Anda di halaman 1dari 85

Miftahul Jannah

Dengan nama Allah yang menganugrahi hati nikmat yang besar-besar lagi
yang menganugrahi nikmat yang seni-seni jua, Aku memulai risalah ini.
Bermula lafaz Allah (‫ )ﷲ‬itu bagi zat yang wajibal wujud (‫ )واﺟﺐ اﻟﻮﺟﻮد‬dan
rahman rahim (‫ )رﲪﻦ رﺣﲓ‬itu sifat keduanya, maka telah lalu makna keduanya.
Dan kata Qail (‫ )ﻗﻴﻞ‬pula,
• Rahman (‫)رﲪﻦ‬ itu murah didalam dunia ini memberi rezki akan segala
hambanya mukmin dan kafir, manusia dan jin, lain dari pada keduanya dari
pada sekalian isi darat dan isi laut.
• Dan rahim (‫ )رﺣﲓ‬itu yang amat mengasihani pada memberi rahmat yang
sempurna akan sekalian hambanya yang mukmin didalam akhirat.
Maka rahman itu khas pada lafaznya, yakni tertentu pada Allah Ta’ala, tiada harus
disifatkan dengan rahman itu yang lain dari padanya dan ‘aam (‫ )ﻋﺎم‬pada maknanya,
yakni melengkapi pada sekalian mukmin dan kafir dan rahim itu ‘aam pada lafaznya
yakni disifatkan dengan rahim itu yang lain dari pada Allah Ta’ala pada mujazi dan
khas pada maknanya yakni tertentu pada sekalian hambanya yang mukmin pada
akhirat.
Aku memulai kitab ini dengan (‫ )ﺑﺴﻢ ﷲ اﻟﺮﲪﻦ اﻟﺮﺣﲓ‬dan dengan (‫ )اﶵﺪ ﷲ‬karena
memeliharakan riwayat hadis nabi (saw).

Bermula tiap-tiap pekerjaan yang mempunyai cita-cita yang tiada dimulai


padanya dengan bismillah (‫)ﺑﺴﻢ ﷲ‬, maka yaitu putus yakni kurang berkat dan pada
satu riwayat dengan alhamdulillah ( ‫)اﶵﺪ‬. Maka memadailah memulai dengan
salah suatu dari pada keduanya dan menghimpunkan keduanya itu terlebih baik.
Dan aku dahulukan dengan bismillah dan aku iringkan dengan alhamdulillah karena
mengikut qur’an yang mulia.
Maka bermula perulaan itu dua bahagi,
1. Permulaan haqiqi (‫)ﺣﻘﻴﻘﻰ‬, maka hasl ia dengan bismillah (‫)ﺑﺴﻢ ﷲ‬.
2. Permulaan idhofi (‫)اﺿﺎﰱ‬, maka hasilia dengan alhamdilillah (‫)اﶵﺪ‬

Halaman 1 dari 85
Miftahul Jannah

Faedah, ini suatu faedah.


Kata Syech Nasfi, bermula segala kitab yang diturunkan dari pada langit
kepada dunia itu seratus empat (104) shahaf (‫)ﲱﻒ‬. Akan Nabi Sabas (‫ )ﺷﺒﺚ‬enam
puluh (60) dan Nabi Ibrahim tiga puluh (30), dan akan Nabi Musa dahulu dari pada
Taurat sepuluh (10) dan Taurat dan Injl dan Zabur dan Furqan.
Maka sekalian makna segala kitab itu dihimpunkan didalam furqan dan
sekalian makna furqan itu dihimpunkan didalam fatihah dan segala makna fatihah
itu dihimpunkan didalam bismillah dan segala makna bismillah itu dihimpunkan
didalam ba (‫ )ب‬nya.
Bermula maknanya, dengan aku ada barang yang telah ada dan dengan aku
ada barang yang lagi akan ada
Dan ditambah oleh setengah Ulama itu segala makna ba (‫ )ب‬nya itu
dihimpunkan didalam noktahnya dan yang dikehendak dengan noktah itu awal titik
yang turun kalam, bukannya titik dibawah ba (‫ )ب‬itu.

Maka ketahui olehmu bermula membaca bismillah itu ada kalanya wajib dan
ada kalanya sunat dan adakalanya haram dan adakalanya makruh. Inilah jika tilik
kepada lainnya. Adapun jika ditilik pada diri, membaca bismillah itu, maka yaitu
sunat jua pada mazhab imam kita Syafie (ra).
Dan demikian lagi membaca alhamdulillah dan membaca shalawat atas Nabi
(saw). Bersalahan pada mazhab imam Maliki, katanya bermula membaca bismillah
dan alhamdulillah dan shalawat itu wajib pada semur hidup sekali, seperti kalimah
syahadat.

‫اﶵﺪ اذلى ﺧﻠﻖ اﳋﻠﻖ ﻗﺪل ﻋﲆ وﺟﻮب وﺟﻮدﻩ ووﺣﺪاﻧﻴﺸﻪ ذاات وﺻﻔﺎت و ٔاﻓﻌﺎﻻ‬
Bermula segala jenis puji itu tertentu bagi Allah yang menjadikan sekalian
makhluk, maka menunjuki oleh mereka itu atas wajib adanya dan wajib esanya
pada zatnya dan pada sifatnya dan pada perbuatannya.
Bermula puji itu empat bahagi,
1. Puji qadim bagi qadim, yaitu puji Allah Ta’ala akan dirinya, dan
2. Puji qadim bagi hadas, yaitu puji Allah Ta’ala akan Nabinya, dan
3. Puji hadas bagi qadim, yaitu puji kita akan Allah Ta’ala, dan
4. Puji hadas bagi hadas, yaitu puji setengah kita akan setengah.

‫واﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم ﻋﲆ ﺳـﻴﺪانﶊﺪ اذلى ٔارﺳهل رﲪﺔاﻟﻌﺎﳌﲔ وﻗﻀهل ﻋﲆ اخملﻠﻮﻗﲔ ﺗﻘﻀﻴﻼ‬

Halaman 2 dari 85
Miftahul Jannah

Bermula rahmat Allah dan salamnya itu atas penghulu nabi kita Muhammad
yang disuruh akan dia karena memberi rahmat bagi sekalian alam dan dilebihkan
akan dia atas segala makhluk akan sebagai kelebihan.
Bermula shalawat dari pada Allah Ta’ala itu rahmat yang disertakan dengan
membesarkan, dan dari pada Malaikat itu istighfar dan dari pada anak Adam itu
do’a dan dari pada lainnya tasbih. Bermula disertakan syalawat itu dengan salam
karena melepaskan dari pada makruh meninggalkan salah satu dari pada keduanya.
‫وﻋﲆ آهل و ٔاﲱﺎﺑﻪ واﻟﺘﺎﺑﻌﲔ ﳍﻢ ﰱ اﻟﺼﺎﳊﺎت اﱃ ﻳﻮم ادلﻳﻦ ﲾﺮاﰘ ﷲ ﺗﻮااي ﺟﺰﻳﻼ‬
Dan atas keluarganya dan segala sahabatnya dan segala yang mengikut bagi
mereka itu pada segala amal yang saleh hingga sampai hari yang kemudian, maka
membalas akan mereka itu oleh Allah Ta’ala akan pahala yang amat luas lagi
berganda-ganda.
Bermula yang dikehendaki dengan keluarga pada maqam zakat (‫ )زﰷة‬itu
segala anak cucu Hasyim dan Muthalib dan pada maqam do’a (‫ )دﻋﺎء‬itu sekalian
mereka itu dan sekalian umatnya yang atqiya (‫ ) ٔاﺗﻘﻴﺎء‬/ tulus ikhlas.
Bermula sahabat itu yaitu orang yang berhimpun dengan Nabi (saw)
kemudian dari pada tubuhnya pada tatkala hidup padahal mukmin ia akan sebagai
berhimpun pada arafah (‫)ﻋﺮف‬.

‫وﺑﻌﺪ ﻓﻠﲈ ر ٔاﻳﺖ ﻛﺸﲑاﻣﻦ اﳉﺎوى ﻻﻳﻐﻬﻤﻮن الكم اﻟﻌﺮب ﻟﻘﺼﻮرﱒ ﰱ اﻟﻌﺎﻟﺐ ابﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﻓﻼﻳﻌﺮف ﻳﻌﻀﻬﻢ ﺗﻔﺼﻴﻞ‬
‫ﻋﻘﺎﺋﺪالاﳝﺎن ﺟةلودﻟﻴﻼ‬
Dan adapun kemudian dari pada itu, maka tatkala Aku lihat akan kebanyakan
dari pada orang jawi tiada paham mereka itu akan kalam arab, karena lemah
mereka itu pada menuntut ilmu yang bahasa arab, maka tiadalah mengenal oleh
setengah dari pada mereka itu akan tafsil segala aqaidul iman dan tiada mengenal
ia akan dalilnya, yakni tiada mengenal kebanyakan mereka itu akan tafsil simpulan
iman yang lima puluh (50), seperti yang tersebut didalam kitab Kafiyatul awam
(‫ )ﻛﻔﺎﻳﺔاﻟﻌﻮام‬atau enam puluh empat (64) atau enam puluh enam (66) seperti yang
tersebut didalam Amal barhain (‫ ) ٔاﻣﺎﻟﱪاﻫﲔ‬dan tiada mengenal mereka itu akan
dalilnya yang ijmal, tetapi dalil sekalian aqaid yang tersebut itu.
‫ﻓﻠﻘﻄﺖ ﳍﻢ اﻟﻌﻘﺎﺋﺪﻣﻦ ٔاﻣﺎﻟﱪاﻫﲔ ﻣﲊﺟﺎ ﺑﻠﺴﺎﳖﻢ واﻧﻴﺖ ابدلﻟﻴﻞ ﳎﺎﻧﺐ ﻣﺪﻟﻮهل ر ٔاوﲵﺖ ﻣﻌﺎﱏ ﰻ ﻋﻘﻴﺪة ﲟﺎ‬
‫ﻃﺎﻟﻌﺘﻪ ﻣﻦ اﻟﴩوح واﳊﻮاﳽ ﻋﲆ ﺳﺒﻴﻞ الاﺧﺘﺼﺎر ﺗﺴﻬﻴﻼ ﳍﻢ‬
Maka aku pungut bagi mereka itu segala simpulan iman dari pada kitab amal
barhain dengan bahasa mereka itu dan aku datangkan dengan dalil pada sisi
madlulnya dan aku nyatakan segala makna tiap-tiap aqaid itu dengan barang yang
Halaman 3 dari 85
Miftahul Jannah

aku tilik akan dia dari pada segala sarah (‫ )ﴍح‬dan segala hasyiah (‫ )ﺣﺎﺷـﻴﺔ‬atas jalan
memendekkan karena memudahkan bagi mereka itu.

Maka arti dalil itu, suatu yang menunjukkan, dan arti madlul itu suatu yang
ditunjukkan.
Dan adapun dalil yang dituntut pada sekalian mukalif itu, dalil ijmal dan yaitu
yang lemah dari pada menentukan dia dan lemah dari pada menghuraikan
sekaliannya. Seperti barang yang ambil dikata oleh orang baginya, adakah engkau
i’tiqadkan bahwasannya Allah Ta’ala itu mawujud, maka dijawabnya bahkan dan
dikata orang pula baginya maka apakah tanda dalil kamu atas yang demikian itu,
maka katanya sekalian makhluk inilah dalilnya dan lemahlah ia dari pada kaifiyat
dalilnya.
‫ﻓﺎٔﻗﻮل اﻋﱰاﻓﺎابﻟﺘﻘﺼﲑ وﻓةلاﻟﻌﲅ واﻟﻔﻬﻢ ﻣﺴـﺘﻌﻴﻨﺎ اب وﻣﻘﻤﺪا ﻋﻠﻴﻪ وراﺟﻴﺎ اﻟﻴﻪ ٔان ﻳﻨﻔﻊ ﲠﺬﻩ اﻟﺮﺳﺎةل ﻛﲈ ﺗﻔﻊ ﻧﺎٔﺻﻠﻬﺎ‬
‫ﳌﻦ ﺣﻔﻈﻬﺎ ودرﺳﻬﺎ ﺑﻜﺮة و ٔاﺻﻴﻼ‬
Maka berkata aku, padahal aku mengaku dengan taqsir dan sedikit ilmu dan
sedikit faham. Padahal aku meminta tolong dengan Allah Ta’ala dan berpegang aku
atasnya dan haraplah aku kepadanya bahwa memberi manfaat ia dengan risalah
ini, seperti barang yang telah memberi manfaat dengan asalnya bagi orang yang
menghafidz akan dia dan madrasa akan dia pada tiap-tiap pagi dan petang-petang.

‫اﻋﲅ ٔان اﳊﲂ اﺛﺒﺎت ٔاﻣﺮ ٔاوﻧﻔﻴﻪ‬


Ketahui olehmu, bahwasannya hukum itu menetapkan suatu pekerjaan atau
menafikan dia.
‫واﳊﺎ ﰼ ابﺛﺒﺎت ٔاواﻟﻨﻔﻰ اﻣﺎاﻟﴩع و ٔاﻣﺎ اﻟﻌﺎدة و ٔاﻣﺎاﻟﻌﻘﻞ‬
Dan yang menghukumkan dengan isbat atau dengan nafi itu, adakalanya
sara’ dan ada kalanya adat dan ada kalanya aqal.
‫ﻓذلكل ﻧﻘﺴﻢ اﳊﲂ اﱃ ﺛﻼﺛﺔ أﻗﺴﺎم ﴍﱓ وﻋﺎدى وﻋﻘﻞ‬
Maka karena inilah terbahagi hukum itu kepada tiga bahagi,
1. Hukum yang bangsa sara’, dan
2. Hukum yang bangsa adat, dan
3. Hukum yang bangsa aqal.

‫ﻓﻠﺤﲂ اﻟﴩﱓ ﻫﻮﺧﻄﺎب ﷲ ﺗﻌﺎﱃ اﳌﺘﻌﻠﻖ ﺑﺎٔﻓﻌﺎل اﳌﲀﻓﲔ ابﻟﻄﻠﺐ ٔاوابﻻابﺣﺔ ٔاواﻟﻮﺿﻊ ﳍﲈ‬
Maka hukum sara’ itu yaitu Khitabullah Ta’ala (‫ )ﺧﻄﺎب ﷲ ﺗﻌﺎﱃ‬yang
bergantung ia dengan segala perbuatan sekalian mukalif dengan tuntut atau

Halaman 4 dari 85
Miftahul Jannah

dengan mengharuskan atau dengan mengantarkan bagi keduanya, yakni bagi thalib
(‫ )ﻃﻠﺐ‬dan ibahah (‫)اابﺣﺔ‬.
Dan masuk didalam thalib itu dua perkara,
1. Amar
2. Nahi
Maka amar itu dua bahagi,
1. Amar wajib, yaitu barang yang diberi pahala akan yang mengerjakan dia dan
disiksa akan yang meninggalkan dia.
2. Amar yang sunat, yaitu barang yang diberi pahala akan yang mengerjakan dia
dan tiada disiksa akan yang meninggalkan dia.
Dan nahi itu dua bahagi pula,
1. Nahi yang haram, yaitu barang yang diberi pahala akan yang meninggalkan dia
dan disiksa akan yang mengerjakan dia.
2. Nahi yang makruh, yaitu barang yang diberi pahala akan yang meninggalkan dia
dan tiada disiksa akan yang mengerjakan dia.

Dan ibahah itu yaitu, barang yang di azan oleh sara’ pada mengerjakan dia
dan tiada disiksa akan yang mengerjakan dia dan tiada pahala.

Dan masuk dalam wadha’i (‫ )وﺿﻊ‬itu lima perkara,


1. Sebab, yaitu barang yang lazim dari pada adanya itu ada musababnya dan lazim
dari pada tiadanya itu tiada musababnya, dengan ditilik bagi dirinya. Seperti
masuk waktu itu dijadikan sebab bagi sembahyang. Maka masuk waktu itu
sebab dan wajib sembahyang itu musabab. Maka lazimlah dari pada ada masuk
waktu itu ada wajib sembahyang dan lazim dari pada tiada masuk waktu itu
tiada wajib sembahyang.
2. Syarat, yaitu barang yang lazim dari pada tiadanya, tiada masrudnya dan tiada
lazim dari padanya itu ada masrudnya dan tiada lazim dari pada tiadanya
dengan tilik bagi dirinya. Seperti bersuci itu dijadikan syarat bagi sah
sembahyang, maka bersuci itu syarat dan sah sembahyang itu masrudnya.
Maka lazim dari pada tiada bersuci itu tiada sah sembahyang dan tiada lazim
dari pada bersuci itu ada sah sembahyang dan tiada lazim tiada sahnya.
3. Mani’, yaitu barang yang lazim dari pada adanya itu ada mani’ (‫ )ﳑﻨﻮﻋڽ‬dan tiada
lazim dari padanya itu ada mani’ (‫ )ﳑﻨﻮﻋڽ‬dan tiada lazim tiadanya dengan ditilik
bagi dirinya. Seperti haid itu dijadikan mani’ bagi wajib sembahyang. Maka haid
tiada wajib sembahyang dan tiada lazim dari pada tiada haid itu ada wajib
sembahyang dan tiada lazim tiada wajibnya.

Halaman 5 dari 85
Miftahul Jannah

4. Shahih, yaitu barang yang bergantung dengan dia lulus dan dibilangkan dengan
dia.
5. Fasid (‫)ﻓﺎﺳﺪ‬, yaitu barang yang tiada lulus dan tiada dibilangkan dengan dia.

‫واﳊﲂ اﻟﻌﺎدى ﻫﻮ اﺛﺒﺎت اﻟﺮﺑﻂ ﺑﲔ ٔاﻣﺮ و ٔاﻣﺮ وﺟﻮدا ٔاوﻋﺪﻣﺎﺑﻮاﺳﻄﺔ اﻟڠﻜﺮر ﻣﻊ ﲱﺔ اﻟﺘﺨﻠﻒ وﻋﺪم ﺗﺎٔﺛﲑ ٔاﺣﺪ ﻫﲈﰱ‬
‫اﻻٓﺧﺮأﻟﺒﺘﺔ‬
Dan hukum adat itu yaitu menetapkan tambatan antara suatu pekerjaan dan
suatu pekerjaan adanya atau tiadanya dengan pertengah oleh berulang-ulang serta
sah bersalah-salahan dan tiada memberi bekas salah suatu dari pada keduanya
pada yang lain sekali-kali. Maka yaitu empat suruh,
1. Ditambatkan ada dengan ada, seperti ada kenyang dengan ada makan.
2. Ditambatkan tiada dengan tiada, seperti tiada kenyang dengan tiada makan
3. Ditambatkan ada nya dengan tiadanya, seperti ada lapar dengan tiada makan.
4. Ditambatkan tiada dengan ada, seperti tiada lapar dengan ada makan.

‫واﳊﲂ اﻟﻌﻘﲆ ﻫﻮ اﺛﺒﺎت ٔاﻣﺮ ٔاوﻧﻔﻴﻪ ﻣﻦ ﻏﲑ ﺗﻮﻗﻒ ﻋﲆ ﺗﻜﺮروﻻوﺿﻊ واﺿﻊ‬


Dan hukum aqal itu yaitu, menetapkan suatu pekerjaan atau menafikan dia
dari pada tiada terhenti atas berulang-ulang dan tiada menghantar oleh orang yang
menghantar.
‫وﻳﻨﺤﴫ ﰱ ﺛﻼﺛﺔ ٔاﻓﺴﺎم اﻟﻮﺟﻮب والاﺳـﺘﺤﺎةل واﳉﻮاز‬
Dan tersimpanlah hukum aqal kepada tiga bahagi, (petama) wajib, (kedua)
mustahil, (ketiga) harus.
‫ﻓﺎﻟﻮاﺟﺐ ﻣﺎﻻﻳﺘﺼﻮرﰱ اﻟﻌﻘﻞ ﻋﺪﻣﻪ‬
Maka yang wajb itu barang yang tiada dapat pada aqal tiadanya, maka yaitu
ada kalanya dharuri (‫)ﴐورى‬, yaitu barang yang tiada berhajat oleh aqal pada
mendapatkan dia kepada fikir dan tilik. Seperti mengambil lapang bagi jirim.
Bermula jirim itu tiap-tiap yang memenuhi lapang, seperti kayu dan batu dan segala
tubuh binatang. Dan ada kalanya nazari (‫ )ﻧﻈﺮى‬yaitu barang yang berhajat aqal pada
mendapatkan dia kepada fikir dan tilik, seperti qadim bagi Tuhan kita jala wa’aza.
‫واﳌﺴـﺘﺤﻴﻞ ﻣﺎﻻﻳﻨﺼﻮرﰱ اﻟﻌﻘﻞ وﺟﻮدﻩ‬
Dan mustahil, yaitu barang yang tiada dapat pada aqal adanya, maka yaitu
adakalanya dharuri seperti sunyi jirim dari pada bergerak dan diam. Dan
adakalanya nazari, seperti sekutu bagi Allah Ta’ala. Maha tingi Allah dari pada yang
demikian itu.
‫واﳉﺎﺋﺰ ﻣﺎﻳﺼﺢ ﰱ اﻟﻌﻘﻞ وﺟﻮدﻩ وﻋﺪﻣﻪ‬
Halaman 6 dari 85
Miftahul Jannah

Dan yang harus itu barang yang sah pada aqal adanya dan tiadanya. Maka
yaitu adakalanya daruri, seperti gerak jirim atau diamnya dan adakalanya nazari
seperti siksa akan orang yang berbuat ta’at dan memberi pahala akan orang yang
berbuat maksiat.

Faedah Ini suatu faedah,


Bermula aqal itu cahaya yang menjadi akan dia oleh Allah Ta’ala bagi nafas
asalnya ditanam didalam hati dan baginya cemerlang yang berhubung dengan otak
kepala diusahai dengan dia ilmu yang bangsa daruri dan bangsa nazari.
Kata Imam Harmin, dan suatu ja’ah (‫ )ﺟﺎﻋﻪ‬dari pada ulama, bahwasannya
mengenal segala bahagi yang ketiga yaitu diberi aqal maka barang siapa tiada
mengenal akan dia dengan segala maknanya, maka tiadalah ia yang ber aqal.

‫وﳚﺐ ﻋﲆ ﻣﳫﻒ ﴍﻋﺎ ٔان ﻳﻌﺮف ﻣﺎﳚﺐ ﰱ ﺣﻖ ﻣﻮﻻانﺟﻞ وﻋﺰ وﻣﺎﻳﺴـﺘﺤﻴﻞ وﻣﺎﳛﻴﻮز‬
Dan wajib atas tiap-tiap mukalif pada sara’ bahwa mengenal ia akan barang
yang wajib pada haq Tuhan kita Jala wa’aza dan barang yang mustahil dan barang
yang harus.
‫وﻛﺬ اﳚﺐ ﻋﻠﻴﻪ ٔان ﻳﻌﺮف ﻣﺜﻞ ذكل ﰱ ﺣﻖ اﻟﺮﺳﻞ ﻋﻠﳱﻢ اﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم‬
Dan demikian lagi wajib atasnya bahwa mengenal ia akan seupama yang
demikian itu pada haq segala pesuruhnya atas mereka itu rahmat Allah dan
salamnya.

Bermula mukalif itu , yaitu orang yang baligh lagi beraqal. Maka tiadalah
wajib mengenal akan yang tersebut itu atas kanak-kanak dan orang gila.

Bermula baligh kanak-kanak itu ada kalanya dengan bermimpi atau dengan
haid. Jika ada umurnya sembilan tahun atau lebih dan ada kalanya sempurna umur
lima belas tahun.
Bermula haqiqat ma’rifat itu perhimpunan tiga perkara,
1. Jazam (‫)ﺟﺰم‬, artinya i’tiqad yang putus, dan
2. Muafiqu lilhaq (‫)ﻣﻮاﻓﻖ ﻟﻠﺤﻖ‬, artinya mufakat bagi yang sebenarnya yakni
berbetulan dengan diri pekerjaan, dan
3. Dengan dalil, artinya dari pada dalil.
Maka keluar dari pada jazam itu, sak dan zhon dan waham. Maka
bahwasannya sekalian itu tiada memadai pada barang yang dituntut dari pada
sekalian mukalif, bahwa me i’tiqadkan dia pada haq Allah Ta’ala dan pada haq
pesuruhnya.
Halaman 7 dari 85
Miftahul Jannah

Dan keluar dari pada muafiqu lilhaq itu, i’tiqad yang putus yang tiada
muafakat dengan sebenarnya seperti i’tiqad nashari dengan tiga tuhan dan i’tiqad
majusi dengan dua tuhan maka yaitu tiada dinamai ma’rifat, tetapi jahil murakab.
Dan keluar dari pada Dalil itu, i’tiqad yang putus yang muafakat dengan yang
sebenarnya tiada dari pada dalil. Maka bahwasannya ia dinamakan dia taqlid, tiada
dinama ma’rifat.

Bermula arti taqlid itu bahwa kamu mengikut akan orang yang lain dari
padamu pada perkataannya dan i’tiqadnya, tiada kamu kenal akan dalil. Maka
apabila kamu kenal dalilnya maka bahwasannya kamu itu orang yang arif. Bukanlah
kamu itu orang yang taqlid dan sannya ikhtilaf ulama pada orang yang taqlid pada
simpulan tauhid itu dua qaul (golongan), pada suatu qaul kafir dan suatu qaul itu
mukmin. Inilah muktamad.
Dan ikhtilaf qaul pada a’syi (‫ )ﻋﺎﴆ‬nya atau tiada a’syi nya itu atas tiga qaul.
Maka pada suatu qaul a’syi nya dan pada suatu qaul tiada a’syi nya dan pada suatu
qaul tiada ia a’syi itu jika ada ia tiada ahli bagi nazar (‫)ﻧﻈﺮ‬.‫وﷲ ٔاﻋﲅ‬.

‫ﳁﲈ ﳚﺐ ﳌﻮﻻان ﺟﻞ وﻋﺰ ﻋﴩون ﺻﻔﺔ‬


Maka setengah dari pada barang yang wajib bagi Tuhan kita jala wa’aza itu
dua puluh sifat, inilah yang diberati atas kita mengenal akan tafsilnya dan tiada
diberati atas kita mengenal yang lain dari pada dua puluh ini melainkan atas jalan
ijmal jua, yakni wajib atas kita mei’tiqadkan bahwasannya segala sifat kamalat Allah
Ta’ala itu tiada terhingga banyaknya.
1. Wujud (‫ )وﺟﻮد‬artinya, ada.
Yakni ada zat Allah Ta’ala selama-lamanya. Lawannya adum (‫ )ﻋﺪم‬artinya
tiada. Maka yaitu mustahil. Bermula wujud itu sifat nafsiah.
‫وﱓ اﳊﺎل اﻟﻮاﺟﺒﺔ اذلات ﻣﺎداﻣﺖ اذلات ﻏﲑ ﻣﻌﻠةل ﺑﻌةل‬
Yaitu, hal yang wajib bagi zat selama zat tiada dia karenakan satu karena.
‫ٔاﻣﺎﺑﺮﻫﺎن وﺟﻮدﻩ ﺗﻌﺎﱃ ﲿﺪ وث اﻟﻌﺎﱂ‬
Adapun tanda wujud Allah Ta’ala itu maka yaitu baharu alam sekalian, karena
bahwasannya alam itu jikalau tiada ada yang membaharukan dia tetapi baharu ia
dengan sendirinya niscaya lazim bahwasan adalah suatu dari pada pekerjaan yang
bersamaan. Keduanya menyamai bagi taulannya lagi melebihi ia atasnya dengan
tiada suatu sebab, maka yaitu mustahil.

Halaman 8 dari 85
Miftahul Jannah

Bermula dalil baharu sekalian alam itu melazimkan ia segala arad yang
baharu dari pada gerak dan diam dan lainnya dari pada keduanya, dan yang
melazimkan baharu itu baharu jua.
Dan dalil baharu segala arad itu telah dipandang berubahnya dari pada tiada
kepada adanya dan dari pada ada kepada tiada.
Bermula yang dikehendaki dengan pekerjaan itu yaitu wujud dan adum dan
lain dari pada keduanya dari pada segala mumkin yang berlawanan. Maka jika ia
memberat oleh setengah bagi sendirinya dengan tiada yang memberatkan dia
niscaya lazimlah berhimpun dua yang bertepi-tepian dan yaitu mustahil. Maka
tadapat tiada dari pada ada yang memberati akan dia yang lain dari pada zatnya
dan tiadalah yang memberati akan dia itu melainkan Allah Ta’ala aza wajala.
2. Qidam (‫ )ﻗﺪم‬artinya, sedia.
Bermula qidam pada haq Allah Ta’ala itu, ibarat dari pada menafikan adum
yang mendahului atasnya wujud. Lawannya hudus (‫ )ﺣﺪوث‬artinya baharu, maka
yaitu mustahil.
Bermula qidam itu sifat salbiah,
‫وﱓ ﻣﺎدﻟﺖ ﻋﲆ ﻧﻔﻰ ﻣﺎﻻﻳﻠﻴﻖ اب ﺗﻌﺎﱃ‬
Bermula sifat salbiah itu yaitu, barang yang menunjuki atas menafikan
barang yang tiada layak dengan Allah Ta’ala.
Dan adapun tanda wajib qidam bagi Allah Ta’ala maka karena bahwasannya
jikalau tiada qadim niscaya adalah ia baharu, maka berkehendaklah ia kepada yang
membaharukan dia dan lazimlah dur (‫ )دور‬atau tasalsul (‫)ﺗﺴﻠﺴﻞ‬.
Bermula makna dur itu terhenti suatu atas barang yang terhenti ia atasnya,
ada kalanya dengan dua martabat pada yang dur atau dengan beberapa pada
martabat yang terlebih banyak dari pada yang demikian itu. Dan makna tasalsul itu
terhenti suatu atas lainnya dan yaitu terhenti atas lainnya pula. Demikianlah hingga
tiada berkesudahaan. Bermula dur dan tasalsul itu mustahil keduanya, maka
apabila adalah baharu itu membawa kepada dur atau tasalsul yang mustahil
niscaya adalah baharu Allah Ta'la itu mustahil dan apabila mustahil baharu niscaya
tertentulah wajib qidamnya karena tiada yang pertengahan antara keduanya dan
yaitulah yang dituntut.
3. Baqa’ (‫ )ﺑﻘﺎء‬artinya, kekal.
Dan baqa’ itu ibarat dari pada menafikan adum (‫ )ﻋﺪم‬yang menghubungi atas
wujudnya, lawannya (‫ )ﻃﺮواﻟﻌﺪم‬artinya dihubungi oleh tiada maka yaitu mustahil.
Bermula baqa’ itu sifat salbiah. (Adapun) dalil wajib baqa’ bagi Allah Ta’ala
itu, maka karena bahwasannya jikalau dapat bahwa dihubungi akan dia oleh adum

Halaman 9 dari 85
Miftahul Jannah

niscaya nafilah dari padanya qidam karena keadaannya wujudnya pada ketika itu
jadilah harus tiada wajib.
Bermula yang harus itu tiada ada wujudnya melainkan baharu, betapa peri
dan sanya telah terdahulu padahal hampir wajib qidamnya yakni wajib bagi Tuhan
kita Jalawa’aza bersifat baqa’. Bermula tandanya bahwasannya jikalau dapat
bahwa dihubungi akan dia oleh adum niscaya lazimlah bahwa ada ia setengah dari
pada jumlah sekalian mumkin yang harus atasnya wujud dan adum dan tiap-tiap
mumkin itu tiada ada wujudnya melainkan baharu, maha tinggi Allah Ta’ala dari
pada yang demikian itu. Maka lazimlah dur atau tasalsul. Maka nyatalah dengan
yang demikian itu wajib qidam itu melazimkan baqa’.
4. Mukhalafatuhu Lilhawadis (‫ )ﳐﺎﻟﻔﺘﻪ ﻟﻠﺤﻮادث‬artinya, bersalahan Allah Ta’ala
itu bagi segala yang baharu.
Yakni tiada menyamai akan dia oleh suatu dari pada segala yang baharu tiada
pada zatnya dan tiada pada segala sifatnya dan tiada pada segala af’alnya. Maka
mukhalafatuhu lilhawadis itu ibarat dari pada yang menyamai pada zatnya dan
pada segala sifatnya dan pada segala af’alnya. Maka lawannya itu mumasalatuhu
lilhawadis (‫ )ﳑﺎﺛﻠﺘﻪ ﻟﻠﺤﻮادث‬artinya menyamai bagi segala yang baharu, seperti bahwa
ada ia itu jirim artinya mengambil oleh zat yang maha tinggi itu akan kadar dari
pada lapang atau bahwa ada ia ‘aradh yang berdiri pada jirim atau bahwa ada ia
pada suatu pihak bagi jirim atau ada baginya itu pihak atau berkaya (berkehendak)
dia dengan tempat atau dengan masa atau bersifat zatnya yang maha tinggi itu
dengan segala sifat yang baharu atau bersifat ia dengan kecil atau ada dengan besar
atau bersifat dengan mengambil faedah pada segala perbuatannya dan pada segala
hukumnya, maka sekalian yang tersebut itu mustahil.
Bermula mukhalafatuhu lilhawadis itu sifat salbiah. (Dan adapun) dalil wajib
bersalahan Allah Ta’ala bagi segala yang baharu itu, maka karena bahwasannya
jikalau menyamai ia akan suatu dari padanya niscaya adalah ia baharu
seumpamanya, bermula yang demikian itu mustahil karena barang yang engkau
kenal dahulu dari pada wajib qidam Allah Ta’ala itu dan wajib baqa’nya.
5. Qiyamuhu ta’ala binafsih (‫ )ﻗﻴﺎﻣﻪ ﺗﻌﺎﱃ ﺑﻨﻔﺴﻪ‬artinya, berdiri Allah Ta’ala
dengan sendirinya,
Yakni tiada berkehendak ia kepada mahal (‫)ﳏﻞ‬ dan tiada berkehendak
kepada makhsus (‫)ﳐﺼﺺ‬. Maka arti mahal itu zat, maka kaya ia dari pada zat yang
berdiri ia dengan dia, lazimlah bahwasannya ada ia zat. Dan arti makhsus itu fi’il
(‫ )ﻓﺎﻋﻞ‬maka dengan itu lazimlah bahwa ia tiada qadim.

Halaman 10 dari 85
Miftahul Jannah

(Faedah) ini suatau faedah,


Ketahui olehmu bahwasannya sekalian yang mawujud ini dengan nisbahkan
bagi kaya dengan sendirinya dan tiadanya itu empat bahagi,
1. Barang yang tiada berkehendak kepada mahal dan tiada kepada makhsus, yaitu
zat Allah Ta’ala.
2. Barang yang berkehendak kepada makhsus tiada berhajat kepada mahal, yaitu
zat sekalian makhluk.
3. Barang yang berdiri pada mahal dan tiada berhajat kepada makhsus, yaitu segala
sifat Allah Ta’ala.
4. Barang yang berkehendak kepada keduanya, yaitu sekalian sifat makhluk

Maka qiyamuhu binafsih itu ibarat dari pada menafikan berkehendak kepada
mahal dan makhsus. Lawannya layakunu qaimunbinafsih (‫ )ﻻﻳﻜﻮن ﻗﺎﲚﺎﺑﻨﻔﺴﻪ‬artinya,
tiada ia berdiri dengan sendirinya. Seperti bahwa ada ia sifat yang berdiri pada zat
atau berkehendak ia kepada fi’il yang menentukan dia, maka yaitu mustahil.
Bermula qiyamuhu binafsih itu ia sifat salbiah. Dan adapun tanda wajib
berdiri Allah Ta’ala itu dengan sendirinya itu, maka karena bahwasannya jikalau
berhajat ia kepada zat niscaya adalah ia itu sifat. Bermula sifat itu tiada bersifat ia
dengan segala sifat ma’ni dan tiada dengan segala sifat ma’nawiah.
Bermula Tuhan kita Jallawa’aza itu wajib bersifat ia dengan keduanya, maka
tiadalah ia itu sifat dan jikalau berhajat ia kepada makhsus niscaya adalah ia baharu
betapa peri dan sungguhnya telah berdiri tanda atas wajib qidam Allah Ta’ala dan
baqa’nya.
6. Wahdaniah (‫ )وﺣﺪاﻧﻴﺔ‬artinya, esa Allah Ta’ala,
Yakni tiada yang menduai baginya pada zatnya dan pada segala sifatnya dan
tiada pada segala af’alnya. Maka wahdaniah pada haq Allah Ta’ala itu, ibarat dari
pada menafikan banyak pada zat dan pada sifat dan pada af’al.
Maka nafi pada zat itu melazimkan nafi bersusun padanya yang di ibaratkan
dari padanya kamutashil (‫)ﰼ اﻟﺘﺼﻞ‬, artinya beberapa yang berhubung, dan nafi
bandingan yang di ibaratkan dari padanya dengan kamunfashil (‫اﳌﻨﻔﺼﻞ‬ ‫)ﰼ‬, artinya
beberapa yang bercerai.
Dan nafi banyak pada segala af’al itu melazimkan nafi bandingan yang ada
padanya yang diibaratkan dari padanya dengan kamunfashil.
Maka lawannya la yakunu wahidah (‫ )ﻻﻳﻜﻮن واﺣﺪا‬artinya, tiada ada ia esa
dengan bahwa dia bersusun pada zatnya atau pada segala sifatnya atau bahwa ada
bagnya yang menyamai pada zatnya atau pada segala sifatnya atau bahwa sertanya
didalam wujud ini memberi bekas pada suatu perbuatan, maka yaitu mustahil.
Halaman 11 dari 85
Miftahul Jannah

Bermula wahdaniah itu sifat salbiah. Dan adapun dalil wajib esa bagi Allah
Ta’ala itu, maka karena bahwasannya jikalau tiada ada ia esa niscaya lazimlah
bahwa tiada diperoleh suatu dari pada sekalian alam ini, karena lazimlah lemahnya
pada ketika itu yakni jikalau di taqdirkan yang mawujud ini ada baginya qudrat atas
suatu mumkin barang mana mumkin seumpama barang yang bagi Tuhan kita jala
wa’aza, niscaya lazimlah pada tatkala ta’luq oleh qudrat itu bahwa tiada diperoleh
suatu dengan keduanya, karena lazim atasnya dari padanya menghasil yang sudah
hasil atau karena bekas yang satu itu dua yang memberi bekas, karena misalah ini
taqdirkan pada barang yang tiada terbagi seperti jauhar farad (‫)ﺟﻮﺣﺮﻓﺮد‬. Maka tak
dapat tiada dari pada lemah keduanya atau lemah salah satu dari pada keduanya
dan lazim dari pada lemah salah satu dari pada keduanya itu lemah keduanya
karena bahwasannya ia seumpamanya dan apabila keduanya lemah pada mumkin
ini niscaya lazimlah lemah keduanya pada sekalian mumkin. Maka tiadalah
diperoleh suatu dari pada alam ini, maka yaitu mustahil karena menyalahi panca
indra yang lima.
7. Qudrat (‫ )ﻗﺪرة‬artinya, kuasa.
Bermula qudrat yang azaliyah (‫) ٔازﻟﻴﻪ‬, ibarat dari pada suatu sifat yang didapat
dengan dia mengadakan tiap-tiap mumkin dan meniadakan dia atas muafakat
iradat, artinya tiada memperbuat oleh Allah akan suatu melainkan barang yang
menghendaki ia. Maka lawannya ‘ujzun (‫ )ﲺﺰ‬artinya, lemah dari pada suatu
mumkin barang yang mumkin, maka yaitu mustahil.
Bermula qudrat itu sifat ma’ni,
‫وﱓ ﰻ ﺻﻔﺔ ﻣﻮﺟﻮدة ﻓﺎﲚﺔ ﲟﻮﺟﻮد ٔاﺟﺒﺖ هل ﺣﻜﲈ‬
bermula sifat ma’ni itu yaitu, tiap-tiap sifat yang mawujud yang berdiri ia pada
yang mawujud yang mewajibkan ia baginya suatu hukum.
Bermula qudrat itu ta’luq ia pada sekalian mumkin.
‫وﻣﻌﲎ اﻟﺘﻌﻠﻖ ﻃﻠﺐ اﻟﺼﻔﺔ ٔاﻣﺮازاﺋﺪا ﻋﲆ ﻗﻴﺎهمﺎ ﳑﺤﻠﻬﺎ‬
dan makna ta’luq itu tuntut sifat artinya, melazimkan ia akan suatu pekerjaan yang
lebih atas berdirinya pada zat, maka bagi qudrat itu dua ta’luq,
1. Ta’luq Suluhi (‫ )ﺗﻌﻠﻖ ﺻﻠﻮىح‬dan tiada ada ia melainkan qadim.
2. Ta’luq Tanjizi (‫ )ﺗﻌﻠﻖ ﺗﻨﺠﲒى‬yang hadas.
Adapun dalil wajib bersifat Allah Ta’ala itu dengan qudrat, maka karena
bahwasannya jikalau nafi ia, niscaya tiadalah diperoleh sekalain yang baharu ini
yakni jikalau nafi qudrat niscaya lazimlah lemah dan jikalau lemah ia niscaya
tiadalah dapat mengadakan mumkin dan meniadakan dia. Maka tiada diperoleh

Halaman 12 dari 85
Miftahul Jannah

suatu dari pada sekalain yang baharu ini. Maka yaitu mustahil karena menyalahi
yang telah dipandang adanya.
8. Iradat (‫)ارادة‬, artinya, berkehendak dengan setengah barang yang harus
atasnya atas muafakat ilmu.
Artinya tiada dikehendak Allah Ta’ala melainkan barang yang mengetahui ia.
Lawannya karaha (‫ )ﻛﺮاﻫﺔ‬artinya, benci yakni mengadakan suatu dari pada sekalian
alam ini serta tiada kehendak baginya atau serta lupa atau serta lalai atau dengan
ber’alat atau tabi’at maka sekalian itu mustahil.
Bermula iradat itu sifat ma’ni, maka iradat itu ta’luq ia pada sekalian mumkin
dan baginya dua ta’luq,
1. Ta’luq Suluhi (‫)ﺻﻠﻮىح‬
2. Ta’luq Tanjizi (‫ )ﺗﻨﺠﲒى‬yang qadim
Dan dikata orang ada baginya ta’luq yang ketiga, yaitu Tanjizi hadas (‫)ﺗﻨﺠﲒى ﺣﺎدث‬.

Faedah Ini suatu faedah.


Ketahui olehmu bahwasanya amar (‫ ) ٔاﻣﺮ‬dan iradat itu tiada berlazim-lazim
antara keduanya atas mazhab Ahli Sunnah (‫اﻟﺴـﻨﺔ‬ ‫) ٔاﻫﻞ‬, tetapi antara keduanya itu
umum dan khusus dari pada suatu wajah,
 Maka terkadang disuruh lagi dikehendaki, seperti iman segala Anbiya’ dan
segala Malaikat dan segala Mukmin.
 Dan terkadang tiada disuruh dan tiada dikehendaki, seperti kafir pada haq
mereka itu.
 Dan terkadang disuruh dan tiada dikehendak, seperti iman Abu Jahil dan segala
yang semacam dengan dia.
 Dan terkadang dikehendak dan tiada disuruh, seperti segala yang haram dan
yang makruh dan segala yang mubah.
Dan adapun tanda wajib bersifat Allah Ta’ala itu dengan iradat, maka karena
bahwasanya jikalau nafi iradat niscaya nafilah qudrat karena memberi bekas qudrat
itu terhenti pada aqal atas iradat. Betapa peri dan sungguhnya telah dahulu dalil
atas wajib qudrat.
9. Ilmu (‫ )ﻋﲅ‬artinya, mengetahui
Bermula ilmu itu suatu sifat yang azali yang nyata dengan dia sekalian
ma’lumat (‫ )ﻣﻌﻠﻮﻣﺎت‬atas barang yang ia dengan dia akan sebagai nyata yang tiada
ditanggungkan lawannya dengan suatu wajah.

Halaman 13 dari 85
Miftahul Jannah

Bermula lawannya itu jahil (‫ )هجﻞ‬artinya, bebal. Dan barang yang pada makna
jahil yaitu syak (‫ )ﺷﻚ‬dan zohn (‫ )ﻇﻦ‬dan waham (‫ )وﱒ‬dan lupa dan tidur, maka
sekalian itu mustahil.
Bermula ilmu itu sifat ma’ni, maka ilmu itu ta’luq pada sekalian yang wajib
dan sekalian yang harus dan sekalian yang mustahil. Maka baginya itu satu ta’luq,
yaitu Tanjizi yang qadim (‫)ﺗﻨﺠﲒى ﻳڠ ﻗﺪﱘ‬.
Dan adapun dalil wajib bersifat Allah Ta’ala dengan ilmu, maka karena
bahwasanya jikalau nafi ilmu niscaya nafilah iradat yang melazimkan bagi nafi
qudrat karena memberi bekas iradat itu pada pihak menentukan dan yaitu terhenti
pada aqal atas ilmu, betapa peri sungguhnya telah dahulu dalil wajib qudrat Allah
dan iradat.
10. Hayat (‫ )ﺣﻴﺎة‬artinya, hidup
Bermula hayat itu satu sifat yang sah ia akan adaraki (‫ )ادراك‬Ta’ala bagi barang
yang ia berdiri dengan dia, artinya bahwa ada ia itu yang mengetahui dan yang
mendengar dan yang melihat maka yaitu syarat pada segala sifat ma’ni. Lawannya
maut (‫ )ﻣﻮت‬artinya mati, maka yaitu mustahil.
Bermula hayat itu sifat ma’ni dan yaitu tiada ta’luq ia dengan suatu juapun
karena bahwasanya ia tiada melazimkan pekerjaan yang lebih atas berdirinya pada
zat.
Dan adapun dalil wajib bersifat Allah Ta’ala itu dengan hayat, maka karena
bahwasanya jikalau nafi hayat niscaya nafilah sekalian sifat ma’ni karena
bahwasanya hayat itu syarat pada sekalian maka wujud masyrud (‫ )ﻣﴩوط‬dengan
tiada ada syarat mustahil, maka jikalau nafi hayat niscaya nafi qudrat dan iradat
dan ilmu. Betapa peri dan sungguhnya terdahulu dalil atas wajib sekalian itu.
11. Sami’ (‫ )ﲰﻊ‬artinya, mendengar
Bermula makna sami’ itu suatu sifat ma’ni bagi Tuhan kita Jala wa’aza itu
yaitu makna yang berdiri dengan zatnya yang nyata baginya dengan dia tiap-tiap
yang mawujud, sama ada yang mawujud itu qadim, seperti zatnya yang maha tinggi
atau baharu seperti sekalian yang baharu ini. Lawannya sammam (‫ )ﲳﻢ‬artinya tuli
atau mendengar dengan telinga, maka yaitu mustahil.
Bermula sami’ itu sifat ma’ni yang ta’luq ia kepada sekalian yang mawujud
sama ada yang mawujud itu qadim, maka mendengarlah ia akan zatnya dan segala
sifatnya yang wujudiah (‫ )وﺟﻮدﻳﻪ‬seperti sami’ dan bashir atau baharu seperti
sekalian zat yang baharu dan sekaliannya sifatnya yang mawujud sama ada suara
atau lainnya. Maka baginya itu tiga ta’luq,

Halaman 14 dari 85
Miftahul Jannah

1. Ta’luq Tanjizi yang qadim (‫)ﺗﻌﻠﻖ ﺗﻨﺠﲒى ﻗﺪﱘ‬


2. Ta’luq Suluhi (‫)ﺗﻌﻠﻖ ﺻﻠﻮىح‬
3. Ta’luq Tanjizi yang hadas (‫)ﺗﻌﻠﻖ ﺗﻨﺠﲒى ﺣﺎدث‬
Adapun tanda wajib bersifat Allah Ta’ala itu dengan sami’, maka yaitu kitab
yakni qur’an dan sunnah yakni Hadis Rasulullah (saw) dan Ijma’ yakni muafakat
sekalian ulama. Maka setengah dari pada qur’an itu firman Allah Ta’ala,
‫اﻟﺴ ِﻤﻴ ُﻊ اﻟْ َﺒ ِﺼ ُﲑ‬ ْ َ ‫ﻟَﻴْ َﺲ َ ِﳈﺜ ِ ِْهل‬
َّ ‫ﳾ ٌء َوﻫ َُﻮ‬
artinya, tiada seumpama suatu dan yaitu amat mendengar lagi yang amat melihat.
Maka awal ayat itu dalil bagi mukhalafatuhu lilhawadis (‫ )ﳐﺎﻟﻔﺘﻪ ﻟﻠﺤﻮادث‬dan
akhirnya dalil bagi sami’ (‫ )ﲰﻊ‬dan bashir (‫)ﺑﴫ‬. Maka awal ayat itu takhliyah (‫)ﲣﻠﻴﺔ‬
dan akhirnya itu tahliyah (‫)ﲢﻠﻴﺔ‬.
Bermula hukamah (‫)ﺣﳬﺔ‬ mendahulukan takhliyah pada ayat itu karena
jikalau didahulukan dengan sami’ dan bashir niscaya di wahamkan tasybiyah (‫)ﺗﺸﺒﻴﻪ‬.
Dan lagi pula jikalau tiada bersifat Allah Ta’ala itu dengan sami’ niscaya bersifat ia
dengan sammam, maka yaitu kekurangan. Bermula kekurangan pada Allah Ta’ala
itu mustahil.
12. Bashir (‫ )ﺑﴫ‬artinya, melihat
Bermula makna bashir pada haq Allah Ta’ala itu yaitu al’ani (‫ )اﻟﻌﲎ‬yang berdiri
dengan zatnya yang nyata dengan dia baginya tiap-tiap yang mawujud sama ada
yang mawujud itu qadim atau hadas. Lawannya ‘umyun (‫ )ﲻﻰ‬artinya buta atau
melihat dengan mata kepala, maka yaitu mustahil.
Bermula bashir itu sifat ma’ni yang ta’luq ia kepada sekalian yang mawujud,
sama ada yang mawujud itu qadim atau baharu, sama ada rupa atau lainnya. Maka
baginya tiga ta’luq,
1. Ta’luq Tanjizi qadim (‫)ﺗﻨﺠﲒى ﻗﺪﱘ‬
2. Ta’luq Suluhi (‫)ﺻﻠﻮىح‬
3. Ta’luq Tanjizi hadas (‫)ﺗﻨﺠﲒى ﺣﺎدث‬
(Dan adapun) dalil wajib bersifat Allah Ta’ala dengan bashir, maka kitab dan
sunnah dan ijma’ dan lagi pula jikalau tiada bersifat ia dengan dia niscaya lazimlah
bahwa bersifat dengan lawannya dan yaitu kekurangan. Bermula kekurangan atas
Allah Ta’ala itu mustahil.
13. Kalam (‫ )الكم‬artinya berkata-kata,

Halaman 15 dari 85
Miftahul Jannah

Bermula makna kalam yang dibangsakan bagi Allah Ta’ala itu yaitu makna
yang berdiri bagi zatnya yang ta’luq ia pada barang yang ta’luq dengan dia ilmu dan
yaitu tiap-tiap yang wajib dan tiap-tiap yang harus dan tiap-tiap yang mustahil, lagi
maha suci kalamnya dari pada berhuruf dan suara dan terdahulu dan terkemudian
dan salah dan betul dan sekalian bagi yang berubah-ubah. Lawannya bukmum (‫)ﺑﲂ‬
artinya, kelu maka yaitu mustahil.
Bermula kalam itu sifat ma’ni, maka baginya satu ta’luq, yaitu Ta’luq Tanjizi
yang qadim (‫)ﺗﻨﺠﲒى ﻗﺪﱘ‬.
Dan adapun tanda wajib bersifat Allah Ta’ala itu dengan kalam, maka yaitu
kitab dan sunnah dan ijma’ maka setengah dari pada ayat firman Allah Ta’ala,
‫ﻮﳻ ﺗَ ْ ِﳫﳰًﺎ‬ ُ َّ ‫َو َﳇَّ َﻢ‬
َ ‫اهلل ُﻣ‬
artinya, berkata-kata Allah Ta’ala akan Nabi Musa akan perkataan
Dan lagi pula jikalau tiada bersifat ia dengan kalam niscaya lazimlah bahwa
bersifat dengan bukmum maka yaitu kekurangan atas Allah Ta’ala. Bermula
kekurangan atas Allah Ta’ala itu mustahil.
14. Qadirun (‫ )ﻗﺎدر‬artinya, yang kuasa, lawannya ‘ujzun (‫ )ﻋﺎﺟﺰ‬artinya yang
lemah, yaitu mustahil. Bermula qadirun itu sifat ma’nawiah (‫)ﻣﻌﻨﻮﻳﺔ‬,
‫وﱓ اﳊﺎل اﻟﻮاﺟﺒﺔ ﻟذلات ﻣﺎداﻣﺖ اذلات ﻣﻌﻠةل ﺗﻌةل‬
dan yaitu, hal yang wajib bagi zat selama zat itu dikarena dengan suatu karena.
15. Muridun (‫ )ﻣﺮﻳﺪ‬artinya, yang berkehendak, lawannya karaha (‫)ﰷرﻩ‬
artinya yang benci maka yaitu mustahil.
16. Alimun (‫ )ﻋﺎﱂ‬artinya, yang mengetahui. Bermula alimun itu sifat
ma’nawiah.
17. Hayyun (‫ )ىح‬artinya, yang hidup. Lawannya mayyit (‫ )ﻣﻴﺖ‬artinya yang
mati maka yaitu mustahil. Bermula hayyun itu sifat ma’nawiah.
18. Samiun (‫ )ﲰﻴﻊ‬artinya, yang mendengar. Lawannya summum (‫)ﲳﻢ‬
artinya yang tuli maka yaitu mustahil. Bermula samiun itu sifat ma’nawiah.
19. Bashirun (‫ )ﺑﺼﲑ‬artinya, yang melihat. Lawannya umyum (‫ ) ٔاﲻﻰ‬artinya
yang buta maka yaitu mustahil. Bermula bashirun itu sifat ma’nawiah.
20. Muttakalimun (‫ )ﻣﺘﳫﻢ‬artinya, yang berkata-kata. Lawannya ubkum
(‫) ٔاﺑﲂ‬ artinya yang kelu maka yaitu mustahil. Bermula muttakalimun itu sifat
ma’nawiah.
Dan adapun dalil wajib bersifat Allah Ta’ala itu dengan segala sifat
ma’nawiah yang tujuh ini maka yaitu, dalil wajib bersifat ia dengan segala sifat
Halaman 16 dari 85
Miftahul Jannah

ma’ni yang tujuh dahulu itu jua, karena berlazim-lazim antara keduanya, yakni
antara ma’ni dan ma’nawiah itu. Dan dinamai akan dia ma’nawiah karena
dibangsakan kepada ma’ni karena bahwasannya bersifat dengan ma’nawiah itu
farak bagi bersifat dengan ma’ni. Maka tiadalah sah dikata bagi qadirun melainkan
apabila berdiri dengan zat itu sifat qudrat dan kiaskan olehmu akan yang lainnya.

‫و ٔاﻣﺎاﳉﺎﺋﺰ ﰱ ﺣﻘﻪ ﺗﻌﺎﱃ ﻓﻌﻞ ﰻ ﳑﻜﻦ ٔاوﻧﺮﻛﻪ‬


Dan adapun harus pada haq Allah Ta’ala maka yaitu memperbuat bagi tiap-
tiap mumkin atau meninggalkan dia. Dan masuk pada katanya tiap-tiap mumkin itu
memberi pahala akan orang yang ta’at dan menyiksa akan orang yang berbuat
maksiat dan membangkit oleh Allah Ta’ala akan segala pesuruh pada sekalian
hambanya dan shaleh (‫ )ﺻﻼح‬dan ishlah (‫ )اﺻﻠﺢ‬bagi sekalian makhluk dan melihat
oleh makhluk akan Allah Ta’ala aza wajala didalam akhirat. Maka bahwasannya ini
sekaliannya tiada wajib suatu dari padanya atas Allah Ta’ala dan tiada mustahil.
Tetapi wujudnya dan adumnya dengan dinisbahkan kepadanya itu (‫ )ﺑﺮﲰﻼﺋﻦ‬maka
lawannya wajib berbuat mumkin atau mustahil berbuat dia, maka yaitu mustahil.
Dan adapun tanda keadaan berbuat mumkin atau meninggalkan dia itu harus
pada haq Allah Ta’ala, maka karena bahwasannya jikalau wajib atas Allah Ta’ala
suatu dari padanya pada aqal atau mustahil pada aqal niscaya bertukarlah mumkin
itu akan wajib atau mustahil dan yang demikian itu tiada diterima oleh aqal sekali-
kali karena bahwasannya menukarkan haqiqat.

‫وﳚﻤﻊ ﻫﺬء اﻟﻌﻘﺎﺋﺪ ﳇﻬﺎ ﻗﻮل ﻻاهل الاﷲ‬


Dan menghimpunkan segala makna aqaid tiap-tiapnya oleh kata (‫)ﻻاهل ٕاﻻﷲ‬
artinya, tiada Tuhan melainkan Allah, karena makna ketuhanan itu melengkapi atas
dua makna :
(‫)اﺳﺘﺘﻐﻨﺎء الا هل ﻋﻦ ﰻ ﻣﺎﺳﻮاﻩ‬
artinya, kaya Tuhan dari pada tiap-tiap barang yang lainnya. Dan
(‫)اﻓﺘﻘﺎر ﰻ ﻣﺎﺳﻮاﻩ اﻟﻴﻪ‬
artinya, berkehendak oleh tiap-tiap barang yang lainnya kepadanya.
Bermula yang mashur bahwasannya makna (‫ )ﻻاهل إﻻﷲ‬itu,
(‫)ﻻﻣﻌﺒﻮدﲝﻖ ٕاﻻﷲ‬
artinya, tiada yang disembah dengan sebenar-benar itu melainkan Allah.

Halaman 17 dari 85
Miftahul Jannah

Dan lazim dari pada keadaannya yang disembah dengan sebenar-benar itu,
bahwasannya kaya ia dari pada tiap-tiap barang yang lainnya. Bahwasannya barang
yang mewajibkan bagi Allah Ta’ala itu sebelas sifat, yaitu :
 Wujud (‫ )وﺟﻮد‬dan qidam (‫ )ﻗﺪم‬dan baqa (‫ )ﺑﻘﺎء‬dan mukhalafatuhu lilhawadis
(‫ )ﳐﺎﻟﻔﺘﻪ ﻟﻠﺤﻮادث‬dan qiyamuhu binafsih (‫ )ﻗﻴﺎﻣﻪ ﺑﻨﻔﺴﻪ‬dan sami’ (‫ )ﲰﻊ‬dan bashir (‫)ﺑﴫ‬
dan kalam (‫ )الكم‬dan sami’un (‫ )ﲰﻴﻊ‬dan bashirun (‫ )ﺑﺼﲑ‬dan muttakalimun (‫)ﻣﺘﳫﻢ‬.
 Dan diambil dari padanya,
(‫)ﺗﲋﻫﻪ ﻋﻦ الاﻏﺮاض‬
artinya, maha suci Allah Ta’ala itu dari pada mengambil faedah sekalian
perbuatan dan segala hukumnya. Maka (‫ )ﺗﲋﻫﻪ ﻋﻦ الاﻏﺮاض‬itu setengah dengan
yang dibawah mukhalafatuhu lilhawadis (‫)ﳐﺎﻟﻔﺘﻪ ﻟﻠﺤﻮادث‬.
 Dan diambil dari padanya pula bahwasannya,
(‫)ﻻﳚﺐ ﻋﻠﻴﻪ ﻓﻌﻞ ﳽءﻣﻦ اﳌﻤﻜﻨﺎت ٔاوﻧﺮﻛﻪ‬
artinya, tiada wajib atasnya berbuat suatu dari pada sekalian mumkin dan tiada
wajib meninggalkan akan dia.
Maka inilah dua puluh enam (26) simpulan iman yang masuk didalam istighna
(‫)اﺳـﺘﻐﻨﺎء‬.
Dan adapun berkehendak oleh tiap-tiap barang yang lain dari padanya
kepadanya itu yaitu mewajibkan bagi Allah Ta’ala sembilan sifat yaitu,
 Hayat (‫ )ﺣﻴﺎة‬dan qudrat (‫ )ﻗﺪرة‬dan iradat (‫ )ارادة‬dan ilmu (‫ )ﻋﲅ‬dan wahdaniah
(‫ )وﺣﺪاﻧﻴﺔ‬dan hayyun (‫ )يح‬dan qadirun (‫ )ﻗﺎدر‬dan muridun (‫ )ﻣﺮﻳﺪ‬dan alimun (‫)ﻋﺎﱂ‬.
 Dan diambil dari padanya,
(‫)ﺣﺪوث اﻟﻌﺎﱂ ﺑﺎٔﴎﻩ‬
artinya, baharu alam dengan sekaliannya.
Karena jikalau ada suatu dari padanya itu qadim niscaya adalah yang demikian
itu kaya dari pada Allah Ta’ala, betapa peri dan yaitu Allah Ta’ala itu yang wajib
bahwa berkehendak kepadanya oleh tiap-tiap barang yang lainnya kepadanya.
 Dan ambil dari padanya pula,
(‫) ٔان ﻻﺗﺎٔﺛﲑ ﻟﴙءﻣﻦ اﻟﲀﺋﻨﺎت ﰱ ٔاﺛﺮﻣﺎﺑﻄﺒﻌﻪ‬
artinya, bahwasannya tiada memberi bekas bagi suatu dari pada sekalian
kainat itu pada suatu bekas barang bekas dengan tabi’atnya.
Dan jika tiada demikian niscaya lazimlah bahwasannya kaya demikian
bekas itu dari pada Tuhan kita jalawa’aza, betapa peri dan yaitu barang yang

Halaman 18 dari 85
Miftahul Jannah

berkehendak kepadanya oleh tiap-tiap barang yang lain kepadanya. Padahal


umum atas tiap-tiap kelakuan maka barang siapa me i’tiqadkan bahwasannya
memberi bekas ia dengan tabi’atnya maka tiadalah ikhtilaf (‫ )اﺧﺘﻼف‬pada
kafirnya karena telah di sharih kan dia oleh Syech Sanusi (ra)
 Dan diambil dari padanyaa pula,
(‫) ٔان ﻻﺗﺎٔﺛﲑ ﻟﴙء ﻣﻨﻪ ﺑﻘﻮة ﺟﻌﻠﻬﺎ ﷲ ﻓﻴﻪ‬
artinya, tiada memberi bekas bagi suatu dari pada sekalian kainat itu dengan
kuat yang menjadikan akan dia oleh Allah Ta’ala padanya.
Dan jika tiada demikian niscaya jadilah Tuhan kita jala wa’aza berkehendak
pada mengadakan setengah dari pada segala perbuatan kepada wasithah.

Bermula yang demikian itu bathil karena ada barang yang lain terkaya dari
padanya. Dan barang siapa me i’tiqadkan bahwasannya memberi bekas ia dengan
kuat yang menjadikan dia oleh Allah Ta’ala padanya dan jikalau meninggal ia akan
dia niscaya tiada memberi bekas, maka tiada adalah ikhtilaf pada bid’ahnya dan
sannya ikhtilaf pada kafirnya dan dengan inilah bathil mazhab qadariah (‫ )ﻗﺪرﻳﺔ‬yang
berkata mereka itu dengan memberi bekas qudrat yang baharu dari pada segala
perbuatan yang ikhtiariah (‫ )اﺧﺘﻴﺎرﻳﺔ‬dan bathil mazhab falsafah (‫ )ﻓﻼﺳﻔﻪ‬yang berkata
mereka itu dengan memberi bekas segala langit dan bintang dan angin dan air dan
api dan tanah dan yang seumpamanya dengan yang demikian itu dan bathil mazhab
(‫ )ﻃﺒﺎﺛﻌﻴﲔ‬yang berkata mereka itu dengan memberi bekas segala thabi’at dan
seumpamanya seperti keadaannya makanan itu mengenyangkan dan air itu
memuaskan dahaga dan api itu menghanguskan.

Bermula sekalian mereka itu pada i’tiqad mereka itu akan memberi bekas
pekerjaan yang tersebut itu. Bersalahan bagi setengah dari pada mereka itu
mei’tiqadkan memberi bekas dengan kuat yang menjadikan oleh Allah Ta’ala akan
dia padanya, maka telah lalu hukum kedua firqah (‫ )ﻓﺮﻗﺔ‬itu dan firqah yang kedua
ikhtilaf ulama pada kafirnya.
Bermula yang mu’tamad (‫)ﻣﻌﳣﺪ‬ itu mukmin dan sannya mengikut akan
falsafah atas ini oleh kebanyakan dari pada ‘umatul mu’minin (‫)ﻋﺎﻣﺔاﳌﺆﻣﻨﲔ‬ dan
kepadanya musyarat oleh musyaikh Sanusi dengan katanya,
(‫)ﻛﲈ ﻳﺰﲻﻪ ﻛﺸﲑة ﻣﻦ اﳉﻬةل‬
artiya, menyangka oleh kebanyakan dari pada orang yang bebal.

Halaman 19 dari 85
Miftahul Jannah

Bermula yang dikehendaki dengan orang yang bebal itu mu’tazilah. Bermula
mukmin yang tahqiq imannya itu tiada mei’tiqadkan ia baginya memberi bekas
sekali-kali, tiada dengan tabi’atnya dan tiada dengan kuatnya yang dijadikan oleh
Allah Ta’ala padanya dan barang yang menyertai ia sah bersalahan dari padanya,
maka terkadang diperoleh api tiada diperoleh hangus, seperti api Nabi Allah
Ibrahim dan terkadang peroleh sekalian tiada diperoleh putus seperti pisahnya
serta anaknya Nabi Allah Ishaq (as).
Dan adapun jabariah, maka kata mereka itu, insan tiada bagi mereka itu
perbuatan dan tiada kuasa dan tiada berkehendak dan tiada ikhtiar dan sannya
menjadikan oleh Allah Ta’ala segala perbuatan pada insan itu dengan sekira-kira
barang yang menjadi ia segala kayu dan batu. Bermula pahala dan siksa itu
menyangka oleh mereka itu dengan, bahwasannya Allah Ta’ala apabila menyiksa ia
hambanya dengan sebab maksiat maka sannya siksa ia atas perbuatan dirinya, dan
demikian lagi pada memberi pahala. Maka takut olehmu dari pada tergelincir
kepada i’tiqad jabariah.

‫ﻓﺎٔﻫﻞ اﻟﺴـﻨﺔﱒ اذلﻳﻦ ﻳﻌﺘﻘﺪون ﺑﲔ ﻫﺬﻳﻦ‬


Maka Ahli Sunnah itu yaitu, mereka itu yang me i’tiqadkan oleh mereka itu
pada antara dua ini. Yakni antara jabariah dan qadariah, maka inilah dua puluh
empat (24) simpulan iman yang masuk didalam makna lailaha ilallah (‫ )ﻻاهل ٕاﻻﷲ‬lima
puluh.
۞‫۞وابﷲ اﻟﺘﻮﻓﻴﻖ‬
‫وأﻣﺎاﻟﺮﺳﻞ ﻋﻠﳱﻢ اﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم ﻓﻴﺠﺐ ﰱ ﺣﻘﻬﻢ ﺛﻼث ﺻﻔﺎت‬
Dan adapun segala nabi yang mursal itu atas mereka itu rahmat Allah dan
salamnya, maka wajib pada haq mereka itu tiga sifat,
1. Shiddiq (‫ )ﺻﺪق‬artinya, benar
Yakni sekalian barang yang menyampaikan oleh mereka itu dari pada Allah
Ta’ala yang muafakat bagi barang yang pada diberi pekerjaan. Maka lawannya kizib
(‫ )ﻛﺬب‬artinya dusta, yaitu tiada muafakat bagi diri pekerjaan maka yaitu mustahil.
Adapun tanda wajib benar sekalian mereka itu pada da’wi (‫ )دﻋﻮى‬mereka itu
akan risalah dan dari pada barang yang menyampai oleh mereka itu akan dia dari
pada segala hukum. Maka karena bahwasannya jikalau tiada benar mereka itu
niscaya lazimlah dusta pada khabar Allah Ta’ala, karena telah membenar oleh Allah
Ta’ala akan mereka itu dengan mukjizat yang menempati pada tempat firmannya,

Halaman 20 dari 85
Miftahul Jannah

‫ﺻﺪق ﻋﺒﺪى ﰱ ﰻ ﻣﺎ ﻳﺒﻠﻎ ﻋﲎ‬


artinya, telah benar hambaku ini pada tiap-tiap barang yang menyampai akan dia
dari pada aku.
Maka jikalau harus dusta pada segala Rasulullah niscaya haruslah dusta pada
haq Tuhan kita jala wa’aza. Karena yang membenarkan yang dusta itu dusta pula
dan yang berkhabar dengan yang demikian itu kekurangan. Maka kekurangan pada
Allah Ta’ala itu mustahil, maka dusta segala Rasulullah itu mustahil pula. Maka
apabila mustahil dusta niscaya tertentu benar.
Bermula mukjizat itu yaitu suatu pekerjaan yang mencarik bagi adat yang
beserta dengan da’wi akan benar serta tiada yang melintangi yang menjadikan
akan dia oleh Allah Ta’ala atas tangan segala pesuruhnya.
2. Amanah (‫ )اﻣﺎﻧﺔ‬artinya, ‘ushamah (‫)ﻋﺼﻤﺔ‬,
Yaitu terpelihara oleh Allah Ta’ala akan segala zahir mereka itu, maka tiada
keluar dari pada mereka itu yang menyalahi sama ada ia haram atau makruh. Dan
lawannya khianat (‫ )ﺧﻴﺎﻧﺔ‬artinya, tiada ‘ushamah dengan mengerjakan suatu dari
pada barang yang ditegah akan dia akan sebagai tegah haram atau tegah makruh,
maka yaitu mustahil.
Dan adapun tanda wajib amanah bagi mereka itu, maka karena bahwasanya
jikalau khianat sekalian mereka itu dengan mengerjakan yang haram atau yang
makruh niscaya bertukarlah yang haram atau yang makruh itu ta’at pada haq
mereka itu, karena bahwasanya Allah Ta’ala itu telah menyuruh akan kita dengan
mengikut akan mereka itu pada segala perkataan mereka itu dan segala perbuatan
mereka itu. Dan tiada menyuruh oleh Allah Ta’ala dengan mengerjakan yang haram
dan yang makruh, yakni jikalau khianat mereka itu dengan mengerjakan yang
haram atau yang makruh niscaya adalah kita disuruh sekalian kita dengan mengikut
mereka itu padanya dan disuruh dengan yang haram dan yang makruh itu tiada sah
pada sara’ karena firman Allah Ta’ala,
‫ﻓَﺎﻧ َّ ُﻪ ﻳَﺎْٔ ُﻣ ُﺮ ِابﻟْ َﻔ ْﺤﺸَ ﺎ ِء َواﻟْ ُﻤ ْﻨ َﻜ ِﺮ‬
artinya, bahwasanya Alllah Ta’ala itu tiada menyuruh ia dengan segala pekerjaan
ِٕ
yang keji-keji dan yang munkar.
Karena sekalian kita disuruh dengan mengikut mereka itu pada segala
perkataan dan segala perbuatan mereka itu dari pada barang yang tiada tsabit
ketentuan bagi mereka itu dengan dia. Maka dalil itu kitab Allah Ta’ala pada haq
nabi kita Muhammad (saw).
‫ﻗﻞ ان ﻛﻨﱲ ﲢﺒﻮن ﷲ ﻓﺎﺗﺒﻌﻮﱏ ﳛﺒﻴﲂ ﷲ‬
Kata olehmu ya Muhammad bagi mereka itu jika ada kamu itu kasih akan Allah
Ta’ala maka ikut olehmu akan daku niscaya dikasih akan kamu oleh Allah Ta’ala.
Halaman 21 dari 85
Miftahul Jannah

Dan yang dikehendak dengan af’al itu barang yang melengkapi sakut (‫)ﺳﻜﻮت‬
artinya diam. Dan yang dikehendak af’al itu barang yang lain dari pada yang wajib
seperti berdiri dan duduk dan berjalan karena bahwasanya tiada i’tibarkan dengan
dia (dan faham) dari pada yang tersebut ini, maka adalah burhan amanah itu syar’i
bersalahan shiddiq maka bahwasanya ia aqal.
3. Tabligh (‫ )ﺗﺒﻠﻴﻎ‬artinya, menyampaikan barang yang disuruh akan mereka
itu dengan menyampaikan akan dia bagi segala makhluk dan jangan
menyembunyikan oleh mereka itu dari padanya akan satu huruf, maka lawannya
kitman (‫ )ﻛامتن‬artinya, menyembunyikan suatu dari pada barang yang disuruh akan
mereka itu menyampaikan bagi segala makhluk yaitu mustahil.
Dan adapun dalil wajib tabligh bagi mereka, karena bahwasannya mereka itu
jikalau tiada menyampaikan oleh mereka itu niscaya menyembunyikan oleh
mereka itu maka mustahil. Karena jikalau menyembunyi oleh mereka itu niscaya
adalah sekalian kita disuruh dengan mengikut mereka itu pada menyembunyikan.
Maka menyembunyikan itu tiada disuruh, tetapi adalah menyembunyi setengah
dari pada tegah yang haram yang di kutuk akan yang mengerjakan dia. Firman Allah
Ta’ala,
ُ َّ ‫ﺎت َواﻟْﻬُﺪَ ى ِﻣ ْﻦ ﺑ َ ْﻌ ِﺪ َﻣﺎ ﺑَﻴَّﻨَّﺎ ُﻩ ِﻟﻠﻨَّ ِﺎس ِﰲ ْاﻟ ِﻜﺘَ ِﺎب ُٔاوﻟ َ ِﺌ َﻚ ﻳَﻠْ َﻌﳯُ ُ ُﻢ‬
‫اهلل َوﻳَﻠْ َﻌﳯُ ُ ُﻢ‬ ِ َ‫ﻮن َﻣﺎ َٔا ْﻧ َﺰﻟْﻨَﺎ ِﻣ َﻦ اﻟْ َﺒ ِﻴّﻨ‬
َ ‫ا َّن َّ ِاذل َﻳﻦ ﻳَ ْﻜ ُﺘ ُﻤ‬
ِ َّ ِٕ
‫ﻮن‬
َ ‫ﻨ‬
ُ ‫ﻋ‬ ‫اﻟﻼ‬
Bahwasanya segala mereka itu yang menyembunyi oleh mereka itu akan
barang yang kami turunkan akan dia dari pada segala kenyataan dan petunjuk
kemudian dari pada barang yang kami nyatakan dia bagi sekalian manusia didalam
kitab. Bermula mereka itulah yang mengutuk akan mereka itu oleh Allah Ta’ala dan
mengutuk oleh segala yang mengutukan.
Dan bahwasanya Allah Ta’ala tiada menyuruh ia dengan mengerjakan yang
haram dan tiada yang makruh, yakni menyembunyi oleh mereka itu niscaya
khianatlah mereka itu. Betapa peri sungguhnyalah lalu dalil atas wajib amanah
sekalian mareka itu.
‫وﳚﻮزﰱ ﺣﻘﻬﻢ ﻣﺎﻫﻮﻣﻦ الاﻋﺮاض اﻟﴩﻳﺔ اﻟﲎ ﻻﺗﺆدى اﱃ ﻧﻘﺺ ﰱ ﻣﺮاﺗﳢﻢ اﻟﻌﻠﻴﺔ ﰷﳌﺮض وﳓﻮﻩ‬
 Dan harus pada haq segala mereka itu barang yang yaitu dari pada segala
perangai manusia yang tiada membawa kepada kekurangan pada martabat
mareka itu yang tinggi seperti, sakit dan yang seumpamanya seperti kawin dan
makan dan minum.
 Dan lawannya,
‫ﻻﻳﻘﺼﻔﻮن ابﻻﻋﺮاض اذلﻛﻮرة‬

Halaman 22 dari 85
Miftahul Jannah

artinya, tiada bersifat mereka itu dengan segala perangai yang tersebut, maka yaitu
mustahil.
Dan adapun dalil harus segala perangai manusia bagi mereka itu, maka yaitu
nyata dipandang jatuhnya dengan mereka itu yakni nyata pada orang yang semasa
dengan mereka itu dan meyampai oleh mereka itu akan yang demikian itu bagi
lainnya dengan khabar yang matuwatir dan tiadalah kemudian dari pada pandang
itu kenyataan karena bahwasannya mereka itu sakit sekalian mereka itu dan makan
oleh sekalian mereka itu.
Maka adapun faedah jatuh ‘aradh basyariah dengan mereka itu maka yaitu
amat banyak. Setengah dari padanya membesarkan pahala bagi mereka itu
didalam sakit dan setengah dari padanya mengajar segala hukum seperti kita
ketahui akan sujud sahwi dalam sembahyang dari pada lupa Nabi kita Muhammad
(saw) dan setengah dari padanya mensabarkan dari pada dunia ini dan setengah
dari padanya menjagakan dari pada hina kadar dunia ini pada Allah Ta’ala, seperti
sabda Nabi (saw),
‫ﻛﻦ ﻓﯩﺎدلﻧﻴﺎ ٔاكﻧﻚ ﻏﺮﻳﺐ ٔاوﻋﺎﺑﺮ ﺳﺒﻴﻞ‬
Jadikan dirimu didalam dunia ini seolah kamu itu orang yang gharib pada negeri
orang atau orang lalu jalan.
Dan lagi sabda Nabi (saw),
‫ﻟﻮﰷﻧﺖ ادلﻧﻴﺎ ﺗﺰن ﻋﻨﺪ ﷲ ﺟﻨﺎح ﺑﻌﻮﻣﺔ ﻣﺎﺳﻘﻰ اﻟﲀﻓﺮ ﻣﳯﺎ ﺟﺮﻋﺔ ﻣﺎء‬
Jikalau ada dunia ini kadar setimbang sebelah sayap nyamuk pada Allah Ta’ala,
niscaya tiada dituangkan akan kafir dari padanya seteguk air.

Adapun kata Muhammad Rasulullah, artinya nabi Muhammad Rasul Allah


yaitu pesuruh, yaitu terkandung didalamnya,
1. Wajib shiddiq al-rasul (‫ )ﺻﺪق اﻟﺮﺳﻞ‬artinya, wajib benar sekalian Rasul dan
sekalian Nabi.
2. Wajib amanatahum (‫ ) ٔاﻣﺎﻧﳤﻢ‬artinya, percaya
3. Wajib al-tabligh (‫ )اﻟﺘﺒﻠﻴﻎ‬artinya, wajib menyampaikan
4. Jawaza al-‘aradh basyariah (‫ )ﺟﻮازالاﻋﺮاض اﻟﺒﴩﻳﺔ‬artinya, harus segala perangai
tubuh manusia bagi mereka itu.
5. Imanana bisyair anbiya’ (‫ )اﳝﺎا ﻧﻨﺎ ﺑﺴﺎﺋﺮ الاﻧﺒﻴﺎء‬artinya percaya kita dengan sekalian
Nabi.
6. Imanana bisyair almalaikat (‫)اﳝﺎﻧﻨﺎ ﺑﺴﺎﺋﺮ اﳌﻼﺋﻜﺔ‬ artinya, percaya kita dengan
sekalian malaikat

Halaman 23 dari 85
Miftahul Jannah

7. Imanana bisyair alkitab samawiyah (‫ )اﳝﺎﻧﻨﺎ ﺑﺴﺎﺋﺮ اﻟﻜﺘﺐ اﻟﺴﲈوﻳﺔ‬artinya percaya kita
dengan segala kitab yang diturunkan dari pada langit.
8. Imanana bilyaumil akhir (‫ )اﳝﺎﻧﻨﺎ ابﻟﻴﻮم اﻻٓﺧﺮ‬artinya percaya kita dengan hari
kemudian.
Karena bahwasannya Nabi (saw) datang ia dengan membenarkan sekalian
yang tersebut itu, yakni tiada syak bahwasannya membenar penghulu kita
Muhammad (saw) pada bahwasannya ia pesuruh Allah Ta’ala dengan barang yang
menunjuk atasnya oleh segala mukjizat yang tiada terhingga banyaknya itu
melazimkan benar dengan sekalian barang yang didatangkan dengan dia dan
setengah dari pada jumlah barang yang didatangkan dengan dia itu empat perkara
yang disebut akan dia oleh Syech Sanusi didalam Amal barhain (‫ ) ٔام اﻟﱪاﻫﲔ‬dan lain
dari padanya, dari pada barang yang tiada hingga dari pada barang yang telah
masthur (‫ )ﻣﺴﻄﻮر‬didalam segala kitab Ahli Sunnah. Maka inilah dua delapan (28)
aqaid dan lawannya pula.

Maka jumlahnya enam belas, maka sannya telah nyata bagimu dikandung
oleh dua kalimah syahadat serta sedikit hurufnya bagi sekalian barang yang wajib
atas sekalian mukalif mengenal akan dia dari pada sekalian simpulan iman pada
haq Allah Ta’ala dan haq segala pesuruhnya.
‫وﱓ ﺳـﺘﺔ وﺳـﺘﻮڽ ﻋﻘﻴﺪة‬
Dan yaitu enam puluh enam simpulan (‫ )ﻓﺮﻗﻪ‬i’tiqad. (Dan kata syech Sanusi)
dan mudah-mudahan ia karena pendeknya serta melengkapi ia atas barang yang
kami sebut akan dia menjadi oleh syara’ akan terjemah barang yang didalam hati
dari pada islam. (Dan) tiada diterima dari pada seorang akan imannya melainkan
dengan dia maka seyogyanya atas orang yang beraqal bahwa membanyakkan
menyebut-nyebut akan dia padahal menghadhirkan bagi barang yang meliputi atas
segala simpulan iman hingga bercampur serta segala maknanya dengan dagingnya
dan darahnya maka bahwasannya melihat ia dari pada segala rahasianya dan segala
yang ajaib-ajaib, insya’allah Ta’ala barang yang tiada masuk dibawah hingga,
wabillah taufiq (‫)واب اﻟﺘﻮﻓﻴﻖ‬

Halaman 24 dari 85
Miftahul Jannah

‫ﻫﺬا آﺧﺮ ابﺑﴪﻩ ﷲ ﻣﻦ ﲨﻌﻪ و ٔاان ٔاﻓﻘﺮ اﻟﻌﺎد اﱃ اﻟﺒﺎرى ﶊﺪ ﻃﻴﺐ اﺑﻦ ﻣﺴﻌﻮد اﻟﺒﻨﺠﺎرى‬
Inilah akhir barang yang telah memudah Allah Ta’ala bagiku dari pada
menghimpunkan akan dia, padahal aku sangat faqir kepada Allah Ta’ala dari pada
sekalian hamba Allah, yaitu :
‫ﶊﺪ ﻃﻴﺐ اﺑﻦ ﻣﺴﻌﻮد‬
Muhammad Thaib Ibnu Mas’ud
Yang bangsa Banjari

‫وﲰﻴﳤﺎ ﻣﻔﺘﺎح اﳉﻨﺔ ﰱ ﺑﻴﺎن اﻟﻌﻘﻴﺪة و ٔارﺧﳤﺎ ﻳﻘﻮﱃ‬


Dan aku namai akan dia Mitahul Jannah (‫)ﻣﻔﺘﺎح اﳉﻨﺔ‬, artinya Anak Kunci
Surga pada menyatakan segala aqaidul iman dan aku tarikh akan dia dengan kata
ku
(٠‫)ﺣﺎﻣﺪاوﺷﺎﻛﺮﻟﻠﻮﻻان وﻣﺼﻠﻴﺎ وﻣﺴﻠﲈ ﻋﲆ ﻃﻪ وآﱃ‬
٣٧ ١٥ ١١٠ ١٧٧ ١٧٧ ١٥٨ ٥٢٨ ٥٤
Artinya, padahal aku membaca puji dan aku syukur akan Allah Ta’ala dan
aku ucap shalawat dan salam atas Nabi yang bernama Thah (‫ )ﻃﻪ‬dan sekalian
keluarganya.
‫)وﰷن اﻟﻔﺮاغ ﻣﻦ ﺟﻌﻪ ﻳﻮم اﻻﺛﻨﲔ ﺳـﻨﺔ ﻋﴩ ﻣﻦ ﺷﻬﺮ ﺷﻮاﱃ ﰱ اﻟﺴـﻨﺔ اﳌﺬ ﻛﻮرة ﻣﻦ ﳗﺮة اﻟﺒﱮ ﻋﻠﻴﻪ‬
(‫ٔاﻓﻀﻞ اﻟﺼﻼة و ٔازﰽ اﻟﺘﺤﻴﺔ واﻟﺴﻼم واﶵﺪ ^ رابﻟﻌﺎﳌﲔ‬
Dan adalah selesai dari pada menghimpunkan akan dia pada hari senin enam
belas hari dari pada bulan syawal pada tahun yang tersebut itu yaitu 1274 dari
pada berpindah Nabi Muhammad atasnya, terlebih afdhal shalawat dan terlebih
suci salam dan segala puji itu tertentu bagi Allah Tuhan sekalian alam.
۞‫۞ آﻣﲔ ايرب اﻟﻌﺎﳌﲔ‬

Halaman 25 dari 85
Miftahul Jannah

‫)اﻧﻴهل ﻛﺘﺎب ٔاﺻﻮل اﻟﺘﺤﻘﻴﻖ ﻓﺪ ﻣﭙﺘﺎﻛﻦ ﻋﲅ ٔاﺻﻮل ادلﻳﻦ ﻛﺮاڠﻦ ﻣﻮﻻان وﻗﺪوﺗﻨﺎ اﻟﻌﺎﱂ اﻟﻔﺎﺿﻞ ﻻڬ ﺳﺎڠﺔ ورع‬
(‫ﺗﻴﺎدﺳﺒﺖ ﳕﺎڽ ﰷرن اتﻛﻮت رايء‬
Inilah kitab Ushul Tahqiq pada menyatakan ilmu ushuluddin karangan
maulana waqad watana Al-alamu al-fadhil lagi sangat wara’ tiada sebut namanya
karena takut riya’

Fasal pada menyatakan yang wajib atas tiap-tiap mukalaf laki-laki dan
perempuan, merdeka dan sahaya, yang aqil baligh pada hukum syara’ bahwa
mengetahui barang yang wajib pada haq Tuhan kita yang maha besar dan maha
mulia dan barang yang mustahil dan barang yang jaiz.
Kata imam Harmain (ra) artinya, barang siapa tiada tahu akan yang wajib dan
jaiz dan mustahil maka yaitu tiada beraqal.

(Soal) apa yang dikata wajib dan apa yang dikatakan mustahil dan apa yang
dikatakan jaiz (Jawab) maka tiap-tiap yang,
• Wajib itu barang tsabit pada aqal adanya dan yang,
• Mustahil itu barang yang tsabit pada aqal tiadanya dan yang,
• Jaiz itu barang yang tsabit pada aqal adanya dan tsabit pada aqal tiadanya
itulah yang jaiz.
Maka misal yang ketiga itu seperti suatu jirim umpamanya. Maka yang wajib
pada jirim itu mengambil layak qadar zatnya sekira-kira lulus dirinya. Dan yang
mustahil pada jirim itu tiada mengambil layak. Dan jaiz pada jirim itu menerima
salah suatu dari pada gerak dan diam.
(Soal) apa arti jirim itu (Jawab) artinya jirim itu barang yang memenuh layak.
(Soal) seperti mana jirim itu (Jawab) seperti batu dan kayu dan tubuh segala
binatang dan tubuh segala manusia dan barang sebagainya.

Dan apabila sudah kita ketahui yang wajib pada jirim dan yang mustahil pada
jirim dan yang jaiz pada jirim, maka hendaklah kita ketahui pula yang wajib pada
Tuhan kita yang maha besar dan yang maha mulia dan barang yang mustahil pada
Tuhan kita dan barang yang jaiz padanya.
• Adapun yang wajib pada haq Tuhan kita itu yaitu wujudnya, dan
• Yang mustahil padanya adumnya, dan
• Yang jaiz padanya menjadikan sekalian alam atau meninggalkan dia.

Halaman 26 dari 85
Miftahul Jannah

Maka setengah dari pada barang yang wajib bagi Tuhan kita yang maha besar
dan yang maha mulia itu dua puluh sifat dan yaitu,
• Wujud (‫ )وﺟﻮد‬artinya ada, lawannya tiada. Mustahil Allah Ta’ala itu tiada.
• Qidam (‫ )ﻗﺪم‬artinya sedia, lawannya baharu. Mustahil Allah Ta’ala itu baharu.
• Dan Baqa’ (‫ )ﺑﻘﺎء‬artinya kekal, lawannya fana’. Mustahil Allah Ta’ala itu fana’.
• Mukhalafatuhu lilhawadis (‫ )ﳐﺎﻟﻔﺘﻪ ﻟﻠﺤﻮادث‬artinya bersalahan Allah Ta’ala itu
dengan segala yang baharu, lawannya bersamaan dengan segala yang baharu.
Mustahil Allah Ta’ala itu bersamaan dengan segala yang baharu.
• Dan Qiyamuhu binafsihi (‫ )ﻗﻴﺎﻣﻪ ﺑﻨﻔﺴﻪ‬artinya berdiri Allah Ta’ala dengan
sendirinya lawannya berdiri dengan yang lainnya. Mustahil Allah Ta’ala itu
berdiri dengan yang lain.
• Dan Wahdaniyah (‫ )وﺣﺪاﻧﻴﻪ‬artinya esa Allah Ta’ala itu, lawannya dua. Mustahil
Allah itu dua.
• Dan Hayat (‫ )ﺣﻴﺎة‬artinya hidup, lawannya mati. Maka mustahil Allah Ta’ala itu
mati.
• Dan Ilmu (‫ )ﻋﲅ‬artinya tahu Allah Ta’ala lawannya bebal. Mustahil Allah Ta’ala
itu bebal.
• Dan Qudrat (‫ )ﻗﺪرة‬artinya kuasa, lawannya lemah. Mustahil Allah Ta’ala itu
lemah.
• Dan Iradat (‫ ) ٔارادة‬artinya berkehendak, lawannyat tiada berkehendak. Mustahil
Allah Ta’ala itu tiada berkehendak.
• Dan Sami’ (‫ )ﲰﻊ‬artinya mendengar, lawannya tuli. Mustahil Allah Ta’ala itu tuli.
• Dan Bashir (‫ )ﺑﴫ‬artinya melihat, lawannya buta. Mustahil Allah Ta’ala itu buta.
• Dan Kalam (‫ )الكم‬artinya berkata-kata, lawannya kelu. Mustahil Allah Ta’ala itu
kelu.
• Dan Kaunuhu Hayyun (‫)ﻛﻮﻧﻪ ﺣﻴﺎ‬ artinya keadaannya yang hidup, lawannya
keadaannya yang mati. Mustahil Allah Ta’ala itu yang mati.
• Dan ‘Alimun (‫ )ﻋﺎﳌﺎ‬artinya keadaannya yang tahu, lawannya keadaannya yang
bebal, Mustahil Allah Ta’ala itu yang bebal.
• Dan Qadirun (‫ )ﻗﺎدرا‬artinya keadaan yang kuasa, lawannya keadaannya yang
lemah, mustahil Allah Ta’ala itu yang lemah.

Halaman 27 dari 85
Miftahul Jannah

• Dan Muridun (‫ )ﻣﺮﻳﺪا‬artinya keadaannya yang berkehendak, lawannya keadaan


yang tiada berkehendak. Mustahil Allah Ta’ala itu yang Tiada berkehendak.
• Dan Sami’un (‫ )ﲰﻴﻌﺎ‬artinya keadaannya yang mendengar, lawannya
keadaannya yang tuli. Mustahil Allah Ta’ala itu yang tuli.
• Dan Bashirun (‫ )ﺑﺼﲑا‬artinya keadaannya yang melihat, lawannya keadaannya
yang buta. Mustahil Allah Ta’ala itu yang buta.
• Dan Mutakalimun (‫ )ﻣﺘﳫﲈ‬artinya keadaannya yang berkata-kata lawannya yang
kelu. Mustahil Allah Ta’ala itu yang kelu.
Ini fasal pada menyatakan sifat dua puluh yang tersebut itu. Adalah lafaznya
itu bahasa arab, dibahasakan dengan bahasa melayu karena lafaznya itu umum.
Dan maknanya itupun umum dan barang siapa belajar sifat yang demikian itu
dinamai belajar bahasa baharu, belum lagi diketahui akan maknanya itu amat
banyak.
Adapun orang yang belajar sifat dua puluh itu karena masa sekarang itu
banyak mengajar bahasa sahaja, istimewa pula perempuan yang mengajar dia
karena tiada mengetahui akan perkataan yang besar-besar karena perkataan itu
banyak yang musykil. Sebab itulah maka faqir khabarkan supaya ingat orang yang
belajar dia. Kemudian dari pada itu maka faqir khabarkan perkataan yang khusus
sedikit supaya mudah orang yang baru belajar yang hafazkan dia.
Maka adalah lafaznya itu seperti,

1. Wujud (‫ )وﺟﻮد‬artinya, ada zat Allah Ta’ala itu sendirinya.


Artinya, tiada zat Allah Ta’ala Ada dikarenakan suatu karena dan tiada
disebab dengan suatu sebab dan tiada bertempat dengan suatu tempat dan tiada
bermasa dengan suatu masa.
(Soal) wujud itu apa oleh yang mawujud. (Jawab) wujud yaitu kenyataan oleh yang
mawujud,
Seperti firman Allah Ta’ala,
َ ‫اﻟﺴ َﻤﺎ ِء َو ْ َٔاﻻ ْر ِض اﻧ َّ ُﻪ ﻟ َ َﺤ ٌّﻖ ِﻣﺜْ َﻞ َﻣﺎ َٔاﻧَّ ُ ْﲂ ﺗَ ْﻨ ِﻄ ُﻘ‬
‫ﻮن‬ َّ ‫ﻓَ َﻮ َر ِ ّب‬
artinya, demi Tuhan langit dan Tuhan bumi itu bahwasanya ia sebenar-benarnya
ِٕ
ada seperti kamu berkata-kata.
2. Dan Qidam (‫ )ﻗﺪم‬artinya sedia,
Artinya sedia itu, ibarat dari pada menafikan adum mendahului bagi
wujudnya, artinya wujud itu tiada dahului oleh adum dan jika didahului oleh adum
niscaya jadilah ia berpermulaan,
Seperti firman Allah Ta’ala,

Halaman 28 dari 85
Miftahul Jannah

‫ﻫ َُﻮ ْ َٔاﻻ َّو ُل َو ْاﻻٓ ِﺧ ُﺮ‬


artinya, ia jua yang permulaan dan ia jua yang kemudian.
3. Dan Baqa’ (‫ )ﺑﻘﺎء‬artinya kekal,
Artinya, ibarat dari pada menafikan adum yang menghubungi bagi wujud.
Artinya wujud Allah itu tiada dihubungi oleh adum dan jika dihubungi oleh adum
niscaya adalah ia berkesudahan,
Seperti firman Allah Ta’ala,
‫َوﻳ َ ْﺒﻘَﻰ َو ْﺟ ُﻪ َرﺑ ّ َِﻚ ُذو اﻟْ َﺠ َﻼلِ َو ْاﻻ ْﻛ َﺮا ِم‬
artinya, kekal zat Tuhanmu ya Muhammad yang amat besar lagi amat mulia.
ِٕ
4. Dan Mukhalafatuhu Lilhawadis (‫ )ﳐﺎﻟﻔﺘﻪ ﻟﻠﺤﻮادث‬artinya, bersalahan Allah
Ta’ala itu dengan segala baharu, artinya zatnya dan sifatnya dan af’alnya.
 artinya bersalahan zatnya itu, bukan ia jirim dan bukan ia jisim.
 artinya bersalahan sifatnya itu, bukan ia arad karena arad itu berdiri dengan
jirim.
 artinya bersalahan fi’ilnya itu, karena af’al Allah itu tiada serupa dengan fi’il
segala makhluk.
Seperti firman Allah Ta’ala
‫اﻟﺴ ِﻤﻴ ُﻊ اﻟْ َﺒ ِﺼ ُﲑ‬ ْ َ ‫ﻟَﻴْ َﺲ َ ِﳈﺜ ِ ِْهل‬
َّ ‫ﳾ ٌء َوﻫ َُﻮ‬
artinya, tiada seumpama Allah Ta’ala dengan suatu juapun. Yaitu yang mendengar
dan melihat.
5. Dan Qiyamuhu binafsihi (‫ )ﻗﻴﺎﻣﻪ ﺑﻨﻔﺴﻪ‬artinya berdiri dengan sendirinya,
tiada ia berkehendak kepada zat dan tiada ia berkehendak kepada Fi’il yang
menjadikan dia .
 Dan jika ia berkehendak kepada zat jadilah ia sifat itu tiada boleh berdiri dengan
sendirinya melainkan berdiri ia kepada zat.
 Dan jika ia berkehendak kepada Fi’il yang menjadikan dia niscaya adalah ia
baharu dan tiap-tiap yang baharu itu tiada boleh berdiri dengan sendirinya,
Seperti firman Allah ta’ala,
‫اهلل ﻟَﻐ ِ ٌَّﲏ َﻋ ِﻦ اﻟْ َﻌﺎﻟ َ ِﻤ َﲔ‬
َ َّ ‫ا َّن‬
artinya, bahwasannya Allah Ta’ala itu amat kaya dari pada sekalian alam.
ِٕ
6. Dan Wahdaniah (‫ )وﺣﺪﻧﻴﺔ‬artinya, esa.
Artinya tiada menduai bagi zatnya dan tiada menduai bagi sifatnya dan tiada
menduai bagi fi’ilnya.
 Artinya tiada menduai bagi zatya itu, tiada zat Allah ta’ala itu bersusun dan
tiada menerima bahagi dan tiada menerima suku dan tiada besar dan tiada kecil
dan tiada berbanding dan,
Halaman 29 dari 85
Miftahul Jannah

 Tiada menduai sifatya itu tiada sifat Allah ta’ala itu bersusun tiada sifat Allah
ta’ala itu berbanding dan tiada sifat Allah ta’ala itu berlawan banding itu pada
disebut orang sahaja kepada lafaz jua, artinya pada bahasa dan tiada kepada
haqiqatnya. Maha suci Allah ta’ala itu berbanding dengan suatu.
 Artinya tiada menduai pada af’al dan tiada af’al Allah ta’ala itu berbanding.
Seperti firman Allah ta’ala
‫اهلل أَ َﺣ ٌﺪ‬
ُ َّ ‫ﻗُ ْﻞ ﻫ َُﻮ‬
artinya, katakan olehmu ya Muhammad bahwa Allah ta’ala itu esa.
7. Dan Hayat (‫ )ﺣﻴﺎة‬artinya hidup Allah ta’ala itu tiada dengan ruh dan tiada
dengan jasad. Dan adalah hidup dengan ruh dan dengan jasad itu hidup segala
makhluk.
Seperti firman Allah ta’ala,
‫ﻫ َُﻮ اﻟْ َﺤ ُّﻲ اﻟْﻘَﻴُّﻮ ُم‬
artinya, Allah ta’ala itu hidup lagi berdiri.
8. Dan Ilmu (‫ )ﻋﲅ‬artinya, tahu Allah ta’ala itu tiada dengan belajar dan tiada
dengan pikir dan tiada dengan mudah dan tiada dengan payah dan tiada dengan
lupa dan tiada degan lalai dan tiada dengan syak dan tiada dengan zohn dan tiada
dengan waham sekaliannya itu maknanya jahil.
Adapun arti syak itu, bahagi dua dengan sama berat, dan arti zohn itu banyak
kepada yakin sedikit kepada tiada yakin, dan arti waham itu banyak kepada tiada
yakin sedikit kepada yakin.
Seperti firman Allah ta’ala
‫َٔا ْﻧ َﺰ َ ُهل ِﺑ ِﻌﻠْ ِﻤ ِﻪ‬
artinya, telah diturunkan Allah ta’ala qur’an itu dengan pengetahuannya.
9. Dan Qudrat (‫ )ﻗﺪرة‬artinya kuasa Allah ta’ala itu mengadakan yang tiada,
dan kuasa meniadakan yang ada, dan kuasa Allah ta’ala itu tiada dengan kaki
tangan dan tiada dengan alat pegawai/perkakas.
Seperti firman Allah ta’ala
‫اﻟﺴ َﻤ َﺎء ﺑَﻨَﻴْﻨَﺎﻫَﺎ ِﺑﺎَٔﻳْ ٍﺪ‬
َّ ‫َو‬
artinya, dan langit itu kami perbuat ketujuhannya dengan qudrat.
10. Dan Iradat (‫ )ارادة‬artinya berkehendak Allah Ta’ala itu tiada dengan hati
dan tiada mengambil faedah kehendaknya itu menentukan mumkin panjang dan
pendek, kecil dan besar, tebal dan tipis.
Seperti firman Allah ta’ala
ِ َّ ‫ﻮن َﻃ ْ ًﲑا ِاب ْذ ِن‬
‫اهلل‬ ُ ‫ﻓَ َﻴ ُﻜ‬
ِٕ
Halaman 30 dari 85
Miftahul Jannah

artinya, maka jadilah tanah itu burung dengan kehendak Allah ta’ala.
11. Dan Sami’ (‫ )ﲰﻊ‬artinya mendengar Allah ta’ala itu tiada dengan lubang
telinga mendengar dengan pendengar dirinya akan Kalam dirinya yang tiada
berhuruf dan tiada dengan suara, istimewa pula kalam yang baharu yang berhuruf
dan bersuara.
Seperti firman Allah ta’ala
ُ َّ ‫ﻟَﻘَﺪْ َ ِﲰ َﻊ‬
‫اهلل‬
artinya, telah mendengar Allah ta’ala.
12. Dan Bashir (‫ )ﺑﴫ‬artinya melihat Allah Ta’ala tiada dengan biji mata dan
dilihat dengan penglihatannya dilihat akan zat dirinya yang tiada berupa dengan
zat makhluk, istimewa pula zat yang baharu yang berhuruf.
Seperti firman Allah ta’ala
‫َﻻ ﺗُﺪْ ِر ُﻛ ُﻪ ْ َٔاﻻﺑْ َﺼ ُﺎر َوﻫ َُﻮ ﻳُﺪْ ِركُ ْ َٔاﻻﺑْ َﺼ َﺎر‬
artinya, tiada dapat akan dia oleh segala penglihat akan zat ia jua yang mendapat
segala penglihat.
13. Dan Kalam (‫ )الكم‬artinya berkata-kata Allah ta’ala itu tiada dengan huruf
dan tada dengan suara dan tiada dengan kuat dan tiada perlahan dan tiada dengan
berulang-ulang dan tiada dengan berhenti.
Seperti firman Allah ta’ala,
ُ ُ‫َواﻟْ َﺤ َّﻖ َٔاﻗ‬
‫ﻮل‬
artinya, bermula yang sebenar aku kata.
14. Dan Hayyun (‫ )ىح‬artinya yang hidup melazimkan hayat yang berdiri
dengan zat.
Seperti firman Allah ta’ala,
ُ ‫ﰻ ﻋَ َﲆ اﻟْ َﺤ ّ ِﻲ َّ ِاذلي َﻻ ﻳ َ ُﻤ‬
‫ﻮت‬ ْ َّ ‫َوﺗ ََﻮ‬
artinya, dan serah engkau atas yang hidup yang tiada mati.
15. Dan Alimun (‫ )ﻋﺎﱂ‬artinya yang tahu, melazimkan ilmu yang berdiri ia
dengan zat.
Seperti firman Allah ta’ala
َّ ‫ﻋَﺎ ِﻟ ُﻢ اﻟْﻐَ ْﻴ ِﺐ َو‬
‫اﻟﺸﻬَﺎ َد ِة‬
artinya, bahwasanya Allah ta’ala jua yang tahu akan bathin dan yang zohir.
16. Dan Qodirun (‫ )ﻗﺎدر‬artinya yang kuasa melazimkan qudrat yang berdiri ia
dengan zat Allah ta’ala.
Seperti firman Allah ta’ala,

Halaman 31 dari 85
Miftahul Jannah

‫ﺑ َ َﲆ ﻗَﺎ ِد ِر َﻳﻦ‬
artinya, kami jadikan sesuatu padahal kami yang amat kuasa.
17. Dan Muridun (‫ )ﻣﺮﻳﺪ‬artinya yang berkehendak melazimkan iradat yang
berdiri ia dengan zat.
Seperti firman Allah ta’ala,
ُ‫ﻓَ َّﻌﺎ ٌل ِﻟ َﻤﺎ ﻳُ ِﺮﻳﺪ‬
artinya, bahwa Allah ta’ala berbuat ia bagi barang sekehendak.
18. Dan Sami’un (‫ )ﲰﻴﻊ‬artinya yang mendengar melazimkan sami’ yang
berdiri ia dengan zat Allah.
Seperti firman Allah ta’ala
‫اهلل َ ِﲰﻴ ٌﻊ‬
َ َّ ‫ا َّن‬
artinya, bahwasanya Allah ta’ala yang amat mendengar.
ِٕ
19. Dan Bashirun (‫ )ﺑﺼﲑ‬artinya yang melihat melazimkan bashir yang berdiri
ia dengan zat Allah ta’ala.
Seperti firman Allah
ٌ‫اهلل َ ِﲰﻴ ٌﻊ ﺑ َ ِﺼﲑ‬
َ َّ ‫ا َّن‬
artinya, bahwasanya Allah Ta’ala yang amat mendengar lagi amat melihat.
ِٕ
20. Dan Mutakalimun (‫ )ﻣﺘﳫﻢ‬artinya yang berkata-kata melazimkan kalam
yang berdiri dengan zat Allah ta’ala.
Seperti firman Allah ta’ala
‫ﻮﳻ ﺗَ ْ ِﳫﳰًﺎ‬ ُ َّ ‫َو َﳇَّ َﻢ‬
َ ‫اهلل ُﻣ‬
artinya, telah berkata haq Ta’ala dengan Nabi Allah Musa akan sempurna berkata.

Maka inilah segala dalil sifat yang dua puluh itulah. Dan apabila sudah kita
ketahui artinya sifat yang dua puluh itu serta dalilnya hendaklah ketahui pula akan
tanda ada Allah ta’ala.
Adapun tanda ada Allah ta’ala itu, baharu alam ini.
(Soal jika) nafi yang membaharui segala alam ini, betapa hal keadaannya itu
baharu melainkan baharu ia bagi sendirinya. (Jawab) maka dari karena bahwasanya
jikalau tiada ada bagi Allah ta’ala yang membaharukan dia tetap hal keadannya itu
baharu melainkan baharu ia sendirinya. (Soal) Jika baharu sendirinya betapa
kelazimannya hal keadaannya yang demikian itu. (Jawab) niscaya lazimlah bahwa
keadaannya yang baharu dengan sendirinya itu adalah suatu dari pada dua
pekerjaan yang berlawanan keduanya yang bersamaan keduanya pada haqiqatnya,
pada hal menyamai bagi taulannya.

Halaman 32 dari 85
Miftahul Jannah

(Soal) mana taulannya yang bersamaan keduanya (Jawab) yaitu seperti


malam taulannya siang dan panjang taulannya pendek dan seperti besar taulannya
kecil dan seperti hitam taulannya putih dan seperti baik taulannya jahat dan seperti
hidup taulannya mati dan seperti barang sebagainya dari pada barang yang
menyerupa demikian itu dari pada yang berlawanan keduanya. (Maka
bahwasanya) yang demikian itu bersamaan keduanya, padahal haqiqatnya yaitu
seperti barang yang wajib atasnya wajib atas taulannya dan barang yang mustahil
atasnya mustahil atas taulannya dan barang yang harus atasnya harus atas
taulannya. Maka yang demikian itu dikata bersamaan dari karena sanya tiada sama
melainkan pada tiga tempat inilah rupanya, pertama kepada wajib dan kedua
kepada mustahil dan ketiga kepada jaiz. Hanyalah dari karena tiada putus
mengenal akan suatu itu melainkan dengan mengenal sifat yang wajib atasnya dan
sifat yang mustahil dan sifat yang harus.

(Soal) betapa sifat wajib atas yang demikian itu (Jawab) adapun sifat yang wajib
atas segala alam ini yaitu seperti adanya itu wajib atasnya itu baharu, maka wajib
pula atas taulannya seperti tiadanya itupun baharu jua dari karena keduanya itu
taghayyur (‫ )ﺗﻐﲑ‬maka tiap-tiap yang taghayyur itu lazimlah baharunya atau seperti
umpamanya wajib atasnya itu baharu dari karena ia tsabit taghayyurnya sanya tiap-
tiap yang taghayyur itu tsabitlah baharu. Dan demikian lagi taulannya yaitu seperti
malam umpamanya wajib pula atasnya baharu dari karena tsabitlah baginya itu
taghayyur (artinya) berubah-ubah.
Dan adapun sifat yang harus atasnya yang demikian itu seperti siang itu
wujudnya dan adumnya harus, dan harus pula atas taulannya itupun seperti malam
itu wujudnya dan adumnya.
Dan adapun sifat yang mustahil atas siang itu qadim pula maka sanya yang
demikian itu tsabitlah bersamaan keduanya pada haqiqatnya bersamaan ia bagi
taulannya maka tiap-tiap suatu yang sama nafi dari padanya tiada sama. Dan
apabila tsabit tiada sama nafi dari padanya sama, dan berhimpun sama dengan
tiada sama itu mustahil dan kiaskan olehmu.
(Soal) apa tanda baharu alam (Jawab) melazimkan bagi segala arad yang
baharu dari pada gerak dan diam dan lainnya dari pada keduanya dan yang
melazimkan oleh yang baharu itu baharu jua. (Soal) apa tanda baharu segala arad
itu (Jawab) bahwa tsabit dipandang berubahnya dari pada tiada kepada ada dan
dari pada ada kepada tiada.

(Soal) apa tanda wajib bagi Allah ta’ala (Jawab) maka dari karena
bahwasanya jikalau tiada ada ia aadim niscaya adalah baharu. (Soal) jika baharu

Halaman 33 dari 85
Miftahul Jannah

apa salahnya (Jawab) maka berkehendak ia kepada membaharukan dia. (Soal) jika
ia berkehendak kepada yang membaharukan dia apa salahnya (Jawab) niscaya
lazimlah dur (‫ )دور‬dan tasalsul (‫)ﺗﺴﻠﺴﻞ‬, artinya dur itu terhenti sesuatu, adakalanya
dengan dua martabat atau lebih dan arti tasalsul itu berjadi-jadian tiada dengan
kesudahan. (Soal) Jika ia dur dan tasalsul apa salahnya (Jawab) menunjukkan
ketiadaan Tuhan apabila ketiadaan Tuhan alampun tiada karena alam ini tsabit
wujudnya lagi zahir tatkala tsabit wujud alam ini tsabitlah wujud Allah ta’ala yang
menzahirkan dia.

(Soal) Apa tanda wajib baqa’ bagi Allah ta’ala (Jawab) maka dari karena
bahwa jikalau dapat dihubungi ia oleh adum niscaya nafilah dari padanya qadim.
(Soal) apa sebab burhan baqa’ itu menafikan qadim (Jawab) dari karena wujudnya
pada ketika itu jadilah ia baharu tiada wajib dan tiap-tiap yang baharu itu wujudnya
tiada wajib lawannya qadim itulah sebabnya jadi nafi qadim. (Soal) tiap-tiap yang
baharu adakah wujudnya wajib atau tiada (Jawab) dan tiap-tiap yang baharu itu
tiada ada wujudnya itu wajib melainkan baharu. (Soal) wajib wujud alam ini apa
salahnya (Jawab) tiap sah yang demikian itu padahal terdahulu hampir wajib qadim
bagi Allah ta’ala.

(Soal) apa tanda wajib mukhalafatuhu lilhawadisi bagi Allah ta’ala (Jawab)
maka dari karena bahwasanya jikalau menyamai bagi Allah Ta’ala akan sesuatu dari
pada segala yang baharu niscaya adalah ia baharu seumpamanya. (Soal) jika baharu
seumpamanya apa salahnya (Jawab) dan yang demikian itu mustahil. (Soal) Apa
sebab jadi mustahil (Jawab) karena barang yang engkau ketahui dahulunya dari
pada wajib qidam bagi Allah ta’ala dan baqa’nya inilah sebabnya jadi mustahil.

(Soal) apa tanda wajib qiyamuhu binafsihi (Jawab) maka dari karena
bahwasanya jikalau berkehendak ia kepada zat niscaya adalah ia sifat. (Soal) Jika
jadi sifat apa salahnya (Jawab) dan sifat itu tiada bersifat ia dengan sifat ma’ani
(‫ )ﻣﻌﺎﱏ‬dan tiada bersifat ia dengan sifat ma’nawiyah (‫)ﻣﻌﻨﻮﻳﺔ‬. (Soal) Jika bersifatkan
dengan sifat ma’ani dan sifat ma’nawiyah apa salahnya. (Jawab) karena berdiri
ma’ni kepada ma’ni itu mustahil. (Soal) apa sebab jadi mustahil (jawab) melazimkan
dur dan tasalsul, inilah sebabnya dan Tuhan kita yang maha mulia itu wajib bersifat
ia dengan keduanya. (Soal) dengan kedua mana (Jawab) yaitu dengan ma’ani dan
ma’nawiyah sebab itulah bukan ia sifat dan apabila bukan ia sifat yaitulah zat. (Soal)
Jika berkehendak ia kepada fi’il (‫ )ﻓﺎﻋﻞ‬yang menjadikan dia apa salahnya (Jawab)
niscaya adalah ia baharu betapa sah yang demikian itu. (Soal) demikian itu mana

Halaman 34 dari 85
Miftahul Jannah

(Jawab) yaitu, yang berkehendak kepada fi’il itulah yang dikata demikian itu karena
telah terdahulu berdiri dalil atas wajib qidam Allah Ta’ala dan baqa’nya. Dan tiap-
tiap yang wajib padanya qidam dan wajib baqa’nya maka nafilah dari padanya
berkehendak kepada zat dan nafi pula dari padanya berkehendak kepada fi’il.

(Soal) apa tanda wajib wahdaniyah bagi Allah ta’ala (Jawab) maka dari karena
bahwasanya jikalau tiada ia niscaya lazimlah bahwasannya tiada diperoleh suatu
pada alam ini. (Soal) apa sebab tiada diperoleh segala alam ini (Jawab) dari karena
lazimlah lemahnya pada ketika itu dan tiap-tiap yang lemah itu tiada boleh
menjadikan suatu.

(Soal) apa tanda wajib bersifat Allah Ta’ala itu dengan qudrat dan iradat dan
ilmu dan hayat (Jawab) maka dari karena bahwasanya jikalau nafi suatu dari pada
segala sifat itu niscaya tiada peroleh suatu dari pada segala yang baharu ini. (Soal)
apa sebab tiada diperoleh segala yang baharu ini (Jawab) jikalau nafi qudrat yaitu
lemah dan jika nafi iradat tiada berkehendak dan jika nafi Ilmu yaitu jahil dan jika
nafi hayat yaitu mati, inilah sebab tiada diperoleh segala yang baharu ini.

(Soal) apa tanda wajib sami’ bagi Allah ta’ala dan bashir dan kalam baginya
(Jawab) maka yaitu qur’an dan hadist dan ijma’ segala ulama’. (Soal) jika tiada ia
bersifat dengan sami’ dan bashir dan kalam apa salahnya (Jawab) niscaya lazimlah
bersifat ia dengan segala lawannya. (Soal) jika ia bersifat dengan segala lawannya
apa salahnya (Jawab) yaitu kekurangan atas Allah Ta’ala dan kekurangan itu
mustahil. (Soal) apa sebabnya jadi mustahil (Jawab) karena ia berkehendak kepada
yang menyempurnakan dia, itulah sebabnya menjadikan mustahil.
(Soal) qudrat dan iradat kemana ta’luqnya dan ilmu dan kalam itu kemana
ta’luqnya dan hayat kemana ta’luqnya dan sami’ dan bashir itu kemana ta’luqnya
(Jawab) qudrat dan iradat itu ta’luq ia pada sekalian mumkin tiada ta’luq kepada
yang wajib dan tiada ta’luq kepada yang mustahil. (Soal) jika ta’luq kepada yang
wajib apa salahnya dan jika ta’luq kepada yang mustahil apa salahnya (Jawab) jika
ta’luq kepada mengadakan yang wajib lazimlah menghasilkan yang telah hasil dan
jika menidakkan akan yang wajib lazimlah bertukar haqiqatnya yang wajib jadi jaiz
itulah sebab salahnya, dan jika ta’luq pada menidakkan yang mustahil lazimlah
menghasilkan yang telah hasil, dan jika mengadakan yang mustahil lazimlah
bertukar haqiqatnya mustahil itu jadi jaiz itulah sebab salahnya.

Halaman 35 dari 85
Miftahul Jannah

(Soal) apa arti mumkin (Jawab) arti mumkin itu barang yang sudah ta’luq
qudrat dan iradat pada wujudnya atau kepada adumnya, itulah artinya mumkin.
(Soal) mumkin itu berapa bahagi (Jawab) terbahagi atas empat bahagi,
1. Mumkin mawujud ba’dal adum (‫)ﳑﻜﻦ ﻣﻮﺟﻮد ﺑﻌﺪاﻟﻌﺪم‬, artinya mumkin yang ada
kemudian dari pada adum seperti langit dan bumi.
2. Mumkin adum ba’dal wujud (‫)ﳑﻜﻦ ﻋﺪم ﺑﻌﺪاﻟﻮﺟﻮد‬, artinya mumkin yang tiada
kemudian dari pada ada seperti nabi Adam Alaihi Salam.
3. Mumkin sayujad (‫)ﳑﻜﻦ ﺳـﻴﻮﺟﺪ‬, artinya mumkin yang lagi akan yang ada seperti
hari kiamat.
4. Mumkin ilmu Allah annahu lam yujad (‫ﻳﻮﺟﺪ‬ ‫)ﳑﻜﻦ ﻋﲅ ﷲ ٔاﻧﻪ ﱂ‬, artinya didalam ilmu
Allah ta’ala padahal tiada dijadikan.
Dan ilmu, kalam itu ta’luq ia kepada yang wajib dan kepada yang mustahil
dan kepada yang jaiz. Dan hayat itu tiada ta’luq dengan suatu juapun dari karena ia
syarat bagi segala sifat ma’ani. Dan sami’, bashir itu ta’luq ia kepada segala yang
mawujud itu yaitu wajib atau jaiz tiada ta’luq pada yang mustahil dan tiada ta’luq
ia kepada yang ma’dum.
(Soal) apa arti ta’luq itu (Jawab) artinya ta’luq itu tuntut sifat akan sesuatu
pekerjaan yang lebih kemudian dari pada berdiri sifat pada zat. (Soal) ta’luq qudrat,
iradat pada sekalian itu terbahagi atas berapa bahagi (Jawab) yaitu terbahagi atas
empat bahagi,
1. Ta’luq Mu’iyah (‫ )ﻣﻌﻴﻪ‬namanya, artinya yaitu nyata pada mumkin mawujud ba’dal
adum (‫)ﻣﻮﺟﻮد ﺑﻌﺪ اﻟﻌﺪم‬.
2. Ta’luq ta’sir (‫)ﺗﺎٔﺛﲑ‬ namanya, artinya memberi bekas. Yaitu kepada mumkin
ma’dum ba’dal wujud (‫)ﻣﻌﺪوم ﺑﻌﺪاﻟﻮﺟﻮد‬
3. Ta’luq hukmiyah (‫ )ﺣﳬﻴﻪ‬namanya, artinya pada hukum yaitu kepada mumkin
sayujad (‫)ﺳـﻴﻮﺟﺪ‬.
4. Ta’luq bilquat (‫ )ابﻟﻘﻮة‬namanya, artinya dengan kuat tiada dengan fi’il yaitu kepada
mumkin ilmu Allah Annahu lam yujad (‫)ﳑﻜﻦ ﻋﲅ ﷲ اﻧﻪ ﱂ ﻳﻮﺟﺪ‬
(Soal) sudah terbahagi empat bahagi berapa pula (Jawab) yaitu terbahagi
atas dua bahagi,
1. Ta’luq suluhi (‫ )ﺻﻠﻮىح‬namanya.
2. Ta’luq tanjizi (‫ )ﺗﻨﺠﲒى‬namanya.
(Soal) apa makna suluhi dan makna tanjizi (Jawab) adapun makna suluhi itu
pinta qudrat iradat pada azalinya dan makna tanjizi itu jatuh perbuatan atasnya.
Halaman 36 dari 85
Miftahul Jannah

(Soal) ta’luq suluhi dan ta’luq tanjizi itu mana qadim dan mana jaiz (Jawab)
adapun ta’luq suluhi itu qadim karena ia didalam ilmunya padahal tiada
dijadikannya lagi, seperti mumkin ilmu Allah lam yujad (‫ )ﳑﻜﻦ ﻋﲅ ﷲ ﱂ ﻳﻮﺟﺪ‬dan ta’luq
tanjizi itu jaiz karena ia jatuh perbuatan atasnya.

(Soal) jika dikata orang qudrat dan iradat itu tiada ta’luq kepada mumkin ilmu
Allah annahu lam yujad (‫ )ﳑﻜﻦ ﻋﲅ ﷲ ﱂ ﻳﻮﺟﺪ‬apa salahnya (Jawab) adalah dalam kitab
Darul maknun (‫ )دراﳌﻜﻨﻮن‬tiada ta’luq qudrat dan iradat itu kepada mumkin ilmu Allah
annahu lam yujad yaitu pada tanjizinya (Adapun) pada suluhi itu ta’luq keduanya
pada mumkin itu dan kata imam kita Abu Hasan Asya’ari ta’luq dengan dia iradat
dan ilmu jua pada tanjizi.

(Soal) qudrat, iradat ta’luq pada mumkin sayujad (‫ )ﺳـﻴﻮﺟﺪ‬sekarang ini dengan
kuatkah atau dengan fi’ilkah (Jawab) bahwa adalah ta’luq pada mumkin sayujad
sekarang ini dengan kuat tiada dengan fi’il dan ta’luq iradat itu dua hasmal (‫)ﺣامثل‬
yaitu iradat haq Allah ta’ala menjadikan mumkin ilmu Allah sayujad ( ‫ﳑﻜﻦ ﻋﲅ ﷲ‬
‫ )ﺳـﻴﻮﺟﺪ‬sebelum waktunya itu dengan kuat dan iradat haq Allah ta’ala mengekalkan
mumkin ilmu Allah sayujad (‫ )ﳑﻜﻦ ﻋﲅ ﷲ ﺳـﻴﻮﺟﺪ‬atas adumnya hingga datang
waktunya itu dengan fi’il.

(Soal) ilmu itu ta’luq apa namanya (Jawab) ilmu itu ta’luq inkisyaf ( ‫ﺗﻌﻠﻖ‬
‫ )اﻧﻜﺸﺎف‬namanya. (Soal) apa arti inkisyaf (Jawab) arti inkisyaf itu terbuka dengan
dia sekalian tiada terlindung.
Seperti firman Allah ta’ala,
‫َﻻ ﻳ َ ْﻌ ُﺰ ُب َﻋ ْﻨ ُﻪ ِﻣﺜْﻘَ ُﺎل َذ َّر ٍة‬
artinya, tiada terlindung dari pada Ilmu Allah sebesar besar zarah sekalipun

(Soal) jika dikata orang ilmu itu tiada ta’luq kepada yang mustahil bolehkah
atau tiadakah (Jawab) boleh dikata ilmu itu tiada ta’luq kepada yang mustahil,
artinya kepada wujudnya karena wujudnya mustahil itu sekali-kali tiada diperoleh
dari pada azalinya datang kepadanya, tetapi jangan dikhabarkan kepada orang yang
tiada paham ilmu usul. Kalau salah pengambilannya.

Halaman 37 dari 85
Miftahul Jannah

(Soal) kalam itu ta’luq apa namanya (Jawab) kalam itu ta’luq dalalah (‫)دﻻةل‬
namanya (Soal) Apa arti dalalah (Jawab) arti dalalah itu pertunjuk.
• (Soal) mana dalalah kalam (‫ )دﻻةل الكم‬pada yang wajib (Jawab) adapun dalalah
kalam pada yang wajib itu, seperti firman Allah ta’ala,
َ‫اهلل َﻻ ا َ َهل ا َّﻻ َٔاان‬
ُ َّ َ‫اﻧﻪ َٔاان‬
artinya, bahwasanya aku Allah tiada Tuhan melainkan aku
ِٕ ِٕ
• (Soal) mana dalalah kalam pada yang mustahil itu, (Jawab) seperti firman Allah
ta’ala
‫اهلل َاث ِﻟ ُﺚ ﺛَ َﻼﺛَ ٍﺔ‬
َ َّ ‫ا َّن‬
artinya, bahwasanya Allah ta’ala itu satu dari pada yang tiga itulah i’tiqad
ِٕ
nasrani
• (Soal) mana dalalah kalam pada yang jaiz (Jawab) adapun dalalah kalam pada
yang jaiz itu, seperti firman Allah ta’ala
َ ُ‫اهلل َﺧﻠَﻘَ ُ ْﲂ َو َﻣﺎ ﺗَ ْﻌ َﻤﻠ‬
‫ﻮن‬ ُ َّ ‫َو‬
artinya, bermula Allah ta’ala menjadikan kamu dan barang perbuatan kamu.

(Soal) bashir itu ta’luq apa namanya (Jawab) ta’luq inkisyaf (‫اﻧﻜﺸﺎف‬ ‫ )ﺗﻌﻠﻖ‬jua
namanya, artinya terbuka kepada segala yang mawujud tiada terlindung.
Bersalahan inkisyaf ilmu karena ia mengabas-abas sama ada mawujud atau tiada.
(Soal) antara ta’luq qudrat dan iradat dan antara ta’luq ilmu dan kalam mana
umum dan mana khusus (Jawab) umum dan khusus semata-mata dan adapun
umumnya pada segala mumkin bersyarikat ta’luq qudrat dan iradat dan kalam dan
khusus ilmu kalam pada yang wajib dan yang mustahil tiada qudrat iradat
(Soal) antara ta’luq sami’ dan bashir dan antara ta’luq ilmu kalam mana
umum dan khusus (Jawab) umum dan khusus semata-mata. Adapun umumnya
pada segala mawujud bersyarikat ta’luq sami’ dan bashir dengan ilmu kalam dan
khusus ilmu kalam pada yang mustahil dan pada mumkin ma’dum (‫ )ﳑﻜﻦ ﻣﻌﺪوم‬tiada
sami’ bashir
(Soal) antara ta’luq qudrat dan iradat dan antara sami’ dan bashir mana
umumnya dan mana khusus (Jawab) umum dan khusus pada suatu wajah dan
umum pada mumkin mawujud, bersyarikat ta’luq qudrat dan iradat dengan sami’
dan bashir, dan Khusus qudrat iradat pada mumkin ma’dum (‫ )ﳑﻜﻦ ﻣﻌﺪوم‬tiada sami’
dan bashir dan khusus sami’ dan bashir pada mawujud yang wajib tiada qudrat dan
iradat.

Halaman 38 dari 85
Miftahul Jannah

(Soal) sifat yang dua puluh itu terbahagi atas berapa bahagi (Jawab)
terbahagi atas empat bahagi,
1. Sifat nafsiah (‫)ﺻﻔﺔ ﻧﻔﺴـﻴﺔ‬
2. Sifat salbiah (‫)ﺻﻔﺔ ﺳﻠﺒﻴﺔ‬
3. Sifat ma’ani (‫)ﺻﻔﺔ ﻣﻌﺎﱏ‬
4. Sifat ma’nawiyah (‫)ﺻﻔﺔ ﻣﻌﻨﻮﻳﺔ‬
(Soal) apa arti sifat Nafsiah (Jawab) adapun sebab dikatakan nafsiah itu
karena ia Nafsi zat, artinya diri haq Ta’ala.
(Soal) apa arti sifat salbiah (Jawab) ibarat dari pada menafikan barang yang
tiada patut bagi haq ta’ala
(Soal) mengapa dikatakan sifat salbiah itu tiada mawujud pada zihn (‫ )ذﻫﻦ‬dan
tiada mawujud pada kharij (‫( )ﺧﺎرج‬Jawab) Aaapun karena sifat salbiah itu ibarat dari
pada menafikan yang tiada patut bagi haq Allah ta’ala maka ibarat dari pada itu
tiada ia mawujud pada zat dan tiada ia mawujud memberi bekas pada kharij ini
hanya ia mawujud pada khabar jua karena ia mengkhabarkan kelakuan zat.
(Soal) apa arti sifat ma’ani (Jawab) adapun arti sifat ma’ani itu yang berdiri
kepada zat Allah, yakni mawujud pada zihn dan mawujud pada kharij
(Soal) apa arti sifat ma’nawiyah (‫( )ﻣﻌﻨﻮﻳﺔ‬Jawab) arti sifat ma’nawiyah itu, sifat
yang tersembunyi didalam zat, yakni mawujud pada zihn tiada mawujud pada
kharij.

(Soal) mana haqiqat sifat nafsiah (‫( )ﻧﻔﺴـﻴﺔ‬Jawab) adapun haqiqat sifat nafsiah
itu: hal yang wajib bagi zat selama ada zat tiada dikarenakan dengan suatu karena
(Soal) mana haqiqat sifat salbiah (‫( )ﺳﻠﺒﻴﺔ‬Jawab) adapun haqiqat sifat salbiah
itu, atas perhimpunan yaitu ibarat dari pada menafikan pekerjaan yang tiada patut
dengan dia Allah ta’ala.
(Soal) mana haqiqat sifat ma’ani (‫ )ﺻﻔﺔ ﻣﻌﺎﱏ‬itu (Jawab) tiap-tiap sifat yang
berdiri dengan zat mewajibkan bagi zat itu suatu hukumnya (Soal) siapa hukumnya
(Jawab) ma’nawiyah itulah hukumnya
(Soal) mana haqiqat sifat Ma’nawiyah (‫( )ﺻﻔﺔ ﻣﻌﻨﻮﻳﺔ‬Jawab) adapun haqiqat
sifat ma’nawiyah itu, hal yang tsabit zat selama ada zat dikarenakan dengan suatu
karena (Soal) siapa yang mengkarenakan dia (Jawab) yaitu ma’ani mengkarenakan
dia.

Halaman 39 dari 85
Miftahul Jannah

(Soal) Mana sifat nafsiah (Jawab) yaitu, wujud (‫)وﺟﻮد‬. (Soal) Mana sifat
salbiah (Jawab) yaitu, qidam (‫ )ﻗﺪم‬dan baqa’ (‫ )ﺑﻘﺎء‬dan mukhalafatuhu lilhawadis
(‫ )ﳐﻠﻔﺘﻪ ﻟﻠﺤﻮادث‬dan qiyamuhu binafsihi (‫ )ﻗﻴﺎﻣﻪ ﺑﻨﻔﺴﻪ‬dan wahdaniah (‫)وﺣﺪاﻧﻴﺔ‬. (Soal)
Mana sifat ma’ani (Jawab) yaitu, hayat (‫)ﺣﻴﺎة‬, ilmu (‫)ﻋﲅ‬, qudrat (‫)ﻗﺪرة‬, iradat (‫)ارادة‬,
sami’ (‫ )ﲰﻊ‬dan bashir (‫ )ﺑﴫ‬dan kalam (‫)الكم‬. (Soal) Mana sifat ma’nawiyah ( ‫ﺻﻔﺔ‬
‫( )ﻣﻌﻨﻮﻳﺔ‬Jawab) yaitu, kaunuhu hayyun (‫ )ﻛﻮﻧﻪ ﺣﻴﺎ‬dan alimun (‫ )ﻋﺎﳌﺎ‬dan qadirun (‫)ﻗﺎدرا‬
dan muridun (‫ )ﻣﺮﻳﺪا‬dan sami’un (‫ )ﲰﻴﻌﺎ‬dan bashirun (‫ )ﺑﺼﲑا‬dan mutakalimun (‫)ﻣﺘﳫﲈ‬

(Soal) sifat ma’ani itu terbahagi atas berapa bahagi (Jawab) yaitu terbahagi
atas lima bahagi,
1. Tiada ta’luq bagi dirinya dan ta’luq ia bagi lainnya dan yaitu Qudrat dan Iradat
2. Ta’luq bagi dirinya dan ta’luq bagi lainnya yaitu Ilmu dan Kalam
3. Tiada ta’luq bagi dirinya dan tiada ta’luq bagi lainnya dan yaitu hayat.
4. Ta’luq ia pada sekalian yang Mawujud yaitu Sami’ dan Bashir
5. Ta’luq ia pada sekalian yang wajib dan yang mustahil dan yang jaiz yaitu Ilmu,
Kalam.

(Soal) sudah bahagi dari pada empat, dibahagi berapa pula (Jawab) yaitu
terbahagi atas tiga bahagi,
1. Mawujud pada zihn dan tiada mawujud pada kharij, yaitu sifat nafsiah dan
ma’nawiyah dan,
2. Mawujud pada zihn dan mawujud pada kharij, yaitu sifat ma’ani dan,
3. Tiada mawujud pada zihn dan tiada mawujud pada kharij yaitu sifat salbiyah.
(Soal) Apa arti zihn dan apa arti kharij (Jawab) arti zihn itu, mawujud sifat
pada zat dan arti kharij itu memberi bekas sifat kepada wujud alam.

(Soal) sudah bahagi tiga, bagi berapa pula (Jawab) dibahagi atas dua bahagi,
1. Istighna (‫)اﻓﺘﻘﺎر‬
2. Iftiqar (‫)اﻓﺘﻘﺎر‬
(Soal) apa arti sifat istighna (Jawab) arti sifat istighna itu,
kaya Tuhan dari pada tiap-tiap barang yang lainnya, dan arti sifat iftiqar itu,
berkehendak tiap-tiap barang lainnya kepadanya.

Halaman 40 dari 85
Miftahul Jannah

(Soal) berapa sifat istighna (Jawab) yaitu sebelas dari pada yang wajib dan
sebelas dari pada yang mustahil dan dua dari pada yang jaiz, lawannya dua, menjadi
empat. Dan adapun sifat yang wajib itu, 1. wujud (‫ )وﺟﻮد‬2. qidam (‫ )ﻗﺪم‬3. baqa’ (‫)ﺑﻘﺎء‬
4. mukhalafatuhu lilhawadis (‫ )ﳐﺎﻟﻔﺘﻪ ﻟﻠﺤﻮادث‬5. qiyamuhu binafsihi (‫ )ﻗﻴﺎﻣﻪ ﺑﻨﻔﺴﻪ‬6. sami’
(‫)ﲰﻊ‬ (‫)ﺑﴫ‬
7. bashir 8. kalam (‫)الكم‬ 9. samiun (‫)ﲰﻴﻊ‬ 10. bashirun (‫)ﺑﺼﲑ‬ 11.
mutakalimun (‫)ﻣﺘﳫﻢ‬.
Dan masuk pula sifat yang harus itu dua,
1.Tiada mengambil faedah Allah Ta’ala kepada perbuatan atau hukumnya dan
2.Tiada wajib Allah Ta’ala menjadikan sekalian alam atau meninggalkan dia.
(Soal) sifat istighna itu berapa bangsa (Jawab) atas tiga bangsa,
1. Bangsa tsabuti (‫)ﺛﺒﻮت‬, yaitu nafsiah dan ma’nawiyah
2. Bangsa adum (‫)ﻋﺪم‬, yaitu salbiah
3. Bangsa wujud (‫ )وﺟﻮد‬yaitu ma’ani
Dan adapun sifat iftiqar (‫)اﻓﺘﻘﺎر‬ itu sembilan dari pada yang wajib dan
lawannyapun sembilan dari pada yang mustahil. Adapun sifat yang wajib,
1. Hayat (‫ )ﺣﻴﺎة‬2. ilmu (‫ )ﻋﲅ‬3. qudrat (‫ )ﻗﺪرة‬4. iradat (‫ )ارادة‬5. hayyun (‫ )ىح‬6. alimun
(‫ )ﻋﺎﱂ‬7. qodirun (‫ )ﻗﺎدر‬8. muridun (‫ )ﻣﺮﻳﺪ‬9. wahdaniyah (‫)وﺣﺪاﻧﻴﺔ‬.
Dan adapun yang jaiz pada Iftiqar itu dua :
1. Baharu alam, lawannya qadim
2. Segala kainat tiada memberi bekas dengan sendirinya, lawannya memberi bekas
dengan sendirinya.
(Soal) sifat iftiqar itu atas berapa bangsa (Jawab) atas tiga bangsa :
1. Bangsa wujudi (‫)وﺟﻮدى‬, yaitu ma’ani
2. Bangsa tsabuti (‫)ﺛﺒﻮﰏ‬, yaitu ma’nawiyah. Dan
3. Adum (‫)ﻋﺪم‬, yaitu salbiah
Maka sekaliannya itu terkandung didalam kalimah :
‫ﻻاهل ِاﻻﷲ‬
Maka jadilah jumlahnya itu empat puluh delapan (48).

Kemudian dari pada itu hendaklah kita ketahui pula nafi (‫ )ﻧﻔﻰ‬dan isbat (‫)اﺛﺒﺎت‬
didalam kalimah lailaha ilallah (‫ )ﻻاهل ِاﻻﷲ‬itu.

Halaman 41 dari 85
Miftahul Jannah

(Soal) laa (‫ )ﻻ‬itu huruf apa, dan ilaha (‫ )اهل‬itu kalimah apa, illa (‫ ) ِاﻻ‬itu kalimah
apa, dan Allah (‫ )ﷲ‬itu kalimah apa.
(Jawab),
• Laa (‫ )ﻻ‬itu huruf nafi artinya tiada, dan ilaha (‫ )اهل‬itu kalimah menafi, artinya
Tuhan yang dinafikan itu takdirnya yang berhaqiqat ketuhanan yang disembah
dengan sebenar-benarnya yang menjadikan sekalian alam, yang lain dari pada
Tuhan kita Maulana jalla wa’azza, dan
• illa (‫ ) ِاﻻ‬itu kalimah isbat artinya mengisbatkan, dan Allah (‫ )ﷲ‬itu kalimah me
tsabit (‫ )اثﺑﺖ‬artinya, yang diisbatkan yakni tsabit pada naqli (‫ )ﻧﻘﻞ‬dan tsabit pada
aqli (‫ )ﻋﻘﻞ‬Allah itu, Tuhan yang berhaqiqat ketuhanan yang disembah dengan
sebenar-benarnya, yang menjadikan sekalian alam,
Inilah arti nafi dan isbat.

Dan adapun yang terkandung didalam kalimah :

‫ﶊﺪ رﺳﻮل ﷲ‬
Itu enam belas (16), tiga (3) pada yang wajib, dan tiga (3) pada yang mustahil
dan satu (1) pada yang jaiz dan lawan yang jaiz itu satu menjadi jumlahnya dua
puluh lapan (28). (dan) Adapun yang wajib itu :
1. Sidiq (‫ )ﺻﺪﻳﻖ‬artinya benar. Artinya muafakat khabar Rasulullah itu, dan lawannya
dusta tiada muafakat khabar rasulullah.
2. Amanah (‫ ) ٔاﻣﺎﻧﺔ‬artinya kepercayaan, tiada dipertukarkan fardu dengan sunat dan
haram atau makruh, lawannya khianat. Arti khianat itu dipertukarkan yang
haram atau makruh jadi ta’at pada hak mereka itu.
3. Tablig (‫ )ﺗﺒﻠﻴﻎ‬artinya menyampaikan titah Allah ta’ala kepada sekalian jin dan
manusia, lawannya menyembunyikan.

Dan adapun yang jaiz pada haq mereka itu, perangai tubuh manusia yang
tiada membawa kepada kekurangan pada hak mereka itu yang maha tinggi, seperti
sakit dan minum dan beranak dan istri dan berjual beli dan barang sebagainya.
Dan masuk pula percaya akan segala anbiya’, artinya segala nabi,
Bermula banyaknya sekani dua laksa empat ribu, maka yang jadi rasul tiga ratus
tiga belas (313) orang, pertama Adam dan kesudahan Muhammad Rasulullah
Salallahu Alaihi Wasalam.

Halaman 42 dari 85
Miftahul Jannah

(Soal) Apa farak (perbedaan) antara nabi dan rasul (Jawab) kata setengah
ulama, nabi itu tiada disuruh menyampaikan, maka yaitu nabi. Dan rasul itu disuruh
menyampaikan maka yaitu rasul. Inilah yang aku keluar didalam bidayah (‫)ﺑﺪاﻳﻪ‬, dan
yang didalam kitab Tanbihu nawawi (‫)ﺗﻨﺒﻴﻪ اﻟﻨﻮوى‬, bermula antara nabi dan rasulullah
itu, bahwasanya rasul itu yang keturunan Jibril alaihi salam dan nabi itu tiada
keturunan jibril, hanya kedengaran oleh suara demikian bunyinya, bahwa engkau
nabi sampaikanlah olehmu suruh Allah kepada segala makhluk atau masuk mimpi
kepadanya yang demikian itu.
(Soal) tiadakah nabi itu islam (Jawab) bahwasanya segala nabi Allah itu islam
sebelum keturunan wahyu seperti firman Allah ta’ala,
‫ﻓَﺎ ْن ا ٓ َﻣﻨُﻮا ِﺑ ِﻤﺜْ ِﻞ َﻣﺎ ا ٓ َﻣﻨْ ُ ْﱲ ِﺑ ِﻪ ﻓَﻘَ ِﺪ ا ْﻫﺘَﺪَ ْوا‬
artinya, maka jika memberi iman mereka itu seperti yang telah memberi iman
ِٕ
kamu itu maka sanya beroleh jalan yang betul mereka itu.

Dan arti percaya akan malaikat itu.


Tiada laki-laki dan tiada perempuan dan tiada beranak dan makan dan tiada
minum dan tiada durhaka akan Tuhannya mengerjakan suruh Tuhannya yang
banyaknya tiada siapa mengetahui melainkan Allah ta’ala jua yang amat
mengetahui dia dan adalah penghulunya empat orang,
1. Jibril, kerjanya menyampaikan titah Allah Ta’ala pada segala rasul dan
2. Mikail, kerjanya menurunkan hujan dan memberi rezeqi dan
3. Israfil, kerjanya meniup sangkakala dan
4. Izrail , kerjanya mengambil nyawa segala yang bernyawa

Dan percaya akan segala kitab.


Artinya kitab yang diturunkan Allah Ta’ala dari langit banyaknya seratus
empat (104) buah kitab,
1. Yang diturunkan kepada nabi Allah Adam sepuluh (10) dan
2. Kepada nabi Allah Idris tiga puluh (30) dan
3.Kepada nabi Ibrahim sepuluh (10) sekaliannya itu shuhuf (‫ )ﲱﻒ‬namanya
4. Kepada nabi Allah Musa Taurat
5. Kepada nabi Isa Injil dan
6. Kepada nabi Allah Daud Zabur dan
7. Kepada nabi Muhammad Salallahu alaihi wasalam Qur’an

Halaman 43 dari 85
Miftahul Jannah

Dan percaya akan hari yang kemudian.


Artinya hari kiamat, yaitu hari yang kesudahan hari yang dibangkitkan segala
manusia dan berhimpun ke padang mahsyar dan ditimbangkan amalnya kepada
neraca dan berjalan ia atas titi siratal mustaqim dan masuk mukmin kedalam surga
dan masukkan kafir kedalam neraka.
Sekaliannya itu empat lawannya empat, menjadi dua lapan (28). Maka dua
lapan dengan dua lapan (28) yang tersebut dahulu empat menjadilah enam belas
(16) maka dimasukkan yang empat puluh delapan (48) itu menjadi jumlahnya enam
puluh empat (64). Maka sekaliannya itu hendaklah kita ketahui dan kita i’tiqadkan
supaya sempurna iman kita dan islam kita.
Kata setengah Ulama, barang siapa tiada mengetahui yang demikian itu
tiadalah lepas dari pada kekal didalam neraka jahanam.

Kemudian lagi wajib pula kita mengetahui bangsa penghulu kita Muhammad
(‫ )ﶊﺪ‬itu, anak Abdullah Abdul Mutalib anak Hasyim anak Abdu Manaf (‫)ﻋﺒﺪ ﻣﻨﺎف‬,
dan Bundanya Aminah anak Abdu Wahab, jadinya di Mekkah, umurnya empat
puluh tahun. Kemudian maka turun wahyu mengajar agama islam tiga belas tahun.
Kemudian titah oleh Allah pindah ke Madinah membawa agama islam sepuluh
tahun. Maka genaplah umurnya enam puluh tiga tahun, maka wafatlah di Madinah.
Maka kuburnyapun didalam negeri Madinah sah jumlah umurnya enam puluh tiga
tahun.

(Faedah) ini suatu faedah.


Bermula bilangan Anbiya’ yang tersebut didalam qur’an, dua puluh delapan
orang (28). Dan pertama mereka itu Adam dan Idris dan Hud dan Soleh dan Ibrahim
dan Ismail dan Ishaq dan Yusuf dan Luth dan Yaqub dan Harun dan Syuaib dan
Zakariya dan Yahya dan Musa dan Isa dan Daud dan Sulaiman dan Ilyas dan Zulkifli
dan Ayub dan Yunus dan Muhammad Salallahu Alaihi Wasalam dan Aziz dan
Zulkarnain, atas bersalah-salahan ahli tarikh pada tiga yang akhir itu.
Kata setengah ulama wajib atas mukmin mengetahui yang demikian itu dan
wajib mengajar anaknya dan khadamnya akan segala nama Anbiya’ yang tersebut
didalam qur’an itu hingga percaya akan mereka itu alaihimu solatu wasalam ( ‫ﻋﻠﳱﻢ‬
‫)اﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم‬.
Dan membenarkan mereka itu dengan sekalian mereka itu dan jangan
menyangka mereka itu bahwasanya yang wajib itu iman dengan Nabi Muhammad
Salallahu Alaihi Wasalam, maka hanyalah bahwasannya beriman dengan sekalian
Anbiya’ sama ada yang tersebut nama mereka itu didalam qur’an atau tiada
Halaman 44 dari 85
Miftahul Jannah

tersebut, wajib atas tiap-tiap dengan mukalif percaya akan sekalian mereka itu. Jika
sudah tsabit nama mereka itu didalam qur’an itu wajib percayakan mereka itu
semata-mata.
Dan yang tiada kita ketahui nama mereka itu wajib kita percaya akan atas
perhimpunan dan makna yang demikian itu, bahwasanya apabila mendatangkan
atasnya oleh seorang dari pada mereka itu Alaihimu Sholatu Wasalam tiada di
ingkarkan Nabi dari pada ijma’ atas Tuhan dan bukannya makna wajib bagi sah iman
bahwasanya dihafazkan akan sekalian nama yang tersebut didalam qur’an dan
lainnya dari pada yang sudah kita ketahui dengan ghaib.

(Syahdan) adalah tersebut didalam surah ini tiga pertanyaan, yang pertama
dari pada perbantahan antara dua kaum dari pada ahli Terengganu.
Masalah, adakah kuasa Allah Ta’ala memasukkan gajah didalam lubang
jarum padahal tiada diubah akan salah suatu dari pada keduanya, dari pada
keadaan mulanya.
Maka kata setengah ulama tiada diperoleh yang demikian itu dari pada ijma’
mustahil pada aqal, melainkan jika diubahkannya salah satu dari pada keduanya.
Seperti dikecilkannya gajah sekedar masuk ia kedalam jarum, maka kuasa Allah
Ta’ala yang demikian itu karena yang demikian itu jumlahnya dari pada yang jaiz ia
pada aqal.
Dan kata setengah mereka itu kuasa Allah Ta’ala memasukkan gajah kedalam
lubang jarum padahal tiada diubahkan salah satu dari pada keadaannya. Bilanya
diambil mereka itu pada i’tiqadnya yang demikian itu dari pada jawab nabi Allah
Idris, tatkala ditanya oleh iblis alaihi laknatullah kuasakah Allah Ta’ala
memasukkan dunia ini kedalam kulit tar ini, maka jawab nabi Allah Idris kuasa Allah
Ta’ala memasukkan dunia ini kedalam kulit tar maka tiada tafsilkan oleh nabi Allah
Idris akan jawab yang tersebut itu dengan suatu tafsil.
Maka yang mana dari pada dua qaul atas hak yang ijma’ atas sekaliannya
jahur ulama. Qaul yang pertama atau qaul yang kedua, inilah perkataanya yang
mafhum dengan Ikhtisar.
(‫)ﻓﺎﳊﻮاب اﶵﺪ اﳌﻮﻓﻖ ﻟﻠﺼﻮاب‬
Maka qaul yang pertama yang sebenarnya.

(‫)ﺗهل ﲰﻔﺮان ﻛﺘﺎب ٔاﺻﻮل اﻟﺘﺤﻘﻴﻖ دان ﻣڠﲑﻳڠ ٔاﻛﻨﺪى ﻛﺘﺎب ﻣﻮﻋﻈﺔ ﻟﻠﻨﺎس‬
(Telah sempurna kitab Ushul Tahqiq dan mengiring akan dia kitab ‫)ﻣﻮﻋﻈﺔ ﻟﻠﻨﺎس‬

Halaman 45 dari 85
Miftahul Jannah

(‫)ﺣﺬاﻛﺘﺐ ﰱ ﺑﻴﺎن ﻛﻴﻔﻴﺔاﻟﺼﻼة و ٔارﰷﳖﺎ وﺗﺮﲨﳤﺎ ﺑﻠﺴﺎن اﳉﺎوى ﻟﻴﺴﻬﻞ ﺣﻔﻈﻬﺎ ﺑﻌﻨﺎﻳﺔ ﷲ ﺗﻌﲆ‬
Artinya, ini suatu kitab pada menyatakan kelakuan sembahyang dan segala
rukun, aku bahasakan akan dia dengan bahasa jawi supaya mudah yang
menghafizdkan dia dengan tolong Allah Ta’ala.
(‫)وﲰﻴﳤﺎﻣﻮﻋﻈﺔ ﻟﻠﻨﺎس ﻣﻊ ﻣﺴـﺌةل ﻓﳱﺎ‬
Artinya, telah aku namai akan dia pengajaran bagi segala manusia serta
beberapa masalah dalamnya.
(‫)واﻋﲅ ان ٔارﰷن اﻟﺼﻼة ﺛﻼﻣﺔ ﻋﴩ ر ٔاكالاوﱃ اﻟﻨﻴﺔ‬
Dan ketahui olehmu bahwasannya rukun sembahyang itu tiga belas rukun,
1. Niat.
(Soal) jika ditanyai orang kita berapa bagi niat, (Jawab) olehmu yaitu empat
bagi.
1. Niat Basithah (‫)ﺑﺴـﻴﻄﻪ‬, artinya terhampar dari pada awal hingga akhir takbir.
2. Niat Tauzi’iah (‫ )ﺗﻮزﻳﻌﻴﺔ‬namanya yakni berbahagi-bahagi.
3. Niat A’rfiah (‫ )ﻋﺮﻓﻴﺔ‬namanya.
4. Niat Kamaliah (‫ )ﻛﲈﻟﻴﺔ‬namanya yakni niat yang sempurna.
(Soal) jika ditanyai orang kita maka niat yang empat itu mana-mana niat yang
sah dan mana-mana niat yang batal, (Jawab) adapun niat yang sah itu dua perkara
dan yang batal pun dua perkara.
Adapun niat yang sah yang dua yaitu,
1. Niat a’rfiah
2. Niat kamaliah
Dan adapun niat yang dua yang batal itu,
1. Niat yang basithah
2. Niat tauzi’iah
(Soal) jika ditanyai orang kita mana rupa niat basithah, (jawab)
• Adapun rupa niat basithah yaitu memulai niat dalam hati serta selamanya dari
pada takbirnya menyusun lafaz serta maknanya.
• Dan rupa niat tauzi’iah itu membahagikan niat itu dari pada suku-suku takbir
dari pada asal hingga allahuakbar (‫)ﷲ ٔاﻛﱪ‬.
Itulah niat yang batal keduanya.

Halaman 46 dari 85
Miftahul Jannah

• Adapun rupa niat a’rfiah itu bahwa menghadirkan ia pertama-tama zat


sembahyang dengan qashad (‫)ﻗﺼﺪ‬, ta’rad (‫)ﺗﻌﺮض‬, ta’yin (‫ )ﺗﻌﲔ‬terdahulu sedikit
dari pada takbir maka dimulai niat itu dari pada “alif” ‫ ﷲ‬dan disudahi dengan
“ra” ‫ ٔاﻛﱪ‬jangan terdahulu dan jangan terkemudian dari pada “ra” ‫ ٔاﻛﱪ‬itulah niat
a’rfiah namanya.
• Adapun rupa niat kamaliah itu masuk ia pada niat a’rfiah jua karena niat a’rfiah
itu tiga derjat dalamnya, satu dani (‫ )داﱏ‬kedua wustho (‫ )وﺳﻄﻰ‬dan ketiga
qushwa (‫)ﻗﺼﻮى‬.
o Maka arti dani itu yaitu segala yang wajib pada syara’ dikerjakan memadai
akan dia , dan
o Arti wustho itu yaitu yang sempurna, dan
o Arti qushwa itu yaitu yang terlebih sempurna dari pada yang amat
sempurna, yaitu niat nabi dan wali Allah yang memakai dia.

(Soal) jika ditanyai orang kita niat itu rukun, berapa syarat padanya itu
(Jawab) enam syaratnya :
1. Menyengaja berbuat sembahyang
2. Menyatakan yang di sembahyang itu, seperti zuhur atau ashar atau lainnya
3. Me ta’rad (‫ )ﺗﻌﺮض‬kan suatu fardhu dari pada segala fardhu
4. Me ta’radkan keadaan ada’an (‫ ) ٔاداء‬dari pada qadha’ (‫)ﻗﻀﺎء‬
5. Adalah niat itu didalam hati
6. Adalah niat itu beserta ia dari pada pertama takbir berkekalan hingga akhir

(Soal) jika ditanyai orang kita, apa sebab niat dipesertakan pada pertama-
tama takbir. (Jawab) sebab dipesertakan niat pada pertama-tama takbir itu supaya
jangan lalai dari pada membaca serta berbuat dia. Maka jika lalai ia dari padanya
atau berniat sebelum berbuat dia, maka yaitu bukan niat namanya hanya angan-
angan jua namanya.

(Soal) jika ditanyai orang kita dimana tempat niat dan dimana tempat syarat
dan dimana tempat rukun. (Jawab) bermula tempat niat itu dalam hati dan tempat
syarat niat itu dari pada hati lalu kepada anggota dan tempat rukun itu didalam
hati dan anggota.

2. (Dan Rukun yang kedua) Takbiratul Ihram (‫)ﺗﻜﺒﲑةالاﺣﺮام‬

Halaman 47 dari 85
Miftahul Jannah

(Soal) jika ditanyai orang kita apa sebab dinamai takbiratul ihram. (Jawab)
karena tiap-tiap yang halal sebelum sembahyang jadi haram didalam sembahyang.
Seperti makan dan minum dan lainnya.

(Soal) jika ditanyai orang kita mengapa pada rukuk dan sujud dinamai takbir
itiqalat (‫ )ﺗﻜﺒﲑاﺗﻘﺎﻻت‬dan tiada dinamai takbiratul ihram karena lagi didalam
sembahyang jikalau makan bolehlah kita makan dan minum karena pada awalnya
diharamkan dan pada pertengahan tiada dinamai takbiratul ihram. (Jawab)
bermula sembahyang itu tiada sah melainkan dengan niat serta mukaranah (‫)ﻣﻘﺎرﻧﻪ‬
dengan takbiratul ihram dan takbir itu pintu sembahyang dan sembahyang itu pintu
segala amal. Bermula tiada sah amal melainkan dengan niat, karena sudah dahulu
niat pada takbiratul ihram itu jadi haram hingga akhirnya.

(Soal) jika ditanyai orang kita takbiratul ihram itu dinamai sembahyang dan
mana kunci sembahyang dan mana anak kunci sembahyang dan mana yang
membukakan sembahyang. (Jawab) adapun takbir itu pintu sembahyang dan
fatihah itu kunci sembahyang dan niat itu anak kunci sembahyang dan salam itu
membukakan sembahyang.

(Soal) jika ditanyai orang kita beberapa syarat pada takbir itu. (Jawab) yaitu
sepuluh syaratnya,
1. Dengan lafaz Allahu akbar (‫ )ﷲ ٔاﻛﱪ‬dan jika dikatanya Al rahman akbar (‫) ٔاﻟﺮﲪﻦ ٔاﻛﱪ‬
atau A’zam akbar (‫ ) ٔاﻋﻈﻢ ٔاﻛﱪ‬artinya, Allah Ta’ala jua Tuhan yang amat besar.
Maka tiada sah sembahyangnya.
2. Takbir itu dengan bahasa Arab jua adanya.
3. Memeliharakan hurufnya dan jika dibacanya dengan ha (‫ )ﻫﺎ‬seperti (‫)ﷲ ﻫﻜﱪ‬
tiada sah sembahyangnya.
4. Memeliharakan tasdid (‫ )ﺗﺸﺪﻳﺪ‬nya dan jikalau dibacanya dengan tiada ber tasdid
seperti (‫ )ﷲ ٔا ﻛﱪ‬tiada sah sembahyangnya.
ٔ seperti (‫)اﻟﻠﻬﻮ ٔاﻛﱪ‬.
5. Jangan dipanjangkan lebih dua alif dan ba pada akbar (‫)اﻛﱪ‬
6. Mematikan ra (‫ )راء‬dan jikalau berbaris diatas atau dibawah atau didepan seperti
(‫ )ﷲ ٔاﻛﱪ‬tiada sah sembahyangnya. Maka dibaris ra (‫ )راء‬serta dengan mad (‫)ﻣﺪ‬.
ٔ tiada sah sembahyangnya.
7. Tertib dan jikalau dikatanya Akbar Allah (‫)اﻛﱪ ﷲ‬

Halaman 48 dari 85
Miftahul Jannah

8. Mu’alat (‫ )ﻣﻮﻻت‬nya dan jikalau diam yang lanjut pada antara dua kalimah tiada
sah sembahyangnya.
9. Hendaklah didengarnya pada telinganya dan jikalau tiada kedengaran telinga
akan takbir itu padahal tiada uzur, maka tiada sah sembahyangnya.
10. Mengucap takbir itu pada hal ia berdiri maka jika setengah takbir itu padahal
berdiri dan setengahnya didalam rukuk tiada sah sembahyangnya.

3. (Dan rukun yang ketiga) berdiri betul pada sembahyang fardhu pada yang
kuasa.
(Soal) jika ditanyai orang kita beberapa syarat berdiri. (Jawab) yaitu satu jua,
yaitu jangan cenderung kekiri dan kekanan dan jangan cenderung kehadapan dan
kebelakang dan jika cenderung ia sekira-kira tiada dinamai berdiri betul, maka tiada
memadai itu melainkan pada orang yang darurat sekira-kira kuasanya jua.

4. (Dan rukun yang keempat) membaca fatihah pada tiap-tiap rakaat


melainkan pada orang yang masbuq (‫)ﻣﺴـﺒﻮق‬. Jika tinggal fatihah karena akan
mendapat rakaat sah jua padanya.
(Soal) jika ditanyai orang kita berapa syarat membaca fatihah. (Jawab) bahwa
delapan perkara syaratnya itu,
1. Memeliharakan segala hurufnya dan jikalau tinggal satu huruf atau bertukar satu
huruf dengan huruf yang lain seperti sin (‫ )ﺳﲔ‬dengan syin (‫ )ﺷﲔ‬atau shod (‫)ﺻﺎد‬
atau dengan tsa’ (‫ )اثء‬maka tiadalah sah bacaannya.
2. Memeliharakan tasdid nya, seperti iyaka (‫)اايك‬.
3. Memeliharakan barisnya yang mengubahkan maknanya, seperti iya (‫)ااي‬ dan
an’amta (‫) ٔاﻧﻌﻤﺖ‬, batal bacaannya jika disengaja dan jika lupa maka wajib
dikembalikan dia.
4. Tertib, artinya mendahulukan yang dahulu jua.
5. Mu’alat (‫ )ﻣﻮاﻟﺖ‬pada antara kalimahnya maka jikalau diam ia pada tengah
bacaannya hal keadaan disengaja lama atau tiada maka batallah bacaannya itu.
6. Jangan diajari orang dalam sembahyang dan jikalau ia lemah sekalipun pada
huruf fatihah itu.
7. Bahwasannya mendengarkan pada dirinya seperti takbiratul Ihram.
8. Bahwa membaca fatihah itu pada halnya berdiri dan jikalau membaca itu tatkala
bangkit dari pada sujud sebelum ia berdiri betul atau pada turun kepada rukuk
hal keadaannya disengaja maka batallah sembahyangnya.

Halaman 49 dari 85
Miftahul Jannah

5. (Dan rukun yang kelima) Rukuk.


(Soal) jika ditanyai orang kita berapa syarat pada Rukuk. (Jawab) yaitu dua
syaratnya,
1. Cenderung sekira-kira sampai tapak tangan kepada lututnya.
2. Jangan menyengaja turunnya karena lain dari pada rukuk serta thuma’ ninah
(‫ )ﻃﻤﺎٔ ﺗﻴﻨﺔ‬dalamnya.
(Soal) jika ditanyai orang kita berapa syarat i’tidal (‫)اﻋﺘﺪال‬. (Jawab)
bahwasannya syarat i’tidal satu jua, yaitu diam dari pada bergerak jua dan jikalau
sampai ia kepada batasan/had (‫ )ﺣﺪ‬rukuk dan menambahi ia pada turunnya dan
naiknya didalam bergerak ia maka tiadalah hasil Thuma’ninah didalamnya.

6. (Dan rukun yang keenam) I’tidal (‫)اﻋﺘﺪال‬ serta thuma’ninah (‫)ﻃﻤﺎٔ ﺗﻴﻨﻪ‬
dalamnya.
(Soal) jika ditanyai orang kita berapa berapa syarat pada i’tidal. (Jawab) yaitu
tiga syaratnya,
1. Betul pada berdiri kita, dan
2. Bahwa jangan menyengaja dengan bangkit bagi yang lainnya seperti terkejut
maka dijadikannya akan i’tidal, maka tiadalah sah sembahyangnya, dan
3. Bahwa jangan melanjutkan akan dia melainkan kadar qunut (‫ )ﻗﻨﻮت‬jua tiada
mengapa terlanjutnya dan had lanjut sekira-kira membaca fatihah jua.

7. ( Rukun yang ketujuh) Sujud serta thuma’ninah didalamnya.


(Soal) jika ditanyai orang kita berapa syarat pada sujud. (Jawab) enam
syaratnya,
1. Bahwa menghantarkan dahi atas tempat sujud dan tiada sah jika tiada sampai
dahinya itu pada tempat mashali (‫ )ﻣﺼﲆ‬dan lagi tiadalah memadai jika
dihantarkan kening dan pipi dan hidung dengan tiada dahinya.
2. Bahwa menghantarkan dua lututnya serta jarinya dan dua kakinya dan dua tapak
tangannya.
3. Bahwa menghantarkan dahinya itu padahal terbuka ia, maka jika sujud ia dan
dahinya itu terbalut dengan perca karena luka atau barang sebagainya dan takut
ia meninggali jika sujud ia atasnya memadai jua, karena darurat dan jika tiada
darurat maka ditutup dahi maka tiada sah sujudnya.
4. Bahwa sampai kepada tempat sujud itu sekira-kira seberat kepalanya jua jangan
diberatkan dan jangan diringankan.
5. Bahwa meninggikan yang terkebawah atas yang tertinggi.

Halaman 50 dari 85
Miftahul Jannah

6. Bahwa jangan menyengaja turunnya bagi yang lain dari pada sujud.
8. ( Rukun yang kedelapan) Duduk antara dua sujud.
Bermula syaratnya seperti pada i’tidal jua.

9. ( Rukun yang kesembilan) Tashahud Akhir (‫)ﺗﺸﻬﺪ آﺧﺮ‬.


(Soal) jika ditanyai orang kita berapa syarat pada tashahud akhir itu (Jawab)
lima syaratnya,
1. Memeliharakan hurufnya
2. Memeliharakan tasdid.
3. Memeliharakan baris.
4. Tertib
5. Shalawat akan nabi (saw), yaitu: allahuma shalli a’la Muhammad waali
Muhammad (‫ )اﻟﻠﻬﻢ ﺻﲆ ﻋﲆ ﶊﺪ وآل ﶊﺪ‬dan jika pada tashahud awal sunatnya
hingga allahuma shalli a’la Muhammad (‫ﶊﺪ‬ ‫ )اﻟﻠﻬﻢ ﺻﲆ ﻋﲆ‬sahaja tiada lalu waali
Muhammad (‫)وﻋﲆ آل ﶊﺪ‬.
(Soal) jika ditanyai orang kita berapa syarat pada shallawat itu (Jawab) tujuh
syaratnya,
1. Memeliharakan hurufnya
2. Memeliharakan tasdidnya
3. Memeliharakan baris
4. Tertib
5. Mu’alat
6. Kedengaran pada dirinya
7. Duduk

10. ( Rukun yang kesepuluh) Duduk dalamnya.

11. ( Rukun yang kesebelas) Shalawat akan Nabi salallahu alaihi wassalam.

12. ( Rukun yang keduabelas) Salam,


Artinya mengata Assalamualaikum warahmatullah (‫)اﻟﺴﻼم ﻋﻠﻴﲂ ورﳘﺔ ﷲ‬.
(Soal) jika ditanyai orang kita berapa syarat pada salam itu (Jawab) lima
syaratnya,
1. Memeliharakan tasdid
2. Memeliharakan kalimah
3. Memeliharakan mu’alatnya, artinya berturut-turut

Halaman 51 dari 85
Miftahul Jannah

4. Bahwa kedengaran pada telinganya dan jika tiada kedengaran tiada sah karena
bukan ia rukun qalbu
5. Bahwa memberi salam itu padahal duduk dan jika berdiri maka tiada sah dan jika
dikatanya salamualaikum (‫ )ﺳﻼم ﻋﻠﻴﲂ‬atau assalamualaika (‫ )اﻟﺴﻼم ﻋﻠﻴﻚ‬atau
assalamualaihim (‫)اﻟﺴﻼم ﻋﻠﳱﻢ‬, tiadalah memadai ia dan jika disengajanya batallah
sembahyangnya.

13. ( Rukun yang ketigabelas) Tertib pada antara sekalian rukun itu.
Maka jika meninggalkan ia akan tertib padahalnya sahajanya seperti rukuk
sebelum fatihah atau sujud sebelum rukuk atau shalawat sebelum tashahud dan
kembalinya, maka batallah sembahyangnya.

(Soal) jika ditanyai orang kita betapa rupa keadaannya niat dalam
sembahyang itu. (Jawab) bermula keadaan niat itu dipesertakan pada pertama-
tama takbir dan sekira-kira sahaja menghadir didalam ilmunya akan segala sifat
sembahyang dan menyertakan ia akan menyehaja pada pertama zat sembahyang
itu jangan lalai dari pada ingat akan dia hingga sempurna takbir itu.
(Soal) jika ditanyai orang kita dimana tempat niat dan dimana tempat syarat
dan dimana tempat rukun. (Jawab) bermula tempat niat itu didalam hati karena
yang terlebih dilihat oleh Tuhan itu hati jua dan tempat syarat itu dari pada hati
hingga anggota dan tempat rukun itu didalam keduanya.

(Soal) jika ditanyai orang kita betapa niat, maka niat itu terbit didalam hati
dan rukun itu dari pada hati dan anggota. (Jawab) adapun sebab jadi rukun itu
didalam keduanya karena rukun yang tiga belas itu dibahagi tiga,
1. Rukun qalbi (‫)ﻗﻠﱮ‬, dan
2. Rukun fi’li (‫)ﻓﻌﲆ‬, dan
3. Zikri (‫)ذﻛﺮى‬.
Bermula niat pada hati tempat maka inilah sebab rukun itu dalam keduanya.

(Soal) jika ditanyai orang kita apa perbezaan niat dan rukun karena ia sama
fardhu keduanya. (Jawab),
• Adapun niat itu tiada dilafazkan dan tiada dapat ia,
• Adapun rukun itu nyata dilafazkan dan didapat ia.
(Soal) jika ditanyai orang kita betapa niat itu tiada di lafazkan. (Jawab) karena
ia amal ma’nawi itu tiada di lafazkan ia dan tiada dapat ia rupanya dan ketiadaan
niat itu zahir pada anggota jua karena niat itu asal pada rukun yang tiga belas itu
Halaman 52 dari 85
Miftahul Jannah

dan yang lainnya cawang (cabang) dari padanya karena perbuatan dan sebutan itu
keluar didalam hati jua asalnya.
(Soal) jika ditanyai orang kita apa sebab niat ditentukan di dalam hati dan
tiada pada lidah dan anggota. (Jawab) sebab ditentukan niat didalam hati dan tiada
pada lidah dan anggota itu supaya jangan kurang iman kita dan jika pada lidah dan
anggota tiada sempurna amal kita.
(Soal) mana hadis yang mengatakan yang demikian. (Jawab) ( ‫ﻻﺑﺼﻠﺢ اﻟﻌﻤﻞ‬
‫ )الاابﻟﻨﻴﺔ‬artinya, tiada sah amal itu melainkan dengan niat jua dan jikalau tiada niat
imanpun jadi kurang.

(Soal) jika ditanyai orang kita mana Dalil yang mengatakan dia. (Jawab)
(‫ﻮب اﻟْ ُﻤ ْﺆ ِﻣ ِﻨ َﲔ ِﻟ َ ْﲒدَا ُدوا اﳝَﺎانً َﻣ َﻊ اﳝَﺎﳖِ ِ ْﻢ‬
ِ ُ‫اﻟﺴ ِﻜﻴﻨَ َﺔ ِﰲ ُﻗﻠ‬
َّ ‫ﻗﺎل ﷲ ﺗﻌﺎﱃ ) ﻫ َُﻮ َّ ِاذلي َٔا ْﻧ َﺰ َل‬
ِٕ ِٕ
artinya, firman Allah Ta’ala yaitu: Allah Ta’ala jua menurunkn ia akan iman yang
tsabit dalam segala hati mereka itu yang mukmin supaya menambahi mereka itu
akan iman mereka itu serta iman mereka itu.
Maka itulah dalil yang mengatakan dia.
(Soal) jika ditanyai orang kita, jikalau demikian kata dalil Firman itu akan
kurang pula dan lebih iman kita. (Jawab) bahwa iman (‫)ﻳﺰﻳﺪو ﻳﻨﻘﺺ‬, bermula iman itu
lebih dan kurang (Jawab) Sebab bertambah jua.
(Soal) jika ditanyai orang kita, adapun iman itu lebih kurang sebab bertambah
amal bertambah iman. Adapun amal itu perbuatan anggota jikalau demikian
lebihlah dari pada hati. (Jawab) pada pihak zahir jika banyak amalan lebih anggota,
pada pihak bathin amal itu lebih dari pada hati, seperti Sabda Nabi (saw),
‫ان ﷲ ﻻﻳﻨﻈﺮ اﱃ ﺻﻮرﰼ وﻻ ﻳﻨﻈﺮ اﱃ ٔاﻋﲈﻟﲂ وﻟﻜﻦ ﻳﻨﻈﺮاﱃ ﻗﻠﻮ ﺑﲂ وﻧﻴﺘﲂ‬
artinya, bahwasannya Allah Ta’ala tiada menilik kepada rupa kamu dan tiada
menilik kepada amal kamu dan tetapi Allah Ta’ala menilik kepada hati kamu dan
kepada niat kamu jua.
Maka itulah sebab lebih hati dari pada anggota.

(Soal) jika ditanyai orang kita, berapa bagi qashad itu. (Jawab) tiga bagi,
1. Qashad Nafsi (‫)ﻗﺼﺪ ﻧﻔﺲ‬
2. Qashad Roh (‫)ﻗﺼﺪ روح‬
3. Qashad Tafsir (‫ )ﻗﺼﺪ ﺗﻔﺴﲑ‬namanya.
(Soal) mana rupa Qashad Nafsi dan mana rupa Qashad Roh dan mana rupa
Qashad Tafsir namanya. (Jawab)
• Adapun qashad nafsi kepada masjid, dan
Halaman 53 dari 85
Miftahul Jannah

• Qashad roh itu kepada Tuhan, dan


• Qashad tafsir itu kepada makna yang tiga, yaitu qashad artinya menyehaja
Ta’rad mendatangi yakni menyatakan.

(Soal) berapa bagi ta’rad dan ta’yin (Jawab) yaitu dua bagi,
1. Ta’rad lafaziah (‫)ﺗﻌﺮض ﻟﻔﻈﻴﻪ‬, dan
2. Ta’rad ma’nawiah (‫ )ﺗﻌﺮض ﻣﻌﻨﻮﻳﺔ‬pada fardhu nya dan sunat nya.
Dan Ta’yin itu pun
1. Ta’yin lafaziah (‫)ﺗﻌﲔ ﻟﻔﻈﻴﻪ‬, dan
2. Ta’yin ma’nawiah (‫ )ﺗﻌﲔ ﻣﻌﻨﻮﻳﻪ‬pada waktunya.

(Soal) jika ditanyai orang kita, mana kesempurnaan takbiratul ihram itu.
(Jawab) berdiri kepada Alam Syahadah (‫ )ﻋﺎﱂ ﺷﻬﺎدة‬ini, dari pada alam syahadah
kepada Alam Ijsam (‫ٔاﺟﺴﺎم‬ ‫ )ﻋﺎﱂ‬dan dari pada alam ijsam kepada Alam Nafus ( ‫ﻋﺎﱂ‬
‫ )ﻧﻔﻮس‬dan dari pada alam nafus kepada Alam A’qul (‫ )ﻋﺎﱂ ﻋﻘﻮل‬dan dari pada alam
a’qul kepada Alam Arwah (‫ )ﻋﺎﱂ ٔارواح‬dan dari pada alam arwah berlayar kepada
Alam Lanahiyahlah (‫)ﻻﳖﺎﻳﺔهل‬, artinya kepada alam yang tiada berhingga baginya.
Inilah suatu derjat, dan dari pada derjat ini berlayar kepada Alam Ghaib (‫)ﻋﺎﱂ ﻏﻴﺐ‬
dan dari pada alam ghaib kepada Alam ‘Uyub (‫ )ﻋﺎﱂ ﻏﻴﻮب‬dan dari pada alam ‘uyub
kepada Alam (‫)ﻣﲋةل ﻗﺎب ﻗﻮﺳﲔ أوأدﱏ‬, maka berlayarlah kepada Alam segala kalimah
dan dari pada alam kalimah ini kepada Alam (‫ )اﻟﺜﻨﺎءواﶵﺪواجملﺪ‬artinya alam segala puji
dan kebesaran dan dari pada alam ini berlayar kepada Alam Sifat dan dari pada
alam sifat kepada Alam Haqiqatul Zat (‫)ﺣﻘﻴﻘﺔ اذلات‬, maka mengata Allahuakbar ( ‫ﷲ‬
‫ ٔ)اﻛﱪ‬. Inilah kesempurnaan Takbir.
‫وﷲ ٔاﻋﲅ‬
(Soal) jika ditanyai orang kita, sembahyang itu fardhu atas tubuhkah atau
atas nyawakah (Jawab) fardhu atas tubuh, dan dalam tubuh itu nyawa dan atas
nyawa itu akal dan atas akal itu baza (‫ )ﺑﺰ‬dan atas baza pada i’tiqad dan atas i’tiqad
itu iman dan atas iman lazim segala fardhu serta suci dalamnya apabila berhimpun
yang lima ini, fardhulah atasnya sembahyang serta diterima Allah sembahyangnya
itu,

Halaman 54 dari 85
Miftahul Jannah

‫ﻗﺎل اﻟﻨﱮ ﺻﲆ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﲅ ﻻﻳﺪ ﻋﲆ اﳌﺆﻣﻨﲔ ﻣﻦ ٔارﺑﻌﺔ ٔاﺷـﻴﺎء دارواﺳﻌﺔ وداﻳﺔ ﻓﺎرﻫﺔ وﺗﻮب ﲨﻴﻞ وﴎاح‬
‫ﻣﴣء‬
Artinya, takdapat tiada atas segala mukmin itu dari pada empat perkara, satu
negeri yang luas, dan kedua kendaraan yang lekas dan ketiga pakaian yang baik dan
keempat pelita yang menerangi.
‫ﻓﺎٔﻣﺎادلاراﻟﻮاﺳﻌﺔ ﻓﻬـﻰ اﻟﻘﻠﺐ أى ﻣﲀن اﻟﻌﲅ و ٔاﻣﺎادلاﻳﺔ اﻟﻔﺎرﻫﻪ ﻓﻬـﻰ اﻟﻌﻤﻞ و ٔاﻣﺎاﻟﺘﻮب اﶺﻴﻞ ﻓﻬﻮ اﳊﻴﺎء وأﻣﺎاﻟﴪاج‬
‫اﳌﴣء ﳁﻮ اﻟﻌﲅ‬
Maka adapun negeri yang luas itu, maka yaitu hati tempat ilmu, dan adapun
kendaraan yang lekas maka yaitu amal, dan adapun pakaian yang baik itu yaitu
malu, dan adapun pelita yang menerangi yaitu ilmu jua,
Karena sabda Nabi (saw),
‫ﺗﻌﻠﻤﻮا اﻟﻌﲅ ﻓﺎن اﻟﻌﲅ روح الاﻋﲈل‬
Artinya, pelajari olehmu akan ilmu karena bahwasannya ilmu itu nyawa
segala amal.
‫اﻟﻌﻤﻞ ﺑﻼ ﻋﲅ ﻻﻳﻔﻴﺪواﻟﻌﲅ ﺑﻼ ﲻﻞ ﺟﻨﻮن وان ﻗﺮ ٔات اﻟﻌﲅ ﻣﺎﺋﺔ ﺳـﻨﺔ ٔاوﻋﻠﻤﺖ ٔاﻟﻒ ﻛﺘﺐ ﻻﻳﻜﻮن ﻣﻔﻴﺪا الاابﻟﻌﻤﻞ‬
Bermula bahwasannya amal dengan tiada ilmu itu tiada memberi faedah dan
ilmu dengan tiada amal itu gila dan jika engkau baca akan ilmu itu seratus tahun
atau engkau ketahui seribu kitab sekalipun tiada memberi faedah bagimu.
‫ﻻاﻟﻌﲅ ٔاﺻﻞ واﻟﻌﻤﻞ ﻓﺮع‬
Artinya, dari karena ilmu itu pohon dan amal itu cawang.
‫ٔاى ﻻﻳﲌ الاﺻﻞ الاﻣﺎابﻟﻔﺮع وﻻﻳﻮﺟﺪاﻟﻔﺮع الاابﻻﺻﻞ‬
Artinya, tiada kesempurnaan pohon itu melainkan dengan cawang dan tiada
peroleh cawang itu melainkan dengan pohon.

‫ﻗﺎل اﻫﻞ الاﺷﺎرة ﺣﻘﻴﻘﺔ اﻟﺼﻼة ٔارﺑﻌﺔ ٔاﺷـﻴﺎء‬


Telah berkata ahli isyarat, bermula haqiqat sembahyang itu empat perkara
jua,
‫اﻟﴩوع ﻣﻊ اﻟﻌﲅ‬
Pertama masuk kepada berbuat sembahyang serta ilmu, yakni mengetahui
akan segala rukunnya dan segala fardhunya dan segala sunatnya dan sah batalnya
serta khusuk, yakni tetap segala anggota dan tawadhu’ yakni merendah dirinya
kepada Allah Ta’ala dan wara’ yakni meninggalkan setengah yang di halalkan, akan
umpamanya makan makanan yang halal tiada sangat kenyang karena takut akan
Allah Ta’ala seperti sabda Nabi (saw),
‫ﰷﻻواتر وﻻﻳﻨﻔﻊ اﻟﺘﻔﻜﺮ الااباﻟﺘﻮاﺿﻊ واﻟﻘﻴﺎم ﻣﻊ اﳊﻴﺎء‬.....‫ﺻﻠﻴﲌ ﰷﳊﻨﺎﻳﻠﻮ‬
Halaman 55 dari 85
Miftahul Jannah

Dan berdiri kepada sembahyang serta malu akan Allah Ta’ala. Bermula
murad dari pada berdiri serta malu itu yaitu ditilik hamba akan suruh Allah Ta’ala
serta dilihat dirinya taqsir (‫ )ﺗﻘﺼﲑ‬dari pada berbuat ibadat, maka dengan malu ini
malu kita akan Tuhan serta diperoleh dengan hebat yakni takut akan Allah Ta’ala
dan nahsyah (‫ )ﳖﺸﺔ‬yakni heran akal karena sabda Nabi (saw), (‫ )اﳊﻴﺎءﻣﻦ الاﳝﺎن‬artinya,
malu itu tanda Iman. (‫ )اوﻻﳝﺎن ﻣﻦ اﳉﻨﺔ‬bermula yang beriman itu tanda surga.

‫والاداءﻣﻊ اﻟﺘﻌﻈﲓ‬
Dan membayar sembahyang serta membesarkan suruh Allah Ta’ala. Bermula
murad diserta membesarkan itu, yaitu mengerjakan segala yang di fardhukan Allah
Ta’ala dan yang di sunatkan Nabi (saw). Serta menghinakan dirinya dengan
membesarkan suruh Tuhannya, maka tiada jua serta suruh yang terlebih besar
pada hatinya melainkan suruh Tuhan jua, seperti firman Allah Ta’ala,
َ ‫ﻓَﺎ َذا ُ ْﱒ ِﻗﻴَﺎ ٌم ﻳ َ ْﻨ ُﻈ ُﺮ‬
‫ون‬
artinya, tatkala itu adalah mereka itu berdiri menuntut suruh Tuhan mereka itu
ِٕ

‫واﳋﺮ وج ﻣﻊ اﳋﻮف‬
Bermula keluar dari pada sembahyang serta takut akan Allah Ta’ala. Adapun
murad keluar serta takut itu yaitu takut akan tiada diterima amalnya kalau-kalau
ada tersalah perbuatan kita atau i’tiqadnya serta takut akan di cempelakkan amal
kita ke muka kita karena riwayat didalam hadis Nabi (saw),

Barang siapa sembahyang ia serta disempurnakan sembahyangnya pada


waktunya dan pada rukuknya dan sujudnya dengan takutnya kepada Allah Ta’ala,
maka naiklah amal itu gilang-gemilang cahayanya dan berkata-kata amal itu
dipeliharakan Allah Ta’ala akan dikau seperti engkau peliharakan daku.
Dan jikalau tiada sempurna seperti tiada sempurna tertib sembahyang itu
maka dinaikilah amal itu hitam warnanya lagi sangat kelam. Maka berkata amal itu,
disia-siakan Allah Ta’ala akan dikau seperti engkau sia-siakan kami. Maka di sampul
oleh malaikat akan amal itu, maka dilantarkannya ke muka yang empunya amal itu.
Maka katanya inilah amalmu yang sia-sia dan engkau ringan-ringan akan dia serta
taqsirmu dalam sembahyang. Padahal engkau lalai tatkala berbuatnya, maka
adalah engkau didalam lalaimu dari pada membicarakan yang engkau baca dan
yang engkau berbuat. Maka adalah engkau dusta mulutmu dan hatimu bimbang
akan yang lain dari pada Allah dan terpedaya dengan perhiasanmu akan keelokan
dunia dan keindahan dunia jua. Seperti Sabda Nabi (saw),

Halaman 56 dari 85
Miftahul Jannah

‫ٔاﺳﻮ ٔااﻟﻨﺎس ﴎﻓﺔ ﻣﻦ ﴎق اﻟﺼﻼة‬


artinya, terlebih-lebih jahat dari pada manusia yaitu yang mencuri didalam
sembahyangnya
Dan tiada takut didalam sembahyang akan Allah Ta’ala, dan tiada sempurna
sembahyangnya.

Bermula sembahyang yang sempurna mengerjakan dia serta ilmu dan berdiri
serta malu dan membayar dia serta membesarkan dan keluar dari padanya serta
takut. Bermula ceritera dari pada Ka’ib anak Hasyim, Sabda Nabi (saw),
‫ﻳﺮادابﻟﺼﻼة ٔارﺑﻌﺔ ٔاﺷـﻴﺎء اﻟﺘﻜﺒﲑ ابﺣﺴﺎن واﻟﻘﺮاء ابﻟﺘﻔﻜﺮ واﻟﺮﻛﻮع واﻟﺴﺠﻮد ابﻟامنم واﻟﺘﻮاﺿﻊ واﻟﺘﺴﻠﲓ ابﳋﻮف‬
Artinya, dikehendaki dengan sembahyang itu empat perkara, pertama takbir
dengan sebaik-baiknya dan membaca fatiha dengan tafakur maknanya dan rukuk
dan sujud itu dengan sempurna nya serta merendahkan diri kepada Allah Ta’ala
dan salam itu serta takut akan Allah Ta’ala.
• Bermula tafsirnya yakni kenyataan makna ihsan itu, bahwa kusembah Tuhan
seolah-olah ku lihat akan dia, maka jika tiada ku lihat akan dia maka Allah Ta’ala
melihat akan dikau dan,
• Arti tafakur itu, bahwasannya apabila telah ku baca satu ayat dalamnya ingatlah
akan surga dan ingatlah kita kepadanya dan cita-citalah kepadanya dan apabila
sampailah pula pada satu ayat maka ingatlah kita akan neraka dan siksanya dan
takutlah kita kepada Allah Ta’ala dan berlindung-lindung engkau dari pada
neraka itu.
• Dan tafsir rukuk dan sujud dengan sempurna dan tawadhu’ itu mengetahui ia
bahwasannya baginya Tuhan dan akulah hambanya dan merendahkan diri kita
kepada Allah.
• Dan tafsir memberi salam itu dengan takut bahwasannya amat takut kita dan
engkau berkata adakah diterima akan Allah Ta’ala dari pada aku perbuatan aku
ini mudharatlah dengan dia penghadapku ini atau manfaatkah kepada Tuhanku
inilah tafsirnya, artinya kenyataan ingat itu. Inilah haqiqat sembahyang, ‫ وﷲ ٔاﻋﲅ‬.
Inilah amal yang saleh namanya, seperti Firman Allah Ta’ala,
ُ َّ ‫ا َّﻻ َﻣ ْﻦ اتَ َب َوا ٓ َﻣ َﻦ َو َ ِﲻ َﻞ َ َﲻ ًﻼ َﺻﺎ ِﻟ ًﺤﺎ ﻓَﺎُٔوﻟَ ِﺌ َﻚ ﻳُ َﺒ ِّﺪ ُل‬
ٍ َ‫اهلل َﺳ ِﻴ ّﺌَﺎﲥِ ِ ْﻢ َﺣ َﺴـﻨ‬
‫ﺎت‬
artinya, firman Allah Ta’ala, Tuhan yang amat tinggi melainkan mereka yang taubat
ِٕ
ia dan percaya ia dan berbuat ia akan amal yang saleh maka mereka itu diganti
Allah Ta’ala akan kejahatan mereka itu akan kebajikan mereka itu.
‫وﷲ ٔاﻋﲅ‬

Halaman 57 dari 85
Miftahul Jannah

(Soal) jika ditanyai orang kita, berapa syarart pada takbiratul ihram (Jawab)
bahwa empat perkara,
1. Mi’raj (‫ )ﻣﻌﺮاج‬dan,
2. Munajat (‫ )ﻣﻨﺎﺟﺎة‬dan,
3. Tawakal (‫)ﺗﻮﰻ‬, dan,
4. Berkata serta Allah Ta’ala.

(Soal) jika ditanyai orang kita, dimana tempat yang empat itu (Jawab)
• Adapun mi’raj itu pada katamu ushali fardhu alzuhur (‫ ) ٔاﺻﻞ ﻓﺮض اﻟﻈﻬﺮ‬telah
sampailah pada i’tiqadnya naik atas ‘aras telah menilik ia akan cahaya yang
terlebih baik maka mengata allahuakbar (‫)ﷲ ٔاﻛﱪ‬.
• Dan tempat munajat itu pada kata kamu, Allah Ta’ala pada i’tiqad kita bertemu
disana.
• Dan tempat tawakal itu tatkala mengata wajjahtu wajiha (‫ )وهجﺖ وهجـﻰ‬hingga
berkatalah i’tiqad dengan berkat Tuhan rabbil ‘alamin (‫)رب اﻟﻌﺎﳌﲔ‬.
• Dan tempat kita berkata dengan Allah Ta’ala tatkala mengata alhamdulillahi
rabbil ‘alamin (‫ )اﶵﺪ  رب اﻟﻌﺎﳌﲔ‬inilah sampailah kita pada i’tiqad kita berkata-
kata serta Allah Ta’ala bersatu itu i’tiqad kita.
‫وﷲ ٔاﻋﲅ‬
(Soal) jika ditanyai orang kita, adapun pada alhamdulillah (‫ )اﶵﺪ‬tempat
berkata-kata kita dengan Tuhan itu tatkala kita mengata bismillahirrahmanirrahim
(‫ )ﺑﺴﻢ ﷲ اﻟﺮﲪﻦ اﻟﺮﺣﲓ‬itu kata kita, apa kata Tuhan kita kepada kita. (Jawab),
 Tatkala engkau kata: ( ‫) ﺑﺴﻢ ﷲ اﻟﺮﲪﻦ اﻟﺮﺣﲓ‬
Maka kata Allah Ta’ala:(‫ )ﻗﺎل ﷲ ﺗﻌﺎﱃ ذﻛﺮﱏ ﻋﺒﺪى‬artinya, telah menyebut akan
daku hambaku
َ ‫ِ َّ ِهلل َر ِ ّب اﻟْ َﻌﺎﻟَ ِﻤ‬
 Tatkala engkau kata : (‫ﲔ‬ ُ‫)اﻟْ َﺤ ْﻤﺪ‬
Maka firman Allah Ta’ala, Telah memuji hambaku akan daku
ِ ‫ ) َّاﻟﺮ ْ َﲪ ِﻦ َّاﻟﺮ ِﺣ‬artinya, telah datang puji atasku
 Tatkala kita mengata (‫ﲓ ٔاﺛﲎ ﻋﲆ ﻋﺒﺪى‬
oleh hambaku.
ِ ‫ﺎكل ﻳ َ ْﻮ ِم ّ ِادل‬
 Maka tatkala mengata : (‫ﻳﻦ‬ ِ ِ ‫) َﻣ‬

Halaman 58 dari 85
Miftahul Jannah

Maka kata Allah Ta’ala (‫ )ﳎﺪﱏ ﻋﺒﺪى‬artinya, telah membesarkan akan daku
hambaku.
ُ ‫ﻧ َ ْﺴـ َﺘ ِﻌ‬
 Maka tatkala mengata : (‫ﲔ‬ َ‫)ا َّايكَ ﻧ َ ْﻌ ُﺒﺪُ َوا َّايك‬
Maka berkata Allah Ta’ala (‫ﻟﻌﺒﺪى ﻣﺎﺳﺎٔل‬ ِٕ ‫ )ﻫﺬاﺑﲔ ﻋﺒﺪى و ِٕﺑﻴﲎ و‬Inilah antara aku dan
antara hambaku dan maka hambaku barang yang dipintanya.
 Dan tatkala kita mengata :
(‫ﻮب ﻋَﻠَﳱْ ِ ْﻢ َو َﻻ اﻟﻀَّ ﺎ ِﻟ ّ َﲔ‬ َ ِ ‫اﻟﴫ َاط اﻟْ ُﻤ ْﺴـ َﺘ ِﻘ َﲓ‬
ِ ُ‫ﴏ َاط َّ ِاذل َﻳﻦ َٔاﻧْ َﻌ ْﻤ َﺖ ﻋَﻠَﳱْ ِ ْﻢ ﻏَ ْ ِﲑ اﻟْ َﻤﻐْﻀ‬ َ ّ ِ َ‫)ا ْﻫ ِﺪان‬
Maka kata Allah Ta’ala, (‫ )ﻫﺬا ﻟﻌﺒﺪى وﻟﻌﺒﺪى ﻣﺎﻳﺴﺎٔل‬artinya, inilah hambaku itu
barang yang dimintanya aku jua yang memberi.
 Dan tatkala kita mengata amin (‫ )آﻣﲔ‬dengan tulus hatinya minta.
Maka firman Allah Ta’ala, amin (‫ )آﻣﲔ‬ini empat hurufnya, akulah yang memberi
faedah akan huruf yang empat itu kepada hambaku.

Maka sabda Nabi (saw) bermula amin ini empat huruf maka barang siapa
membaca akan dia dan sempurna akan dia dengan tulus ikhlas dan dengan yakin
telah dimuliakan Allah Ta’ala akan dia dengan empat kemuliaan,
1. Dilepaskan Allah Ta’ala ia lalu diatas titian shirathal mustaqim seperti kilat yang
gemerlap.
2. Sentosakan Allah Ta’ala akan dia dari pada hangat api neraka jahanam.
3. Dimasukkan oleh Allah Ta’ala akan dia kedalam surga dengan tiada dikira-kira.
4. Di wahyukan Allah Ta’ala ia melihat Tuhannya, sebab kelebihan amin itu pada
hari yang kemudian seperti sabda Nabi (saw),
‫ﺳﱰون رﺑﲂ ﳈﻞ ﺗﺮون اﻟﻘﻤﺮ ﻟﻴةل اﻟﺒﺪر‬
Yakni, lagi akan kamu lihat akan Tuhan kamu seperti kamu lihat akan bulan
purnama

(Soal) apa sebab diwajibkan fatihah pada waktu yang lima itu (Jawab) karena
asal waktu yang lima itu hurufnya maka,
Dzuhur itu dikeluarkan dari pada ‘alif’ (‫ ) ٔاﻟﻒ‬dan,
Ashar itu dikeluarkan Allah Ta’ala dari pada ‘lam’ (‫ )ﻻم‬dan,
Maghrib itu dikeluarkan Allah Ta’ala dari pada ‘ha’ (‫ )ح‬dan,
‘Isa’ itu dikeluarkan Allah Ta’ala dari pada huruf ‘mim’ (‫ )ﻣﲓ‬dan,
Subuh itu dikeluarkan Allah Ta’ala dari pada ‘dal’ (‫)دال‬.
Maka lima huruf inilah asal dari pada waktu yang lima itu.

Halaman 59 dari 85
Miftahul Jannah

(Soal) jika ditanyai orang kita, betapa sebab fardhukan Allah Ta’ala akan
fatihah itu pada sembahyang fardhu dan ayat hanya sunat jua, karena ia sama
qur’an jua. (jawab) karena fatihah itu ummul qur’an (‫ ) ٔام اﻟﻘﺮآن‬namanya artinya ibu
qur’an dan segala pujipun terlebih lengket padanya dan dari karena inilah dikata
orang tatkala soal a’muslim anta (‫ ) ٔاﻣﺴﲅ ٔاﻧﺖ‬artinya, islamkah engkau, maka engkau
kata alhamdulillah (‫ )اﶵﺪ‬jawabnya karena nikmat iman dan islam terlebih lengket
dalamnya, maka nyatalah islam itu dengan sembahyang yang lima waktu karena
yang lima waktu itu tiada keluar dari padanya.

(Soal) jika ditanyai orang kita, karena apa ditentukan pada fatiha itu puji yang
lengkap dan fardhu didalam sembahyang dan tiada yang lainnya seperti surat al-
An’am (‫ )الاﻧﻌﺎم‬dan surat an-nisa’ (‫ )اﻟﻨﺴﺎء‬dan surat al-Malaikat (‫ )اﳌﻼﺋﻜﺔ‬karena ada
pada yang pertama puji dengan alhamdulillah (‫)اﶵﺪ‬. (Jawab) karena sembahyang
itu tiada sempurna ia melainkan do’a dan fatihah itu ada sertanya do’a, tiadakah
engkau lihat pada akhirnya amin (‫ )آﻣﲔ‬karena akan diperkenankan do’a. Adapun
pada yang lainnya tiada yang demikian itu sebab itulah jadi sunat jua.

(Soal) jika kita hubung dengan do’a pada yang lain dari pada fatihah itu apa
salahnya. (Jawab) adapun kepala aur’an itu alhamdu (‫ )اﶵﺪ‬dan kepala do’a itu
iyyakana’budu waiyyakanasta’in (‫ )ا َّايكَ ﻧ َ ْﻌ ُﺒﺪُ َوا َّايكَ ﻧ َ ْﺴـﺘَ ِﻌ ُﲔ‬hingga akhirnya mu’akad
ِٕ ِٕ
(‫)ﻣﺆﻛﺪ‬ ia dan do’a yang lain itu sunat muthlak (‫ )ﻣﻄﻠﻖ‬jua dan barang siapa
mendo’akan kepada Allah Ta’ala dan tiada dimulai dengan fatihah maka tergantung
do’anya antara langit dan bumi tiada diterima Allah Ta’ala do’anya sebab itulah
tiada harusnya jadi do’a.

(Soal) dari pada mana asal huruf fatihah itu (Jawab) asalnya dari pada
keesaan haq ta’ala jua yaitu huruf fatihah dari pada apa isarat kepada Allah Ta’ala
yang esa.
(Soal) betapa sebab dua waktu itu diperlahankan bacaannya dan tiga waktu
dinyaringkan bacaannya. (Jawab) sebab dua waktu diperlahankan karena keluar
dari pada huruf itu nama Allah bahwasannya rahasia antara Allah dan antara
Malaikat turun kepada Rasulullah terbunyi jua sebab itulah diperlahan.
(Soal) betapa pada tiga waktu itu dinyaringkan baca (Jawab) adapun yang
tiga waktu itu nyata dinyaringkan karena jadikan Allah dari pada huruf nama
Muhammad (‫ )ﶊﺪ‬yaitu mim (‫ )م‬dan ha (‫ )ﺣﺎ‬dan lam (‫ )ﱂ‬dan dal (‫ )دال‬maka

Halaman 60 dari 85
Miftahul Jannah

dinyatakan Muhammad itu karena akan dalallah (‫ )دﻻةل‬yang menunjukkan yang


bathin dan dari karena inilah dizahirkan agama atas umat nabi Muhammad.

(Soal) jika ditanyai orang kita, apa sebab waktu subuh dua rakaat (Jawab)
sebab subuh dua rakaat karena Allah Ta’ala tajali kepada dua sifat Jalal (‫ )ﺟﻼل‬dan
sifat Jamal (‫ )ﲨﻞ‬maka Allah Ta’ala menilik akan esanya akan kejadian sekalian
alam, maka nyatalah pada Allah Ta’ala itu kejadian sekalian alam ini dan nyatalah
pada alam ini cahaya bulan dan cahaya matahari karena Allah Ta’ala hendak
menjadikan siang dan malam pada alam itu, maka dijadikan Allah Ta’ala pada
waktunya subuh dua rakaat karena pahalanya amat besar. Pada rakaat yang
pertama diampuni Allah Ta’ala dosanya yang pada malam dan pada rakaat
keduanya di ampuni Allah Ta’ala dosanya pada siang itulah sebab dua rakaat.

(Soal) apa sebab maghrib tiga rakaat karena pada subuh sudah
menghabiskan dosa pada siang dan malam. (Jawab) adapun maghrib tiga rakaat
tatkala Allah Ta’ala sangat tajali kepada dua sifat yaitu sifat Jalal dan sifat Jamal
hendak menjadikan alam ini, maka keluarlah antara dua sifat itu Kamal (‫ )ﻛﲈل‬maka
nyatalah disana kesempurnaan segala makhluknya. Jadi dari pada nur Muhammad,
nyatalah pada Allah kepada nur Muhammad,
‫ﺧﻠﻘﺖ الاﺷـﻴﺎءﻻﺟكل وﺧﻠﻘﺘﻚ ٔﻻﺟﲆ‬
artinya, Aku jadikan segala perkara ini karena mu ya Muhammad dan kujadikan
engkau karena Aku.
Maka dijadikan Allah Ta’ala waktu maghrib tiga rakaat akan dalallah (‫)دﻻةل‬
yang menunjukkan atas zat, sifat , af’al

(Soal) apa sebab dijadikan zuhur itu empat rakaat. (Jawab) adapun sebab
zuhur empat rakaat tatkala jadi alam ini, maka Allah Ta’ala menilik kepada annashir
(‫ )ﻋﻨﺎﴏ‬kejadian Adam, empat annashir. Pertama air, kedua api, ketiga angin,
keempat tanah. Maka menilik Allah Ta’ala kepada martabat yang dibawah
martabat yang tiga,
• alam Arwah (‫)ﻋﺎﱂ ٔارواح‬
• alam Amisal (‫)ﻋﺎﱂ ٔاﻣﺸﺎل‬
• alam Ajsam (‫)ﻋﺎﱂ ٔاﺟﺴﺎم‬
• alam Insan (‫)ﻋﺎﱂ اﻧﺴﺎن‬

Halaman 61 dari 85
Miftahul Jannah

Maka dijadikan Allah Ta’ala waktu zuhur empat rakaatnya karena didalam
insan itu empat musuhnya pertama hawa nafsu dunia syetan, karena yang empat
itu ada pada insan maka itulah dijadikan zuhur empat rakaat.

(Soal) apa sebab a’shar itu empat rakaat pula. (Jawab) adapun maka a’shar
itu empat rakaatnya karena Allah Ta’ala menilik insan itu empat musuhnya dan
tiap-tiap musuh itu hendak berbinasa ia akan yang di musuh jua kehendaknya,
maka diwajibkan Allah Ta’ala kepada kita iman dan islam dan tauhid dan ma’rifat.
Manakala tiada yang empat ini pada insan itu niscaya binasalah oleh musuhnya itu,
maka wajiblah pada insan itu mengisbatkan zat Allah dan kedua mengisbatkan sifat
Allah dan ketiga mengisbatkan af’al Allah dan keempat mengisbatkan benar
Rasulullah. Maka keempatnya itulah yang kita isbatkan supaya nafi musuh kita yang
empat itu. Maka dijadikan Allah Ta’ala waktu a’shar empat rakaat itulah sebabnya.

(Soal) apa sebab bagi i’sya empat rakaat (Jawab) sebab i’sya empat rakaat
tatkala Allah Ta’ala mewajibkan pada kita iman dan islam dan tauhid dan ma’rifat
nyatalah wujud alam nur (‫)ﻧﻮر‬, syuhud (‫)ﺷﻬﻮد‬, tanazul (‫ )ﺗﻨﺎزل‬dan tarqi (‫)ﺗﺮﰵ‬, artinya
mengetahui pengenal wujud yang wajib dan wujud yang ja’iz supaya jangan serupa
yang qadim dengan yang hadas. Maka dijadikan Allah Ta’ala pada waktu i’sya
empat rakaat karena pada waktu i’sya itu tempat mengenal Tuhan menafikan diri
mengisbatkan Tuhan disana tempat menilik rahasia Tuhan kepada yang beroleh
hidayah Allah Ta’ala, itulah sebab jadi empat rakaatnya.

(Soal) apa sebab maka ditentukan Allah Ta’ala pada sembahyang lima waktu
itu tujuh belas rakaat, jika empat-empat rakaat kelimanya atau tiga tiga rakaat atau
dua rakaat apa salahnya, karena Allah Ta’ala (‫ )ﻓﻌﺎل ﳌﺎﻳﺮﻳﺪ‬artinya berbuat Allah Ta’ala
bagi barang sekehendaknya. (Jawab) adapun faedah hukum Allah Ta’ala
menjadikan rakaat pada sembahyang lima waktu, tujuh belas rakaat karena,
• Bahwasannya zuhur dan a’syar delapan rakaat, (‫ )ﻻن ابب اﳉﻨﺔ ﲦﺎﻧﻴﻪ‬karena pintu
surga itu delapan pintunya. Barangsiapa sembahyang akan dia akan delapan
rakaat itu niscaya terbukalah baginya pintu surga yang delapan itu.
• Adapun Maghrib dan I’sya tujuh rakaat, (‫ )ﻻن ابب هجﲌ ﺳـﺒﻊ ﻃﺒﻘﺎت‬karena
bahwasannya neraka jahanam itu tujuh pangkatnya.
(‫ )وﻣﻦ ﺻﻼ ﻫﺎ ٔاﻏﻠﻘﺖ ﺳـﺒﻊ ﻃﺒﻘﺎت هجﲌ‬artinya, barang siapa menyembahyangkan ia akan
tujuh rakaat itu maka tertutuplah pintu yang tujuh pangkat neraka itu.
• Adapun subuh dua rakaat

Halaman 62 dari 85
Miftahul Jannah

(‫)ﻻن اﻟﻴﻮم ﰷن هل اﻟﻠﻴﻞ واﻟﳯﺎر وﻻن اﻟﻴﻮم ﻣﲀن اذل ﺗﻮب واﻟﺘﻮاب‬
artinya, karena bahwasannya hari (siang) dan malam itu tempat dosa dan
pahala
(‫)وﻣﻦ ﺻﻼﻫﺎوﻓﻊ اﱃ اﻟﺘﻮاب وﻣﻦ ﻓﺮﻛﻬﺎ وﻓﻊ اﱃ اذل ﺗﻮب‬
artinya, barang siapa menyembahyangnya jatuhlah ia bagi pahala dan barang
siapa meninggalkan akan dia niscaya ia jatuhlah kepada dosa.
Itulah faedah hukum Allah menjadikan rakaat tujuh belas pada sembahyang
lima waktu itu.
‫وﷲ ٔاﻋﲅ‬
(Soal) jika ditanyai orang kita beberapa syarat pada suci itu. (Jawab) lima
syaratnya,
1. Mengeluarkan kepala duburnya
2. Memasukkan jari pada rongga yang keluar najis itu
3. Menghilangkan lendirnya
4. Mehilangkan baunya dan rupanya dahulu dari pada menggenapkan duburnya itu
5. Membasuh dia dengan air suci.

(Soal) berapa perkara fardhu mandi junub itu. (Jawab) dua perkara,
1. Niat
2. Menyampaikan air kepada sekalain badannya hingga sehelai bulu juga tiada
basah, tiada sah mandinya.

(Soal) jika ditanyai orang kita, berapa perkara fardhu pada mengambil air
sembahyang. (Jawab) enam perkara,
1. Niat
2. Membasuh muka serta di mukaranah (‫ )ﻣﻘﺮاﻧﻪ‬kan niat
3. Membasuh tangan hingga siku kedua
4. Menyapu setengah kepala
5. Membasuh kaki hingga mata kaki kedua
6. Tertib.

(Soal) berapa perkara yang membatalkan air sembahyang. (Jawab) empat


perkara,
1. Keluar suatu dari pada dua jalan melainkan keluar mani hanya diwajibkan mandi
jua

Halaman 63 dari 85
Miftahul Jannah

2. Hilang akal sebab mabuk atau pitam (marah) atau tidur melainkan atas
kedudukannya
3. Terjabat faraj atau zakar manusia yang hidup atau yang mati atau yang kecil atau
yang besar dan dari pada dirinya atau pada yang lain, melainkan faraj binatang
tiada membatalkan
4. Bersentuh kulit laki-laki dengan kulit perempuan yang helat (‫)ﻫﻠﺖ‬, melainkan
yang muhrimnya tiada batal air sembahyangnya.

(Soal) berapa syarat sah sembahyang (Jawab) delapan syaratnya,


1. Islam,
2. Membeza (‫)ﳑﱫ‬,
3. Mengetahui masuk waktu
4. Suci dari pada hadas besar seperti haid dan nifas
5. Suci dari pada najis pada badannya dan pakaiannya dan tempatnya
6. Menutup aurat
7. Menghadap kiblat
8. Mengetahui akan segala yang dikerjakannya fardhu atau sunat dan ada’ an/tunai
(‫ )اداء‬atau qadha’ (‫)ﻗﻀﺎء‬.
(Soal) berapa yang membatalkan sembahyang (Jawab) adapun yang
membatalkan sembahyang itu empat puluh perkara,
1. Tiada ia suci dari pada najis
2. Tiada suci dari pada hadas
3. Meninggalkan menghadap kiblat
4. Tiada tahu ia akan fardhu sembahyang itu
5. Tercarik muza dalam sembahyang bagi orang yang menyapu muza dan
6. Habis masa menyapu muza dalam sembahyang dan
7. Dipegang orang yang sembahyang akan orang yang istinja (‫ )اﺳﺘﻨﺠﺎ‬dengan batu,
dan
8. Berubah ijtihad imam dengan ijtihad makmum dalam sembahyang pada kiblat
9. Meninggalkan niat pada segala fardhunya
10. Meninggalkan rukun
11. Meniatkan memutuskan sembahyang
12. Tiada dilazimkan menyempurnakan sembahyang
13. ???
14. Bahwa nyata kelihatan dari pada auratnya didalam sembahyang
15. Putus (‫)ﻣﻠﺲ اﻟﺒﻮل‬

Halaman 64 dari 85
Miftahul Jannah

16. Putus darah mustahadhah (‫ )ﻣﺴـﺘﺤﺎﺿﺔ‬dalam sembahyang


17. Meninggalkan satu dari pada segala fardhu itu dengan sengaja
18. Laki-laki berimam akan perempuan
19. Mendahului imam dengan dua rukun
20. Murtad dari pada agama islam karena sak ia pada zat Allah atau sifat Allah
21. Keguguran najis atas kainnya atau badannya lagi nama memakai dia
22. Menanggung akan najis dalam sembahyang
23. Melihat makmum akan najis pada kain imamnya serta tiada niat mufarakah
(‫)ﻣﻔﺎرﻗﺔ‬
24. Sembahyang serta duduk bagi yang kuasa berdiri
25. Mati dalam sembahyang
26. Berkatuk didalam sembahyang
27. Makan dan minum didalam sembahyang
28. ???
29. Meninggalkan tertib
30. Mengambil air sembahyang dengan air yang najis
31. Terdahulu mata kaki makmum dari pada tapak kaki imamnya
32. Berdehem-dehem dalam sembahyang
33. Mengerang
34. Menghempas-hempas
35. Menangis dalam sembahyang jika nyata dua huruf
36. Tertawa-tawa dalam sembahyang jika dinyata dua huruf
37. Berkata jika sedikit sekalipun jika dengan disengajanya batallah
sembahyangnya
38. Berbuat perbuatan yang banyak seperti melangkah tiga langkah yang berturut-
turut
39. Tiada dapat dibedakan akan yang sunat dengan yang fardhu didalam
sembahyang
40. Tiada ingat pada segala yang tersebut itu, artinya bebal ia tiada tahu belajar

Inilah jumlah pada segala fardhu yang bergantung dengan iman dan islam
didalam sembahyang.

(Soal) jika ditanyai orang kita, pada sembahyang itu mana nafas sembahyang
dan mana nyawanya dan mana kepalanya dan mana tubuhnya dan mana
tangannya dan mana kakinya. (Jawab) Bermula niat itu nafas sembahyang, dan
takbir itu nyawanya, dan fatiha itu kepalanya, dan rukuk dan sujud itu tulangnya,

Halaman 65 dari 85
Miftahul Jannah

dan thuma’ninah itu tubuhnya, dan tahyat (‫ )ﲢﻴﺔ‬itu tangannya, dan salam itu
kakinya sembahyang.
Inilah kelakuan sembahyang diserupakan dengan Insan.

(Soal) jika ditanyai orang kita sembahyang itu makhluk atau bukan
makhlukkah (Jawab) pertambatan sembahyang itu makhluk karena diumpamakan
baginya nafas dan roh dan kepala dan tubuh dan tulang dan kaki dan tangan

(Soal) jika ditanyai orang kita dalam fatiha itu beberapa tempat nama syetan
padanya (Jawab) tujuh tempat,
1. Dulil (‫ )د‬diperhubungkan ‫ دل‬dengan ‫ ﻻم‬pada ‫ اﶵﺪ‬,
َ ‫اﻟْ َﻌﺎﻟ َ ِﻤ‬
(‫ﲔ‬ ‫)اﻟْ َﺤ ْﻤﺪُ ِ َّ ِهلل َر ِ ّب‬
َ ‫ِ َّ ِهلل َر ِ ّب اﻟْ َﻌﺎﻟَ ِﻤ‬
2. Hirab (‫ )ﻫﺮب‬diperhubungkan ‫ ﻫﺎ‬dengan ‫ﲔ( رب‬ ُ‫)اﻟْ َﺤ ْﻤﺪ‬
3. Kiyaum (‫ )ﻛﻴﻮم‬diperhubungkan ‫ ك‬dengan ‫ اي‬pada ‫ﻳﻦ( ﻳﻮم ادلﻳﻦ‬ ِ ‫ﺎكل ﻳ َ ْﻮ ِم ّ ِادل‬ ِ ِ ‫) َﻣ‬
4. Kana’ (‫ )ﻛﻨﻊ‬diperhubungkan ‫ ك‬dengan ‫ ﻧﻮن‬pada ‫ﲔ( ﻧﻌﺒﺪ‬ ُ ‫)ا َّايكَ ﻧ َ ْﻌ ُﺒﺪُ َوا َّايكَ ﻧ َ ْﺴـﺘَ ِﻌ‬
ِٕ
5. Kanas (‫ )ﻛﻨﺲ‬diperhubungkan ‫ ك‬dengan ‫ ﻧﺲ‬pada ‫ﲔ( ﻧﺴـﺘﻌﲔ‬ ُ ‫)ا َّايكَ ﻧ َ ْﻌ ُﺒﺪُ َوا َّايكَ ﻧ َ ْ ِٕﺴـﺘَ ِﻌ‬
ِٕ ِٕ
6. Ta’al (‫ )ﺗﻌﲆ‬diperhubungkan ‫ ت‬dengan ‫ ع‬pada ‫ٔاﻧﻌﻤﺖ ﻋﻠﳱﻢ‬
ِ ُ‫)ﴏ َاط َّ ِاذل َﻳﻦ أَﻧْ َﻌ ْﻤ َﺖ ﻋَﻠَﳱْ ِ ْﻢ ﻏَ ْ ِﲑ اﻟْ َﻤﻐْﻀ‬
(‫ﻮب ﻋَﻠَﳱْ ِ ْﻢ َو َﻻ اﻟﻀَّ ﺎ ِﻟ ّ َﲔ‬ َ ِ
7. Bi’a (‫ )ﺑﻌﲆ‬diperhubungkan ‫ ب‬dengan ‫ ع‬pada ‫ﻏﲑﳌﻐﻀﻮب ﻋﻠﳱﻢ‬
ِ ُ‫)ﴏ َاط َّ ِاذل َﻳﻦ َٔاﻧْ َﻌ ْﻤ َﺖ ﻋَﻠَﳱْ ِ ْﻢ ﻏَ ْ ِﲑ اﻟْ َﻤﻐْﻀ‬
(‫ﻮب ﻋَﻠَﳱْ ِ ْﻢ َو َﻻ اﻟﻀَّ ﺎ ِﻟ ّ َﲔ‬ َ ِ
Inilah dimulanya, maka wajib membaiki bacaannya akan fatiha ia supaya
jangan jadi tersebut akan nama syetan itu supaya sah bacaannya.

(Soal) betapa maka ditentukan pada tujuh tempat jika tersalah bacaannya
jadi tersebutlah nama syetan dan jika tersalah pada huruf yang lain itu tiada jadi
nama syetan. (Jawab) sebab tertentu pada tempat yang tujuh itu nama syetan
karena bahwasannya surga itu tujuh dan nerakapun tujuh juga dan barang siapa
membaca fatihah dengan sebaik-baik bacaannya niscaya masuklah ia kedalam
surga yang tujuh dan barangsiapa ghalad (‫ )ﻏﻠﻂ‬bacaannya pada fatiha lagi
dibacanya akan nama syetan yang tujuh itu niscaya masuklah ia kedalam neraka
yang tujuh itu dan dari karena inilah wajib atas orang yang membaca fatihah itu
bahwa hendaklah ia membaikkan bacaannya.
(Soal) beberapa huruf yang tiada dalam fatihah itu (Jawab) yaitu tujuh huruf yang
tiada masuk dalam fatihah itu,

Halaman 66 dari 85
Miftahul Jannah

1. ‫ث‬ 2. ‫ج‬ 3. ‫خ‬ 4. ‫ز‬ 5. ‫ش‬


6. ‫ﻇﺎء‬ 7. ‫ﻓﺎء‬
Itulah segala huruf yang tiada dalam fatiha.

(Soal) karena apa tiada masuk huruf tujuh ini dalam fatiha (Jawab) karena
neraka itu tujuh namanya,
1. (‫ )ث‬itu neraka tsabur (‫)ﺛﺒﻮر‬
2. (‫ )ج‬nama neraka jahanam (‫)هجﲌ‬
3. (‫ )خ‬nama neraka khadin (‫)ﺧﺎدلﻳﻦ‬
4. (‫ )ز‬nama neraka ...... (‫)زهمﺮ ﻳﺮ‬
5. (‫ )ش‬nama neraka syaqarah (‫)ﺳﻘﺎرﻩ‬
6. (‫ )ظ‬nama neraka thammah (‫)ﻇﺎﻣﻪ‬
7. (‫ )ف‬nama neraka faraqah (‫)ﻓﺎرﻗﻪ‬
Karena inilah tiada didalam fatiha itu segala huruf yang tersebut.

(‫)وﷲ ٔاﻋﲅ وﺻﲆ ﷲ ﻋﲆ ﺳـﻴﺪان ﶊﺪ وآهل وﲱﺒﻪ ا ٓﲨﻌﲔ واﶵﺪ رب اﻟﻌﺎﳌﲔ اﻟﻠﻬﻢ اﻏﻔﺮﱃ وﻟﻮ ادلﻳﻪ‬
.‫آﻣﲔ‬

Halaman 67 dari 85
Miftahul Jannah

‫ اذلى زﻳﻦ ﻗﻠﻮب أﺣﺒﺎﻳﻪ ﲦﺮﻳﻨﺔ دﻳﻨﻪ‬l‫اﶵﺪ‬


Segala puji-pujian bagi Allah yang memperhiasi ia akan segala hati
kekasihnya dengan perhiasan agama.
‫وﻧﻮر ﻗﻠﻮ ﲠﻢ رﲪﺔ ﳍﻢ ﺑﻨﻮرالاﳝﺎن ﲟﺤﺾ ﻓﻀهل وﻛﺮﻣﻪ‬
Dan menerangi ia akan segala mereka itu karena kasih sayang bagi mereka
itu dengan nur iman dengan semata-mata karunianya dan dengan kemurahannya.
‫وﻗﻮاﱒ ﲟﺤﻤﺪ وآهل وﲱﺒﻪ ﻋﻠﻴﻪ اﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم وﻋﻠﳱﻢ ٔاﲨﻌﲔ‬
Dan menguatkan ia Allah Ta’ala akan mereka itu dengan penghulu kita Nabi
Muhammad dan keluarganya dan segala sahabatnya. Bermula rahmat Allah dan
sejahteranya atasnya dan atas sekalian mereka itu.
‫وﺑﻌﺪ ﻓﻬﺬﻩ رﺳةل ﳐﺘﴫ ﻗﻮﲰﻴﳤﺎ ٔاﻣﺮ ارادلﻳﻦ ٔﻻﻫﻞ اﻟﻴﻘﲔ و ٔاﺳﺎٔل ﷲ ٔان ﻳﻨﺘﻔﻊ ﺑامي ﰻ ﻃﺎﻟﺐ ﻳﻮم ﺑﺚ اخملﻠﻮﻗﲔ‬
‫اﺗﻪ ﻗﺮﻳﺐ ﳎﻴﺖ دﻋﻮة ادلاﻋﲔ‬
Dan adapun kemudian dari itu, maka inilah suatu risalah simpan (ringkas),
Aku namai akan dia Asrarruddin (‫)اﴎارادلﻳﻦ‬, artinya Segala Rahasia Agama, bagi
orang yang mempunyai yakin akan Allah Ta’ala.
Dan akan Allah, aku pohonkan bahwa memberi manfaat ia dengan dia bagiku
dan bagi tiap-tiap orang yang menuntut akan sejahtera pada hari (ber)bangkit
segala makhluk itu, hari kiamat. Bahwasannya Allah Ta’ala sangat hampir lagi
sangat memperkenankan ia akan segala do’a orang yang meminta do’a.

‫اﻋﻠﻤﻮا ٔاﳞﺎ الاﺧﻮان ٔاﲮﺪﰼ ﷲ واايان‬


Ketahui olehmu hai saudaraku, telah diberi bahagia oleh Allah Ta’ala akan
kamu dan akan kami, bahwasannya wajib atas segala mukalif laki-laki dan
perempuan itu mengetahui ia asal agama dan fara’nya yang telah berhimpun ia
pada hadis yang ditanyai oleh Jibril akan Nabi (saw) dengan katanya, Ya
Muhammad cerita olehmu akan hamba dari pada Islam, maka sabdanya,
‫الاﺳﻼم ٔان ﺗﺸﻬﺪ ٔان ﻻ اهل الا ﷲ و ٔان ﶊﺪا رﺳﻮل ﷲ وﺗﻘﲓ اﻟﺼﻼة وﺗﺆﱏ اﻟﺰﰷة وﺗﺼﻮم رﻣﻀﺎن وﲢﺞ اﻟﺒﻴﺖ‬
‫ان اﺳـﺘﻄﺎع اﻟﻴﻪ ﺳﺒﻴﻼ‬
Bermula islam itu bahwa engkau ketahui bahwasannya tiada Tuhan
melainkan Allah dan bahwasannya Nabi Muhammad itu pesuruh Allah dan engkau

Halaman 68 dari 85
Miftahul Jannah

dirikan sembahyang dan engkau beri zakat dan puasa pada bulan ramadhan dan
naik haji engkau ke baitullah jika kuasa engkau berjalan kepadanya.
Maka mafhum dari pada hadis ini, bahwasannya asal agama itu
ma’rifatullah. Bermula ma’rifatullah ta’ala itu haqiqat bagi hati, tiada dapat zahir ia
melainkan dengan diikrarkan dua kalimah syahadat dan jadilah fara’ agama itu
islam, maka tiadalah dengan shadiq ini bahwasannya islam itu lima perkara,
1. Perkara pertama Syahadat
2. Sembahyang
3. Memberi Zakat
4. Puasa
5. Naik Haji

Maka Syahadat itu tiga perkara,


1. Perkara pertama syahdat syari’at
2. Syahadat tarikat
3. Syahadat haqiqat

 Maka syahadat syari’at itu telah mashur ia pada ahlinya.


 Dan syahadat tarikat itu, yakin akan segala perkara yang diperbuat oleh segala
makhluk itu terbit dari pada qudrat Allah Ta’ala yang esa jua, maka syarat sah
syahadat itu ada i’tirad (‫ )اﻋﱰاض‬akan segala perbuatan makhluk. Maka jika
membunuh oleh seorang makhluk akan dikau niscaya tiada ku balas akan dia
karena yakinmu akan Allah Ta’ala yang membunuh akan dikau.
 Dan syahadat haqiqat itu, dengan i’tibar hapus sekalian itu didalam martabat
ahadiah (‫)اﺣﺪﻳﺔ‬. Maka tiada ada wujud disana sekali-kali itu melainkan haq ta’ala
jua. Maka syarat sah syahadat ini, tiada kupandang pada pihak diri segala
makhluk berwujud sekali-kali pada pihak limpah wujud haq ta'’la akan mereka
itu hingga dapat ku lihat akan Allah Ta’ala dengan mata kepalaku.

Dan adalah bagi Sembahyang itu tiga perkara,


1. Sembahyang Syari’at
2. Sembahyang Tarikat
3. Sembahyang Haqiqat

 Maka sembahyang syariat itu telah mashurlah ia, dan


 Sembahyang tarikat itu, muhasibah (‫)ﳏﺎﺳـﺒﻪ‬. Maka makna muhasibah itu,
metara-tarakan (mengukur) dirinya tiap-tiap yang mana hawa nafsumu yang

Halaman 69 dari 85
Miftahul Jannah

telah hilang dan mana yang tersakit pada hatimu pada masa sekarang dan mana
ku perbuat yang terlebih baik bagimu dan mana yang jahat tepelihara dari pada
hawa nafsumu dan takut pada sulukmu dan mana perbuatan yang jadi hilang
dari padamu, riya dan ‘ujub dan takabur dan dari pada segala perangai yang
jahat-jahat dan yang mana kelakuan yang jadi kuat pada ibadat dan ku ingat-
ingat akan sangat jahat nikmat dunia dengan nisbah kepada akhirat hingga ku
palingkan mukamu dari pada dunia ini sekali-kali. Dan banyak lagi makna
muhasibah pada ahlinya. Maka syarat sah sembahynag ini, itu amat kuat qasyad
(‫ )ﻗﺼﺪ‬akan Allah Ta’ala dan benar niatmu pada jalan tarikat selama-lama lagi
dalam dunia ini, dan
 Sembahyang haqiqat itu, musyahadah (‫)ﻣﺴﺎﻋﺪة‬. Yaitu kupandang kepada wujud
haq Ta’ala senantiasa, dan jika ku pandang kepada segala wujud ini maka
pandang olehmu segala wujud ini itu Dzhil a’yan tsabitah (‫)ﻇﻞ ٔاﻋﻴﺎن اثﺑﺘﺔ‬, dan
a’yan tsabitah (‫) ٔاﻋﻴﺎن اثﺑﺘﺔ‬ itu bayangan/Dzhill(‫ )ﻇﻞ‬zat Allah. Maka kupindah
pandang kepada yang ada berwujud yaitu zat Allah Ta’ala, maka ketika itu tiada
jatuh tilik pindah pandangmu itu melainkan akan wujud haq Ta’ala jua.
Maka syarat sah sembahyang itu jangan tinggal bagimu suatu dari pada kasih
akan yang lain dari pada Allah Ta’ala dan telah tercabut dalam hatimu segala
akar-akar nafsu akan dunia dan telah kuhilang riya sendi-sendi dalam bathin
hatimu dan yang lain dari padanya, dari pada segala perangai basyariah (‫)ﺑﴩﻳﺔ‬.
Maka kiblat sembahyang syari’at itu ka’batullah dan kiblat sembahyang
tarikat itu hati dan kiblat sembahyang haqiqat itu haq Ta’ala. Maka kiblat
sembahyang syariat itu jauh, maka sebab itulah tiada khusuk orang yang
sembahyang. Dan kiblat sembahyang tarikat itu didalam diri orang yang
sembahyang, tiada jauh. Maka itulah senantiasa pandang akan dia lagi khusuk
orang yang sembahyang kepadanya. Dan kiblat sembahyang haqiqat itu tiada
berpihak lagi terlebih hampir kepada diri orang yang sembahyang. Seperti firman
Allah Ta’ala :
ِ َّ ‫ﻓَﺎَٔﻳْﻨَ َﻤﺎ ﺗ َُﻮﻟُّﻮا ﻓَ َ َّﱸ َو ْﺟ ُﻪ‬
‫اهلل‬
maka barang kemana berhadap muka kamu disanalah zat Allah.
Maka sebab itulah sembahyang haqiqat itu tiada bermasa, seperti firman
Allah Ta’ala :
َ ‫ﻋَ َﲆ َﺻ َﻼﲥِ ِ ْﻢ دَاﺋِ ُﻤ‬
‫ﻮن‬
atas sembahyang mereka itu berkekalan tiada keputusan
Bersalahan sembahyang syariat, maka yaitu berwaktu dan bersalahan
sembahyang tarikat maka yaitu ketika datang hawa nafsu, maka syarat sah

Halaman 70 dari 85
Miftahul Jannah

sembahyang tarikat itu menyucikan hawa nafsu dengan air mujahadah (‫ )ﳎﺎﻫﺪﻩ‬dan
air riyadha (‫)رايﺿﻪ‬. Dan syarat sah sembahyang haqiqat itu menyucikan rahasia
dengan air taubat dan air muraqabah (‫)ﻣﺮاﻗﺒﺔ‬. Maka manakala cedera syarat, niscaya
tiadalah hasil syaratnya/ masyrud (‫)ﻣﴩوط‬.

Dan adalah Zakat itupun tiga perkara,


1. Zakat Syari’at
2. Zakat Tarikat
3. Zakat Haqiqat

 Maka zakat syari’at itu telah mashurlah ia


 Dan zakat tarikat itu tiga syarat :
1. Menyucikan hawa nafsu dari pada keinginan akan dunia dari pada makan yang
sedap-sedap dan dari pada memakai pakaian yang baik-baik. Maka seginya
yang demikian itu sifat hamba Allah yang cenderung hatinya kepada dunia.
Maka sebab itulah berkata oleh ulama Ahli Thasauf,
Barang siapa tiada mau memakai akan kain yang tampi-tampi dan tiada mau
tidur pada tempat yang jahat-jahat, niscaya tiada mencium ia akan bau
tarikat Ahli Shofi.
2. Menyucikan diri dari pada segala perangai yang kejahatan antara segala
makhluk. Maka tiada sekali-kali engkau menyakiti hati segala makhluk, sama
ada dari pada perbuatan atau dari pada perkataan atau pada kelakuan. Maka
jika tiada kuasa engkau akan yang demikian, maka ‘uzlah (‫ )ﻋﺰهل‬olehmu dari
pada mereka itu. Jangan engkau duduk serta mereka itu dan,
3. Menyucikan diri dari pada sifat yang kecelaan, seperti ‘ujub dan ria’ dan
takabur dan dari pada banyak berkata-kata dan yang lain dari padanya, dari
pada segala sifat yang jahat-jahat. Maka syarat sah zakat itu cerdik aqalmu
dan baik pahammu hingga engkau ketahui akan segala yang sendi-sendi
perangai yang membawa kepada menyakiti segala makhluk dan yang sendi-
sendi dari pada ‘ujub dan takabur dalam bathin hatimu hingga kucabutkan
sekalian akar-akarnya.
 Bermula zakat haqiqat, engkau menyucikan pandangmu dan kasihmu dari pada
yang lain dari pada Allah Ta’ala dan engkau sucikan akan segala rahasiamu dan
kelebihanmu dari pada ketahui oleh segala manusia dari pada berkhabar-khabar
kepada zakat ini itu, tiada hatimu akan kemulia-mulian antara segala makhluk
dan tiada engkau ingat akan kelebihan dirimu kepada Allah Ta’ala.

Halaman 71 dari 85
Miftahul Jannah

Dan adalah Puasa itu tiga perkara,


1. Puasa Syari’at
2. Puasa Tarikat
3. Puasa Haqiqat.
 Maka puasa syari’at itu telah mashur, dan

 Puasa tarikat itu menahan diri dari pada yang benci oleh segala makhluk akan
dikau dan menahan diri engkau dari pada hawa nafsu yang datang ia akan dikau
dan menahan diri dari pada kalah kasih kena bala dan kalah kasih akan berbuat
ibadat dan kalah kasih menahan qada’ (‫ )ﻗﻀﺎء‬dan qadar (‫ )ﻗﺪر‬dari pada haq Ta’ala
dan jika sangat benci dari padamu sekalipun. Maka syarat sah puasa syari’at itu
berniat dahulu dari pada fajar. Dan syarat puasa tarikat engkau teguhkan niat
dan menguatkan hema akan sabar selama-lama dahulu dari pada turun qada’
dan qadar.
 Bermula puasa haqiqat itu, engkau menahan diri dari pada syathahiyat
(‫)ﺷﻄﺤﻴﺎت‬, maka makna syathahiyat itu mengatakan khabar yang tiada patut
pada syara’ seperti kata “ana al-haq” (‫ ) ٔااناﳊﻖ‬atau “akulah yang melakukan” (
‫) ٔاانﻟﻔﺎﻋﻞ‬ dan tiada menahan diri dari pada menyatakan rahasia ma’rifat yang
bersalahan dengan hukum syara’. Bermula puasa haqiqat itu, ingat dan kuat
hema akan menunaikan segala yang demikian itu dahulu dari pada terlanjurnya.

Bermula Naik Haji itu tiga perkara,


1. Naik Haji pada syari’at
2. Pada Tarikat
3. Pada haqiqat
 Maka naik haji pada syari’at itu, berjalan kepada ka’batullah serta diperbuat
segala rukun haji dan
 Naik haji pada tarikat itu, naik orang yang salik kepada maqam roh serta
diperbuat segala rukunnya.
• Dan setengah dari pada rukun haji itu bekal haji ini, maka takut akan Allah
Ta’ala pada zahirnya dan bathinnya, dan
• Setengah dari pada rukun haji ini yaitu kapal, maka yaitu hema yang kuat
pada menjalan tarikat selama umurnya, dan
• Setengah dari padanya mu’alim, yaitu guru yang mursyid yang menunjuki
akan dikau akan jalan ini, dan

Halaman 72 dari 85
Miftahul Jannah

• Setengah dari padanya senjata, maka yaitu zikir Allah Ta’ala. Dengan dialah
engkau pertakut segala seteru dari pada jalan dari pada hawa nafsu dan
syetan dan,
• Setengah dari padanya taulan, yaitu orang yang bersama-sama pada jalan
tarikat supaya dapat bertolong-tolong setengah mereka itu setengah pada
perbuatannya dan banyak lagi rukun yang lain dari padanya.
 Bermula haji haqiqat itu, naik orang yang salik kepada martabat wahdah (‫)وﻫﺪة‬
hingga sampai mereka itu kepada haq Ta’ala dengan fana’ segala yang mawujud
dalamnya, dan
• Setengah dari pada rukun haji haqiqat itu bekal, maka bekalnya itu muhibbah
(‫ )ﳏﺒﺔ‬yang sangat, dan
• Setengah dari padanya kendaraan, yaitu nur ahadiah (‫)ﻧﻮر اﺣﺪﻳﺔ‬ dengan
karunia haq Ta’ala semata-mata dengan tiada dapat engkau usahakan akan
dia sekali-kali, dan
• Setengah dari padanya mu’alim maka yaitu mukasyafah (‫ )ﻣﲀﺷﻔﻪ‬dari pada
haq Ta’ala semata-mata, dan
• Setengah dari padanya senjata, yaitu haibatul Jalal (‫ )ﻫﻴﺒﺔ اﳉﻼل‬dalam hatimu
hingga cemerlanglah semata-mata jalalul haq (‫)ﺟﻼل اﳊﻖ‬ kedalam alam
wujud, maka ketika itu sampai engkau kepada Tuhanmu, dan
• Setengah dari padanya taulan, maka yaitu tajali sifat jamal kepadamu supaya
tetap engkau pada ketika dari pada tergelincir kepada bahaya kafir dan sesat.

Bermula haji tarikat itu terlebih baik lagi terlebih mulia dari pada Haji syari’at
karena tempat haji tarikat itu roh dan roh itu terlebih lagi terlebih mulia dari pada
segala makhluk. Dan adalah ka’bah yang tempat haji syari’at satu bagian/juzu’ (‫)ﺟﺰء‬
dari pada zahir roh yang tempat haji tarikat. Dan haji haqiqat itu terlebih mulia dari
pada haji tarikat karena tempat haji haqiqat itu martabat wahdah (‫ )وﺣﺪﻩ‬yang yaitu
haqiqat roh. Maka roh itu muhadas dan wahdah itu qadim.
Bermula orang yang haji dengan haji tarikat itu terlebih besar martabatnya
dari pada orang yang haji dengan syari’at. Dan orang yang haji dengan haji haqiqat
itu terlebih besar martabatnya dari pada orang yang haji dengan tarikat dan jika
ada haji syari’at itu wajib sekalipun, karena segala hukum yang di wajib oleh haq
Ta’ala atas segala manusia itu adalah ia dengan sekira-kira kuasa kebanyakan
mereka itu yang mengerjakan akan dia. Maka jikalau di wajibkan atas mereka itu
seperti hukum yang diperbuat oleh orang yang khawash (‫ )ﺧﻮاص‬niscaya tiada kuasa

Halaman 73 dari 85
Miftahul Jannah

kebanyakan mereka itu mengerjakan dia maka jadi berdua salah mereka itu, karena
tiada ia mengikut suruhnya maka adalah yang demikian itu karena sangat kasih
sayang haq Ta’ala akan mereka itu sekira-kira mewajibkan akan ta’at hamba akan
dia itu dengan mudah (di)kerjakan oleh mereka itu supaya tiada ditinggalkan akan
dia serta tetap hati mereka itu dari pada keluh kesah ta’at yang amat berat.

Maka ketahui olehmu hai thalib, tatkala sudahlah engkau ketahui asal agama
dan fara’nya, maka wajib pula engkau ketahui yang dinamai agama itu. yaitu ibarat
dari pada berhimpun empat perkara :
IMAN dan ISLAM dan TAUHID dan MA’RIFAT.
Maka jika tiada pada seorang salah satu dari pada empat itu, maka tiada
dinamakan orang itu Beragama.

Bermula Islam itu tiga perkara,


1. Islam pada sara’
2. Islam pada tarikat
3. Islam pada haqiqat

 Maka islam pada syari’at itu mengikut suruh Allah Ta’ala dan suruh segala
pesuruhnya, dan
 Islam pada tarikat itu menyerahkan diri kepada hukum Allah Ta’ala sama ada ia
baik atau jahatnya, ada ia benci oleh nafsu atau yang dikasih oleh nafsu atau
dengan sekira tiada menghendaki keluar dari pada suatu yang telah hukum oleh
Allah Ta’ala akan dia serta tawakal engkau kepadanya senantiasa.
 Dan islam pada haqiqat itu menyerahkan diri engkau kepada warid (‫ )وارد‬dan
tajali (‫ )ﲡﲆ‬yang turun dari pada haq Ta’ala serta tiada menghendaki keluar dari
pada hukum suatu warid yang datang. Seperti datang warid qabda (‫)وارد ﻗَ ْﺒ َﺾ‬,
maka tiada ia menghendaki datang warid bastha (‫ﺑﺴﻂ‬ ‫ )وارد‬dan sebaliknya dan
berlaku hal dirinya itu seperti hukum warid dan tajali yang telah turun itu.

Bermula Iman itu tiga perkara,


1. Iman pada syari’at
2. Iman pada tarikat
3. Iman pada haqiqat

 Maka iman pada syari’at itu, percaya akan Allah Ta’ala dan akan Rasulnya dan
yang lain dari padanya. Seperti yang telah mashur.

Halaman 74 dari 85
Miftahul Jannah

 Dan iman pada tarikat itu, percaya akan hukum Allah Ta’ala tiada dapat berubah
sekali-kali dan percaya akan rezki dari pada aku ini, Allah Ta’ala tiada bertambah
dengan sebab dituntut dan tiada berkurang dengan sebab tiada dituntut dan
tiada bahagia seorang dengan sebab ibadat dan tiada celaka seorang dengan
sebab maksiat. Tetapi bahagia dan celaka itu telah tersurat pada luh mahfud ( ‫ﻟﻮح‬
‫ )ﳏﻔﻮظ‬tiada boleh berubah sekali-kali dan adalah ibadat dan maksiat itu semata-
mata alamat.
 Dan iman pada haqiqat itu percaya akan hukum Allah Ta’ala tiada dapat berubah
sekali-kali dan tiada bertukar-tukar maka jika baik ia pada azali (‫ ) ٔازال‬niscaya baik
ia pada zahir dan jika celaka ia pada azali niscaya celaka ia pada zahir dan jika
kaya ia pada azali niscaya kaya ia pada zahir dan mustahil pada Allah Ta’ala
mengubah yang demikian itu. Dan faedah ibadat itu semata-mata ubudiyah
(‫ )ﻋﺒﻮدﻳﻪ‬menyempurnakan haq rububiyah (‫ )رﺑﻮﺑﻴﺔ‬jua, demikianlah segala
perbuatan hamba yang lain.

Bermula Tauhid itu tiga perkara,


1. Tauhid Syari’at
2. Tauhid pada Tarikat
3. Tauhid pada Haqiqat

 Maka tauhid pada syari’at itu menafikan sifat ketuhanan dari pada yang lain dari
pada Allah Ta’ala dan di isbatkan akan dia kepada Allah Ta’ala supaya sah iman
dengan dia, dan
 Tauhid pada tarikat itu di esakan akan segala perbuatan dan segala sifat makhluk
itu perbuatan Allah Ta’ala dan sifatnya pada haqiqat, maka adalah segala
perbuatan makhluk dan sifatnya itu zahir ia dari pada haq Ta’ala yang esa jua.
Maka di esakan keduanya hingga tiada tinggal pada dirinya sekali-kali rasamu
basyariah (‫ )ﺑﴩﻳﻪ‬padanya.
 Bermula tauhid pada haqiqat itu di sabitkan wujud pada haq Ta’ala jua karena
yang lain dari padanya tiada berwujud dan jika banyak pada zahir engkau lihat
sekalipun karena sekaliannya itu tiada wujud pada diri mereka itu melainkan
pada pihak limpah nur haq Ta’ala akan dia. Maka senantiasa di esakan akan dia
hingga tiada tinggal rasamu wujud dari pada dirinya pada zuqnya dengan ( ‫ﻏﻠﻤﻪ‬
‫)ﺣﻘﻴﻘﺔ‬

Halaman 75 dari 85
Miftahul Jannah

Bermula Ma’rifat itu tiga perkara,


1. Ma’rifat pada Syari’at
2. Ma’rifat pada Tarikat
3. Ma’rifat pada Haqiqat

 Maka ma’rifat pada syari’at itu mengenal Allah Ta’ala dengan i’tibar tanziah/zat
(‫ )ﺗﲋﻳﻪ‬semata-mata dan mengenalkan segala suruhnya dari pada segala yang di
fardhukan Allah Ta’ala dan mengenal segala hukumnya dari pada halal dan
haram dan makruh dan mubah dan sunah.
 Ma’rifat tarikat itu mengenal akan segala khatar yang didalam hati dari pada
baik dan jahat dan meninggalkan yang sendi-sendi dari pada ria dan ‘ujub dan
yang lain dari padanya yang didalam bathin hati dan meninggalkan segala hawa
nafsu yang sendi-sendi dan meninggalkan sangat latif (‫ )ﻟﻄﻒ‬kasih sayang Allah
Ta’ala akan segala hambanya dan yang lain dari padanya dengan kasaf ilmu adna
(‫ ) ٔادﱏ‬dan tiadakan dari pada tajali jalal dan jamal hingga diperbuatkan barang
yang patut pada haq keduanya dan yang lain-lain dari pada segala ma’rifat yang
amat banyak.
 Bermula ma’rifat pada haqiqat itu, antara tanaziah (‫ )ﺗﲋﻳﻪ‬dan tasybiah (‫( )ﺗﺸﺒﻴﻪ‬zat
dan sifat) hingga tiada hijab sebab dipandang zahir dari pada pandang bathin dan
tiada hijab sebab pandang bathin dari pada pandang yang zahir. Maka adalah
zahir dan bathin itu satu jua pada haqiqatnya dan yang zahir itu tashbih dan yang
bathin itu tanaziah, inilah maqam Anbiya’ dan Aulia’.

Maka ketahui olehmu hai Thalib kemudian wajib pula atasmu, engkau
i’tiqadkan bahwasanya tiap-tiap seorang itu (‫ )ﳑﻴةل‬ia tatkala sampai ajalnya dan
dunia ini lagi akan kiamat pada akhirnya tatkala sampai janji haq Ta’ala akan dia.

Maka adalah mati itu tiga perkara,


1. Mati pada Syari’at
2. Mati pada Tarikat
3. Mati pada haqiqat

 Maka mati pada syari’at itu mati tubuh, maka yaitu telah mashur pada sekalian
awam.

Halaman 76 dari 85
Miftahul Jannah

 Dan mati pada tarikat itu, mati segala hawa nafsu dan dari pada kemuliaan dan
dari pada kemegahan kepada segala makhluk, lagi mati kehendaknya akan harta
dunia dan lain-lain dari padanya, seperti firman Allah Ta’ala;
‫َو ُﺧ ِﻠ َﻖ ْاﻻﻧ ْ َﺴ ُﺎن ﺿَ ِﻌﻴ ًﻔﺎ‬
dan telah dijadikan insan itu lemah ia tiada kuasa ia berbuat barang
ِٕ
kehendaknya
Dan lagi firman Allah Ta’ala,
‫ﻟَﻘَﺪْ َﺧﻠَ ْﻘﻨَﺎ ْاﻻﻧ ْ َﺴ َﺎن ِﰲ َٔا ْﺣ َﺴ ِﻦ ﺗَ ْﻘ ِﻮ ٍﱘ۞ ُ َّﰒ َر َددْانَ ُﻩ َٔا ْﺳ َﻔ َﻞ َﺳﺎ ِﻓ ِﻠ َﲔ‬
sannya telah dijadikan akan insan itu pada sebaik-baik rupa dari pada
ِٕ
kemegahan dan dari pada perhiasan dunia ini. Kemudian kami tolak
setengahnya itu kepada sehabis-habis hina pada zahirnya, tetapi bathinya
terlebih mulia dari pada lainnya.
 Bermula mati pada haqiqat yaitu, mati dalam tontonan akan Allah Ta’ala dengan
dipandang nur azal (‫)ﻧﻮر ٔازل‬. Maka tiada dipandang bagi dirinya mempunyai
ikhtiar sekali-kali dan mati kehendak akan wushul/sampai (‫ )وﺻﻮل‬kepada Allah
Ta’ala karena hukum azal tiada dapat berubah, maka tiada jadi lebih dengan
wushul dan tiada jadi kurang dengan sebab tiada wushul serta memegang ia
kepada qatamah (‫ )ﻗﳣﺔ‬Tuhannya pada azal. Maka tatkala ada pada azal itu
pembagian/qasamah (‫ )ﻗﺴﻤﻪ‬wushul maka tak dapat tiada dari pada wushul dan
manakala tiada pada azal niscaya tiada pada sekarang.

Seperti firman Allah Ta’ala,


‫ا َذا ُزﻟْ ِﺰﻟَ ِﺖ ْ َٔاﻻ ْر ُض ِزﻟْ َﺰاﻟَﻬَﺎ‬
Apabila digerak-gerak akanmu hati akan sebagai gerak yang sangat dengan
ِٕ
sebab datang ma’rifat yang sendi-sendi
‫َو َٔاﺧ َْﺮ َﺟ ِﺖ ْ َٔاﻻ ْر ُض َٔاﺛْﻘَﺎﻟَﻬَﺎ‬
Artinya, dan mengeluarlah bumi hati itu akan segala tanggungannya dari
pada haqiqat ma’rifat yang tiada kuasa menanggung oleh manusia dan tiadalah
mendengar oleh mereka itu akan dia dari pada ma’rifat yang gharib-
gharib/pelik-pelik dan yang sangat kesukaran paham mereka itu.
‫َوﻗَﺎ َل ْاﻻﻧ ْ َﺴ ُﺎن َﻣﺎ ﻟَﻬَﺎ‬
Dan telah mengata oleh segala manusia itu apa ma’rifat yang demikian itu
ِٕ
karena engkar mereka itu akan segala ma’rifat yang sendi-sendi itu karena tiada
pernah mendengar oleh mereka itu dan menyangka oleh mereka itu akan

Halaman 77 dari 85
Miftahul Jannah

tersalah pada i’tiqad mereka itu karena tiada sampai aqal mereka itu
kepadanya.
‫ﻳ َ ْﻮ َﻣ ِﺌ ٍﺬ ُ َﲢ ِّﺪ ُث َٔا ْﺧ َﺒ َﺎرﻫَﺎ۞ ِﺑﺎَٔ َّن َرﺑ َّ َﻚ َٔا ْو َىح ﻟَﻬَﺎ‬
Pada hari inilah engkau berkhabar-khabar kerajaannya dari pada
kejahatan dan kebajikan yang sendi-sendi keduanya yang tiada diketahui oleh
orang yang lain, sama ada ia dari pada dirimu atau pada orang yang lain dari
padamu dengan sebab bahwasanya Tuhanmu itu telah mewahyui bagi hatimu
maka ketika itu datanglah ilmu faraid .
‫ﻳ َ ْﻮ َﻣ ِﺌ ٍﺬ ﻳ َ ْﺼﺪُ ُر اﻟﻨَّ ُﺎس َٔا ْﺷـﺘَﺎاتً ِﻟ ُ َﲑ ْوا َٔا ْ َﲻﺎﻟَﻬُ ْﻢ‬
Pada hari inilah berpegang segala manusia yang salik pada halnya
bermacam-macam mereka itu dari pada berjabat kepada amal dan kepada
suatu yang lain dari pada hukum azal karena telah diperlihat haq Ta’ala akan
mereka itu dan segala amal mereka itu dan balasnya itu terbahagi pada azal itu
tiada bertukar-tukar dan tiada berubah-rubah.
ًّ َ ‫ﻓَ َﻤ ْﻦ ﻳ َ ْﻌ َﻤ ْﻞ ِﻣﺜْﻘَﺎ َل َذ َّر ٍة ﺧ ْ ًَﲑا ﻳَ َﺮ ُﻩ۞ َو َﻣ ْﻦ ﻳ َ ْﻌ َﻤ ْﻞ ِﻣﺜْﻘَﺎ َل َذ َّر ٍة‬
‫ﴍا ﻳَ َﺮ ُﻩ‬
Maka barang siapa berbuat amal ia dengan takdir haq Ta’ala pada azal
sekedar seberat zarah dari pada kebajikan juapun niscaya melihat ia akan dia
dan barang siapa berbuat amal ia sekedar seberat zarah dari pada kejahatan
niscaya melihat ia. Karena janji haq Ta’ala pada azal tiada dapat disempurna ia
pada sekarang ini.

Bermula kiamat itu tiga perkara,


1. Kiamat pada Syari’at
2. Kiamat pada Tarikat
3. Kiamat pada Haqiqat

 Maka kiamat pada syari’at itu karam dunia dan segala isinya dan dari pada tanda
kiamat itu turun imam Mahdi, dan
 Kiamat tarikat itu karam pandang orang yang salik akan Allah Ta’ala tiada sekali-
kali ingat kasih akan yang lain dari pada Allah Ta’ala. Maka tanda kiamat ini itu
perasaan rindu (‫ )ﺷﻮق‬yang tiada dapat tetap sertanya pada yang lain dari pada
Allah Ta’ala dan tetap bangkit cita-cita itu semata-mata pada Allah Ta’ala dan
mabuk ia dengan sebab terangan nur jamal kepadanya. seperti firman Allah
Ta’ala,
َ ‫اﳖَّ ُ ْﻢ ﻟَ ِﻔﻲ َﺳ ْﻜ َﺮﲥِ ِ ْﻢ ﻳ َ ْﻌ َﻤﻬ‬
‫ُﻮن‬
bahwasannya mereka itu dalam mabuk mereka itu heran mereka itu dari pada
ِٕ
pandang yang lain dari pada haq Allah Ta’ala.
Halaman 78 dari 85
Miftahul Jannah

 Dan kiamat pada haqiqat itu, karam pandang orang yang ‘arifin dalam Allah
Ta’ala hingga tiada ingat akan dirinya dan akan Ta’ala pun tiada ingat, itulah
maqam fana’. Yaitulah wushul (‫ )وﺻﻞ‬kepada Allah Ta’ala, maka tanda kiamat ini
kemenangan (‫ )ﻏﻠﻴﻪ‬nur jalal yang semata-mata yang tiada dapat menahan oleh
segala yang muhadas melainkan fana’ ia dalam sempurna itu dengan baqa’
karena sehabis-habis fana’ itu baqa’ dengan Allah Ta’ala. Seperti firman Allah
Ta’ala,
َّ ‫ِٕا َذا‬
‫اﻟﺴ َﻤﺎ ُء اﻧْ َﻔ َﻄ َﺮ ْت‬
maka apabila langit ahadiah itu berhujan dari pada hujan jalal dan hujan jamal,
pada firman lainnya,
‫َوا َذا ْاﻟ َﻜ َﻮا ِﻛ ُﺐ اﻧْ َﺘ َ َﱶ ْت‬
dan apabila segala bintang aqal dan waham dan khayal itu telah berhambur ia,ِٕ
yakni hilang ia dari pada sangat keras jalala Allah Ta’ala yang muthlak,
‫َوا َذا اﻟْ ُﻘ ُﺒ ُﻮر ﺑُ ْﻌ ِ َﱶ ْت۞ ﻋَ ِﻠ َﻤ ْﺖ ﻧ َ ْﻔ ٌﺲ َﻣﺎ ﻗَ َّﺪ َﻣ ْﺖ َو َٔاﺧ ََّﺮ ْت‬
dan apabila kubur hati itu dibalikkan akan dia yakni dibalikkan pandangannyaِٕ
dan dibangkitkan segala ma’rifat yang tertanam didalamnya dan adalah tiap-tiap
hati manusia ma’rifat yang tertanam dalamnya tetap tiada diketahui akan dia
karena tertutup dengan sifat basyariah (‫ )ﺑﴩﻳﻪ‬maka adalah yang sifat basyariah
itu dengan fana’ didalam ahadia, maka sebab itulah terbuka tatkala fana’
didalam ahadiah. Maka ketika itulah mengetahui oleh tiap-tiap seorang akan
barang yang telah dahulu dari pada maqam suluknya dan barang yang telah
dahulu dari pada martabat dirinya pada azal dan barang yang ta’khir (‫ )ﺗﺎٔﺧﲑ‬dari
َْ
pada fana’ yaitu melihat ia akan Allah Ta’ala yang laisa kamislihi (‫ﳾ ٌء‬ ‫)ﻟَ ْﻴ َﺲ َ ِﳈﺜ ِ ِْهل‬
pada hal pandang akan laisa kamislihi karena pada masa fana’ itu tiada diketahui
dan tiada ingat akan sesuatu juapun.

Adapun kemudian dari pada itu, maka wajib pula diketahui oleh segala
mukalif serta di i’itiqadkan bahwasannya Allah Ta’ala bangkit ia akan segala orang
yang didalam kubur pagi jum’at.

Maka bangkit itu tiga perkara :


1. Bangkit syari’at
2. Bangkit tarikat
3. Bangkit haqiqat

Halaman 79 dari 85
Miftahul Jannah

 Maka bangkit yang pada syari’at itu telah mashur ia pada segala orang awam,
dan
 Bangkit yang pada tarikat itu bangkit segala orang yang salik dari pada kubur
tiap-tiap maqam yang bawah kepada maqam yang diatas. Maka adalah maqam
suluk itu seperti kubur dengan i’tibar tiap-tiap salik dalamnya, padahal tiada
ingat suatu dalamnya dari pada jahat hal, yaitu kehendak bangkit oleh haq Ta’ala
dari pada maqamnya. Maka tiup oleh Allah Ta’ala akan angin ma’rifat kedalam
hati orang yang salik supaya suka ia dari pada tidurnya seperti bangkit orang yang
mati dengan di tiup sangka kala. Maka ketika itu bertambah ma’rifat. Maka tiada
dipandang dirinya pada maqam itu jahat serta berpindah ia kepada maqam yang
diatas karena pada pandangan bahwasanya maqam ini itu terlebih baik baginya.
Maka senantiasa segala orang salik terbangkit dari pada satu maqam kepada
satu maqam hingga sampai ia kepada maqam fana yang kubur yang ushulli (‫) ٔاﺻﲆ‬
bagi tiap-tiap muwujud. Inilah kesudahan suluk yang pertama.
 Bermula bangkit pada haqiqat itu terbangkit segala salik dengan semata-mata
ikhtiar haq Ta’ala dari pada maqam fana itu yang ia itu kubur haqiqat kepada
maqam baqa’ almaqam. Inilah permulaannya suluk yang kedua, maka sentiasa
turun dari pada satu maqam kepada satu maqam hingga sampai ia kepada asyar
(‫ )آاثر‬yang ia permulaan suluk yang pertama-tama sulukan yang yaitu martabat
sekalian Nabi yang mursal. Maka tatkala sudahlah aku nyatakan kelakuan naik
maka lazimlah atasku menyatakan segala maqam yang zahir ku pandang daerah
(.).
Supaya jangan tergelincir naik kalam pada segala maqam itu dan jangan jatuh
pada sangkamu maqam yang diatas.۞‫۞ﻧﻌﻮذ اب ﻣﳯﺎ‬

Maka aku nyatakan akan dikau hai orang salik dengan jalan ringkas (‫)ﳐﺘﴫ‬,
seperti yang tersebut di dalam kitab Hikam Athailah,
‫)دﻟﻴﻞ وﺟﻮد آاثرﻩ ﻋﲆ وﺟﻮد ٔاﺳﲈﺋﻪ دﺑﻮﺟﻮد ٔاﺳﲈﺋﻪ ﻋﲆ ﺛﺒﻮت ٔاوﺻﺎﻓﻪ وﺑﻮﺟﻮد ٔاوﺻﺎﻓﻪ ﻋﲆ وﺟﻮد ذاﻧﻪ اذﳏﺎل‬
(‫ٔان ﻳﻘﻮم اﻟﻮﺻﻒ ﺑﻨﻔﺴﻪ‬
Telah menunujukkan oleh keadaannya segala atsyar (‫ )آاثر‬haq Ta’ala itu atas
wujud asmanya dan menunjukkan oleh wujud asmanya itu atas tsabit wujud
sifatnya dan wujud sifat itu atas wujud zatnya, karena mustahil berdiri sifat dengan
sendirinya.
Maka dengan mafhum kata ini, jadilah segala maqam suluk itu empat
maqam. Maka sebab itulah engkau lihat empat daerah ini dengan sebilang-bilang
maqam bagi orang yang salik tatkala sampai ia kepada setinggi-tinggi maqam
Halaman 80 dari 85
Miftahul Jannah

dinamai akan dia orang majzub (‫ )ﳎﺬوب‬dan adalah salik majzub itu kepada turun,
maka jadilah kesudahan majzub itu permulaan salik. Maka terkadang bertemu
keduanya pada satu maqam yang salik pada naik dan yang majzub itu pada turun
karena daerah maqam salik dan majzub itu bersatu keduanya seperti yang kulihat
pada daerah ini (.).
Dengan makna yang satu (‫)ﻟﻜﻦ ﲟﻌﲎ واﺣﺪ‬.
Jikalu berhimpun mereka itu pada satu daerah maqam sekalipun, tetapi tiada
diberi suatu pada martabat seperti yang kulihat maka berbeda satu daerah maqam
ini dengan kau rasa yang ditengah maka jadilah daerah yang satu itu dua bahagi
hingga adalah satu-satu bahagi daerah dari pada dua bahagi, seperti hukum daerah
yang lain karena jauh beda martabat mereka itu antara keduanya dan jauh beda
pada ma’rifat. (‫)واب اﻟﺘﻮﻓﻴﻖ و ٔاﺳﺎٔل ﷲ الاﺟﺎﺑﺔ واﻟﻘﻮل‬
Inilah daerah (.)

‫)ﰒ ﻫﺬا اﻟﻜﺘﺎب وﺻﲆ ﷲ ﻋﲆ ﺧﲑ ﺧﻠﻘﻪ ﶊﺪ وﺳﲅ اﻟﻠﻬﻢ اﻏﻔﺮﱃ وﻟﻮ ادلى وﻻﲱﺎب اﳊﻘﻮق ﻋﲆ وﶺﻴﻊ‬
(.‫اﳌﺴﻠﻤﲔ واﳌﺴﻠﲈت واﳌﺆ ﻣﻨﲔ وﳌﺆﻣﻨﺎت الاﺣﻴﺎءﻣﳯﻢ والاﻣﻮات آﻣﲔ ايرب اﻟﻌﺎﳌﲔ‬

Halaman 81 dari 85
Miftahul Jannah

(‫ وﺣﺪﻩ واﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم ﻋﲆ ﻣﻦ ﻻﻧﱮ ﺑﻌﺪﻩ ) ٔاﻣﺎﺑﻌﺪ‬l‫اﶵﺪ‬


Adapun kemudian dari itu, maka ketahui olehmu hai thalib bahwasannya
asal i’tiqad yang sempurna itu yaitu engkau i’tiqadkan (Allah Ta’ala) itu,
‫ﳾ ٍء‬
َْ ‫ﰻ‬ ْ َ ‫ﻟَﻴْ َﺲ َ ِﳈﺜ ِ ِْهل‬
ُّ ُ ‫ﳾ ٌء۞ َو َ ُهل‬
artinya, tiada sepertinya suatu juapun dan baginya tiap-tiap suatu.
Yakni, tiada sepertinya suatu dari pada zatnya dan baginya tiap-tiap suatu
dari pada asmanya dan tajalinya. Maka dengan kata ini seyogyalah kita i’tiqadkan
bahwa haq itu ada baginya rupa yang tertentu dengan dia dan harus baginya tajali
dengan barang rupa yang dikehendakinya dengan (‫ﳾ ٍء‬َْ‫ﰻ‬ ُّ ُ ‫ )ﻣﻔﻬﻮم َو َ ُهل‬dan bagi-baginya
tiap rupa yang tersebut itu. Seperti sabda Nabi (saw),
‫ر ٔاﻳﺖ رﰉ ﰱ أﺣﺴـﲎ ﺻﻮرة‬
artinya, telah aku lihat akan Tuhan ku pada sebaik-baik rupa itu
Yaitu mazharnya (‫ )ﻣﻈﻬﺮڽ‬jua maka apabila tajali dia dengan,
 Nur sya’-syani (‫ﺷﻌﺸﺎﱏ‬ ‫)ﻧﻮر‬, maka tajali itu tiada dapat dipandang dan apabila ia
tajali dengan,
 Nur ghair sya’-syani (‫ﻏﲑﺷﻌﺸﺎﱏ‬ ‫)ﻧﻮر‬, maka yaitu dapat ia dipandang, tetapi tiada
dapat dinyatakan Allah Ta’ala.

Dan seyogyanya pula kita ketahui serta kita i’tiqadkan bagi haq Ta’ala itu
tujuh martabat, yakni ia mempunyai tujuh martabat dengan ijmal.
1. Wahdiah (‫ )وﺣﺪﻳﺔ‬namanya
2. Martabat wahdah (‫ )وﺣﺪة‬namanya
3. Martabat wahidiyah (‫ )واﺣﺪﻳﺔ‬namanya
4. Martabat alam arwah (‫ )ﻋﺎﱂ ٔارواح‬namanya
5. Martabat alam mitsal (‫ )ﻋﺎﱂ ﻣﺜﺎل‬namanya
6. Martabat alam ajsam (‫ ) ٔاﺟﺴﺎم‬namanya
7. Martabat alam insan (‫ )اﻧﺴﺎن‬namanya.
Maka tiga martabat yang pertama itu martabat ketuhanan, maka empat
martabat yang kemudian itu martabat kehambaan lagi mazhar (‫ )ﻣﻈﻬﺮ‬bagi Allah

Halaman 82 dari 85
Miftahul Jannah

Ta’ala dan seyogyanya pula bahwa kita i’tiqad bagi haq Ta’ala itu tujuh sifat yang
dinamai akan dia itu segala sifat zat maka,
1. Hayat (‫)ﺣﻴﺎة‬
2. Ilmu (‫)ﻋﲅ‬
3. Qudrat (‫)ﻗﺪرة‬
4. Iradat (‫)ارادة‬
5. Sami’ (‫)ﲰﻊ‬
6. Bashir (‫)ﺑﴫ‬
7. Kalam (‫)الكم‬
Maka dengan sifat hayat itu bernama hayyun (‫ )ىح‬dan dengan sifat ilmu itu
bernama ‘alimun (‫ )ﻋﺎﱂ‬dan dengan sifat qudrat itu bernama qadirun (‫ )ﻗﺎدر‬dan
dengan sifat iradat itu bernama muridun (‫ )ﻣﺮﻳﺪ‬dan dengan sifat sami’ itu bernama
sami’un (‫ )ﲰﻴﻊ‬dan dengan sifat bashir itu bernama basyirun (‫ )ﺑﴫ‬dan dengan sifat
kalam itu bernama muttakalimun (‫)ﻣﺘﳫﻢ‬.
Bermula segala sifat yang tujuh ini itu ada pada kita bayang-bayang bagi
segala sifat haq Ta’ala yang telah tersebut. Seperti wujud kita bayang-bayang bagi
wujudnya, demikian segala sifat yang lain dari padanya. Maka bayang-bayang itu
tiada mawujud ia melainkan dengan empunya bayang. Maka bukan ia dan tiada
lain dari padanya, maka kata ini hendaklah senantiasa pada i’tiqad kita.

‫ﻻىح وﻻ ﻋﺎﱂ وﻻ ﻗﺎدر وﻻ ﻣﺮﻳﺪ وﻻ ﲰﻴﻊ وﻻﺑﺼﲑ وﻻ ﻣﺘﳫﻢ ﰱ اﳊﻘﻴﻘﺔ الا ﷲ‬


Artinya, tiada yang hidup dan tiada yang tahu dan tiada yang kuasa dan
tiada yang berkehendak dan tiada yang mendengar dan tiada yang melihat dan
tiada yang berkata-kata pada haqiqat melainkan hanya Allah Ta’ala jua.

Maka apabila mesralah pendengar kita niscaya tajalilah kembalilah kepada


hal adum kita, maka apabila tajali itu di hukumlah kita dengan mata ikhtiari yang di
isyarat oleh Nabi (saw) dengan sabdanya,
‫ﻣﻮﺗﻮاﻗﺒﻞ ٔان ﲤﻮ ﺗﻮا‬
artinya, matikan diri kamu ihwal dari pada sebelum mati kamu.
Maka dengan kata ini adalah mati itu atas dua bahagi,
1. Mati Paksaan (‫ )اﺿﻄﺮارى‬namanya, maka yaitu tiada masuk dalamnya ikhtiar
sekali-kali

Halaman 83 dari 85
Miftahul Jannah

2. Mati Percobaan (‫ )اﺧﺘﻴﺎرى‬namanya, yaitu dengan me i’tiqadkan diri kita dengan


mengamalkan dia kepada hal adumnya, seperti yang telah tersebut dahulu itu.

Dan setengah dari pada ilmu itu mengata mati paksaan (‫ )اﺿﻄﺮارى‬itu yaitu,
dinamai akan dia mati tubuh badan (‫)ﺻﻮرى‬. Dan mati percobaan (‫ )اﺧﺘﻴﺎرى‬itu yaitu,
karam dengan (‫ )ﻻاهل ا ٔﻻﷲ‬karena hasil makna (‫ )ﻻاهل ا ٔﻻﷲ‬itu pada orang yang
muntaha (‫ )ﻣﻨﳤـﻰ‬tiada mawujud hanya Allah Ta’ala karena segala yang lain dari pada
Allah itu yaitu bayang-bayang. Maka haq Allah Ta’ala tiada ia mawujud sendirinya,
dengan dia jua berdiri wujudnya itu. Maka tiadalah mawujud yang lain pada haqiqat
hanya Allah jua.
Adapun mati paksaan (‫ )اﺿﻄﺮارى‬itu maka yaitu tiada ada jalan kepadanya
dengan ikhtiar kita.

Dan adalah tersebut dalam kitab tazkirah (‫)ﺗﺬﻛﺮة‬,


Apabila kita hampir mati maka datanglah kepada diri kita segala rakyat iblis
menyerupakan dirinya seperti segala kaum kita dan kekasihnya kita yang sudah
mati, seperti bapak dan ibu dan saudara dan segala taulan kita. Maka menyuruh
kita mati padahal kita mengikut agama bahwa dia, maka jika kita tiada mau
mengikut dia niscaya datanglah yang lain menyuruh kita mati padahal mengikut
agama nashrani. Apabila dikehendaki Allah Ta’ala menjinak kita kepada jalan yang
betul, maka datanglah kepada kita Malaikat. Maka ditegah dari pada kita rakyat
segala syetan itu dan di sapunyalah debu pada muka kita maka suka citalah kita.
Kemudian dari itu maka datanglah Malaikat maut memberi salam kepada kita serta
menyampaikan salam dari pada Allah Ta’ala, demikian bunyinya,
‫ ﷲ ﻳﻘﺮؤك اﻟﺴﻼم‬،‫اﻟﺴﻼم ﻋﻠﻴﻚ ايوﱃ ﷲ‬
artinya, sejahtera atasmu wali Allah, Allah (swt) memberi salam akan dikau
Maka di ambilnyalah nyawa kita dan pada suatu riwayat katanya,
‫رﺑﻚ ﻳﻘﺮ ﺗﻚ اﻟﺴﻼم‬
artinya, Tuhanmu memberi salam ia akan dikau
Demikian bunyinya,
‫وﻋﻠﻴﻚ اﻟﺴﻼم ﷲ اﻟﺴﻼم وﻣﻨﻪ اﻟﺴﻼم واﻟﻴﻪ ﻳﺮﺟﻊ اﻟﺴﻼم‬
artinya, dan ke atas engkau salam sejahtera, untuk Allah selamat sejahtera dan
dari padanya selamat sejahtera dan kepadanya dikembalikan selamat sejahtera.
Maka hendaklah kita tatakala keluar nyawa jangan diam dari pada mengata
(‫ )ﻻاهل ا ٔﻻﷲ‬itu dengan lidahnya atau dengan zikir nafas atau dengan hati.
Halaman 84 dari 85
‫‪Miftahul Jannah‬‬

‫‪Bermula segala alamat yang telah disebut oleh mereka itu tiada lazim, karena‬‬
‫‪mati itu tiada dengan ikhtiar.‬‬

‫وﷲ ٔاﻋﲅ وﺻﲆ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﺳـﻴﺪان ﶊﺪ وآهل وﲱﺒﻪ وﺳﲅ اﻟﻠﻬﻢ اﻏﻔﺮﱃ وﻟﻮادلى و ٔاﲱﺎب اﳊﻘﻮﰱ ﻋﲆ وﶺﻴﻊ‬
‫اﳌﺴﻠﻤﲔ واﳌﺴﻠﲈت واﳌﺆﻣﻨﲔ واﳌﺆ ﻣﻨﺎت الاﺣﻴﺎء ﻣﳯﻢ والاﻣﻮات رﺑﻨﺎ ﻇﻠﻤﻨﺎ ٔاﻧﻔﺴـﻨﺎ وان ﱂ ﺗﻐﻔﺮ ﻟﻨﺎ وﺗﺮﲪﻨﺎ‬
‫ﻟﺘﻜﻮﻧﻦ ﻣﻦ اﳋﺎﴎﻳﻦ ايرب اﻟﻌﺎﳌﲔ‬
‫۞آﻣﲔ۞‬

‫‪Halaman 85 dari 85‬‬

Anda mungkin juga menyukai