Anda di halaman 1dari 53

HSI Silsilah Pembahasan Kitab Al Qawa’idul

Arba’ – Halaqah 1 | Penjelasan Pengantar Al


Qawa’idul Arba’
March 1, 2021Ummu Syifa

Halaqah yang pertama “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬


‫السالم عليكم ورحمة هللا وبركاته‬

Kita akan bersama-sama mempelajari tentang sebuah kitab yang ringkas, akan
tetapi telah memberikan manfaat yang banyak kepada kaum muslimin yang dikarang
oleh seorang ulama yang lahir pada tahun 1115 H, yaitu kurang lebih 300 tahun
yang lalu dan beliau meninggal dunia pada tahun 1206 H.

Beliau adalah Al Imam Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At-Tamimi. Dan
kitab yang akan kita pelajari adalah Al Qawa’idul Arba’ yang artinya adalah kaidah-
kaidah yang empat (empat kaidah).

Kitab ini adalah kitab yang ringkas. Telah banyak diantara ulama dan para penuntut
ilmu yang telah mengambil pelajaran dan mengambil manfaat dari kitab yang mulia
ini.

Syaikh Muhammad At Tamimi, seorang ulama jazirah Arab, dan beliau lahir pada
tahun 1115 H dan telah mulai menuntut ilmu semenjak beliau kecil. Dan beliau
mengambil ilmu dari bapak beliau sendiri, demikian pula dari ulama-ulama besar di
zamannya, diantaranya adalah Syaikh Muhammad Hayah As Sindi, dan juga yang
lain.

Dan telah melakukan banyak perjalanan dalam rangka menuntut ilmu agama, pergi
ke daerah-daerah yang ada di Hijaz ini, ke kota Madinah, ke kota Mekkah, dan
mengambil ilmu dari banyak ulama. Demikian pula pergi ke Basroh. Dan hampir-
hampir beliau pergi ke Syam, akan tetapi karena suatu halangan, beliau tidak bisa
ke sana.

Di zaman beliau, banyak kerusakan-kerusakan di dalam agama. Di daerah beliau


sendiri dan juga daerah-daerah tetangga tersebar yang dinamakan dengan
kesyirikan, penyembahan terhadap selain Allah Azza wa Jalla. Diantaranya, ada
diantara mereka yang mengagung-agungkan kuburan para sahabat radhiyallahu
‘anhum. Bahkan ada diantara mereka yang mengagung-agungkan pohon yang
besar, meminta kepadanya, meminta manfaat dari pohon tersebut.

Oleh karena itu, beliau rahimahullah selama hidupnya menghabiskan waktunya


untuk berdakwah, dan mengajak orang-orang yang ada di sekitar beliau, baik orang
yang awam, anak kecil, orang yang sudah besar, bahkan para petinggi kerajaan,
tidak lepas dari dakwah beliau.

Dan diantara usaha beliau adalah mengarang beberapa karangan (kitab),


diantaranya adalah kitab yang akan kita pelajari. Dan beliau rahimahullah memiliki
banyak karangan yang sangat bermanfaat, diantaranya adalah:
• Kitabut Tauhid
• Kasyfu Syubhat
• Al Ushulu Ats Tsalasah
• Fadhlul Islam
• Ushulul Iman
Dan juga kitab-kitab yang lain.
Dan kaum muslimin telah banyak mengambil manfaat dari beliau.

Dan beliau meninggal dunia pada tahun 1206 H. Semoga Allah Subhānahu wa
Ta’āla menerima amal ibadah beliau, ketaatan beliau, dan memberikan manfaat
kepada kaum muslimin dari apa yang sudah beliau sampaikan.

Kitab ini (Qawa’idul Arba) berisi tentang empat kaidah supaya seseorang bisa
memahami apa itu Tauhid.
Mungkin ada diantara kita atau banyak diantara kita, sudah mendengar dan pernah
mendengar apa itu Tauhid dan apa itu Asy Syirk. Dan di dalam kitab ini beliau
berusaha untuk memberikan pemahaman kepada kita tentang Tauhid dan juga
Syirik, dengan kalimat-kalimat yang ringkas, dan beliau meringkasnya menjadi
empat kaidah.

HSI Silsilah Pembahasan Kitab Al Qawa’idul


Arba’ – Halaqah 2 | Penjelasan Kalimat
Bismillahirrahmanirrahim
March 2, 2021Ummu Syifa

Halaqah yang ke dua “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.

Beliau mengatakan,
‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬
Mengawali kitab beliau dengan Basmalah. Mengikuti apa yang Allah lakukan di
dalam Al Qur’an, karena Allah Subhānahu wa Ta’āla memulai kitabnya yaitu Al
Qur’anul Karim dengan Basmalah.
Demikian pula Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam ketika Beliau mengirim risalah
ke sebagian para penguasa yang ada di zaman Beliau, Beliau memulai risalahnya
(suratnya), yang isinya adalah dakwah kepada Islam (kepada Tauhid) dengan
Basmalah. Diantaranya ketika Beliau mengirim surat kepada Hierocl (Heraclius-pen),
Beliau memulai suratnya dengan Basmalah ((‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Dan di sini, Syaikh Muhammad At Tamimi memulai risalah beliau (memulai kitab
beliau) dengan Basmalah.

Dan Basmalah, ‫ب‬ِ di sini adalah ‫ ب‬isti’anah, yaitu ‫ ب‬yang fungsinya adalah untuk
meminta pertolongan. Orang yang mengatakan Bismillahirrahmanirrahim, maka
maknanya, Aku memohon pertolongan kepada Allah, Ar Rahman Ar Rahim.

Orang yang mengucapkan Basmalah, maka pada hakikatnya dia telah memohon
pertolongan kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla..

Ism artinya adalah nama.


Ismillah artinya adalah nama Allah.
Dan sebuah kalimat yang mufrod apabila disandarkan, maka ini maknanya adalah
umum.
Sehingga makna Bismillah adalah seluruh nama Allah. Jadi bukan hanya satu nama,
akan tetapi mencakup seluruh nama Allah.
Bismillah, Dengan nama Allah, maksudnya adalah dengan nama-nama Allah
Subhānahu wa Ta’āla. Karena Allah Subhānahu wa Ta’āla memiliki Al Asmaul
Husna.

‫لَ ُه ٱَأۡل ۡس َم ۤا ُء ۡٱلح ُۡس َن ٰۚى‬


[Surat Al-Hasyr: 24]

‫َوهَّلِل ِ ٱَأۡل ۡس َم ۤا ُء ۡٱلح ُۡس َن ٰى َف ۡٱدعُوهُ ِب َه ۖا‬


[Surat Al-A’raf: 180]

“Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla memiliki nama-nama yang Husna, maka


hendaklah kalian berdo’a dengannya.”

Orang yang mengatakan Bismillah, berarti telah beristi’anah, memohon pertolongan


dengan seluruh nama Allah Subhānahu wa Ta’āla.

Allah adalah lafdzul jalalah. Diambil dari kata ‫ األلوهة‬yang artinya adalah ‫ المألوه‬yaitu
‫ المعبود‬yaitu yang disembah.
Dan lafdzul jalalah adalah nama Allah yang paling agung. Disandarkan nama-nama
yang lain kepada nama ini.

Seseorang mengatakan Ar Rahman, adalah diantara nama Allah. Ar Rahim adalah


diantara nama Allah. Al ‘Aziz adalah diantara nama Allah.
Nama-nama yang lain kembalinya kepada lafdzul jalalah ini, yang artinya adalah
‫المعبود المألوه‬, (yaitu) yang disembah.
Ar Rahman adalah salah satu diantara nama-nama Allah yang berasal dari Ar
Rahmah yang artinya adalah Yang Maha Penyayang.
Ar Rahim juga demikian, berasal dari Ar Rahmah yang artinya adalah Yang Maha
Penyayang.

Dan perbedaan antara Ar Rahman dan Ar Rahim disebutkan oleh para ulama,
diantaranya adalah bahwasanya Ar Rahman ini adalah Allah Maha Penyayang, dan
kasih sayang di sini mencakup seluruh makhluk, baik yang mukmin maupun yang
kafir, baik yang taat kepada Allah maupun yang berbuat maksiat kepada Allah
Subhānahu wa Ta’āla. Semuanya mendapat rahmat dari Allah.
Orang kafir, meskipun dia adalah orang yang kafir, mendapatkan rezeki dari Allah
Subhānahu wa Ta’āla. Mendapatkan makanan, mendapatkan minuman, diberikan
kesempatan hidup. Dan ini adalah bagian dari rahmat Allah Subhānahu wa Ta’āla.

Adapun Ar Rahim, maka rahmat di sini adalah rahmat untuk orang-orang yang
beriman. Tidak diberikan kepada orang-orang kafir.
Dan diantara Rahmat yang Allah berikan untuk orang-orang yang beriman adalah
iman itu sendiri, hidayah kepada agama Islam. Dibuka hatinya untuk beriman dan
percaya kepada Allah, kepada Rasul-Nya, kepada malaikat malaikat, kepada kitab-
kitab, kepada takdir. Dan ini ada bagian dari rahmat Allah Subhānahu wa Ta’āla
yang Allah khususkan untuk orang-orang yang beriman.

pَ ‫ان ِب ۡٱلم ُۡؤ ِمن‬


‫ِین َرحِی ࣰما‬ َ ‫َو َك‬
[Surat Al-Ahzab 43]

“Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla adalah zat yang Maha Penyayang kepada orang
yang beriman.”

Materi audio ini disampaikan di dalam grup WA Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI)
Abdullah Roy.

HSI Silsilah Pembahasan Kitab Al Qawa’idul


Arba’ – Halaqah 3 | Penjelasan Do’a
Pengarang Bagian 1
March 3, 2021Ummu Syifa

Halaqah yang ke tiga “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.

Beliau mengatakan,

ِ ‫ش ْال َع ِظ ِيم َأ ْن يَتَ َواَّل كَ فِي ال ُّد ْنيَا َو‬


‫اآلخ َر ِة‬ ِ ْ‫َأ ْسَأ ُل هللاَ ْال َك ِري َم َربَّ ْال َعر‬.
Beliau mengatakan, “Aku berdo’a kepada Allah Yang Maha Pemurah, Rabb yang Memiliki,
yang Menguasai ‘Arsy yang besar, supaya Allah Subhānahu wa Ta’āla menjagamu di dunia
dan juga di akhirat.”

Setelah beliau mengucapkan Basmalah, beliau mendo’akan untuk kita (setiap yang membaca
kitab beliau), dengan beberapa do’a, diantaranya adalah
َ ‫َأ ْن يَت ََواَّل‬
‫ك فِي ال ُّد ْنيَا َواآل ِخ َر ِة‬
“Supaya Allah Subhānahu wa Ta’āla menjagamu, menolongmu di dunia maupun di akhirat.”

Dan ini adalah adab yang sangat baik. Seorang yang mengajari orang lain mendo’akan
dengan do’a – do’a yang baik.

Dan Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam di dalam Al Qur’an diperintahkan oleh Allah
Subhānahu wa Ta’āla untuk mendo’akan orang lain, mendo’akan para sahabat radhiyallahu’
anhum sebagaimana firman Allah Subhānahu wa Ta’āla,

ۗۡ‫ك َس َك ࣱن لَّهُم‬ َ ‫صلِّ َعلَ ۡی ِهمۡۖ ِإ َّن‬


َ َ‫صلَ ٰوت‬ َ ‫َو‬
[Q.S. At Taubah: 103]

“Dan hendaklah Engkau (Wahai Muhammad) mendo’akan mereka. Karena sesungguhnya


do’a yang Engkau panjatkan (yang Engkau tujukan, yang Engkau berikan) kepada mereka,
ini adalah memberikan ketenangan kepada mereka.”

Do’anya Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam, do’a yang berupa kebaikan untuk para
sahabat Beliau menjadikan ketenangan di dalam hati para sahabat Radhiyallahu’ anhum.

Oleh karena itu di sini, beliau rahimahullah mendo’akan kepada setiap yang mendengar, dan
mendo’akan kepada setiap yang membaca kitab beliau ini supaya Allah Subhānahu wa Ta’āla
menolong, menjaga, di dunia maupun di akhirat.

Dan ini adalah do’a yang agung. Seseorang dijaga di dunia, baik agamanya maupun
dunianya, dijaga dari musibah, dijaga dari kecelakaan, demikian pula di dalam agamanya
dijaga dari kesesatan, dari kerancuan-kerancuan, dijaga dari keraguan-keraguan, dan dijaga di
akhirat semenjak seseorang meninggal dunia, dijaga dari adzab kubur, dijaga dari kegagalan
dalam menjawab pertanyaan malaikat, dijaga ketika dibangkitkan oleh Allah Subhānahu wa
Ta’āla, ketika manusia dalam keadaan takut menghadapi dan melihat kejadian-kejadian besar
pada hari kiamat, dijaga oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla dari ketakutan tersebut.
Dan seterusnya, dijaga ketika melewati Ash Shirath, dijaga dari neraka. Maka ini adalah do’a
yang sangat agung: beliau mengatakan,
َ ‫َأ ْن يَت ََواَّل‬
‫ك فِي ال ُّد ْنيَا َواآل ِخ َر ِة‬

Materi audio ini disampaikan di dalam grup WA Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah
Roy.
Related

HSI Silsilah Pembahasan Kitab Al Qawa’idul


Arba’ – Halaqah 4 | Penjelasan Do’a
Pengarang Bagian 2
March 4, 2021Ummu Syifa

Halaqah yang ke empat “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.

Beliau mengatakan,
َ ‫ار ًكا َأ ْي َن َما ُك ْن‬
‫ت‬ َ َ‫َوَأنْ َيجْ َعل‬
َ ‫ك ُم َب‬

“Dan semoga Allah Subhānahu wa Ta’āla menjadikan engkau (wahai pembaca,


wahai pendengar) menjadi orang yang berbarokah di manapun engkau berada.”

Dan ini juga do’a yang sangat agung. Beliau mendo’akan untuk kita supaya kita
menjadi orang yang berbarokah.
Artinya berbarokah adalah banyak kebaikan, bisa memberikan manfaat.
Memiliki banyak kebaikan dan kebaikan tersebut langgeng dan terus menerus
bersama kita.
Dan orang yang berbarokah maka ini adalah orang yang banyak kebaikannya.
Memberikan kebaikan tersebut kepada diri sendiri maupun orang lain.
Ketika dia memiliki ilmu dan dia adalah orang yang berbarokah, bermanfaat ilmu
yang dia miliki baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain.

Ketika Allah Subhānahu wa Ta’āla memberikan keluasan berupa rezeki, bermanfaat


rezeki tersebut untuk dirinya dan juga untuk orang lain yang ada di sekitarnya.

Apabila dia seorang penguasa (pejabat), bermanfaat kekuasaannya (jabatannya)


untuk dirinya dan juga untuk orang lain yang ada di sekitarnya.

Dia memiliki kebaikan yang banyak dan kebaikan tersebut adalah kebaikan yang
langgeng.

Beliau mengatakan,
َ ‫ار ًكا َأ ْي َن َما ُك ْن‬
‫ت‬ َ َ‫َوَأنْ َيجْ َعل‬
َ ‫ك ُم َب‬

“Dan semoga Allah Subhānahu wa Ta’āla menjadikan engkau berbarokah, di


manapun engkau berada.”

Baik di dalam rumah, ketika keluar rumah. Baik ketika bersama keluarga maupun
bersama orang lain. Baik bersama bawahannya maupun dengan teman-temannya.
Menjadikan seseorang menjadi orang yang berbarokah. Tidak ada orang yang
duduk (dekat) dengannya kecuali dia mengambil faidah dari dirinya.

Kemudian beliau mengatakan,


‫ك ِممَّنْ ِإ َذا ُأعْ طِ َي َش َك َر‬
َ َ‫وَأنْ َيجْ َعل‬،
َ
“Dan semoga Allah Subhānahu wa Ta’āla menjadikan engkau termasuk orang yang
apabila diberi maka dia bersyukur,”

َ ‫وِإ َذا ا ْب ُتل َِي‬،


‫ص َب َر‬ َ
“dan apabila diberikan ujian menjadi orang yang bersabar,”

َ ‫َوِإ َذا أذ َن‬


‫ب اسْ َت ْغ َف َر‬
“dan apabila dia berdosa maka dia beristighfar.”

َّ ‫ َفِإنَّ َهُؤ ال ِء‬.


ُ ‫الث‬
. ‫الث ُع ْن َوانُ الس ََّعادَ ِة‬
“Karena sesungguhnya tiga perkara ini adalah termasuk tanda-tanda kebahagiaan.”

Ini adalah do’a yang lain, yang beliau panjatkan kepada Allah untuk kita. Beliau
berdo’a supaya kita termasuk orang yang apabila diberi, bersyukur kepada Allah
Subhānahu wa Ta’āla, diberikan kenikmatan, diberikan karunia, sekecil apapun
kenikmatan tersebut.

Beliau berdo’a kepada Allah supaya kita termasuk orang yang bersyukur apabila
diberikan oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Dan beliau berdo’a supaya apabila kita terkena musibah, maka kita termasuk orang
yang bersabar.
Dan apabila kita berdosa atau melakukan maksiat kepada Allah, melakukan dosa,
maka kita termasuk orang-orang yang beristighfar kepada Allah Subhānahu wa
Ta’āla.

Beliau menyebutkan tiga perkara. Dan tidak terlepas keadaan kita dari salah satu
diantara tiga perkara ini.
Seorang manusia di dalam kehidupannya terkadang mendapatkan kenikmatan.
Maka kewajiban dia saat itu adalah bersyukur kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Seorang yang tidak bersyukur, maka cepat atau lambat Allah akan mengambil
kenikmatan tersebut. Tapi orang yang bersyukur kepada Allah Subhānahu wa
Ta’āla, maka Allah Subhānahu wa Ta’āla akan menambah kenikmatan di atas
kenikmatan.

‫لَ ِٕىن َش َك ۡر ُتمۡ َأَل ِزی َد َّن ُك ۡۖم َولَ ِٕىن َك َف ۡر ُتمۡ ِإنَّ َع َذ ِابی لَ َشدِی ࣱد‬
[Surat Ibrahim 7]

Apabila engkau bersyukur, mengakui bahwasanya kenikmatan ini dari Allah,


bersyukur dengan lisannya, menggunakan kenikmatan ini di dalam perkara yang
diridhoi oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla, maka Allah menjanjikan akan menambah
kenikmatan tersebut. Ditambah kenikmatan di atas kenikmatan.
Dan apabila engkau kufur kepada Allah, mendapatkan kenikmatan akan tetapi
mengingkari bahwasanya itu dari Allah Subhānahu wa Ta’āla, menganggap
bahwasanya kenikmatan itu berasal dari dirinya, dari ilmu yang dia miliki, dari usaha
yang dia kerjakan, lupa bahwasanya Allah Subhānahu wa Ta’āla yang telah
memberikan kenikmatan tersebut dan memudahkan dia untuk mendapatkan
kenikmatan tersebut.
Apabila engkau kufur kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla, maka ketahuilah
bahwasanya adzab Allah Subhānahu wa Ta’āla adalah adzab yang sangat pedih. Ini
adalah akibat dari orang yang kufur kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla.

Seseorang ketika diberikan oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla kenikmatan, maka


kewajiban dia adalah bersyukur kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla. Dan apabila
mendapatkan musibah, maka hendaklah dia bersabar kepada Allah Subhānahu wa
Ta’āla.

Seseorang tidak lepas di dalam kehidupannya, terkadang mendapatkan kenikmatan,


dan terkadang dia mendapatkan musibah. Maka kewajiban dia ketika mendapatkan
musibah adalah bersabar. Beriman bahwasanya ini semua adalah takdir dari Allah
Subhānahu wa Ta’āla. Sudah ditulis oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla, bahkan sudah
sejak lama, 50.000 tahun sebelum diciptakan langit dan bumi. Langit dan bumi telah
diciptakan oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla dalam waktu yang sudah cukup lama.
Dan ditulisnya takdir sebelum diciptakan langit dan bumi 50.000 tahun.
Telah ditulis oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla kenikmatan yang akan diterima oleh
seseorang, umurnya, rezekinya, termasuk diantaranya adalah musibah. Dan tidak
mungkin apa yang sudah ditulis oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla luput dari
seseorang. Oleh karena itu seseorang ketika ditimpa musibah, baik di dalam dirinya,
hartanya, keluarganya, ataupun yang lain, maka hendaklah dia ingat dan beriman
bahwasanya ini semua sudah ditulis oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla dan harus
terjadi.

Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, beriman dengan takdir, dan
mengetahui bahwasanya ini adalah termasuk takdir Allah Subhānahu wa Ta’āla,
ketika terjadi musibah, maka Allah Subhānahu wa Ta’āla akan memberikan hidayah.
Memberikan hidayah kepada hatinya, memberikan ketenangan di dalam
menghadapi musibah tersebut, bagaimanapun besar musibah tersebut.

‫َو َمن ی ُۡؤم ِۢن ِبٱهَّلل ِ َی ۡه ِد َق ۡل َب ُه ۚۥ‬


[Surat At-Taghabun 11]

Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, maka Allah Subhānahu wa Ta’āla
akan memberikan hidayah (petunjuk) kepada hatinya.

Materi audio ini disampaikan di dalam grup WA Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI)
Abdullah Roy.

HSI Silsilah Pembahasan Kitab Al Qawa’idul


Arba’ – Halaqah 5 | Makna Istighfar
March 5, 2021Ummu Syifa

Halaqah yang ke lima “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.

Beliau mengatakan,
َ ‫َوِإ َذا أذ َن‬
‫ب اسْ َت ْغ َف َر‬

“Dan apabila dia berdosa, maka dia beristighfar.”

Beristighfar kepada Allah, memohon ampun kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla


atas dosa yang telah dilakukan.

Dan makna istighfar mengandung dua perkara:


1. Memohon kepada Allah supaya ditutupi dosa tersebut. Karena ‫ اسْ َت ْغ َف َر‬berasal dari
kata ‫غ َف َر‬yang
َ artinya adalah menutupi.
Ketika seseorang mengatakan ‘astagfirullah’, berarti dia telah memohon kepada
Allah, supaya Allah Subhānahu wa Ta’āla menutupi dosanya. Ditutupi kemaksiatan
yang dia lakukan dari mata manusia, sehingga tidak diketahui, sehingga tidak
terbongkar kemaksiatan tersebut.

Seorang yang mengatakan ‘astagfirullah’ maka dia telah memohon kepada Allah
supaya dosanya ditutupi oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla.

2. Memohon supaya dosanya dihapus, sehingga dosa yang sudah ditulis oleh Allah
Subhānahu wa Ta’āla tersebut dihapus dari catatan amalnya sehingga kelak di hari
kiamat tidak akan diadzab oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla dengan sebab dosanya.

َّ ‫َفِإنَّ َهُؤ ال ِء‬


ُ ‫الث‬
‫الث ُع ْن َوانُ ال َّس َعادَ ِة‬
Karena sesungguhnya tiga perkara ini adalah alamat atau ciri-ciri dari kebahagiaan.

Orang yang bahagia adalah orang yang apabila diberi bersyukur, dan apabila
mendapatkan musibah dia bersabar, dan apabila dia berdosa, dia beristighfar
kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla.

Kemudian beliau mengatakan,


َ َ‫اعْ لَ ْم َأرْ َشد‬
َ ‫ك هللاُ ل َِط‬
‫اع ِت ِه‬
Ketahuilah, semoga Allah Subhānahu wa Ta’āla memberikan petunjuk kepadamu
kepada ketaatan.

Beliau rahimahullah kembali mendo’akan kepada kita supaya Allah Subhānahu wa


Ta’āla memberikan petunjuk kepada kita kepada ketaatan, yaitu mengilmui
kebenaran dan mengamalkan kebenaran tersebut.
HSI Silsilah Pembahasan Kitab Al Qawa’idul
Arba’ – Halaqah 6 | Makna Al Hanifiyyah dan
Tujuan Diciptakannya Manusia
March 8, 2021Ummu Syifa

Halaqah yang ke enam “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.

Kemudian beliau mengatakan,


َ ‫ َأنْ َتعْ ُب َد‬:‫َأنَّ ْال َحنِي ِف َّي َة ِملَّ ُة ِإب َْراهِي َم‬،
َ ‫ َوحْ َدهُ م ُْخلِصًا لَ ُه ال ِّد‬،‫هللا‬
‫ين‬

Ketahuilah, wahai pembaca, wahai pendengar, bahwasanya Al Hanifiyyah,


agamanya Nabi Ibrahim adalah engkau menyembah Allah semata, mengikhlaskan
untuk-Nya agama ini.

Beliau ingin memberikan pengertian kepada kita tentang makna Al Hanifiyyah, yaitu
agamanya Nabi Ibrahim.
Kenapa demikian? Karena di dalam Al Qur’an, Allah Subhānahu wa Ta’āla
menyebutkan tentang millah-nya Nabi Ibrahim.
Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla telah mewajibkan semua manusia, baik orang
Yahudi, orang Nasrani, kaum Muslimin, untuk mengikuti millah-nya Nabi Ibrahim
‘alaihissalam (mengikuti agamanya Nabi Ibrahim), karena millah maknanya adalah
agama.

Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

َ ‫ان م َِن ۡٱلم ُۡش ِرك‬


(‫ِین‬ َ ‫) ُث َّم َأ ۡو َح ۡی َن ۤا ِإلَ ۡی‬
َ ‫ك َأ ِن ٱ َّت ِب ۡع ِملَّ َة ِإ ۡب َر ٰهِی َم َحنِی ࣰف ۖا َو َما َك‬
[Surat An-Nahl 123]

“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Wahai Muhammad), supaya engkau


mengikuti millah-nya Nabi Ibrahim yang hanif.”

Allah Subhānahu wa Ta’āla telah mewahyukan kepada Rasulullah shallallāhu ‘alaihi


wa sallam, diantaranya wahyu-Nya adalah supaya Beliau mengikuti millah-nya Nabi
Ibrahim.

Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan,

ۗ۟ ‫ص ٰـ َر ٰى َت ۡه َت ُد‬
(‫وا‬ َ ‫وا هُو ًدا َأ ۡو َن‬
۟ ‫وا ُكو ُن‬
۟ ُ‫َو َقال‬
[Surat Al-Baqarah 135]

Orang-orang Yahudi mendakwahi orang lain supaya ikut masuk di dalam agamanya.
“Hendaklah kalian menjadi orang Yahudi atau menjadi orang Nasrani, niscaya kalian
mendapatkan petunjuk.”
Kemudian Allah mengatakan,

َ ‫ان م َِن ۡٱلم ُۡش ِرك‬


(‫ِین‬ َ ‫)قُ ۡل َب ۡل ِملَّ َة ِإ ۡبراه ِۧـ َم َحنِی ࣰف ۖا َو َما َك‬
[Surat Al-Baqarah 135]

“Katakanlah (Wahai Muhammad) justru (bahkan) kami mengikuti millah-nya Nabi


Ibrahim yang hanif.”

Menunjukkan kepada kita bahwasanya kita diperintahkan untuk mengikuti millah-nya


Nabi Ibrahim, yang dinamakan dengan Al Hanifiyyah, yang berasal dari Al Hanif
yang artinya adalah Mustaqim, yang artinya adalah lurus.

Artinya, agama Al Hanifiyyah adalah agama yang lurus hanya kepada Allah
Subhānahu wa Ta’āla, berpaling kepada selain Allah Subhānahu wa Ta’āla

Beliau mengatakan,
َ ‫ َوحْ َدهُ م ُْخلِصًا لَ ُه ال ِّد‬،َ‫َأنْ َتعْ ُب َد هللا‬،
‫ين‬

Yang dimaksud dengan millah-nya Ibrahim, yang kita diperintahkan untuk mengikuti
millah ini, adalah engkau beribadah kepada Allah, ُ‫ َوحْ َده‬hanya untuk Allah Subhānahu
wa Ta’āla, ‫ين‬ ً ِ‫ م ُْخل‬mengikhlaskan agama ini hanya untuk Allah Subhānahu wa
َ ‫صا لَ ُه ال ِّد‬
Ta’āla, tidak ada yang lain.

Jadi kita diperintahkan untuk mengikuti millah-nya Nabi Ibrahim, artinya menjadi
orang yang hanya mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Tidak menyerahkan setitik pun (sedikit pun) dari ibadah-ibadah yang diridhoi oleh
Allah Subhānahu wa Ta’āla kepada selain Allah Subhānahu wa Ta’āla, siapa pun
dia, baik itu orang yang agung, orang yang rendah, seorang Nabi, seorang malaikat,
seorang wali, selain Allah adalah makhluk.
Dan ibadah adalah hak istimewa hanya untuk Allah Subhānahu wa Ta’āla.

Kemudian beliau mengatakan,

‫وبذلك أمر هللا جميع الناس وخلقهم لها‬

Dan dengan hal ini pula, Allah Subhānahu wa Ta’āla memerintahkan manusia.

Dengan ibadah ini (mengesakan Allah Subhānahu wa Ta’āla di dalam ibadah ini),
Allah Subhānahu wa Ta’āla memerintahkan manusia.

Sebagaimana firman Allah Subhānahu wa Ta’āla,

َ ُ‫ِین مِن َق ۡبلِ ُكمۡ لَ َعلَّ ُكمۡ َت َّتق‬


(‫ون‬ ۟ ‫ٱع ُب ُد‬
َ ‫وا َر َّب ُك ُم ٱلَّذِی َخلَ َق ُكمۡ َوٱلَّذ‬ ۡ ُ‫) َی ٰـَۤأ ُّی َها ٱل َّناس‬
[Surat Al-Baqarah 21]
“Wahai manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-
orang sebelum kalian, supaya kalian menjadi orang-orang yang bertakwa.”

Ini adalah perintah pertama di dalam Al Qur’an yang disebutkan di dalam surat Al
Baqarah.

Perintah pertama di dalam Al Qur’an yang Allah sebutkan adalah perintah untuk
bertauhid.
Menyembah Allah semata, menyerahkan ibadah hanya kepada Allah semata.

۟ ‫ٱع ُب ُد‬
‫وا َر َّب ُك ُم‬ ۡ ُ‫َی ٰۤـَأ ُّی َها ٱل َّناس‬

Wahai manusia, hendaklah kalian menyembah kepada Rabb kalian. Siapa Rabb
kalian? Yang telah menciptakan kalian dan menciptakan orang-orang sebelum
kalian. Dialah Rabb yang berhak untuk disembah.

Kemudian beliau mengatakan,


‫وخلقهم لها‬

Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla telah menciptakan mereka untuk ibadah ini.

Manusia dan juga jin diciptakan oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla dengan maksud.
Bukan diciptakan begitu saja, tanpa ada maksud (hikmah).

Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla telah menyebutkan di dalam Al Qur’an tentang


hikmahnya.

‫ َك َما َقا َل َت َعالَى‬:


Sebagaimana firman Allah Subhānahu wa Ta’āla.

َ ‫ت ۡٱل ِجنَّ َوٱِإۡل‬


ِ ‫نس ِإاَّل لِ َی ۡع ُب ُد‬
(‫ون‬ ُ ‫)و َما َخ َل ۡق‬
َ
[Surat Adh-Dhariyat 56]

“Dan tidaklah aku ciptakan jin dan juga manusia kecuali untuk beribadah kepadaku.”

Ini adalah hikmah diciptakannya jin dan manusia, tidak lain dan tidak bukan kecuali
untuk beribadah kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla.

HSI Silsilah Pembahasan Kitab Al Qawa’idul


Arba’ – Halaqah 7 | Ibadah Tidak Dinamakan
Ibadah Kecuali Dengan Tauhid
March 9, 2021Ummu Syifa
Halaqah yang ke tujuh “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.

Kemudian beliau mengatakan,


‫ك لِ ِع َبا َد ِتهِ؛ َفاعْ لَ ْم َأنَّ ْال ِع َبا َد َة ال ُت َسمَّى عِ َبا َد ًة ِإال َم َع ال َّت ْوحِي ِد‬ َ َّ‫ت َأن‬
َ ‫هللا َخلَ َق‬ َ ‫ َفِإ َذا َع َر ْف‬،

Apabila engkau wahai pembaca, wahai pendengar, mengetahui bahwasanya Allah


menciptakan dirimu untuk beribadah kepada-Nya, maka ketahuilah bahwasanya
ibadah tidak dinamakan ibadah kecuali dengan tauhid.

Seseorang tidak dinamakan beribadah kepada Allah kecuali apabila dia


mentauhidkan Allah (mengesakan Allah) di dalam ibadah tersebut.

Apabila seseorang mengaku beribadah kepada Allah, tetapi dia tidak mengesakan
Allah di dalam ibadah tersebut (selain dia beribadah kepada Allah juga menyerahkan
ibadah kepada selain Allah Azza wa Jalla) maka ini tidak dinamakan dengan ibadah.

Oleh karena itu beliau mengatakan, ibadah dinamakan ibadah, apabila kita
bertauhid, hanya mengesakan Allah di dalam beribadah.

Kemudian beliau mengatakan,


‫ار ِة‬
َ ‫الط َه‬ َ ‫ َك َما َأنَّ الصَّال َة ال ُت َسمَّى‬،
َّ ‫صال ًة ِإال َم َع‬

Sebagaimana sholat, tidak dinamakan sholat kecuali apabila ada thoharoh (bersuci).

Apabila seseorang misalnya, melakukan sholat (rukuk, sujud, berdiri), tetapi dia tidak
melakukan thoharoh, apakah ini dinamakan sholat?
Secara dhohir, orang menyangka bahwasanya dia sholat. Tetapi karena tidak
melakukan thoharoh (bersuci), melakukan sholat tersebut dalam keadaan tidak suci,
maka ini tidak dinamakan dengan sholat.

‫ضَأ‬ َ ‫إ َذا َأحْ َد‬- ‫صاَل َة َأ َح ِد ُك ْم‬


َّ ‫ َح َّتى َي َت َو‬-‫ث‬ َ ُ ‫اَل َي ْق َب ُل هَّللا‬

Allah Subhānahu wa Ta’āla tidak menerima sholat salah seorang diantara kalian
apabila dia berhadats, sampai dia berwudhu.

Berthoharoh adalah termasuk syarat sah-nya sholat. Orang yang sholat tanpa
berthoharoh maka tidak dinamakan melakukan sholat.
Ini adalah perumpamaan yang beliau bawakan untuk kita supaya kita mudah
memahami ucapan beliau.
Demikian pula ibadah. Apabila seseorang tidak bertauhid di dalam ibadah tersebut,
maka ini tidak dinamakan dengan ibadah kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Sebagaimana sholat, apabila tidak berthoharoh (bersuci) maka tidak dinamakan
dengan sholat.
Kemudian beliau mengatakan,
ْ َ‫ك فِي ْال ِع َبادَ ِة َف َسد‬
‫ت‬ ُ ْ‫ َفِإ َذا َد َخ َل ال ِّشر‬،

Maka apabila kesyirikan masuk di dalam sebuah ibadah, maka ibadah tersebut akan
menjadi rusak.

َّ ‫ث ِإ َذا َد َخ َل فِي‬
‫الط َها َ ِرة‬ ِ ‫ َك ْال َح َد‬،

Sebagaimana hadats (kecil maupun besar) apabila masuk di dalam thoharoh (maka
akan merusak thoharoh tersebut).

Orang yang dalam keadaan suci, apabila ada hadats, baik yang kecil maupun besar,
maka kesucian dia menjadi rusak.
Syirik apabila masuk di dalam ibadah seseorang, ibadah tersebut akan menjadi
rusak (gugur).

‫ َك َما َقا َل َت َعالَى‬:


Sebagaimana firman Allah Subhānahu wa Ta’āla,

‫َأ‬ َ ‫ِین َعلَ ٰۤى َأنفُسِ ِهم ِب ۡٱل ُك ۡف ۚ ِر ُأ ۟ولَ ٰۤـ ِٕى‬
ِ ‫ك َح ِب َط ۡت ۡع َم ٰـلُهُمۡ َوفِی ٱل َّن‬
َ ‫ار هُمۡ َخ ٰـلِ ُد‬
(‫ون‬ َ ‫ُوا َم َس ٰـ ِج َد ٱهَّلل ِ َش ٰـ ِهد‬ َ ‫ان ل ِۡلم ُۡش ِرك‬
۟ ‫ِین َأن َی ۡع ُمر‬ َ ‫) َما َك‬
[Surat At-Taubah 17]

“Tidaklah orang-orang musyrikin, mereka memakmurkan masjid-masjid Allah, dalam


keadaan mereka bersaksi bahwasanya mereka adalah orang-orang yang kafir.
Merekalah orang-orang yang gugur dan terhapus amalan-amalan mereka, dan
mereka akan kekal di dalam neraka.”

Orang-orang musyrikin Quraisy, yang ada di zaman Nabi shallallāhu ‘alaihi wa


sallam, mereka mengaku bahwa mereka memakmurkan Masjidil Haram,
memakmurkan Ka’bah, menghormati orang-orang yang datang ke sana,
memberikan minum kepada jamaah haji yang datang ke sana. Ini adalah pengakuan
orang-orang musyrikin.

Allah mengatakan, “Tidaklah orang-orang musyrikin, mereka yang memakmurkan


masjid-masjid Allah, sedangkan mereka bersaksi atas diri mereka sendiri
bahwasanya mereka adalah orang-orang yang kufur.”

Allah mengatakan bahwasanya amalan-amalan yang mereka lakukan adalah


amalan-amalan yang batal (terhapus).

‫َأ‬ َ ‫ُأ ۟ولَ ٰۤـ ِٕى‬


ِ ‫ك َح ِب َط ۡت ۡع َم ٰـلُهُمۡ َوفِی ٱل َّن‬
َ ‫ار هُمۡ َخ ٰـلِ ُد‬
‫ون‬

Mereka adalah orang-orang yang batal amalan-amalannya dan mereka kekal di


dalam neraka.
Kenapa batal, padahal mereka melakukan amalan yang besar? Memberikan
penghormatan kepada orang-orang yang datang untuk beribadah ke sana. Karena
ibadah haji ini sudah ada semenjak zaman dahulu bahkan sebelum datangnya Islam
yang dibawa oleh Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam.
Ibadah haji ini adalah termasuk peninggalan dari Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang
merupakan nenek moyang dari orang-orang Quraisy itu sendiri, meskipun sudah
diubah caranya oleh orang-orang Quraisy.

Jadi mereka mengaku memakmurkan masjid-masjid Allah, akan tetapi mereka


adalah orang-orang yang kufur, sehingga Allah batalkan amalan-amalan mereka.
Menunjukkan bahwasanya kesyirikan, kekufuran, ini bisa membatalkan amalan
sebagaimana hadats bisa membatalkan thoharoh seseorang.

HSI Silsilah Pembahasan Kitab Al Qawa’idul


Arba’ – Halaqah 8 | Syirik yang Bercampur
Ibadah Akan Merusak Ibadah
March 10, 2021Ummu Syifa

Halaqah yang ke delapan “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy


Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.

Beliau mengatakan,

‫ت َأنَّ َأ َه َّم َما‬


َ ‫ َع َر ْف‬.‫ار‬ َ ‫ م َِن ْال َخالِد‬،ُ‫صا ِح ُبه‬
ِ ‫ِين فِي ال َّن‬ َ ‫ َو‬،‫ َوَأحْ َب َط ْال َع َم َل‬،‫ك ِإ َذا َخالَ َط ْال ِع َبا َد ِة َأ ْف َس َد َها‬
َ ‫صاَر‬ َ ْ‫ت َأنَّ ال ِّشر‬
َ ‫َفِإ َذا َع َر ْف‬
َ ُ
‫ْك َمعْ ِر َفة ذل َِك‬ َ
َ ‫َعلي‬

Kalau engkau sudah tahu bahwasanya syirik apabila bercampur dengan ibadah
maka akan merusak ibadah tersebut dan akan membatalkan amalan dan
menjadikan pemiliknya termasuk orang-orang yang kekal di dalam neraka, maka
engkau tahu sekarang bahwasanya perkara yang paling wajib engkau lakukan
adalah mengetahui apa itu syirik.

Kalau kita sudah tau bahaya syirik dan demikian bahayanya sampai membatalkan
amalan. Orang yang melakukan amalan sebesar apapun, apabila dia melakukan
kesyirikan yang besar (Asy Syirkul Akbar), maka ini bisa membatalkan amalan dia
dari awal sampai akhir.

Seandainya seseorang beribadah semenjak dia baligh, sholatnya, puasanya,


bersodaqoh, bersilaturahim, kemudian ketika dia berumur 50 tahun melakukan syirik
besar, maka amalan yang sudah dia kumpulkan sedikit demi sedikit meskipun
sebesar gunung, seluas lautan maka akan dihapuskan oleh Allah Subhānahu wa
Ta’āla menjadi debu yang beterbangan, tidak dianggap oleh Allah Subhānahu wa
Ta’āla.

Sebagaimana firman Allah,


َ ‫لَ ِٕى ۡن َأ ۡش َر ۡك‬
َ ُ‫ت لَ َی ۡح َب َطنَّ َع َمل‬
‫ك‬
[Surat Az-Zumar 65]

“Seandainya engkau berbuat syirik, niscaya akan batal seluruh amalanmu.”

َ ‫َولَ َت ُكو َننَّ م َِن ۡٱل َخ ٰـسِ ِر‬


‫ین‬
[Surat Az-Zumar 65]

“Dan jadilah engkau termasuk orang-orang yang merugi.”

Bagaimana selama puluhan tahun, dengan capek (lelah) yang sangat kemudian
dibatalkan amalan tersebut dengan sebuah syirik besar.
Dan ini adalah sebuah bahaya. Bahaya yang besar bagi seorang muslim di dalam
agamanya.

Kemudian beliau mengatakan,


‫ار‬ َ ‫ م َِن ْال َخالِد‬،ُ‫صا ِح ُبه‬
ِ ‫ِين فِي ال َّن‬ َ ‫صاَر‬
َ ‫و‬.َ

Dan orang yang berbuat syirik bahayanya adalah apabila dia meninggal dunia maka
dia termasuk orang yang kekal di dalam neraka.

Sekejap di dalam neraka adalah musibah. Bagaimana seseorang kekal di dalam


neraka dan tidak keluar dari neraka tersebut.
Syirik ini adalah perkara yang sangat bahaya.
Oleh karena itu beliau mengatakan, “Sekarang engkau tahu bahwasanya perkara
yang paling penting yang hendaklah engkau pelajari adalah tentang mengetahui apa
itu kesyirikan.

‫هلل‬ ُ ْ‫ِي ال ِّشر‬


ِ ‫ك ِبا‬ َ ‫ َوه‬،ِ‫ك مِنْ َه ِذ ِه ال َّش َب َكة‬ َ ِّ‫هللا َأنْ ي َُخل‬
َ ‫ص‬ َ ‫لَ َع َّل‬

Semoga Allah Subhānahu wa Ta’āla melepaskan dirimu dari jaringan ini, yaitu
kesyirikan kepada Allah.

‫و َذل َِك ِب َمعْ ِر َف ِة َأرْ َب ِع َق َواعِ َد َذ َك َر َها هللاُ َت َعالَى فِي ِك َت ِاب ِه‬.َ

Dan untuk mengetahui apa itu kesyirikan, maka caranya adalah dengan mengetahui
empat kaidah yang disebutkan oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla di dalam Al Qur’an.

Kemudian setelah itu beliau menyebutkan empat kaidah yang Insya Allah akan kita
pelajari satu persatu.

HSI Silsilah Pembahasan Kitab Al Qawa’idul


Arba’ – Halaqah 9 | Penjelasan Kaidah
Pertama Kitab Al Qawa’idul Arba’ Bagian 1
March 11, 2021Ummu Syifa

Halaqah yang ke sembilan “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy


Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.

Beliau rahimahullah mengatakan,

‫ال َقاعِ دَ ُة اُألولَى‬:


ْ
ْ
‫ المُدَ ِّب ُر‬،‫ المُحيِ المُميت‬،‫از ُق‬
ُ َ ،‫ون َأنَّ هللاَ ه َُو ْال َخال ُِق‬
ِ ‫الر‬ َ ُّ‫ ُمقِر‬- ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬- ِ ‫ِين َقا َتلَ ُه ْم َرسُو ُل‬
َ ‫هللا‬ َ ‫َأنْ َتعْ لَ َم َأنَّ ْال ُك َّف‬
َ ‫ار الَّذ‬
‫ِيع ا مُور‬ ‫ُأل‬
ِ ‫ل َِجم‬

Kaidah yang pertama adalah engkau mengetahui bahwasanya orang-orang kafir


yang diperangi oleh Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam, mereka menyatakan,
meyakini, mengakui, bahwasanya Allah, Dia-lah Al Khaliq (Yang Maha Pencipta), Ar
Raziq (Yang Maha Memberikan Rezeki), Al Muhyi Al Mumit (Yang Menghidupkan
dan Mematikan), dan bahwasanya Allah Subhānahu wa Ta’āla, Dia-lah yang
mengatur seluruh perkara ini.

Ini adalah kaidah yang pertama, yang ingin beliau sampaikan kepada kita semua.
Hendaknya kita mengetahui sebagai sesama muslim, bahwasanya orang-orang kafir
yang diperangi oleh Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersama para sahabat
(yaitu orang-orang musyrikin di zaman Beliau, diantaranya adalah orang-orang
Quraisy kaum Beliau sendiri) mereka mengakui, meyakini bahwa Allah, Dia-lah yang
menciptakan.

Dan bahwasanya Allah Subhānahu wa Ta’āla, Dia-lah Yang Memberi Rezeki.


Mereka meyakini Yang Menghidupkan dan juga Mematikan adalah Allah Subhānahu
wa Ta’āla. Mereka juga meyakini bahwa yang mengatur seluruh perkara ini,
mengatur alam semesta ini, tidak ada selain Allah Subhānahu wa Ta’āla.

Kemudian beliau mengatakan,


َ ِ‫َولم ي ُْدخِلُ ُه ْم َذل‬
ِ ْ‫ك فِي اِإلس‬
‫الم‬

Akan tetapi keyakinan dan akidah orang-orang musyrikin Quraisy (yang meyakini hal
tersebut di atas), tidak memasukkan mereka ke dalam agama Islam.

Seandainya keyakinan ini memasukkan mereka ke dalam agama Islam, seperti yang
diinginkan oleh Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam, tentunya tidak akan
diperangi oleh Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam dan juga para sahabat.

Dan ini pengetahuan yang tidak banyak diketahui oleh saudara-saudara kita. Mereka
mendengar dari gurunya, juga dari orang tuanya, bahwasanya orang-orang Quraisy,
mereka adalah orang-orang yang menyembah berhala, menyembah ini itu, seakan-
akan mereka tidak mengenal siapa Allah Subhānahu wa Ta’āla.

Oleh karena itu di sini beliau ingin memberikan nasihat (pengetahuan) kepada kita
yang mungkin tidak kita ketahui.
Ketahuilah bahwasanya orang-orang musyrikin, ternyata mereka juga mengakui
bahwasanya Allah yang Menciptakan, Memberikan Rezeki, dan Mengatur Alam
Semesta. Namun yang demikian tidak memasukkan mereka ke dalam agama Islam.
Berarti harus ada sesuatu yang memasukkan mereka ke dalam Islam tersebut
seperti yang diinginkan oleh Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam.

Materi audio ini disampaikan di dalam grup WA Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI)
Abdullah Roy.

HSI Silsilah Pembahasan Kitab Al Qawa’idul


Arba’ – Halaqah 10 | Penjelasan Kaidah
Pertama Kitab Al Qawa’idul Arba’ Bagian 2
March 13, 2021Ummu Syifa

Halaqah yang ke sepuluh “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy


Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.

Beliau mengatakan,
“Dan dalilnya adalah firman Allah Subhānahu wa Ta’āla,”

‫ِّت م َِن ۡٱل َحيِّ َو َمن‬ َ ‫ت َوي ُۡخ ِر ُج ۡٱل َمي‬ ِ ‫ص َر َو َمن ي ُۡخ ِر ُج ۡٱل َحيَّ م َِن ۡٱل َم ِّي‬
َ ٰ ‫ك ٱلس َّۡم َع َوٱَأۡل ۡب‬ ِ ‫قُ ۡل َمن َي ۡر ُزقُ ُكم م َِّن ٱل َّس َمٓا ِء َوٱَأۡل ۡر‬
ُ ِ‫ض َأمَّن َي ۡمل‬
َ ُ‫ُي َد ِّب ُر ٱَأۡل ۡم ۚ َر َف َس َيقُول‬
َ ُ‫ون ٱهَّلل ۚ ُ َفقُ ۡل َأ َفاَل َت َّتق‬
‫ون‬

“Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit


dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan,
dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan
yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka
mereka akan menjawab, “Allah.” Maka katakanlah, “Mengapa kamu tidak bertakwa
(kepada-Nya)?”
[Q.S Yunus: 31]

‫ض‬ ِ ‫قُ ۡل َمن َي ۡر ُزقُ ُكم م َِّن ٱل َّس َمٓا ِء َوٱَأۡل ۡر‬
Katakanlah (Wahai Muhammad) sebagai seorang Rasul. Tanyakan kepada mereka
(kaummu, orang Quraisy), siapakah yang memberikan rezeki kepada mereka dari
langit dan bumi (menurunkan hujan, rezeki dengan perdagangan, rezeki dari tanam-
tanaman).

َ ٰ ‫ك ٱلس َّۡم َع َوٱَأۡل ۡب‬


‫ص َر‬ ُ ِ‫َأمَّن َي ۡمل‬
Siapakah yang telah memberikan kalian pendengaran dan penglihatan, sehingga
kalian bisa mendengar dan melihat.

ِ ‫َو َمن ي ُۡخ ِر ُج ۡٱل َحيَّ م َِن ۡٱل َم ِّي‬


‫ت‬
Dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati,
ِّ‫ِّت م َِن ۡٱل َحي‬
َ ‫َوي ُۡخ ِر ُج ۡٱل َمي‬
dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup (siapakah yang menghidupkan dan
mematikan mereka).

‫َو َمن يُدَ ِّب ُر ٱَأۡل ۡم ۚ َر‬


Dan tanyakanlah kepada mereka, siapakah yang telah mengatur alam semesta
(menggerakkan matahari, membuat siang dan malam).

ُ ۚ ‫ون ٱهَّلل‬
َ ُ‫َف َس َيقُول‬
Niscaya mereka akan mengatakan, Allah.

Ini adalah jawaban dari orang-orang Quraisy.


Allah yang telah memberikan rezeki kepada kami.
Allah yang telah menciptakan kami.
Allah yang telah menghidupkan kami dan menghidupkan orang yang sudah mati,
mengatur alam semesta ini.
Ini adalah jawaban orang-orang Quraisy.

Mereka tidak mengatakan yang menciptakan kami adalah Latta atau ‘Uzza (salah
satu sesembahan mereka).
Atau mengatakan yang memberikan rezeki kepada kami adalah Hubal.

Mereka punya sesembahan yang banyak, akan tetapi tidak ada diantara mereka
yang meyakini bahwasanya yang menciptakan mereka adalah sesembahan-
seembahan tersebut.

Menunjukkan kepada kita kebenaran yang disampaikan oleh pengarang di sini.


Beliau mengatakan, engkau mengetahui bahwasanya orang-orang kafir yang
diperangi oleh Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam, mereka meyakini
bahwasanya Allah yang mencipta, memberikan rezeki, dan mengatur alam semesta.
Apa yang beliau ucapkan memiliki dalil di dalam Al Qur’an dan bahkan hadits-hadits
Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam.

َ ُ‫َفقُ ۡل َأ َفاَل َت َّتق‬


‫ون‬
Maka katakanlah (Wahai Muhammad), apakah kalian tidak bertakwa?

Wahai kaumku, seandainya kalian mengakui ini semua, bahwa Allah yang
menciptakan, memberikan rezeki, mengatur alam semesta, kenapa kalian tidak takut
kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla?
Kenapa kalian masih berbuat syirik kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla?

Menunjukkan bahwa keyakinan mereka ini tidak bisa menjaga mereka dari adzab
Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Karena di sini Allah mengatakan, kenapa kalian tidak menjaga diri kalian dari adzab
Allah.
Ini adalah kaidah pertama yang beliau sampaikan yang sangat bermanfaat. Dengan
kaidah ini kita bisa memahami banyak fakta (perkara).
Karena sebagian kita meyakini bahwasanya orang-orang musyrikin yang ada di
zaman Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam tidak mengenal Allah sama sekali.
Seakan-akan mereka meyakini yang mencipta adalah berhala mereka, patung-
patung, pohon, atau jin yang mereka sembah.
Tidak. Ternyata di dalam masalah penciptaan, pengaturan alam semesta, masalah
rezeki, keyakinan mereka sama dengan keyakinan kita, yaitu Allah Subhānahu wa
Ta’āla yang melakukan ini semua.

Jadi ini, kata beliau,


َ ِ‫لم ي ُْد ِخلُ ُه ْم َذل‬
ِ ْ‫ك فِي اِإلس‬
‫الم‬
Tidak memasukkan mereka ke dalam agama Islam.

Oleh karena itu, ketika kita melihat di zaman kita, ketika melihat orang musyrik,
ternyata dia juga mengenal Allah, maka ini bukan sesuatu yang mengherankan.
Mereka meyakini bahwa Allah yang menciptakan mereka.

Dan ini bisa kita buktikan ketika kita melihat orang-orang di sekitar kita, yang dia
tidak menisbahkan dirinya kepada agama Islam, ternyata ketika ditanya, siapa yang
menciptakannya, maka dia akan menjawab, Allah. Atau terkadang dengan isyarat,
bahwa yang menciptakannya adalah yang Di Atas, atau dengan kalimat yang lain
yang intinya bahwa yang menciptakan dia adalah Allah. Padahal dalam kehidupan
sehari-hari dia banyak mengagungkan selain Allah Subhānahu wa Ta’āla,
bermuamalah dengan jin, menyembah kepada jin, meyakini selain Allah Subhānahu
wa Ta’āla. Tapi ketika ditanya siapa yang mengatur alam semesta, yang memberi
rezeki, ternyata mereka menjawab Allah Subhānahu wa Ta’āla. Dan ini tidak
memasukkan mereka ke dalam agama Islam.

HSI Silsilah Pembahasan Kitab Al Qawa’idul


Arba’ – Halaqah 11 | Penjelasan Kaidah
Pertama Kitab Al Qawa’idul Arba’ Bagian 3
March 15, 2021Ummu Syifa

Halaqah yang ke sebelas “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy


Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.

Apa yang memasukkan seseorang ke dalam agama Islam?


Apa yang membedakan antara orang Islam dengan orang-orang musyrikin tersebut,
apabila dalam masalah penciptaan, pengaturan rezeki, ternyata sama antara kita
dengan mereka?
Lalu apa yang membedakan antara diri kita dengan mereka?
Apa yang diinginkan oleh Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam dari orang-orang
musyrikin tersebut?
Yang Beliau inginkan bukan hanya mereka mengakui bahwasanya Allah yang
mencipta, memberikan rezeki, dan juga mengatur alam semesta. Tetapi yang
diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya dari orang-orang musyrikin tersebut adalah
supaya mereka mengesakan ibadah hanya untuk Allah Subhānahu wa Ta’āla. Inilah
yang diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Allah dan Rasul-Nya menginginkan dari orang-orang musyrikin tersebut, selain


mereka mengakui bahwasanya Allah yang mencipta, mengatur alam semesta, dan
memberikan rezeki, diinginkan dari mereka supaya mereka mengesakan ibadah
hanya untuk Allah.
Sementara orang-orang musyrikin tidak mengesakan Allah di dalam ibadahnya.
Inilah yang membedakan antara kita dengan mereka.

Terkadang mereka melakukan ibadah untuk Allah, seperti ketika haji. Karena ibadah
haji sudah ada sejak zaman Nabi Ibrahim ‘alaihissalam kemudian dilanjutkan Nabi
Ismail, dan seterusnya. Dan orang-orang Quraisy, mereka adalah keturunan Nabi
Ismail Ibnu Ibrahim.

Ibadah haji masih mereka pegang sampai di zaman Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa
sallam. Oleh karena itu setiap tahun mereka senantiasa melakukan ibadah haji, dan
ini dilakukan untuk Allah Subhānahu wa Ta’āla.

Kita membaca di dalam kitab-kitab Sirah tentang perjanjian ‘Aqabah pertama


maupun ke dua, bai’at antara Rasulullah shallallāhu’ alaihi wa sallam dengan kaum
Anshor. Kapan terjadi? Ketika musim-musim haji. Ketika orang-orang Arab, orang-
orang Quraisy, dan orang-orang Arab yang ada di sekitarnya, mereka melakukan
ibadah haji menuju ke Mekkah. Di sanalah pertemuan Rasulullah shallallāhu ‘alaihi
wa sallam dengan orang-orang Anshor.

Terkadang mereka beribadah kepada Allah dan terkadang mereka beribadah


kepada selain Allah.
Sehingga ketika terjadi musibah diantara mereka misalnya, ada sebagian yang
datang kepada jin. Atau ada diantara mereka ketika ingin berperang dan ingin
menang, mereka menaruh senjata-senjata mereka digantungkan di sebuah pohon
tertentu, dengan keyakinan bahwasanya itu akan membawakan barokah.

Terkadang mereka beribadah kepada Allah semata dan terkadang mereka serahkan
sebagian ibadah mereka kepada selain Allah.
Inilah yang membedakan antara diri kita, orang Islam dengan orang-orang musyrikin
tersebut.

Kalau meyakini bahwa Allah yang mencipta satu-satunya, memberikan rezeki satu-
satunya, mengatur alam semesta satu-satunya, seharusnya keyakinan ini
menjadikan mereka hanya menyembah kepada Allah.
Bagaimana kita menyembah sesuatu yang tidak mencipta?
Bagaimana seseorang menyembah sesuatu yang tidak memberikan rezeki, baik dari
langit maupun dari bumi sedikitpun?
Bagaimana seseorang menyembah sesuatu yang tidak mengatur alam semesta?
Bahkan mereka diciptakan, diberikan rezeki, diatur oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Kenapa mereka tidak menyembah saja dzat yang telah menciptakan benda-benda
(makhluk-makhluk) tersebut?

Oleh karena itu Allah mengatakan,


َ ُ‫َفقُ ۡل َأ َفاَل َت َّتق‬
‫ون‬

“Lalu katakan kepada mereka, kenapa mereka tidak takut dan takwa kepada Allah
Subhānahu wa Ta’āla?”

Inilah yang diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya.


Dan ini ditolak dan diingkari oleh orang-orang Quraisy. Ketika mereka didakwahi ‫ال إله‬
‫“ إال هللا‬Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah”, mereka
semuanya memahami bahwasanya makna kalimat ini, berarti saya harus
meninggalkan sesembahan selain Allah yang selama ini aku sembah dan hanya
menyembah kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Orang-orang Quraisy, orang-orang kafir Quraisy, orang-orang musyrikin, mereka
semuanya memahami kalimat ini, karena mereka adalah orang-orang Arab dan
sangat mengenal makna kalimat‫ال إله إال هللا‬.
Ada diantara mereka yang menerima dan langsung masuk Islam, dan ada diantara
mereka yang menolak dan tidak mau mengucapkan ‫ال إله إال هللا‬. Bahkan mereka
sombong.

ِ ۭ ‫ار ُك ۤو ۟ا َءالِ َه ِت َنا لِ َشاعِ ࣲر م َّۡج ُن‬


(‫ون‬ َ ‫)ِإ َّنهُمۡ َكا ُن ۤو ۟ا ِإ َذا قِی َل لَهُمۡ اَل ۤ ِإلَ ٰـ َه ِإاَّل ٱهَّلل ُ َی ۡس َت ۡك ِبر‬
‫ُون ۝ َو َیقُولُ َ َأ‬
ِ ‫ون ِٕى َّنا لَ َت‬
[Surat As-Saaffat 35 – 36]

“Sesungguhnya mereka, apabila dikatakan kepada mereka (diajak untuk


mengucapkan) ُ ‫ اَل ۤ ِإلَ ٰـ َه ِإاَّل ٱهَّلل‬mereka sombong (menolak kebenaran).”

Tidak mau mengucapkan ُ ‫ اَل ۤ ِإلَ ٰـ َه ِإاَّل ٱهَّلل‬karena mereka tahu tentang tuntutan dari kalimat
ini.
Kalau saya mengucapkan kalimat ini berarti saya harus masuk Islam. Sesembahan
yang begitu banyak, aku tinggalkan dan hanya menyembah Allah yang satu.
Tidak boleh lagi aku berdo’a kepada selain Allah.
Tidak boleh lagi aku beristi’anah, beristighotsah kepada selain Allah.
Oleh karena itu mereka sombong dan tidak mau mengucapkan kalimat ini.

Dan mereka mengatakan,


“Apakah kami harus meninggalkan sesembahan-seembahan kami hanya karena
seorang tukang syair yang gila.”

Selain menolak, mereka juga menghina Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam.


Mereka mengatakan bahwasanya Rasulullah adalah tukang syair, padahal Beliau
adalah orang yang tidak mengetahui tentang syair.
Dan mereka mengatakan bahwa Beliau adalah orang yang gila.
Semua ini menunjukkan kesombongan mereka.
Selain menolak dakwah Beliau, mereka juga berusaha untuk merendahkan Beliau
supaya manusia tidak mengikuti dakwah Beliau.
Di dalam ayat yang lain mereka mengatakan,
ٌ‫اَ َج َع َل ااْل ٰ لِ َه َة ا ِٰلهًا َّواح ًِدا ۖاِنَّ ٰه َذا َل َشيْ ٌء ع َُجاب‬
[Surat Sad 5]

“Apakah dia menjadikan tuhan-tuhan yang banyak ini hanya menjadi tuhan yang
satu? Sesungguhnya ini adalah sesuatu yang sangat mengherankan.”

Ini adalah kesombongan orang-orang Quraisy, orang-orang musyrikin Quraisy.


Mereka tidak mau mengucapkan ُ ‫ اَل ۤ ِإلَ ٰـ َه ِإاَّل ٱهَّلل‬karena inilah yang akan memasukkan
mereka ke dalam agama Islam.

Inti dari kaidah yang sudah kita sampaikan ini, bahwasanya orang-orang musyrikin
yang diperangi oleh Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam sama dengan kita,
mengakui bahwasanya Allah yang telah menciptakan mereka, memberikan rezeki
kepada mereka, dan mengatur alam semesta ini. Dan sesungguhnya ini tidak
memasukkan mereka ke dalam agama Islam.

Kemudian yang ke dua, apa sebenarnya yang memasukkan seseorang ke dalam


agama Islam?
Yaitu apabila seseorang hanya mengesakan Allah di dalam beribadah. Hanya
menyerahkan ibadah kepada Allah.
Adapun seseorang jika hanya meyakini Allah hanya mencipta, memberikan rezeki,
mengatur alam semesta, maka ini belum membedakan antara dia dengan orang
musyrikin.

Kemudian yang ke tiga, hendaknya seseorang di dalam berdakwah kepada


manusia, tidak cukup hanya mengenalkan kepada mereka bahwa Allah yang
mencipta, memberi rezeki, dan mengatur alam semesta. Karena ini tidak
membedakan antara kita dengan yang lain.
Karena sebagian ketika berdakwah dan mengajak orang kepada Islam, hanya
mengingatkan tentang perkara-perkara ini.
Padahal di sana ada sesuatu yang lebih penting dari itu. Atau yang setelahnya yang
harus dia sampaikan, bukan hanya menyampaikan tentang Rububiyyah (keyakinan
bahwa Allah yang mencipta, memberikan rezeki, dan mengatur alam semesta).
Tapi juga harus disampaikan, bahwasanya keyakinan ini menuntut kita untuk hanya
mengesakan Allah Subhānahu wa Ta’āla di dalam ibadah.
Insya Allah kaidah ini akan diperjelas pada kaidah-kaidah selanjutnya.

HSI Silsilah Pembahasan Kitab Al Qawa’idul


Arba’ – Halaqah 12 | Penjelasan Kaidah Ke
Dua Kitab Al Qawa’idul Arba’ Bagian 1
March 16, 2021Ummu Syifa

Halaqah yang ke dua belas “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.
Beliau berkata,
َّ ُ‫ال َقاعِ دَ ة‬:
‫الثا ِن َي ُة‬ ْ
‫اع ِة‬َ ‫ب ْالقُرْ َب ِة َوال َّش َف‬
ِ َ‫َع ْو َنا ُه ْم َو َت َوجَّ ْه َنا ِإلَي ِْه ْم ِإالّ ل َِطل‬ َ ُ‫َأ َّنهُم َيقُول‬،
َ ‫ َما د‬:‫ون‬

Mereka, yaitu orang-orang


musyrikin, orang-orang musyrik di zaman Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam,
berkata, “Kami tidaklah menyembah sesembahan-sesembahan kami (seperti Latta,
‘Uzza, Manaah, Hubal, dan juga sesembahan-sesembahan yang lain), tidaklah kami
berdo’a kepada mereka (sesembahan-sesembahan tersebut) dan kami
menghadapkan peribadatan kami kepada mereka, kecuali dengan tujuan untuk
mencari Al Qurbah dan Asy Syafa’ah.

1. Al Qurbah
Mereka ingin kedekatan kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Bagaimana supaya mereka dekat dengan Allah?

Orang-orang musyrikin, mereka juga mengenal Allah Subhānahu wa Ta’āla (di


dalam kaidah pertama).
Mereka juga meyakini Allah Subhānahu wa Ta’āla, akan tetapi sebatas Allah yang
mencipta, memberikan rezeki, dan mengatur alam semesta.
Dan di sini, beliau mengatakan bahwasanya orang-orang musyrikin, diantara ucapan
mereka “Tidaklah kami berdo’a kepada patung-patung (sesembahan-sesembahan)
tersebut kecuali untuk mencari kedekatan.
Mereka merasa dirinya adalah orang yang jauh dari Allah karena terlalu banyak
kemaksiatan (dosa) yang dilakukan.
Oleh karena itu mereka ingin kedekatan kepada Allah, dengan cara memberikan
sebagian ibadah kepada sesembahan-sesembahan tersebut, yang mereka adalah
orang-orang yang shalih, supaya sesembahan-sesembahan tersebut mendekatkan
diri mereka kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla.

2. Asy Syafa’ah
Mereka ingin mendapatkan syafa’at dari sesembahan-sesembahan tersebut,
syafa’at di sisi Allah Subhānahu wa Ta’āla.

Dan ucapan beliau rahimahullah di sini adalah ucapan yang berdasarkan dalil. Dan
setelah ini beliau akan menyebutkan dalilnya.

SI Silsilah Pembahasan Kitab Al Qawa’idul


Arba’ – Halaqah 13 | Penjelasan Kaidah Ke
Dua Kitab Al Qawa’idul Arba’ Bagian 2
March 17, 2021Ummu Syifa

Halaqah yang ke tiga belas “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.
Beliau mengatakan,
‫َفدَ لِي ُل ْالقُرْ َبةِ؛‬

Dalil yang menunjukkan bahwasanya orang-orang musyrikin, mereka menyembah


kepada sesembahan-sesembahan tersebut tujuannya adalah supaya mendekatkan
diri mereka kepada Allah, ‫َق ْولُ ُه َت َعالَى‬
adalah firman Allah Subhānahu wa Ta’āla
َ ُ‫ِين ا َّت َخ ُذوا مِن ُدو ِن ِه َأ ْولِ َياء َما َنعْ ُب ُد ُه ْم ِإالَّ لِ ُي َقرِّ بُو َنا ِإلَى هَّللا ِ ُز ْل َفى ِإنَّ هَّللا َ َيحْ ُك ُم َب ْي َن ُه ْم فِي َما ُه ْم فِي ِه َي ْخ َتلِف‬
‫ون ِإنَّ هَّللا َ الَ َي ْهدِي‬ َ ‫َوالَّذ‬
‫َمنْ ه َُو َكا ِذبٌ َك َّفا ٌر‬
[Q.S Az Zumar: 3]

Dan sesungguhnya orang-orang yang telah menjadikan selain Allah sebagai


sesembahan-sesembahan (orang-orang kafir Quraisy, orang-orang musyrikin
Quraisy), mereka mengatakan,

‫َما َنعْ ُب ُد ُه ْم ِإالَّ لِ ُي َقرِّ بُو َنا ِإلَى هَّللا ِ ُز ْل َفى‬

‘Tidaklah kami menyembah mereka (sesembahan-sesembahan tersebut) kecuali


supaya mereka mendekatkan diri kami kepada Allah dengan sebenar-benar
pendekatan.’

Ini yang mengabarkan kepada kita adalah Allah Subhānahu wa Ta’āla. Allah
mengabarkan kepada kita tentang sebagian ucapan orang-orang musyrikin Quraisy.
Apa ucapan mereka?
Tidaklah kami menyembah mereka, memberikan sebagian ibadah kepada
sesembahan-sesembahan tersebut, kecuali tujuannya baik.
Apa tujuan mereka?
Supaya orang-orang (makhluk-makhluk) tersebut mendekatkan diri kami kepada
Allah.
Ucapan mereka ِ ‫ ِإلَى هَّللا‬menunjukkan bahwasanya mereka mengenal Allah
Subhānahu wa Ta’āla.
Dan ini jelas menunjukkan kepada kita tentang tujuan orang-orang musyrikin
tersebut beribadah kepada berhala-berhala tersebut yaitu untuk mendekatkan diri
mereka kepada Allah.

Kemudian Allah mengatakan,


َ ُ‫ِإنَّ هَّللا َ َيحْ ُك ُم َب ْي َن ُه ْم فِي َما ُه ْم فِي ِه َي ْخ َتلِف‬
‫ون‬

Sesungguhnya Allah akan menghukumi mereka, mengadili diantara mereka, di


dalam apa yang mereka perselisihkan.

Pada hari kiamat, apakah benar ucapan orang-orang musyrikin tersebut.


Apakah ucapan mereka,
‫َما َنعْ ُب ُد ُه ْم ِإالَّ لِ ُي َقرِّ بُو َنا ِإلَى هَّللا ِ ُز ْل َفى‬

Apakah ini ucapan yang haq atau hanya sekedar persangkaan dari mereka.
Maka nanti di hari kiamat, Allah Subhānahu wa Ta’āla akan menghukumi dan
mengadili diantara mereka, siapa diantar mereka yang benar. Apakah orang-orang
musyrikin tersebut ataukah Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam.

‫ِإنَّ هَّللا َ الَ َي ْهدِي َمنْ ه َُو َكا ِذبٌ َك َّفا ٌر‬

Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada setiap orang yang
berdusta dan dia sangat kufur.

Ini menunjukkan bahwasanya apa yang dikatakan oleh orang-orang musyrikin


tersebut:
1. Kedustaan
Karena Allah mengatakan, sesungguhnya Allah tidak akan memberikan petunjuk
kepada orang yang dusta.
2. Kaffaar (yang sangat kufur)
Kaffaar adalah sighoh mubaalaghoh dari kafir.
Kaafir artinya orang yang kafir. Sedangkan kaffaar artinya orang yang sangat kafir.
Menunjukkan bahwasanya apa yang dilakukan oleh orang-orang musyrikin tersebut
adalah perbuatan yang sangat kufur kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla.

Jadi ayat ini adalah dalil yang jelas, bahwasanya tujuan orang-orang musyrikin di
dalam menyembah sesembahan-sesembahan mereka adalah diantaranya untuk
mencari kedekatan kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Bukan meyakini bahwasanya sesembahan-sesembahan tersebut yang memberikan
rezeki kepada mereka, atau menciptakan mereka, atau mengatur alam semesta.
Tidak. Dan sudah disebutkan dalil, mereka apabila ditanya siapa yang memberikan
rezeki kepada mereka, mereka mengatakan “Allah”.

HSI Silsilah Pembahasan Kitab Al Qawa’idul


Arba’ – Halaqah 14 | Penjelasan Kaidah Ke
Dua Kitab Al Qawa’idul Arba’ Bagian 3
March 19, 2021Ummu Syifa

Halaqah yang ke empat belas “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.

Kemudian beliau mengatakan,


َ ‫ودَ لِي ُل ال َّش َف‬،
‫اع ِة‬ َ
Dan dalil tentang syafa’at (dalil bahwasanya mereka menyembah sesembahan-
sesembahan tersebut tujuannya adalah untuk mencari syafa’at),

‫َق ْولُ ُه َت َعا َل‬


adalah firman Allah Subhānahu wa Ta’āla,
‫ت َواَل‬ َ ‫ش َف ٰ َٓعُؤ َنا عِ ن َد ٱهَّلل ِ ۚ قُ ْل َأ ُت َن ِّبـ‬
ِ ‫ُٔون ٱهَّلل َ ِب َما اَل َيعْ لَ ُم فِى ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬ ُ ‫ون ٰ َٓهُؤ ٓاَل ِء‬
َ ُ‫ون ٱهَّلل ِ َما اَل َيضُرُّ ُه ْم َواَل َين َف ُع ُه ْم َو َيقُول‬
ِ ‫ون مِن ُد‬
َ ‫َو َيعْ ُب ُد‬
ُ ْ َ ٰ
َ ‫ض ۚ ُسب َْح َنهُۥ َو َت َعل ٰى َعمَّا ُيش ِرك‬
‫ون‬ ٰ ‫َأْل‬
ِ ْ‫فِى ٱ ر‬
[Surat Yunus 18]

ِ ‫ون ٱهَّلل‬
ِ ‫ون مِن ُد‬
َ ‫َو َيعْ ُب ُد‬
Dan mereka (orang-orang Quraisy) menyembah kepada selain Allah

‫َما اَل َيضُرُّ ُه ْم َواَل َين َف ُع ُه ْم‬


sesuatu yang tidak memberikan mudhorot kepada mereka dan juga tidak
memberikan manfaat.

Seharusnya seseorang apabila ingin menyembah, menyembah sesuatu yang


memberikan manfaat dan memberikan mudhorot, yaitu Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Di tangan-Nya lah manfaat dan juga mudhorot.
Namun orang-orang musyrikin menyembah kepada selain Allah, sesuatu yang sama
sekali tidak memberikan manfaat dan juga tidak bisa memberikan mudhorot.

ِ ‫ون ٰ َٓهُؤ ٓاَل ِء ُش َف ٰ َٓعُؤ َنا عِ ندَ ٱهَّلل‬


َ ُ‫َو َيقُول‬
Ketika mereka ditanya kenapa mereka menyembah kepada sesembahan-
sesembahan tersebut, mereka mengatakan, ‘Mereka ini adalah orang-orang yang
akan memberikan syafa’at kepada kami di sisi Allah Subhānahu wa Ta’āla.’

Ini adalah tujuan ke dua, mereka menyembah kepada sesembahan-sesembahan


tersebut. Supaya sesembahan-sesembahan tersebut memberikan syafa’at kepada
mereka di sisi Allah.
Menunjukkan sekali lagi bahwasanya mereka mengenal Allah. Dan bahwa tujuan
mereka adalah tujuan yang baik. Akan tetapi apakah cara yang dilakukan oleh
mereka adalah cara yang diridhoi oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla?

Dengarkanlah firman Allah Subhānahu wa Ta’āla setelahnya,

‫ض‬ِ ْ‫ت َواَل فِى ٱَأْلر‬ َ ‫قُ ْل َأ ُت َن ِّبـ‬


ِ ‫ُٔون ٱهَّلل َ ِب َما اَل َيعْ لَ ُم فِى ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬
Katakanlah (Wahai Muhammad) kepada mereka, apakah kalian wahai orang-orang
musyrikin, mengabarkan kepada Allah sesuatu yang tidak Allah ketahui di langit
maupun di bumi?

Artinya apa yang dikatakan oleh orang-orang musyrikin adalah sesuatu yang tidak
berdasar. Seakan-akan mereka mengabarkan kepada Allah, sesuatu yang tidak
Allah ketahui di langit maupun di bumi.
Allah Subhānahu wa Ta’āla tidak pernah mengabarkan yang demikian. Dari mana
mereka tahu bahwasanya orang-orang shalih yang sudah meninggal tersebut yang
mereka sembah memberikan syafa’at di sisi Allah Subhānahu wa Ta’āla untuk
mereka.

Kemudian Allah mengatakan,


َ ‫ُسب ٰ َْح َنهُۥ َو َت ٰ َعلَ ٰى َعمَّا ُي ْش ِر ُك‬
‫ون‬
Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka sekutukan.

َ ‫ َعمَّا ُي ْش ِر ُك‬dari apa yang mereka sekutukan. Menunjukkan


Di sini Allah mengatakan, ‫ون‬
bahwasanya apa yang mereka lakukan adalah termasuk jenis kesyirikan.

Perbuatan mereka menyembah kepada selain Allah, menyerahkan ibadah kepada


selain Allah dengan tujuan supaya selain Allah tersebut memberikan syafa’at di sisi
Allah Subhānahu wa Ta’āla untuk mereka, maka ini adalah termasuk bagian dari
kesyirikan.

HSI Silsilah Pembahasan Kitab Al Qawa’idul


Arba’ – Halaqah 15 | Penjelasan Kaidah Ke
Dua Kitab Al Qawa’idul Arba’ Bagian 4
March 20, 2021Ummu Syifa

Halaqah yang ke lima belas “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.

Muallif atau pengarang ingin menunjukkan kepada kita tentang ucapan beliau di
awal bahwasanya tujuan orang-orang musyrikin menyembah berhala-berhala
mereka adalah untuk meminta kedekatan kepada Allah dan juga meminta syafa’at.

Dan ini bukan berarti bahwasanya muallif atau pengarang mengingkari apa yang
dinamakan dengan syafa’at. Syafa’at di hari kiamat adalah haq. Dan kewajiban bagi
seorang mukmin maupun mukminah, yang laki-laki maupun wanita untuk beriman
dengan adanya syafa’at, berdasarkan dalil-dalil di dalam Al Qur’an maupun di dalam
As Sunnah. Wajib bagi seorang muslim untuk beriman dengan adanya syafa’at di
hari kiamat.

Dan syafa’at di hari kiamat bermacam-macam. Ada diantara syafa’at tersebut yang
merupakan kekhususan Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam, diantaranya adalah
syafa’atul ‘udzma, syafa’at yang paling besar yang terjadi di padang Mahsyar. Dan
diantara syafa’at yang khusus bagi Rasulullah shallallāhu’ alaihi wa sallam adalah
syafa’at untuk masuk ke dalam surga (dibukanya pintu surga). Demikian pula
syafa’at Beliau untuk paman Beliau yaitu Abu Thalib.

Dan di sana ada syafa’at yang umum, dimiliki oleh Beliau shallallāhu ‘alaihi wa
sallam, demikian pula dilakukan oleh yang lain, seperti para malaikat, para nabi,
orang-orang yang beriman, seperti syafa’at bagi orang-orang yang berdosa diantara
orang-orang yang beriman, yang mereka diadzab oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla di
dalam neraka.
Dan di sana ada syafa’at mengangkat derajat di dalam surga. Dan ini semua
berdasarkan dalil-dalil yang shahih.
Bukan berarti apa yang beliau ucapkan di sini, bahwasanya beliau mengingkari
syafa’at-syafa’at tersebut, tidak. Beliau menjelaskan setelahnya, bahwasanya
syafa’at yang ada di dalam Al Qur’an maupun Hadits, ini ada dua macam.

Beliau mengatakan,
َ ‫اع ُة َش َف‬
ِ ‫اع َت‬
‫ان‬ َ ‫َوال َّش َف‬
Syafa’at itu ada dua macam.

‫اع ٌة م ُْث َب َت ٌة‬


َ ‫ َو َش َف‬،‫اع ٌة َم ْنفِي ٌَّة‬
َ ‫َش َف‬
Syafa’atun Manfiyyah dan Syafa’atun Mutsbatah.

1. Syafa’atun Manfiyyah
adalah syafa’at yang diingkari oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla.
2. Syafa’atun Mutsbatah
adalah syafa’at yang ditetapkan oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla.

Di sana ada syafa’at yang diingkari oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla berdasarkan
dalil-dalil di dalam Al Qur’an dan di sana ada syafa’at yang ditetapkan oleh Allah
Subhānahu wa Ta’āla.

Kemudian beliau mengatakan,

ِ ‫ت ُت ْطلَبُ مِنْ َغي ِْر‬


ُ‫هللا فِي َما ال َي ْق ِد ُر َعلَ ْي ِه ِإال هللا‬ ْ ‫ َما َكا َن‬:‫اع ُة ْال َم ْنفِي َُّة‬
َ ‫َفال َّش َف‬

Apa yang dimaksud dengan syafa’at yang diingkari oleh Allah Subhānahu wa
Ta’āla?
Yang dimaksud dengan syafa’at yang diingkari oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla
adalah syafa’at yang diminta dari selain Allah.
ُ‫فِي َما ال َي ْق ِد ُر َعلَ ْي ِه ِإال هللا‬
Di dalam perkara yang tidak mungkin melakukannya kecuali Allah.

Apabila syafa’at ini diminta dari selain Allah, maka inilah yang diingkari oleh Allah
Subhānahu wa Ta’āla di hari kiamat. Tidak akan bermanfaat yang seperti ini.
Contohnya seperti yang dilakukan oleh orang-orang musyrikin Quraisy. Karena
mereka meminta syafa’at bukan dari Allah, tetapi meminta syafa’at dari
sesembahan-sesembahan selain Allah. Oleh karena itu mereka tadi mengatakan
ِ ‫ ٰ َٓهُؤ ٓاَل ِء ُش َف ٰ َٓعُؤ َنا عِ ندَ ٱهَّلل‬mereka mengharap, takut, berdo’a kepada sesembahan-
sesembahan tersebut, tujuannya supaya mereka memberikan syafa’at bagi mereka
di sisi Allah Subhānahu wa Ta’āla pada hari kiamat. Apabila syafa’at diminta dari
selain Allah, maka inilah yang diingkari oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla.

HSI QAWA’ID 16
■ SILSILAH Al-Qowāidul Arba
■ Halaqah 16 | Qoidah Yang Kedua V
═════════ ❁❁ ═════════
Halaqah yang ke-16 Penjelasan Al-Qowāidul Arba’.
Kemudian beliau mengatakan:
‫والدليل قوله تعالى‬:
َ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا َأ ْنفِقُوا ِم َّما َر َز ْقنَا ُك ْم ِم ْن قَب ِْل َأ ْن يَْأتِ َي يَوْ ٌم اَل بَ ْي ٌع فِي ِه َواَل ُخلَّةٌ َواَل َشفَا َعةٌ ۗ َو ْال َكافِرُونَ هُ ُم الظَّالِ ُمون‬
Dan dalilnya adalah firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla, dalil apa?
● Dalil bahwasanya dihari Kiamat ada syafa’at yang tidak bermanfaat, ada syafa’at yang
diingkari, Allāh berfirman yang artinya
” Wahai orang-orang yang beriman (wahai orang-orang yang beriman yang mengaku beriman
kepada Allāh, kepada Rasul-Nya, kepada Hari Akhir, kepada Malaikat, kepada takdir) wahai
orang-orang yang beriman infaq kanlah dari apa yang telah kami rezeki kan kepada kalian, infaq
kanlah – bershodaqohlah dari sebagian apa yang telah Kami rezeki kan kepada kalian, perintah
dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla bagi orang-orang yang beriman untuk berinfaq, bukan dengan
seluruh hartanya tetapi dari sebagian apa yg Allāh berikan kepada mereka,
‫ِم ْن قَب ِْل َأ ْن يَْأتِ َي يَوْ ٌم اَل بَ ْي ٌع فِي ِه َواَل ُخلَّةٌ َواَل َشفَاعَة‬
Sebelum datang suatu hari (kata Allāh Subhānahu wa Ta’āla) dimana hari tersebut tidak ada
perdagangan disana (tidak ada jual beli) demikian pula tidak ada ke kasih dan juga tidak ada
syafa’at.
Kita diperintahkan untuk berinfaq, bershodaqoh dari apa yang Allāh berikan kepada kita sebelum
datang suatu hari dimana disana tidak ada jual beli tidak ada menjual barang / tidak ada membeli
barang, [ ٌ‫ ] َواَل ُخلَّة‬dan juga tidak ada kekasih tidak bermanfaat adanya kasih sayang disana,
seorang bapak mengurus dirinya sendiri, seorang anak, mengurus dirinya sendiri, seorang teman
tidak menanyakan temannya yang lain, masing-masing memperhatikan dirinya. [ ”ٌ‫ ] َواَل َشفَا َعة‬dan
juga tidak ada syafa’at (kata Allāh Subhānahu wa Ta’āla), Allāh mengatakan ”ٌ‫ َواَل َشفَا َعة‬tidak ada
syafa’at dihari kiamat, disini Allāh mengingkari adanya Syafa’at dihari kiamat, apa yang
diingkari?
● Syafa’at yang diminta dari selain Allāh.
Tadi kita sebutkan, bahwasanya syafa’at dihari kiamat ada, tetapi disini Allāh mengatakan – ‫وال‬
ٌ‫ – َشفَا َعة‬apa yang dimaksud ?

⇒ Yang dimaksud adalah syafa’at yang diminta dari selain Allāh, contohnya seperti yang
dilakukan oleh orang-orang musyrikin.
Ini yang diingkari oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
َ‫َو ْال َكافِرُونَ هُ ُم الظَّالِ ُمون‬
” Dan Orang-orang yang kafir, merekalah orang-orang yang Dzolim ”
[Surat Al-Baqarah 254]
Ini Adalah termasuk ayat yang menunjukkan bahwasanya di Hari kiamat ada syafa’at yang
diingkari dan tidak bermanfaat
Wabillahi taufiq wal hidayah
Wassalaamu’alaykum warahmatullaah wabarakaatuh
Abdullāh Roy
Di kota Al-Madīnah
═════════ ❁❁ ═════════
HSI QAWA’ID 17
■ SILSILAH Al-Qowāidul Arba
■ Halaqah 17 | Qoidah Yang Kedua VI | Qoidah Yang Kedua VI
═════════ ❁❁ ═════════
Halaqah yang ke-17 Penjelasan Al-Qowāidul Arba’.
Dan Ayat yang lain, contohnya adalah firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla :
َ‫فَ َما تَنفَ ُعهُ ْم َشفَا َعةُ” ال َّشافِ ِعين‬
“Maka tidak akan bermanfaat pada hari itu syafa’at orang-orang yang memberikan syafa’at ” [al
Muddatsir : 48].
Siapa mereka?
⇒Mereka adalah orang-orang yang didunia nya meminta syafa’at kepada selain Allāh.
Maka syafa’at di Hari kiamat saat itu bagi mereka adalah syafa’at yang diingkari. Tidak ada
syafa’at bagi mereka.
Di dalam ayat yang lain Allāh Subhānahu wa Ta’āla menerangkan tentang bagaimana keadaan
orang-orang yang dahulu di dunia mencari syafa’at dari selain Allāh dan bagaimana akhir nasib
mereka di hari kiamat.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman :
‫ُور ُك ْم ۖ َو َما نَ َر ٰى َم َع ُك ْم ُشفَ َعا َء ُك ُم الَّ ِذينَ َز َع ْمتُ ْم َأنَّهُ ْم فِي ُك ْم‬
ِ ‫َولَقَ ْد ِجْئتُ ُمونَا فُ َراد َٰى َك َما َخلَ ْقنَا ُك ْم َأ َّو َل َم َّر ٍة َوتَ َر ْكتُ ْم َما َخو َّْلنَا ُك ْم َو َرا َء ظُه‬
َ‫ض َّل َع ْن ُك ْم َما ُك ْنتُ ْم ت َْز ُع ُمون‬ َّ
َ ‫ُش َر َكا ُ”ء ۚ لَقَ ْد تَقَط َع بَ ْينَ ُك ْم َو‬
[Surat Al-An’am 94]
‫َولَقَ ْد ِجْئتُ ُمونَا فُ َراد َٰى‬
“dan sungguh kalian (sekarang) telah datang kepada Kami dalam keadaan sendiri²”
✓ Yaitu pada hari kiamat
‫َك َما َخلَ ْقنَا ُك ْم َأ َّو َل َم َّر ٍة‬
“sebagaimana Kami telah menciptakan kalian pada saat pertama kali ”
✓Ketika mereka pertama lahir, datang dalam keadaan sendiri

ِ ‫َوتَ َر ْكتُ ْم َما َخو َّْلنَا ُك ْم َو َرا َء ظُه‬


‫ُور ُكم‬
” dan kalian telah meninggalkan dunia yang dahulu Kami berikan kepada kalian dibelakang
kalian, kalian tinggalkan harta kalian kemudian kalian datang pada hari ini dalam keadaan sendiri
sendiri ”
‫َو َما نَ َر ٰى َم َع ُك ْم ُشفَ َعا َء ُك ُم‬
” dan Kami tidak melihat bersama kalian orang-orang / makhluk ² yang akan memberikan
syafa’at bagi kalian ”
‫الَّ ِذينَ َز َع ْمتُ ْم َأنَّهُ ْم فِي ُك ْم ُش َر َكا ُء‬
” Syufaa² yang kalian menyangka bahwasanya mereka adalah ‫( ُش َر َكا ُ”ء‬sekutu²) bagi kalian ”
Allāh mengatakan :
‫َو َما نَ َر ٰى َم َع ُكم‬
” Kami tidak melihat mereka (bersama kalian) ”
Mana makhluk² sesembahan² yang dahulu kalian anggap mereka adalah orang-orang yang akan
memberikan syafa’at bagi kalian di sisi Kami (yaitu disisi Allāh Subhānahu wa Ta’āla).
‫لَقَ ْد تَقَطَّ َع بَ ْينَ ُك ْم‬
” dan sungguh telah terputus diantara kalian ”
✓ Sekarang tidak ada hubungan antara kalian dengan mereka. Kalian adalah makhluk mereka
adalah makhluk dan masing-masing dari kalian akan mempertanggung jawabkan amalan nya
disisi Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Terputus antara diri kalian dengan orang-orang tersebut.
َ‫ض َّل َع ْن ُك ْم َما ُك ْنتُ ْم ت َْز ُع ُمون‬
َ ‫َو‬
“dan telah tersesat /telah hilang dari kalian apa yang dahulunya kalian sangka”
Ini Adalah nasib di hari kiamat bagi orang-orang yang didunianya mencari syafa’at bukan dari
Allāh Subhānahu wa Ta’āla akan tetapi dari selain Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
⇒Inilah yang diingkari oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla, jadi beliau rahimahullah menerangkan
tentang Qoidah² ini bukan berarti beliau mengingkari syafa’at secara keseluruhan dihari kiamat.
Beliau ingin menerangkan disana ada syafa’at yang diingkari oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla
dan disana ada syafa’at yang ditetapkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Ini Adalah ilmu yang sangat penting yang hendaknya diketahui oleh seorang muslim, karena apa
yang dilakukan oleh orang-orang musyrikin ternyata itu bukan hilang begitu saja dan masih
diperaktekan oleh sebagian manusia setelah mereka, sebagian meminta syafa’at kepada selain
Allāh Subhānahu wa Ta’āla, meminta kedekatan kepada Allāh dengan cara menyembah kepada
selain Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Meskipun namanya berbeda dengan yang disembah oleh
orang-orang musyrikin, mereka meminta syafa’at kepada orang yang shaleh yang sudah
meninggal dunia berharap kepada mereka, berdoa kepada mereka dan ketika ditanya mengatakan
bahwasanya mereka adalah orang-orang yang akan memberikan syafa’at kepada kami disisi Allāh
Subhānahu wa Ta’āla. Dan ini adalah sesuatu yang perlu diluruskan & apa yang dilakukan ini
sama persis dengan apa yang dilakukan dengan orang-orang musyrikin quraisy di zaman
Rasulullãh ‫ﷺ‬.
Wabillahi taufiq wal hidayah
Wassalaamu’alaykum warahmatullaah wabarakaatuh
Abdullāh Roy
Di kota Al-Madīnah
═════════ ❁❁ ═════════

HSI QAWA’ID 18
■ SILSILAH Al-Qowāidul Arba
■ Halaqah 18 | Qoidah Yang Kedua VII
═════════ ❁❁ ═════════
Halaqah yang ke-18 Penjelasan Al-Qowāidul Arba’.
Perlu diketahui bahwasanya Latta, salah satu sesembahan orang-orang quraisy ini dahulunya
adalah orang yang shaleh dan diantara amalannya dahulu sering apabila datang musim haji
memberi makan kepada para jamaah haji, setelah ia meninggal dunia karena dia adalah orang
yang shaleh, oleh orang-orang quraisy disembah dan diminta syafa’atnya disisi Allāh Subhānahu
wa Ta’āla.
Demikian pula apa yang diceritakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla didalam surat Nuh.
Bagaimana kesyirikan pertama kali terjadi di permukaan bumi siapa yang disembah oleh orang-
orang yang disembah orang-orang / kaum Nabi Nuh alaihi salam, yang disembah tidak lain
kecuali orang-orang yang shaleh
‫ق َونَ ْسرًا‬
َ ‫وث َويَعُو‬َ ‫َوقَالُوا اَل تَ َذر َُّن آلِهَتَ ُك ْم َواَل تَ َذر َُّن َو ًّدا َواَل ُس َواعًا َواَل يَ ُغ‬
ُّ
‫ضلوا َكثِيرًا‬ ‫َأ‬ َ
َ ‫ۖ َوق ْد‬
“mereka (kaumnya Nabi Nuh alaihi wa sallam) berkata janganlah kalian meninggalkan
sesembahan² kalian, ketika Nabi Nuh alaihi wa sallam mengajak mereka untuk bertauhid
menyembah kepada Allāh semata, mereka mengatakan janganlah kalian tinggalkan sesembahan²
kalian bersabarlah jangan mengikuti dakwah Nabi Nuh saling berwasiat untuk berpegang teguh
kebatilan ”
[QS Nuh 23]
Mereka menyebutkan lima nama
⑴ wad –  ‫َودا‬
⑵ suwaa’ – ‫ُس َواعًا‬
َ ‫يَ ُغ‬
⑶ yaghuuts – ‫وث‬
⑷ Ya’uuq ‫ق‬
َ ‫يَعُو‬
⑸ nasran – ‫َونَ ْسرًا‬
Ini Adalah lima nama orang-orang yang shaleh yang ada di zaman Nabi Nuh alaihi wa sallam,
sebagaimana dikabarkan oleh Abdullah bin Abbas (anak dari paman Rasulullãh  ‫ )ﷺ‬beliau
adalah mufasir nya para sahabat radiallahu antum, beliau. mengatakan ketika menafsirkan ayat ini
 « ‫هذه أسماء رجال صالحين من قوم نوح فلما هلكوا أوحى الشيطان إلى قومهم أن انصبوا إلى مجالسهم التي كانوا يجلسون فيها‬
‫ حتى إذا هلك أولئك ونُسي العلم عُبدت‬،‫ ولم تُعبد‬،‫ ففعلوا‬،‫»أنصابا ً وسموها بأسمائهم‬ 
‫هذه أسماء رجال صالحين من قوم نوح‬
Ini Adalah nama nama dari orang-orang yang shaleh yang ada di zaman Nabi Nuh alaihi salam.
‫فلما هلكوا أوحى الشيطان إلى قومهم أن انصبوا إلى مجالسهم التي كانوا يجلسون فيها أنصاباً” وسموها بأسمائهم‬
“ketika mereka (orang-orang shaleh) tersebut meninggal dunia datanglah syaitan kepada kaum
Nabi Nuh alaihi wa sallam dan mewahyukan mereka (apa yang mereka wahyukan?) supaya
kalian membuat gambar² – patung² yang merupakan simbol bagi mereka & di pasang patung²
tersebut di majelis² kalian kemudian kalian namai patung² tersebut dengan nama² mereka”
َ ‫يَ ُغ‬, Ya’uuq ‫ق‬
Ini Adalah patung  suwaa’ – ‫ ُس َوا ًع‬, yaghuuts – ‫وث‬ َ ‫ & يَعُو‬patung nasran – ‫ونَ ْسرًا‬.
َ
⇒ Tujuan Ketika suatu saat mereka lemah di dalam beribadah, malas didalam beribadah
kemudian mereka melihat patung² tersebut & ingat tentang giat nya orang-orang shaleh tersebut
didalam beribadah maka ini diharapkan bisa menambah semangat untuk beribadah kepada Allāh
Subhānahu wa Ta’āla.
Ini Adalah termasuk langkah syaitan menyesatkan manusia.
Kemudian beliau mengatakan
‫ولم تُعيد‬
Tetapi saat itu belum saat itu belum disembah
‫فلم هلك أولئك ونُسي العلم عُبدت‬
“ketika generasi tersebut meninggal dunia, kemudian ilmu dilupakan maka setelah itu baru
sesembahan tersebut disembah ”
Ketika generasi tersebut meninggal dunia semuanya datang syaitan & mengatakan bahwasanya
bapak-bapak kalian dahulu membuat patung² ini adalah untuk disembah di mintai syafa’at setelah
itu ( ‫ )عُبدت‬disembahlah patung² tersebut.
Ini dilakukan oleh kaumnya Nabi Nuh alaihi wa sallam bukan orang-orang quraisy, sebagaimana
yang disampaikan oleh para ulama orang-orang musyrikin membuat patung² tersebut baik dari
kayu maupun dari batu bukanlah tujuannya untuk menyembah batu tersebut atau kayu tersebut,
tapi kayu & batu tersebut adalah simbol dari apa yang mereka sembah. Seperti yang dilakukan
oleh orang-orang Nasrani yang mereka membuat atau menyembah salib. Membuat Salib mereka
menyembahnya ini adalah simbol dari Nabi Isa alaihi wa sallam yang menurut keyakinan mereka
adalah mati dalam keadaan di salib, mereka sebenarnya adalah menyembah Nabi Isa alaihi wa
sallam adapun salib yang mereka sembah itu adalah hanya sekedar simbol. Demikian pula yang
dilakukan oleh orang-orang musyrikin quraisy patung yang mereka buat itu adalah sekedar
simbol dari sesuatu yang mereka sembah. Mereka juga menyembah orang-orang shaleh
sebagaimana kaum Nabi Nuh alaihi wa sallam, mereka juga menyembah orang-orang shaleh yang
sudah meninggal dunia.
Oleh karena itu hal ini perlu diwaspadai karena apa yang dilakukan oleh orang-orang quraisy
bukan berarti sudah mati & tidak ada tetapi masih dilakukan oleh sebagian manusia.
Wabillahi taufiq wal hidayah
Wassalaamu’alaykum warahmatullaah wabarakaatuh
Abdullāh Roy
Di kota Al-Madīnah
═════════ ❁❁ ═════════

HSI QAWA’ID 19
■ SILSILAH Al-Qowāidul Arba
■ Halaqah 19 | Qoidah Yang Kedua VIII
═════════ ❁❁ ═════════
Halaqah yang ke-19 Penjelasan Al-Qowāidul Arba’.
Kemudian beliau mengatakan :
‫ وال ّشافع ُم ْك َر ٌم بالشفاعة‬،‫ التي تُطلب من هللا‬:‫والشفاعة المثبَتة هي‬
Adapun syafa’at yang ada, yang ditetapkan yang akan bermanfaat di hari kiamat adalah syafa’at
yang diminta dari Allāh.
Seseorang di dunia mengatakan :
✓ “Ya Allāh aku meminta syafa’at para Malaikat dihari kiamat ”
Atau mengatakan :
✓ “Ya Allāh aku meminta syafa’at Nabi Muhammad dihari kiamat ”
Berarti dia telah meminta syafa’at dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Berbeda dengan sebagian yang dia datang misalnya kesebuah kuburan wali misalnya atau
seorang Nabi, dia mengatakan :
⇒ ” Wahai Nabi aku meminta syafa’atmu di hari kiamat ”
Atau mengatakan:
⇒ ”  Berilah aku syafa’at mu pada hari kiamat ”
Lain antara yang pertama tadi atau dengan yang kedua.
Yang pertama memohon kepada Allāh [Ya Allāh aku meminta syafa’at Nabi mu pada hari
kiamat]. Adapun yang kedua dia mengatakan [Wahai Nabi aku meminta syafa’at mu pada hari
kiamat].
Yang pertama meminta kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla dan ini adalah cara yang benar & ini
syafa’at yang bermanfaat di hari kiamat.
Oleh karena itu Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengatakan :
‫ۖ قُلْ هَّلِل ِ ال َّشفَا َعةُ” َج ِميعًا‬
“Katakanlah wahai Muhammad, bahwasanya syafa’at semuanya adalah milik Allāh”
[Surat Az-Zumar 44]
Apabila syafa’at semuanya adalah milik Allāh, maka seseorang tidak meminta syafa’at tersebut
kecuali kepada yang memiliki yaitu adalah Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Adapun selain Allāh
siapapun dia maka dia tidak memiliki
‫َوالَّ ِذينَ تَ َخ ُد ِم ْن ُدنِ ِه ال ُّشفَ َعة‬
َ‫ُون هَّللا ِ ُشفَ َعا َء ۚ قُلْ َأ َولَوْ َكانُوا اَل يَ ْملِ ُكونَ َش ْيًئا َواَل يَ ْعقِلُون‬
ِ ‫َأ ِم اتَّ َخ ُذوا ِم ْن د‬
[Surat Az-Zumar 43]
Apakah mereka menjadikan selain Allah sebagai pemberi syafa’at pemberi syafa’at
َ‫قُلْ َأ َولَوْ َكانُوا اَل يَ ْملِ ُكونَ َش ْيًئا َواَل يَ ْعقِلُون‬
“Katakanlah apakah kalian tetap meminta syafa’at  kepada mereka, padahal mereka tidak
memiliki sesuatu dan mereka tidak berakal ”
Kita meminta syafa’at dari Dzat yang memiliki
‫ۖ قُلْ هَّلِل ِ ال َّشفَا َعةُ” َج ِميعًا‬
” Katakanlah bahwasanya syafa’at semuanya milik Allāh Subhānahu wa Ta’āla”
Maka inilah syafa’at yang akan bermanfaat dihari kiamat. Orang yang di dunia meminta syafa’at
nya kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Kemudian beliau mengatakan :
‫وال ّشافع ُم ْك َر ٌم بالشفاعة‬
Dan orang yang memberikan syafa’at di hari kiamat, berarti dia telah diutamakan / di mulia kan
oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla dengan syafa’at tersebut.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla di hari kiamat mampu untuk mengeluarkan seseorang yang berdosa
dari Neraka dan dimasukkan ke dalam Surga,
✓ Tanpa adanya orang yang memberikan syafa’at.

✓ Tanpa adanya Malaikat yang memberikan syafa’at.

✓ atau Nabi yang memberikan syafa’at atau orang yang shaleh memberikan syafa’at.
Namun kenapa Allāh Subhānahu wa Ta’āla menjadikan di hari kiamat adanya syafa’at, disini
beliau mengatakan
‫وال ّشافع ُم ْك َر ٌم بالشفاعة‬
Karena tujuannya adalah untuk memuliakan orang yang memberikan syafa’at tersebut, ingin
menunjukkan kemuliaan dia disisi Allāh dihadapan makhluk-Nya.
Bagaimana keutamaan para Nabi, kemuliaan Rasulullãh ‫ﷺ‬, kemuliaan orang-orang yang
beriman. Allāh ingin menunjukkan keutamaan mereka & kemuliaan mereka disisi makhluk-Nya.
Wabillahi taufiq wal hidayah
Wassalaamu’alaykum warahmatullaah wabarakaatuh
Abdullāh Roy
Di kota Al-Madīnah

HSI Silsilah Pembahasan Kitab Al Qawa’idul


Arba’ – Halaqah 19 | Penjelasan Kaidah Ke
Dua Kitab Al Qawa’idul Arba’ Bagian 8
March 25, 2021Ummu Syifa

Halaqah yang ke sembilan belas “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan


Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.

Kemudian beliau mengatakan,


ِ ‫ِي الَّتِي ُت ْطلَبُ م َِن‬
‫هللا‬ َ ‫ ه‬p:‫وال َّش َفا َع ُة ْالم ُْث َب َت ُة‬،
َ

“Adapun syafa’at yang ada (yang ditetapkan, yang akan bermanfaat di hari kiamat)
adalah syafa’at yang diminta dari Allah.”

Seseorang di dunia mengatakan, “Ya Allah, aku meminta syafa’at para malaikat di
hari kiamat.” atau mengatakan “Ya Allah, aku meminta syafa’at Nabi Muhammad di
hari kiamat.” berarti dia telah meminta syafa’at dari Allah Subhānahu wa Ta’āla.

Berbeda dengan sebagian, yang dia datang misalnya ke sebuah kuburan seorang
wali atau seorang Nabi, kemudian dia mengatakan, “Wahai Nabi, aku meminta
syafa’at-mu di hari kiamat.” atau mengatakan, “Berilah aku syafa’at-mu pada hari
kiamat.”

Lain antara yang pertama tadi dengan yang ke dua. Yang pertama meminta kepada
Allah Subhānahu wa Ta’āla dan ini adalah cara yang benar, dan ini syafa’at yang
bermanfaat di hari kiamat.
Oleh karena itu Allah Subhānahu wa Ta’āla mengatakan,

‫قُل هَّلِّل ِ ٱل َّش َف ٰـ َع ُة َجمِی ࣰعا‬

“Katakanlah (Wahai Muhammad), bahwasanya syafa’at, semuanya adalah milik


Allah.”
[Surat Az-Zumar 44]

Apabila syafa’at semuanya adalah milik Allah, maka seseorang tidak meminta
syafa’at tersebut kecuali kepada Yang Memiliki, yaitu Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Adapun selain Allah, siapapun dia maka dia tidak memiliki.

َ ُ‫ون َش ۡی ࣰٔـا َواَل َی ۡعقِل‬


(‫ون‬ ۟ ‫ش َف َع ۤا ۚ َء قُ ۡل َأ َولَ ۡو َكا ُن‬
َ ‫وا اَل َی ۡملِ ُك‬ ُ ِ ‫ون ٱهَّلل‬ ۟ ‫)َأم ٱ َّت َخ ُذ‬
ِ ‫وا مِن ُد‬ ِ
[Surat Az-Zumar 43]

“Apakah mereka menjadikan selain Allah sebagai pemberi syafa’at. Katakanlah,


apakah kalian tetap meminta syafa’at kepada mereka, padahal mereka tidak
memiliki sesuatu dan mereka tidak berakal.”

Kita meminta syafa’at dari dzat Yang Memiliki.


‫قُل هَّلِّل ِ ٱل َّش َف ٰـ َع ُة َجمِی ࣰعا‬
Katakanlah, bahwasanya syafa’at, semuanya adalah milik Allah Subhānahu wa
Ta’āla.
Maka inilah syafa’at yang akan bermanfaat di hari kiamat.
Orang yang di dunia meminta syafa’at-nya kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla.

Kemudian beliau mengatakan,


َ ‫وال َّشافِ ُع ُم َكرَّ ٌم ِبال َّش َف‬،
‫اع ِة‬ َ

Dan orang yang memberikan syafa’at di hari kiamat, berarti dia telah diutamakan,
dimuliakan oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla dengan syafa’at tersebut.

Allah Subhānahu wa Ta’āla di hari kiamat mampu untuk mengeluarkan seseorang


yang berdosa dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga tanpa adanya orang,
malaikat, Nabi, atau orang shalih yang memberikan syafa’at. Namun kenapa Allah
Subhānahu wa Ta’āla menjadikan di hari kiamat adanya syafa’at?

Di sini beliau mengatakan,


َ ‫وال َّشافِ ُع ُم َكرَّ ٌم ِبال َّش َف‬،
‫اع ِة‬ َ

Karena tujuannya adalah untuk memuliakan orang yang memberikan syafa’at


tersebut.
Ingin menunjukkan kemuliaan dia di sisi Allah di hadapan makhluk-Nya.
Bagaimana keutamaan para Nabi, kemuliaan Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa
sallam, kemuliaan orang-orang yang beriman. Allah ingin menunjukkan keutamaan
dan kemuliaan mereka di sisi makhluk-Nya.
HSI QAWA’ID 20
■ SILSILAH Al-Qowāidul Arba
■ Halaqah 20 | Qoidah Yang Kedua  IX
═════════ ❁❁ ═════════
Halaqah yang ke-20 Penjelasan Al-Qowāidul Arba’.
Kemudian beliau mengatakan :
]255:‫ ( َم ْن َذا الَّ ِذي يَ ْشفَ ُع ِع ْن َدهُ ِإاَّل بِِإ ْذنِ ِه)[البقرة‬:‫ من رض َي هللاُ قوله وعمله بعد اإلذن كما قال تعالى‬:‫والمشفوع له‬
Siapakah yang berhak untuk mendapatkan syafa’at di hari kiamat, mereka adalah (kata beliau) :
‫من رض َي هللاُ قوله وعمله‬
“orang yang Allāh ridhoi amalannya & juga ucapannya”
✓ Inilah orang yang mendapatkan syafa’at di hari kiamat, adapun orang yang tidak Allāh ridhoi
ucapannya yang tidak Allāh ridhoi amalannya, maka Allāh tidak akan mengizinkan siapapun
untuk memberikan syafa’at kepada dirinya.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla meridhoi dari kita Tauhid & Allāh tidak ridho kesyirikan, artinya
orang yang akan mendapatkan syafa’at di hari kiamat adalah orang yang berTauhid yang meng-
Esa-kan Allāh Subhānahu wa Ta’āla dalam ibadahnya tidak menyerahkan ibadah sedikitpun
kepada selain Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Inilah orang yang akan mendapatkan ridho Allāh & mereka lah yang berhak untuk mendapatkan
syafa’at.
Suatu hari Rasulullãh ‫ ﷺ‬pernah di tanya oleh Abu Hurairah radiallahu anhu, bertanya kepada
Rasulullãh ‫ ﷺ‬tentang siapa yang paling bahagia  mendapatkan syafa’at dari Rasulullãh ‫ ﷺ‬dihari
kiamat.
Abu Hurairah berkata :

ِ َّ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم … َأ ْس َع ُد الن‬


‫اس‬ َ ِ ‫ك يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬ ِ َّ‫ع َْن َأبِي هُ َر ْي َرةَ َأنَّهُ قَا َل قِي َل يَا َرسُو َل هَّللا ِ َم ْن َأ ْس َع ُد الن‬
َ ِ‫اس بِ َشفَا َعت‬
‫بِ َشفَا َعتِي يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة َم ْن قَا َل اَل ِإلَهَ ِإاَّل هَّللا ُ خَالِصًا ِم ْن قَ ْلبِ ِه َأوْ نَ ْف ِس ِه‬
[HR Bukhari, no.99].
‫ك يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة‬ ِ َّ‫ع َْن َأبِي هُ َر ْي َرةَ َأنَّهُ قَا َل قِي َل يَا َرسُو َل هَّللا ِ َم ْن َأ ْس َع ُد الن‬
َ ِ‫اس بِ َشفَا َعت‬
“Ya Rasulullãh siapa orang yang paling berbahagia dengan syafa’at mu (yaitu pada hari kiamat) ”
Maka Rasulullãh ‫ ﷺ‬mengatakan :
‫َم ْن قَا َل اَل ِإلَهَ ِإاَّل هَّللا ُ خَالِصًا ِم ْن قَ ْلبِ ِه َأوْ نَ ْف ِس ِه‬
” Barangsiapa yang mengatakan –  ُ ‫ – اَل ِإلَهَ ِإاَّل هَّللا‬ikhlas dari hatinya ”
Orang yang yang mengatakan –  ُ ‫ – اَل ِإلَهَ ِإاَّل هَّللا‬berarti dia telah ber ikrar
” Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allāh ”
dan diamalkan di dalam kehidupan dia. –  ‫خَالِصًا ِم ْن قَ ْلبِ ِه‬  – ikhlas dari hati nya. Bukan karena
dipaksa bukan karena sebagai orang yang munafik yang hanya mengucapkan –  ُ ‫– اَل ِإلَهَ ِإاَّل هَّللا‬
dilisannya bukan dengan hati nya. Dia mengucapkan  –  ُ ‫ – اَل ِإلَهَ ِإاَّل هَّللا‬ikhlas dari hati nya dan
diamalkan dikehidupan dia sehari-hari, tidak berdoa kecuali kepada Allāh, tidak menyembelih
kecuali hanya untuk Allāh, tidak bernadzar kecuali untuk Allāh, tidak beristighosah, istiadah,
beristianah kecuali hanya kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla dan seluruh ibadah, satupun ibadah
tidak ada yang diserahkan kepada selain Allāh Subhānahu wa Ta’āla
Inilah orang yang akan berbahagia dengan syafa’at nya Rasulullãh ‫ﷺ‬.
Dalam hadits yang lain beliau ‫ ﷺ‬mengatakan :
ُ ‫اختَبَْأ‬
‫ت َد ْع َوتِي َشفَا َعةً ُأِل َّمتِي‬ ُ ‫اختَبَْأ‬
ْ ‫ت َد ْع َوتِي يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة َشفَا َعةً ُأِل َّمتِي وَِإنِّي‬ ْ ‫لِ ُكلِّ نَبِ ٍّي َد ْع َوةٌ ُم ْستَ َجابَةٌ فَتَ َع َّج َل ُكلُّ نَبِ ٍّي َد ْع َوتَهُ وَِإنِّي‬
ْ
‫يَوْ َم القِيَا َم ِة‬
“sesungguhnya setiap Nabi memiliki Dakwah yang mustajab /memiliki doa yang mustajab
(dikabulkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla) & masing-masing dari Nabi telah menyegerakan
dari doa nya (yaitu di dunia, mereka sudah menyegerakan doanya didunia ini), dan sesungguhnya
aku telah menyembunyikan doa ku / mengakhirkan doa ku pada hari kiamat sebagai syafa’at
dariku untuk umatku “.
Ini doa  mustajab dari beliau miliki, yang Allāh karuniakan kepada beliau beliau simpan dan
ditunda sampai hari kiamat dengan maksud sebagai syafa’at bagi umat nya pada hari kiamat.
Kemudian beliau mengatakan :
ُ ‫َو ِه َي نَاِئلَةٌ ِإ ْن شَا َء هَّللا ُ َم ْن َماتَ ِم ْن ُأ َّمتِي اَل يُ ْش ِر‬
‫ك بِاهَّلل ِ َش ْيًئا‬
“dan syafa’at ini (syafa’at ku) akan di terima  insyaAllah oleh setiap yang meninggal diantara
umatku yang dia meninggal tanpa menyekutukan Allāh sedikit pun”
Menunjukkan bahwasanya orang ya
ng berhak untuk mendapatkan syafa’at Rasulullãh ‫ﷺ‬, dan juga syafa’at para Malaikat & juga
syafa’at yang lain adalah orang yang tidak menyekutukan Allāh, orang yang di ridhoi Allāh
Subhānahu wa Ta’āla.
Beliau mengatakan :
“Setelah diizinkan Allāh Subhānahu wa Ta’āla”.
Para Nabi, para Malaikat, para syuhada, orang-orang yang beriman mereka tidak akan bisa
memberikan syafa’at kepada orang lain kecuali setelah di izinkan oleh Allāh Subhānahu wa
Ta’āla.
Jika Allāh mengizinkan maka mereka memberikan syafa’at, tapi jika Allāh tidak mengizinkan,
maka mereka tidak bisa memberikan syafa’at. Tidak mungkin mereka bisa memberikan syafa’at
kecuali setelah di izinkan & dibolehkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Sebagaimana kata beliau :
‫ كم قال هللا تعالى‬:
( ‫[) َم ْن َذا الَّ ِذي يَ ْشفَ ُع ِع ْن َدهُ ِإاَّل بِِإ ْذنِ ِه‬255:‫]البقرة‬
“dan tidak ada yang memberikan syafa’at disisi Nya (yaitu disisi Allāh), kecuali dengan izin dari
Allāh Subhānahu wa Ta’āla”.
Menunjukkan bahwasanya syafa’at dihari kiamat berbeda dengan syafa’at di dunia. Di Hari
kiamat seorang Nabi tidak mungkin memberikan syafa’at kecuali setelah diizinkan oleh Allāh
Subhānahu wa Ta’āla.
‫ض ٰى‬ َ ْ‫ت اَل تُ ْغنِي َشفَا َعتُهُ ْم َش ْيًئا ِإاَّل ِم ْن بَ ْع ِد َأ ْن يَْأ َذنَ هَّللا ُ لِ َم ْن يَشَا ُء َويَر‬
ِ ‫َو َك ْم ِم ْن َملَ ٍك فِي ال َّس َما َوا‬
[Surat An-Najm 26]
“berapa banyak Malaikat di langit yang tidak akan bermanfaat syafa’at mereka disisi Allāh – ‫ِإاَّل‬
‫ ِم ْن بَ ْع ِد َأ ْن يَْأ َذنَ هَّللا ُ لِ َم ْن يَشَا ُء‬  – kecuali setelah diizinkan orang Allāh Subhānahu wa Ta’āla ”
Menunjukkan bahwasanya Malaikat pun tidak bisa memberikan syafa’at kecuali setelah diizinkan
oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Oleh karena itu sekali lagi seorang muslim apabila ingin mendapatkan syafa’at di hari kiamat
maka hendaklah ia meminta kepada Allāh, Dzat akan mengiizinkan syafa’at tersebut. Dan Dialah
yang memiliki syafa’at tersebut.
Hendaklah dia menghindari cara mendapatkan syafa’at yang tidak dibenarkan dan ini adalah cara
orang-orang musyrikin yang ada di zaman Rasulullãh ‫ﷺ‬, demikian pula cara yang dilakukan
oleh orang-orang musyrikin di zaman Nabi Nuh alaihi wa sallam, yaitu mereka mencari syafa’at
dengan cara meminta kepada selain Allāh Subhānahu wa Ta’āla
Wabillahi taufiq wal hidayah
Wassalaamu’alaykum warahmatullaah wabarakaatuh
Abdullāh Roy
Di kota Al-Madīnah

HSI Silsilah Pembahasan Kitab Al Qawa’idul


Arba’ – Halaqah 21 | Penjelasan Kaidah Ke
Tiga Kitab Al Qawa’idul Arba’ Bagian 1
March 29, 2021Ummu Syifa

Halaqah yang ke dua puluh satu “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.

Beliau berkata,

َّ ُ‫ال َقاعِ دَ ة‬:


‫الثالِ َث ُة‬ ْ
‫ُأ‬ َ َّ‫َأنَّ ال َّن ِبي‬
‫ِين فِي عِ َبادَ ات ِِه ْم‬ ٍ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َظ َه َر َعلَى َن‬
َ ‫اس ُم َت َفرِّ ق‬

Kaidah yang ke tiga,

“Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam muncul dan diutus oleh Allah Subhānahu wa
Ta’āla di tengah-tengah manusia, yang mereka berbeda-beda di dalam ibadahnya.”
Artinya bukan satu (bukan satu sesembahan).

‫س َو ْال َق َم َر‬
َ ‫د ال َّش ْم‬pُ ‫ِم ْن ُه ْم َمنْ َيعْ ُب‬
“Diantara orang-orang musyrikin, ada yang menyembah matahari dan bulan.”

‫َو ِم ْن ُه ْم َمنْ َيعْ ُب ُد ْالمَالِئ َك َة‬


“Dan diantara mereka ada yang menyembah malaikat.”

َ ‫َو ِم ْن ُه ْم َمنْ َيعْ ُب ُد اَأل ْن ِب َيا َء َوالصَّالِح‬


‫ِين‬
“Dan ada diantara mereka ada yang menyembah para Nabi dan juga orang-orang
shalih.”
َ ‫ار َواَألحْ َج‬
‫ار‬ َ ‫َو ِم ْن ُه ْم َمنْ َيعْ ُب ُد اَأل ْش َج‬
“Dan ada diantara mereka ada yang menyembah pohon-pohonan demikian pula
batu-batuan.”

Ini adalah semuanya termasuk orang-orang musyrikin. Menyembah kepada selain


Allah, namun apa yang disembah selain Allah tersebut adalah sesuatu yang
berbeda-beda. Ada diantara mereka yang menyembah matahari, bulan, Nabi, orang-
orang shalih, pohon, batu.
Beliau shallallāhu ‘alaihi wa sallam diutus oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla di
tengah-tengah manusia yang berbeda di dalam ibadahnya.

Beliau mengatakan,
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ ‫َو َقا َتلَ ُه ْم َرسُو ُل‬
َ ‫هللا‬
“Kemudian Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam memerangi mereka.”

‫َولَ ْم ُي َفرِّ ْق َب ْي َن ُه ْم‬


“Dan Beliau tidak membedakan diantara mereka.”

Beliau shallallāhu ‘alaihi wa sallam ketika diutus oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla
kepada orang-orang musyrikin tersebut, mengajak mereka untuk bertauhid
(mengesakan Allah Subhānahu wa Ta’āla), dan Beliau memerangi mereka
semuanya, tidak membedakan satu dengan yang lain. Bahkan diperintahkan oleh
Allah Subhānahu wa Ta’āla untuk memerangi orang-orang musyrikin dengan
berbagai jenisnya.

Beliau mengatakan,
‫وال َّدلِي ُل َق ْولُ ُه َت َعالَى‬:َ
“Dan dalilnya adalah firman Allah Subhānahu wa Ta’āla,”

َ ‫ون ف ِۡت َن ࣱة َو َی ُك‬


ِۚ ‫ون ٱل ِّدینُ ُكلُّهُۥ هَّلِل‬ َ ‫َو َق ٰـ ِتلُوهُمۡ َح َّت ٰى اَل َت ُك‬
[Surat Al-Anfal 39]

“Dan perangilah mereka (orang-orang musyrikin), sehingga tidak terjadi fitnah


(kesyirikan) di permukaan bumi dan sehingga agama ini semuanya hanyalah untuk
Allah Subhānahu wa Ta’āla.”

Perintah Allah Subhānahu wa Ta’āla kepada Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam


dan juga para sahabat radhiyallahu ‘anhum untuk memerangi orang-orang
musyrikin, yang mereka menyekutukan Allah Subhānahu wa Ta’āla dengan maksud
supaya tidak lagi terjadi fitnah (kesyirikan) di bumi ini, sehingga agama (ibadah) ini
semuanya hanya untuk Allah Subhānahu wa Ta’āla.

Allah memerintahkan untuk memerangi mereka semua tanpa membedakan antara


satu dengan yang lain.
HSI Silsilah Pembahasan Kitab Al Qawa’idul
Arba’ – Halaqah 22 | Penjelasan Kaidah Ke
Tiga Kitab Al Qawa’idul Arba’ Bagian 2
March 31, 2021Ummu Syifa

Halaqah yang ke dua puluh dua “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.

Kemudian beliau mengatakan,


‫س َو ْال َق َم ِر؛‬
ِ ْ‫َف َدلِي ُل ال َّشم‬
Dan dalil bahwasanya di zaman Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam ada yang
menyembah matahari dan bulan,

‫ َق ْولُ ُه َت َعا َلى‬:


Adalah firman Allah Subhānahu wa Ta’āla,

َ ‫وا هَّلِل ِ ٱلَّذِی َخلَ َقهُنَّ ِإن ُكن ُتمۡ ِإیَّاهُ َت ۡع ُب ُد‬
‫ون‬ ۡ ‫س َواَل ل ِۡل َق َم ِر َو‬
۟ ‫ٱس ُج ُد‬ ۟ ‫َوم ِۡن َءا َی ٰـ ِت ِه ٱلَّ ۡی ُل َوٱل َّن َها ُر َوٱل َّش ۡمسُ َو ۡٱل َق َم ۚ ُر اَل َت ۡس ُج ُد‬
ِ ‫وا لِل َّش ۡم‬
[Surat Fussilat 37]

Dalil yang menunjukkan bahwasanya di zaman Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam


ada yang menyembah matahari dan bulan adalah firman Allah yang artinya,

“Dan diantara ayat-ayat Allah yang menunjukkan kekuasaan Allah Subhānahu wa


Ta’āla adalah malam, siang, matahari, dan bulan.”

Ini adalah termasuk tanda-tanda kekuasaan Allah. Menunjukkan tentang


kekuasaanAllah Subhānahu wa Ta’āla. Yang menjadikan malam, yang menjadikan
siang.
Tidak ada yang menjadikan itu semua kecuali Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Tidak ada selain Allah yang bisa merubah malam menjadi siang atau merubah siang
menjadi malam.
Demikian pula matahari dan bulan, ini adalah termasuk tanda-tanda kekuasaan
Allah Subhānahu wa Ta’āla.

Kemudian Allah mengatakan,


‫س َواَل ل ِۡل َق َمر‬ ۟ ‫اَل َت ۡس ُج ُد‬
ِ ‫وا لِل َّش ۡم‬
“Janganlah kalian bersujud kepada matahari dan bulan,”

Karena matahari dan bulan adalah termasuk makhluk dan termasuk tanda-tanda
kekuasaan Allah.
Larangan ini menunjukkan bahwasanya pada saat itu ada diantara orang-orang
musyrikin (pada zaman Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam) yang menyembah
matahari dan bulan.
Dan di dalam kisah Al Qur’an menunjukkan bahwasanya di sana ada sebagian
manusia yang menyembah kepada matahari dan bulan.
Seperti Ratu Saba’ yang didakwahi oleh Nabi Sulaiman ‘alaihissalam. Dan di zaman
sekarang masih ada orang yang menyembah matahari.
Menunjukkan bahwasanya Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam ketika Beliau diutus
bukan hanya memerangi orang-orang yang menyembah berhala (patung), tapi juga
diutus untuk memerangi semua orang-orang musyrikin dengan berbagai jenis
peribadatan mereka. Termasuk diantaranya yang menyembah matahari maupun
bulan.

‫ون‬ ۟ ‫ٱس ُج ُد‬


َ ‫وا هَّلِل ِ ٱلَّذِی َخلَ َقهُنَّ ِإن ُكن ُتمۡ ِإیَّاهُ َت ۡع ُب ُد‬ ۡ ‫َو‬
“Dan hendaklah kalian bersujud kepada Allah yang telah menciptakan mereka
semua, kalau kalian benar-benar beribadah dan menyembah kepada Allah
Subhānahu wa Ta’āla.”

Setelah Allah Subhānahu wa Ta’āla melarang bersujud kepada matahari dan bulan,
bagaimanapun dia memberikan manfaat bagi manusia, bagaimanapun besarnya di
mata manusia, kemudian Allah menyuruh kita untuk bersujud kepada Allah yang
telah menciptakan matahari dan bulan dan semua makhluk.
Yang menciptakan makhluk-makhluk tersebutlah yang berhak untuk disembah.

Kemudian beliau mengatakan,


‫َو َدلِي ُل ْالمَالِئ َكةِ؛ َق ْولُ ُه َت َعالَى‬
‫ون‬ ۟ ‫ش ُرهُمۡ َجمِی ࣰعا ُث َّم َیقُو ُل ل ِۡل َملَ ٰۤـ ِٕى َك ِة َأ َه ٰۤـُؤ اَل ۤ ِء ِإیَّا ُكمۡ َكا ُن‬
َ ‫وا َی ۡع ُب ُد‬ ُ ‫َو َی ۡو َم َی ۡح‬
‫ون‬ ۖ
َ ‫ون ٱل ِجنَّ َأ ۡك َث ُرهُم ِب ِهم م ُّۡؤ ِم ُن‬ ۡ َ ‫وا َی ۡع ُب ُد‬ ۟ ‫نت َولِ ُّی َنا مِن ُدون ِِهمۖ َب ۡل َكا ُن‬
َ ‫ك َأ‬ ۟ ُ‫َقال‬
َ ‫وا س ُۡب َح ٰـ َن‬
[Surat Saba’ 40 – 41]

Dalil yang menunjukkan bahwasanya di zaman Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam


ada orang-orang musyrikin yang menyembah malaikat, adalah firman Allah
Subhānahu wa Ta’āla yang artinya,

“Dan pada hari ketika Allah Subhānahu wa Ta’āla mengumpulkan mereka semua,
(yaitu di padang Mahsyar, dikumpulkan manusia dan para jin dari awal sampai akhir,
dikumpulkan para malaikat, bahkan hewan-hewan).”

‫ُث َّم َیقُو ُل ل ِۡل َملَ ٰۤـ ِٕى َك ِة‬


“Kemudian Allah berkata kepada para malaikat,”

Di sana ada manusia baik yang mukmin, yang kafir, yang musyrik, yang munafik,
ada jin, dan di sana ada malaikat.

۟ ‫َأ َه ٰۤـُؤ اَل ۤ ِء ِإیَّا ُكمۡ َكا ُن‬


َ ‫وا َی ۡع ُب ُد‬
‫ون‬
“Apakah mereka dahulu menyembah kalian?”

Pertanyaan ini menunjukkan bahwasanya memang di dunia ada diantara manusia


yang menyembah kepada malaikat.
Apa jawaban malaikat?

َ ‫ك َأ‬
ۖ‫نت َولِ ُّی َنا مِن ُدون ِِهم‬ ۟ ُ‫َقال‬
َ ‫وا س ُۡب َح ٰـ َن‬
“Mereka menjawab, Maha Suci Engkau, Ya Allah. Engkau adalah wali kami selain
mereka.”

َّ‫ون ۡٱل ِج ۖن‬ ۟ ‫َب ۡل َكا ُن‬


pَ ‫وا َی ۡع ُب ُد‬
“Bahkan mereka adalah menyembah para jin.”

َ ‫َأ ۡك َث ُرهُم ِب ِهم م ُّۡؤ ِم ُن‬


‫ون‬
“Sebagian besar mereka beriman dengan jin-jin tersebut.”

Ayat ini menunjukkan kepada kita, ada diantara manusia yang menyembah kepada
malaikat dan ada diantara mereka yang menyembah kepada jin.

HSI Silsilah Pembahasan Kitab Al Qawa’idul


Arba’ – Halaqah 23 | Penjelasan Kaidah Ke
Tiga Kitab Al Qawa’idul Arba’ Bagian 3
March 31, 2021Ummu Syifa

Halaqah yang ke dua puluh tiga “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.

Kemudian beliau mengatakan,


‫َو َدلِي ُل اَأل ْن ِب َيا ِء؛ َق ْولُ ُه َت َعالَى‬

‫ك َما َی ُكونُ ل ِۤی َأ ۡن َأقُو َل َما‬


َ ‫ون ٱهَّلل ۖ ِ َقا َل س ُۡب َح ٰـ َن‬ َ ‫اس ٱ َّتخ ُِذونِی َوُأم‬
ِ ‫ِّی ِإلَ ٰـ َه ۡی ِن مِن ُد‬ َ ‫نت قُ ۡل‬
ِ ‫ت لِل َّن‬ َ ‫َوِإ ۡذ َقا َل ٱهَّلل ُ َی ٰـع‬
َ ‫ِیسى ۡٱب َن َم ۡر َی َم َءَأ‬
ٍّۚ
‫س لِی ِب َحق‬ َ ‫لَ ۡی‬
[Surat Al-Ma’idah 116]

Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,


“Dan ketika Allah berkata kepada Isa Ibnu Maryam,”

Dan ini juga terjadi di padang Mahsyar.


Allah akan bertanya kepada malaikat, hamba-hamba Allah yang shalih yang
diagungkan dan disembah oleh sebagian manusia.
Dan Allah akan bertanya kepada Nabi Isa ‘alaihissalam, yang disembah dan
diagungkan oleh sebagian manusia,

ِ ۖ ‫ون ٱهَّلل‬ َ ‫اس ٱ َّتخ ُِذونِی َوُأم‬


ِ ‫ِّی ِإلَ ٰـ َه ۡی ِن مِن ُد‬ َ ‫نت قُ ۡل‬
ِ ‫ت لِل َّن‬ َ ‫َی ٰـعِی َسى ۡٱب َن َم ۡر َی َم َءَأ‬

“Wahai Isa Ibnu Maryam, apakah Engkau dahulu ketika di dunia berkata kepada
manusia, ‘Wahai manusia, jadikanlah aku dan juga ibuku sebagai dua sesembahan
selain Allah.'”
Apakah engkau dahulu ketika di dunia pernah mengajak, mendorong,
memerintahkan mereka untuk menjadikan kamu dan ibumu sebagai seorang
Tuhan?
Pertanyaan ini kelak akan ditanyakan oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla kepada Nabi
Isa ‘alaihissalam.

Apa jawaban Beliau?


َ ‫َقا َل س ُۡب َح ٰـ َن‬
‫ك‬

Beliau berkata, “Maha Suci Engkau, Ya Allah.”

َ ‫ س ُۡب َح ٰـ َن‬.
Sebagaimana para malaikat tadi ketika ditanya, mereka juga mengatakan ‫ك‬

Kemudian Beliau mengatakan,


ۚ
َ ‫َما َی ُكونُ ل ِۤی َأ ۡن َأقُو َل َما َل ۡی‬
‫س لِی ِب َح ٍّق‬

“Tidak pantas (tidak boleh) bagiku untuk mengatakan sesuatu yang aku tidak berhak
untuk mengatakannya.”

Aku adalah seorang hamba, seorang manusia, seorang makhluk. Tidak pantas
bagiku untuk mengatakan kepada manusia, ‘Wahai manusia, jadikanlah aku sebagai
Tuhan.’

Artinya pada hari itu, Nabi Isa ‘alaihissalam berlepas diri dari apa-apa yang
dilakukan oleh orang-orang yang menyembah Beliau ketika di dunia.
Dan ini menunjukkan kepada kita bahwasanya ada diantara manusia yang mereka
menyembah para Nabi. Di sini, diantaranya adalah Nabi Isa ‘alaihissalam. Dan ini
juga diperangi oleh Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam. Beliau memerangi
orang-orang yang menyembah atau mengaku menyembah Nabi Isa ‘alaihissalam.

Meskipun yang disembah adalah seorang Nabi atau orang yang paling shalih
sekalipun, tapi karena dia menyembah kepada selain Allah, dan ini adalah bentuk
kesyirikan, maka diperangi oleh Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam.

Beliau tidak mengatakan, apabila menyembah seorang Nabi maka tidak masalah.
Akan tetapi Beliau shallallāhu ‘alaihi wa sallam tetap memerangi mereka, meskipun
mereka menyembah para Nabi, dan tidak membedakan antara orang yang
menyembah berhala, matahari, ataupun para Nabi.

Kemudian beliau mengatakan,


‫ِين‬
َ ‫َودَ لِي ُل الصَّالِح‬
Dan dalil bahwasanya di sana ada orang yang menyembah orang-orang shalih,

‫َق ْولُ ُه َت َعا َلى‬


Firman Allah Subhānahu wa Ta’āla,
َ ‫ون َك ۡش‬
‫ف ٱلضُّرِّ َعن ُكمۡ َواَل َت ۡح ِویاًل‬ ۟ ‫قُ ِل ۡٱدع‬
َ ‫ُوا ٱلَّذ‬
َ ‫ِین َز َع ۡم ُتم مِّن ُدو ِنهِۦ َفاَل َی ۡملِ ُك‬
ُ ۡ
‫ان َمحذو ࣰرا‬ َ ‫ِّك َك‬ َ ‫اب َرب‬ َ ۚ َ
َ ‫ون َعذا َب ُهۥۤ ِإنَّ َعذ‬ ُ ۡ َ ‫ون ِإلَ ٰى َرب ِِّه ُم ۡٱل َوسِ یلَ َة َأ ُّیهُمۡ َأ ۡق َربُ َو َیرج‬
َ ‫ُون َرح َم َتهُۥ َو َی َخاف‬ ۡ َ ‫ُون َی ۡب َت ُغ‬ َ ‫ُأ ۟ولَ ٰۤـ ِٕى‬
َ ‫ك ٱلَّذ‬
َ ‫ِین َی ۡدع‬
[Surat Al-Isra’ 56-57]

“Katakanlah (Wahai Muhammad), berdo’alah kalian kepada orang-orang yang kalian


sangka sebagai Tuhan selain Allah Subhānahu wa Ta’āla. Niscaya mereka tidak
akan mampu untuk menghilangkan kesusahan dari kalian dan tidak bisa
memindahkan kesusahan tersebut kepada yang lain.”

Ini adalah ancaman bagi mereka. Silakan kalian berdo’a kepada orang-orang yang
kalian sangka itu adalah Tuhan-Tuhan selain Allah. Niscaya mereka tidak akan
mampu untuk menghilangkan kesusahan dari kalian.
Kalau Allah Subhānahu wa Ta’āla menghendaki kesusahan bagi kalian, maka tidak
akan ada yang bisa menghilangkan kesusahan tersebut kecuali Dia. Sekalipun
segala sesuatu yang disembah selain Allah menginginkannya. Tapi kalau Allah ingin
menghilangkan kesusahan tersebut niscaya akan terjadi.

Kemudian Allah mengatakan,


‫ون ِإلَ ٰى َرب ِِّه ُم ۡٱل َوسِ یلَ َة‬ َ ‫ُأ ۟ولَ ٰۤـ ِٕى‬
َ ‫ك ٱلَّذ‬
َ ‫ِین َی ۡدع‬
َ ‫ُون َی ۡب َت ُغ‬

“Mereka (orang-orang yang mereka berdo’a kepadanya, yaitu orang-orang shalih),


ternyata mereka juga mencari wasilah kepada Allah.”
Yang dimaksud dengan wasilah di dalam ayat ini sini adalah Al Qurbah.

Kalau kita melihat buku-buku atau kamus-kamus berbahasa Arab dan kita mencari
makna Al Wasilah di dalam Bahasa Arab, kita akan menemukan bahwasanya
maknanya adalah Al Qurbah.

Allah mengabarkan di dalam ayat ini bahwasanya orang-orang shalih tersebut, yang
diagungka-agungkan dan disembah oleh orang-orang musyrikin, ternyata mereka
sendiri pun berusaha untuk mencari wasilah kepada Allah. Mereka sendiri ingin
mencari kedekatan kepada Allah.

ُ‫َأ ُّیهُمۡ َأ ۡق َرب‬


“Siapa diantara mereka yang akan lebih dekat dengan Allah Subhānahu wa Ta’āla”

Orang-orang yang menyembah mereka, menyangka apabila menyembah orang-


orang shalih tersebut, maka orang-orang shalih tersebut akan mendekatkan diri
mereka kepada Allah.
Padahal di sini Allah menyebutkan, mereka sendiri, yaitu orang-orang shalih tersebut
sebenarnya juga mencari kedekatan kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla. Siapa
diantara mereka yang lebih dekat kepada Allah.

‫ون َع َذا َبهُۥ‬


َ ُ‫ُون َر ۡح َم َتهُۥ َو َی َخاف‬
َ ‫َو َی ۡرج‬
“Dan mereka mengharap rahmat dari Allah Subhānahu wa Ta’āla dan takut dari
adzab Allah Subhānahu wa Ta’āla.”
Mereka sendiri juga keadaannya demikian (mengharap dan dalam keadaan takut
kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla).

Allah mengatakan,
‫ان َم ۡح ُذو ࣰرا‬
َ ‫ِّك َك‬ َ ‫ِإنَّ َع َذ‬
َ ‫اب َرب‬

“Dan sesungguhnya adzab Rabb-mu adalah sesuatu yang harus diwaspadai.”

Ayat ini menunjukkan bahwasanya ada diantara orang-orang musyrikin, yang


mereka mengagung-agungkan orang-orang yang shalih. Padahal orang-orang shalih
tersebut, mereka juga saling berlomba untuk mendekatkan dirinya kepada Allah
Subhānahu wa Ta’āla. Mereka juga takut dengan adzab Allah dan mereka juga
mengharap rahmat dari Allah Subhānahu wa Ta’āla.

HSI Silsilah Pembahasan Kitab Al Qawa’idul


Arba’ – Halaqah 24 | Penjelasan Kaidah Ke
Tiga Kitab Al Qawa’idul Arba’ Bagian 4
April 2, 2021Ummu Syifa

Halaqah yang ke dua puluh empat “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan
Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.

‫َأل‬ ‫َأل‬
ِ ‫َو َدلِي ُل ا ْش َج‬
ِ ‫ار َوا حْ َج‬
‫ار‬

Dan dalil bahwasanya di sana ada orang yang menyembah pohon demikian pula
batu adalah firman Allah Subhānahu wa Ta’āla,

‫ٱلثالِ َث َة ٱُأۡل ۡخ َر ٰۤى‬


َّ ‫ت َو ۡٱلع َُّز ٰى ۝ َو َم َن ٰو َة‬
َ ‫َأ َف َر َء ۡی ُت ُم ٱللَّ ٰـ‬
[Surat An-Najm 19 – 20]

“Apa pendapat kalian tentang Al Latta, ‘Uzza, dan juga Manaah?”

Ini adalah tiga diantara sesembahan-sesembahan orang-orang musyrikin Quraisy.


1. Al Latta
Dahulu adalah orang yang shalih. Diantara amal shalihnya adalah memberi makan
orang-orang yang sedang berhaji. Ketika dia meninggal dunia, maka diagung-
agungkan oleh orang-orang musyrikin Quraisy.

2. Al ‘Uzza
Bentuknya adalah sebuah pohon yang besar, yang diagung-agungkan oleh orang-
orang Quraisy.
3. Manaah
Adalah sebuah batu besar.
Menunjukkan bahwasanya di sana ada yang mengagungkan pohon dan juga batu.
Ada diantara orang-orang musyrikin yang menyembah orang-orang shalih,
menyembah batu, dan menyembah pohon.

َ ِّ‫َو َح ِديُث َأ ِبي َواقِ ٍد اللَّ ْيثِي‬


‫رضِ َي هللاُ َع ْن ُه‬-

Dan diantara dalilnya adalah hadits Abu Waaqid Al Laitsiy radhiyallahu ‘anhu.

Beliau berkata,
‫ْن َو َنحْ نُ حُدَ َثا ُء َع ْه ٍد ِب ُك ْف ٍر‬
ٍ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِإلَى ُح َني‬
َ ‫هللا‬
ِ ‫ُول‬ِ ‫خ َرجْ َنا َم َع َرس‬،
َ

“Kami keluar bersama Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam ke arah Hunain.”


Dan ini terjadi setelah dibukanya kota Mekkah pada tahun 8 Hijriyah. Banyak
diantara orang-orang musyrikin Quraisy yang mereka masuk ke dalam agama Islam.
Yang sebelumnya musyrik, ketika dibuka kota Mekkah mereka masuk ke dalam
agama Islam.

Setelah dibukanya kota Mekkah, maka Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam


menuju ke kota Hunain. Bersama Beliau, orang-orang Islam baik yang lama maupun
yang baru. Dan di sini Abu Waaqid, dia menceritakan, ‘Kami keluar bersama
Rasulullah shallallāhu’ alaihi wa sallam ke arah Hunain,”

‫و َنحْ نُ حُدَ َثا ُء َع ْه ٍد ِب ُك ْف ٍر‬،


َ
“Dan kami baru saja masuk ke dalam agama Islam.”
Artinya, bekas-bekas jahiliyyah (kesyirikan) sebagian masih ada di dalam diri
mereka.

َ ‫ولِلِ ُم ْش ِرك‬،
ٌ‫ِين سِ ْد َرة‬ َ
“Dan orang-orang musyrikin memiliki sebuah pohon.”

‫ون ِب َها َأسْ ل َِح َت ُه ْم‬


َ ‫ط‬ُ ِّ‫ون عِ ْن َد َها َو ُي َنو‬
َ ُ‫ َيعْ ُكف‬،
“Mereka beri’tikaf di sekitar pohon tersebut dan menaruh senjata-senjata mereka di
pohon tersebut.”

Abu Waaqid menceritakan bahwasanya orang-orang musyrikin dahulu mereka


memiliki sebuah pohon, yang mereka sering beri’tikaf (berdiam diri) di pohon
tersebut, mengagungkan pohon tersebut selain Allah, di samping itu mereka juga
menaruh senjata-senjata mereka di pohon tersebut. Tujuannya adalah untuk
mencari barokah,supaya senjata tersebut ketika digunakan untuk berperang,
membawa barokah dan membawa kemenangan.
Dan ini menunjukkan bahwasanya perilaku seperti ini adalah termasuk perilaku
orang-orang musyrikin.

Kemudian beliau mengatakan,


ٍ‫ات َأ ْن َواط‬
ُ ‫ ُي َقا ُل لَ َها َذ‬،
ُ ‫َذ‬
“Pohon tersebut dinamakan (dikenal di kalangan orang-orang musyrikin) dengan ‫ات‬
ٍ‫ن َواط‬ْ ‫َأ‬
‫َف َم َررْ َنا ِبسِ ْد َر ٍة‬
“Maka ketika kami menuju Hunain, melalui (menemui) sebuah pohon.”

ٍ‫ات َأ ْن َواط‬
ُ ‫ات َأ ْن َواطٍ َك َما لَ ُه ْم َذ‬ ِ ‫ َيا َرسُو َل‬:‫َفقُ ْل َنا‬
َ ‫هللا اجْ َع ْل لَ َنا َذ‬
“Kemudian Kami berkata, ‘Ya Rasulullah, buatkanlah untuk kami sebuah ٍ‫ات َأ ْن َواط‬ ُ ‫َذ‬
(dzaatu anwaath) sebagaimana orang-orang musyrikin memiliki dzaatu anwaath.

Mereka meminta kepada Rasulullah supaya diberikan pohon yang di situ mereka
beri’tikaf dan menaruh senjata-senjata mereka di situ. Ucapan ini diucapkan oleh
mereka karena mereka baru saja masuk ke dalam agama Islam.

Tentunya lain antara orang yang sudah lama masuk dan belajar agama Islam
dengan orang yang baru saja masuk ke dalam agama Islam.
Oleh karena itu tidak heran apabila di sini sebagian sahabat yang baru saja masuk
Islam, mereka meminta kepada Rasulullah supaya dibuatkan dzaatu anwaath.

Kemudian beliau mengatakan,


‫ هللا أكبر‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ، ِ ‫َف َقا َل َرسُو ُل هَّللا‬

“Allah Maha Besar.”

Allah Maha Besar dari apa yang kalian ucapkan.


Kalian telah mengucap sesuatu yang besar, yaitu syirik kepada Allah Subhānahu wa
Ta’āla.

Kemudian beliau mengatakan,

‫ُوسى‬ َ ‫ت َب ُنو ِإسْ َراِئي َل لِم‬ ْ َ‫ قُ ْل ُت ْم َوالَّذِي َن ْفسِ ي ِب َي ِد ِه َك َما َقال‬، ُ‫ِإ َّن َها ال ُّس َنن‬
‫اجْ َع ْل لَ َنا ِإلَهًا َك َما لَ ُه ْم آلِ َه ٌة‬

“Ini adalah jalan-jalan orang-orang sebelum kalian. Kalian telah mengatakan, Demi
Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian telah mengatakan sesuatu yang
pernah dikatakan oleh Banu Israil kepada Musa ‘alaihissalam.”
Ucapan kalian ini persis dengan yang dikatakan oleh Banu Israil kepada Musa.

Apa yang mereka katakan?


Banu Israil ketika diselamatkan oleh Nabi Musa ‘alaihissalam dari cengekaraman
Fir’aun dan tentaranya, dikeluarkan dari Mesir dan Allah menyelamatkan mereka,
dari laut. Setelah menyeberang lautan, mereka mengatakan,

‫ۡٱج َعل لَّ َن ۤا ِإلَ ٰـ ࣰها َك َما َلهُمۡ َءالِ َه ࣱة‬


[Surat Al-A’raf 138]

“Wahai Musa, buatkanlah untuk kami sesembahan, sebagaimana mereka memiliki


sesembahan-sesembahan.”
Mereka ingin memiliki sesembahan yang bisa dilihat, yang bisa mereka sentuh,
sebagaimana mereka melihat ini diantara orang-orang musyrikin.
Orang-orang Banu Israil tinggal bersama orang-orang musyrikin, melihat orang-
orang musyrikin menyembah sesuatu yang bisa dilihat, sehingga mereka meminta
kepada Nabi Musa untuk membuatkan Tuhan yang mereka akan sembah,
sebagaimana orang-orang musyrikin memiliki Tuhan.

[Note: kami potong (tidak kami tulis) beberapa kalimat ustadz, yang mengulang
kalimat-kalimat di atas]

Hadits ini menunjukkan kepada kita bahwasanya ada diantara orang-orang


musyrikin, yang mereka menyembah kepada pohon.

Sehingga dengan ini kita mengetahui apa yang dikatakan oleh Al Muallif
(pengarang), semuanya berdasarkan dalil.

Ketika beliau mengatakan,


‫ُأ‬ َ َّ‫َأنَّ ال َّن ِبي‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬-
ٍ ‫ظ َه َر َعلَى َن‬-
َ ‫اس ُم َت َفرِّ ق‬
‫ِين فِي عِ َبادَ ات ِِه ْم‬

Bahwasanya Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam muncul dan diutus oleh Allah
Subhānahu wa Ta’āla di tengah-tengah manusia yang mereka berbeda-beda di
dalam ibadahnya.

Kenapa hal ini beliau kemukakan kepada kita?


Supaya kita tahu bahwasanya seseorang yang menyembah orang shalih sekalipun,
maka ini termasuk kesyirikan kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Ini termasuk kesyirikan. Karena sebagian menganggap, yang dilarang adalah
apabila kita menyembah kepada berhala, batu, atau matahari. Tapi kalau kita
berdo’a, menyembah kepada orang-orang yang shalih, maka ini tidak masalah.
Kita katakan, ucapan ini adalah ucapan yang tidak benar dan bertentangan dengan
dalil dari Al Qur’an dan juga Sunnah Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam.

HSI Silsilah Pembahasan Kitab Al Qawa’idul


Arba’ – Halaqah 25 | Penjelasan Kaidah Ke
Empat Kitab Al Qawa’idul Arba’
April 3, 2021Ummu Syifa

Halaqah yang ke dua puluh lima “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.

Kaidah yang ke empat (terakhir) dari empat kaidah yang dengannya kita bisa
memahami apa itu kesyirikan.
Beliau mengatakan,
ْ
‫ال َقاعِ دَ ةُ الرَّ ِاب َع ُة‬:
‫َأل‬
َ ‫ظ شِ رْ ًكا م َِن ا وَّ ل‬
‫ِين‬ ُ َ‫َأنَّ ُم ْشركِي َز َما ِن َنا َأ ْغل‬
ِ

“Ketahuilah, bahwasanya orang-orang musyrikin di zaman kita ini (dan beliau hidup
200 tahun yang lalu) lebih keras (dahsyat) kesyirikannya daripada orang-orang
musyrikin zaman dahulu.”

Kenapa demikian?
َ ‫ َوي ُْخلِص‬،‫ون فِي الرَّ َخا ِء‬
‫ُون فِي ال ِّش َّد ِة‬ َ ‫َألنَّ اَأل َّول‬،
َ ‫ِين ُي ْش ِر ُك‬

“Karena orang-orang musyrikin yang terdahulu, mereka menyekutukan Allah ketika


dalam keadaan senang, bahagia, tenteram. Tetapi ketika mereka susah, mereka
mengikhlaskan ibadahnya kepada Allah.”

Ini adalah sifat orang-orang musyrikin zaman dahulu. Ketika mereka senang,
bahagia, mereka menyekutukan Allah. Tetapi ketika mereka susah, terkena
musibah, mereka mengikhlaskan ibadahnya hanya untuk Allah Subhānahu wa
Ta’āla.

Kemudian beliau mengatakan,


‫َو ُم ْش ِر ُكو َز َما ِن َنا شِ رْ ُك ُه ْم دَاِئ ٌم فِي الرَّ َخا ِء َوال ِّش َّد ِة‬

“Adapun orang-orang musyrikin di zaman kita, kesyirikan mereka senantiasa dan


selalu, baik ketika mereka dalam keadaan senang maupun dalam keadaan susah.”

Tentunya orang yang melakukan kesyirikan baik dalam keadaan susah maupun
senang, ini lebih keras, lebih dahsyat, lebih besar, daripada orang yang
menyekutukan Allah ketika dalam keadaan senang dan tidak dalam keadaan susah.

Oleh karena itu beliau mengatakan, orang-orang musyrikin di zaman kita lebih
dahsyat kesyirikannya. Susah senang mereka berbuat syirik. Adapun zaman dahulu,
melihat keadaan. Dalam keadaan senang menyekutukan Allah, dalam keadaan
susah baru mereka ingat kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla.

Dalilnya apa?
Beliau mengatakan,
‫َوال َّدلِي ُل َق ْولُ ُه َت َعالَى‬

“Dan dalilnya adalah firman Allah Subhānahu wa Ta’āla,”

َ ‫ین َفلَمَّا َنجَّ ٰىهُمۡ ِإ َلى ۡٱل َبرِّ ِإ َذا هُمۡ ی ُۡش ِر ُك‬
‫ون‬ َ ِ‫ُوا فِی ۡٱل ُف ۡلكِ َد َعوُ ۟ا ٱهَّلل َ م ُۡخلِص‬
َ ‫ین لَ ُه ٱل ِّد‬ ۟ ‫َفِإ َذا َر ِكب‬
[Surat Al-Ankabut 65]
“Apabila mereka berada di dalam kapal (sedang dalam perjalanan di laut menaiki
kapal), mereka berdo’a kepada Allah dalam keadaan mengikhlaskan agama ini
hanya untuk Allah.”

Ini yang mengabarkan kepada kita adalah Allah Subhānahu wa Ta’āla.


Mengabarkan tentang keadaan orang-orang musyrikin ketika mereka bepergian
memakai kapal. Di tengah-tengah lautan, Allah mengabarkan, mereka berdo’a
kepada Allah dalam keadaan mengikhlaskan agamanya hanya untuk Allah.

Kita tidak pernah mendengar, tidak pernah melihat apa yang mereka lakukan di
tengah lautan. Tetapi Allah Subhānahu wa Ta’āla mendengar dan melihat apa yang
mereka lakukan.
Allah mengabarkan ternyata mereka mengikhlaskan ibadahnya hanya untuk Allah.

Di dalam ayat yang lain Allah mengabarkan, ketika mereka berada di tengah lautan,
kemudian datang angin yang keras dan datang ombak yang sangat besar, mereka
mengikhlaskan ibadahnya kepada Allah dan mengatakan,

َ ‫لَ ِٕى ۡن َأ‬


َ ‫نج ۡی َت َنا م ِۡن َه ٰـ ِذهِۦ لَ َن ُكو َننَّ م َِن ٱل َّش ٰـك ِِر‬
‫ین‬
[Surat Yunus 22]

“Ya Allah, seandainya Engkau menyelamatkan kami dari ini semua, niscaya kami
termasuk orang-orang yang bersyukur.”

Berjanji kepada Allah di tengah lautan, apabila mereka selamat sampai ke daratan,
dan diselamatkan oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla, niscaya mereka akan menjadi
orang-orang yang bersyukur.

Lupa mereka dengan Latta, lupa dengan ‘Uzza, Manaah, dan juga sesembahan-
sesembahan lain selain Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Yang mereka ingat saat itu adalah Allah. Dialah Allah Subhānahu wa Ta’āla yang
hanya bisa menyelamatkan mereka dari kesusahan saat itu.

Tapi apa kata Allah?


َ ‫َفلَمَّا َنجَّ ٰىهُمۡ ِإلَى ۡٱل َبرِّ ِإ َذا هُمۡ ی ُۡش ِر ُك‬
‫ون‬

“Ketika Allah menyelamatkan mereka ke daratan, tiba-tiba mereka kembali


menyekutukan Allah Subhānahu wa Ta’āla.”

Lupa dengan apa yang sudah dikatakan ketika mereka berada di tengah lautan.

Ayat ini adalah dalil sebagaimana disebutkan oleh pengarang bahwasanya orang-
orang musyrikin, mereka mengikhlaskan ibadahnya ketika susah dan menyekutukan
Allah ketika mereka dalam keadaan senang.
Adapun orang-orang musyrikin di zaman beliau, dan ini juga masih ada di zaman
kita, dalam keadaan susah dan senang mereka tetap menyekutukan Allah
Subhānahu wa Ta’āla.

Tidak jarang diantara mereka ketika datang musibah, bukan kembali dan meminta
kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla. Akan tetapi justru meminta kepada selain Allah.
Ketika gunung berapi akan meletus, atau ketika terjadi tsunami, kembalinya bukan
kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla dan meminta perlindungan dan penjagaan dari
Allah Subhānahu wa Ta’āla akan tetapi kembali kepada benda. Menaruh ini itu di
rumah, atau datang kepada orang yang dinamakan dengan paranormal, atau orang
yang sakti, dengan harapan mereka bisa menyelamatkan dari musibah-musibah
tersebut.
Dalam keadaan susah pun mereka masih bergantung kepada selain Allah
Subhānahu wa Ta’āla, dalam keadaan senang juga.

Oleh karena itu, apa yang dikatakan oleh beliau pada kaidah yang ke empat ini
adalah sesuatu yang berdasar dan bukan sesuatu yang mengada-ada. Bahwasanya
orang-orang musyrikin di zaman kita lebih dahsyat daripada orang musyrikin yang
ada di zaman dahulu.

Kemudian beliau mengatakan,


‫وهللا َأعلَم‬

“Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla yang lebih mengetahui.”

Dengan demikian kita sudah menyelesaikan kitab yang sangat bermanfaat, yang
ringkas, yang dikarang oleh Syaikh Muhammad At Tamimi yang beliau adalah ulama
besar yang meninggal pada tahun 1206 H.
Dan semoga Allah Subhānahu wa Ta’āla memberikan manfaat dari apa yang kita
baca.

Itulah yang bisa kita sampaikan. Semoga apa yang kita sampaikan bermanfaat.

‫وباهلل التوفيق والهداية‬


‫والسالم عليكم ورحمة هللا وبركاته‬

Anda mungkin juga menyukai