Anda di halaman 1dari 63

UPAYA MENINGKATKAN KESELAMATAN KERJA

DALAM RANGKA MENDUKUNG KELANCARAN


OPERASIONAL ANCHOR HANDLING
DI KAPAL AHT. DIAN PACIFIC

o
0

KARYA ILMIAH TERAPAN


Oleh
Martono

PROGRAM PENDIDIKAN DIKLAT PELAUT I


NAUTIKA

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
BADAN PENGEMBANGAN SDM PERHUBUNGAN
BALAI BESAR PENDIDIKAN PENYEGARAN DAN
PENINGKATAN ILMU PELAYARAN
JAKARTA
2023
UPAYA MENINGKATKAN KESELAMATAN KERJA
DALAM RANGKA MENDUKUNG KELANCARAN
OPERASIONAL ANCHOR HANDLING
DI KAPAL AHT. DIAN PACIFIC

o
0

KARYA ILMIAH TERAPAN


Oleh :

Martono

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan


Untuk Penyelesaian Program Pelaut - I

PROGRAM PENDIDIKAN DIKLAT PELAUT I


NAUTIKA

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
BADAN PENGEMBANGAN SDM PERHUBUNGAN
BALAI BESAR PENDIDIKAN PENYEGARAN DAN
PENINGKATAN ILMU PELAYARAN
JAKARTA
2023

i
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
BADAN PENGEMBANGAN SDM PERHUBUNGAN
BALAI BESAR PENDIDIKAN PENYEGARAN DAN
PENINGKATAN ILMU PELAYARAN

o
0

TANDA PERSETUJUAN KARYA ILMIAH TERAPAN

Nama : MARTONO
NIPD : 101.09.01.23.006
Program Pendidikan : Diklat Pelaut - I
Jurusan : NAUTIKA
Judul : UPAYA MENINGKATKAN KESELAMATAN
KERJA DALAM RANGKA MENDUKUNG
KELANCARAN OPERASIONAL ANCHOR
HANDLING DI KAPAL AHT. DIAN PACIFIC

Jakarta, April 2023


Pembimbing Materi Pembimbing Teknis

Capt. Arina Hidayah, SE, M.Pd, M.Mar Mira Hardiyani, SS. M Hum

Mengetahui :
Kepala Seksi Pengajaran

Capt. Suhardi, M.Si, M.Mar


Pembina (IV/a)
NIP. 19760201 200212 1 008

ii
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
BADAN PENGEMBANGAN SDM PERHUBUNGAN
BALAI BESAR PENDIDIKAN PENYEGARAN DAN
PENINGKATAN ILMU PELAYARAN

o
0

TANDA PENGESAHAN KARYA ILMIAH TERAPAN

Nama : MARTONO
NIPD : 101.09.01.23.006
Program Pendidikan : Diklat Pelaut - I
Jurusan : NAUTIKA
Judul : UPAYA MENINGKATKAN KESELAMATAN
KERJA DALAM RANGKA MENDUKUNG
KELANCARAN OPERASIONAL ANCHOR
HANDLING DI KAPAL AHT. DIAN PACIFIC

Ketua Penguji Sekretaris Penguji Anggota Penguji

Capt. Abdul Manan Siregar, M.Mar Didin Alfiani, S.S, M.Sc Capt. Fauzi, M.M., M.Mar
Pembina Tk I (IV/b)
NIP. 19780528 200312 2 013
Mengetahui :
Kepala Bidang Penyelenggaraan

Capt. Didi Sumadi, M.Mar


Pembina (IV/a)
NIP. 19670318 200312 1 001

iii
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,


Karena atas kehendak-Nya dapat menyelesaikan karya ilmiah terapan ini
tepat pada waktunya dan sesuai dengan yang diharapkan. Pada
penulisan karya ilmiah terapan ini penulis mengambil judul: “UPAYA
MENINGKATKAN KESELAMATAN KERJA DALAM RANGKA
MENDUKUNG KELANCARAN OPERASIONAL ANCHOR HANDLING DI
KAPAL AHT. DIAN PACIFIC”
Dalam penyusunan karya ilmiah terapan ini penulis banyak
mendapatkan bantuan dan dorongan yang sangat berharga dari berbagai
pihak, baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada kesempatan ini
penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-
besarnya kepada yang terhormat :
1. Ir. Ahmad, M.MTr.,QIA.,CFr.A, selaku Direktur Balai Besar Pendidikan
Penyegaran dan Peningkatan Ilmu Pelayaran.
2. Capt. Didi Sumadi, M.Mar, selaku Kepala Bidang Penyelenggaraan.
3. Capt. Suhardi, M.Si, M.Mar., selaku Kepala Seksi Pengajaran.
4. Capt. Asep Yedi Heryadi, M.M., selaku Kepala Seksi Rencana dan
Program.
5. Capt. Arina Hidayah, SE, M.Pd, M.Mar, selaku Pembimbing Materi.
6. Mira Hardiyani SS. M Hum, selaku Pembimbing Teknis.
7. Keluarga besar, istri dan anak-anak saya yang telah memberikan
motivasi.
8. Seluruh Dosen dan Instruktur Pengajar di BP3IP Jakarta.
9. Rekan-rekan Pasis Program DP-I Nautika Periode I Gelombang 1
Tahun 2023 BP3IP Jakarta.
Karena keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan waktu, maka
penulisan karya ilmiah terapan ini jauh dari sempurna dan untuk itu
penulis akan dengan senang hati dapat menerima kritik dan saran untuk
perbaikan karya ilmiah terapan ini. Akhir kata, semoga karya ilmiah
terapan ini dapat membawa manfaat bagi penulis dan para pembaca pada
umumnya.

Jakarta, April 2023

Penulis

iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN KARYA ILMIAH TERAPAN ...................... ii
HALAMAN PENGESAHAN KARYA ILMIAH TERAPAN ....................... iii
KATA PENGANTAR .............................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................ v
DAFTAR TABEL ................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................. 2
C. Batasan Masalah ..................................................................... 2
D. Rumusan Masalah ................................................................... 3
E. Tujuan Dan Manfaat Masalah .................................................. 3
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka ..................................................................... 5
B. Kerangka Pemikiran ............................................................... 20
BAB III METODE PENELITIAN
A. Lokasi Dan Waktu .................................................................. 21
B. Metode Pengumpulan Data .................................................... 21
C. Teknik Analisis ....................................................................... 22
BAB IV PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data ........................................................................ 25
B. Analisis Data .......................................................................... 26
C. Pemecahan Masalah ............................................................. 31
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................ 40
B. Implikasi ................................................................................. 40
C. Saran ..................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 42
LAMPIRAN
PENJELASAN ISTILAH

v
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Penyebab dan pemecahan masalah ....................................24

vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Fishbone Diagram ............................................................24

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Ship Particular


Lampiran 2 Crew List
Lampiran 3. Gambar Kapal AHT. Dian Pacific
Lampiran 4. Pekerjaan Anchor Handling

viii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dewasa ini perkembangan pencarian minyak bumi dan gas lepas
pantai atau yang terkenal dengan sebutan pengeboran lepas pantai
dan sumur minyak yang ada di darat semakin marak, diiringi dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang semakin
pesat. Dengan semakin maraknya pengeboran minyak lepas pantai,
maka sangat dibutuhkan salah satu kapal Anchor Handling Tug (AHT)
untuk mendukung proses pembangunan kontruksi anjungan
pengeboran lepas pantai. Pembangunan kapal-kapal jenis supply dan
AHT yang notabene kapal jenis anchor handling merupakan sarana
transportasi vital berguna melayani kebutuhan mobilitas penarik
peletakan jangkar, pendukung tongkang, pendukung memindah posisi
anjungan pengeboran yang bergerak. Kapal ini juga dapat
mengangkut pasokan dan mendukung kegiatan pengeboran dan
sebagai kapal darurat siaga dan memiliki kemampuan sebagai
pemadam kebakaran demi meningkatkan sarana produktivitas minyak
dan gas bumi.
Menurut Mamondole (2014:2), anchor handling adalah kegiatan
mengangkat dan menurunkan jangkar di tempat yang telah ditentukan
secara tepat dan aman. Perbedaan dari segi karakteristik kapal dan
juga sifat jenis pekerjaannya. Dalam pengoperasiannya kapal anchor
handling sangat berbeda dengan pengoperasian kapal niaga lainnya.
Oleh karena itu sangat diperlukan keterampilan, pengetahuan serta
pengalaman baik nakhoda selaku pemimpin dan anak buah kapal
(ABK) yang melaksanakan pekerjaan anchor handling di dek. Di atas
kapal anchor handling, nakhoda selaku pemimpin memegang peranan
penting dalam mengontrol anak buah kapal (ABK), terutama pada saat
melaksanakan pekerjaan anchor handling. Apabila tidak hati-hati
maka akan berakibat kecelakaan yang fatal terhadap ABK yang
bekerja di geladak utama (main deck). Hal ini sangat berisiko terhadap
keselamatan jiwa manusia, platform/rig dan bagi kapal itu sendiri.
Dalam hal ini perusahaan tidak hanya menyediakan kapal dalam
jumlah yang banyak tapi kapal juga harus dilengkapi dengan armada
yang dan tenaga pelaut yang potensial, terampil dan bertanggung
jawab. Selain itu pelaut juga harus memiliki pengetahuan serta
pengalaman yang cukup untuk bekerja di kapal AHT dalam upaya
mencegah terjadinya kecelakaan kerja di atas kapal sehingga
pelaksanaan proses pekerjaan berjalan lancar dan aman. Untuk itu,
perusahaan harus memperhatikan kompetensi calon anak buah kapal
(ABK) yang akan dikirim ke kapal. Berdasarkan penelitian terdahulu

1
oleh Elyadi Amir (2021) menyatakan bahwa penyebab utama terjadi
kecelakaan pada saat kegiatan anchor handling yaitu dari faktor
manusia (human error).
Berdasarkan pengalaman peneliti selama bekerja sebagai Chief
Officer di atas kapal AHT. Dian Pacific terjadi kecelakaan saat
pelaksanaan anchor handling. Pada tanggal 14 Oktober 2022 kapal
AHT. Dian Pacific mendapat tugas untuk mengangkat buoy jangkar
depan sebelah kiri, yaitu salah satu jangkar dari DB 27. Kejadian
terjadi pada jam 09:00 LT (waktu setempat) saat pelepasan penant
anchor wire yang terhubung dengan work wire, shackle penghubung
terpental dan mengenai kaki salah satu ABK. Kecelakaan ini
disebabkan karena kesalahan pelaksanaan anchor handling yang
pelepasannya dilakukan dalam keaadaan anchor wire masih tegang.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk
mengambil judul : “UPAYA MENINGKATKAN KESELAMATAN
KERJA DALAM RANGKA MENDUKUNG KELANCARAN
OPERASIONAL ANCHOR HANDLING DI KAPAL AHT. DIAN
PACIFIC”.

B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti
mengidentifikasi beberapa permasalahan di atas kapal AHT. Dian
Pacific sebagai berikut:
1. ABK mengalami kecelakaan kerja saat pelepasan penant anchor
wire dengan work wire
2. Kebocoran pipa hidraulis anchor handling gear saat sedang
mengangkat gravity anchor.
3. Masuknya pick up rope anchor (tali anak) buoy ke propeller ketika
proses angkat buoy.
4. Terjadinya overheat pada electrical bow thruster ketika sedang
menahan posisi Kapal dalam jangka waktu lama.

C. BATASAN MASALAH
Berdasarkan beberapa idektifikasi masalah di atas, maka agar
pembahasan pada Karya Ilmiah Terapan ini tidak melebar, peneliti
membatasi pada lingkup bahasan yang mencakup pada:
ABK mengalami kecelakaan kerja saat pelepasan penant anchor
wire dengan work wire

2
D. RUMUSAN MASALAH
Bedasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah yang
telah peneliti kemukakan pada pembahasan sebelumnya, maka
peneliti menetapkan rumasan masalah yang ada yaitu.
1. Mengapa ABK mengalami kecelakaan kerja saat pelepasan
penant anchor wire dengan work wire ?
2. Bagaimana mencegah kecelakaan kerja saat pelepasan dari
penant anchor wire dengan work wire ?

E. TUJUAN DAN MANFAAT


1. Tujuan Karya Ilmiah Terapan
a. Untuk mengetahui penyebab ABK mengalami kecelakaan
kerja saat pelepasan penant anchor wire dengan work wire.
b. Untuk mengetahui bagaimana cara mencegah atau
memperkecil terjadinya kecelakaan kerja pada saat
operasional anchor handling.

2. Manfaat Karya Ilmiah Terapan


a. Aspek Teoritis
1) Diharapkan karya ilmiyah terapan ini dapat menambah
pengetahuan para pasis megenai hal hal yang harus
diperhatikan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja
anchor handling operation di atas Kapal.
2) Diharapkan hasil karya ilmiyah terapan ini dapat dijadikan
sebagai sumbang bacaan di perpustakaan BP3IP jakarta
tentang keselamatan kerja pada saat operasional anchor
handling.

b. Aspek Akademis
1) Diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak BP3IP
Jakarta tentang pentingnya keselamatan kerja dalam
menunjang kelancaran operasional kapal AHT.
2) Diharapkan dapat bermanfaat sebagai acuan untuk
mempelajari perihal keselamatan kerja di atas kapal,
khususnya dalam pekerjaan anchor handling.

c. Aspek Praktis
1) Diharapkan Karya Ilmiyah Terapan ini dapat memberikan
pemahaman bagi para ABK tentang penyebab terjadinya
kecelakaan mengenai ABK saat pelepasan dari penant
anchor wire yang terhubung dengan work wire.

3
2) Diharapkan dapat meningkatkan kemampuan ABK
sehingga dapat mengetahui bagaimana cara mencegah
terjadinya kecelakaan kerja saat pelepasan dari penant
anchor wire yang terhubung dengan work wire.

4
BAB II
LANDASAN TEORI

A. TINJUAN PUSTAKA
Dalam bab ini peneliti memaparkan teori-teori dan istilah-istilah
yang berhubungan dan mendukung dari pembahasan permasalahan
yang akan dibahas lebih lanjut pada masalah ini yang bersumber dari
referensi buku-buku pustaka yang terkait.
1. Keselamatan Kerja
a. Definisi Keselamatan Kerja
Wilson Bangun (2012:377) menyatakan bahwa
keselamatan kerja adalah perlindungan atas keamanan kerja
yang dialami pekerja baik fisik maupun mental dalam
lingkungan pekerjaan. Pengertian dari pada keselamatan kerja
adalah upaya yang dilakukan oleh siapa pun dan dimana pun
saat melakukan kegiatan di atas kapal selalu mengikuti aturan
yang ada agar berjalan lancar dan aman.

b. Tindakan Pencegahan Kecelakaan Kerja


1) SOLAS 1974
Tindakan untuk mencegah kecelakaan kerja ini
sebagaimana aturan SOLAS 1974 yaitu :
a) Bab IX: menjelaskan Manajemen keselamatan dalam
mengoperasikan kapal (Management for the Safe
Operation of Ships), berisi ketentuan tentang
manajemen pengoperasian kapal untuk menjamin
keselamatan pelayaran. Bab ini hadir karena
peralatan canggih tidak menjamin keselamatan tanpa
manajemen pengoperasian yang benar. Dari Bab
inilah lahir ISM Code.
b) Bab XI-1 : menjelaskan Langkah khusus untuk
meningkatkan keselamatan maritim (Special
measures to enhance maritime safety), berisi
ketentuan tentang RO (Recognized Organization),
yaitu badan yang ditunjuk pemerintah sebagai
pelaksana survey kapal atas nama pemerintah, nomor
identitas kapal dan Port State Control (Pemeriksaan
kapal berbendera asing oleh suatu negara).

5
2) International Safety Management (ISM) Code
Menurut ISM Code, Elemen 6: Resources And
Personnel (Sumber Daya dan Personil), sebagai berikut :
a) Elemen 6.1
Perusahaan harus menjamin bahwa seorang
Nakhoda sudah:
(1) Dipilih secara teliti untuk memberikan komando
(2) Sepenuhnya mengetahui SMS perusahaan dan,
(3) Diberi dukungan yang diperlukan, sehingga tugas-
tugas Nakhoda dapat terlaksana dengan aman.
b) Elemen 6.2
Perusahaan harus menjamin bahwa tiap kapal
diawaki oleh pelaut-pelaut yang berikualifikasi,
bersertifikat, dan sehat secara medis sesuai dengan
persyaratan-persyaratan, baik nasional maupun
internasional.
c) Elemen 6.3
Perusahaan harus membuat prosedur untuk
menjamin bahwa personil baru atau personil yang
dipindahkan pada tugas baru yang berhubungan
dengan keselamatan dan lindungan lingkungan diberi
waktu penyesuaian yang cukup dengan tugas-
tugasnya. Petunjuk-petunjuk yang penting sebelum
berlayar, harus ditentukan, didokumentasikan, dan
dipersiapkan.
d) Elemen 6.4
Perusahaan menjamin bahwa seluruh personil
yang terlibat dalam SMS memiliki pengetahuan yang
baik mengenai hukum, peraturan, Code dan petunjuk
yang berlaku.
e) Elemen 6.5
Perusahaan harus membentuk dan memelihara
prosedur yang akan digunakan untuk menetapkan
jenis latihan yang mungkin diperlakukan, dalam
menunjang pelaksanaan SMS lebih lanjut dan harus
menjamin bahwa latihan dimaksud diberikan pada
seluruh personil yang memerlukan.
f) Elemen 6.6
Perusahaan harus membuat prosedur yang
memungkingkan semua personil kapal menerima

6
informasi yang berhubungan dengan SMS dalam
bahasa yang dimengerti oleh mereka.
g) Elemen 6.7
Perusahaan harus menjamin bahwa personil
kapal dapat berkomunikasi secara efektif dalam
melaksanakan tugasnya yang berhubungan dengan
SMS.
Sedangkan pada Elemen 7 tentang Pengembangan
Perencanaan Operasi di kapal dijelaskan bahwa
perusahaan harus menetapkan prosedur-prosedur,
rencana dan petunjuk kerja termasuk checklist yang
sesuai untuk pengoperasian kapal yang dianggap kunci
mengenai keselamatan personil, kapal dan perlindungan
lingkungan. Berbagai tugas harus ditetapkan dan
diberikan kepada personil yang mempunyai kualifikasi
tersebut.

3) Perbaikan Sistem Manajemen Keselamatan


Goenawan Danuasmoro (2013:45) menjelaskan
bahwa perbaikan pada unsur sistem ini selain dapat
mencegah terjadinya kecelakaan/insiden yang merugikan,
juga dapat meningkatkan produktifitas perusahaan.
a) Pendekatan Sub Sistem Lingkungan fisik
Usaha keselamatan kerja yang diarahkan pada
lingkungan fisik ini bertujuan untuk menghilangkan,
mengendalikan atau mengurangi akibat dari bahaya-
bahaya yang terkandung dalam peralatan, bahan-
bahan produksi maupun lingkungan kerja.
Usaha Pencegahan Kecelakaan melalui:
(1) Perancangan mesin atau peralatan dengan
memperhatikan segi-segi keselamatannya.
(2) Perancangan peralatan atau lingkungan kerja
yang sesuai dengan batas kemampuan pekerja,
agar tercipta “The Right Design for Human”
sehingga dapat dihindari ketegangan jiwa, badan
maupun penyakit kerja terhadap manusia.
(3) Pembelian yang didasarkan mutu dan syarat
keselamatan kerja.
(4) Pengelolaan (pengangkutan, penyusunan,
penyimpanan) bahan-bahan produksi dengan
memperhitungkan standar keselamatan yang
berlaku.

7
(5) Pembuangan bahan limbah/ ballast/ air got
dengan memperhitungkan kemungkinan
bahayanya, baik terhadap masyarakat maupun
lingkungan sekitarnya.
b) Pendekatan Sub Sistem Manusia
Tinjauan terhadap unsur manusia ini dapat
berdiri sendiri, tetapi harus dikaitkan dengan
interaksinya bersama unsur lingkungan fisik dan
sistem manajemen. Dari sudut manusia secara
pribadi, kita harus mengusahakan agar dapat
dicapainya penempatan kerja yang benar (the right
man in the right job) disertai suasana kerja yang baik.
Oleh karena itu usaha pencegahan kecelakaan
ditinjau dari sudut unsur manusia meliputi antara lain:
(1) Kemampuan
Dari segi kemampuan, dapat dilakukan
program pemilihan penempatan dan pemindahan
ABK yang baik, selain itu perlu dilaksanakan drill
atau latihan yang terpadu bagi semua ABK sesuai
dengan kebutuhan jabatan yang ada. Sedangkan
untuk memperoleh ABK yang tepat dari segi
pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja sesuai
kompetensi perlu dilakukan pembinaan, baik bagi
ABK baru, maupun ABK lainnya.
(2) Kemauan
Dari segi kemauan, perlu dilakukan program
yang mampu/mau, memberikan motivasi pada
para pekerja agar bersedia bekerja secara aman.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemauan ABK
dalam bidang keselamatan kerja antara lain:
(a) Contoh yang diberikan oleh pengawas,
pimpinan madya maupun pejabat teras
perusahaan.
(b) Komunikasi, dalam bentuk safety contact,
safety indoctrination, propaganda dan
publikasi keselamatan dan lain-lain.
(c) Partisipasi ABK, seperti: safety talks, safety
meeting safety observer program dan lain-lain.
(d) Enforcement, melalui penerapan peraturan
keselamatan kerja dan sangsi-sangsinya.
(e) Hadiah (reward) dalam bentuk “Safe Behavior
Reinforcement “ maupun “Award Program”

8
(f) Dari segi keadaan mental, seperti: marah,
ketegangan kerja (stres), kelemahan mental,
bioritmik, dan lain-lain. Dapat di atasi melalui
perencanaan alat dan kepengawasan yang
baik, sehingga tercipta suasana kerja yang
aman dan nyaman.
c) Pendekatan Sub Sistem Manajemen
Manajemen merupakan unsur penting dalam
usaha penanggulangan kecelakaan, karena
manajemenlah yang menentukan pengaturan unsur
produksi lainnya. Dalam kaitannya dengan
manajemen ini, perlu digaris bawahi bahwa
keselamatan kerja yang baik harus terpadu dalam
kegiatan perusahaan. Ini dapat terwujud jika
keselamatan kerja dipadukan dalam prosedur yang
ada dalam perusahaan Selain usaha untuk
memadukan keselamatan kerja kedalam sistem
prosedur kerja perusahaan, masih diperlukan usaha-
usaha lain untuk memadukan keselamatan kerja
dalam kegiatan operasi perusahaan. Umumnya
usaha-usaha ini dirumuskan dalam suatu program
keselamatan kerja yang komponen-komponennya
antara lain:
(1) Kebijakan keselamatan kerja (Safety Policy) dan
partisipasi manajemen.
(2) Pembagian tanggung jawab dan pertanggung
jawaban (Accountability) dalam bidang
keselamatan kerja.
(3) Pimpinan keselamatan kerja (Safety Commitee).
(4) Peraturan standar dan prosedur keselamatan
kerja.
(5) Sistem untuk menentukan bahaya, baik yang
potensial melalui inspeksi, analisa kegagalan
(Fault Tree Analysis). Analisa keselamatan (Job
Safety Observation). Incident Recall Techniques
maupun yang telah terjadi melalui penyelidikan
kecelakaan (Accident Investigation):
(6) Pencegahan secara teknik melalui: pengawasan
teknik, perlindungan mesin, alat-alat
keselamatan, perlindungan perorangan
(Personal Protective Equipment), program
medis, pengendalian lingkungan dan tata rumah
tangga.

9
(7) Prosedur pemilihan, penempatan dan
pemindahan kru serta program pembinaan.
(8) Program motivasi yang meliputi: indoktrinasi
keselamatan kerja, pertemuan keselamatan kerja
dan lain-lain.
(9) Enforcement dan Supervission.
(10) Emergency Action Plan (Rencana Tindakan
Darurat).
(11) Program Pengendalian Kebakaran.
(12) Pengendalian Tuntutan dan Biaya Ganti Rugi.
(13) Penilaian efektifitas program keselamatan kerja,
melalui Catatan dan Analisa
(14) Kecelakaan, pelaporan kecelakaan audit
keselamatan, perhitungan biaya dan operasi
produksi.

4. Anchor Handling
a. Definisi Anchor Handling
Menurut Krets Mamondole (2014:2) dalam bukunya
Anchor handling adalah mengangkat dan menurunkan jangkar
ditempat yang telah ditentukan secara tepat dan aman, namun
bukan semata menjatuhkannya ke dasar laut karena di daerah
lepas pantai banyak sekali kontruksi pipa-pipa di dasar laut
maka ketepatan dalam menempatkan jangkar sangat
diperlukan, juga diperlukan sebuah kapal yang dibangun
khusus untuk jenis pekerjaan tersebut.
Untuk mencapai tujuan hasil yang maksimal dan
keselamatan dalam pekerjaan tersebut maka dianjurkan agar
semua pekerja baik di deck maupun kamar mesin atau juga di
anjungan diharuskan mengikuti prosedure baik prosedure
dalam pelaksanaan anchor handling dan juga prosedure
keselamatan diantaranya menggunakan alat pelindung diri
atau Personal Protective Equipment (PPE) khususnya bagi
yang bekerja di deck harus menggunakan antara lain cover
all, safety shoes, helmets, hand gloves leather types, goggles,
bosun knife, work vest, walkie talkie. Pekerjaan anchor
handling tidak terpisahkan dengan bahaya yang mengandung
resiko sangat tinggi sehingga dapat mengancam jiwa ABK.
Untuk itu tindakan pencegahan kecelakaan kerja dan
keselamatan kerja sangat diutamakan bagi ABK dalam
melaksanakan pekerjaan ini, agar dapat terselesaikan secara
aman efektif dan efisien.

10
b. Pengertian dan Jenis kapal yang melayani offshore
Berdasarkan Artikel dari Teknik Area (2020) Jenis kapal
Offshore merupakan kapal yang di desain khusus sesuai
dengan kebutuhannya untuk mendukung aktivitas kegiatan
lepas pantai atau offshore, Dibawah adalah pengertian dan
jenis kapal offshore :
1) Kapal AHT(Anchor Handling and Towing) Digunakan
untuk aktifitas mengangkut jangkar dari Barge/RIG dan
menjatuhkan (Deployed) ke laut atau sebalikya dan juga
menunda Barge/RIG. Kapal jenis ini biasanya main
deknya sempit.
2) Kapal AHTS (Anchor Handling Towing and Supply) Tugas
dan perkerjaanya sama dengan tipe kapal AHT dan dapat
juga digunakan untuk menyuplay berbagai macam
keperluan RIG atau Platform.Seperti menyuplay peralatan
pengeboran bahan makanan, air, minyak dan sebagainya.
Sehingga kapal ini mempunyai main dek yang lebih luas
dibandingkan dengan kapal AHT.
3) Kapal Work Boat kapal pengangkut tenaga kerja yang
akan bekerja di Offshore,dilengkapi sejumlah ruang
akomodasi yang besar untuk para penumpang.Untuk tipe
besar disebut Accommodation Barge yang mampu
menampung ratusan orang.
4) Kapal Crew Boat, Kapal yang dikhusukan untuk mengakut
personal pendukung lepas pantai dari Platform ke
Platform atau kedarat.
5) Kapal DSV (Diving Supply Vessel) Kapal yang dipakai
untuk explorasi penyelaman.
6) Kapal PVS (Platform Supply Vessel) Kapal yang didesain
khusus untuk transportasi barang dan personil dari
pelabuhan ke platform atau antar platform.
7) Kapal RV (Research Vessel) kapal Survey Kapal yang
mempunyai fungsi untuk melakukan survey dan penelitian
dibawah laut. Biasanya kapal ini difungsikan juga sebagai
diving vessel.
8) Cable Layer atau Cable Ship Kapal yang digunakan untuk
penanaman kabel listrik dan telekominikasi dibawah laut.
Memiliki bangunan kapal yang tinggi dan spool gulungan
kapal yang sangat besar membuat berbeda dari jenis
kapal lain.

11
c. Safety Management Manual (SMM)
1) Anchor Handling
a) Sebelum pelaksanaan anchor handling, sejumlah
persiapan harus dilakukan. Semua peralatan yang
diperlukan untuk penanganan jangkar harus disiapkan
sebelum kapal berlayar keluar dari pelabuhan.
Personel penanganan jangkar juga harus beristirahat
dengan baik sebelum dimulainya tugas.
b) Semua belenggu untuk diminyaki dan alat-alat dirakit.
Garis mati harus dihubungkan ke mata pad dan kait
pelikan dibelenggu dengan Safe Working Load (SWL)
yang diperlukan. Work wire jangkar harus habis
setelah dan semua sistem winch diperiksa operasi
sebelumnya.
c) Ada dua kemungkinan di mana penanganan jangkar
dilakukan. Salah satunya adalah ketika penahan
dilakukan dan kedua ketika pemindahan rig dilakukan
dan jangkar diangkat

2) Lifting Up The Anchor


a) Persiapan pertama dibuat di geladak dan kawat serta
kait pelikan dibuat siap untuk melumasi buoy untuk
mengambil pendent wire di papan untuk dimulainya
naik-turun jangkar. Ini akan diputuskan oleh rencana
penahan sesuai penggerak rig dimana jangkar harus
diangkut terlebih dahulu. Bergantung pada fakta ini,
buoy untuk didekati telah ditentukan.
b) Stern didekati ke arah buoy perlahan. Mungkin
dianggap bermanuver dengan Thruster hanya agar
buoy tidak hanyut saat mesin dinyalakan.
c) Mendekati buoy dengan kawat las diselipkan di atas
buoy dan hal yang sama diambil di atas kapal. Setelah
buoy di papan kait pelican harus ditempatkan pada
jangkar pennant pertama dan work wire diulurkan
sampai kait pelican mengambil seluruh berat. Pennant
kemudian harus tergelincir ke sisi kait pelican roller.
Mesin dapat bekerja untuk bekerja dengan aman dan
menghindari kecelakaan.
d) Buoy sekarang dapat diputus dan ditarik di atas
geladak. Buoy diangkat ke atas pagar dan diikat.
Awak lainnya menghapus laso dan menghubungkan
work wire ke jangkar independen dengan Shackle
untuk menangani jangkar Safe working Load (SWL).

12
Berat yang harus diambil pada work wire dan kait
pelican dilepas.
e) Sekarang dengan winch di gigi rendah, angkat jangkar
dari bawah. Kawat perlahan-lahan diambil di atas
drum dengan bantuan kait. Harus diperhatikan bahwa
kawat bersih dari semua penghalang dan bersih
sehingga tidak busuk saat rig mengangkatnya.
Jangkar tetap tergantung di luar pada roller buritan.
Kapal mendekati anjungan dan memerintahkan
anjungan untuk mengangkat kawat di atas kapal.
Ketika datang ke ujung jangkar, jangkar diturunkan
perlahan dengan kawat. Ketika jangkar ditempatkan di
Rig, penant terputus oleh Boat.

3) Running Anchor
a) Persiapan seperti yang diperlukan untuk mengangkat
jangkar diperlukan untuk menjalankan jangkar juga
b) Rig akan memanggil Anda untuk mengambil Penant
Anchor wire dari crane, panji ini berukuran 200 kaki
(kira-kira) dan akan dilampirkan ke jangkar mahkota
atau rantai tajuk ketika kami mendekati rig dan yang
lainnya dari kawat pendent terhubung ke work wire
kapal.
c) Umbul ini diangkut di buritan kapal dan diletakkan di
atas work wire drum. Sekarang angkat work wire saat
rig membayar jangkar dan ambil beban pada work
wire. Bergerak ke arah seperti yang diarahkan oleh
penggerak rig dan posisikan kapal tempat jangkar
harus dijatuhkan dengan panjang yang cukup untuk
kawat dari rig. Ketika kami telah mencapai posisi yang
diinginkan, informasikan rig penggerak.
d) Setelah tiba di buoy penanda atau diberi bantalan dan
jarak, konfirmasikan dengan rig bahwa Anda berada di
posisi yang tepat dan kemudian turunkan jangkar ke
mesin pemelihara bawah pada kecepatan setengah
untuk menghentikan rantai jangkar menarik Anda
kembali ke arah rig
e) Periksa panjang penant anchor wire terhadap
kedalaman air, ini harus dilakukan sebelum jangkar
dijalankan. Turunkan jangkar ke bawah, pasang kait
pelican ke panjang penant wire terakhir, dan ketika
penant wire tergeletak dengan aman di kait, dua pria
harus melepaskan work wire sementara dua tarik
buoy lainnya di dek siap untuk membelenggu masuk
ke penant wire dengan 25 ton Mur dan baut .

13
f) Casing wedge sangat berguna untuk menahan buoy
pada posisi di atas dek saat dibelenggu ke penant
wire. Ketika ini telah selesai semua orang berdiri jelas
dan melepaskan kait pelican. Buoy bisa melesat ke
samping atau mungkin membutuhkan kapal untuk
menguapkannya untuk menarik buritan tergantung
pada kedalaman air / panjang umbul dan kondisi
cuaca. Harus hati-hati untuk melihat bahwa buoy tidak
mengambil irisan casting saat itu pergi.

4) Anchoring Operations
Suatu rencana lintas rinci harus dibuat untuk
mendekati daerah-daerah pelabuhan. Selain faktor-faktor
yang biasanya dipertimbangkan dalam perencanaan
perjalanan, faktor-faktor berikut harus diperhitungkan
untuk perencanaan kedatangan dan keberangkatan dari
jangkar.
Suatu penilaian harus dilakukan sebelum mendekati
pelabuhan untuk hal-hal berikut:
a) Menguji M/E dalam arah mundur jauh sebelum
pendekatan ke area jangkar
b) Pengurangan kecepatan yang tepat untuk melakukan
pendekatan menuju area jangkar. Jika kecepatan
pendekatan terlalu cepat, sulit untuk mengendalikan
kapal, terutama jika jangkar terlalu ramai.
c) Kemampuan manuver kapal, terutama kapal besar
dengan kecepatan lambat, yang dapat membatasi
kapal dari melakukan perubahan besar atau tiba-tiba.
d) Sangat penting bahwa sebelum penahan, kapal telah
berhenti total yaitu kecepatan di darat mendekati nol.
Kecepatan kapal tidak boleh melebihi 0,3 di atas
tanah ketika kabel jangkar dibayar.
e) Identifikasi ruang jangkar yang sesuai dengan
kedalaman yang sesuai, pada jarak yang aman dari
kapal berlabuh lainnya dan bahaya terhadap navigasi.
f) Pertimbangkan efek gabungan dari pasang surut, arus
dan arah dan kekuatan angin, untuk merencanakan
pendekatan menuju posisi penahan. Jika kapal lain
berada di jangkar, arah umum menuju kapal
memberikan indikasi yang adil tentang cara kapal
akan menuju setelah jangkar.
g) Kondisi lalu lintas, terutama yang berkenaan dengan
kapal lain yang mendekati atau meninggalkan area

14
jangkar, dengan demikian membatasi kemampuan
mereka untuk bermanuver sepenuhnya, karena
kecepatannya yang lambat.
h) Kapal lain, yang mendekati atau meninggalkan area
jangkar mungkin juga tidak dapat bermanuver
sepenuhnya, karena kecepatannya yang lambat.
i) Kecepatan kapal harus dikurangi atau kapal
dihentikan, jika diperlukan, untuk melakukan penilaian
lebih lanjut ketika mendekati pelabuhan yang ramai.
j) Sebagai dasar penilaian pada kriteria yang disebutkan
di atas, jika kondisi ditemukan tidak menguntungkan
untuk penjangkaran yang aman, Master harus
menghindari penahan.

d. Prosedur Kerja Anchor handling


1) Persiapan sebelum pelaksanaan anchor handling
(deployed) di deck.
a) Melaksanakan tool box meeting sebelum
melaksanakan anchor handling dan Job Safety
Analysis kepada seluruh crew yang akan terlibat,
didalammnya dibahas tugas dan tanggung jawab
masing-masing crew. Memastikan kondisi crew dalam
keadaan prima sebelum melaksanakan tugas.
b) Melakukan pemeriksaan dan memastikan semua alat-
alat towing dalam keadaan siap pakai misalnya :
Towing winch dapat menarik dan mengulur wires,
Shark jaw dapat membuka dan menutup, Towing Pin
dapat menahan wire, Lifter pin dapat naik turun untuk
memudahkan proses pelepasan/pemasangan wire,
Tugger wire dapat menarik wire.
c) Persiapan peralatan di deck seperti shackle (biasanya
dengan safe working load 85 ton), Tugger wire
dikeluarkan dan standby di deck. Peralatan bantu
linggis, hook, palu, split pin dan sebagainya harus
siap.
d) Semua peralatan komunikasi harus dipastikan dalam
kondisi baik dan lancar baik antara anjungan deck
atau kapal dengan barge/rig.
2) Tahap-tahap anchor recovery dengan cara chain chaser
a) Kapal bergerak mundur perlahan-lahan mendekati
semi-submersible
b) Setelah jarak cukup dekat (dalam jangkauan crane
kapal) berhenti.

15
c) Crane dari semi-submersible akan mengirim chain
chaser
d) Shocket pada chain chaser ditahan di shark jaw
e) Anchor handling wire disambungkan pada socked
chain chaser dengan menggunakan kenter link
f) Kemudian kapal menuju perlahan ke arah anchor
position. Disaat yang sama anchor handling wire terus
diarea
g) Pada saat kapal menerima tension yang cukup besar
berarti chain chaser sudah tersangkut pada jangkar
h) Kapal berhenti dan maintain position, anchor handling
wire ditarik
i) Pada saat jangkar sudah berada pada stern roller
kapal memutar haluan 1800 (haluan menghadap ke
semi-submersible)
j) Kapal maju pelan disaat yang sama semi-submersible
menarik anchor wire
k) Pada saat kapal sudah cukup dekat dengan semi-
submersible kapal berhenti dan memutar haluan
buritan menghadap ke semi-submersible
l) Anchor handling wire di disconnect dari chain chaser
m) Kemudian crane akan diturunkan ke dek dan chain
chaser dikembalikan ke semi-submersible dengan
menggunakan crane.

5. Kedisiplinan
a. Pengertian Kedisiplinan
J.S Badudu dan Sultan Mohammad Zain (2015:148),
kata disiplin itu sendiri berasal dari bahasa Latin “discipline”
yang berarti “latihan atau pendidikan kesopanan dan
kerohanian serta pengembangan tabiat”. Berdasarkan
pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa disiplin
merupakan sikap atau tingkah laku yang menunjukkan
kesetiaan dan ketaatan seseorang atau sekelompok orang
terhadap peraturan yang telah ditetapkan oleh instansi atau
organisasinya baik yang tertulis maupun tidak tertulis
sehingga diharapkan pekerjaan yang dilakukan efektif dan
efesien.
Malayu S.P Hasibuan (2017:193) menyatakan bahwa
kedisiplinan merupakan suatu hal yang penting dan kunci
terwujudnya tujuan karena tanpa disiplin yang baik, sulit
terwujud tujuan yang maksimal. Kedisiplinan adalah keinginan

16
dan kesadaran dalam menaati peraturan-peraturan
perusahaan dan norma-norma sosial.
Disiplin meliputi ketaatan dan hormat perjanjian yang
dibuat antara perusahaan dan karyawan. Disiplin juga
berkaitan erat dengan sanksi yang perlu dijatuhkan kepada
pihak yang melanggar. Secara umum disiplin adalah taat
kepada hukum dan peraturan yang berlaku. Kedisiplinan
merupakan fungsi yang terpenting dan kunci terwujudnya
tujuan karena tanpa disiplin yang baik, maka sulit terwujud
tujuan yang maksimal. Kedisiplinan adalah keinginan dan
kesadaran untuk menaati peraturan-peraturan Perusahaan
dan norma-norma sosial.

b. Faktor Pendukung Kedisiplinan


Malayu Hasibuan (2017:192) pada dasarnya fungsi-
fungsi yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan,
antara lain :
1) Tujuan dan kemampuan
Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat
kedisiplinan karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus
jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang
bagi kemampuan karyawan. Tujuan yang dibebankan
kepada setiap karyawan harus sesuai dengan
kemampuan masing-masing karyawan, jika diluar
kemampuan atau jauh dibawah kemampuan karyawan,
maka kesungguhan kedisiplinan karyawan rendah.
2) Teladan pemimpin
Teladan pimpinan sangat berperan dalam
menentukan kedisiplinan karyawan karena pimpinan
dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya.
Dengan teladan pimpinan yang baik, kedisiplinan
karyawan pun akan ikut baik tetapi jika teladan pimpinan
kurang baik (kurang disiplin), karyawan pun akan kurang
disiplin atau tidak disiplin.
3) Balas jasa
Balas jasa berperan penting untuk menciptakan
kedisiplinan karyawan yang artinya semakin besar balas
jasa semakin baik kedisiplinan karyawan dan sebaliknya
jika balas jasa kecil kedisiplinan karyawan menjadi
rendah.
4) Kepengawasan Melekat (Waskat)
Waskat merupakan tindakan nyata dan efektif untuk
mencegah atau mengetahui kesalahan, membetulkan

17
kesalahan, memelihara kedisiplinan, meningkatkan
prestasi kerja dalam mendukung terwujudnya tujuan
perusahaan.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa nilai-nilai disiplin
dalam kehidupan sehari-hari dapat ditunjukkan dengan
perilaku-perilaku: kepatuhan dan ketaatan secara sadar
terhadap nilai-nilai, norma atau kaidah peraturan yang berlaku
baik peraturan yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Hal
tersebut dapat tercapai melalui kesadaran diri terhadap
perilaku jujur, amanah, bertanggungjawab, menjunjung tinggi
nilai kebenaran, tepat waktu, patuh serta taat pada peraturan
atau norma yang berlaku.
Berdasarkan teori di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa ABK dikatakan disiplin jika mereka melakukan
pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya atas dasar
kesadaran ABK sendiri sesuai dengan aturan / prosedur yang
berlaku.

6. Motivasi
Azwar (2015:15) menyatakan bahwa motivasi adalah
rangsangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga yang dimiliki
seseorang atau sekelompok masyarakat yang mau berbuat dan
bekerjasama secara optimal dalam melaksanakan sesuatu yang
telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.Motivasi merupakan keinginan, hasrat dan tenaga
penggerak yang berasal dari dalam diri manusia untuk melakukan
sesuatu atau untuk berbuat sesuatu. Dari kutipan ini juga dapat
disimpulkan bahwa memotivasi anak buah kapal dalam
melakukan pekerjaan diatas kapal memegang peranan penting.
Dengan adanya motivasi dari perwira atau nakhoda, maka anak
buah kapal akan mempunyai semangat kerja yang tinggi untuk
melakukan pekerjaannya.

7. Pelatihan
Panggabean (2012:37) berpendapat bahwa Pelatihan bagi
karyawan merupakan sebuah proses mengajarakan pengetahuan
dan keahlian tertentu, serta sikap agar karyawan semakin terampil
dan mampu melaksnaakan tanggung jawabnya dengan semakin
baik, sesuai standar. Biasanya pelatihan merujuk pada
pengembangan keterampilan bekerja (vocational) yang dapat
digunakan dengan segera.
Panggabean (2012:41) menyatakan bahwa ada berbagai
metode yang dapat digunakan untuk pelatihan dan
pengembangan dan pada dasarnya dapat dikelompokkan ke

18
dalam dua kelompok yaitu on the job training dan off the job
training.
a. On the job training (latihan sambil bekerja) On the job training
meliputi semua upaya melatih karyawan untuk mempelajari
suatu pekerjaan sambil mengerjakannya di tempat kerja yang
sesungguhnya. On the job training, meliputi beberapa program
yaitu:
1) Program magang, menggabungkan pelatihan dan
pengembangan pada pekerjaan dengan instruksi yang
didapatkan dari ruang kelas,
2) Rotasi pekerjaan, karyawan berpindah dari satu jenis
pekerjaan ke jenis pekerjaan lain dalam jangka waktu
yang direncanakan,
3) Coaching, yaitu teknik pengembangan yang sudah
berpengalaman atau atasan yang dilatih.

b. Off the job training (latihan di luar jam bekerja)


Pelatihan dan pengembangan dilaksanakan pada lokasi
terpisah dengan tempat kerja. Ada beberapa jenis metode
pelatihan Off the job training, yaitu:
1) Pelatihan instruksi pekerjaan
Pendaftaran masing-masing tugas dasar jabatan,
bersama dengan titik-titik kunci untuk memberikan
pelatihan langkah demi langkah kepada karyawan.
2) Pembelajaran terprogram
Suatu program sistematik untuk mengajarkan
keterampilan mencakup penyajian pertanyaan atau fakta,
memungkinkan orang itu untuk memberikan tanggapan
dan memberikan peserta belajar umpan balik segera
tentang kecermatan jawabannya.
3) Simulasi
Merupakan pelatihan yang dilakukan dalam suatu
ruangan khusus terpisah dari tempat kerja biasa dan
disediakan peralatan yang sama seperti yag akan
digunakan pada pekerjaan sebenarnya.
4) Studi kasus
Dalam metode ini disajikan kepada petatar masalah-
masalah perusahaan secara tertulis kemudian petatar
menganalisis kasus tersebut secara pribadi, mendiagnosis
masalah dan menyampaikan penemuan dan
pemecahannya di dalam sebuah

19
B. KERANGKA PEMIKIRAN

JUDUL
UPAYA MENINGKATKAN KESELAMATAN KERJA DALAM
RANGKA MENDUKUNG KELANCARAN OPERASIONAL ANCHOR
HANDLING DI KAPAL AHT. DIAN PACIFIC

IDENTIFIKASI MASALAH
1. ABK mengalami kecelakaan kerja saat pelepasan penant anchor
wire dengan work wire
2. Kebocoran pipa hydrolik anchor handling gear saat sedang
mengangkat gravity anchor.
3. Masuknya pick up rope anchor buoy ke propeller ketika proses
angkat buoy.
4. Terjadinya overheat pada electrical bow thruster ketika sedang
menahan posisi Kapal dalam jangka waktu lama.

BATASAN MASALAH
ABK mengalami kecelakaan kerja saat pelepasan penant anchor wire
dengan work wire

RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa ABK mengalami kecelakaan kerja saat pelepasan
penant anchor wire dengan work wire
2. Bagaimana mencegah kecelakaan kerja saat pelepasan dari
penant anchor wire dengan work wire?

TEKNIK ANALISIS
Metode Analisis Akar Penyebab (Root Cause Analysis/ RCA) yang
digunakan yaitu Fishbone Diagram. Faktor-faktor penyebab masalah
yang akan dianalisis adalah Man (Manusia), Method (Metode),
Machine (Mesin), dan Environment (Lingkungan)

ANALISIS DATA
Hasil Analisis Akar Penyebab (Root Cause Analysis/ RCA) dengan
Metode Investigasi 5 Whys dan Fishbone Diagram dari faktor-faktor
Man (Manusia), Method (Metode) Machine (Mesin), dan Environment
(Lingkungan)

PEMECAHAN MASALAH
Langkah pemecahan masalah berdasarkan hasil Analisis Data dengan
Metode Root Cause Analysis (investigasi 5 whys dan Fishbone
Diagram)

20
BAB III
METODE PENELITIAN

A. LOKASI DAN WAKTU


Lokasi penelitian Karya Ilmiah Terapan ini yaitu kapal AHT. Dian
Pacific berbendera Indonesia, salah satu armada milik perusahaan
PT. Dian Bahari Sejati yang beroperasi di alur pelayaran Batam -
Sapudi HCML Oilfield. Waktu penelitian dilaksanakan pada saat
peneliti bekerja sebagai Chief Officer di kapal AHT. Dian Pacific sejak
tanggal sejak 28 Maret 2022 sampai dengan 05 Januari 2023.

B. METODE PENGUMPULAN DATA


Dalam penyusunan Karya Ilmiah Terapan ini, peneliti
menggunakan beberapa cara untuk membantu dalam menganalisa
dan membahas permasalahan yang ada. Adapun teknik pengumpulan
data yang digunakan yaitu :
1. Sumber Data
a. Data Primer
Pengumpulan data primer dalam Karya Ilmiah Terapan
ini, diperoleh peneliti pada saat bekerja di atas kapal dengan
melakukan pengamatan dan pencatatan secara langsung
terkait dengan pola perilaku subjek, objek atau kejadian yang
sistematik. Diharapkan dari pengamatan dimana peneliti ikut
terlibat atau bagian yang integral dari sistem yang diamati
atau bagian dari tim kerja dalam organisasi di atas kapal maka
data dan informasi yang diperoleh relatif banyak, realistis dan
akurat.
Data primer diambil melalui pengamatan, penelitian serta
pengumpulan data dari kapal secara langsung dalam
penanganan masalah kecelakaan kerja di kapal AHT. Dian
Pacific yaitu kejadian pada tanggal 14 Oktober 2022
kecelakaan kerja yang menimpa salah satu ABK saat
pelepasan dari penant anchor wire yang terhubung dengan
work wire.

b. Data Sekunder
Data yang diperoleh atau dikumpulkan dari sumber-
sumber yang telah ada. Data tersebut diperoleh dari
perpustakaan, dokumen, buku-buku ilmiah, laporan penelitian,

21
karangan ilmiah, dan sumber-sumber tertulis lain yang
berkaitan dengan kecelakaan kerja di kapal Anchor Handling
Tug (AHT).
Data sekunder yang digunakan yaitu diambil dari
penelitian terdahulu oleh Elyadi Amir, perwira siswa BP3IP
Jakarta tahun 2021 dengan judul “Upaya Pencegahan
Kecelakaan Kerja Anak Buah Kapal Pada Saat
Pengoperasian Anchor Handling Di Kapal AHT Eka Samudra
501”. Metode penelitian yang digunakan yaitu teknik
observasi, menyatakan bahwa penyebab utama terjadi
kecelakaan pada saat kegiatan anchor handling yaitu dari
faktor manusia (human error)

C. TEKNIK ANALISIS
Teknik analisis data yang peneliti gunakan dalam penyusunan
Karya Ilmiah Terapan ini yaitu Fishbone Diagram juga merupakan alat
untuk menemukan akar masalah. Model Diagram Tulang Ikan ini
berdasarkan pada diagram Ishikawa (fishbone diagram) atau diagram
sebab dan akibat yang diberi nama yang sama dengan pendirinya,
Khouru Ishikawa. Diagram Ishikawa menunjukkan penyebab-
penyebab dari peristiwa tertentu. Fishbone Diagram juga merupakan
alat untuk menemukan akar masalah (root cause).
Teknik analisis dapat dilakukan menggunakan dua cara yaitu :
1. Investigasi 5 whys
Cara yang digunakan untuk menganalisis akar masalah
adalah investigasi 5 whys (bertanya kenapa sebanyak 5 kali) yaitu
untuk mencari hubungan cause effect. Investaigasi 5 whys ini
merupakan salah satu alat menganalisis penyebab terjadinya
kecelakaan. Investigasi 5 whys ini sederhana yaitu dengan
bertanya sebanyak 5 kali dan tidak ada batasannya, kalau masih
kurang bisa ditambah dan kalau sudah pas maka, tidak perlu
dicari-cari lagi kenapa-nya dan dapat berhenti pada pertanyaan ke
berapapun. Tentu jika baru satu kali kenapa maka kemungkinan
besar masih berupa gejala (symptom) demikian juga di kenapa
yang kedua dan seterusnya apabila jawabannya sudah mulai
keluar dari jangkauan, atau tidak bisa menindaklanjuti secara
internal, maka harus berhenti. Dalam Karya Ilmiah Terapan ini
peneliti tidak menggunakan investigasi 5 whys.

2. Fishbone diagram
Fishbone diagram merupakan alat untuk menemukan akar
masalah. Model Diagram Tulang Ikan ini berdasarkan pada
diagram Ishikawa (fishbone diagram) atau diagram sebab dan
akibat yang diberi nama yang sama dengan pendirinya, Khouru

22
Ishikawa yang bentuknya mirip tulang ikan. Diagram Ishikawa
menunjukkan penyebab-penyebab dari peristiwa tertentu.
Fishbone Diagram juga merupakan alat untuk menemukan akar
masalah (root cause)
Peneliti memilih Fishbone Diagram, dikarenakan Fishbone
mempunyai keunggulan yaitu semua kategori terlihat dalam satu
gambar, sebab-sebab (dugaan-dugaan) yang menjadi akar
penyebab masalah, walupun terdapat kekurangan yang terlihat
kompleks dan rumit jika dibandingkan dengan investigasi 5 whys.
Berdasarkan masalah yang sudah ditemukan, kemudian
dikelompokkan dalam beberapa kategori atau faktor yang menjadi
unsur-unsur penyebab akar masalah antara lain : Manusia (Man),
Mesin (Machine), Metode (Method) dan Lingkungan
(Environment).
a. Manusia (Man)
Maksud dari manusia disini adalah sumber daya
manusia Untuk faktor manusia ini yang menjadi faktor
penyebab masalah adalah ABK di kapal AHT. Dian Pacific.

b. Metode (Method)
Metode adalah teknik atau proses kerja yang cukup jelas
tugasnya dan apa yang perlu dilakukan sehingga setiap orang
dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Untuk faktor
metode yang menjadi masalah adalah prosesdur keselamatan
kerja anchor handling.

c. Mesin (Machine)
Untuk faktor mesin yang menjadi masalah adalah
peralatan keselamatan kerja di kapal AHT. Dian Pacific.

d. Lingkungan (Enviroment)
Untuk faktor lingkungan yang menjadi masalah adalah
lingkungan kerja yang tidak aman akibat pengaruh cuaca
buruk saat kegiatan anchor handling.

23
1. Man 2. Method

ABK belum Prosedur


memahami keselamatan kerja
prosedur kerja
anchor handling

Kurangnya keterampilan Prosedur keselamatan


dalam melaksanakan kerja diabaikan ABK mengalami
pekerjaan anchor handling kecelakaan kerja
saat pelepasan
Peralatan kerja anchor penant anchor wire
handling kurang Pengaruh cuaca dengan work wire
memadai buruk

Kurangnya perawatan Lingkungan kerja


terhadap peralatan tidak aman
kerja anchor handling

3. Machine 4. Environment

Gambar 3.1 Fishbone Diagram

Tabel 3.1 penyebab dan pemecahan masalah:

PENYEBAB PEMECAHAN
1. ABK belum memahami 1. Meningkatkan pemahaman
prosedur kerja anchor ABK tentang prosedur kerja
handling anchor handling
2. Prosedur Keselamatan Kerja 2. Menerapkan prosedur
Diabaikan keselamatan kerja anchor
handling secara maksimal
3. Kurangnya perawatan
terhadap peralatan kerja 3. Meningkatkan perawatan
anchor handling terhadap peralatan kerja
anchor handling
4. Lingkungan kerja tidak aman
4. Melakukan persiapan dengan
baik dan meningkatkan
pengawasan

24
BAB IV
PEMBAHASAN

A. DESKRIPSI DATA
Peristiwa yang penulis tuangkan pada Karya Ilmiyah Terapan
pada saat itu di kapal AHT. Dian Pacific dimana pada saat itu penulis
bekerja sebagai chief officer. Kejadian ini terjadi pada tanggal 14
Oktober 2022 di Sapudi HCML Oilfield-Madura, saat itu kapal
AHT.Dian Pacific mendapat tugas untuk mengangkat buoy jangkar
depan sebelah kiri, salah satu jangkar dari Barge, pada saat akan
dilakukan pelepasan shackle pennant anchor wire yang terhubung
dengan work wire. Seharusnya pada saat wire dalam keadaan slack
barulah ABK dek boleh membuka pin shackle tersebut, akan tetapi
dalam keadaan masih ada tegangan dan dengan inisiatif sendiri oleh
salah satu ABK langsung membuka pin shackle tersebut sehingga
menyebabkan shackle yang di lepas terpental hingga mengenai salah
satu kaki ABK yang menyebabkan bengkak dan memar.
Tindakan yang dilakukan pada saat kejadian yaitu:
1. Perwira jaga langsung melakukan pertolongan pertama pada ABK
yang mengalami accident
2. Membuat accident report yang dibuat oleh Nakhoda yang akan
dilaporkan ke pihak pencater dan perusahaan.
3. Membuat safety meeting mengenai accident yang terjadi pada
saat itu sebagai bahan evaluasi upaya pencegahan kecelakaan
kerja di atas kapal.
Sesuai dengan pengamatan yang telah dilakukan maka
penulis memberikan upaya yang dilakukan untuk mencegah
kecelakaan kerja diatas kapal sebagai berikut:
a. Sebelum melakukan pekerjaan anchor handling agar crew
selalu melakukan safety dan toolbox meeting terlebih dahulu,
selain untuk memberikan gambaran tentang pekerjaan juga
bertujuan untuk membangun kekompakan antar crew.
b. Mualim dan Masinis serta dibantu oleh crew lainnya harus
bertanggung jawab dalam perawatan peralatan anchor
handling
c. Nakhoda harus mengawasi setiap proses pekerjaan anchor
handling memastikan setiap tindakan yang diambil tidak
membahayakan.

25
d. Perusahaan sebagai pemilik kapal harus memenuhi
kelengkapan peralatan anchor handling yang disesuaikan
dengan kebutuhan dan permintaan dari kapal termasuk juga
didalamnya yaitu mengirim ABK yang memiliki pengalaman
dan keterampilan untuk bekerja di kapal AHT.

B. ANALISIS DATA
Metode Analisis Akar Penyebab (Root Cause Analysis/ RCA)
yang digunakan yaitu Fishbone Diagram. Faktor-faktor penyebab
masalah yang akan dianalisis adalah Manusia (Man), Mesin
(Machine), Metode (Method) dan Lingkungan (Environment), sebagai
berikut :
FAKTA : Kejadian pada tanggal 14 Oktober 2022
kecelakaan kerja saat kapal beroperasi di di
Sapudi HCML Oilfield-Batam.
GEJALA / SYMPTOM : Pekerjaan anchor handling tertunda
MASALAH : ABK mengalami kecelakaan kerja saat
pelepasan penant anchor wire dengan work
wire

PENYEBAB DARI ASPEK :


1. MAN
Penyebab Utama (L1): Nakhoda telah menginformasikan tetapi
ABK belum memahami prosedur kerja anchor handling
L : Level
Penyebab (L2): Kurangnya keterampilan dalam melaksanakan
pekerjaan anchor handling
2. METHOD
Penyebab Utama (L1): Prosedur keselamatan kerja diabaikan
L : Level
Penyebab (L2): Prosedur keselamatan kerja
3. MACHINE
Penyebab Utama (L1): Kurangnya perawatan terhadap peralatan
kerja anchor handling
L : Level
Penyebab (L2): Peralatan kerja anchor handling kurang memadai

26
4. ENVIRONMENT
Penyebab Utama (L1): Lingkungan kerja tidak aman
L : Level
Penyebab (L2): Pengaruh cuaca buruk

PENYEBAB DARI ASPEK:


1. Nakhoda Telah Menginformasikan Tetapi ABK Belum
Memahami Prosedur Kerja Anchor Handling
Faktor kemampuan manusia selain faktor kemampuan kapal
faktor kemampuan atau keterampilan ABK kapal juga sering
menjadi penghambat. Seperti yang pernah penulis alami di AHT.
Dian Pacific beberapa ABK kurang paham dalam pekerjaan
anchor handling selain itu pengetahuan tentang peralatan
pendukung juga masih kurang sehingga sering terjadi kesalahan
komunikasi antar crew yang bekerja di dek. Hal ini yang
menyebabkan pengalaman dan skill kerja selalu diutamakan untuk
bekerja di kapal AHT.
Apabila ABK terampil, maka pekerjaan akan mudah dan
terasa ringan untuk dikerjakan serta keterpaduan kerja dimana
pekerjaan jangkar dan penundaan merupakan satu kesatuan tim
dalam pelaksanaan terjalinnya kerjasama, disamping itu ada rasa
aman dalam pelaksanaan pekerjaan jangkar dan penundaan.
Begitu juga bila adanya ABK yang terampil, Mualim I dalam
menjalankan tugas lebih terasa ringan. Walaupun bagaimana
persiapan sebelum pekerjaan anchor handling selalu diadakan
safety meeting dan penjelasan dari Nahkoda ataupun pengaturan
personil dalam tugas.
Faktor-faktor yang menunjang kelancaran kegiatan anchor
handling dibutuhkan keterampilan dan kedisiplinan ABK.
Disamping itu juga, tidak dapat dikesampingkan faktor penting
lainnya yaitu teknik pelaksanaan kerja itu sendiri, terutama untuk
Master ataupun Perwira yang berperan sebagai koordinator umum
di atas kapal dalam melaksanakan pekerjaan anchor handling.
Pada prinsipnya adalah Master harus memastikan bahwa setiap
ABK dapat melaksanakan tugas anchor handling secara benar,
efektif dan efisien.
2. Prosedur Keselamatan Kerja Diabaikan
Sebagai pemilik kapal yang sangat berkompetensi dengan
kelancaran operasi kapal-kapalnya, pihak perusahaan sudah
selayaknya berusaha dengan keras untuk mempertahankan
kelangsungan operasi kapal-kapalnya. Maka apabila timbul
keluhan dari penyewa sebagai akibat terganggunya operasi kapal

27
sebaiknya segera dikonfirmasikan dengan pihak kapal agar
dengan cepat dapat mencari jalan keluarnya.
Disiplin ABK sangat membentuk suasana kerja yang baik
dimana ABK mematuhi dan mentaati norma-norma dan peraturan
yang ada karena dengan tingkat disiplin yang tinggi yang dimiliki
oleh seluruh anak buah kapal dapat menunjang dalam usaha
mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
Perusahaan juga memiliki peran penting dalam pelaksanaan
anchor handling sesuai dengan prosedur kerja yang berlaku.
Selanjutnya mengenai penggantian dan penempatan ABK yang
terkadang kurang mencerminkan kontinuitas atau kesinambungan
dengan sistim recruitment yang baik, dimana selama ini dilakukan
dengan mementingkan kelengkapan sertifikat pendukung saja
ketimbang pengalaman yang mutlak harus dimiliki bagi ABK yang
akan bekerja di kapal-kapal pengeboran minyak lepas pantai.
Dalam hal ini tidak dipertimbangkan akibat buruknya yang
mungkin timbul.
ABK di kapal AHT harus benar terampil dalam menggunakan
dan mengoperasikan alat tersebut diatas untuk mengantisipasi
keadaan darurat yang sewaktu–waktu dapat terjadi dilokasi
pengeboran minyak lepas pantai. Kapal AHT diwajibkan bersiap
sedia setiap saat menerima dan menjalankan tugas untuk
menunjang dan mendukung segala kegiatan pengeboran minyak
lepas pantai seperti melayani Rig, Platform, Floating Storage
Tanker dan Accommodation Work Barge.
3. Kurangnya Perawatan Terhadap Peralatan Kerja Anchor
handling
Faktor peralatan kerja kurang memadai sering kali menjadi
penghambat pelaksanaan pekerjaan anchor handling seperti
seringnya terjadi kebocoran pipa pada peralatan hidrolik, black out
pada mesin bantu bow thruster maupun peralatan pendukung
yang kurang lengkap. Hal ini juga dipengaruhi oleh kurangnya
kepedulian crew dalam perawatan peralatan tersebut.
Peralatan kerja di kapal AHT memiliki kekhususan tersendiri,
dimana disesuaikan dengan sifat kerja yang berkaitan dengan
daerah operasinya di lokasi pengeboran minyak lepas pantai.
Faktanya yang terjadi di atas AHT. DIAN PACIFIC sebagian ABK
dek tidak memiliki pengalaman anchor handling juga tidak
menguasai alat-alat kerja yang ada. Seperti kejadian pada saat
ABK dek melakukan persiapan untuk mengeluarkan work wire dari
winch drum yang ditarik dengan bantuan soft wire menggunakan
capstan. Ternyata operator yang mengoperasikan capstan tidak
familiar atau terbiasa dan kurang memperhatikan adanya
perbedaan kecepatan putaran antara work winch dan capstan.
Sehingga menimbulkan tension pada kedua-dua wire yang
mengakibat putusnya soft wire yang digulung menggunakan

28
capstan. Hal ini mengakibatkan pekerjaan anchor handling
menjadi terhambat karna adanya kendala mennganti soft wire
yang putus.
Keterampilan dan penggunaan alat-alat tersebut harus
benar-benar dikuasai oleh para ABK dek di dalam melaksanakan
suatu pekerjaan secara tepat guna. Alat-alat kerja di kapal AHT
adalah sebagai berikut :
a. Anchor handling winches
b. Work wires and suitcase wires
c. Shackle various size complete with split pins
d. Anchor handling hook
e. Boat hooks complete with long handle
f. Shark jaws, and towing pins
g. Tugger winch
h. Capstan
i. Snatch blocks
j. Sledge hammer
k. Wire socket
l. Crow bars
m. Marlin spike
n. Cold chisel
o. Stern roller
p. Spooling wire guide
Para Perwira dan rating dek harus benar-benar menguasai
serta terampil dalam menggunakan dan mengoperasikan alat-alat
tersebut di atas, terutama di kapal tempat Penulis bekerja, oleh
karena di lokasi pengeboran minyak lepas pantai, kapal AHT wajib
bersiap sedia setiap saat jika ada tugas dalam keadaan darurat
seperti adanya musibah kebakaran di platform atau konstruksi
bangunan pengeboran minyak lainnya yang harus dilaksanakan
menurut kemampuan dan fungsi dari kapal AHT yang dilengkapi
dengan alat pemadam kebakaran (firefighting system) selain
memiliki kekhususan untuk kerja anchor handling.
Terjadinya keterlambatan atau ketidak berhasilan pekerjaan
Anchor handling, disebabkan karena alat-alat yang digunakan
tidak memadai atau kurang lengkap termasuk untuk setiap
kegiatan Anchor handling. Prosedur pemeliharaan dan perawatan
alat alat yang berhubungan dengan Anchor handling tidak
dilaksanakan sesuai dengan PMS yang telah ditetapkan karena
kurangnya kesadaran dalam menjalankan pemeliharaan dan

29
perawatan alat alat sesuai dengan PMS. Karena kurang
maksimalnya pemeliharaan dan perawatan alat-alat sesuai
dengan PMS maka kerusakan kerusakan pada alat alat tersebut
tidak dapat bertahan lama dan cenderung mengalami kerusakan.
Hal ini dapat menyebabkan keterlambatan pekerjaan anchor
handling bahkan terjadinya kecelakaan. Seperti halnya yang
penulis alami pada saat kerja Anchor handling dengan Barge
karena salah satu alat Anchor handling yaitu Buoy Catcher putus
pada saat pengangkatan buoy dan setelah dilakukan investigasi
ditemukan bahwa alat tersebut berkarat karena tidak ada
perawatan yaitu tidak dilakukannya pemberian pelumas pada alat
tersebut.
Perwira Jaga adalah orang yang bertanggung jawab penuh
terhadap pelaksanaan keselamatan kerja di atas kapal, selama
jam jaganya. Sebagai orang yang bertanggung jawab dalam
operasional kapal khususnya melakukan pekerjaan anchor
handling pada waktu jam jaganya, harus mampu memberikan
pengawasan penuh terhadap ABK dalam melaksanakan prosedur-
prosedur kerja yang benar pada saat melakukan pekerjaannya.
ABK kadang tidak mengetahui kalau apa yang mereka kerjakan
tidak sesuai prosedur karena tidak ada teguran atau tidak
diberitahu.
Jadwal operasional kapal yang padat menyebabkan waktu
untuk melakukan perawatan terhadap peralatan anchor handling
terbatas. Pada waktu-waktu tertentu memang sering dialami hal
demikian, yaitu jadwal kerja kapal sangat sibuk, seperti
menanggulangi kebutuhan akan kekurangan armada kapal untuk
ladang minyak lain, hal ini tentu berimbas ke kapal yang sedang
beroperasi sehingga dengan demikian beberapa kapal mendapat
kerja tambahan dan tidak jarang hal ini mengganggu rencana-
rencana perawatan yang sudah ditentukan di atas kapal.
4. Lingkungan Kerja Tidak Aman
Faktor lingkungan kerja juga dapat menjadi salah satu
penghambat dalam pekerjaan ini. Dalam kasus ini Nakhoda
sebagai seorang pemimpin diatas kapal harus mampu menjaga
suasana selalu kondusif, aman dan nyaman agar tidak terjadi
ketegangan ketika sedang melakukan suatu pekerjaan.
Selain faktor dari dalam kapal faktor dari luar kapal juga
sangat mempengaruhi pekerjaan ini misalnya cuaca buruk. Selain
itu juga peraturan yang ada terkait dengan pencegahan
kecelakaan kerja masih belum terlaksana dengan baik,
sebagaimana yang kejadian yang terjadi diakibatkan prosedur
pekerjaan yang tidak dilaksanakan sesuai ketentuan

30
C. PEMECAHAN MASALAH
Dari analisis data di atas, maka peningkatan keselamatan kerja
pada saat pelaksanaan anchor handling dapat dilakukan dengan
beberapa cara sebagai berikut :
1. Meningkatkan Pemahaman ABK tentang Prosedur Kerja
Anchor Handling
a. Mengadakan Familiarisasi Prosedur Kerja dan Pelatihan
Berdasarkan ISM Code Chapter 6 tentang Sumber Daya
Dan Personel point 6.3, sebagai berikut perusahaan harus
mengeluarkan free joining ship untuk memastikan agar
personil baru atau personil yang dipindahkan ke tugas baru
yang berhubungan dengan keselamatan dan perlindungan
lingkungan diberikan penjelasan yang cukup terhadap tugas-
tugasnya. Nakoda wajib menerima Free Joining Ship Form
(FJSF) dari Kantor Pusat.
Pada saat calon ABK dek telah terpilih untuk bekerja di
atas kapal AHT, beberapa tahapan akan dilalui sebagai
langkah pemantapan ABK dek tersebut tentang pekerjaan
yang akan ia lakukan, dan untuk meningkatkan keselamatan
kerja ABK dek. Tahapan tahapan itu adalah dengan mengikuti
safety briefing di kantor perusahaan, biasanya akan
disampaikan oleh kepala bagian Safety dan juga oleh Port
Captain. Sering juga dengan menggunakan bantuan media
elektronik seperti pemutaran video tentang pekerjaan anchor
handling dengan memperlihatkan aspek-aspek keselamatan
kerjanya. Setelah diyakini bahwa ABK dek baru tersebut telah
memiliki pengetahuan yang cukup untuk melakukan
pekerjaannya maka ABK dek tersebut dapat segera dikirim ke
kapal.
ABK dek yang baru (non pengalaman) yang diterima
belum mempunyai kemampuan secara penuh untuk
melaksanakan tugas-tugas pekerjaan mereka. Bahkan para
ABK dek yang sudah berpengalaman perlu belajar dan
menyesuaikan dengan kondisi kapal, orang-orangnya,
kebijaksanaan-kebijaksanaannya dan prosedur-prosedurnya.
Mereka juga memerlukan latihan dan pengembangan lebih
lanjut untuk memahami dan terampil mengerjakan tugas-tugas
secara baik.
Ada dua tujuan utama program pendidikan dan pelatihan
bagi ABK dek, yaitu untuk menutup perbedaan antara
kecakapan atau kemampuan ABK dek dengan permintaan
jabatan. Dan pelatihan dapat sebagai pengganti pengalaman
kerja di atas kapal. Sekali lagi meskipun usaha-usaha tersebut
memakan waktu, tetapi akan mengurangi perputaran kerja
dan membuat ABK dek menjadi lebih produktif. Lebih lanjut,

31
pendidikan dan latihan membantu mereka dalam
menghindarkan diri dari ketertinggalan dan dapat
melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik terutama
pencegahan kecelakaan kerja dimana ia ditempatkan di atas
kapal anchor handling.
Meskipun ABK dek baru telah menjalani orientasi yang
baik, mereka jarang melaksanakan pekerjaan dengan
memuaskan. mereka juga harus dilatih dan dikembangkan
dalam bidang tugas-tugas mereka. Begitu pula ABK dek lama
yang telah berpengalaman memerlukan juga latihan-latihan
untuk mengurangi atau menghilangkan kebiasaan-kebiasaan
yang buruk.
Pendidikan dan latihan mempunyai berbagai manfaat
jangka panjang yang membantu para ABK dek untuk
bertanggung jawab lebih besar di waktu yang akan datang.
Program latihan tidak hanya penting untuk individu tetapi juga
untuk organisasi dan hubungan manusiawi dalam kelompok
kerja dan bahkan bagi negara. Latihan dapat juga digunakan
apabila tingkat kecelakaan kerja atau pemborosan tinggi,
semangat kerja dan motivasi rendah atau masalah-masalah
operasional lainnya.
Program latihan untuk mengajarkan berbagai
keterampilan tertentu, menyampaikan pengetahuan yang
dibutuhkan atau mengubah sikap agar program efektif,
prinsip-prinsip belajar harus diperhatikan. Prinsip-prinsip ini
adalah program bersifat partisipasif, relevan, pengulangan dan
memberikan umpan balik mengenai kemajuan peserta
pelatihan. Semakin terpenuhinya prinsip-prinsip tersebut
latihan akan semakin efektif. Di samping itu perancangan
program juga perlu menyadari perbedaan individual, karena
pada dasarnya para ABK dek mempunyai kemampuan, sifat
karakter dan sebagainya yang berbeda antara satu dengan
yang lainnya.
Metode latihan yang digunakan dalam proses pelatihan
terhadap awak kapal adalah mencoba metoda praktis, awak
kapal dilatih langsung seorang yang berpengalaman seperti
seorang Mualim. Berbagai bentuk teknik yang digunakan
dalam praktek adalah sebagai berikut:
1) Petunjuk-petunjuk cara menggunakan, merawat semua
jenis alat-alat anchor handling diberikan secara langsung
pada saat latihan anchor handling dan diutamakan untuk
anak buah kapal yang baru naik atau baru bekerja di atas
kapal.
2) Atasan memberikan bimbingan dan pengarahan kepada
ABK dalam pelaksanaan latihan rutin mereka. Hubungan
atasan dan ABK sebagai bawahan serupa dengan

32
hubungan tutor-siswa sehingga anak buah kapal merasa
lebih dekat dan merasa diperhatikan.
3) Penempatan ABK pada posisi tertentu sesuai tingkat
jabatan dalam sijil anchor handling yang sudah ditetapkan
di atas kapal. ABK dapat dengan mudah untuk
mengetahui tugas dan tanggung jawabnya masing-
masing dalam sijil anchor handling.
4) Program latihan tidak mengganggu operasi-operasi
normal karena sudah ditentukan oleh perusahaan
ataupun Nakhoda.
Kerja sama dalam suatu kelompok kerja merupakan hal
yang sangat penting, sebab dengan kerja sama tersebut
diharapkan tujuan dari pembiasaan atau familiarisasi seperti
yang diinginkan akan tercapai secara efektif dan efisien.
b. Melaksanakan Safety Meeting
Pekerjaan anchor handling di area pengeboran minyak
lepas pantai merupakan tugas yang sulit dan berbahaya dan
dipengaruhi banyak faktor yang variable, sehingga sulit untuk
membuat panduan format. Awak kapal harus paham dan
mengerti akan alat kerja yang sesuai dan langkah-langkah
penggunaannya serta teknik penggunaannya. Oleh karena itu
memiliki bermacam-macam peralatan kerja yang terdaftar dan
perawatannya dibawah pengawasan Mualim 1.
Dalam menggunakan peralatan kerja ini, haruslah benar-
benar sesuai dengan jenis pekerjaan yang dihadapi.
Umpamanya pada saat kegiatan penempatan jangkar, dimana
jangkar akan dihubungkan dengan pennant wire
menggunakan segel. Untuk jangkar yang memiliki bobot 5 ton
idealnya menggunakan segel safe working load 25 ton yang
dilengkapi mur dan baut. Mur dan baut dari segel setelah
dikencangkan perlu diberi stopper, yaitu split pin berukuran
3.5 inch, agar mur dan baut tersebut tidak terbuka dengan
sendirinya yang dapat menyebabkan jangkar terlepas dari
pennant wire. Ini akan menunjukan ABK dek tersebut sudah
menguasai tentang peralatan yang akan digunakan dan akan
memperlancar proses kegiatan anchor handling.
Nahkoda selalu menanyakan kesiapan alat anchor
handling di atas kapal dan mengecek langsung kesiapannya
untuk tetap mempertahankan standar kerja yang tinggi di atas
kapal dan juga penempatan alat-alat kerja yang ukuran kecil
dijadikan satu dalam satu tempat sehingga sewaktu-waktu
dibutuhkan cepat diambil dan semua orang mengetahui
tempatnya. Juga penerapan cara-cara aman yang efektif
seperti stoppering wire pennant pada stopper mekanik
(mechanical stopper), penggunaan dan pemeliharaan semua

33
peralatan harus sesuai dan menurut pedoman pembuatnya.
Penggunaan suatu sistem pengetesan, pemeriksaan,
perawatan dan pencatatan dari peralatan penanganan jangkar
harus disimpan di kapal dan di anjungan.
Begitu juga untuk alat-alat yang tidak sesuai atau sudah
tidak layak dipakai harus cepat-cepat diganti untuk
menghindari penggunaan ulang, seperti segel rusak, split pin
bekas, palu (hammer) yang rusak, tali baja (wires) yang
kondisinya tidak bagus lagi. Dan rawannya soft eye pennant
akan keausan, maka pemeriksaan harus sering dilakukan dan
memonitor penggunaan roller fairlead di dek dari kapal dan
juga penanganan secara hati-hati ketika membuka wire coil
khususnya pennant wire dari gulungannya yang dapat terbuka
secara tiba-tiba jika tali-tali pengikat dilepas.
Perlengkapan yang tidak ada di kapal, kita harus
memberitahu kepada Work Barge dengan tujuan untuk
memberikan informasi sedini mungkin tentang batas
kemampuan kapal dan untuk menghindari komplain dari
penyewa.
Hubungan yang baik dengan pihak penyewa perlu selalu
dijaga dan dipelihara untuk membantu pihak kapal meminjam
perlengkapan yang mereka punya jika ada alat-alat kerja yang
tidak tersedia di atas kapal. Semuanya ini berujung pada
keselamatan kerja itu sendiri dengan selalu memakai alat-alat
yang tepat.
2. Menerapkan Prosedur Keselamatan Kerja Anchor handling
Secara Maksimal
Anchor handling merupakan kegiatan yang berpotensi
menghadirkan risiko yang tinggi pada kapal dan awak kapal. Oleh
karena itu, terdapat beberapa prosedur keselamatan kerja yang
harus dipatuhi selama kegiatan anchor handling dilakukan di
kapal. Berikut adalah beberapa prosedur keselamatan kerja yang
harus diperhatikan:
a. Menjaga komunikasi yang efektif
Komunikasi yang efektif antara awak kapal dan tim
anchor handling sangat penting selama kegiatan anchor
handling berlangsung. Pastikan bahwa komunikasi dilakukan
secara teratur, jelas, dan dapat dimengerti oleh semua pihak
yang terlibat.
b. Menjaga keamanan
Selama kegiatan anchor handling, pastikan bahwa
seluruh kru kapal menggunakan alat pelindung diri seperti
helm, sepatu keselamatan, sarung tangan, dan alat pelindung
mata. Pastikan juga bahwa peralatan pelindung diri yang

34
digunakan sudah teruji dan memenuhi standar keselamatan.
c. Menjaga kesiapan kapal
Sebelum kegiatan anchor handling dimulai, pastikan
bahwa kapal dalam keadaan siap dan aman untuk melakukan
kegiatan tersebut. Periksa sistem kemudi, mesin, dan
peralatan keselamatan kapal lainnya untuk memastikan
semuanya berfungsi dengan baik.
d. Menjaga keteraturan dan ketertiban
Selama kegiatan anchor handling berlangsung, pastikan
bahwa semua awak kapal yang terlibat dalam pekerjaan
anchor handling bekerja sesuai dengan prosedur keselamatan
kerja yang ditetapkan. Pastikan juga bahwa alat-alat yang
digunakan disimpan dengan rapi dan tidak mengganggu
aktivitas kerja.
e. Menghindari bahaya
Pastikan bahwa seluruh awak kapal yang terlibat dalam
pekerjaan anchor handling memahami bahaya yang mungkin
terjadi selama kegiatan anchor handling. Pastikan juga bahwa
tindakan pencegahan yang tepat diambil untuk menghindari
bahaya tersebut.
Beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai upaya
pencegahan kecelakaan kerja yaitu dengan cara:
1) Pengamatan risiko bahaya ditempat kerja yaitu
merupakan basis informasi yang berhubungan dengan
banyaknya tingkat jenis kecelakaan yang terjadi di tempat
kerja.
2) Prosedur adalah pedoman kerja yang harus dipatuhi dan
dilakukan dengan benar dan berurutan sesuai instruksi
yang tercantum dalam SOP. Perlakuan yang tidak benar
dapat menyebabkan kegagalan proses produksi,
kerusakan peralatan dan kecelakaan.
3) Pengendalian faktor bahaya di tempat kerja. Sumber
pencemaran dan faktor bahaya ditempat kerja sangat
ditentukan oleh proses produksi yang ada, teknik /metode
yang dipakai, produk yang dihasilkan dan peralatan yang
digunakan, dengan mengukur tingkat risiko bahaya yang
dapat terjadi, maka dapat diperkirakan pengendalian yang
mungkin dapat mengurangi risiko bahaya kecelakaan.
4) Peningkatan pengetahuan ABK terhadap keselamatan
kerja saat pekerjaan anchor handling.
5) Pemasangan peringatan bahaya kecelakaan di tempat
kerja (yang mudah terlihat)

35
6) Banyak sekali faktor bahaya yang ditemui di tempat kerja,
pada kondisi tertentu tenaga kerja tidak menyadari adanya
faktor bahaya yang ada ditempat kerja, untuk menghindari
kecelakaan yang dapat terjadi.
3. Meningkatkan Perawatan Terhadap Peralatan Kerja Anchor
handling
Dalam hal perawatan terhadap peralatan kerja di atas kapal
diperlukan pengawasan dengan seksama dan berkelanjutan
karena pada umumnya ABK dek tidak melakukan perawatan
dengan baik. Mereka melakukan segala sesuatunya dengan
kurang tanggung jawab dan kurang perduli. Salah satu contoh
adalah setelah menggunakan alat-alat keselamatan kerja
terkadang tidak dengan segera dikembalikan ketempat, dimana
mereka semula mendapatkannya. Seperti loker-loker yang telah
tersedia untuk masing-masing dari alat keselamatan. Mereka
kadang-kadang meletakkan peralatan tersebut di sembarang
tempat. Begitu pula perawatan pada alat-alat pekerjaan jangkar,
setelah alat-alat tersebut digunakan tidak dirawat dengan baik
yang sesuai dengan standar yang dipersyaratkan.
Dalam cuplikan dari Modul Manajemen Keselamatan
Internasional (ISM-Code) Edisi 2002 Elemen 10 tentang
Pemeliharaan Kapal dan Peralatan, disebutkan hal-hal sebagai
berikut :
a. Perusahaan harus menyusun prosedure untuk menjamin
bahwa kapal dirawat sesuai dengan persyaratan dari
peraturan dan aturan klasifikasi yang terkait dan persyaratan
tambahan yang ditetapkan oleh perusahaan (ISM Code10.1).
b. Dalam memenuhi persyaratan ini Perusahaan harus
memastikan bahwa (ISM Code10.2) :
1) Inspeksi diadakan pada interval yang tepat
2) Setiap ketidaksesuaian dilaporkan, dengan penyebab
yang mungkin terjadi, jika diketahui
3) Tindakan korektif diambil, dan
4) Kegiatan harus selalu dicatat
c. Perusahaan harus menetapkan prosedur dalam sistem
manajemen keselamatan untuk mengidentifikasi peralatan dan
teknis sistem kegagalan operasional tiba-tiba yang dapat
mengakibatkan situasi yang berbahaya. Sistem manajemen
keselamatan harus menyediakan langkah-langkah khusus
yang bertujuan mempromosikan keandalan peralatan atau
sistem tersebut. Langkah-langkah ini harus mencakup
pengujian teratur stand-by pengaturan dan peralatan atau
sistem teknis yang tidak terus digunakan. (ISM Code10.3)

36
d. Inspeksi disebutkan dalam 10.2 serta langkah-langkah
dimaksud dalam 10.3 harus diintegrasikan ke dalam rutinitas
perawatan operasional kapal. (ISM Code10.4)
Pelaksanaan PMS yang dilakukan secara maksimal juga
dapat mengurangi risiko kecelakaan kerja, karena dalam sistem
perawatan terencana ini semua alat-alat kerja dan alat-alat
keselamatan akan selalu dalam kondisi baik dan siap pakai,
sehingga kecelakaan yang diakibatkan oleh peralatan yang tidak
bekerja maksimal dapat diminimalisir. Supaya peralatan Anchor
handling selalu dalam kondisi operasi, maka kegiatan perawatan
dilaksanakan sesuai dengan PMS.
Pengecekan dan pendataan kelengkapan peralatan Anchor
handling adalah salah satu cara untuk mencegah keterlambatan
pekerjaan Anchor handling. Karena dengan adanya pengecekan
dan pendataan kelengkapan peralatan sebelum pekerjaan
dilakukan maka kita akan segera dapat mengetahui kekurangan
peralatan sehingga dapat dengan segera dapat melengkapi
kekurangan tersebut. Melengkapi peralatan kerja anchor handling
di atas kapal dengan mengajukan pemakaian ke perusahaan.
Karena peralatan kerja merupakan kebutuhan yang vital dan
bersifat permanen maka perlu penginvestasian dan pemeliharaan
yang baik. Pengecekan dan pendataan alat-alat kerja anchor
handling sesuai yang disarankan oleh undang-undang yang
berlaku
Semakin lengkap dan canggih suatu alat semakin
memudahkan proses penyelesaian suatu pekerjaan yang
dibebankan dan dapat menutupi kekurangan tenaga manusia
yang tersedia dalam beberapa hal tertentu.
Dalam hal ini program perawatan anchor handling towing
winch dapat terprogram dengan baik walau dengan standard
minimum pengadaan alat-alat suku cadang karena dengan
tersedianya hanya untuk suku cadang yang memang sangat
dibutuhkan. Oleh sebab itu perusahaan dapat meminimalisir
pengeluaran anggaran kalau memang itu harus dilakukan.
Pekerjaan anchor handling dapat terlaksana dengan baik
dan efisien jika ditunjang dengan sarana dan alat alat yang
lengkap dan dalam kondisi yang baik sehingga siap untuk di
pakai. Disamping pengecekan dan pendataan, alat-alat tersebut
harus dipersiapkan dan penggunaannya harus sesuai dengan
fungsinya. Pengecekan dan pendataan kelengkapan alat alat
adalah suatu kegiatan atau upaya untuk mempercepat pekerjaan
anchor handling, memperkecil risiko kecelakaan dan menghindari
komplain atau keluhan dari pencarter. Dalam hal ini program
perawatan anchor handling towing winch dapat terprogram
dengan baik walau dengan standard minimum pengadaan alat-
alat suku cadang karena dengan tersedianya hanya untuk suku

37
cadang yang memang sangat dibutuhkan. Oleh sebab itu
perusahaan dapat meminimalisir pengeluaran anggaran kalau
memang itu harus dilakukan.
Dalam melakukan perawatan kapal supaya tidak terjadi
pemborosan waktu dan material maka setiap ABK perlu
mengadakan:
a) Adanya rencana pekerjaan pemeliharaan atau planned
maintenance system (PMS).
b) Dilakukannya inventarisasi alat yang digunakan (Inventory
List).
c) Pengontrolan pelaksanaan pemeliharaan selama perawatan
dilakukan.
d) Evaluasi hasil pekerjaan setelah selesai dilaksanakan.
e) Melakukan dokumentasi terhadap pekerjaan yang dilakukan
(Maintenance Record)
Untuk menjamin terlaksananya hal di atas perusahaan
hendaknya menyiapkan suku cadang yang cukup supaya ABK
bisa melaksanakan perawatan secara terencana pengiriman
teknisi ke kapal yang siap dikirim setiap saat apabila ada
permintaan dari pihak kapal dan bila ada permintaan suku cadang
yang sifatnya mendesak dapat segera diberikan ukur lain dari
keberhasilan sistem manajemen keselamatan sesuai prosedur
ISM Code adalah tidak adanya catatan hal tersebut atau ketidak
sesuaian pada waktu diadakan audit baik dari internal
perusahaan ataupun eksternal perusahaan seperti Quality
inspection maupun annual inspection oleh kelas kapal.
4. Melakukan Persiapan dengan Baik dan Meningkatkan
Pengawasan
Mengingat pekerjaan anchor handling memiliki risiko
kecelakaan yang tinggi maka perlu adanya persiapan yang
matang. Adapun persiapan di deck sebelum pelaksanaan anchor
handling ada beberapa persiapan yang harus dilakukan yaitu
sebagai berikut:
a. Melakukan tool box meeting dan job safety analysis kepada
seluruh crew yang akan terlibat dimana didalamnya dibahas
tugas dan tanggung jawab masing-masing serta memastikan
seluruh crew dalam kondisi yang prima.
b. Melakukan pemerikasaan dan memastikan semua alat – alat
hidrolik dalam keadaan siap pakai misalnya: towing winch
dapat menarik dan mengulur wire, towing pin dapat terbuka
dan tertutup dengan lancar serta tugger winch dapat menarik
dan mengulur dengan baik.

38
c. Persiapan peralatan di deck seperti shackle dengan beberapa
ukuran yaitu (25 T, 35 T, 55 T, 85 T), tugger wire dan work
wire di area dan standby di deck serta peralatan bantu seperti
linggis, palu, split pin dan kunci kunci juga harus disiapkan.
d. Memastikan semua alat - alat komunikasi terhubung dengan
baik dan lancar baik antara anjungan dengan dek maupun
anjungan dengan rig/barge untuk menghindari adanya
kesalahan komunikasi yang dapat terjadi.
e. ABK yang bekerja di deck wajib menggunakan alat alat
keselamatan sesuai dengan tempat kerjanya.
Meskipun sudah ada persiapan dengan baik melalui
safety meeting, pembhasan tentang risiko bahaya yang
dihadapi namun pada saat pelaksaanya juga perlu adanya
pengawasan dari perwira. Pengawasan adalah suatu usaha
sistematis menetapkan standar-standar dengan tujuan
perencanaan, merancang bangun sistem umpan balik
informasi, membandingkan kinerja sebenarnya dengan
standar-standar yang telah ditentukan terlebih dahulu,
menentukan apakah ada penyimpangan dan mengukur
seberapa besar akibatnya, serta mengambil tindakan yang
diperlukan yang menjamin pemanfaatan penuh sumberdaya
yang digunakan secara efisien dalam rangka pencapaian
tujuan organisasi.
Beberapa hal yang perlu pengawasan dalam kegiatan
pekerjaan anchor handling antara lain :
2) Pengawasan secara langsung oleh perwira jaga pada saat
pekerjaan anchor handling berlangsung.
3) Memastikan pekerja menggunakan alat-alat pelindung diri
sesuai dengan persyaratan, juga diwajibkan membuat
lembar kontrol kerja atau prosedur tentang penggunaan
alat pelindung diri.
4) Pengawasan langsung selama pelaksanaan suatu
pekerjaan terutama pekerjaan yang tergolong berbahaya
seperti anchor handling oleh Perwira yang berpengalaman
dalam pekerjaan tersebut.

39
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya bahwa
terjadinya kecelakaan kerja yaitu melayangnya shackle dan mengenai
kaki salah satu ABK saat pelepasan dari penant anchor wire yang
terhubung dengan work wire ketika melepaskan dalam keadaan masih
tegang, maka Penulis menarik beberapa kesimpulan, sebagai berikut:
1. Nakhoda telah menginformasikan tetapi ABK belum memahami
prosedur kerja anchor handling serta kedisiplinannya dalam
menerapkan prosedur kerja di atas kapal.
2. Prosedur keselamatan kerja anchor handling diabaikan sehingga
beresiko terjadi kecelakaan kerja.
3. Kurangnya perawatan terhadap peralatan kerja anchor handling
seperti mesin bantu bow thruster dan peralatan pendukung
lainnya yang kurang memadai atau rusak.
4. Faktor lingkungan kerja yang kurang aman seperti cuaca buruk
sehingga risiko kecelakaan kerja makin besar.

B. IMPLIKASI

Akibat yang ditimbulkan dari kecelakaan kerja saat pelaksanaan


anchor handling yaitu kerugian bagi ABK yang mengalami kecelakaan
kerja dan kerugian bagi pihak perusahaan karena keterlambatan
operasional kapal serta komplain dari pihak pencarter.

C. SARAN
Berdasarkan beberapa kesimpulan di atas, maka Penulis
memberikan beberapa saran dalam menjaga kelancaran operasional
kapal dan juga dalam meningkatkan keselamatan kerja di atas kapal
AHT Dian Pacific, yaitu :
1. Safety Officer seharusnya memberikan familirisasi dan
mengadakan safety meeting secara rutin minimal setiap satu
bulan sekali untuk meningkatkan pemahaman ABK tentang
prosedur kerja anchor handling.
2. Semua ABK yang terlibat dalam pekerjaan anchor handling harus
menerapkan prosedur keselamatan kerja anchor handling secara
maksimal.

40
3. ABK hendaknya melakukan perawatan berkala pada peralatan
kerja anchor handling sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan
pada Planned Maintenance System (PMS).
4. Nakhoda seharusnya turut serta dalam membuat perencanaan
kerja yang matang dan mengadakan toolbox meeting sebelum
memulai pekerjaan anchor handling.

41
DAFTAR PUSTAKA

Azwar. 2015. Sikap Manusia, Teori dan Pengukuranya. Jogjakarta:


Pustaka Pelajar
Badudu, J.S dan Sultan Mohammad Zain. 2015. Kamus Umum Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Bangun, Wilson. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Erlangga.
Danuasmoro, Goenawan. 2013. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Jakarta : Yayasan Bina Citra Samudra
Hasibuan, Malayu SP. 2017. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta
: Bumi Aksari.
IMO. Safety of Life at Sea (SOLAS) 1974. London : IMO Publications
IMO. International Safety Management Code and Revised Guidelines on
Implementations of the ISM Code. 2015 Edition. IMO
Publishing.
Mamondole, Krets. 2014. Anchor handling. Jakarta : Yayasan Sinergi
Reformata.
Panggabean, Mutiara S. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jakarta : Ghalia Indonesia.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 84 Tahun 2013 tentang
Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal
Poerwadarminta, W.J.S. 2011. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Edisi
Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

42
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Gambar Kapal AHT. Dian Pacific
Lampiran 4
Pekerjaan Anchor Handling
PENJELASAN ISTILAH

Accomodation Work Barge (AWB) : Kapal apung yang berfungsi sebagai


tempat akomodasi para pekerja dan engineer
yang bekerja di pengeboran lepas pantai
(offshore). Selain itu juga berfungsi sebagai
sarana untuk mengakomodir keperluan serta
peralatan berat dari darat ke drilling platform.
AHT : Anchor Handling Tug yaitu kapal yang
dirancang khusus dengan didukung oleh
peralatan-peralatan yang ada diatasnya untuk
melaksanakan kerja jangkar (Anchor Handling)
dan tugas penundaan (Towing) di dalam
daerah pelayanan pengeboran minyak lepas
pantai.
Anchor Handling : Pekerjaan penanganan jangkar crane barge,
awb, rig, yang dilaksakan dengan bantuan
kapal jenis AHT/AHTS.
Bouy Catcher : Alat penangkap pelampung
Capstan : Sebuah alat bantu yang berupa roller yang
digerakkan oleh tekanan hydrolik atau listrik
biasanya dipasang dipojok buritan kapal AHTS.
Alat ini berguna untuk membantu menarik atau
menggeser suatu barang yang ada di atas dek
kapal dan juga berguna untuk merapatkan
kapal apabila hendak andar pada Crane Barge
(Tongkang).
Chain Chaser : Rantai penahan
Crane : Alat yang digunakan untuk mengankat secara
horizontal juga dilengkapi dengan rantai dan
kawat baja.
Crane Barge : Berfungsi sebagai akomodasi pekerja di
Offshore dan sebagai storage untuk alat-alat
yang akan dipasang pada saat maintenance
(perbaikan) di Platform.
Hooks Long Handle : Pengait / ganco dengan pegangan yang
panjang
Incident Kejadian yang merupakan hasil dari
serangkaian kejadian yang tidak direncanakan/
tidak diinginkan/ tak terkendalikan/ tak terduga
yang dapat menimbulkan segala bentuk
kejadian yang membahayakan.
Curriculum Vitae : Biodata seseorang yang terdiri dari data
pribadi, ijasah dan sertifikat yang dimiliki serta
pengalaman kerjanya
Lifter Pin : Alat bantu yang berupa Pin Tunggal yang
digerakkan oleh tekanan hydrolik yang
dipasang diantara Sharkjaw’s. Alat ini berguna
untuk mengangkat shocket pada ujung wire
pada saat crew melakukan connect/ disconnect
wire (Pennant Wire dan Towing Wire) agar
mudah memutar shakles untuk dipasang
ataupun dilepas.
Near miss : Kejadian yang hampir menyebabkan
kecelakaan.
Platform : Anjungan minyak lepas pantai.
Rig : Suatu bangunan dengan peralatan untuk
melakukan pengeboran ke dalam reservoir
bawah tanah untuk memperoleh air, minyak,
atau gas bumi, atau deposit mineral bawah
tanah.
Rig Move : Kegiatan pemindahan Drilling Rig dari satu
tempat ke tempat lain yang lokasi atau
posisinya telah ditentukan, dengan dibantu oleh
kapal-kapal AHTS.
Safe Working Load : Batas Maksimum kekuatan sebuah alat.
Semi-Submersible : Kapal laut khusus yang digunakan dalam peran
lepas pantai termasuk rig, platform produksi
minyak, dan crane pengakat berat.
Single Buoy Mooring : Alat yang terapung dibuat khusus untuk
menghubungkan dari platform produksi ke
kapal tangki yang menerima minyak dari
platform.
Sharkjaw’s : Alat bantu yang dirancang khusus menjepit
yang digerakkan oleh tekanan hydrolic yang
dipasang di buritan kapal AHTS. Alat ini
berguna untuk membantu menahan wire
(Pennant Wire dan Towing Wire) agar tidak
bergerak kekiri atau kekanan pada saat crew
melakukan Connect Disconnect Wire atau
Jangkar.
SMS : Safety Management System yaitu sistem
penataan dan pendokumentasian yang
memungkinkan personil perusahaan secara
efektif menerapkan kebijakan manejemen
keselamatan dan perlindungan lingkungan.
Snacth Block : Roller yang dirancang portable dipasang
terletak di railing kapal sisi kiri dan kanan, serta
benda-benda lain dengan menggunakan 2
buah tugger wire yang ada di dek sisi kiri dan
kanan.
Stern Roller : Alat bantu berupa roller besar yang dipasang
melintang pada ujung buritan kapal. Alat ini
berguna untuk membantu pada saat
mengangkat jangkar sehingga memudahkan
jangkar untuk naik ke atas deck, karena alat ini
dirancang khusus berputar sendiri apabila
mendapat tekanan.
Tanker Storage : Kapal tangki penampungan minyak yang biasa
dirancang khusus untuk mengolah minyak lalu
kemudian akan diangkut oleh kapal tanker
product yang pemuatannya dilakukan secara
ship to ship.
Towing Pin : Alat bantu berupa dua buah pin yang
digerakkan oleh tekanan hydrolik yang
dipasang di buritan kapal AHT. Alat ini berguna
untuk membantu menahan wire (Pennant wire
dan Towing wire) agar tidak bergerak kekiri
atau kekanan pada saat kapal melaksanakan
penundaan (Towing) atau mengangkat jangkar
(Anchor Job).
Towing Winch : Derek yang khusus digunakan untuk keperluan
penundaan.
Tugger Winch : Derek yang khusus digunakan untuk
memindahkan jangkar, buoy serta alat-alat
kerja jangkar yang berada di dek.
Work Wire : Kawat baja yang digulung pada winch drum
yang berguna untuk menarik jangkar naik di
atas kapal pada saat kegiatan kerja jangkar.
Work Vest : Alat pelindung keselamatan badan yang dipakai
pada saat bekerja di atas deck.
inprotected.com

Anda mungkin juga menyukai