Halaqah yang pertama “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.
Kita akan bersama-sama mempelajari tentang sebuah kitab yang ringkas, akan
tetapi telah memberikan manfaat yang banyak kepada kaum muslimin yang dikarang
oleh seorang ulama yang lahir pada tahun 1115 H, yaitu kurang lebih 300 tahun
yang lalu dan beliau meninggal dunia pada tahun 1206 H.
Beliau adalah Al Imam Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At-Tamimi. Dan
kitab yang akan kita pelajari adalah Al Qawa’idul Arba’ yang artinya adalah kaidah-
kaidah yang empat (empat kaidah).
Kitab ini adalah kitab yang ringkas. Telah banyak diantara ulama dan para penuntut
ilmu yang telah mengambil pelajaran dan mengambil manfaat dari kitab yang mulia
ini.
Syaikh Muhammad At Tamimi, seorang ulama jazirah Arab, dan beliau lahir pada
tahun 1115 H dan telah mulai menuntut ilmu semenjak beliau kecil. Dan beliau
mengambil ilmu dari bapak beliau sendiri, demikian pula dari ulama-ulama besar di
zamannya, diantaranya adalah Syaikh Muhammad Hayah As Sindi, dan juga yang
lain.
Dan telah melakukan banyak perjalanan dalam rangka menuntut ilmu agama, pergi
ke daerah-daerah yang ada di Hijaz ini, ke kota Madinah, ke kota Mekkah, dan
mengambil ilmu dari banyak ulama. Demikian pula pergi ke Basroh. Dan hampir-
hampir beliau pergi ke Syam, akan tetapi karena suatu halangan, beliau tidak bisa
ke sana.
Dan beliau meninggal dunia pada tahun 1206 H. Semoga Allah Subhānahu wa
Ta’āla menerima amal ibadah beliau, ketaatan beliau, dan memberikan manfaat
kepada kaum muslimin dari apa yang sudah beliau sampaikan.
Kitab ini (Qawa’idul Arba) berisi tentang empat kaidah supaya seseorang bisa
memahami apa itu Tauhid.
Mungkin ada diantara kita atau banyak diantara kita, sudah mendengar dan pernah
mendengar apa itu Tauhid dan apa itu Asy Syirk. Dan di dalam kitab ini beliau
berusaha untuk memberikan pemahaman kepada kita tentang Tauhid dan juga
Syirik, dengan kalimat-kalimat yang ringkas, dan beliau meringkasnya menjadi
empat kaidah.
Halaqah yang ke dua “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.
Beliau mengatakan,
بسم هللا الرحمن الرحيم
Mengawali kitab beliau dengan Basmalah. Mengikuti apa yang Allah lakukan di
dalam Al Qur’an, karena Allah Subhānahu wa Ta’āla memulai kitabnya yaitu Al
Qur’anul Karim dengan Basmalah.
Demikian pula Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam ketika Beliau mengirim risalah
ke sebagian para penguasa yang ada di zaman Beliau, Beliau memulai risalahnya
(suratnya), yang isinya adalah dakwah kepada Islam (kepada Tauhid) dengan
Basmalah. Diantaranya ketika Beliau mengirim surat kepada Hierocl (Heraclius-pen),
Beliau memulai suratnya dengan Basmalah ((بسم هللا الرحمن الرحيم
Dan di sini, Syaikh Muhammad At Tamimi memulai risalah beliau (memulai kitab
beliau) dengan Basmalah.
Dan Basmalah, بِ di sini adalah بisti’anah, yaitu بyang fungsinya adalah untuk
meminta pertolongan. Orang yang mengatakan Bismillahirrahmanirrahim, maka
maknanya, Aku memohon pertolongan kepada Allah, Ar Rahman Ar Rahim.
Orang yang mengucapkan Basmalah, maka pada hakikatnya dia telah memohon
pertolongan kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla..
Allah adalah lafdzul jalalah. Diambil dari kata األلوهةyang artinya adalah المألوهyaitu
المعبودyaitu yang disembah.
Dan lafdzul jalalah adalah nama Allah yang paling agung. Disandarkan nama-nama
yang lain kepada nama ini.
Dan perbedaan antara Ar Rahman dan Ar Rahim disebutkan oleh para ulama,
diantaranya adalah bahwasanya Ar Rahman ini adalah Allah Maha Penyayang, dan
kasih sayang di sini mencakup seluruh makhluk, baik yang mukmin maupun yang
kafir, baik yang taat kepada Allah maupun yang berbuat maksiat kepada Allah
Subhānahu wa Ta’āla. Semuanya mendapat rahmat dari Allah.
Orang kafir, meskipun dia adalah orang yang kafir, mendapatkan rezeki dari Allah
Subhānahu wa Ta’āla. Mendapatkan makanan, mendapatkan minuman, diberikan
kesempatan hidup. Dan ini adalah bagian dari rahmat Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Adapun Ar Rahim, maka rahmat di sini adalah rahmat untuk orang-orang yang
beriman. Tidak diberikan kepada orang-orang kafir.
Dan diantara Rahmat yang Allah berikan untuk orang-orang yang beriman adalah
iman itu sendiri, hidayah kepada agama Islam. Dibuka hatinya untuk beriman dan
percaya kepada Allah, kepada Rasul-Nya, kepada malaikat malaikat, kepada kitab-
kitab, kepada takdir. Dan ini ada bagian dari rahmat Allah Subhānahu wa Ta’āla
yang Allah khususkan untuk orang-orang yang beriman.
“Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla adalah zat yang Maha Penyayang kepada orang
yang beriman.”
Materi audio ini disampaikan di dalam grup WA Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI)
Abdullah Roy.
Halaqah yang ke tiga “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.
Beliau mengatakan,
Setelah beliau mengucapkan Basmalah, beliau mendo’akan untuk kita (setiap yang membaca
kitab beliau), dengan beberapa do’a, diantaranya adalah
َ َأ ْن يَت ََواَّل
ك فِي ال ُّد ْنيَا َواآل ِخ َر ِة
“Supaya Allah Subhānahu wa Ta’āla menjagamu, menolongmu di dunia maupun di akhirat.”
Dan ini adalah adab yang sangat baik. Seorang yang mengajari orang lain mendo’akan
dengan do’a – do’a yang baik.
Dan Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam di dalam Al Qur’an diperintahkan oleh Allah
Subhānahu wa Ta’āla untuk mendo’akan orang lain, mendo’akan para sahabat radhiyallahu’
anhum sebagaimana firman Allah Subhānahu wa Ta’āla,
Do’anya Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam, do’a yang berupa kebaikan untuk para
sahabat Beliau menjadikan ketenangan di dalam hati para sahabat Radhiyallahu’ anhum.
Oleh karena itu di sini, beliau rahimahullah mendo’akan kepada setiap yang mendengar, dan
mendo’akan kepada setiap yang membaca kitab beliau ini supaya Allah Subhānahu wa Ta’āla
menolong, menjaga, di dunia maupun di akhirat.
Dan ini adalah do’a yang agung. Seseorang dijaga di dunia, baik agamanya maupun
dunianya, dijaga dari musibah, dijaga dari kecelakaan, demikian pula di dalam agamanya
dijaga dari kesesatan, dari kerancuan-kerancuan, dijaga dari keraguan-keraguan, dan dijaga di
akhirat semenjak seseorang meninggal dunia, dijaga dari adzab kubur, dijaga dari kegagalan
dalam menjawab pertanyaan malaikat, dijaga ketika dibangkitkan oleh Allah Subhānahu wa
Ta’āla, ketika manusia dalam keadaan takut menghadapi dan melihat kejadian-kejadian besar
pada hari kiamat, dijaga oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla dari ketakutan tersebut.
Dan seterusnya, dijaga ketika melewati Ash Shirath, dijaga dari neraka. Maka ini adalah do’a
yang sangat agung: beliau mengatakan,
َ َأ ْن يَت ََواَّل
ك فِي ال ُّد ْنيَا َواآل ِخ َر ِة
Materi audio ini disampaikan di dalam grup WA Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah
Roy.
Related
Halaqah yang ke empat “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.
Beliau mengatakan,
َ ار ًكا َأ ْي َن َما ُك ْن
ت َ ََوَأنْ َيجْ َعل
َ ك ُم َب
Dan ini juga do’a yang sangat agung. Beliau mendo’akan untuk kita supaya kita
menjadi orang yang berbarokah.
Artinya berbarokah adalah banyak kebaikan, bisa memberikan manfaat.
Memiliki banyak kebaikan dan kebaikan tersebut langgeng dan terus menerus
bersama kita.
Dan orang yang berbarokah maka ini adalah orang yang banyak kebaikannya.
Memberikan kebaikan tersebut kepada diri sendiri maupun orang lain.
Ketika dia memiliki ilmu dan dia adalah orang yang berbarokah, bermanfaat ilmu
yang dia miliki baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain.
Dia memiliki kebaikan yang banyak dan kebaikan tersebut adalah kebaikan yang
langgeng.
Beliau mengatakan,
َ ار ًكا َأ ْي َن َما ُك ْن
ت َ ََوَأنْ َيجْ َعل
َ ك ُم َب
Baik di dalam rumah, ketika keluar rumah. Baik ketika bersama keluarga maupun
bersama orang lain. Baik bersama bawahannya maupun dengan teman-temannya.
Menjadikan seseorang menjadi orang yang berbarokah. Tidak ada orang yang
duduk (dekat) dengannya kecuali dia mengambil faidah dari dirinya.
Ini adalah do’a yang lain, yang beliau panjatkan kepada Allah untuk kita. Beliau
berdo’a supaya kita termasuk orang yang apabila diberi, bersyukur kepada Allah
Subhānahu wa Ta’āla, diberikan kenikmatan, diberikan karunia, sekecil apapun
kenikmatan tersebut.
Beliau berdo’a kepada Allah supaya kita termasuk orang yang bersyukur apabila
diberikan oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Dan beliau berdo’a supaya apabila kita terkena musibah, maka kita termasuk orang
yang bersabar.
Dan apabila kita berdosa atau melakukan maksiat kepada Allah, melakukan dosa,
maka kita termasuk orang-orang yang beristighfar kepada Allah Subhānahu wa
Ta’āla.
Beliau menyebutkan tiga perkara. Dan tidak terlepas keadaan kita dari salah satu
diantara tiga perkara ini.
Seorang manusia di dalam kehidupannya terkadang mendapatkan kenikmatan.
Maka kewajiban dia saat itu adalah bersyukur kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Seorang yang tidak bersyukur, maka cepat atau lambat Allah akan mengambil
kenikmatan tersebut. Tapi orang yang bersyukur kepada Allah Subhānahu wa
Ta’āla, maka Allah Subhānahu wa Ta’āla akan menambah kenikmatan di atas
kenikmatan.
لَ ِٕىن َش َك ۡر ُتمۡ َأَل ِزی َد َّن ُك ۡۖم َولَ ِٕىن َك َف ۡر ُتمۡ ِإنَّ َع َذ ِابی لَ َشدِی ࣱد
[Surat Ibrahim 7]
Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, beriman dengan takdir, dan
mengetahui bahwasanya ini adalah termasuk takdir Allah Subhānahu wa Ta’āla,
ketika terjadi musibah, maka Allah Subhānahu wa Ta’āla akan memberikan hidayah.
Memberikan hidayah kepada hatinya, memberikan ketenangan di dalam
menghadapi musibah tersebut, bagaimanapun besar musibah tersebut.
Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, maka Allah Subhānahu wa Ta’āla
akan memberikan hidayah (petunjuk) kepada hatinya.
Materi audio ini disampaikan di dalam grup WA Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI)
Abdullah Roy.
Halaqah yang ke lima “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.
Beliau mengatakan,
َ َوِإ َذا أذ َن
ب اسْ َت ْغ َف َر
Seorang yang mengatakan ‘astagfirullah’ maka dia telah memohon kepada Allah
supaya dosanya ditutupi oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla.
2. Memohon supaya dosanya dihapus, sehingga dosa yang sudah ditulis oleh Allah
Subhānahu wa Ta’āla tersebut dihapus dari catatan amalnya sehingga kelak di hari
kiamat tidak akan diadzab oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla dengan sebab dosanya.
Orang yang bahagia adalah orang yang apabila diberi bersyukur, dan apabila
mendapatkan musibah dia bersabar, dan apabila dia berdosa, dia beristighfar
kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Halaqah yang ke enam “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.
Beliau ingin memberikan pengertian kepada kita tentang makna Al Hanifiyyah, yaitu
agamanya Nabi Ibrahim.
Kenapa demikian? Karena di dalam Al Qur’an, Allah Subhānahu wa Ta’āla
menyebutkan tentang millah-nya Nabi Ibrahim.
Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla telah mewajibkan semua manusia, baik orang
Yahudi, orang Nasrani, kaum Muslimin, untuk mengikuti millah-nya Nabi Ibrahim
‘alaihissalam (mengikuti agamanya Nabi Ibrahim), karena millah maknanya adalah
agama.
ۗ۟ ص ٰـ َر ٰى َت ۡه َت ُد
(وا َ وا هُو ًدا َأ ۡو َن
۟ وا ُكو ُن
۟ َُو َقال
[Surat Al-Baqarah 135]
Orang-orang Yahudi mendakwahi orang lain supaya ikut masuk di dalam agamanya.
“Hendaklah kalian menjadi orang Yahudi atau menjadi orang Nasrani, niscaya kalian
mendapatkan petunjuk.”
Kemudian Allah mengatakan,
Artinya, agama Al Hanifiyyah adalah agama yang lurus hanya kepada Allah
Subhānahu wa Ta’āla, berpaling kepada selain Allah Subhānahu wa Ta’āla
Beliau mengatakan,
َ َوحْ َدهُ م ُْخلِصًا لَ ُه ال ِّد،ََأنْ َتعْ ُب َد هللا،
ين
Yang dimaksud dengan millah-nya Ibrahim, yang kita diperintahkan untuk mengikuti
millah ini, adalah engkau beribadah kepada Allah, ُ َوحْ َدهhanya untuk Allah Subhānahu
wa Ta’āla, ين ً ِ م ُْخلmengikhlaskan agama ini hanya untuk Allah Subhānahu wa
َ صا لَ ُه ال ِّد
Ta’āla, tidak ada yang lain.
Jadi kita diperintahkan untuk mengikuti millah-nya Nabi Ibrahim, artinya menjadi
orang yang hanya mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Tidak menyerahkan setitik pun (sedikit pun) dari ibadah-ibadah yang diridhoi oleh
Allah Subhānahu wa Ta’āla kepada selain Allah Subhānahu wa Ta’āla, siapa pun
dia, baik itu orang yang agung, orang yang rendah, seorang Nabi, seorang malaikat,
seorang wali, selain Allah adalah makhluk.
Dan ibadah adalah hak istimewa hanya untuk Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Dan dengan hal ini pula, Allah Subhānahu wa Ta’āla memerintahkan manusia.
Dengan ibadah ini (mengesakan Allah Subhānahu wa Ta’āla di dalam ibadah ini),
Allah Subhānahu wa Ta’āla memerintahkan manusia.
Ini adalah perintah pertama di dalam Al Qur’an yang disebutkan di dalam surat Al
Baqarah.
Perintah pertama di dalam Al Qur’an yang Allah sebutkan adalah perintah untuk
bertauhid.
Menyembah Allah semata, menyerahkan ibadah hanya kepada Allah semata.
۟ ٱع ُب ُد
وا َر َّب ُك ُم ۡ َُی ٰۤـَأ ُّی َها ٱل َّناس
Wahai manusia, hendaklah kalian menyembah kepada Rabb kalian. Siapa Rabb
kalian? Yang telah menciptakan kalian dan menciptakan orang-orang sebelum
kalian. Dialah Rabb yang berhak untuk disembah.
Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla telah menciptakan mereka untuk ibadah ini.
Manusia dan juga jin diciptakan oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla dengan maksud.
Bukan diciptakan begitu saja, tanpa ada maksud (hikmah).
“Dan tidaklah aku ciptakan jin dan juga manusia kecuali untuk beribadah kepadaku.”
Ini adalah hikmah diciptakannya jin dan manusia, tidak lain dan tidak bukan kecuali
untuk beribadah kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Apabila seseorang mengaku beribadah kepada Allah, tetapi dia tidak mengesakan
Allah di dalam ibadah tersebut (selain dia beribadah kepada Allah juga menyerahkan
ibadah kepada selain Allah Azza wa Jalla) maka ini tidak dinamakan dengan ibadah.
Oleh karena itu beliau mengatakan, ibadah dinamakan ibadah, apabila kita
bertauhid, hanya mengesakan Allah di dalam beribadah.
Sebagaimana sholat, tidak dinamakan sholat kecuali apabila ada thoharoh (bersuci).
Apabila seseorang misalnya, melakukan sholat (rukuk, sujud, berdiri), tetapi dia tidak
melakukan thoharoh, apakah ini dinamakan sholat?
Secara dhohir, orang menyangka bahwasanya dia sholat. Tetapi karena tidak
melakukan thoharoh (bersuci), melakukan sholat tersebut dalam keadaan tidak suci,
maka ini tidak dinamakan dengan sholat.
Allah Subhānahu wa Ta’āla tidak menerima sholat salah seorang diantara kalian
apabila dia berhadats, sampai dia berwudhu.
Berthoharoh adalah termasuk syarat sah-nya sholat. Orang yang sholat tanpa
berthoharoh maka tidak dinamakan melakukan sholat.
Ini adalah perumpamaan yang beliau bawakan untuk kita supaya kita mudah
memahami ucapan beliau.
Demikian pula ibadah. Apabila seseorang tidak bertauhid di dalam ibadah tersebut,
maka ini tidak dinamakan dengan ibadah kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Sebagaimana sholat, apabila tidak berthoharoh (bersuci) maka tidak dinamakan
dengan sholat.
Kemudian beliau mengatakan,
ْ َك فِي ْال ِع َبادَ ِة َف َسد
ت ُ ْ َفِإ َذا َد َخ َل ال ِّشر،
Maka apabila kesyirikan masuk di dalam sebuah ibadah, maka ibadah tersebut akan
menjadi rusak.
َّ ث ِإ َذا َد َخ َل فِي
الط َها َ ِرة ِ َك ْال َح َد،
Sebagaimana hadats (kecil maupun besar) apabila masuk di dalam thoharoh (maka
akan merusak thoharoh tersebut).
Orang yang dalam keadaan suci, apabila ada hadats, baik yang kecil maupun besar,
maka kesucian dia menjadi rusak.
Syirik apabila masuk di dalam ibadah seseorang, ibadah tersebut akan menjadi
rusak (gugur).
َأ َ ِین َعلَ ٰۤى َأنفُسِ ِهم ِب ۡٱل ُك ۡف ۚ ِر ُأ ۟ولَ ٰۤـ ِٕى
ِ ك َح ِب َط ۡت ۡع َم ٰـلُهُمۡ َوفِی ٱل َّن
َ ار هُمۡ َخ ٰـلِ ُد
(ون َ ُوا َم َس ٰـ ِج َد ٱهَّلل ِ َش ٰـ ِهد َ ان ل ِۡلم ُۡش ِرك
۟ ِین َأن َی ۡع ُمر َ ) َما َك
[Surat At-Taubah 17]
Beliau mengatakan,
Kalau engkau sudah tahu bahwasanya syirik apabila bercampur dengan ibadah
maka akan merusak ibadah tersebut dan akan membatalkan amalan dan
menjadikan pemiliknya termasuk orang-orang yang kekal di dalam neraka, maka
engkau tahu sekarang bahwasanya perkara yang paling wajib engkau lakukan
adalah mengetahui apa itu syirik.
Kalau kita sudah tau bahaya syirik dan demikian bahayanya sampai membatalkan
amalan. Orang yang melakukan amalan sebesar apapun, apabila dia melakukan
kesyirikan yang besar (Asy Syirkul Akbar), maka ini bisa membatalkan amalan dia
dari awal sampai akhir.
Bagaimana selama puluhan tahun, dengan capek (lelah) yang sangat kemudian
dibatalkan amalan tersebut dengan sebuah syirik besar.
Dan ini adalah sebuah bahaya. Bahaya yang besar bagi seorang muslim di dalam
agamanya.
Dan orang yang berbuat syirik bahayanya adalah apabila dia meninggal dunia maka
dia termasuk orang yang kekal di dalam neraka.
Semoga Allah Subhānahu wa Ta’āla melepaskan dirimu dari jaringan ini, yaitu
kesyirikan kepada Allah.
و َذل َِك ِب َمعْ ِر َف ِة َأرْ َب ِع َق َواعِ َد َذ َك َر َها هللاُ َت َعالَى فِي ِك َت ِاب ِه.َ
Dan untuk mengetahui apa itu kesyirikan, maka caranya adalah dengan mengetahui
empat kaidah yang disebutkan oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla di dalam Al Qur’an.
Kemudian setelah itu beliau menyebutkan empat kaidah yang Insya Allah akan kita
pelajari satu persatu.
Ini adalah kaidah yang pertama, yang ingin beliau sampaikan kepada kita semua.
Hendaknya kita mengetahui sebagai sesama muslim, bahwasanya orang-orang kafir
yang diperangi oleh Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersama para sahabat
(yaitu orang-orang musyrikin di zaman Beliau, diantaranya adalah orang-orang
Quraisy kaum Beliau sendiri) mereka mengakui, meyakini bahwa Allah, Dia-lah yang
menciptakan.
Akan tetapi keyakinan dan akidah orang-orang musyrikin Quraisy (yang meyakini hal
tersebut di atas), tidak memasukkan mereka ke dalam agama Islam.
Seandainya keyakinan ini memasukkan mereka ke dalam agama Islam, seperti yang
diinginkan oleh Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam, tentunya tidak akan
diperangi oleh Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam dan juga para sahabat.
Dan ini pengetahuan yang tidak banyak diketahui oleh saudara-saudara kita. Mereka
mendengar dari gurunya, juga dari orang tuanya, bahwasanya orang-orang Quraisy,
mereka adalah orang-orang yang menyembah berhala, menyembah ini itu, seakan-
akan mereka tidak mengenal siapa Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Oleh karena itu di sini beliau ingin memberikan nasihat (pengetahuan) kepada kita
yang mungkin tidak kita ketahui.
Ketahuilah bahwasanya orang-orang musyrikin, ternyata mereka juga mengakui
bahwasanya Allah yang Menciptakan, Memberikan Rezeki, dan Mengatur Alam
Semesta. Namun yang demikian tidak memasukkan mereka ke dalam agama Islam.
Berarti harus ada sesuatu yang memasukkan mereka ke dalam Islam tersebut
seperti yang diinginkan oleh Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam.
Materi audio ini disampaikan di dalam grup WA Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI)
Abdullah Roy.
Beliau mengatakan,
“Dan dalilnya adalah firman Allah Subhānahu wa Ta’āla,”
ِّت م َِن ۡٱل َحيِّ َو َمن َ ت َوي ُۡخ ِر ُج ۡٱل َمي ِ ص َر َو َمن ي ُۡخ ِر ُج ۡٱل َحيَّ م َِن ۡٱل َم ِّي
َ ٰ ك ٱلس َّۡم َع َوٱَأۡل ۡب ِ قُ ۡل َمن َي ۡر ُزقُ ُكم م َِّن ٱل َّس َمٓا ِء َوٱَأۡل ۡر
ُ ِض َأمَّن َي ۡمل
َ ُُي َد ِّب ُر ٱَأۡل ۡم ۚ َر َف َس َيقُول
َ ُون ٱهَّلل ۚ ُ َفقُ ۡل َأ َفاَل َت َّتق
ون
ض ِ قُ ۡل َمن َي ۡر ُزقُ ُكم م َِّن ٱل َّس َمٓا ِء َوٱَأۡل ۡر
Katakanlah (Wahai Muhammad) sebagai seorang Rasul. Tanyakan kepada mereka
(kaummu, orang Quraisy), siapakah yang memberikan rezeki kepada mereka dari
langit dan bumi (menurunkan hujan, rezeki dengan perdagangan, rezeki dari tanam-
tanaman).
ُ ۚ ون ٱهَّلل
َ َُف َس َيقُول
Niscaya mereka akan mengatakan, Allah.
Mereka tidak mengatakan yang menciptakan kami adalah Latta atau ‘Uzza (salah
satu sesembahan mereka).
Atau mengatakan yang memberikan rezeki kepada kami adalah Hubal.
Mereka punya sesembahan yang banyak, akan tetapi tidak ada diantara mereka
yang meyakini bahwasanya yang menciptakan mereka adalah sesembahan-
seembahan tersebut.
Wahai kaumku, seandainya kalian mengakui ini semua, bahwa Allah yang
menciptakan, memberikan rezeki, mengatur alam semesta, kenapa kalian tidak takut
kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla?
Kenapa kalian masih berbuat syirik kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla?
Menunjukkan bahwa keyakinan mereka ini tidak bisa menjaga mereka dari adzab
Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Karena di sini Allah mengatakan, kenapa kalian tidak menjaga diri kalian dari adzab
Allah.
Ini adalah kaidah pertama yang beliau sampaikan yang sangat bermanfaat. Dengan
kaidah ini kita bisa memahami banyak fakta (perkara).
Karena sebagian kita meyakini bahwasanya orang-orang musyrikin yang ada di
zaman Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam tidak mengenal Allah sama sekali.
Seakan-akan mereka meyakini yang mencipta adalah berhala mereka, patung-
patung, pohon, atau jin yang mereka sembah.
Tidak. Ternyata di dalam masalah penciptaan, pengaturan alam semesta, masalah
rezeki, keyakinan mereka sama dengan keyakinan kita, yaitu Allah Subhānahu wa
Ta’āla yang melakukan ini semua.
Oleh karena itu, ketika kita melihat di zaman kita, ketika melihat orang musyrik,
ternyata dia juga mengenal Allah, maka ini bukan sesuatu yang mengherankan.
Mereka meyakini bahwa Allah yang menciptakan mereka.
Dan ini bisa kita buktikan ketika kita melihat orang-orang di sekitar kita, yang dia
tidak menisbahkan dirinya kepada agama Islam, ternyata ketika ditanya, siapa yang
menciptakannya, maka dia akan menjawab, Allah. Atau terkadang dengan isyarat,
bahwa yang menciptakannya adalah yang Di Atas, atau dengan kalimat yang lain
yang intinya bahwa yang menciptakan dia adalah Allah. Padahal dalam kehidupan
sehari-hari dia banyak mengagungkan selain Allah Subhānahu wa Ta’āla,
bermuamalah dengan jin, menyembah kepada jin, meyakini selain Allah Subhānahu
wa Ta’āla. Tapi ketika ditanya siapa yang mengatur alam semesta, yang memberi
rezeki, ternyata mereka menjawab Allah Subhānahu wa Ta’āla. Dan ini tidak
memasukkan mereka ke dalam agama Islam.
Terkadang mereka melakukan ibadah untuk Allah, seperti ketika haji. Karena ibadah
haji sudah ada sejak zaman Nabi Ibrahim ‘alaihissalam kemudian dilanjutkan Nabi
Ismail, dan seterusnya. Dan orang-orang Quraisy, mereka adalah keturunan Nabi
Ismail Ibnu Ibrahim.
Ibadah haji masih mereka pegang sampai di zaman Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa
sallam. Oleh karena itu setiap tahun mereka senantiasa melakukan ibadah haji, dan
ini dilakukan untuk Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Terkadang mereka beribadah kepada Allah semata dan terkadang mereka serahkan
sebagian ibadah mereka kepada selain Allah.
Inilah yang membedakan antara diri kita, orang Islam dengan orang-orang musyrikin
tersebut.
Kalau meyakini bahwa Allah yang mencipta satu-satunya, memberikan rezeki satu-
satunya, mengatur alam semesta satu-satunya, seharusnya keyakinan ini
menjadikan mereka hanya menyembah kepada Allah.
Bagaimana kita menyembah sesuatu yang tidak mencipta?
Bagaimana seseorang menyembah sesuatu yang tidak memberikan rezeki, baik dari
langit maupun dari bumi sedikitpun?
Bagaimana seseorang menyembah sesuatu yang tidak mengatur alam semesta?
Bahkan mereka diciptakan, diberikan rezeki, diatur oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Kenapa mereka tidak menyembah saja dzat yang telah menciptakan benda-benda
(makhluk-makhluk) tersebut?
“Lalu katakan kepada mereka, kenapa mereka tidak takut dan takwa kepada Allah
Subhānahu wa Ta’āla?”
Tidak mau mengucapkan ُ اَل ۤ ِإلَ ٰـ َه ِإاَّل ٱهَّللkarena mereka tahu tentang tuntutan dari kalimat
ini.
Kalau saya mengucapkan kalimat ini berarti saya harus masuk Islam. Sesembahan
yang begitu banyak, aku tinggalkan dan hanya menyembah Allah yang satu.
Tidak boleh lagi aku berdo’a kepada selain Allah.
Tidak boleh lagi aku beristi’anah, beristighotsah kepada selain Allah.
Oleh karena itu mereka sombong dan tidak mau mengucapkan kalimat ini.
“Apakah dia menjadikan tuhan-tuhan yang banyak ini hanya menjadi tuhan yang
satu? Sesungguhnya ini adalah sesuatu yang sangat mengherankan.”
Inti dari kaidah yang sudah kita sampaikan ini, bahwasanya orang-orang musyrikin
yang diperangi oleh Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam sama dengan kita,
mengakui bahwasanya Allah yang telah menciptakan mereka, memberikan rezeki
kepada mereka, dan mengatur alam semesta ini. Dan sesungguhnya ini tidak
memasukkan mereka ke dalam agama Islam.
Halaqah yang ke dua belas “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.
Beliau berkata,
َّ ُال َقاعِ دَ ة:
الثا ِن َي ُة ْ
اع ِةَ ب ْالقُرْ َب ِة َوال َّش َف
ِ ََع ْو َنا ُه ْم َو َت َوجَّ ْه َنا ِإلَي ِْه ْم ِإالّ ل َِطل َ َُأ َّنهُم َيقُول،
َ َما د:ون
1. Al Qurbah
Mereka ingin kedekatan kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Bagaimana supaya mereka dekat dengan Allah?
2. Asy Syafa’ah
Mereka ingin mendapatkan syafa’at dari sesembahan-sesembahan tersebut,
syafa’at di sisi Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Dan ucapan beliau rahimahullah di sini adalah ucapan yang berdasarkan dalil. Dan
setelah ini beliau akan menyebutkan dalilnya.
Halaqah yang ke tiga belas “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.
Beliau mengatakan,
َفدَ لِي ُل ْالقُرْ َبةِ؛
Ini yang mengabarkan kepada kita adalah Allah Subhānahu wa Ta’āla. Allah
mengabarkan kepada kita tentang sebagian ucapan orang-orang musyrikin Quraisy.
Apa ucapan mereka?
Tidaklah kami menyembah mereka, memberikan sebagian ibadah kepada
sesembahan-sesembahan tersebut, kecuali tujuannya baik.
Apa tujuan mereka?
Supaya orang-orang (makhluk-makhluk) tersebut mendekatkan diri kami kepada
Allah.
Ucapan mereka ِ ِإلَى هَّللاmenunjukkan bahwasanya mereka mengenal Allah
Subhānahu wa Ta’āla.
Dan ini jelas menunjukkan kepada kita tentang tujuan orang-orang musyrikin
tersebut beribadah kepada berhala-berhala tersebut yaitu untuk mendekatkan diri
mereka kepada Allah.
Apakah ini ucapan yang haq atau hanya sekedar persangkaan dari mereka.
Maka nanti di hari kiamat, Allah Subhānahu wa Ta’āla akan menghukumi dan
mengadili diantara mereka, siapa diantar mereka yang benar. Apakah orang-orang
musyrikin tersebut ataukah Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam.
ِإنَّ هَّللا َ الَ َي ْهدِي َمنْ ه َُو َكا ِذبٌ َك َّفا ٌر
Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada setiap orang yang
berdusta dan dia sangat kufur.
Jadi ayat ini adalah dalil yang jelas, bahwasanya tujuan orang-orang musyrikin di
dalam menyembah sesembahan-sesembahan mereka adalah diantaranya untuk
mencari kedekatan kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Bukan meyakini bahwasanya sesembahan-sesembahan tersebut yang memberikan
rezeki kepada mereka, atau menciptakan mereka, atau mengatur alam semesta.
Tidak. Dan sudah disebutkan dalil, mereka apabila ditanya siapa yang memberikan
rezeki kepada mereka, mereka mengatakan “Allah”.
Halaqah yang ke empat belas “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.
ِ ون ٱهَّلل
ِ ون مِن ُد
َ َو َيعْ ُب ُد
Dan mereka (orang-orang Quraisy) menyembah kepada selain Allah
Artinya apa yang dikatakan oleh orang-orang musyrikin adalah sesuatu yang tidak
berdasar. Seakan-akan mereka mengabarkan kepada Allah, sesuatu yang tidak
Allah ketahui di langit maupun di bumi.
Allah Subhānahu wa Ta’āla tidak pernah mengabarkan yang demikian. Dari mana
mereka tahu bahwasanya orang-orang shalih yang sudah meninggal tersebut yang
mereka sembah memberikan syafa’at di sisi Allah Subhānahu wa Ta’āla untuk
mereka.
Halaqah yang ke lima belas “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.
Muallif atau pengarang ingin menunjukkan kepada kita tentang ucapan beliau di
awal bahwasanya tujuan orang-orang musyrikin menyembah berhala-berhala
mereka adalah untuk meminta kedekatan kepada Allah dan juga meminta syafa’at.
Dan ini bukan berarti bahwasanya muallif atau pengarang mengingkari apa yang
dinamakan dengan syafa’at. Syafa’at di hari kiamat adalah haq. Dan kewajiban bagi
seorang mukmin maupun mukminah, yang laki-laki maupun wanita untuk beriman
dengan adanya syafa’at, berdasarkan dalil-dalil di dalam Al Qur’an maupun di dalam
As Sunnah. Wajib bagi seorang muslim untuk beriman dengan adanya syafa’at di
hari kiamat.
Dan syafa’at di hari kiamat bermacam-macam. Ada diantara syafa’at tersebut yang
merupakan kekhususan Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam, diantaranya adalah
syafa’atul ‘udzma, syafa’at yang paling besar yang terjadi di padang Mahsyar. Dan
diantara syafa’at yang khusus bagi Rasulullah shallallāhu’ alaihi wa sallam adalah
syafa’at untuk masuk ke dalam surga (dibukanya pintu surga). Demikian pula
syafa’at Beliau untuk paman Beliau yaitu Abu Thalib.
Dan di sana ada syafa’at yang umum, dimiliki oleh Beliau shallallāhu ‘alaihi wa
sallam, demikian pula dilakukan oleh yang lain, seperti para malaikat, para nabi,
orang-orang yang beriman, seperti syafa’at bagi orang-orang yang berdosa diantara
orang-orang yang beriman, yang mereka diadzab oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla di
dalam neraka.
Dan di sana ada syafa’at mengangkat derajat di dalam surga. Dan ini semua
berdasarkan dalil-dalil yang shahih.
Bukan berarti apa yang beliau ucapkan di sini, bahwasanya beliau mengingkari
syafa’at-syafa’at tersebut, tidak. Beliau menjelaskan setelahnya, bahwasanya
syafa’at yang ada di dalam Al Qur’an maupun Hadits, ini ada dua macam.
Beliau mengatakan,
َ اع ُة َش َف
ِ اع َت
ان َ َوال َّش َف
Syafa’at itu ada dua macam.
1. Syafa’atun Manfiyyah
adalah syafa’at yang diingkari oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla.
2. Syafa’atun Mutsbatah
adalah syafa’at yang ditetapkan oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Di sana ada syafa’at yang diingkari oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla berdasarkan
dalil-dalil di dalam Al Qur’an dan di sana ada syafa’at yang ditetapkan oleh Allah
Subhānahu wa Ta’āla.
Apa yang dimaksud dengan syafa’at yang diingkari oleh Allah Subhānahu wa
Ta’āla?
Yang dimaksud dengan syafa’at yang diingkari oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla
adalah syafa’at yang diminta dari selain Allah.
ُفِي َما ال َي ْق ِد ُر َعلَ ْي ِه ِإال هللا
Di dalam perkara yang tidak mungkin melakukannya kecuali Allah.
Apabila syafa’at ini diminta dari selain Allah, maka inilah yang diingkari oleh Allah
Subhānahu wa Ta’āla di hari kiamat. Tidak akan bermanfaat yang seperti ini.
Contohnya seperti yang dilakukan oleh orang-orang musyrikin Quraisy. Karena
mereka meminta syafa’at bukan dari Allah, tetapi meminta syafa’at dari
sesembahan-sesembahan selain Allah. Oleh karena itu mereka tadi mengatakan
ِ ٰ َٓهُؤ ٓاَل ِء ُش َف ٰ َٓعُؤ َنا عِ ندَ ٱهَّللmereka mengharap, takut, berdo’a kepada sesembahan-
sesembahan tersebut, tujuannya supaya mereka memberikan syafa’at bagi mereka
di sisi Allah Subhānahu wa Ta’āla pada hari kiamat. Apabila syafa’at diminta dari
selain Allah, maka inilah yang diingkari oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla.
HSI QAWA’ID 16
■ SILSILAH Al-Qowāidul Arba
■ Halaqah 16 | Qoidah Yang Kedua V
═════════ ❁❁ ═════════
Halaqah yang ke-16 Penjelasan Al-Qowāidul Arba’.
Kemudian beliau mengatakan:
والدليل قوله تعالى:
َيَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا َأ ْنفِقُوا ِم َّما َر َز ْقنَا ُك ْم ِم ْن قَب ِْل َأ ْن يَْأتِ َي يَوْ ٌم اَل بَ ْي ٌع فِي ِه َواَل ُخلَّةٌ َواَل َشفَا َعةٌ ۗ َو ْال َكافِرُونَ هُ ُم الظَّالِ ُمون
Dan dalilnya adalah firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla, dalil apa?
● Dalil bahwasanya dihari Kiamat ada syafa’at yang tidak bermanfaat, ada syafa’at yang
diingkari, Allāh berfirman yang artinya
” Wahai orang-orang yang beriman (wahai orang-orang yang beriman yang mengaku beriman
kepada Allāh, kepada Rasul-Nya, kepada Hari Akhir, kepada Malaikat, kepada takdir) wahai
orang-orang yang beriman infaq kanlah dari apa yang telah kami rezeki kan kepada kalian, infaq
kanlah – bershodaqohlah dari sebagian apa yang telah Kami rezeki kan kepada kalian, perintah
dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla bagi orang-orang yang beriman untuk berinfaq, bukan dengan
seluruh hartanya tetapi dari sebagian apa yg Allāh berikan kepada mereka,
ِم ْن قَب ِْل َأ ْن يَْأتِ َي يَوْ ٌم اَل بَ ْي ٌع فِي ِه َواَل ُخلَّةٌ َواَل َشفَاعَة
Sebelum datang suatu hari (kata Allāh Subhānahu wa Ta’āla) dimana hari tersebut tidak ada
perdagangan disana (tidak ada jual beli) demikian pula tidak ada ke kasih dan juga tidak ada
syafa’at.
Kita diperintahkan untuk berinfaq, bershodaqoh dari apa yang Allāh berikan kepada kita sebelum
datang suatu hari dimana disana tidak ada jual beli tidak ada menjual barang / tidak ada membeli
barang, [ ٌ ] َواَل ُخلَّةdan juga tidak ada kekasih tidak bermanfaat adanya kasih sayang disana,
seorang bapak mengurus dirinya sendiri, seorang anak, mengurus dirinya sendiri, seorang teman
tidak menanyakan temannya yang lain, masing-masing memperhatikan dirinya. [ ”ٌ ] َواَل َشفَا َعةdan
juga tidak ada syafa’at (kata Allāh Subhānahu wa Ta’āla), Allāh mengatakan ”ٌ َواَل َشفَا َعةtidak ada
syafa’at dihari kiamat, disini Allāh mengingkari adanya Syafa’at dihari kiamat, apa yang
diingkari?
● Syafa’at yang diminta dari selain Allāh.
Tadi kita sebutkan, bahwasanya syafa’at dihari kiamat ada, tetapi disini Allāh mengatakan – وال
ٌ – َشفَا َعةapa yang dimaksud ?
⇒ Yang dimaksud adalah syafa’at yang diminta dari selain Allāh, contohnya seperti yang
dilakukan oleh orang-orang musyrikin.
Ini yang diingkari oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
ََو ْال َكافِرُونَ هُ ُم الظَّالِ ُمون
” Dan Orang-orang yang kafir, merekalah orang-orang yang Dzolim ”
[Surat Al-Baqarah 254]
Ini Adalah termasuk ayat yang menunjukkan bahwasanya di Hari kiamat ada syafa’at yang
diingkari dan tidak bermanfaat
Wabillahi taufiq wal hidayah
Wassalaamu’alaykum warahmatullaah wabarakaatuh
Abdullāh Roy
Di kota Al-Madīnah
═════════ ❁❁ ═════════
HSI QAWA’ID 17
■ SILSILAH Al-Qowāidul Arba
■ Halaqah 17 | Qoidah Yang Kedua VI | Qoidah Yang Kedua VI
═════════ ❁❁ ═════════
Halaqah yang ke-17 Penjelasan Al-Qowāidul Arba’.
Dan Ayat yang lain, contohnya adalah firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla :
َفَ َما تَنفَ ُعهُ ْم َشفَا َعةُ” ال َّشافِ ِعين
“Maka tidak akan bermanfaat pada hari itu syafa’at orang-orang yang memberikan syafa’at ” [al
Muddatsir : 48].
Siapa mereka?
⇒Mereka adalah orang-orang yang didunia nya meminta syafa’at kepada selain Allāh.
Maka syafa’at di Hari kiamat saat itu bagi mereka adalah syafa’at yang diingkari. Tidak ada
syafa’at bagi mereka.
Di dalam ayat yang lain Allāh Subhānahu wa Ta’āla menerangkan tentang bagaimana keadaan
orang-orang yang dahulu di dunia mencari syafa’at dari selain Allāh dan bagaimana akhir nasib
mereka di hari kiamat.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman :
ُور ُك ْم ۖ َو َما نَ َر ٰى َم َع ُك ْم ُشفَ َعا َء ُك ُم الَّ ِذينَ َز َع ْمتُ ْم َأنَّهُ ْم فِي ُك ْم
ِ َولَقَ ْد ِجْئتُ ُمونَا فُ َراد َٰى َك َما َخلَ ْقنَا ُك ْم َأ َّو َل َم َّر ٍة َوتَ َر ْكتُ ْم َما َخو َّْلنَا ُك ْم َو َرا َء ظُه
َض َّل َع ْن ُك ْم َما ُك ْنتُ ْم ت َْز ُع ُمون َّ
َ ُش َر َكا ُ”ء ۚ لَقَ ْد تَقَط َع بَ ْينَ ُك ْم َو
[Surat Al-An’am 94]
َولَقَ ْد ِجْئتُ ُمونَا فُ َراد َٰى
“dan sungguh kalian (sekarang) telah datang kepada Kami dalam keadaan sendiri²”
✓ Yaitu pada hari kiamat
َك َما َخلَ ْقنَا ُك ْم َأ َّو َل َم َّر ٍة
“sebagaimana Kami telah menciptakan kalian pada saat pertama kali ”
✓Ketika mereka pertama lahir, datang dalam keadaan sendiri
HSI QAWA’ID 18
■ SILSILAH Al-Qowāidul Arba
■ Halaqah 18 | Qoidah Yang Kedua VII
═════════ ❁❁ ═════════
Halaqah yang ke-18 Penjelasan Al-Qowāidul Arba’.
Perlu diketahui bahwasanya Latta, salah satu sesembahan orang-orang quraisy ini dahulunya
adalah orang yang shaleh dan diantara amalannya dahulu sering apabila datang musim haji
memberi makan kepada para jamaah haji, setelah ia meninggal dunia karena dia adalah orang
yang shaleh, oleh orang-orang quraisy disembah dan diminta syafa’atnya disisi Allāh Subhānahu
wa Ta’āla.
Demikian pula apa yang diceritakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla didalam surat Nuh.
Bagaimana kesyirikan pertama kali terjadi di permukaan bumi siapa yang disembah oleh orang-
orang yang disembah orang-orang / kaum Nabi Nuh alaihi salam, yang disembah tidak lain
kecuali orang-orang yang shaleh
ق َونَ ْسرًا
َ وث َويَعُوَ َوقَالُوا اَل تَ َذر َُّن آلِهَتَ ُك ْم َواَل تَ َذر َُّن َو ًّدا َواَل ُس َواعًا َواَل يَ ُغ
ُّ
ضلوا َكثِيرًا َأ َ
َ ۖ َوق ْد
“mereka (kaumnya Nabi Nuh alaihi wa sallam) berkata janganlah kalian meninggalkan
sesembahan² kalian, ketika Nabi Nuh alaihi wa sallam mengajak mereka untuk bertauhid
menyembah kepada Allāh semata, mereka mengatakan janganlah kalian tinggalkan sesembahan²
kalian bersabarlah jangan mengikuti dakwah Nabi Nuh saling berwasiat untuk berpegang teguh
kebatilan ”
[QS Nuh 23]
Mereka menyebutkan lima nama
⑴ wad – َودا
⑵ suwaa’ – ُس َواعًا
َ يَ ُغ
⑶ yaghuuts – وث
⑷ Ya’uuq ق
َ يَعُو
⑸ nasran – َونَ ْسرًا
Ini Adalah lima nama orang-orang yang shaleh yang ada di zaman Nabi Nuh alaihi wa sallam,
sebagaimana dikabarkan oleh Abdullah bin Abbas (anak dari paman Rasulullãh )ﷺbeliau
adalah mufasir nya para sahabat radiallahu antum, beliau. mengatakan ketika menafsirkan ayat ini
« هذه أسماء رجال صالحين من قوم نوح فلما هلكوا أوحى الشيطان إلى قومهم أن انصبوا إلى مجالسهم التي كانوا يجلسون فيها
حتى إذا هلك أولئك ونُسي العلم عُبدت، ولم تُعبد، ففعلوا،»أنصابا ً وسموها بأسمائهم
هذه أسماء رجال صالحين من قوم نوح
Ini Adalah nama nama dari orang-orang yang shaleh yang ada di zaman Nabi Nuh alaihi salam.
فلما هلكوا أوحى الشيطان إلى قومهم أن انصبوا إلى مجالسهم التي كانوا يجلسون فيها أنصاباً” وسموها بأسمائهم
“ketika mereka (orang-orang shaleh) tersebut meninggal dunia datanglah syaitan kepada kaum
Nabi Nuh alaihi wa sallam dan mewahyukan mereka (apa yang mereka wahyukan?) supaya
kalian membuat gambar² – patung² yang merupakan simbol bagi mereka & di pasang patung²
tersebut di majelis² kalian kemudian kalian namai patung² tersebut dengan nama² mereka”
َ يَ ُغ, Ya’uuq ق
Ini Adalah patung suwaa’ – ُس َوا ًع, yaghuuts – وث َ & يَعُوpatung nasran – ونَ ْسرًا.
َ
⇒ Tujuan Ketika suatu saat mereka lemah di dalam beribadah, malas didalam beribadah
kemudian mereka melihat patung² tersebut & ingat tentang giat nya orang-orang shaleh tersebut
didalam beribadah maka ini diharapkan bisa menambah semangat untuk beribadah kepada Allāh
Subhānahu wa Ta’āla.
Ini Adalah termasuk langkah syaitan menyesatkan manusia.
Kemudian beliau mengatakan
ولم تُعيد
Tetapi saat itu belum saat itu belum disembah
فلم هلك أولئك ونُسي العلم عُبدت
“ketika generasi tersebut meninggal dunia, kemudian ilmu dilupakan maka setelah itu baru
sesembahan tersebut disembah ”
Ketika generasi tersebut meninggal dunia semuanya datang syaitan & mengatakan bahwasanya
bapak-bapak kalian dahulu membuat patung² ini adalah untuk disembah di mintai syafa’at setelah
itu ( )عُبدتdisembahlah patung² tersebut.
Ini dilakukan oleh kaumnya Nabi Nuh alaihi wa sallam bukan orang-orang quraisy, sebagaimana
yang disampaikan oleh para ulama orang-orang musyrikin membuat patung² tersebut baik dari
kayu maupun dari batu bukanlah tujuannya untuk menyembah batu tersebut atau kayu tersebut,
tapi kayu & batu tersebut adalah simbol dari apa yang mereka sembah. Seperti yang dilakukan
oleh orang-orang Nasrani yang mereka membuat atau menyembah salib. Membuat Salib mereka
menyembahnya ini adalah simbol dari Nabi Isa alaihi wa sallam yang menurut keyakinan mereka
adalah mati dalam keadaan di salib, mereka sebenarnya adalah menyembah Nabi Isa alaihi wa
sallam adapun salib yang mereka sembah itu adalah hanya sekedar simbol. Demikian pula yang
dilakukan oleh orang-orang musyrikin quraisy patung yang mereka buat itu adalah sekedar
simbol dari sesuatu yang mereka sembah. Mereka juga menyembah orang-orang shaleh
sebagaimana kaum Nabi Nuh alaihi wa sallam, mereka juga menyembah orang-orang shaleh yang
sudah meninggal dunia.
Oleh karena itu hal ini perlu diwaspadai karena apa yang dilakukan oleh orang-orang quraisy
bukan berarti sudah mati & tidak ada tetapi masih dilakukan oleh sebagian manusia.
Wabillahi taufiq wal hidayah
Wassalaamu’alaykum warahmatullaah wabarakaatuh
Abdullāh Roy
Di kota Al-Madīnah
═════════ ❁❁ ═════════
HSI QAWA’ID 19
■ SILSILAH Al-Qowāidul Arba
■ Halaqah 19 | Qoidah Yang Kedua VIII
═════════ ❁❁ ═════════
Halaqah yang ke-19 Penjelasan Al-Qowāidul Arba’.
Kemudian beliau mengatakan :
وال ّشافع ُم ْك َر ٌم بالشفاعة، التي تُطلب من هللا:والشفاعة المثبَتة هي
Adapun syafa’at yang ada, yang ditetapkan yang akan bermanfaat di hari kiamat adalah syafa’at
yang diminta dari Allāh.
Seseorang di dunia mengatakan :
✓ “Ya Allāh aku meminta syafa’at para Malaikat dihari kiamat ”
Atau mengatakan :
✓ “Ya Allāh aku meminta syafa’at Nabi Muhammad dihari kiamat ”
Berarti dia telah meminta syafa’at dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Berbeda dengan sebagian yang dia datang misalnya kesebuah kuburan wali misalnya atau
seorang Nabi, dia mengatakan :
⇒ ” Wahai Nabi aku meminta syafa’atmu di hari kiamat ”
Atau mengatakan:
⇒ ” Berilah aku syafa’at mu pada hari kiamat ”
Lain antara yang pertama tadi atau dengan yang kedua.
Yang pertama memohon kepada Allāh [Ya Allāh aku meminta syafa’at Nabi mu pada hari
kiamat]. Adapun yang kedua dia mengatakan [Wahai Nabi aku meminta syafa’at mu pada hari
kiamat].
Yang pertama meminta kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla dan ini adalah cara yang benar & ini
syafa’at yang bermanfaat di hari kiamat.
Oleh karena itu Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengatakan :
ۖ قُلْ هَّلِل ِ ال َّشفَا َعةُ” َج ِميعًا
“Katakanlah wahai Muhammad, bahwasanya syafa’at semuanya adalah milik Allāh”
[Surat Az-Zumar 44]
Apabila syafa’at semuanya adalah milik Allāh, maka seseorang tidak meminta syafa’at tersebut
kecuali kepada yang memiliki yaitu adalah Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Adapun selain Allāh
siapapun dia maka dia tidak memiliki
َوالَّ ِذينَ تَ َخ ُد ِم ْن ُدنِ ِه ال ُّشفَ َعة
َُون هَّللا ِ ُشفَ َعا َء ۚ قُلْ َأ َولَوْ َكانُوا اَل يَ ْملِ ُكونَ َش ْيًئا َواَل يَ ْعقِلُون
ِ َأ ِم اتَّ َخ ُذوا ِم ْن د
[Surat Az-Zumar 43]
Apakah mereka menjadikan selain Allah sebagai pemberi syafa’at pemberi syafa’at
َقُلْ َأ َولَوْ َكانُوا اَل يَ ْملِ ُكونَ َش ْيًئا َواَل يَ ْعقِلُون
“Katakanlah apakah kalian tetap meminta syafa’at kepada mereka, padahal mereka tidak
memiliki sesuatu dan mereka tidak berakal ”
Kita meminta syafa’at dari Dzat yang memiliki
ۖ قُلْ هَّلِل ِ ال َّشفَا َعةُ” َج ِميعًا
” Katakanlah bahwasanya syafa’at semuanya milik Allāh Subhānahu wa Ta’āla”
Maka inilah syafa’at yang akan bermanfaat dihari kiamat. Orang yang di dunia meminta syafa’at
nya kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Kemudian beliau mengatakan :
وال ّشافع ُم ْك َر ٌم بالشفاعة
Dan orang yang memberikan syafa’at di hari kiamat, berarti dia telah diutamakan / di mulia kan
oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla dengan syafa’at tersebut.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla di hari kiamat mampu untuk mengeluarkan seseorang yang berdosa
dari Neraka dan dimasukkan ke dalam Surga,
✓ Tanpa adanya orang yang memberikan syafa’at.
✓ atau Nabi yang memberikan syafa’at atau orang yang shaleh memberikan syafa’at.
Namun kenapa Allāh Subhānahu wa Ta’āla menjadikan di hari kiamat adanya syafa’at, disini
beliau mengatakan
وال ّشافع ُم ْك َر ٌم بالشفاعة
Karena tujuannya adalah untuk memuliakan orang yang memberikan syafa’at tersebut, ingin
menunjukkan kemuliaan dia disisi Allāh dihadapan makhluk-Nya.
Bagaimana keutamaan para Nabi, kemuliaan Rasulullãh ﷺ, kemuliaan orang-orang yang
beriman. Allāh ingin menunjukkan keutamaan mereka & kemuliaan mereka disisi makhluk-Nya.
Wabillahi taufiq wal hidayah
Wassalaamu’alaykum warahmatullaah wabarakaatuh
Abdullāh Roy
Di kota Al-Madīnah
“Adapun syafa’at yang ada (yang ditetapkan, yang akan bermanfaat di hari kiamat)
adalah syafa’at yang diminta dari Allah.”
Seseorang di dunia mengatakan, “Ya Allah, aku meminta syafa’at para malaikat di
hari kiamat.” atau mengatakan “Ya Allah, aku meminta syafa’at Nabi Muhammad di
hari kiamat.” berarti dia telah meminta syafa’at dari Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Berbeda dengan sebagian, yang dia datang misalnya ke sebuah kuburan seorang
wali atau seorang Nabi, kemudian dia mengatakan, “Wahai Nabi, aku meminta
syafa’at-mu di hari kiamat.” atau mengatakan, “Berilah aku syafa’at-mu pada hari
kiamat.”
Lain antara yang pertama tadi dengan yang ke dua. Yang pertama meminta kepada
Allah Subhānahu wa Ta’āla dan ini adalah cara yang benar, dan ini syafa’at yang
bermanfaat di hari kiamat.
Oleh karena itu Allah Subhānahu wa Ta’āla mengatakan,
Apabila syafa’at semuanya adalah milik Allah, maka seseorang tidak meminta
syafa’at tersebut kecuali kepada Yang Memiliki, yaitu Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Adapun selain Allah, siapapun dia maka dia tidak memiliki.
Dan orang yang memberikan syafa’at di hari kiamat, berarti dia telah diutamakan,
dimuliakan oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla dengan syafa’at tersebut.
Halaqah yang ke dua puluh satu “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.
Beliau berkata,
“Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam muncul dan diutus oleh Allah Subhānahu wa
Ta’āla di tengah-tengah manusia, yang mereka berbeda-beda di dalam ibadahnya.”
Artinya bukan satu (bukan satu sesembahan).
س َو ْال َق َم َر
َ د ال َّش ْمpُ ِم ْن ُه ْم َمنْ َيعْ ُب
“Diantara orang-orang musyrikin, ada yang menyembah matahari dan bulan.”
Beliau mengatakan,
صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِ َو َقا َتلَ ُه ْم َرسُو ُل
َ هللا
“Kemudian Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam memerangi mereka.”
Beliau shallallāhu ‘alaihi wa sallam ketika diutus oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla
kepada orang-orang musyrikin tersebut, mengajak mereka untuk bertauhid
(mengesakan Allah Subhānahu wa Ta’āla), dan Beliau memerangi mereka
semuanya, tidak membedakan satu dengan yang lain. Bahkan diperintahkan oleh
Allah Subhānahu wa Ta’āla untuk memerangi orang-orang musyrikin dengan
berbagai jenisnya.
Beliau mengatakan,
وال َّدلِي ُل َق ْولُ ُه َت َعالَى:َ
“Dan dalilnya adalah firman Allah Subhānahu wa Ta’āla,”
Halaqah yang ke dua puluh dua “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.
َ وا هَّلِل ِ ٱلَّذِی َخلَ َقهُنَّ ِإن ُكن ُتمۡ ِإیَّاهُ َت ۡع ُب ُد
ون ۡ س َواَل ل ِۡل َق َم ِر َو
۟ ٱس ُج ُد ۟ َوم ِۡن َءا َی ٰـ ِت ِه ٱلَّ ۡی ُل َوٱل َّن َها ُر َوٱل َّش ۡمسُ َو ۡٱل َق َم ۚ ُر اَل َت ۡس ُج ُد
ِ وا لِل َّش ۡم
[Surat Fussilat 37]
Karena matahari dan bulan adalah termasuk makhluk dan termasuk tanda-tanda
kekuasaan Allah.
Larangan ini menunjukkan bahwasanya pada saat itu ada diantara orang-orang
musyrikin (pada zaman Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam) yang menyembah
matahari dan bulan.
Dan di dalam kisah Al Qur’an menunjukkan bahwasanya di sana ada sebagian
manusia yang menyembah kepada matahari dan bulan.
Seperti Ratu Saba’ yang didakwahi oleh Nabi Sulaiman ‘alaihissalam. Dan di zaman
sekarang masih ada orang yang menyembah matahari.
Menunjukkan bahwasanya Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam ketika Beliau diutus
bukan hanya memerangi orang-orang yang menyembah berhala (patung), tapi juga
diutus untuk memerangi semua orang-orang musyrikin dengan berbagai jenis
peribadatan mereka. Termasuk diantaranya yang menyembah matahari maupun
bulan.
Setelah Allah Subhānahu wa Ta’āla melarang bersujud kepada matahari dan bulan,
bagaimanapun dia memberikan manfaat bagi manusia, bagaimanapun besarnya di
mata manusia, kemudian Allah menyuruh kita untuk bersujud kepada Allah yang
telah menciptakan matahari dan bulan dan semua makhluk.
Yang menciptakan makhluk-makhluk tersebutlah yang berhak untuk disembah.
“Dan pada hari ketika Allah Subhānahu wa Ta’āla mengumpulkan mereka semua,
(yaitu di padang Mahsyar, dikumpulkan manusia dan para jin dari awal sampai akhir,
dikumpulkan para malaikat, bahkan hewan-hewan).”
Di sana ada manusia baik yang mukmin, yang kafir, yang musyrik, yang munafik,
ada jin, dan di sana ada malaikat.
َ ك َأ
ۖنت َولِ ُّی َنا مِن ُدون ِِهم ۟ َُقال
َ وا س ُۡب َح ٰـ َن
“Mereka menjawab, Maha Suci Engkau, Ya Allah. Engkau adalah wali kami selain
mereka.”
Ayat ini menunjukkan kepada kita, ada diantara manusia yang menyembah kepada
malaikat dan ada diantara mereka yang menyembah kepada jin.
Halaqah yang ke dua puluh tiga “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.
“Wahai Isa Ibnu Maryam, apakah Engkau dahulu ketika di dunia berkata kepada
manusia, ‘Wahai manusia, jadikanlah aku dan juga ibuku sebagai dua sesembahan
selain Allah.'”
Apakah engkau dahulu ketika di dunia pernah mengajak, mendorong,
memerintahkan mereka untuk menjadikan kamu dan ibumu sebagai seorang
Tuhan?
Pertanyaan ini kelak akan ditanyakan oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla kepada Nabi
Isa ‘alaihissalam.
َ س ُۡب َح ٰـ َن.
Sebagaimana para malaikat tadi ketika ditanya, mereka juga mengatakan ك
“Tidak pantas (tidak boleh) bagiku untuk mengatakan sesuatu yang aku tidak berhak
untuk mengatakannya.”
Aku adalah seorang hamba, seorang manusia, seorang makhluk. Tidak pantas
bagiku untuk mengatakan kepada manusia, ‘Wahai manusia, jadikanlah aku sebagai
Tuhan.’
Artinya pada hari itu, Nabi Isa ‘alaihissalam berlepas diri dari apa-apa yang
dilakukan oleh orang-orang yang menyembah Beliau ketika di dunia.
Dan ini menunjukkan kepada kita bahwasanya ada diantara manusia yang mereka
menyembah para Nabi. Di sini, diantaranya adalah Nabi Isa ‘alaihissalam. Dan ini
juga diperangi oleh Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam. Beliau memerangi
orang-orang yang menyembah atau mengaku menyembah Nabi Isa ‘alaihissalam.
Meskipun yang disembah adalah seorang Nabi atau orang yang paling shalih
sekalipun, tapi karena dia menyembah kepada selain Allah, dan ini adalah bentuk
kesyirikan, maka diperangi oleh Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam.
Beliau tidak mengatakan, apabila menyembah seorang Nabi maka tidak masalah.
Akan tetapi Beliau shallallāhu ‘alaihi wa sallam tetap memerangi mereka, meskipun
mereka menyembah para Nabi, dan tidak membedakan antara orang yang
menyembah berhala, matahari, ataupun para Nabi.
Ini adalah ancaman bagi mereka. Silakan kalian berdo’a kepada orang-orang yang
kalian sangka itu adalah Tuhan-Tuhan selain Allah. Niscaya mereka tidak akan
mampu untuk menghilangkan kesusahan dari kalian.
Kalau Allah Subhānahu wa Ta’āla menghendaki kesusahan bagi kalian, maka tidak
akan ada yang bisa menghilangkan kesusahan tersebut kecuali Dia. Sekalipun
segala sesuatu yang disembah selain Allah menginginkannya. Tapi kalau Allah ingin
menghilangkan kesusahan tersebut niscaya akan terjadi.
Kalau kita melihat buku-buku atau kamus-kamus berbahasa Arab dan kita mencari
makna Al Wasilah di dalam Bahasa Arab, kita akan menemukan bahwasanya
maknanya adalah Al Qurbah.
Allah mengabarkan di dalam ayat ini bahwasanya orang-orang shalih tersebut, yang
diagungka-agungkan dan disembah oleh orang-orang musyrikin, ternyata mereka
sendiri pun berusaha untuk mencari wasilah kepada Allah. Mereka sendiri ingin
mencari kedekatan kepada Allah.
Allah mengatakan,
ان َم ۡح ُذو ࣰرا
َ ِّك َك َ ِإنَّ َع َذ
َ اب َرب
Halaqah yang ke dua puluh empat “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan
Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.
َأل َأل
ِ َو َدلِي ُل ا ْش َج
ِ ار َوا حْ َج
ار
Dan dalil bahwasanya di sana ada orang yang menyembah pohon demikian pula
batu adalah firman Allah Subhānahu wa Ta’āla,
2. Al ‘Uzza
Bentuknya adalah sebuah pohon yang besar, yang diagung-agungkan oleh orang-
orang Quraisy.
3. Manaah
Adalah sebuah batu besar.
Menunjukkan bahwasanya di sana ada yang mengagungkan pohon dan juga batu.
Ada diantara orang-orang musyrikin yang menyembah orang-orang shalih,
menyembah batu, dan menyembah pohon.
Dan diantara dalilnya adalah hadits Abu Waaqid Al Laitsiy radhiyallahu ‘anhu.
Beliau berkata,
ْن َو َنحْ نُ حُدَ َثا ُء َع ْه ٍد ِب ُك ْف ٍر
ٍ صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِإلَى ُح َني
َ هللا
ِ ُولِ خ َرجْ َنا َم َع َرس،
َ
َ ولِلِ ُم ْش ِرك،
ٌِين سِ ْد َرة َ
“Dan orang-orang musyrikin memiliki sebuah pohon.”
ٍات َأ ْن َواط
ُ ات َأ ْن َواطٍ َك َما لَ ُه ْم َذ ِ َيا َرسُو َل:َفقُ ْل َنا
َ هللا اجْ َع ْل لَ َنا َذ
“Kemudian Kami berkata, ‘Ya Rasulullah, buatkanlah untuk kami sebuah ٍات َأ ْن َواط ُ َذ
(dzaatu anwaath) sebagaimana orang-orang musyrikin memiliki dzaatu anwaath.
Mereka meminta kepada Rasulullah supaya diberikan pohon yang di situ mereka
beri’tikaf dan menaruh senjata-senjata mereka di situ. Ucapan ini diucapkan oleh
mereka karena mereka baru saja masuk ke dalam agama Islam.
Tentunya lain antara orang yang sudah lama masuk dan belajar agama Islam
dengan orang yang baru saja masuk ke dalam agama Islam.
Oleh karena itu tidak heran apabila di sini sebagian sahabat yang baru saja masuk
Islam, mereka meminta kepada Rasulullah supaya dibuatkan dzaatu anwaath.
ُوسى َ ت َب ُنو ِإسْ َراِئي َل لِم ْ َ قُ ْل ُت ْم َوالَّذِي َن ْفسِ ي ِب َي ِد ِه َك َما َقال، ُِإ َّن َها ال ُّس َنن
اجْ َع ْل لَ َنا ِإلَهًا َك َما لَ ُه ْم آلِ َه ٌة
“Ini adalah jalan-jalan orang-orang sebelum kalian. Kalian telah mengatakan, Demi
Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian telah mengatakan sesuatu yang
pernah dikatakan oleh Banu Israil kepada Musa ‘alaihissalam.”
Ucapan kalian ini persis dengan yang dikatakan oleh Banu Israil kepada Musa.
[Note: kami potong (tidak kami tulis) beberapa kalimat ustadz, yang mengulang
kalimat-kalimat di atas]
Sehingga dengan ini kita mengetahui apa yang dikatakan oleh Al Muallif
(pengarang), semuanya berdasarkan dalil.
Bahwasanya Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam muncul dan diutus oleh Allah
Subhānahu wa Ta’āla di tengah-tengah manusia yang mereka berbeda-beda di
dalam ibadahnya.
Halaqah yang ke dua puluh lima “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.
Kaidah yang ke empat (terakhir) dari empat kaidah yang dengannya kita bisa
memahami apa itu kesyirikan.
Beliau mengatakan,
ْ
ال َقاعِ دَ ةُ الرَّ ِاب َع ُة:
َأل
َ ظ شِ رْ ًكا م َِن ا وَّ ل
ِين ُ ََأنَّ ُم ْشركِي َز َما ِن َنا َأ ْغل
ِ
“Ketahuilah, bahwasanya orang-orang musyrikin di zaman kita ini (dan beliau hidup
200 tahun yang lalu) lebih keras (dahsyat) kesyirikannya daripada orang-orang
musyrikin zaman dahulu.”
Kenapa demikian?
َ َوي ُْخلِص،ون فِي الرَّ َخا ِء
ُون فِي ال ِّش َّد ِة َ َألنَّ اَأل َّول،
َ ِين ُي ْش ِر ُك
Ini adalah sifat orang-orang musyrikin zaman dahulu. Ketika mereka senang,
bahagia, mereka menyekutukan Allah. Tetapi ketika mereka susah, terkena
musibah, mereka mengikhlaskan ibadahnya hanya untuk Allah Subhānahu wa
Ta’āla.
Tentunya orang yang melakukan kesyirikan baik dalam keadaan susah maupun
senang, ini lebih keras, lebih dahsyat, lebih besar, daripada orang yang
menyekutukan Allah ketika dalam keadaan senang dan tidak dalam keadaan susah.
Oleh karena itu beliau mengatakan, orang-orang musyrikin di zaman kita lebih
dahsyat kesyirikannya. Susah senang mereka berbuat syirik. Adapun zaman dahulu,
melihat keadaan. Dalam keadaan senang menyekutukan Allah, dalam keadaan
susah baru mereka ingat kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Dalilnya apa?
Beliau mengatakan,
َوال َّدلِي ُل َق ْولُ ُه َت َعالَى
َ ین َفلَمَّا َنجَّ ٰىهُمۡ ِإ َلى ۡٱل َبرِّ ِإ َذا هُمۡ ی ُۡش ِر ُك
ون َ ُِوا فِی ۡٱل ُف ۡلكِ َد َعوُ ۟ا ٱهَّلل َ م ُۡخلِص
َ ین لَ ُه ٱل ِّد ۟ َفِإ َذا َر ِكب
[Surat Al-Ankabut 65]
“Apabila mereka berada di dalam kapal (sedang dalam perjalanan di laut menaiki
kapal), mereka berdo’a kepada Allah dalam keadaan mengikhlaskan agama ini
hanya untuk Allah.”
Kita tidak pernah mendengar, tidak pernah melihat apa yang mereka lakukan di
tengah lautan. Tetapi Allah Subhānahu wa Ta’āla mendengar dan melihat apa yang
mereka lakukan.
Allah mengabarkan ternyata mereka mengikhlaskan ibadahnya hanya untuk Allah.
Di dalam ayat yang lain Allah mengabarkan, ketika mereka berada di tengah lautan,
kemudian datang angin yang keras dan datang ombak yang sangat besar, mereka
mengikhlaskan ibadahnya kepada Allah dan mengatakan,
“Ya Allah, seandainya Engkau menyelamatkan kami dari ini semua, niscaya kami
termasuk orang-orang yang bersyukur.”
Berjanji kepada Allah di tengah lautan, apabila mereka selamat sampai ke daratan,
dan diselamatkan oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla, niscaya mereka akan menjadi
orang-orang yang bersyukur.
Lupa mereka dengan Latta, lupa dengan ‘Uzza, Manaah, dan juga sesembahan-
sesembahan lain selain Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Yang mereka ingat saat itu adalah Allah. Dialah Allah Subhānahu wa Ta’āla yang
hanya bisa menyelamatkan mereka dari kesusahan saat itu.
Lupa dengan apa yang sudah dikatakan ketika mereka berada di tengah lautan.
Ayat ini adalah dalil sebagaimana disebutkan oleh pengarang bahwasanya orang-
orang musyrikin, mereka mengikhlaskan ibadahnya ketika susah dan menyekutukan
Allah ketika mereka dalam keadaan senang.
Adapun orang-orang musyrikin di zaman beliau, dan ini juga masih ada di zaman
kita, dalam keadaan susah dan senang mereka tetap menyekutukan Allah
Subhānahu wa Ta’āla.
Tidak jarang diantara mereka ketika datang musibah, bukan kembali dan meminta
kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla. Akan tetapi justru meminta kepada selain Allah.
Ketika gunung berapi akan meletus, atau ketika terjadi tsunami, kembalinya bukan
kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla dan meminta perlindungan dan penjagaan dari
Allah Subhānahu wa Ta’āla akan tetapi kembali kepada benda. Menaruh ini itu di
rumah, atau datang kepada orang yang dinamakan dengan paranormal, atau orang
yang sakti, dengan harapan mereka bisa menyelamatkan dari musibah-musibah
tersebut.
Dalam keadaan susah pun mereka masih bergantung kepada selain Allah
Subhānahu wa Ta’āla, dalam keadaan senang juga.
Oleh karena itu, apa yang dikatakan oleh beliau pada kaidah yang ke empat ini
adalah sesuatu yang berdasar dan bukan sesuatu yang mengada-ada. Bahwasanya
orang-orang musyrikin di zaman kita lebih dahsyat daripada orang musyrikin yang
ada di zaman dahulu.
Dengan demikian kita sudah menyelesaikan kitab yang sangat bermanfaat, yang
ringkas, yang dikarang oleh Syaikh Muhammad At Tamimi yang beliau adalah ulama
besar yang meninggal pada tahun 1206 H.
Dan semoga Allah Subhānahu wa Ta’āla memberikan manfaat dari apa yang kita
baca.
Itulah yang bisa kita sampaikan. Semoga apa yang kita sampaikan bermanfaat.