mendalam tentang bagaimana adat lokal dapat mengakomodasi
prinsip-prinsip syarak dan bagaimana syarak menjadi panduan utama masyarakat yang
mengakar pada Kitabullah. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan studi literatur dan analisis konten untuk merinci bagaimana adat dan syarak saling
melengkapi dan berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa adat yang berlandaskan syarak menciptakan keselarasan dalam
nilainilai masyarakat, memperkuat identitas keislaman, dan memberikan dasar bagi
kehidupan sosial yang harmonis. Implikasi dari penelitian ini adalah bahwa adat basandi
syarak, syarak basandi kitabullah bukan hanya sebuah frasa, melainkan suatu realitas yang
memberikan arah dan prinsip bagi kehidupan masyarakat Muslim, memupuk nilai-nilai
ketaatan, keadilan, dan harmoni.

Kata Kunci: Paradigma, Prinsip, Panduan, Identitas, Sejarah.

A.Pendahuluan
Falsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi KIta bullah, merupakan filosofi hidup
yang di pegang dalam masyarakat Minangkabau, yang menjadikan ajaran Islam sebagai satu
satunya landasan dan atau pedoman tata pola perilaku dalam berkehidupan. Dengan kata
lain, Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Syarak Mangato, Adat Mamakai,
merupakan kerangka atau pola berkehidupan bagi orang Minangkabau, baik secara
horizontal - vertikal dengan sang maha Pencipta, maupaun secara horizontal - horizontal
antar sesama manusia, ataupun dengan makhluk lain di alam semesta. Selain adat yang

1
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 8

dipegang teguh oleh orang Minang yangmenjadi sumber/pedoman dalam mendidik anaknya
yaitu syara’ (agama).Syara’ (agama) juga menjadi pedoman orang tua dalam mendidik
anaknya. Dikarenakan dalam rentang waktu yang cukup panjang, adat dan syara’(agama)
telah mendarah daging dalam kehidupan orang Minang.Sumber belajar yang diserap
manusia adalah alam dimana ia hidup, dan inijuga menjadi pedoman orang Minang, seperti
terdapat dalam pepatah merekayaitu “alam takambang jadi guru” (alam terkembang menjadi
guru).
Alam adalah ciptaan Allah SWT yang serba teratur, maupun kaidah-kaidahnya
punbersifat permanen. Tak ada yang berdiri sendiri di alam ini, semuanya selaluada
bandingannya, ada sakit ada senang, ada siang ada malam, ada baik adaburuk dan seterusnya.
Pembacaan terhadap alam oleh nenek moyang orangMinang dijadikan pedoman hidup, yang
mereka sebut dengan nama adat, dalampepatah disebutkan, “adat nan indak lapuak dek
hujan, indak lakang dek panehdan nan di bubuik indak layua diasak indak mati”, artinya adat
tidak bisa berubah dan dibatalkan begitu saja.
Wahyu dan tanda-tanda alam pada hakikatnya adalah pedoman hidup yang beriringan
satu dengan yang lainnya. Bagi orang Minang kedua pedoman ini sudah dibakukan dalam
kata putus “Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah”, “Syara’ Mangato adat
mamakai”, “adat yang kawi, syarak yang lazim”, artinya adat berlandasakan agama, agama
berlandaskan kitabullah, aturan adat mengikuti aturan agama, adat tidak akan berdiri kalau
tidak dikawikan atau tidak dikuatkan.

B.Pembahasan

1. Adat Nan Qawi, Syarat Nan Lazim


"Adat yang kawi, syarak yang lazim." Artinya adat tidak akan berdiri kalau tidak
dikawikan atau dikuatkan . "Kawi" berasal dari bahasa Arab "qawyyun" berarti kuat. Syarak
tidak akan berjalan kalau tidak dilazimkan atau diwajibkan. Lazim artinya biasa, namun lebih
aktif dari wajib. Wajib artinya berdosa kalau ditinggalkan. Lazim artinya berpahala atau
dikerjakan. "Zim" dikenakan sanksi siapa yang tidak mengerjakannya. Dengan "adat yang
kawi syarak nan lazim" inilah Minangkabau ditegakkan dengan aman dan tertib.

2
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 8

Masuknya syariat dalam tatanan adat, membuktikan terjadinya formasi sosial dalam kultur
masyarakat Minangkabau. Formasi sosial ini menjadi acuan kongkrit dalam masyarakat
Minangkabau untuk menstrukturisasi struktur sosial. Konstribusi Islam dalam hal ini adalah,
mencairkan kebekuan format adat dalam otoritas kekuasaan raja. Syariat mengkonstruksi
ulang adat kearah yang lebih fleksibel, sehingga adat dapat mengalami perluasan-perluasan
dalam menghadapi perubahan masyarakat. Untuk memenuhi tuntutan zaman tersebut, dalam
masyarakat Minangkabau dikenal stratifikasi adat, mulai dari yang bersifat absolut sampai
pada adat yang longgar dan dapat dirobah sesuai dengan konteks zaman, asalkan perubahan
itu tidak bertentangan dengan yang absolut. Stratifikasi adat ini disebut dengan adat nan
ampek (adat yang empat) yaitu: Adat nan sabana adat, Adat yang diadatkan, Adat yang
teradat, Adat istiadat.
Adat nan sabana adat (adat yang sebenar adat) yakni adat yang paling tinggi dan
bersifat umum. Adat ini merupakan nilai dasar yang berbentuk hukum alam yang tidak dapat
dirubah dan dipungkiri.Sedangkan adat yang diadatkan, adat yang teradat dan adat istiadat
dapat berubah sesuai dengan kesepakatan penghulu dan adat salingka nagari (adat selingkar
nagari) sekaligus dapat dipengaruhi oleh berbagai budaya yang datang dari luar asalkan tidak
bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam konteks ini terdeskripsikan bahwa Islam dalam
tatanan adat Minangkabau bukan mengunci kekakuan, tetapi memberikan dinamisasi yang
luas. Hal ini sebagai implikasi dari pada konstribusi tradisi Islam dalam formasi sosial
masyarakat. Menurut Gellner tradisi Islam dapat dimodernisasi; cara operasinya bukan
dengan inovasi atau konsensi kepada pihak-pihak luar, tetapi sebagai kelanjutan atau
penyelesaian atas sebuah dialog lama dalam Islam, antara ortodok dengan penyimpangan;
pertarungan lama antara pengetahuan dan kebodohan; antara tata tertib politik dengan anarki,
antara peradaban dengan barbaraisme, antara kota dan desa, antara hukum Tuhan dengan
adat istiadat manusia. Falsafah ini merupakan transformasi kebudayaan yang dibawa oleh
semangat religious revolution. Menurut Reid religious revolution mentransformasi
peradaban kebudayaan dari sistem keagamaan lokal kepada sistem keagamaan Islam. (Azra,
1999, p. 20).
Dalam transformasi ini tidak hanya merubah dari format lama ke format baru, tetapi
juga memberikan desain-desain dan patron-patron yang menengahi peradaban dengan

3
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 8

berbagai pengejawantahan. Walaupun adat dan syarak bersumber dari dua sumber budaya
yang berbeda tetapi kedua-duanya secara fundamental memiliki kesamaan dan kesejalanan
cara pandang. Adat di satu sisi adalah ajaran kehidupan yang bersifat filosofikal kultural dan
menawarkan kearifan-kearifan budaya (cultural wisdom) dengan berguru pada alam yang
bersifat kauniyah (kontekstual) dengan referensinya alam takambang jadi guru. Sementara
syarak adalah norma dan paradigma agama yang berorientasi transendental dan mengacu
pada kitab suci Alquran dan Hadis, yang bersifat qauliyah (absolut). Falsafah adat
memberikan konstribusi terhadap psikologis dimana adat mengacu kepada ajaran budi dan
kearifan budaya, sementara Islam memberi isi kepada hal yang bersifat metafisikal dan
supranatural. (Naim, 2000, p. 3).
Falsafah adat yang berlandaskan syariat ini, sekaligus membentuk mode of religious
masyarakat Minangkabau yang Islami. Maka secara praktis menunjukan bahwa tidak ada
masyarakat Minangkabau non Islam. Berdasarkan hal ini pula Hamka menyimpulkan, sulit
memisahkan antara adat dan agama dalam masyarakat Minangkabau. (Hamka, 1985, p. 22).
Penegasan falsafah dalam budaya Minangkabau merupakan haluan yang memiliki
kekuatan hukum ilahiah. Deskriptif ilahiah ini mewarnai terminologi-termonilogi dan
simbolisasi dalam satu kesatuan budaya. Setidaknya, bentuk kepemimpinan Minangkabau
yang dibangun oleh tiga kekuatan yang disebut dengan tunggu tigo sajarangan ( pemerintah,
ulama dan pemuka masyarakat), sebagai fakta dan realita objektif dari simbolisasi serta
konsekuensi terminologi ke Islaman yang masuk ke dalam falsafah, sehingga terwujud
dimensional new cultur yang berupa adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Adat
basandi syarak, syarak basandi kitabullah kemudian menjadi falsafah yang mengkatrol
tindakan, perbuatan dan mengakumulasi kultur Minangkabau dalam satu kesatuan yang
memiliki kearifan budaya yang dilindungi oleh kekuatan internal metafisikal dan
supranatural (Anwar, 1997)

2. Syarak mangato, Adat Mamakai


Ungkapan “Syarak mangato adat memakai” merupakan kelanjutan dari pepatah yang
berbunyi adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah yang artinya agama islam sebagai

4
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 8

ajaran dan landasan pokok yang mengatur segala sisi kehidupan memberikan fatwa atau
tuntunan yang kemudian dalam bentuk praktisnya dilaksanakan oleh adat. Lebih lanjut Buya
Hamka menjelaskan bahwa falsafah adat minangkabau “ adat basandi syarak syarak basandi
katabullah, syarak mangato adat mamakai, alam takambang jadi guru ” sebagai berikut:

a. “Syarak mangato adat mamakai” kata syarak diambil dari al-Qur’an, sunnah dan fiqih,
akhirnya dipakai dalam adat.
b. “Syarak bertelanjang adat bersamping”, maknanya syarak terang dan tegas dalam
menentukan suatu hukum, sedangkan adat diatur berdasarkan prosedur yang benar
berdasarkan membaca yang tersurat, tersirat dan tersusruk, selanjutnya juga
mempertimbangkan sesuatu itu dengan seksama dan bijaksana.
c. “adat yang kawi, syarak yang lazim”, artinya adat tidak akan berdiri kalautidak
dikawikan atau tidak dikuatkan. ( kawi ) berasal dari bahasa arab“Qowiyyun” bararti
kuat. Syarak tidak akan berjalan kalau tidak dilazimkan atau tidak diwajibkan. Lazim
artinya biasa, namun lebih aktif dari wajib. Wajib artinya berdosa kalau ditinggalkan,
lazim artinya nerpahala kalau ditinggalkan (Hamka, 1985, p. 137).

Didalam bukunya adat basandi syarak prof. Dr. H. Salmadanis MS, MA. Menjelaskan
bahwa ajaran adat yang bersifat penghalusan budi bersintesis dengan ajaran islam yang
bersifat lebih penghalusan budi (akhlak al-karimah), tetapi yang sekarang dihubungkan
dengan kepercayaan kepada Allah SWT serta Muhammad Rasulullah SAW panutan utama
akan kehalusan budi itu.dalam proses pengintegrasian dan sintesis dari kedua sumber budaya
ini kata sepakat akhirnya dibuhul dengan perjanjian bukit muara palam tertuang dalam
bentuk pepatah adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah(adat mesti didasarkan pada
agama,agama berdasarkan kitabullah).hal itu diperkuat lagi dengan pepatah pepatah lain
sebagai penjelasan dan pendampingnya seperti ungkapan yang sedang dibahas saat ini
syarak mangato adaik memakai( agama islam memberikan fatwa adat
yangmelaksanakannya). Syarak batalanjang adaik basisampiang (agama bersifat tegas dan
lugas sedangkan adat mesti dilakukan sesuai dengan kondisi). Adaik buruak dibuang adaik
baik dipakai maksudnya adaik yang baik yang sesuai dengan norma islam harus

5
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 8

dipertahankan sementara adat adat yang buruk yang bertentangan dengan nilai-nilai islam
harus dibuang. Syarak jo adaik bak aua jo tabiang sanda manyanda kaduonyo (antara adat
dengan agama itu layak nya aur dan tebing yang Saling memperkuat).syarak nan kawi adaik
nan lazim( agama bersifat permanen adat bersifat pembiasaan) (Salmadanis, 2003, p. 13).

3. Pemahaman bimbingan syarak dalam kaedah adat


Masyarakat adat berpegang adat bersendi syariat dan syariat yang bersendikan
Kitabullah, sebenarnya memahami bahwa kaedah-kaedah adat dipertajam makna dan
fungsinya oleh kuatnya peran syariat. Pelajaran- pelajaran sesuai syara’ itu, antara lain dapat
di ketengahkan.
a. Mengutamakan prinsip hidup berkeseimbangan
Nikmat Allah, sangat banyak. “Dan jika kamu menghitung-hitung ni’mat
Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-
benar Maha Pengampun lagi maha Penyayang”(QS.16, An Nahl : 18). Hukum Syara’
menghendaki keseimbangan antara hidup rohani dan jasmani ; “Sesungguhnya jiwamu
(rohani-mu) berhak atas kamu (supaya kamu pelihara) dan badanmu (jasmanimu) pun
berhak atasmu supaya kamu pelihara” (Hadist). Keseimbangan ini semakin jelas wujud
dalam kemakmuran di ranah ini, seperti ungkapan ; “Rumah gadang gajah maharam,
Lumbuang baririk di halaman,Rangkiang tujuah sajaja, Sabuah si bayaubayau,
Panenggang anak dagang lalu, Sabuah si Tinjau lauik, Birawati lumbuang nan
banyak, Makanan anak kamanakan. Manjilih ditapi aie, Mardeso di paruik
kanyang.Sesuai bimbingan syara’,” “Berbuatlah untuk hidup akhiratmu seolah -olah
diperkuat lagi dengan pepatah pepatah lain sebagai penjelasan dan pendampingnya
seperti ungkapan yang sedang dibahas saat ini syarak mangato adaik memakai( agama
islam memberikan fatwa adat yang kamu akan mati besok dan berbuatlah untuk hidup
duniamu, seolah-olah akan hidup selama-lamanya” (Hadist).

b. Kesadaran kepada luasnya bumi Allah, merantaulah


Allah telah menjadikan bumi mudah untuk digunakan. Maka berjalanlah di
atas permukaan bumi, dan makanlah dari rezekiNya dankepada Nya lah tempat kamu

6
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 8

kembali. “Maka berpencarlah kamu diatas bumi, dan carilah karunia Allah dan (di
samping itu) banyaklah ingat akanAllah, supaya kamu mencapai kejayaan“, (QS.62,
Al Jumu’ah : 10). Agar supaya “jangan tetap tertinggal dan terkurung dalamlingkungan
yang kecil”, dan sempit (QS.4, An Nisak : 97). Karantau madang di hulu babuah
babungo balun. Marantau buyuang dahulu di rumah paguno balun.
Ditanamkan pentingnya kehati-hatian,“Ingek sabalun kanai, Kulimek sa-balun abih,
Ingek-ingek nan ka-pai, Agak-agak nan katingga”.

c. Mencari nafkah dengan “usaha sendiri”


Memiliki jati diri, self help dengan tulang delapan kerat dengancara amat
sederhana sekalipun “lebih terhormat”, daripada meminta-minta dan menjadi beban
oranglain, “Kamu ambil seutas tali, dan dengan itukamu pergi kehutan belukar mencari
kayu bakar untuk dijual pencukupkan nafkah bagi keluargamu, itu adalah lebih baik
bagimu dari pada berkeliling meminta-minta”. (Hadist). Membiarkan diri hidup dalam
kemiskinantanpa berupaya adalah salah , “Kefakiran (kemiskinan) membawa orang
kepada kekufuran (keengkaran)“ (Hadist).

d. Tawakkal dengan bekerja dan tidak boros


Tawakkal, bukan “hanya menyerahkan nasib” dengan tidak berbuatapa-apa,
“Bertawakkal lah kamu, seperti burung itu bertawakkal“ (Atsardari Shahabat).
Artinya, pemahaman syarak menanamkan dinamika hidup yang tinggi. e. Kesadaran
kepada ruang dan waktu
Menyadari bahwa peredaran bumi, bulan dan matahari, pertukaran malam dan
siang, menjadi bertukar musim berganti bulan dan tahun adalah hukum alam semata.
“Kami jadikan malam menyelimuti kamu(untuk beristirahat), dan kami jadikan siang
untuk kamu mencari nafkahhidup“. (QS.78, An Naba’ : 10-11). Ditananamkan kearifan
akan adanya perubahan-perubahan. Yang perlu dijaga ialah supaya dalam segala
sesuatu harus pandai mengendalikan diri, agar jangan melewati batas, dan berlebihan,
“Ka lauik riak mahampeh, Ka karang rancam maaruih, Ka pantai ombak mamacah.
Jiko mangauik kameh-kameh, Jiko mencancang, putuih-putuih, Lah salasai mangko-

7
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 8

nyo sudah”.Artinya, pemahaman syarak menekankan kepada kehidupan yang dinamis,


mempunyai martabat (izzah diri), bekerja sepenuh hati, menggerakkan semua potensi
yang ada, dengan tidak menyisakan kelalaian ataupun ke-engganan. Tidak berhenti
sebelum sampai. Tidak berakhir sebelum benar-benar sudah.

C. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa adat basandi syarak, syarak basandi
kitabullah adalah rumusan hubungan antara adat Minangkabau dengan agama Islam.
Rumusan ini tidak begitu saja muncul, tetapi melalui perjalanan panjang, konflik sosial,
konflik budaya sampai pada terjadinya konflik fisik (senjata).
Rumusan falsafah adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah yang sampai
sekarang masih dipegang oleh masyarakat Minangkabau, dan dijadikan dasar gerakan dan
perjuangan untuk menciptakan masyarakat Minangkabau yang beragama dan beradat. adat
dianggap menjadi abadi karena identik denganhukum alam. Dalam “kodifikasi” aturan adat,
kemudian ditambahkan dimensisyariat.
Doktrin Islam tidak dimaksudkan untuk menggantikan adat setempat,namun sejak
semula ia ditempatkan dalam kategori adat tertinggi. Al Qur’andan Hadis ditempatkan
sebagai prinsip-prinsip abadi dan seharusnyamembimbing kegiatan-kegiatan sekuler
(keduniaan) dan rohaniahmanusia. Dengan demikian, masuknya agama Islam tidaklah secara
serius mengancam akar-akar dasar masyarakat Minangkabau, bahkan menambah
kekayaankultural. Oleh karena itulah,konflik antara agama dan adat menjadi tidak ada.
Tradisi lama Minangkabaudidasarkan pada kearifan bahwa alam harus dijadikan guru,
sedangkan didalam Al Qur’an, Allah SWT berfirman bahwa melalui alam Ia
mengungkapkanbeberapa rahasia kepada mereka yang sanggup menafsirkan alam secara
tepat(QS. 88:17-20). Namun demikian, ajaran agama baru menjadi undang-undangadat
setelah melalui proses musyawarah. Hal ini tercermin dalam ungkapantradisi Minangkabau:
“Syara’ nan lazim, adaik nan qawi”, yang artinyasyariat baru berarti kalau dikuatkan dengan
adat.

8
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 8

D. DAFTAR PUSTAKA

Anwar, C. (1997). Meninjau Hukum Adat Minangkabau. Jakarta: Rineka Cipta .

Azra. (1999). Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: PT.Logos Wacana Ilmu.

Hamka. (1985). Islam dan Adat di Minangkabau. Jakarta: Panji Mas .

Naim, M. (2000). Konflik dan Konsensus Antara Adat dan Syarak di Minangkabau. Bukittinggi:
Makalah Seminar ABS-SBK Gebu Minang III.

Salmadanis. (2003). Adat Basandi Syarak . Jakarta: Kartina Insan Lestari.

REVIEW ARTIKEL
MATA KULIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU

Judul ADAT BASANDI SYARA’, SYARA’ BASANDI KITABULLAH


Nama Artikel ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU
VOL. 8
Volume Volume 8
Tahun 2023
Penulis Nur Aflah Batubara (2213049148)1, Wahyu Pratama (2213040150)2,
Nur Atikah Siregar (2213040104)3, Ainun Mulniyati (2213040092)4
Reviewer Nama : Rendi Kasabda
Nim : 2213040131
Tanggal Reviewer 09 Desember 2023
Kelebihan Artikel ABS-SBK ini telah memaparkan materi yang mudah dipahami
karena ditambah keterangan tahun sejarah yang diteliti oleh penulis
dan telah berusaha memaparkan keterangan kutipan(bodynote).

9
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 8

Kekurangan a. Spasi yang digunakan pada Judul, Nama penulis, dan Instansi
menurut hemat reviewer masih kurang tepat, dan diperbaiki
menjadi:
1) Judul ditulis dengan font times new roman 12 cetak tebal.
2) Nama penulis font size 10 cetak tebal
3) Nama instansi font size 10 spasi tunggal, tidak di cetak tebal.
4) Abstrak font size 11 cetak tebal dan isi tidak cetak tebal dengan
spasi tunggal.
5) Keywords font size 11 spasi tunggal, dan cetak miring.

b. Pada Pendahuluan sebelumnya posisi subbab tidak tepat dengan


posisi subtema.

c. Abstrak pada artikel ini sebelumnya masih perlu diperbaiki


menurut hemat reviewer.

d. Penggunaan tanda cetak miring pada bahasa selain bahasa


Indonesia masih minim dan reviewer berusaha meminimalisir hal
itu.

e. Kata kunci pada abstrak telah di revisi oleh reviewer

1
0
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 9

ISLAM DAN TRADISI LOKAL MINANGKABAU

Maryathul Qiftia 22130401241, Rendi Kasabda 22130401312, Sayyibahtul Aslamiah 22130401383,


Raudatul Jannah Batubara 22130401554

Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah


1
Maryathulqiftia02@gmail.com
2
Rendikasabda@gmail.com
3
Sayyibahtulaslamiah120902@gmail.com
4
Jraudatul355@gmail.com

Abstrak

Islam dan Tradisi Lokal dalam Minangkabau merupakan dua hal yang menjadi identitas dan ciri khas
masyarakat Minangkabau. Meskipun dua unsur ini tidak memiliki hubungan yang harmonis dalam
awal sejarahnya. Artikel ini membahas tentang Islam dan Tradisi Lokal Minangkabau dalam wilayah
kehidupan masyarakat Minangkabau yang menjadikan Islam sebagai identitas dengan tetap memiliki
Tradisi Lokal sebagai ciri khas.Tulisan ini bertujuan menjelaskan bagaimana proses Islam dan Tradisi
Lokal Minangkabau muncul dan berkembang hingga kehidupan masyarakat lokal yang ditopang oleh
keluhuran budi yang arif, bijaksana, keteladanan, dan cendekia perwujudan dari nilai-nilai islam.
Contoh seni tradisional yang mencerminkan hal tersebut adalah randai Minangkabau. Metode
Pengumpulan, analisis, dan interpretasi data menggunakan literatur Asosiatif. Hasil ditemukan,
bahwa Penerapan nilai-nilai Islam merupakan cerminan dalam kehidupan sehari-hari pada setiap
aktivitas dalam sosial kemasyarakatan dan berkesenian di Minangkabau senantiasa berhubungan
dengan penerapan ajaran Islam dan ajaran adat seperti banyaknya nilai seni,moral,dan falsafah yang
terkandung didalamnya. Implikasinya dengan jelas nilai-nilai Islam menjadi landasan nilai seni,
moral dan falsafah dalam Tradisi Lokal Minangkabau.

Kata Kunci: Identitas, Ciri Khas, Randai, Falsafah, Nilai Seni.

A. PENDAHULUAN

Islam sebagai agama yang dikenal masyarakat di Minangkabau sekitar abad-16 Masehi.
Agama Islam yang berkembang di Minangkabau ini telah diwarnai oleh pemikiran tasawuf
dan dipengaruhi oleh sufisme melalui tarekat yang tidak terlepas dari kehidupan sosial
budaya, secara perlahan Islam mengganti kepercayaan serta pandangan hidup animisme dan
dinamisme menjadi aqidah Islam yang benar. Masyarakat Minangkabau telah diislamkan
oleh pedagang-pedagang Arab yang berlayar dari Malaka menyusuri Sungai Kampar dan
Indragiri pada abad ke- 15 dan 16 M. Ketika itu Malaka dikuasai oleh Portugis pada tahun
1511 M, hal ini mengakibatkan pindahnya jalan perdagangan melalui pantai barat pulau

1
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 9

Sumatera. Pantai barat Sumatera yang kala itu dikuasai oleh kerajaan Pasai yang
memperkenalkan agama baru yang mereka anut yaitu Islam, penyebaran agama Islam
dipusatkan di daerah masyarakat sepanjangan rantau pesisir Minangkabau. Islam dan Tradisi
Lokal Minangkabau Dilihat dari sudut pandang estetika dan etika, seni tradisi turut menjadi
alat pengucapan komunikasi emosi estetis antarmanusia terkait dengan pengalaman dan
perasaan yang memiliki nilai seni untuk keselarasan hubungan sosial berlandaskan
keyakinan Bersama. Seni tradisional sangat identik dengan kearifan budaya lokal. Melalui
eksistensi pertunjukannya, seni tradisi merepresentasikan. kehidupan masyarakat lokal yang
ditopang oleh keluhuran budi yang arif, bijaksana, keteladanan, dan cendekia. Contoh seni
tradisional yang mencerminkan hal tersebut adalah randai Minangkabau. Unsur seni
pertunjukan meliputi sastra, kaba, musik, tari, gerak silat, tari, dan dendang menguatkan
alasan perlunya untuk dilestarikan.

B. PEMBAHASAN
1. Sejarah Agama Islam Di Minangkabau

Suku Minangkabau merupakan salah satu dari etnis utama bangsa Indonesia yang
menempati bagian tengah Pulau Sumatera, tepatnya di provinsi Sumatera Barat. Sekalipun
secara statistik orang Minangkabau kira-kira hanya 3% dari seluruh penduduk Indonesia.
Minangkabau merupakan etnis utama yang keempat setelah Jawa, Sunda, dan Madura.
Terbilang Sumatera Barat (Minangkabau) merupakan kelompok etnis terbesar. Minangkabau
adalah wilayah kultural. secara administratif Minangkabau disebut dengan provinsi
Sumatera Barat. Eksistensi Minangkabau di ranah nasional bukan karena budaya saja.
Melainkan melahirkan tokoh-tokoh berpengaruh untuk kemerdekaan Indonesia hingga saat
ini. Mulai dari tokoh politik hukum hingga tokoh Islam banyak dicetuskan di tanah beradab
ini(Viandri,Mislaini 2022:53).

Diskursus Islam untuk Minangkabau adalah bentuk dari kesatuan. Masyarakat


Minangkabau merupakan kelompok sosial yang secara pasti sebagai pemeluk agama Islam.
Kecil kemungkinan melihat orang Minang beragama selain Islam. Memang Islam adalah
agama yang bertandang ke negeri Minangkabau tapi ketahanan Islam di Minangkabau

2
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 9

Cukup Sampai saat ini dirasakan. Secara historis, Islam datang ke Minangkabau dari jalur
perdagangan. Masuknya Islam ke Minangkabau mengubah kerajaan Pagaruyung yang pada
awalnya beragama Hindu. Ketika itu, seorang raja Pagaruyung yang bernama Sultan Alif
memeluk Islam pada abad 17. Dakwah islam pun sampai kepadanya melalui Kerajaan
Samudra Pasai Islam yang menguasai perdagangan Sumatera pada waktu itu.

Pengkajian Islam tidak akan menarik jika tidak mengetahui pelaku dari
penyebarannya. Pada satu sisi, Islam pertama kali masuk dan banyak dikenal di daerah
pesisir Minangkabau. Terlihat jelas salah satu tokoh penyebarannya ialah Syekh
Burhanuddin Ulakan. Ia juga dikenal sebagai ulama Sufi pertama yang membawa tarekat
Syathariyyah ke Ranah Minang. Dalam struktur sosial warga Minangkabau, keberadaan
ulama sangatlah berarti.Ulama adalah satu diantara tiga faktor pemimpin yang diketahui
dengan istilah tungku tigo sajarangan.Sebab bisa dikutip, bahwa ulama sudah memainkan
peranan yang krusial di alam Minangkabau, semenjak masuknya agama Islam. seorang
ulama dianggap bukan berdasarkan Diploma yang dipegangnya, tapi murni karena keilmuan
yang dituntutnya sekian lama. sedari kecil menempati Surau, belajar ilmu alat tata (bahasa
Arab), kemudian tamat kaji membaca Alquran.

Pola belajar ulama Minangkabau tidak akan terlepas dari Surau sebagai tempat
menimba ilmu.Setelah menyelesaikan studi ke beberapa surau-surau di Minangkabau,
barulah muncul beberapa spesifikasi keilmuan (Konsentrasi ilmu) Dari banyaknya cabang
ilmu dari agama Islam.Tergolong ilmu yang diperlukan oleh masyarakat Minangkabau itu
ada tiga. tauhid (Aqidah), tasawuf (tarekat), dan fiqih (tata cara ibadah dan muamalah).
sehingga para ulama mesti membuat karya ilmiah berupa kitab klasik sebagai penunjang
(bacaan) untuk masyarakat Minangkabau. klasifikasi ini hadir pada awal abad 20. Ketika
pergolakan ulama kaum tua dan kaum muda berada pada puncaknya.

Dimulai dari tauhid sebagai ilmu awal untuk memahami konsep beragama Islam.
Tokoh-tokoh ulama kaum tua dan muda tidak begitu risau dengan kajian aqidah ini. kedua
belah pihak setuju akan pemahaman sifat 20 yang wajib bagi Allah SWT. Sifat 20 ini disebar
oleh Syekh Janan Thaib dan Muhammad Dahid gelar Malin bonso Koto Tangah
Padang.Serta di-taqrizh dan di-tahqiq oleh Tuanku Haji Muncak Lubuk Alung, Guru

3
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 9

Muhammad Shaleh Tujuh Koto Pariaman, Guru Faqih Muhammad Shaleh Anduring,
Padang, Tuanku Haji Marzuki Sukomananti, Talu, Guru Syafi’i (tamatan Jaho), Tuanku
Pakiah Sati, ulama Koto Tangah, Tuanku Haji Khatib Umar (guru Tarbiyatul Ishlah, Koto
Tangah), Tuanku Haji Muhammad Kajai Talu, dan Tuanku Syekh Abdul Majid Lubuk
Landur (Pasaman Barat). Lanjut dengan tasawuf, perihal maraknya praktik tarikat di
Minangkabau. Para ulama nampak berbeda mengenai tarikat apa yang mula-mula di anut
oleh masyarakat Minangkabau. Sebagian mengungkapkan bahwa Tarikat Syathariyyah
berperan menumbuhkan akarnya di Minangkabau, hal ini dibuktikan dengan eksistensinya
surau Ulakan yang dipimpin oleh ulama besar Syekh Burhanuddin Ulakan sebagai sentral
jaringan ulama-ulama Minangkabau. Ditambah dengan eksistensi Surau Taram sebagai
sentral Tarikat Naqsyabandiyah, yang kabarnya telah ada sebelum kepulangan Syekh
Burhanuddin. Azra pun menyebutkan seorang tokoh Naqsyabandiyah asal Minangkabau,
Jamaluddin di abad 17, yang mula belajar di Pasai, lalu berlayar ke Baitul Faqih, Aden,
Haramain, Mesir dan India.

Terakhir pada masalah fiqih, secara umum di nusantara sekalipun mazhab yang
dipegang adalah Syafi’i. Di antara masalah-masalah fiqih yang menjadi perbincanga hangat
diawal di Minangkabau adalah masalah taqlid, melafazkan niat, maulid Nabi Muhammad,
pembagian harta, pembacaan qunut, dan masalah furu’ lainnya. Ulama-ulama yang
bergelimang ke muara ilmu ini ialah tokoh-tokoh besar yang dikenal hingga sekarang.
Ulama-ulama itu ialah Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, H. Abdul Karim Amarullah
(kaum muda), Syekh Khatib ‘Ali, dan Syekh Sulaiman ar-Rasuli (kaum tua)
(Viandri,Mislaini 2022:54-56).

2. Tradisi Lokal Minangkabau

Islam dan Tradisi Lokal Minangkabau Dilihat dari sudut pandang estetika dan etika,
seni tradisi turut menjadi alat pengucapan komunikasi emosi estetis antarmanusia terkait
dengan pengalaman dan perasaan yang memiliki nilai seni untuk keselarasan hubungan
sosial berlandaskan keyakinan bersama (Murniati, 2015:26; Sedyawati, 2006:124). Seni
tradisi etnis Minangkabau, contohnya, memiliki keberagaman unsur estetika dan etika

4
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 9

kultural yang mencerminkan komunikasi manusia dengan alam yang bersifat normatif
(Rustiyanti, at. all, 2013; Hasanuddin, 2015).

Permasalahannya saat ini, perkembangan teknologi global mulai mengikis nilainilai


kearifan budaya lokal. Memang tidak dapat dipungkiri, kemajuan teknologi berpengaruh
positif pada terbentuknya trend budaya berbasis teknologi digital, tetapi fenomena tersebut
memembawa dampak pada berkurangnya apresiasi masyarakat terhadap seni tradisional
(Ngafifi, 2014; Rustiyanti, 2014).

Seni tradisional sangat identik dengan kearifan budaya lokal. Melalui eksistensi
pertunjukannya, seni tradisi merepresentasikan. kehidupan masyarakat lokal yang ditopang
oleh keluhuran budi yang arif, bijaksana, keteladanan, dan cendekia. Contoh seni tradisional
yang mencerminkan hal tersebut adalah randai Minangkabau.

Randai Minangkabau berasal dari permainan rakyat generasi muda (dalam istilah di
Minangkabau adalah anak nagari) zaman tradisional. Navis (2015: 276) menjelaskan, istilah
randai kemungkinan berasal dari kata andai-andai dengan awalan barsehingga menjadi
berandai-andai yang artinya berangkaian secara berturut-turut atau suara yang bersahut-
sahutan. Sumber lain, Kayam (dalam Zulkifli, 2013: 32) menyatakan, istilah randai berasal
dari bahasa Arab, yaitu rayan-li-da-I yang sangat dekat dengan kata da-I, ahli dakwah dari
gerakan tarekat Naqsyahbandiyah.

Randai adalah gambaran identitas masyarakat Minangkabau yang sangat kuat


dengan falsafah, etika, dan pelajaran hidup orang Minang yang berpusat pada alam semesta
(Primadesi, 2013: 179). Randai menggambarkan kearifan lokal masyarakat Minangkabau,
melekat pada fisik sekaligus batin individu yang membentuk keutuhan masyarakat bernagari.
Nilai-nilai kesenian tradisional dalam randai menjadi representasi norma dan kebiasaan yang
berlaku di masyarakat Minang; kesenian dianggap rancak (bagus, elok) apabila tidak
menyimpang dari norma adat, dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat Minangkabau
(Arzul, 2015: 108).

Unsur dialog dalam randai, misalnya, menjadi satu unsur yang bermuatan nilai-nilai
karakter kerja sama komunikatif dan patut dipahami dan ditanamkan kepada generasi muda
(Arzul, 2015:113). Selain itu, kompleksitas unsur seni pertunjukan meliputi sastra, kaba,

5
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 9

musik, tari, gerak silat, tari, dan dendang menguatkan alasan perlunya untuk dilestarikan
(Primadesi, 2013; Wulandari, 2015).

Permasalahan lain yang penting dicermati, saat ini seni pertunjukan randai di
Minangkabau masih didominasi oleh eksplorasi dari segi seni hiburan saja. Pertunjukan
randai oleh kelompokkelompok kesenian randai memang masih terus berlangsung, namun
masih berkisar sebagai seni pertunjukan saja. Demikian juga halnya dengan kajian ilmiah
akademis terhadap randai Minangkabau, saat ini masih dominan pada aspek etika dan
estetika seni tari dan teater saja. Kajian terhadap unsur-unsur nilai dan kearifan budaya lokal
Minangkabau dalam randai masih kurang. Fakta tersebut menunjukkan perlunya langkah
percepatan kajian ke arah tersebut sebelum randai terdiskriminasi oleh budaya asing. Dengan
asumsi, untuk membuka jalan ke arah tersebut, maka penelitian ini bertujuan menggali dan
menganalisis kearifan lokal budaya Minangkabau yang terdapat dalam seni pertunjukan
tradisional randai. Diharapkan kajian ini akan menjadi bagian dari upaya akademik untuk
menggali kearifan lokal dalam seni pertunjukan tradisional serta langkah lanjut untuk
pelestariannya yang belum ada sebelumnya.

Relevan dengan permasalahan tersebut, beberapa peneliti lain telah mengkaji randai
dalam ragam konteks dan sudut pandang penelitian. Penelitian yang mengkaji kesenian
randai dilihat dari estetika tari Minangkabau dilakukan oleh Rustiyanti (2014), yang
menyatakan bahwa dilihat dari aspek estetika tari, randai bagi masyarakat Minangkabau
diartikan sebagai olah gerak dan rasa yang dikenal dengan istilah pamenan (permainan).

Syuriadi dan Hasanuddin WS (2014) meneliti Nilai-nilai Pendidikan dalam Teks


Cerita Randai “Malangga Sumpah” Karya Lukman Bustami Grup Randai Bintang Tampalo
Kenagarian Padang Laweh Kabupaten Sijunjung. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa
nilai-nilai pendidikan dalam naskah randai tersebut mencakup nilai religius, nilai pendidikan
ketangguhan, nilai pendidikan kepedulian, serta nilai-nilai kejujuran. Selanjutnya Primadesi
(2013) memfokuskan kajian penelitiannya pada cara preservasi pengetahuan dalam
pertunjukan randai Minangkabau. Preservasi tersebut meliputi sosialisasi, kombinasi,
eksternalisasi, dan internalisasi. Dari model preservasi tersebut disimpulkannya bahwa
pewarisan pengetahuan randai Minangkabau dapat dilakukan dengan cara sosialisasi, yaitu

6
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 9

interaksi antara anak randai dengan tetua-tetua dalam kelompok randai. Kechot (2009)
meneliti sejarah perkembangan randai dan unsur-unsur randai Minangkabau di Negeri
Sembilan Malaysia. Sementara itu, Suryadi (2014) meneliti studi kasus Randai sebagai genre
seni pertunjukan di Minangkabau dalam konteks industri rekaman dan kebudayaan di
Indonesia. Suryadi menyimpulkan bahwa dalam perkembangannya randai merupakan satu
di antara genre seni tradisi yang dilestarikan melalui rekaman ke dalam bentuk cakram
compact disk (CD).

Terkait dengan penelitian yang telah ada tersebut, penelitian ini dilakukan dengan
fokus kajian kearifan lokal budaya Minangkabau. Penggunaan nama randai Minangkabau
didasari alasan bahwa randai juga terdapat di Negeri Sembilan, Malaysia dan di Riau.

Kearifan lokal adat Minangkabau merupakan warisan budaya yang ada di


masyarakat, yang mana pelaksanannya dilakukan secara turun-menurun oleh masyarakat
yang bersangkutan. Sumbernya adalah kebudayaan matrilineal yang dianut masyarakat
Minangkabau dan tertuang dalam beragam aturan adat. Kearifan lokal tersebut umumnya
berisi ajaran untuk memelihara dan memanfaatkan sumber daya alam sehingga wajar
masyarakat Minangkabau memiliki falsafah alam takambang jadi guru. Kearifan lokal
tersebut mengejawantah dalam karya seni, nilai moral, adat istiadat, dan serangkaian pola
hidup sehari-hari. Sebagai karya seni tradisional, kearifan lokal budaya Minangkabau yang
termuat dalam randai tercakup dalam unsur gerak galombang, tari, silek (silat), dialog
(naskah yang didasari oleh bentuk kaba (kabar) yang berbentuk pantun berbahasa daerah
Minangkabau), serta asal-usul kelompok randai. Kearifan lokal tersebut seperti dibahas pada
bagian berikut:

a. Sambah Silek sebagai Cermin Filosofi Adat Basandi Syarak-Syarak Basandi


Kitabullah (ABS-SBK)

Seperti halnya kebudayaan dalam suku bangsa lain di berbagai daerah, kebudayaan
di Minangkabau juga terbentuk dari sistem religi, pengetahuan, sistem kemasyarakatan,
bahasa, kesenian, mata pencaharian, serta sistem teknologi peralatan. Hal mendasar
dalam ketujuh unsur tersebut dalam budaya Minangkabau adalah sistem religi. Sistem
religi menjadi penopang sistem pengetahuan dan unsur lain.

7
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 9

Kekerabatan Matrilineal yang diterapkan di Minangkabau juga didasari oleh sistem


religi Islam. Oleh karena itu, adat Minangkabau berjalan dengan pedoman hidup adat
basandi syarak-syarak basandi kitabullah (ABS-SBK).

Pengejawantahan nilai-nilai dalam ABS-SBK tercermin dalam kehidupan


seharihari. Syarak yang berarti hukum, khususnya hukum adat, menjadi landasan yang
berjalan beririmgan dengan hukum Islam (kitabullah). Itu sebabnya setiap aktivitas
dalam sosial kemasyarakatan dan berkesenian di Minangkabau senantiasa berhubungan
dengan penerapan ajaran Islam dan ajaran adat. Selaras dengan hal itu, gerak randai, pada
bagian tertentu adalah cerminan dari sistem religi Islam (kitabullah) yang dianut oleh
masyarakat Minangkabau.

Pertunjukan randai di Minangkabau selalu dibuka dengan sambah silek. Sambah


silek adalah gerak awal untuk sebuah penghormatan yang dilakukan oleh anak-anak
randai (sebutan untuk pemain randai) untuk Tuhan dan kepada penonton. Sambah silek
dilakukan sebelum anak randai membentuk gerak galombang dalam legaran. Sambah
silek yang dipertunjukkan oleh anak randai tergantung pada aliran silat yang dianut oleh
kelompok randai tersebut. Sebagai contoh, gerak silek kumango (silat Kumango). Gerak
silek Kumango dalam sambah silek berasal dari aliran silek Kumango. Silek kumango
adalah salah satu aliran ilmu silat yang berasal dari Kampung Kumango, Kabupaten
Tanah Datar. Aliran ini adalah aliran silat tua yang tumbuh dan berkembang di
lingkungan surau (mushalla), dikembangkan oleh Syekh Abdurahman Al Khalidi yang
dikenal sebagai Syekh Kumango (Saputra, 2011: 75).

Gerak sambah silek pada masing-masing kelompok randai tidaklah sama, selalu
memiliki ragam gaya dan aliran sendiri, seperti terungkap dalam pepatah petitih adaik
salingka nagari, pusako salingka kaum, lain guru lain ajaran. Maksudnya, setiap daerah
memiliki aturan adat sendiri, dan setiap guru silat memiliki pelajaran sendiri. Filosofi
dari sambah silek dalam randai mengandung nilainilai kearifan lokal budaya
Minangkabau alam takambang jadi guru yang menandakan bahwa adat dan laku
masyarakat Minangkabau tidak bisa dilepaskan dari tuntuan ajaran agama Islam.

8
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 9

Kitab suci Alquran sebagai kitab suci umat Islam menjadi landasan dalam
menetapkan dan menjalankan adat di Minangkabau. Sembah (hormat) yang ditujukan
kepada Tuhan adalah cermin nilainilai agama, sedangkan gerak silat Kumango adalah
cermin bahwa manusia di Minangkabau belajar dari fenomena dan berbagai unsur yang
terdapat di alam semesta. Hal ini menggambarkan bahwa masyarakat Minangkabau
adalah suku bangsa yang hidup dalam tuntunan adat basandi syarak-syarak basandi
kitabullah (ABS-SBK).
b. Carito Buah Kato sebagai Cermin Filosofi Kato Nan Ampek

Bagi masyarakat Minangkabau, adat adalah pegangan dalam bergaul dalam


kehidupan sehari-hari. Adat dijadikan sebagai peraturan hidup yang mengikat orang per
orang dan masyarakat untuk tunduk dan mematuhinya (Amir, 2007: 73). Selain adat
istiadat yang mengatur perihal kebiasaan dan tradisi di tiap daerah, komponen adat
lainnya adalah limbago nan sapuluah. Limbago nan sapuluah adalah sebuah aturan adat
yang khusus dan merupakan ketentuan yang berlaku umum, baik di ranah Minangkabau
maupun di rantau. Bagian aturan dalam limbago nan sapuluah tersebut adalah kato nan
ampek. Kato nan ampek adalah aturan tata krama dalam berkomunikasi antara sesama
masyarakat Minangkabau dari berbagai usia. Kato nan ampek meliputi kato-kato
mandaki, kato mandata, kato melereang, kato manurun (Amir, 2007: 76).

Dalam permainan randai kurenah kato nan ampek selalu menjadi bagian tata krama
berbicara yang diperankan oleh anakanak randai. Biasanya kato nan ampek
mengejawantah dalam bentuk dialog dan pantun-pantun. Ciri khas dialog antartokoh
menggunakan bahasa yang santun, mencerminkan kesopanan dan sikap saling
menghormati antarsesama, baik antara orang yang lebih tua dengan orang yang berusia
lebih muda, atau sebaliknya. Hal ini adalah salah satu ciri identitas manusia
Minangkabau dalam bertutur kata. Berikut ini adalah contoh dialog berbentuk pantun
dalam randai yang mencerminkan kearifan lokal kato nan ampek:

Taleh karanji urang gagak Bao barang ka tapian

Nak kanduang kamari tagak Adoh nan barang dikatokan


Talas Karanji sarang gagak dibawa ke tepian

9
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 9

Anak kandung mari berdiri


Ada sesuatu yang hendak disampaikan.
Dialog tersebut adalah pantun yang disampaikan oleh tokoh Ayah kepada anaknya.
Konteks dialog tersebut adalah orang yang lebih tua dengan yang lebih muda usianya,
serta kedudukan orang tua dengan anaknya. Kurenah kato yang digunakan adalah kato
manurun. Dalam kato manurun biasanya pihak yang berusia lebih tua tetap harus
menyampaikan bahasa yang sifatnya membimbing dan memberi petunjuk tanpa bahasa
kasar. Prinsip kurenah kato manurun saat seseorang yang berusia tua kepada yang lebih
muda tergambar dari bahasa yang halus dan sangat menjunjung sikap menghargai.
Apabila sebuah pertunjukan randai telah menyajikan dialog tokoh demikian dengan
sendirinya telah mengajarkan pada penonton sikap saling menghormati dan sopan santun
dalam berkomunikasi dengan siapa saja.

c. Budi Bahasa Minang sebagai Cermin Identitas Diri Urang Minang

Bahasa Minangkabau adalah ciri identitas lokalitas Minangkabau. Bahasa daerah


Minangkabau adalah bahasa ibu masyarakat Minangkabau, digunakan sebagai pengantar
dalam komunikasi sehari-hari, di luar dari penggunaan bahasa nasional. Sebagai bahasa
ibu, suku Minangkabau memperoleh bahasa Minangkabau secara alamiah tanpa proses
belajar di sekolah seperti halnya bahasa kedua. Tentu sebagai bahasa ibu, bahasa
Minangkabau menjadi penciri identitas kolektif suku dan perekat hubungan kekerabatan.
Dalam konteks kultural, bahasa daerah Minangkabau adalah satu bagian kearifan lokal
suku Minangkabau. Dalam penerapannya di tengah masyarakat Minangkabau, bahasa
tersebut mengandung banyak ajaran falsafah kehidupan, khususnya tentang tata cara
berkomunikasi antarindividu dan antarkelompok yang dilandasi kebijakan dan kearifan
adat.

Randai Minangkabau adalah seni tradisi yang menggunakan bahasa Minangkabau


sebagai pengantar dalam naskah cerita. Dalam sejarah performansi randai, pertama kali
ditampilkan pada tahun 1930-an telah menggunakan bahasa daerah Minangkabau.
Sampai saat ini randai yang berkembang di Sumatera Barat tetap menggunakan bahasa
Minangkabau. Berdasarkan fakta tersebut dapat dianalisis bahwa terdapat nilai kearifan

1
0
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 9

lokal yang diajarkan dalam setiap pertunjukan randai. Nilai kearifan tersebut adalah agar
masyarakat Minangkabau senantiasa menjaga kelestarian bahasa daerah sendiri,
menggunakan untuk komunikasi antarsesama orang suku Minangkabau, serta
menyebarluaskannya untuk berbagai kepentingan bersama.

d. Falsafah Hidup Alam Takambang Jadi Guru sebagai Pedoman Hidup

Falsafah alam Minangkabau menempatkan manusia sebagai salah satu unsur yang
statusnya sama dengan unsur lainnya, seperti tanah, rumah, suku, dan nagari. Persamaan
status tersebut dilihat dari keperluan budi daya manusia itu sendiri. Setiap manusia secara
bersama-sama atau sendiri-sendiri memerlukan tamah, rumah, suku, dan nagari
sebagaimana mereka memerlukan manusia atau orang lain untuk kepentingan lahir dan
batinnya (Navis, 2015: 59). Filosofi inilah yang disebut dengan alam takambang jadi
guru.

Makna dari falsafah ini adalah kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari alam
dan segala unsurnya. Kehidupan manusia selalu berpasang-pasangan, seperti halnya
unsur-unsur di alam semesta yang selalu berpasangan; siang-malam, laut-udara,
langitbumi, air-api, kehidupan-kematian, dan sebagainya. Sebagai bagian dari ekosistem
alam, manusia dituntut mampu bertahan dalam kehidupan dan menjaga alam. Manusia
juga dituntut cakap dalam membaca dan mempelajari semua tanda-tanda alam. Demikian
masyarakat Minangkabau memaknai alam dan kehidupan.

Dalam pertunjukan randai Minangkabau juga termuat falsafah alam takambang jadi
guru tersebut. Berbagai gerak silat dan galombang yang diperagakan oleh anak randai
merupakan bagian dari hasil olahan guru tuo silek dalam kelompok randai setelah
mempelajari berbagai fenomena kejadian alam beserta aktivitas makhluk hidup lainnya.
Hal ini menguatkan alasan munculnya berbagai aliran ilmu silat yang menjadi dasar
dalam gerak galombang randai. Seperti halnya gerak silat aliran Kumango, salah satu
gerak silat yang digunakan dalam randai, sedikit banyaknya terinspirasi dari alam.

1
1
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 9

e. Gerak Silek dalam Randai sebagai Cermin Identitas Anak Nagari

Gerakan-gerakan galombang dan legaran dalam randai merupakan bagian dari


gerakan pencak silat. Gerakan pembuka yang disebut sambah silek, gerakan langkah
silek (balabek) dan gerakan akhir langkah silek pada dasarnya adalah representasi dari
gerakan dalam silat yang terus berkembang dengan memadukan pertunjukan jurus silat
yang dilengkapi dengan dendang dan musik. Melalui bentuk ini secara langsung randai
telah mencerminkan kearifan lokal masyarakat Minangkabau sebagai masyarakat yang
identik dengan silat.

f. Bakaba dalam Randai sebagai Identitas Sosial Masyarakat Minangkabau


Sebelum tradisi tulis masuk ke dalam masyarakat Minangkabau, masyarakat
tradisional identik dengan tradisi lisan. Kaba (kabar) adalah tradisi lisan di Minangkabau,
dijadikan sebagai alat komunikasi, penyampai berbagai informasi berita di nagari. Kaba
pada masa tradisional berbentuk pantun dan berbahasa daerah Minangkabau. Dalam
ranah kesusasteraan lisan milik Minangkabau, kaba juga memiliki fungsi sebagai pelipur
lara. Fungsi tersebut sudah ada sejak kemunculan kaba di rantau pesisir dan selanjutnya
sampai ke daerah darek (darat).

Hal yang cukup unik di masa awal kemunculan kaba adalah hadirnya figur mamak
dalam hampir semua teks kaba. Figur mamak dalam setiap kaba menjadi sosok yang
membawa pesan-pesan kemuliaan sistem adat. Hal tersebut menjadi sebuah cerminan
bahwa kaba memang didukung oleh sistem sosial Minangkabau. Fakta-fakta tentang
substansi dan fungsi kaba di masa tradisional ternyata juga menjadi bagian penting dalam
randai. Unsur teks lisan, figur mamak, pesan-pesan budaya dan agama yang semula
terdapat dalam kaba saat ini juga menjadi unsur pembentuk keutuhan dalam
pertunjukkan randai.

Bakaba dalam pertunjukan randai dapat ditemukan dalam bagian dendang dan
carito kato. Susunan bait-bait dendang dalam randai yang sarat dengan pantun serta
dialog antartokoh, juga berbentuk pantun merupakan bagian dari kaba. Dikaitkan dengan
fungsi kaba dalam masyarakat tradisional Minangkabau, maka kearifan lokal yang
termaktub dalam kaba berkonteks randai adalah pesan moral agar masyarakat

1
2
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 9

Minangkabau selalu saling berkomunikasi dengan sesama etnis Minangkabau. Hal itu
selaras dengan mamangan orang Minangkabau yang berbunyi; kaba baik bahimbauan,
kaba buruak bahambauan.

Apabila di masa awal pertumbuhannya teks kaba dalam randai tidak dituliskan,
pada masa selanjutnya naskah pertunjukan randai yang berbentuk kaba telah dituliskan.
Meskipun demikian, patut dipahami bahwa secara tidak langsung unsur kaba dalam
randai menjadi bagian dari kearifan lokal masyarakat Minangkabau yang mencerminkan
identitas setempat.

C. KESIMPULAN
Minangkabau tidak akan terlepas dari Surau sebagai tempat menimba ilmu.Setelah
menyelesaikan studi ke beberapa surau-surau di Minangkabau, barulah muncul beberapa
spesifikasi keilmuan (Konsentrasi ilmu) Dari banyaknya cabang ilmu dari agama
Islam.Tergolong ilmu yang diperlukan oleh masyarakat Minangkabau itu ada tiga. tauhid
(Aqidah), tasawuf (tarekat), dan fiqih (tata cara ibadah dan muamalah).
Pengejawantahan nilai-nilai dalam ABS-SBK tercermin dalam kehidupan sehari-hari.
Syarak yang berarti hukum, khususnya hukum adat, menjadi landasan yang berjalan
beririmgan dengan hukum Islam (kitabullah). Itu sebabnya setiap aktivitas dalam sosial
kemasyarakatan dan berkesenian di Minangkabau senantiasa berhubungan dengan
penerapan ajaran Islam dan ajaran adat.
Islam dan Tradisi Lokal Minangkabau Dilihat dari sudut pandang estetika dan etika,
seni tradisi turut menjadi alat pengucapan komunikasi emosi estetis antarmanusia terkait
dengan pengalaman dan perasaan yang memiliki nilai seni untuk keselarasan hubungan
sosial berlandaskan keyakinan Bersama.

Selain adat istiadat yang mengatur perihal kebiasaan dan tradisi di tiap daerah,
komponen adat lainnya adalah limbago nan sapuluah. Limbago nan sapuluah adalah sebuah
aturan adat yang khusus dan merupakan ketentuan yang berlaku umum, baik di ranah
Minangkabau maupun di rantau.

1
3
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 9

Dalam konteks kultural, bahasa daerah Minangkabau adalah satu bagian kearifan lokal
suku Minangkabau. Dalam penerapannya di tengah masyarakat Minangkabau, bahasa
tersebut mengandung banyak ajaran falsafah kehidupan, khususnya tentang tata cara
berkomunikasi antarindividu dan antarkelompok yang dilandasi kebijakan dan kearifan adat.

Dalam pertunjukan randai Minangkabau juga termuat falsafah alam takambang jadi
guru tersebut. Berbagai gerak silat dan galombang yang diperagakan oleh anak randai
merupakan bagian dari hasil olahan guru tuo silek dalam kelompok randai setelah
mempelajari berbagai fenomena kejadian alam beserta aktivitas makhluk hidup lainnya.
Gerakan-gerakan galombang dan legaran dalam randai merupakan bagian dari gerakan
pencak silat.
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abdullah, H. tth. Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-Tokohnya di Nusantara.


Surabaya: Al-Ikhlas.
Amir , M.S. 1997. Adat Minangkabau dan Pola Hidup Orang Minangkabau. Jakarta: PT.
Sumber Widya.
Amir, M.S. 2006. Adat Minangkabau : Pola Tujuan Hidup Orang Minang. Jakarta: PT.
Mutiara Sumber Media.
Anan, G. 2003. Kamus Sejarah Minangkabau. Padang: PPIM.
Fatimah, S. 3. Mencermati Perubahan Sosial Masyarakat Minangkabau melalui Novel Tamu
Karya Wisran Hadi. Humaniora, 278-285.
Hamka. 1982. Ayahku, Riwayat Hidup Dr. Abdul Karim Amrullah dan Perjuangan Kaum
Agama di Sumatera Barat, ed. Ke-4. Jakarta: Umminda.
Hoktaviandri,Mislaini. 2022. ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU. Padang:
Perpustakaan Nasional.
Lathief, S. 1988. Gerakan Kaum Tua di Minangkabau. Jakarta: Fakultas Pascasarjana IAIN
Syarif Hidayatullah.
Nasrun, M. 1971. Dasar Falsafah Adat Minangkabau. Jakarta: Bulan Bintang.
Nasrun. 1971. Dasar Filsafat Adat Minangkabau. Jakarta : Bulan Bintang.

1
4
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 9

REVIEW ARTIKEL
MATA KULIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU

Judul ISLAM DAN TRADISI LOKAL MINANGKABAU

Nama Artikel ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA


MINANGKABAU VOL. 9

Volume Volume 9

Tahun 2023

Penulis Maryathul Qiftia 22130401241, Rendi Kasabda 22130401312,


Sayyibahtul Aslamiah 22130401383, Raudatul Jannah Batubara
22130401554
Reviewer Nama : Rendi Kasabda
Nim : 2213040131
Tanggal Reviewer 09 Desember 2023

1
5
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 9

Kelebihan Artikel ini memuat pemaparan materi yang sudah sesuai dengan
pokok pembahasan serta isinya mudah di pahami. Penggunaan
tanda cetak miring pada bagian bahasa selain bahasa Indonesia
sudah cukup baik. Pada bagian abstrak hierarki nya sudah sesuai
standar artikel ilmiah. Hierarki subbab dan subpoin sudah baik.
Penggunaan bodynote pada kutipan juga sudah baik.
Kekurangan Keterangan waktu sejarah harus diteliti atau di kaji ulang
kembali.

1
6
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 10

DIALETIKA DAN PRINSIP PERKEMBANGAN DALAM PERTENTANGAN

Ramadhian Syafitri 221304001831, Asyura Oktivani 22130400492, Zahratul Jannah


22130400473, Zulkhair Arbeni 22130400424

Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah

ABSTRAK

Dialektika merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan metode argumen filosofis yang
melibatkan semacam proses yang bertentangan antara pihak yang berlawanan. Tulisan ini mengulas
tentang dealetika dan prinsip perkembangan dalam pertentangan. Adapun tujuan yang hendak dicapai
dalam tulisan ini menganalis tentang dealetika dan perkembangan dalam pertentangan, apa saja prinsip
yang terdapat dalam sebuah pertentangan. Metode yang digunakan penulisan ini menggunakan
kualitatif deskriptif dengan pengumpulan kepustakaan. Adapun hasil dari tulisan ini adalah tersedianya
uraian tentang dealetika dan prinsip perkembanangan dalam pertentangan. Implikasi untuk menambah
wawasan mengenai dealetika dan juga prnsip perkembangan dalam pertentangan yang diterapkan
dalam kehidupan umat Islam.

Kata kunci: Argumen, Pemikiran, Logika, Sejarah, Masyarakat, Filosofis

A. PENDAHULUAN
Dialektika dan prinsip perkembangan dalam pertentangan adalah konsep yang penting
dalam memahami bagaimana konflik dan pertentangan dapat menjadi bagian alami dari
proses perkembangan. Dalam materi ini, kita akan membahas bagaimana pemahaman akan
konsep ini dapat membantu kita untuk mengatasi konflik dan menciptakan solusi yang lebih
baik dalam berbagai aspek kehidupan.
Kita akan melihat bagaimana memperlakukan pertentangan sebagai bagian alami dari
proses perkembangan dapat mengubah cara pandang kita terhadap konflik. Selain itu, kita
juga akan membahas bagaimana prinsip-prinsip tersebut dapat membantu kita untuk
menciptakan perubahan yang positif dalam berbagai aspek kehidupan.
Dengan memahami konsep dialektika dan prinsip perkembangan dalam pertentangan,
kita dapat menjadi lebih terbuka terhadap perbedaan dan lebih mampu untuk menciptakan
perubahan yang positif. Oleh karena itu, materi ini akan membantu kita untuk memahami
pentingnya konsep ini dalam menciptakan perubahan yang positif dalam kehidupan kita.

1
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 10

B. PEMBAHASAN
Dialektika adalah ilmu pengetahuan tentang hukum yang paling umum yang
mengatur perkembangan alam, masyarakat dan pemikiran. Menurut Aristoteles, dialektika
adalah menyelidiki argumentasi-argumentasi yang bertitik tolak dari hipotesa atau putusan
yang tidak pasti kebenarannya." Masyarakat hukum adat adalah:
a. Sekumpulan warga memiliki kesamaan leluhur (genologis)
b. Tinggal di suatu tempat (geografis)
c. Memiliki kesamaan tujuan hidup untuk memelihara dan melestarikan nilai-nilai dan
norma norma
d. Diberlakukan sistem hukum adat yang dipatuhi dan mengikat
e. Dipimpin oleh kepala-kepala adat
f. Tersedianya tempat di mana administrasi kekuasaan daapat dikoordinasikan
g. Tersedia lembaga-lembaga penyelesaian sengketa baik antara masyarakat hukum adat
sesama suku maupun sesama suku berbeda kewarganegaraan.

Masyarakat Hukum Adat, sekelompok orang yang terkait oleh tatanan hukum adatnya
sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun
atas dasar keturunan. Hukum adat adalah dimana suatu masyarakat minangkabau yang
tergabung kedalam masyarakat hukum adat adalah orang-orang yang terkait oleh suatu
hukum adatnya, karena mereka memiliki daerah keturunannya. Pada umumnya, di dalam
sistem hukum Indonesia tradisional terdapat hukum yang tidak tertulis serta hukum yang
tidak dikodifikasikan di dalam suatu kitab undang-undang. Hukum yang tidak tertulis itu
dinamakan dengan hukum adat, yang merupakan sinonim dari pengertian hukum kebiasaan.

1. Filosofi Hidup
a) Duduak Marauik Ranjau Tagak Maninjau Jarak
Bagaimana proactive-nya masyarakat Minang seperti anjuran ungkapan diatas.
Proaktif tidak saja digambarkan untuk perencanaan, kerja sama saja, tetapi lebih
menyeluruh pada pengaturan waktu. Tidak ada waktu yang terbuang percuma. Waktu
duduk/istirahat digunakan untuk mencari solusi hal- hal yang pelik, waktu berdiri
sebelum berjalan digunakan membuat perencanaan (planning) yang matang ke depan
sebelum memulai pekerjaan.

2
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 10

b) Walau kaie nan dibantuak ikan dilauik nan diadang


Dalam melaksanakan sesuatu pekerjaan masyarakat dituntut mengetahui lebih
dulu apa tujuan pekerjaan tersebut dilakukan. Tidak saja harus mempunyai
visi/pandangan yang jelas tentang pekerjaan tersebut, tetapi juga dibayangkan proses
pekerjaan yang dilakukan dan apa hasil yang akan diperoleh.
c) Mangaji dari alif, babilang dari aso
Dalam melakukan prioritas melakukan sesuatu dalam masyarakat Minang telah
ada aturannya mana yang harus didahulukan. Makna mengaji dari alif dan babilang
dari aso mempunyai arti yang lebih lengkap. Apa saja aktifitas yang kita lakukan,
apakah aktifitas yang kita lakukan, apakah aktifitas yang menyangkut organisasi,
pribadi, ada urutan prioritasnya. Tidak saja menganalisa pekerjaan duniawi, tetapi juga
untuk urusan akhirat."

d) Lamak dek awak katuju dek urang

Lamak dek awak katuju dek urang tidak saja memberikan pengertian menang-
menang saja tetapi lebih dari itu yaitu suatu kemenangan yang enak, proses pencapaian
kemenangan tersebut sampai hasil yang dicapai enak bagi siapa saja. Ungkapan ini
memberikan pengertian yang mendalam, yaitu dapat memberikan kesejahteraan semua
pihak lahir-bathin.

e) Iyoan nan dek urang, baru laluan nan dek awak

Banyak orang Minang salah mengartikan ungkapan ini dengan memberi


pengertian ungkapan ini sebagai suatu sikap keras kepala, licik, dan lain-lain. Karena
ungkapan ini dipelesetkan menjadi lyoan nan dek urang laluan nan dek awak, tanpa
kata sambung: baru. Iyoan nan dek urang baru laluan nan dek awak, mempunyai
pengertian yang indah sekali."

f) Ka mudiak sa antak galah, ka hilia sarangkuah dayuang.Sasuai lahie jo bathin,


sasuai muluik jo hati. Menggambarkan suatu kerja sama yang mendahulukan
mengerjakan pekerjaan yang berat dahulu (ka mudiak), kemudian baru
menyelesaikan yang ringan- ringan (ka hilia).

g) Pasak jalan dek batampuah lanca kaji dek baulang

3
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 10

Ini adalah falsafah urang Minang tentang perlunya mempertajam dan


mempermahir kaeilmuan. Pada ungkapan ini tidak saja tergambar ilmu untuk jalan
dunia saja, tetapo juga bekal untuk di akhirat. Sesuai dengan falsafah adat Adat basandi
syarak, syarak basandi kitabullah.

2. Pola dan Cara Berpikir


a) Landasan Berfikir
Pada dasarnya semua ketentuan adat Minangkabau yang terhimpun dalam
petatahpetitih adalah rasional atau masuk akal, karena itu hal-hal yang irrasional seperti
ilmu klinik, mistik, takhayul kurang berkembang di Minangkabau. Dari pada
membicarakan tuyul, kuntilanak, gunung kawi, dan semacam itu orang minang lebih suka
jual-kamper, bersorak-sorak di kaki lima dan perbuatan nyata yang lain daan bahkan
berkenalan dan merantau untuk merubah nasib diri. Landasan berfikir orang minang
tercakup dalam Petatah adat yang berbunyi: Rumah basandi batu Adat basandi Alue
Patuik

Mamakai Anggo jo Tanggo

Sarato raso jo Pareso Artinya:

Rumah bersendi batu


Adat bersendi jalan yang benar dan pantas
Memakai aturan yang wajib diturut
Serta budi pekerti dan kecermatan

b) Alue Patuik

Alue artinya alur atau jalur yang benar, sedangkan patuik artinya
pantas/sesuai/masuk akal. Alue patuik artinya orang Minang harus meletakkan sesuatu
pada tempatnya. Tujuan utamaanya adalah untuk menciptakan keadilan dalam
masyarakat dan sekaligus menghindari sengketa antara anggota masyarakat. Dengan
cara ini tercapainya kehidupan yang rukun, aman, dan damai. Sebaliknya, bila prinsip
ini tidak di amalkan didalam kehidupan sehari- hari, maka dapat dipastikan segera

4
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 10

datangnya malapetaka dalam bentuk percekcokan, kerusuhan dan huruhara. Pepatah


adat menyebutkan sebagai berikut:

Urang makah mambao Taraju

Urang Baghdad mambao Talua

Talua dimakan bulan puaso

Rumah gadang basandi batu

Adat basan alue


Alua itu kaganti rajo
Pepatah ini menyatakan bahwa salah satu sendi atau landasan pokok dari Adat
Minang adalah prinsip "alue dan patuik" itu. Selanjutnya adat juga menentukan:
Manarah manuruik alue
Nan baukue nan di karek
Nan babarih nan dipahek
Pepatah ini menuntut kita untuk selalu berbuat sesuai dengan aturan- aturan yang
sudaah disepakati, atau melakukan sesuatu sesuai yang telah direncanakan sebelumnya.
Dengan istilah manajemen prinsip ini kiranya dapat diterjemahkan bahwa segala sesuatu
yang akan dilakukan haruslah mempunyai suatu rencana yang sudah matang.
Pelaksanaannya harus sesuai dengan rencana yang sudah ada itu. Bukue dan babarih
kiranya dapat diterjemahkan dengan istilah Rencana atau Planning.
Berpijak dari falsafah alam ini masyarakat Minangkabau dapat mengambil
pelajaran bahwa setiap individu dalam masyarakat sama pentingnya walaupun
kemampuan dan peranan mereka berbeda-beda. Seperti kata pepatah: Yang buto
mahambuih langsuang, yang pakak malaapeh badie, yang lumpuah pahuni rumah, yang
kuek mambaok baban, yang kayo tampek batenggang, yang adie disuruah- suruah, yang
cadiak lawan barundiang.

c) Anggo-Tanggo

5
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 10

Anggo artinya anggaran seperti Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
Anggo tanggo artinya peraturan atau segala yang ditentukan dan harus diturut.
Limbago nan sapuluah juga disebut dengan Anggo tanggo. Jadi anggo tanggo artinya
mengerjana sesuatu harus sesuai dengan aturann pokok dan aturan rumah tangga adat.
Tujuannya adalah untuk menciptakan disiplin dan ketertiban dalam lingkungan
kekerabatan di lingkungan masyarakat dan dalam mengatur nagari. Anggo tanggo
dihimpun dalam apa yang menurut adat disebut Limbago nan sapuluah, yang menjadi
dasar dari Hukum Adat Minangkabau.
Limbago nan sapuluah terdiri atas: Cupak nan duo (Cupak asli dan cupak
buatan), Undang nan ampek (Undang-undang Luhak rantau, Undang- undang
Pambantuakkan Nagari, Undang-undang dalam nagari, Undang- undang nan 20).
Kato nan Ampek (Kato pusako, kato dulu, kato buatan, kato kamudian).

d) Raso Jo Pareso

Raso jo pareso artinya membiasakan mempertajam rasa kemanusiaan atau hati


nurani yang luhur dalam kehidupan sehari-hari. Dalam mengahadapi setiap masalah
mebiasakan diri melakukan penelitian yang cermat untuk mendapatkan kebenaran yang
hakiki dan tidak tergesa-gesa dalam bertindak. Jadi, yang dimaksud raso dalam adat ini adalah
budi baik seperti kata pantun petatah sebagai berikut:

Nan kuriak iolah kundi

Nan merah iloah sago

Nan baiak iolah budi

Nan indah iolah baso

Alua jo patuik Anggo jo Tanggo Raso jo Pareso dalam adat sering disebut dengan istilah
"Tungku nan Tigo Sajarangan"1"

e) Alam Takambang Jadi Guru

6
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 10

Filosofi Alam Takambang Jadi Guru berasal dari kebudayaan Minangkabau,


Sumatera Barat. Filosofi ini bermakna bahwa salah satu sumber pendidikan dalam hidup
manusia adalah berasal dari fenomena-fenomena alam semesta, karena alam itu bersifat
dinamis, tidak statis, sehingga selalu ada kemungkinan untuk terjadi perubahan. Filosofi
ini merupakan salah satu kearifan lokal terkait pengelolaan lingkungan hidup yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Falsafah hidup yang menyatakan bahwa segala ciptaan tuhan beserta sifatnya
dapat dijadikan guru atau sumber pandangan hidup. Alam Takambang jadi guru ialah
salah satu konsep kemanusiaan yang egaliter dalam sistem kodrat alam yang dikotomis
menurut alurnya yang harmonis. Alam ditengah-tengah manusia berada ini telah
diciptakan oleh yang maha kuasa dengan faedah-faedah kekuatan yang terkandung
didalamnya. Satinggi-tinggi malintang
Mambumbunag ka awang-awang

Suriknyo ka tanah juo Sahabiah


dahan dengan rantiang
Dikubak dikulik batang
Tareh pangubua barunyo nyato
Demikian sebuah rangkaian pepatah adat Minangkabau yang mengandung arti
bahwa adat Minangkabau dengan segala persolannya, tidaklah dapat dipahami apalagi
dihayati serta dimanfaatkan, terutama oleh masyarakat Minangkabau sendiri, kalau
hanya sekedar mengetahui arti petatah-petitih, gurindam, mamang, bidal secara lahir
tanpa mendalami arti yang tersirat yang dikandung oleh petatah-petitih tersebut.

C. KESIMPULAN
Dialektika adalah sebuah ilmu hukum yang mengatur beberapa aspek dalam
kehidupan. Dialektika digunakan untuk memecahkan suatu masalah dalam kehidupan.
Dialektika dan logika dalam masyarakat saling berkaitan dimana keduanya saling
ketergantungan dan sulit untuk dipisahkan.Logika sendiri dalam masyarakat Minangkabau
dilandasi dari berbagai aspek, yaitu: Alue patuik (logika), yaitu suatu jalan yang benar.
Artinya, orang Minangkabau mampu meletakkan sesuatu pada tempatnya.

7
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 10

Anggo tanggo, yaitu dimana didalam masyarakat Minangkabau suatu peraturan yang harus
ditaati oleh semua orang. Anggo tanggo juga terhimpun dari limbago nan sapuluah, yaitu
cupak nan duo: cupak asli (suatu takaran untuk memutuskan hukum). cupak buatan (hanya
sebuah hukum pelengkap).
Logika di dalam masyarakat minang lebih condong menggunakan akal pikiran, dan
mempunyai segala sesuatu yang masuk akal. Masyarakat Minangkabau juga sangat mampu
dari suatu kedaan yang menyulitkannya dengan berfikir secara rasional.

D. DAFTAR PUSTAKA

Amir, Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang, 1997.
Cecep Sumama, Filsafat mu. 2006. h. 132
Jawahir Thontowi Pengaturan Masyarakat Hukum Adat dan Implementasi
Perlindungan Hak hak Tradisionalnya, Jurnal Online.
Soekanto, Soerjono. Kedudukan dan Peranan Adat di indonesia. 1982.
Zulfahmi, Islam dan Budaya Minangkabau. 2017.
Zulfahmi, kiam dun Budaya Mimangkishou 2017. h. 15Sjafnir Dr. Kando Marajo, Ninh Pinang
Adat Minangkabas. 2006.

8
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 10

REVIEW ARTIKEL
MATA KULIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU

Judul DIALETIKA DAN PRINSIP PERKEMBANGAN DALAM


PERTENTANGAN
Nama Artikel ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU
VOL. 10
Volume Volume 10
Tahun 2023
Penulis Ramadhian Syafitri 221304001831, Asyura Oktivani 22130400492,
Zahratul Jannah 22130400473, Zulkhair Arbeni 22130400424
Reviewer Nama : Rendi Kasabda
Tanggal Reviewer Nim : 2213040131
Kelebihan Artikel ini memiliki banyak istilah petatah petitih orang minang yang
menambah pengetahuan pembaca mengenai hal itu. Serta terdapat
landasan filosofis didalamnya. Unsur abstrak yang cukup bagus
menurut pandangan reviewer.

9
ARTIKEL ILMIAH ISLAM DAN BUDAYA MINANGKABAU VOL. 10

Kekurangan a. Spasi yang digunakan pada Judul, Nama penulis, dan


Instansi menurut hemat reviewer masih kurang tepat, dan
diperbaiki menjadi:
1) Judul ditulis dengan font times new roman 12 cetak tebal.
2) Nama penulis font size 10 cetak tebal
3) Nama instansi font size 10 spasi tunggal, tidak di cetak tebal.
4) Abstrak font size 11 cetak tebal dan isi tidak cetak tebal
dengan spasi tunggal.
5) Keywords font size 11 spasi tunggal, dan cetak miring.

b. Menurut reviewer Abstrak pada artikel masih terdapat


kesalah pada bagian Brainstomincy yang kemudian di revisi.

c. Hierarki subbab dan subpoin masih terdapat kesalahan

d. Penomoran halaman yang tidak ada sebelumnya

e. Pengunaan kata cetak miring pada bahasa selain bahasa


Indonesia yang masih belum konsisten oleh penulis

f. Keterangan bodynote pada bagian yang di kutip masih


minim.

g. Alamat email penulis yang tidak di cantumkan.

1
0

Anda mungkin juga menyukai