Anda di halaman 1dari 48

UPAYA MENINGKATKAN KINERJA ABK UNTUK

MENUNJANG KELANCARAN BONGKAR MUAT


DI KAPAL SPOB TIRTA SAMUDRA IX

KARYA ILMIAH TERAPAN


Oleh :

MUHAMAD SAEFUDIN
NIPD : 101.09.06.22.0079

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan


Untuk Penyelesaian Program Pelaut - I

PROGRAM PENDIDIKAN DIKLAT PELAUT I


NAUTIKA

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
BADAN PENGEMBANGAN SDM PERHUBUNGAN
BALAI BESAR PENDIDIKAN PENYEGARAN DAN PENINGKATAN ILMU PELAYARAN
JAKARTA
2022

i
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
BADAN PENGEMBANGAN SDM PERHUBUNGAN
BALAI BESAR PENDIDIKAN PENYEGARAN DAN PENINGKATAN ILMU PELAYARAN

TANDA PERSETUJUAN KARYA ILMIAH TERAPAN

Nama : MUHAMAD SAEFUDIN


NIPD : 101.09.06.22.0079
Program Pendidikan : Diklat Pelaut - I
Jurusan : NAUTIKA
Judul : UPAYA MENINGKATKAN KINERJA ABK UNTUK
MENUNJANG KELANCARAN BONGKAR MUAT DI
KAPAL SPOB TIRTA SAMUDRA IX

Jakarta, Agustus 2022


Pembimbing Materi Pembimbing Teknis

Capt. Abdul Manan Siregar, M.Mar Capt. Yohana Tumiyatin, SE, M.Mar

Mengetahui :
Kepala Seksi Pengajaran

Capt. Suhardi, M.Si, M.Mar


Pembina (IV/a)
NIP. 19760201 200212 1 008

ii
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
BADAN PENGEMBANGAN SDM PERHUBUNGAN
BALAI BESAR PENDIDIKAN PENYEGARAN DAN PENINGKATAN ILMU PELAYARAN

TANDA PENGESAHAN KARYA ILMIAH TERAPAN

Nama : MUHAMAD SAEFUDIN


NIPD : 101.09.06.22.0079
Program Pendidikan : Diklat Pelaut - I
Jurusan : NAUTIKA
Judul : UPAYA MENINGKATKAN KINERJA ABK UNTUK
MENUNJANG KELANCARAN BONGKAR MUAT DI
KAPAL SPOB TIRTA SAMUDRA IX

Ketua Penguji Sekretaris Penguji Anggota Penguji

Capt. Arina Hidayah, SE.,M.Pd.,M.Mar Ni Wayan Ika Herlyn S, S.Pd.,MM Capt. Darul Makmur, MM.,M.Mar

Mengetahui :
Kepala Bidang Penyelenggaraan

Capt. Didi Sumadi, M.Mar.E


Pembina (IV/a)
NIP. 19670318 200312 1 001

iii
KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Karena
atas kehendak-Nya dapat menyelesaikan karya ilmiah terapan ini tepat pada
waktunya dan sesuai dengan yang diharapkan. Pada penulisan karya ilmiah
terapan ini penulis mengambil judul : “UPAYA MENINGKATKAN KINERJA
ABK UNTUK MENUNJANG KELANCARAN BONGKAR MUAT DI KAPAL
SPOB TIRTA SAMUDRA IX”
Pada penyusunan karya ilmiah terapan ini penulis banyak mendapatkan
bantuan dan dorongan yang sangat berharga dari berbagai pihak, baik secara
moril maupun materil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan
terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. Ir. Ahmad, M.MTr.,QIA.,CFr.A, selaku Direktur Balai Besar Pendidikan
Penyegaran dan Peningkatan Ilmu Pelayaran.
2. Capt. Didi Sumadi, M.Mar.E, selaku Kepala Bidang Penyelenggaraan.
3. Capt. Suhardi, M.Si, M.Mar., selaku Kepala Seksi Pengajaran.
4. Capt. Asep Yedi Heryadi, M.M., selaku Kepala Seksi Rencana dan Program.
5. Capt. Abdul Manan Siregar, M.Mar, selaku Pembimbing Materi.
6. Capt. Yohana Tumiyatin, SE, M.Mar, selaku Pembimbing Teknis.
7. Seluruh Dosen dan Instruktur Pengajar di BP3IP Jakarta.
8. Orang tua, istri dan anak-anak tercinta serta keluarga yang telah memberikan
motivasi dalam penyusunan Karya Ilmiah Terapan
9. Rekan-rekan Pasis Program DP-I Nautika Periode I Gelombang 6 Tahun
2022 BP3IP Jakarta.
Karena keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan waktu, maka
penulisan karya ilmiah terapan ini jauh dari sempurna dan untuk itu penulis akan
dengan senang hati dapat menerima kritik dan saran untuk perbaikan karya
ilmiah terapan ini. Akhir kata, semoga karya ilmiah terapan ini dapat membawa
manfaat bagi penulis dan para pembaca pada umumnya.

Jakarta, Agustus 2022

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN KARYA ILMIAH TERAPAN ................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN KARYA ILMIAH TERAPAN .................................. iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah............................................................................. 2
C. Batasan Masalah ................................................................................. 3
D. Rumusan Masalah .............................................................................. 3
E. Tujuan dan Manfaat Masalah.............................................................. 3
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 5
B. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 12
BAB III METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu.............................................................................. 13
B. Metode Pengumpulan Data .............................................................. 13
C. Teknik Analisis .................................................................................. 14
BAB IV PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data ................................................................................... 16
B. Analisis Data ..................................................................................... 17
C. Pemecahan Masalah ........................................................................ 24
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 35
B. Implikasi ............................................................................................. 35
C. Saran................................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 37
LAMPIRAN
PENJELASAN ISTILAH

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Ship particular


Lampiran 2. Crew list
Lampiran 3. Kapal SPOB Tirta Samudra IX!

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kapal merupakan sarana transportasi laut yang mempunyai
peranan penting terutama dalam industri transportasi. Seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, maka kapal
Self Propelled Oil Barge (SPOB) yaitu jenis kapal dengan lambung
datar (barge) yang memiliki tangki dan mesin sehingga tidak perlu
ditarik dengan tug boat juga mengalami perkembangan sehingga
dalam pengoperasiannya semakin kompleks. Untuk itu diperlukan juga
Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu menunjang dalam
pengoperasian kapal SPOB. Namun pada kenyataannya di kapal
SPOB Tirta Samudra IX sering terjadi masalah-masalah yang sangat
mempengaruhi kelancaran operasional kapal yang disebabkan oleh
kurangnya kinerja dan disiplin dari Anak Buah Kapal.
Kapal SPOB Tirta Samudra IX yang keseharian operasinya
adalah melayani suplai bahan bakar minyak seperti solar, biodiesel
dan untuk keperluan Indonesia bagian timur. Untuk itu diperlukan Anak
Buah Kapal yang berkualitas yang tahu kerja yang mempunyai kinerja
dan disiplin yang tinggi guna memperlancar kelancaran operasi kapal.
Untuk Perwira kapal harus mengerti dan memahami tanggung
jawab pekerjaannya dengan penuh rasa disiplin. Memahami karakter
kapal dan sistem yang ada. Hal tersebut sangat diperlukan agar
Perwira kapal mampu mengoperasikan alat-alat dengan baik. Kapal
membutuhkan ABK Rating (Anak Buah Kapal, Rating) yang produktif.
Hal yang paling penting adalah setiap ABK harus mengerti dan
memahami serta mentaati peraturan-peraturan yang berlaku, baik
peraturan nasional maupun Internasional. Oleh karena itu kapal SPOB
harus memenuhi persyaratan yang layak sebagai angkutan laut.
Kegiatan bongkar muat minyak di kapal tanker maupun kapal
SPOB memiliki potensi bahaya yang besar, mengingat muatan minyak
untuk itu harus ditangani dengan baik sesuai prosedur yang berlaku.
Potensi bahaya dalam kegiatan bongkar muat minyak seperti
pencemaran laut dan kebakaran. Salah satu contoh kebakaran saat
bongkar muat minyak yaitu terjadi pada kapal SPOB Srikandi 511
pada tanggal 25 Mei 2018 di Jetty I Pertamina Banjarmasin saat
membongkar muatan Pertalite. (sumber: http://knkt.dephub.go.id)
Kapal pengangkut minyak dapat ditolak untuk sandar di terminal
muat jika diketahui tidak memenuhi syarat dari standar keselamatan
ISGOTT (International Safety Guide for Oil Tanker and Terminals)
karena dapat membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan

1
laut setempat. Kelayakan kapal dapat diketahui setelah loading master
naik ke kapal untuk mengisi form checklist antara terminal dan kapal
dimana di dalamnya ada hal yang harus sesuai standar keselamatan
terminal tersebut. Checklist yang dimaksud yaitu terkait persiapan
sebelum kegiatan bongkar muat dilakukan, mulai dari pengecekan
pompa kargo dan pipa-pipa.
Berdasarkan pengalaman penulis selama bekerja sebagai
Nakhoda di atas kapal SPOB Tirta Samudra IX menemukan beberapa
masalah seperti kurangnya kinerja ABK dalam melaksanakan
tugasnya. Fakta ini penulis temui pada tanggal 12 September 2021
saat kapal sedang berlabuh di Dumai untuk kegiatan bongkar muat,
terjadi kebocoran pada saat pertama kali minyak dipompa. Minyak
keluar dari sambungan antara selang bongkar muat terminal dengan
manifold kapal. Hal ini disebabkan karena tidak terpasangnya gasket
karet pada manifold dan kurang kencang dalam pemasangan mur dan
baut sehingga minyak yang bertekanan tinggi menyembur.
Kegiatan bongkar muat sering mengalami hambatan, seperti saat
kegiatan bongkar dimulai, Bosun dan anak buah yang bertugas jaga
diberitahu oleh Mualim I untuk mengawasi tekanan (pressure) yang
terdapat di manifold jangan sampai melebihi batas maksimal yaitu 3
bar. Kemudian Mualim I mengontrol para anak buah yang sedang
bertugas jaga sekaligus melihat keadaan di dek dan muatan dan juga
tekanan yang masuk, ternyata tekanan sudah mencapai 3.5 bar. Ini
sangat berbahaya karena bisa menyebabkan pipa pecah.
Masalah lainnya yang penulis temukan yaitu hubungan kerja di
atas kapal yang kurang kompak sehingga kerjasama antar ABK belum
terjalin dengan baik. Terjadinya miskomunikasi antara perwira dengan
rating, sehingga pekerjaan tidak terlaksana dengan baik. Adanya
masalah-masalah tersebut menyebabkan kegiatan bongkar muat di
kapal SPOB Tirta Samudra IX tidak berjalan lancar.
Penulis ingin mengangkat berbagai permasalahan-permasalahan
yang terjadi di kapal dimana penulis bekerja, yaitu di kapal SPOB.
Tirta Samudra IX dari perusahaan PT. Usda Seroja Jaya. Harapan dari
penelitian ini adalah agar permasalahan tersebut dapat terselesaikan
dengan berbagai solusi agar seluruh aktivitas di kapal SPOB dapat
berjalan dengan optimal.
Dari uraian diatas, maka dalam penyusunan karya ilmiah terapan
ini penulis memilih judul: “UPAYA MENINGKATKAN KINERJA ABK
UNTUK MENUNJANG KELANCARAN BONGKAR MUAT DI KAPAL
SPOB TIRTA SAMUDRA IX”

B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis dapat
mengidentifikasikan permasalahan-permasalahan yang terjadi di atas
kapal Spob Tirta Samudra IX, sebagai berikut:

2
1. Nakhoda kurang dalam memberi info kepada ABK dalam
pelaksanaan bongkar muat
2. Kegiatan bongkar muat sering mengalami hambatan
3. Kerjasama di atas kapal yang kurang baik
4. Sering terjadi salah paham antara perwira dengan ABK

C. BATASAN MASALAH
Mengingat banyaknya permasalahan yang timbul dari
operasional kapal SPOB Tirta Samudra IX. Sesuai dengan judul yang
dipilih, maka penulis membatasi ruang lingkup bahasan dari karya
ilmiah terapan ini hanya difokuskan pada:
Nakhoda kurang dalam memberi info kepada ABK dalam pelaksanaan
bongkar muat.

D. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian identifikasi masalah dan batasan masalah di
atas, maka penulis dapat merumuskan masalah yang akan dibahas
sesuai dengan tujuan pembahasan sebagai berikut:
1. Faktor apa yang menyebabkan Nakhoda kurang dalam memberi
info kepada ABK dalam pelaksanaan bongkar muat?
2. Bagaimana cara meningkatkan pelaksanaan bongkar muat?

E. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN


1. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan kinerja
ABK dalam melaksanakan tugas bongkar muat kurang atau
rendah.
b. Untuk mencari solusi/ jalan keluar bagaimana meningkatkan
kinerja ABK dalam melaksanakan tugas bongkar muat
sehingga kegiatan bongkar muat di atas kapal SPOB TIRTA
SAMUDRA IX berjalan lancar.

2. Manfaat Penulisan
a. Teoritis
Diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi penulis
dan dapat menuangkan pemikiran tersebut dalam bentuk
karya ilmiah terapan sehingga bermanfaat bagi para pembaca
dalam memahami kinerja ABK dalam kegiatan bongkar muat
adalah sangat penting.

3
b. Akademis
Bagi lembaga BP3IP Jakarta, penelitian ini diharapkan
dapat bermanfaat sebagai acuan dalam pembuatan karya
ilmiah terapan, serta untuk menambah kelengkapan bahan
bacaan di perpustakaan dan diharapkan dapat bermanfaat
bagi rekan-rekan pasis yang juga melakukan penelitian yang
sama.

c. Praktis
1) Sebagai sumbang saran kepada perusahaan pelayaran
dalam memahami kinerja ABK dalam kegiatan bongkar
muat adalah sangat penting.
2) Selain itu untuk memberikan pemahaman kepada para
ABK tentang kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan
bongkar muat di kapal SPOB.

4
BAB II
LANDASAN TEORI

A. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan dibahas mengenai teori yang berkenaan
dengan permasalahan sebagai berikut:
1. Kinerja
a. Definisi Kinerja
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara, (2017:67) istilah
kinerja berasal dari job performance atau actual performance
(prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh
seseorang), atau juga hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang ingin dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya.
Berdasarkan defenisi diatas bahwa kinerja merupakan
suatu konsep yang strategis dalam rangka menjalin hubungan
kerja sama antara pihak manajemen dengan ABK untuk
mencapai kinerja yang baik, unsur yang paling dominan
adalah sumber daya manusia, walaupun perencanaan telah
tersusun dengan baik dan rapi tetapi apabila orang atau
personil yang melaksanakan tidak berkualitas dengan tidak
memiliki semangat kerja yang tinggi, maka perencanaan yang
telah disusun tersebut akan sia-sia.
Menurut Hasibuan (2016:126) bahwa upaya
peningkatan kinerja ABK merupakan salah satu faktor utama
bagi perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan. Ada
beberapa faktor yang dapat meningkatkan kinerja karyawan,
diantaranya yaitu pelatihan, familiarisasi dan lingkungan kerja
yang kondusif. Dengan demikian, diharapkan mampu
meningkatkan kemampuan dan keterampilan pegawai dalam
melaksanakan tugas-tugas yang diberikan perusahaan.
Kinerja menunjukkan kemampuan ABK dalam meningkatkan
produktivitas kerjanya, dapat diartikan atau dirumuskan
sebagai perbandingan antara keluaran (output) dengan
masukan (input). Apabila produktivitas naik hanya
dimungkinkan oleh adanya peningkatan efisiensi (waktu,
bahan, tenaga), dan sistem kerja, teknik produksi, dan
adanya peningkatan keterampilan tenaga kerja.

5
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2017:67), faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian kinerja adalah
faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).
1) Faktor Kemampuan
Secara psikologis, kemampuan terdiri dari
kemampuan potensi dan kemampuan realita, artinya
karyawan yang memiliki kemampuan lebih, maka ia akan
lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan oleh
karena itu karyawan perlu ditempatkan pada pekerjaan
yang sesuai dengan keahliannya.
2) Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap (Attitude) seorang
karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi
merupakan kondisi yang menggerakkan diri karyawan
yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan
kerja). Sikap mental merupakan kondisi mental yang
mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai
prestasi kerja secara maksimal. (Sikap mental yang siap
secara psikofisik) artinya, seorang karyawan harus siap
mental, mampu secara fisik, memahami tujuan utama dan
target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan
dalam mencapai situasi kerja.

2. Anak Buah Kapal (ABK)


Awak kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di
atas kapal oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas
di atas kapal sesuai dengan jabatan yang tercantum dalam buku
sijil danl atau perjanjian kerja laut (Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor PM 84 Tahun 2013 tentang Perekrutan dan Penempatan
Awak Kapal, Pasal 1 ayat 5). Sedangkan Anak Buah Kapal
adalah Awak kapal selain Nakhoda (Undang-Undang No.17 Tahun
2008 tentang Pelayaran Pasal 1 ayat 42). Sedangkan rating
adalah semua awak kapal selain Nakhoda dan Perwira.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 84
Tahun 2013 tentang Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal,
Pasal 13 ayat 1 bahwa Awak kapal yang dapat direkrut dan
ditempatkan oleh perusahaan keagenan awak kapal adalah
pelaut:
a. Berusia minimum 18 (delapan belas) tahun kecuali Praktek
Laut (PraIa);
b. Mempunyai kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan jabatan
di atas kapal;

6
c. Yang ditempatkan di bagian food and catering wajib memiliki
ship's cook certificate yang dikeluarkan oleh lembaga
sertifikasi profesi di bidang pendidikan pariwisata atau maritim;
d. Memenuhi standar kesehatan untuk melakukan pekerjaan di
atas kapal dan khusus wanita tidak diperkenankan dalam
keadaan hamil;
e. Memiliki buku pelaut dan dokumen kepelautan yang
dipersyaratkan untuk bekerja di atas kapal.

3. Bongkar Muat
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM
152 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan
Bongkar Muat Barang dari dan ke Kapal Pasal 2 (ayat 1)
menerangkan kegiatan bongkar muat barang merupakan
kegiatan usaha yang bergerak dalam bidang bongkar muat
barang dari dan ke kapal di pelabuhan yang meliputi kegiatan
sebagaimana diatur dalam pasal 2 di angka 8,9,dan 10 yaitu:
1) Stevedoring, (Kegiatan menurunkan atau menaikan barang
dari kapal ke dermaga)
2) Cargodoring, (Proses pemindahan barang dari Kapal ke
dermaga atau sebaliknya).
3) Receiving, (Proses Penerimaan barang dari luar ke dalam
pelabuhan atau sebaliknya).
Menurut Dirk Koleangan (2018:23), pengertian kegiatan
bongkar muat adalah sebagai berikut: Kegiatan Bongkar Muat
adalah kegiatan memindahkan barang-barang dari alat angkut
darat, dan untuk melaksanakan kegiatan pemindahan muatan
tersebut dibutuhkan tersedianya fasilitas atau peralatan yang
memadai dalam suatu cara atau prosedur pelayanan.
Menurut FDC Sudjatmiko (2017:77) bongkar muat adalah
pemindahan muatan dari dan ke atas kapal untuk ditimbun ke
dalam atau langsung diangkut ke tempat pemilik barang dengan
melalui dermaga pelabuhan dengan mempergunakan alat
pelengkap bongkar muat, baik yang berada di dermaga maupun
yang berada di kapal itu sendiri.

4. Pengawasan
a. Definisi Pengawasan
Rois Arifin dan Helmi Muhammad (2016:138)
menyatakan bahwa pengawasan dapat diartikan sebagai
usaha menentukan apa yang sedang dilaksanakan dengan
cara menilai hasil/prestasi yang dicapai dan kalau terdapat

7
penyimpangan dari standar yang telah ditentukan, maka
segera diadakan usaha perbaikan, sehingga semua
hasil/prestasi yang dicapai sesuai dengan rencana.
Usman Effendi (2014:224) bahwa pengawasan yaitu
proses yang memastikan bahwa aktivitas actual sesuai
dengan aktivitas yang direncanakan. Pengawasan sama
dengan pengendalian sebagai proses memantau kegiatan-
kegiatan untuk memastikan bahwa kegiatan-kegiatan itu
diselesaikan sebagaimana telah direncanakan dan proses
mengoreksi setiap penyimpangan yang berarti.

b. Aturan Tugas Jaga


Pengaturan jaga dek berdasarkan STCW 2010
amandemen Manila Section A- VIII/2 bagian 4, tentang Dinas
Jaga di Pelabuban. Pengaturan jaga dek di pelabuhan dalam
setiap keadaan harus:
1) Menjaga dan meyakinkan keselamatan jiwa, kapal,
pelabuhan dan lingkungan serta penggunaan alat bongkar
muat dengan aman.
2) Melaksanakan aturan internasional, nasional dan daerah
setempat.
3) Melaksanakan pengecekkan rutin dan tetap mengikuti
perintah.
4) Jika nahkoda menganggap perlu, seorang perwira yang
handal dapat bertugas jaga di deck.
5) Pengaturan penyediaan peralatan yang penting untuk
dinas jaga yang efisien.
Perwira jaga pada jaga dek harus:
a) Melakukan inspeksi keliling kapal dengan interval
waktu yang sesuai
b) Memberikan perhatian pada:
(1) Kondisi keamanan tangga, rantai jangkar dan tros
kapal terutama pada keadaan pasang surut.
(2) Draft kapal, permukaan bebas lunas kapal, dan
keadaan kapal secara menyeluruh untuk
menghindari kemiringan yang berbahaya atau
perbedaan draft depan belakang akibat
penanganan muatan atau ballast.
(3) Keadaan cuaca dan laut.
(4) Melaksanakan semua aturan yang berkenaan
dengan keamanan dan perlindungan terhadap

8
kebakaran.
(5) Mencatat semua kejadian penting terhadap kapal
ke dalam buku catatan muatan (cargo log book).

c. Macam-Macam Pengawasan
Usman Effendi (2014:225) menyatakan bahwa
pengawasan dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam yaitu:
1) Pengawasan langsung
Pengawasan langsung adalah pengawasan yang
langsung dilakukan oleh pimpinan suatu organisasi seperti
Nakhoda terhadap kegiatan yang sedang dijalankan oleh
anak buahnya seperti saat melakukan tugas jaga.
2) Pengawasan tidak langsung
Pengawasan yang dilakukan dari jarak jauh, pengawasan
ini dilakukan melalui laporan yang disampaiakan oleh para
bawahan.

d. Fungsi Pengawasan
Pengawasan merupakan salah satu fungsi dari
manajemen, Erni Tisnawati (2015:11) menyatakan bahwa
fungsi pengawasan (Controling) menurut Nickel Mc Hugh and
McHugh, adalah sebagai berikut:
1) Mengevaluasi keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan
target bisnis sesuai dengan indikator yang telah
ditetapkan.
2) Mengambil langkah klarifikasi dan koreksi atas
penyimpangan yang mungkin ditemukan.
3) Melakukan berbagai alternatif solusi atas berbagai
masalah yang terkait dengan pencapaian tujuan dan
target bisnis.
Kegiatan pengendalian dan pengawasan meliputi,
misalnya kegiatan pengecekan apakah para pegawai kita
telah melayani pelanggan dengan baik, apakah makanan
yang disajikan tidak basi dan sebagainya.

5. Familiarisasi
Menurut Hasibuan (2016:16), menyatakan bahwa
familiarisasi merupakan suatu hal yang sangat penting bagi awak
kapal, khususnya bagi ABK yang akan bekerja di atas kapal.
Dalam hal ini agar berjalan dengan efektif sesuai dengan prosedur

9
perusahaan. Keselamatan di atas kapal erat kaitannya dengan
International Safety Management (ISM) Code, yaitu panduan yang
berisi petunjuk pengoperasian kapal untuk menyusun sistem
manajemen keselamatan pelayaran. Keseluruhan manualnya
harus mencakup pengendalian kerja di kapal dan seluruh
pendukungnya di darat. Sertifikat akan diterbitkan untuk setiap
kapal bila pelaksanaan sudah diverifikasi memenuhi persyaratan
standar International Safety Management (ISM) Code. Sertifikat ini
berlaku 5 tahunan dan selama masa tersebut akan dilakukan audit
oleh penerbit sertifikat.
Awak kapal yang bekerja di atas kapal haruslah memenuhi
syarat dan memiliki spesifikasi yang baik seperti yang tercantum
dalam International Safety Management (ISM) Code elemen 6.
Sumber daya dan personil yaitu:
a. Perusahaan harus memastikan bahwa setiap kapal diawaki
oleh pelaut-pelaut yang memenuhi syarat bersertifikat dan
secara medis sehat sesuai persyaratan baik nasional maupun
international.
b. Perusahaan harus menyusun prosedur yang memastikan agar
personil baru atau personil yang dipindahkan ketugas baru
yang berhubungan dengan keselamatan dan perlindungan
lingkungan diberikan penjelasan yang cukup terhadap tugas-
tugasnya. Petunjuk penting yang disiapkan sebelum berlayar,
harus disampaikan setelah sebelumnya diteliti dan
didokumentasikan.
c. Perusahaan harus memastikan agar seluruh personil yang
terlibat dalam Safety Management System (SMS) perusahaan
memiliki pengertian yang cukup luas atas aturan dan
peraturan code dan garis panduan yang berkaitan.
d. Perusahaan harus menyusun dan memelihara prosedur agar
dapat ditentukan pada setiap pelatihan yang diperlukan dalam
menunjang pelaksanaan Safety Management System (SMS)
dan meyakini bahwa latihan dimaksud diberikan kepada
seluruh personil terkait.

6. STCW 1978 Amandemen Manila 2010


Berdasarkan Standard Training and Certification of
Watchkeeping for Seafarer (STCW) Amandemen Manila 2010,
Chapter I Regulation 1/1.4 dijelaskan bahhwa Perwira berarti
seorang awak kapal, selain nakhoda, yang ditunjuk oleh hukum
atau peraturan nasional atau, jika tidak ada penunjukan tersebut,
dengan kesepakatan bersama atau kebiasaan. Sedangkan
Perwira dek adalahh seorang perwira yang memenuhi syarat
sesuai dengan ketentuan bab II Konvensi (Chapter I Regulation

10
1/1.5) dan rating adalah bagian dari awak kapal selain nakhoda
atau perwira (Chapter I Regulation 1/1.13)
STCW Amandemen 2010 Seksi A-VI/1.1 : setiap awak kapal
harus mendapat pelatihan pengenalan dasar keselamatan sesuai
dengan seksi A-VI/1 dari peraturan-peraturan STCW Amandemen
manila 2010 sesuai dengan standar kompetensinya.
STCW Amandemen 2010 Chapter II tentang Master and
Deck Departmet, Regulation II/1
a. Setiap perwira yang bertanggung jawab atas jaga navigasi
yang bertugas di kapal laut seberat 500 gross tonnage atau
lebih harus memiliki sertifikat kompetensi.
b. Setiap calon sertifikasi harus:
1) Tidak kurang dari 18 tahun;
2) Telah mempunyai layanan pelayaran laut tidak kurang dari
12 bulan sebagai bagian dari program pelatihan yang
disetujui yang mencakup pelatihan di atas kapal yang
memenuhi persyaratan bagian A-II / 1 dari Aturan
amandemen STCW (STCW Amandment Code) dan
didokumentasikan dalam buku catatan pelatihan yang
disetujui, atau sebaliknya telah mempunyai layanan
pelayaran tidak kurang dari 36 bulan;
3) Telah melakukan, selama layanan pelayaran yang
disyaratkan, tugas jaga anjungan di bawah pengawasan
nakhoda atau petugas yang memenuhi syarat untuk
jangka waktu tidak kurang dari enam bulan;
4) Memenuhi persyaratan yang berlaku dari peraturan dalam
bab IV, yang sesuai, untuk melaksanakan tugas radio
yang ditunjuk sesuai dengan Peraturan Radio;
5) Telah menyelesaikan pendidikan dan pelatihan yang
disetujui dan memenuhi standar kompetensi yang
ditentukan dalam bagian A-II/1 dari Kode STCW; dan
6) Memenuhi standar kompetensi yang ditentukan pada
bagian A-VI/1, paragraf 2, bagian A-VI / 2, paragraf 1
sampai 4, bagian A-VI/3, paragraf 1 sampai 4 dan bagian
A-VI / 4, paragraf 1 sampai 3 dari Kode STCW.

11
B. KERANGKA PEMIKIRAN

UPAYA MENINGKATKAN KINERJA ABK UNTUK


MENUNJANG KELANCARAN BONGKAR MUAT
DI KAPAL SPOB TIRTA SAMUDRA IX

IDENTIFIKASI MASALAH

1. Nakhoda kurang dalam memberi info kepada ABK


dalam pelaksanaan bongkar muat
2. Kegiatan bongkar muat sering mengalami hambatan
3. Kerjasama di atas kapal yang kurang baik
4. Sering terjadi salah paham antara perwira dengan ABK

BATASAN MASALAH
Nakhoda kurang dalam memberi info kepada ABK dalam
pelaksanaan bongkar muat

RUMUSAN MASALAH
1. Faktor apa yang menyebabkan Nakhoda kurang dalam
memberi info kepada ABK dalam pelaksanaan bongkar muat?
2. Bagaimana cara meningkatkan kinerja ABK dalam
melaksanakan tugas bongkar muat?

TEKNIK ANALISIS DATA


Metode Analisis Akar Penyebab (Root Cause Analysis/ RCA)
yang digunakan yaitu Fishbone Diagram. Faktor-faktor
penyebab masalah yang akan dianalisis adalah Man,
Machine, Material, Method dan Environment

ANALISIS DATA
Hasil Analisis Akar Penyebab (Root Cause Analysis/ RCA)
dengan Fishbone Diagram dari faktor-faktor Man, Machine,
Material, Method dan Environment

PEMECAHAN MASALAH
Langkah pemecahan masalah berdasarkan hasil Analisis
Data dengan Metode Root Cause Analysis melalui Fishbone
Diagram

12
BAB III
METODE PENELITIAN

A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN


Tempat penelitian dalam Karya Ilmiah Terapan ini yaitu SPOB
Tirta Samudra IX, kapal bunkering tanker berbendera Indonesia milik
perusahaan PT. Usda Seroja Jaya. Adapun waktu penelitian
dilaksanakan pada saat penulis bekerja sebagai Nakhoda pada
tanggal 12 September 2021 saat kapal sedang berlabuh di Dumai
untuk kegiatan bongkar muat.

B. METODE PENGUMPULAN DATA


Metode pengumpulan data adalah cara yang digunakan untuk
mengumpulkan data penelitian. Salim (2019:86), metode yang
digunakan adalah metode observasi yang diartikan penulis melakukan
pengamatan langsung dengan melibatkan seluruh indera
(menggunakan penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan atau
kalau perlu dengan pengecapan) untuk mendapatkan data yang
berupa data dan informasi, dokumen (garis besar data dan atau
check-list variabel data yang dikumpulkan), rekaman gambar dan
rekaman suara.
Perolehan data didapat selama penulis bekerja di atas kapal,
sehingga dapat diperoleh data yang lebih akurat. Untuk mendapatkan
data yang diperlukan, penulis menggunakan metode pengumpulan
data dengan teknik observasi. Dalam hal ini penulis melakukan
pengamatan atau observasi secara langsung dan telah
mengumpulkan data-data dan informasi atas fakta yang dijumpai
terkait dengan masalah kurangnya kinerja ABK dalam melaksanakan
tugas bongkar muat.
Adapun sumber data yang menjadi pertimbangan dalam
menentukan metode pengumpulan data, sumber data terdiri dari data
primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Pengumpulan data primer diperoleh penulis pada saat
bekerja di atas kapal dengan melakukan pengamatan dan
pencatatan secara langsung terkait dengan kinerja ABK dalam
melaksanakan tugas bongkar muat. Fakta yang penulis gunakan
sebagai data primer yaitu:
Kejadian pada tanggal 12 September 2021 saat kapal sedang
berlabuh di Dumai untuk kegiatan bongkar muat, terjadi kebocoran

13
pada saat pertama kali minyak dipompa. Minyak keluar dari
sambungan antara selang bongkar muat terminal dengan manifold
kapal. Hal ini disebabkan karena karena karet gasket tidak
terpasang pada manifold dan kurang kencang dalam pemasangan
mur dan baut sehingga minyak yang bertekanan tinggi
menyembur.
Diharapkan dari pengamatan dimana penulis ikut terlibat
atau bagian yang integral dari sistem yang diamati atau bagian
dari tim kerja dalam organisasi di atas kapal maka data dan
informasi yang diperoleh relatif banyak, realistis dan akurat.

2. Data Sekunder
Data yang diperoleh atau dikumpulkan dari sumber-sumber
yang telah ada terkait dengan terjadinya masalah kapal hampir
mengalami tubrukan saat melewati alur pelayaran Surabaya. Data
tersebut diperoleh dari perpustakaan, dokumen, buku-buku ilmiah,
laporan penelitian, karangan ilmiah dan sumber-sumber tertulis
lain yang berkaitan dengan kinerja ABK dalam melaksanakan
tugas bongkar muat. Data sekunder seperti:
a. Ship particular
b. Crew list

C. TEKNIK ANALISIS
Teknik analisis mengemukakan metode yang akan digunakan
dalam menganalisis data untuk mendapatkan data dan menghasilkan
kesimpulan yang objektif dan dapat dipertangungjawabkan, maka
dalam hal ini menggunakan teknik non statistika yaitu metode analisis
akar penyebab yaitu metode pemecahan masalah yang bertujuan
untuk mengidentifikasi penyebab dari suatu masalah atau peristiwa.
RCA digunakan untuk menjelaskan variasi dalam proses apapun (atau
hasil dari sebuah proses).
Teknik analisis yang digunakan Penulis dalam penelitian
kualitatif ini menggunakan Model Miles and Huberman, yang
mencakup hasil dari pengamatan langsung, reduksi data, analisis,
interpretasi data. Dari hasil analisis data yang kemudian dapat ditarik
kesimpulan. Setelah penulis melakukan proses Analisis Data dengan
Model Miles and Hubberman, untuk memperoleh akar penyebab
masalah dengan melakukan Analisis dengan metode root cause
analysis (RCA).
Metode Root Cause Analysis (RCA) yang dipilih Penulis adalah
Fishbone diagram, yaitu merupakan alat untuk menemukan akar
masalah. Model Diagram Tulang Ikan ini berdasarkan pada diagram
Ishikawa (fishbone diagram) atau diagram sebab dan akibat. Diagram

14
Ishikawa menunjukkan penyebab-penyebab dari peristiwa tertentu.
fishbone diagram juga merupakan alat untuk menemukan akar
masalah (root cause).
Penulis memilih fishbone diagram, dikarenakan fishbone
mempunyai keunggulan yaitu semua kategori terlihat dalam satu
gambar, sebab-sebab (dugaan-dugaan) yang menjadi akar penyebab
masalah, walupun terdapat kekurangan yang terlihat kompleks dan
rumit jika dibandingkan dengan investigasi 5 whys.
Berdasarkan masalah yang sudah ditemukan, kemudian
dikelompokkan dalam beberapa kategori atau faktor yang menjadi
unsur-unsur penyebab akar masalah antara lain: Manusia (Man),
Mesin (Machine), Material, Metode (Method) dan Lingkungan
(Environment).
Berikut ini adalah masing-masing faktor penyebab masalah yang
akan dicari akar penyebabnya:
1) Faktor Manusia
Faktor manusia yang menjadi penyebab masalah akan fokus
pada Nakhoda dalam memberi info kepada ABK dalam
pelaksanaan bongkar muat.

2) Faktor Metode
Faktor metode yang menjadi penyebab masalah adalah
prosedur bongkar muat tidak dilaksanakan dengan baik.

3) Faktor Mesin
Faktor mesin yang menjadi penyebab masalah akan fokus
pada peralatan bongkar muat.

4) Faktor Material
Faktor material yang menjadi penyebab masalah akan fokus
pada suku cadang untuk peralatan bongkar muat.

5) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang menjadi penyebab masalah yaitu
kurang selektifnya perusahaan dalam penerimaan ABK baru.

15
BAB IV
PEMBAHASAN

A. DESKRIPSI DATA
Berdasarkan pengalaman penulis selama bekerja sebagai
Nakhoda di atas kapal SPOB Tirta Samudra IX menemukan beberapa
masalah seperti kurangnya kinerja Anak Buah Kapal (ABK) dalam
melaksanakan tugasnya. Fakta ini penulis temui pada tanggal 12
September 2021 saat kapal sedang berlabuh di Dumai untuk kegiatan
bongkar muat, terjadi kebocoran pada saat pertama kali minyak
dipompa. Minyak keluar dari sambungan antara selang bongkar muat
terminal dengan manifold kapal. Hal ini disebabkan karena karet
gasket tidak terpasang pada manifold dan kurang kencang dalam
pemasangan mur dan baut sehingga minyak yang bertekanan tinggi
menyembur.
Pada saat itu kapal sedang bongkar muatan High Speed Diesel
(HSD), terjadi kebocoran pada saat pertama kali minyak dipompa.
Setelah diselidiki minyak keluar dari sambungan antara selang
bongkar muat terminal dengan manifold kapal. Hal ini terjadi karena
kurang terampilnya para Anak Buah Kapal (ABK) dalam
mempersiapkan alat bongkar muat dengan benar yaitu karet gasket
tidak terpasang pada manifold dan kurang kencang dalam
pemasangan mur dan baut sehingga minyak yang bertekanan tinggi
menyembur. Pada saat itu tidak terjadi pencemaraan laut dikarenakan
pihak terminal langsung memberhentikan cargo pump sehingga tidak
banyak minyak yang terbuang dan main deck kapal sudah terpasang
scupper plug. Meskipun belum terjadi oil spill tetapi kejadian tersebut
mengakibatkan bertambahnya waktu untuk melakukan muat di
terminal tersebut hal ini mengakibatkan dikeluarkannya Notice Of
Protest dari pihak terminal sehingga menjadikan kerugian bagi pemilik
kapal dikarenakan bertambahnya waktu bongkar di terminal.
Pada saat kapal melakukan bongkar dipelabuhan Pertamina
Makassar. Sebelum kegiatan dimulai, Master mengadakan safety
meeting dengan maksud agar segala ketentuan dan peraturan baik di
kapal maupun diterminal. Selanjutnya Bosun dan Rating yang
bertugas jaga diberitahu oleh Mualim I untuk mengawasi pressure
(tekanan) yang terdapat di manifold kapal jangan sampai melebihi
batas maksimal yaitu 3 bar. Jika melebihi batas, segera memberitahu
Mualim Jaga. Setelah selesai penandatanganan dokumen dan
checklist, selanjutnya proses bongkar muatan dimulai. Setelah proses
bongkar berlansung sekitar 2 (dua) jam, Mualim I mengontrol para
anak buah yang sedang bertugas jaga, sekaligus melakukan
pengecekan kondisi muatan dan juga tekanan yang masuk. Di sini

16
Mualim I menemukan bahwa tekanan sudah melebihi batas maksimal,
yaitu 3.5 bar. Ini sangat berbahaya, dikarenakan dapat menyebabkan
kebocoran akibat sambungan pipa yang tidak kuat dan dapat
menyebabkan pipa pecah. Akibatnya kegiatan pembongkaran muatan
diberhentikan sementara, sehingga menyebabkan kegiatan
pembongkaran terhambat.

B. ANALISIS DATA
Metode Analisis Akar Penyebab (Root Cause Analysis/ RCA)
yang digunakan yaitu Fishbone Diagram. Faktor-faktor penyebab
masalah yang akan dianalisis adalah Man, Machine, Method, Material
dan Environment, sebagai berikut :

FISH BONE DIAGRAM


PENYEBAB AKIBAT

1. Mesin 2. Metode 3. Manusia

Kurangnya Prosedur bongkar Kurangnya


perawatan terhadap muat tidak keterampilan dalam
peralatan bongkar dilaksanakan melaksanakan tugas
muat dengan baik
Kurangnya
tanggung-jawab Nakhoda
Peralatan bongkar Prosedur kerja ABK dalam
muat tidak berfungsi diabaikan melaksanakan
kurang dalam
dengan baik tugasnya memberi info
kepada ABK
Suku cadang peralatan
Kurangnya dukungan
dalam
bongkar muat tidak pelaksanaan
tersedia di kapal perusahaan
bongkar muat

Pengiriman suku Kurang selektifnya


cadang dari perusahaan perusahaan dalam
lambat penerimaan ABK baru

4. Material 5. Lingkungan

Gambar 4.1 Diagram Fishbon

17
PENYEBAB DARI ASPEK
1. MAN:
- Penyebab Utama (L1): Kurangnya keterampilan dalam
melaksanakan tugas
L : Level
- Penyebab (L2): Kurangnya tanggungjawab dalam
melaksanakan tugasnya
2. MATERIAL:
- Penyebab Utama (L1): Prosedur bongkar muat tidak
dilaksanakan dengan baik
L : Level
- Penyebab (L2): Prosedur kerja diabaikan
3. MACHINE
- Penyebab Utama (L1): Kurangnya perawatan terhadap
peralatan bongkar muat
L : Level
- Penyebab (L2): Peralatan bongkar muat tidak berfungsi
dengan baik
4. METHOD:
- Penyebab Utama (L1): Pengiriman suku cadang dari
perusahaan lambat
L : Level
- Penyebab (L2): Suku cadang peralatan bongkar muat tidak
tersedia di kapal
5. ENVIRONMENT:
- Penyebab Utama (L1): Kurang selektifnya perusahaan dalam
penerimaan Crew baru
L : Level
- Penyebab (L2): Kurangnya dukungan perusahaan

PENYEBAB
1. Kurangnya Keterampilan Dalam Melaksanakan Tugas
Untuk melaksanakan tugas di atas kapal dibutuhkan
keterampilan dan kemampuan yang sesuai jabatan masing-
masing. Dari pengamatan penulis, kurangnya keterampilan ABK di
atas kapal SPOB Tirta Samudra IX disebabkan oleh beberapa
faktor seperti pengalaman kerja yang kurang memadai.
Pengalaman kerja merupakan suatu pengetahuan, keterampilan,

18
dan kemampuan yang dimiliki ABK untuk mengemban
tanggungjawab dari pekerjaan sebelumnya.
Kurangnya keterampilan ABK di atas kapal SPOB Tirta
Samudra IX terlihat saat melaksanakan persiapan bongkar muat,
dimana masih ditemukan sebagian ABK yang kurang terampil
dalam mengoperasikan alat-alat bongkar muat di atas kapal.
Selanjutnya saat diadakan inspeksi oleh petugas dari terminal
bongkar muat di Bau-Bau, didapati bahwa persiapan kapal kurang
maksimal untuk segera melaksanakan pemuatan dan
pembongkaran sehingga terjadi penundaan.
Berdasarkan International Safety Management (ISM) Code,
pengetahuan, keterampilan dan mampu menjalankan tugas dan
tanggungjawab (attitude yang baik) sesuai dengan level dan
fungsinya. Hal yang terjadi di atas kapal justru ABK kurang
terampil karena kurangnya pengalaman di kapal tanker.
Keterampilan dalam melaksanakan tugas berarti menambah
kelancaran bagi penyelesaian suatu pekerjaan.
Tanggungjawab dalam menjalankan tugas merupakan
kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang
disengaja maupun yang tidak sengaja. Tanggungjawab juga
berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan
kewajibannnya. Pada konvensi STCW 1978 amandemen 2010
Bab V tentang system standar mutu dinyatakan bahwa system
standar mutu adalah suatu system yang menyediakan dan
memastikan bahwa standar yang paling praktis diterapkan agar
kompetensi standar pelaut terpenuhi standar mutu, yang
ditetapkan dalam konvensi ini adalah standar kemampuan dan
keterampilan yang dimiliki oleh ABK Rating yang akan dan telah
bekerja diatas kapal yang harus memenuhi standar yang
ditetapkan.
Untuk mengoperasikan kapal dengan aman dan selamat,
maka ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan didalam Safety
Management System (SMS) harus diterapkan dalam bentuk
implementasi di atas kapal. Namun pada prakteknya pelatihan
seringkali tidak dapat dilakukan secara maksimal karena padatnya
jadwal bongkar muat. Untuk melakukan pelatihan tiap bulannya
harus memilih waktu yang tepat yaitu pada waktu kapal berlabuh
dan itupun cuma beberapa jam.
Nakhoda kurang memberi info kepada ABK Rating sehingga
belum memahami tentang pengoperasian alat-alat bongkar muat
di atas kapal ada kaitannya dengan kemauan dari individu sendiri
dalam mempelajari karakteristik alat-alat yang digunakan diatas
kapal dan kemauan untuk belajar. Peralatan bongkar atau muat
yang sama mempunyai fungsi yang sama tetapi mungkin berbeda
karakteristiknya. Sekalipun ABK sebelum naik ke kapal sudah

19
mempunyai pengalaman kerja dari kapal lain, tetapi kenyataan di
lapangan justru penggunaan alat bongkar muat kurang baik.
Di atas kapal tempat penulis bekerja, familiarisasi tidak
dilaksanakan dengan baik, sehingga ABK yang baru bekerja atau
naik ke atas kapal kurang mengetahui tugas dan tanggungjawab
yang diberikan kepadanya. Sering ditemukan pada ABK, baik
Perwira dan bawahan tidak paham akan tugas-tugas yang akan
dikerjakan, misalnya persiapan tangki ruang muat yaitu pencucian
tangki sampai pada proses pemuatan. Dilihat dari segi
penggunaannya product oil harus benar-benar dijaga kualitasnya
dalam hal ini kebersihan ruang muat.
ABK masih kelihatan bingung dan tidak mengetahui betul
jalur pipa pemuatan yang akan digunakan. Kesalahan dalam
menentukan jalur pipa muatan yang akan digunakan sangat
membahayakan proses pemuatan yang dapat mengakibatkan
salah pemuatan. ABK tidak mengikuti stowage plan yang dibuat
Mualim I dan tidak mengetahui diagram pipa pemuatan sehingga
sering salah dalam membuka dan menutup valve/kran yang ada di
dek, hal ini dapat menyebabkan kontaminasi atau bercampurnya
muatan di dalam satu tangki.

2. Prosedur Bongkar Muat Tidak Dilaksanakan Dengan Baik


Prosedur bongkar muat yang tidak dilaksanakan dengan baik
akan menghambat kelancaran kegiatan bongkar muat.
Diantaranya yaitu rencana pemuatan (stowage plan) yang telah
dibuat oleh Mualim I harus dilaksanakan secara maksimal.
Stowage plan merupakan rencana bongkar muat yang mencakup
tentang jenis muatan, jumlah, pelabuhan tujuan dan lain
sebagainya. Untuk itu, diperlukan kedisiplinan ABK dalam
menerapkannya secara maksimal.
Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang
menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial
yang berlaku. Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui faktor
penyebab crew sering tidak tepat waktu dalam menyelesaikan
tugasnya dan tidak mentaati peraturan yang berlaku.
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada deskripsi data di atas,
bahwa Jurumudi tidak maksimal dalam mengawasi pressure
(tekanan) yang terdapat di manifold.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, tidak diterapkannya
prosedur pemuatan menjadi faktor utama yang menyebabkan
target waktu yang ditentukan dalam waktu pemuatan tidak
tercapai. Pada saat pelaksanaan pekerjaan di atas kapal seperti
kegiatan bongkar muat, kadang kala crew yang bertugas dalam
kegiatan tersebut tidak melaksanakan tugasnya dengan baik.

20
Pengawasan yang lemah menyebabkan prosedur kerja tidak
dilaksanakan dengan baik.
Tanggungjawab adalah kewajiban yang harus dilaksanakan
atas tugas pada jabatannya sehingga apabila kru tidak
melaksanakan tugas dan tanggungjawab dapat dikatakan kurang
disiplin. Tanggungjawab merupakan kewajiban yang mana harus
dipenuhi dan dilakukan oleh crew yang memikul tanggungjawab
tersebut. Tanggungjawab menjadi bagian yang sangat penting di
dalam organisasi di atas kapal. Tanpa adanya rasa
tanggungjawab dari Jurumudi, maka target pekerjaan yang
diharapkan tidak akan tercapai.
Crew dalam menjalankan pekerjaan di atas kapal tidak
semata-mata hanya menyelesaikan yang diberikan oleh atasan
(Mualim I). Namun juga ada kerjasama yang harus dijalin dengan
tim kerja. Jurumudi dapat dikatakan tidak bertanggung jawab
dalam pekerjaan jika:
a. Tidak menyelesaikan pekerjaan sesuai waktu yang ditetapkan
b. Cenderung menyepelekan pekerjaan
c. Melemparkan tanggungjawab ke Crew lainnya
d. Tidak mau dilibatkan ketika Crew lainnya membutuhkan
bantuan
e. Cenderung menyalahkan orang lain jika pekerjaannya tidak
beres
f. Menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhatikan kualitas hasil
akhirnya.

3. Kurangnya Perawatan Terhadap Peralatan Bongkar Muat


Kebocoran packing di manifold bagaimana yang terjadi saat
kapal sedang membongkar muatan pertamax di pelabuhan
dikarenakan saat proses bongkar, ABK Dek tidak melakukan
pengawasan terhadap packing manifold, pompa muatan dan
instalasinya, sehingga terjadi tanda-tanda kerusakan atau
kebocoran pompa tidak dapat diketahui sejak dini.
Masalah pemeliharaan peralatan yang terabaikan oleh ABK
Dek pada saat kapal berlayar yang dikarenakan keterbatasan
ketersediaan peralatan (spare part) dan tidak adanya waktu yang
cukup untuk melakukan perawatan mengingat jarak dari
pelabuhan muat ke pelabuhan bongkar sangat pendek, sehingga
prosedur kerja tidak beraturan, begitu banyak waktu yang tersita
oleh pekerjaan-pekerjaan lain yang harus dilaksanakan oleh anak
buah kapal, khususnya pekerjaan yang menyangkut
pengoperasian bongkar muat, sehingga banyak tertundanya

21
pekerjaan perawatan kapal yang sudah terencana yang akan
dirawat sekali seminggu menjadi dirawat sekali dalam tiga minggu.
Kurangnya peran Chief Officer untuk mengatur crew yang
beratanggungjawab dalam pelaksanaan perawatan peralatan
bongkar muat, sehingga penerapan safety management system
dari perusahaan tidak dilaksanakan secara optimal. Dimana dalam
safety management system juga dijelaskan tentang perawatan
terhadap peralatan bongkar muat sesuai dengan petunjuk maker.
Perawatan yang tidak dilaksanakan dengan baik menyebabkan
peralatan bongkar muat tidak berfungsi maksimal sehingga akan
menghambat operasional kapal.
Keterlambatan pengoperasian kapal akibat kurangnya
perawatan pada alat-alat bongkar muat penerapan di atas kapal
tidak terlepas dari manajemen perawatan, oleh karena perlunya
manajemen perawatan kapal, dan hal ini tertuang dalam ISM
code. Awak kapal hanya melaksanakan pekerjaan atas prosedur-
prosedur perawatan yang telah dibuat oleh pihak perusahaan.

4. Pengiriman Suku Cadang Dari Perusahaan Lambat


Persediaan suku cadang di atas kapal sangat penting untuk
kelancaran operasional kapal. Persediaan diartikan sebagai
barang-barang yang disimpan untuk digunakan pada masa atau
periode yang akan datang. Kebutuhan suku cadang tidak dapat
diperkirakan kapan waktu untuk menggunakannya untuk
mendukung perawatan, maka crew masih dapat menentukan
jumlah dan jenis suku cadang yang dibutuhkan. Akan tetapi jika
terjadi kerusakan secara tiba-tiba dan membutuhkan beberapa
jenis suku cadang untuk memperbaiki namun jenis serta jumlah
suku cadang tersebut tidak tersedia, maka pekerjaan dapat
tertunda.
Terbatasnya suku cadang di atas kapal dikarenakan waktu
pengiriman yang lama. Meskipun dari pihak kapal telah
mengirimkan permintaan suku cadang ke perusahaan akan tetapi
lambatnya respon dari pihak manajemen darat terhadap
permintaan suku cadang sehingga pengirimannya terlambat. Hal
ini tentu sangat menghambat sistem perawatan berkala yang telah
dijadwalkan sehingga perawatan menjadi tertunda. Padahal suku
cadang yang diminta sangat dibutuhkan dan harus segera dikirim
karena berkaitan langsung dengan efektifitas peralatan
keselamatan. Kenyataannya di atas kapal, setelah menunggu
respon yang lambat dan pengiriman yang lama, terkadang suku
cadang yang diterima tidak sesuai dengan permintaan atau
spesifikasi karena tidak terjalinnya komunikasi yang baik dalam
melakukan permintaan suku cadang antara pihak kapal dan pihak
perusahaan.

22
Untuk menyediakan suku cadang, perusahaan sering
mengalami kesulitan yaitu sulitnya suku cadang diperoleh di
pasaran bebas, sehingga perusahaan pelayaran harus memesan
khusus dari pabrik pembuat atau pada bengkel khusus. Proses ini
tentu saja membutuhkan waktu yang lama, sehingga akan
mempengaruhi jadwal dan kegiataan operasional kapal yang telah
ditentukan dan permintaan suku cadang di perusahaan biasanya
dilaksanakan dalam 3 (tiga) bulan sekali. Pihak-pihak yang
berhubungan dengan pengadaan suku cadang ini yaitu pihak
kapal, agen atau kantor cabang, bagian perlengkapan dan
pembelian barang. Diperlukan konsultasi bagian teknik untuk
pemesanan suku cadang dengan harga mahal.
Selain itu, pemesanan suku cadang yang melebihi batas
harga yang ditentukan memerlukan persetujuan dari manajer, atau
kalau lebih mahal lagi memerlukan persetujuan Direktur Utama
atau melalui rapat terbatas. Pemesanan barang biasanya dipesan
dari tempat pembuat mesin yang jauh, baru dikirim lewat Agen
atau Kantor Cabang sebelum ke kapal. Ini adalah prosedur yang
berlaku di perusahaan.

5. Kurang Selektifnya Perusahaan Dalam Penerimaan Crew Baru


Kurangnya perhatian dari pihak perusahaan dalam
penerimaan crew baru sehingga saat baru bekerja di kapal
mereka belum terampil dalam penggunaan alat-alat kerja sesuai
fungsinya. Pelatihan-pelatihan harus lebih sering dilaksanakan,
termasuk pentingnya kerjasama di atas kapal harus lebih
ditekankan. Kenyataan yang ada sesuai pengamatan penulis, jika
diadakan pelatihan terhadap anak buah kapal tentang
penanganan muatan dan pelatihan lainnya sering kali mereka
merasa bosan. Kalau diberikan penjelasan tentang sesuatu yang
berhubungan dengan tugas tanggungjawabnya dalam pekerjaan
kurang memperhatikan dan tidak tanggap terhadap apa yang
dibicarakan. Oleh karena itu penulis berpendapat bahwa sumber
daya manusia sebagian crew baru yang ada di atas kapal
dibawah standar atau sub-standar. Ini disebabkan karena
kurangnya pengetahuan dan pengalaman kerja di kapal SPOB.
Perlu disadari bahwa dewasa ini tenaga kerja banyak
tersedia, tapi terkadang pihak perusahaan kurang selektif dalam
penerimaan crew baru. Terkadang untuk memenuhi kelengkapan
crew kapal, maka perusahaan menerima dan memutasikan
tenaga kerja yang ada meskipun belum berpengalaman di kapal
tanker. Seharusnya calon crew baru yang akan ditempatkan
diatas kapal harus mempunyai keterampilan untuk bekerja,
khususnya terampil bekerja di kapal tanker, baik keterampilan
profesional, keterampilan menggunakan peralatan kerja dan
keterampilan menggunakan alat-alat keselamatan. Tetapi tidak

23
sedikit crew baru yang datang kurang terampil bahkan ada yang
tidak punya pengalaman sama sekali, kondisi seperti ini
disebabkan beberapa hal diantaranya adalah kurang selektifnya
perusahaan dalam penerimaan crew baru, karena crew baru
diambil dari beberapa agen juga sehingga kualitas crew baru
diketahui setelah bekerja di atas kapal, kalau sudah terjadi kondisi
seperti ini maka peran Nakhoda dan Perwira senior sangat
dibutuhkan untuk membina mereka.

C. PEMECAHAN MASALAH
1. Meningkatkan Keterampilan ABK Dalam Melaksanakan Tugas
a. Memberikan Familiarisasi Kepada ABK Rating tentang
Pengunaan Peralatan Kerja Yang Benar
Untuk meningkatkan keterampilan ABK dalam
melaksanakan tugasnya maka bagi ABK baru sebelum dikirim
ke kapal harus diberikan famaliarisasi (pre joining ship) oleh
pihak perusahaan. Pre joining ship bertujuan untuk
memberikan pengarahan kepada calon ABK tentang job
description sesuai dengan jabatannya.
Familiarisasi adalah suatu kegiatan dari perusahaan
yang bermaksud untuk dapat memperbaiki dan
memperkembangkan sikap, tingkah laku, Keterampilan dan
pengetahuan dari para crewnya, sesuai dengan keinginan dari
perusahaan yang bersangkutan. Menurut Hasibuan (2006:16)
bahwa familiarisasi merupakan proses pengenalan kepada
karyawan tentang tugas masing-masing sesuai ketentuan
yang berlaku. Juga sejalan dengan aturan International Safety
Management (ISM) Code elemen 6.2 bahwa perusahaan
harus menyusun prosedur yang memastikan agar personil
baru atau personil yang dipindahkan ke tugas baru yang
berhubungan dengan keselamatan dan perlindungan
lingkungan diberikan penjelasan yang cukup terhadap tugas-
tugasnya. Petunjuk penting yang disiapkan sebelum berlayar,
harus disampaikan setelah sebelumnya diteliti dan
didokumentasikan. Dengan demikian familiarisasi yang
dimaksudkan adalah dalam pengertian yang luas, sehingga
tidak terbatas hanya untuk mengembangkan keterampilan
semata-mata, bimbingan dan lain-lain.
Familiarisasi sebelum naik ke kapal merupakan sebuah
kegiatan yang sangat penting, sebab jika tanpa ada
familiarisasi, maka para ABK baru kurang memahami
prosedur bongkar muat dengan baik. Hal ini dikarenakan ABK
tidak mendapat familiarisasi atau pengenalan tentang alat-alat
muat bongkar, cara pemakaian, kegunaan serta cara
perawatan dari peralatan muat bongkar tersebut.

24
1) Familiarisasi yang harus dilakukan meliputi hal-hal
sebagai berikut:
a) Tugas-tugas rutin sesuai jabatannya di atas kapal.
b) Pengenalan alat-alat keselamatan dan pemadam
kebakaran, letak dan cara pengoperasian peralatan
tersebut, juga latihan-latihan yang pernah dijalankan
di atas kapal.
c) Peralatan yang berkaitan dengan kegiatan pemuatan/
pembongkaran muatan, cargo tank cleaning, buang/isi
ballast dan cara pengoperasiannya peralatan tersebut,
baik yang tetap maupun yang dapat berpindah-
pindah.
d) Pompa-pompa dan system pipa-pipa muatan berikut
cara pengoperasiannya.
e) Peralatan pencegahan pencemaran berikut cara-cara
menggunakannya.
f) Peralatan gas free fan dan gas detector serta cara-
cara untuk mengoperasikannya.
g) Bahaya-bahaya gas dari minyak dan lain-lain yang
dianggap perlu.
2) Familiarisasi tentang peralatan kerja bongkar muat
Pengenalan peralatan bongkar muat pada Self
Propelled Oil Barge (SPOB) untuk ABK Rating sangat
diperlukan sesuai dengan jenis dan jumlah muatan yang
akan dimuat atau dibongkar. Hal yang paling utama bagi
ABK baru harus mengenal tentang "Cargo Pipe Line”
kapalnya. Sistem Pipe Line yaitu penatan pipa-pipa
secara sederhana dimana pipa-pipa menghubungkan
tangki-tangki dalam kelompok-kelompok tersendiri dalam
satu sistem. Pada kapal SPOB Tirta Samudra IX terdapat
3 (tiga) pompa yang diperuntukan masing-masing pompa
untuk tiap wing tank. Disamping sistem pipa-pipa ABK
Rating juga harus mengenal sistem keran-keran yang
digunakan. Banyak jenis keran yang digunakan di atas
kapal yaitu keran yang dibuka secara otomatis dan secara
manual untuk membuka maupun menutup.
Pengenalan mesti diikuti oleh pemahaman tentang
fungsi atau kegunaan peralatan bongkar muat di kapal
Self Propelled Oil Barge (SPOB) terutama dalam
mempersiapkan pemuatan minyak dan pembongkaran
minyak sangat diperlukan. Crew yang baru naik kapal,
baik yang belum berpengalaman maupun yang sudah

25
berpengalaman perlu dilakukan familiarisasi kondisi kapal,
tentang:
a) Pengenalan peralatan muat bongkar, cara kerja dan
sistem kerja.
b) Pengenalan letak dimana peralatan muat bongkar
disimpan.
c) Pengenalan fungsi dari peralatan muat bongkar.
d) Prosedur perawatan peralatan muat bongkar.
e) Diadakan latihan-latihan secara berkala dan
berkesinambungan, untuk berkomunikasi secara
resmi di forum untuk menyampaikan keluhan yang
ada dalam hati.
f) Komunikasi yang terbuka, dan memberikan
pengarahan sebelum kerja dimulai, agar deck rating
faham tentang pentingnya menguasai teknis kerja.
3) Tool box meeting secara rutin sebelum pelaksanaan kerja
Tool box meeting merupakan pertemuan singkat
yang diadakan sebelum pekerjaan dimulai. Ini sejalan
dengan pendapat M Ridwan (2014:144) yang menyatakan
bahwa bahwa tool box meeting adalah rapat singkat yang
dilakukan sebelum pekerjaan yang akan dilaksanakan,
berkaitan dengan rencana kerja, peralatan yang akan
digunakan, dan keselamatan.
Tool box meeting hendaknya dilakukan secara rutin
atau sekali pada tiap akhir bulan dan bila perlu kapan saja
bisa dilaksanakan tergantung pokok permasalahan yang
dihadapi saat itu. tujuannya adalah untuk membahas dan
mencari pemecahan dari tiap-tiap persoalan yang sedang
terjadi atau akan terjadi.
Pada setiap pertemuan (tool box meeting) yang
diadakan, hal-hal yang dibahas atau dibicarakan adalah
meliputi pekerjaan dan kondisi keseluruhan kapal,
khususnya yang berkaitan dengan keselamatan dan
keamanan pekerjaan diatas kapal serta permasalahan
yang dianggap perlu dan mendesak untuk diselesaikan.
Setelah diadakan tool box meeting, dilanjutkan
dengan pengenalan semua peralatan yang ada, baik
peralatan yang menyangkut keselamatan kerja, peralatan
yang berkaitan dengan kegiatan bongkar muat maupun
peralatan yang berhubungan dengan kegizatan pemuatan
atau pembongkaran.
Dari penjelasan di atas, kegiatan bongkar muat
dapat berjalan dengan baik jika ditunjang pemahaman

26
ABK tentang penggunaan alat kerja yang benar. Untuk itu
diperlukan pemahaman ABK tentang prosedur tata cara
penggunaan alat kerja. Dalam hal ini diperlukan
familiarisasi secara rutin dan perlu diadakan tool box
meeting sebeleum kegiatan bongkar muat dilaksanakan.

b. Memberikan Pelatihan bagi ABK secara Rutin sesuai


dengan Safety Management System (SMS)
Untuk mendapatkan kualitas atau kinerja yang baik bagi
ABK harus dilaksanakan training atau pelatihan dengan benar.
Salah satu metode pelatihan yaitu pelatihan dalam tugas yang
dilakukan untuk karyawan yang sedang bertugas dalam
organisasi dengan tujuan meningkatkan kemampuan dalam
melaksanakan pekerjaan.
On board training dapat dilakukan pada saat melakukan
pekerjaan itu tanpa harus berhenti bekerja dari kapal karena
pelatihannya dilakukan diatas kapal. Pelatihan ini dilakukan
oleh Perwira-Perwira senior yang memang sudah paham akan
system kerja dan pengunaan semua alat-alat yang ada diatas
kapal. Pelatihan ini sangat fleksibel dan cara pelaksanaanya
dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang berkaitan
langsung dengan pekerjaan ABK.
Pelatihan dilakukan dengan benar sesuai dengan tata
cara atau prosedur yang telah diatur dalam SMS (safety
management system) dan SOPM (Shipboard operation
procedure manual) sistem manajemen keselamatan kapal dan
prosedur operasi manual kapal yang sudah dibuat oleh
perusahaan. Nakhoda harus memastikan bahwa pelaksanaan
on board training ini berjalan dengan benar untuk
mendapatkan ABK yang terampil dan mengerti akan
tugasnya. On board training ini dilakukan untuk semua ABK
bukan hanya bagi ABK yang baru tetapi ABK yang lama pun
tetap harus ikut melaksanakan on board training guna
penyegaran dan semakin meningkatkan lagi keterampilannya.
Pelatihan dapat dilakukan dengan menggunakan media
video, film, atau televisi sebagai sarana presentasi tentang
pengetahuan atau bagaimana melakukan suatu pekerjaan.
Dengan menonton ABK bisa mengetahui pekerjaan yang akan
menjadi tugas dan tanggungjawabnya sehingga mampu
meningkatkan kinerja mereka.
Para ABK dituntut untuk proaktif melalui media bacaan,
materi, video, kaset, dan lain-lain. Pelatihan ini biasanya
dilakukan karena keterbatasan biaya. Perusahaan dapat
memilih salah satu atau lebih program latihan di atas untuk
diterapkan di perusahaan, dengan memperhatikan biaya,

27
materi, pelatih sesuai dengan kemampuan dari perusahaan.
Dengan adanya pelatihan yang dilakukan perusahaan
diharapkan akan meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan dari pada ABK, sehingga dapat melaksanakan
tugas dan kewajiban dengan baik dan dapat meningkatkan
kinerja ABK untuk menunjang operasi kapal.
Dari pembahasan di atas, pelatihan di atas kapal (on
board training) yang dilakukan secara rutin merupakan salah
satu upaya untuk meningkatkan keterampilan ABK. Kegiatan
pelatihan ini dapat dilakukan dengan sambil melakukan
pekerjaan bongkar muat tanpa harus berhenti bekerja dari
kapal karena pelatihannya dilakukan diatas kapal.

2. Menerapkan Prosedur Bongkar Muat dengan Baik dan Benar


Chief Officer bertanggungjawab penyusunan rencana
bongkar muat (stowage plan). Dalam hal ini, sebelum kegiatan
bongkar muat dimulai, Nakhoda memerintahkan chief officer untuk
memeriksa kembali stowage plan yang telah dibuat. Pada saat
kegiatan bongkar muat berlangsung juga perlu dilakukan
pengawasan oleh perwira jaga untuk memastikan bahwa proses
bongkar muat dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang berlaku
dan sesuai dengan rencana bongkar muat sebelumnya. Termasuk
dalam pengoperasian peralatan bongkar muat yang digunakan.
Peralatan bongkar muat di kapal tanker sangat bervariasi
dan banyak, serta fungsi dari masing-masing alat tidak sama yang
perlu mendapatkan perhatian khusus sebelum operasi pemuatan
ialah sebagai berikut:
a. Periksa dengan seksama semua lubang pembuangan air di
dek apakah sudah tertutup rapat. Hal ini untuk menghindari
terjadinya penyebaran minyak (oil spill).
b. Pastikan keran pembuangan ke laut /overboard valve dalam
keadaan posisi tertutup.
c. Periksa juga sambungan pada manifold apakah sudah benar -
benar kencang dan pastikan diantara sambungan tersebut
diberi packing atau gasket.
d. Harus memasang bendera bravo pada siang hari dan malam
hari menyalakan penerangan merah yang terlihat keliling.
e. Kran–kran harus pada posisi sesuai dengan stowage plan/
rencana pemuatan, yaitu keran mana yang harus ditutup dan
mana yang harus dibuka sehingga siap untuk menerima
muatan.
f. Periksa tanki-tanki yang akan diisi harus benar-benar dalam
keadaan kering sehingga kapal berhak untuk menerbitkan “dry

28
tank certificate” dan berhak menerima muatan.
g. Periksa semua PV valve (Pressure/Vacuum valve) dan
pastikan semua bekerja dengan baik.
h. Kita harus memberi infomasi masih kepada pihak terminal
mengenai hal-hal sebagai berikut :
1) Bagaimana urutan pemuatan (terutama jika muat lebih
dari satu jenis minyak).
2) Berapa tekanan minyak yang akan diberikan oleh terminal
(loading rate). Hal ini sangat penting karena tidak boleh
melebihi dari kapasitas maksimum dari pipa - pipa di kapal
3) Berapa jumlah yang akan dimuat.
4) Berapa waktu yang diperlukan dan apa tandanya, jika
kapal dalam keadaan darurat untuk memberhentikan
pompa dalam waktu yang singkat, perlu diketahui oleh
pihak kapal maupun terminal.
5) Oil spill equipment dan wilden pump harus dalam keadaan
standby di dek dan siap digunakan sewaktu-waktu bila
terjadi tumpahan minyak. Dan faktor keselamatan lain
yang diisyaratkan dalam ISGOTT (International Safety
Guide for Oil Tankers and Terminals).

3. Melaksanakan Perawatan Terhadap Peralatan Bongkar Muat


sesuai PMS
Keterlambatan pengoperasian kapal akibat kurangnya
perawatan pada alat-alat bongkar muat dalam suatu perawatan
alat-alat bongkar muat di atas kapal tidak terlepas dari manajemen
perawatan, oleh karenanya perlu pemahaman akan manajemen
perawatan kapal, dan hal ini tertuang dalam ISM code. Awak
kapal hanya melaksanakan pekerjaan atas prosedur-prosedur
perawatan yang telah dibuat oleh pihak perusahaan (PMS).
Perawatan memajukan peranan penting yang sangat dominan
dalam pengoperasian kapal terutama pada kapal-kapal yang
sudah tua.
Dalam perawatan peralatan bongkar muat diperlukan sistim
manajemen yang baik apalagi dengan mengingat usia kapal yang
sudah tua sehingga diperlukan penanganan yang baik dan
terjadwal dan dalam perawatan agar dibuatkan perencanaan
perawatan yaitu perawatan jangka pendek dan jangka panjang
dan semua keterangan teknik agar dibuat catatan berupa system
dengan kode klasifikasi, pembuat, type dan sebagainya gunanya
untuk identifikasi dari data-data tersebut guna mempermudah
dalam pekerjaan ataupun permintaan suku cadang ke kantor
bagian perbekalan.

29
Pada saat kapal memasuki dock agar direncanakan dan
pengecekan peralatan bongkar muat dan bilamana ada ditemukan
yang tidak mungkin pada alat-alat tersebut tidak memungkinkan
dipakai untuk jangka panjang maka peralatan tersebut segera
diperbaiki, setelah selesainya perbaikan semua system peralatan
bongkar muat supaya diadakan pengetesan sehingga hasil yang
diperoleh dapat dianalisa kemampuan maksimal daripada system
peralatan muat tersebut, sehingga saat dioperasikan nantinya
tidak mengganggu dalam operasional.
Perawatan peralatan bongkar muat yang berkesinambungan.
Untuk mencegah keterlambatan dalam pengoperasian kapal
ataupun dalam proses bongkar muat yang berkaitan dengan
peralatan-peralatan bongkar muatnya, perlu diperhatikan
perawatan-perawatan yang terus menerus dan terjadwal sangat
penting untuk dilakukan kontrol perawatan oleh nakhoda ataupun
perwira senior di kapal dan setiap control tersebut harus direcord.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan alat-alat
bongkar muat di atas kapal antara lain adalah penggunaan alat-
alat bongkar muat. Kegiatan bongkar muat di kapal tanker dapat
juga terjadi hambatan akibat dari penggunaan alat-alat bongkar
muat di atas kapal yang kurang siap, maka agar tidak terjadi hal-
hal demikian yang dapat mengakibatkan pengoperasian kapal
terhambat perlu adanya persiapan-persiapan pada peralatan
bongkar muat.
Peralatan yang digunakan di atas kapal tanker secara garis
besar adalah sebagai berikut:
a. Perawatan pompa-pompa muatan
Dalam persiapan pompa-pompa bongkar muat di kapal
perlu adanya perawatan atau pemeriksaan yang baik
sehingga hambatan pada pemompaan muatan tidak terjadi.
Biasanya pompa yang dipakai kapal ada 2 (dua) macam yaitu:
1) Pompa utama (main cargo pump)
2) Pompa Striping (striping pump)
Perlu diperhatikan pada saat pengoperasian kedua
pompa ini kadangkala mengalami hambatan misalnya: karena
macet atau mengalami kerusakan pada pompa itu sendiri
biasanya karena tidak adanya pelumasan yang teratur pada
pompa. Dan hambatan-hambatan yang terjadi jelas bahwa
perawatan diperlukan guna kelancaran pengoperasiannya.
Perawatan pompa ini dilaksanakan dengan cara memberikan
pelumasan secara teratur pada bagian yang selalu bergerak
seperti trust bearing, saringan pompa juga harus selalu
diperiksa untuk mengetahui ada tidaknya kotoran, sebab
terjadinya saringan pompa kemasukan kotoran seperti karat,
kain-kain yang dapat menyumbat saringan yang akibatnya

30
dapat mengganggu kelancaran kegiatan pembongkaran
muatan. Saringan pompa selalu dibersihkan setelah selesai
pembersihan tanki muatan.
b. Perawatan kran-kran (valves maintenance)
Demikian juga dengan kran-kran bongkar muat di kapal
harus sering dicek dan dirawat untuk mencegah terjadinya
kemacetan. Kemacetan dapat terjadi dikarenakan kran-kran
tersebut berkarat ataupun ulirnya dicat sehingga
mengakibatkan kran sulit dibuka atau ditutup, hal ini dapat
menyebabkan keterlambatan dalam hal menutup dan
membuka kran dapat mengakibatkan terjadinya perluapan
minyak (Overflow) pada waktu kegiatan pemuatan, hal ini
disebabkan karena pada waktu proses pemindahan cargo ke
tangki lain, kran (Valve) yang akan digunakan macet. Untuk
menghindari terjadinya pengkaratan pada kran tersebut dapat
dilakukan dengan pemberian pelumasan (greasing) yang
teratur.
c. Selang bongkar muat
Untuk selang (rubber hose) muatan di kapal harus
tersedia dalam kondisi siap pakai, artinya selang bongkar
muat harus dalam keadaan bersih dan kuat atau mampu
menahan tekanan pompa. Dan bilamana tidak sedang
digunakan, ujung-ujung selang ditutup agar kotoran tidak
masuk ke dalam selang tersebut ditempat yang tidak kena air
dan panas. Meningkatkan Plan Maintenance System (PMS).
Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara mengkoordinir kerja
dari pada crew sehingga pekerjaan-pekerjaan dapat
dilaksanakan pada setiap hari dan adanya pekerjaan harian di
atas kapal.
Dalam pelaksanaan pekerjaan perawatan sesuai dengan
PMS yang diberikan oleh perusahaan dimana dengan
merencanakan terlebih dahulu dalam sebuah perencanaan
yang diatur dengan batas waktu penyelesaiannya. Disini
peran Mualim I sangat dibutuhkan dalam pengawasan
pekerjaan sehari-hari daripada pekerjaan anak buah kapal.
Setelah selesai pekerjaan perawatan yang telah dilakukan
ABK Dek maka semua pekerjaan tersebut dicatat/direcord
guna mendapatkan data yang akurat, dan ini dilakukan secara
berkesinambungan sesuai dengan jadwal pada Planned
Maintenance System (PMS).

4. Mengirimkan Permintaan Suku Cadang untuk Peralatan


Bongkar Muat ke Perusahaan
Untuk memenuhi kebutuhan suku cadang di atas kapal,
maka perlu adanya manajemen suku cadang yang baik. Jika

31
dikatahui stok minimum suku cadang di atas kapal tidak terpenuhi
maka Nakhoda harus segera mengirimkan permintaan suku
cadang ke pihak perusahaan. Permintaan suku cadang dilakukan
setiap 6 bulan sekali atau jika ada penambahan-penambahan
perbaikan yang diperlukan. Nakhoda juga perlu menjalin
komunikasi dengan pihak perusahaan agar cepat menanggapinya
dan mengirimkan suku cadang ke kapal dengan tepat waktu.
Komunikasi di atas kapal sangat penting dalam menjaga
kelancaran operasional kapal terutama dalam hal penyediaan
suku cadang. Terbatasnya suku cadang di atas kapal sangat
menghambat proses perawatan peralatan muat bongkar. Suku
cadang merupakan hal pokok yang diperlukan untuk menunjang
proses perawatan secara berkala. Dari pihak kapal sudah
menjelaskan spesifikasi suku cadang yang dibutuhkan dalam
bentuk ilustrasi gambar maupun penjelasan serta informasi-
informasi lain. Namun, suku cadang yang diterima di atas kapal
tetap tidak sesuai dengan spesifikasi yang diminta sehingga ABK
kesulitan dalam melaksanakan perawatan peralatan muat
bongkar.
Dalam menunjang ketersediaan suku cadang peralatan muat
bongkar di atas kapal, hendaknya pihak kapal menjalin
komunikasi yang baik dengan pihak perusahaan. Komunikasi
yang baik bertujuan untuk memperlancar koordinasi antara pihak
kapal dengan pihak manajemen di darat serta untuk memberikan
gambaran pada personil/perwira kapal tentang kebijakan
perusahaan.
Dengan komunikasi yang baik antara personil kapal dan
personil di darat, maka pemenuhan kebutuhan/permintaan suku
cadang kapal dapat terpenuhi dengan lancar. Dalam memenuhi
kebutuhan dan permintaan suku cadang untuk menunjang
perawatan peralatan muat bongkar, pihak manajemen di darat
dapat melakukan pemesanan berdasarkan prioritas komponen
yang menunjang proses sistem perawatan triwulan. Pemesanan
komponen suku cadang diserahkan kepada divisi logistik
perusahaan untuk selanjutnya dilakukan pembelian pada
penyedia suku cadang tersebut secara langsung.
Hal tersebut dilakukan agar tidak terjadi keterlambatan dan
kesalahan pengiriman suku cadang yang tidak sesuai dengan
spesifikasi dan permintaan dari pihak kapal. Dengan berjalannya
sistem perawatan triwulan sesuai dengan jadwal maka efektifitas
peralatan keselamatan lebih optimal sehingga dalam
mengoperasikan peralatan muat bongkar lebih terjamin serta
dapat mencegah maupun mengatasi keadaan darurat di atas
kapal.
Pihak perusahaan perlu menciptakan dan memelihara
komunikasi yang berkesinambungan dengan semua pihak yang

32
terkait dengan pengadaan suku cadang, sehingga operasi kapal
menjadi lancar. Komunikasi yang baik juga dapat meminimalkan
kesalahpahaman yang mungkin timbul antara satu pihak dengan
pihak lainnya.
Setiap pihak juga harus dapat menempatkan posisinya
masing-masing sesuai fungsinya. Hal ini penting dilakukan untuk
menghindari tanggung-jawab yang tumpang tindih dan kewajiban
masing-masing pihak. Birokrasi yang panjang dalam pengadaan
suku cadang adalah, salah satu cara penerapan sistem
manajemen desentralisasi.
Dalam hal ini program perawatan dapat terprogram dengan
baik walau dengan standard minimum pengadaan alat-alat suku
cadang karena dengan tersedianya hanya untuk suku cadang
yang memang sangat dibutuhkan. Oleh sebab itu perusahaan
dapat meminimalisir pengeluaran anggaran kalau memang itu
harus dilakukan.
Dalam melakukan perawatan kapal supaya tidak terjadi
pemborosan waktu dan material maka setiap ABK perlu
mengadakan:
a. Ada perencanaan pekerjaan pemeliharaan (PMS).
b. Dilakukan inventarisasi alat yang digunakan (Inventory List).
c. Pengontrolan pelaksanaan pemeliharaan selama perawatan
dilakukan.
d. Evaluasi hasil pekerjaan setelah selesai dilaksanakan.
e. Melakukan dokumentasi terhadap pekerjaan yang dilakukan
(Maintenance Record).
Untuk menjamin hal di atas terlaksana dengan baik,
perusahaan hendaknya menyiapkan suku cadang yang cukup
supaya ABK bisa melaksanakan perawatan secara terencana.
Penyiapan teknisi untuk dikirim ke kapal apabila ada suku cadang
yang bersifat mendesak dapat segera diberikan.

5. Perusahaan Lebih Selektif Dalam Penerimaan Crew Baru


Pimpinan kantor hendaknya lebih selektif lagi dalam
mengambil keputusan dalam penerimaan crew baru. Pimpinan
kantor dapat mengetahui kinerja crew di atas kapal dari Nakhoda
atau Kepala Kamar Mesin yang dinilai loyalitynya terhadap tugas
cukup memuaskan dan hal ini dilakukan agar terhindar dari
penyusutan produktifitas yang bisa diciptakan crew yang berada
di atas kapal. Dengan kata lain, Nakhoda atau Kepala Kamar
Mesin pasti lebih mengetahui tentang kinerja dari bawahan
mereka masing-masing dan para perwira senior juga tidak

33
mungkin melakukan pemilihan crew yang tidak bisa menghasilkan
produktifitas dikapal mereka.
Dalam penempatan standar kompetensi crew, pemerintah
berkepentingan mewujudkan pelayanan publik yang handal.
Melalui pengembangan kompetensi. Nakhoda mengusulkan
kepada pihak perusahaan untuk mengevaluasi terhadap standar
kompetensi yang ada sehingga mendapatkan crew baru yang
sesuai dengan kompetensinya.

34
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari uraian dan bahasan pada bab terdahulu, tentang kinerja
ABK dalam kelancaran bongkar muat di atas kapal SPOB Tirta
Samudra IX. Penulis dapat menarik sebuah kesimpulan yang menjadi
faktoir penyebabnya yaitu:
1. ABK kurang terampil dalam melaksanakan tugas
2. Prosedur bongkar muat tidak dilaksanakan dengan baik
3. Kurang perawatan terhadap peralatan bongkar muat
4. Pengiriman suku cadang dari perusahaan lambat
5. Perusahaan kurang selektif dalam penerimaan ABK baru

B. IMPLIKASI
Akibat kurangnya Nakhoda memberi info kepada ABK dalam
pelaksanaan bongkar muat sehingga kinerjanya dalam melaksanakan
tugas saat kegiatan bongkar muat kurang maksimal. Hal ini
berdampak pada kegiatan bongkar muat kurang lancar sehingga
operasional kapal tidak berjalan lancar.

C. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas untuk kelancaran bongkar muat
di kapal SPOB, maka penulis memberikan beberapa saran sebagai
berikut:
1. Nakhoda menambahkan keterampilan ABK dalam melaksanakan
tugas dengan memberikan familiarisasi kepada ABK tentang
pengunaan peralatan kerja yang benar dan memberikan pelatihan
bagi ABK secara rutin.
2. Nakhoda memerintahkan kepada ABK yang bertugas untuk
menerapkan prosedur bongkar muat dengan baik dan benar.
3. Nakhoda memerintahkan kepada ABK yang bertanggungjawab
untuk melaksanakan perawatan terhadap peralatan bongkar muat
sesuai PMS
4. Nakhoda mengirimkan permintaan suku cadang untuk peralatan
bongkar muat ke perusahaan sesuai kebutuhan di atas kapal

35
5. Nakhoda disarankan memberikan saran dan usulan kepada pihak
Perusahaan agar lebih selektif dalam penerimaan crew baru
sehingga mampu melaksanakan tugasnya dengan baik.

36
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Rois dan Helmi Muhammad. 2016. Pengantar Manajemen. Malang.


Empatdua
Effendi, Usman. 2014. Asas Manajemen. Jakarta : Rajawali Pers
Hasibuan, Malayu SP. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta :
Raja Grafindo Persada
IMO. 2014. Internasional Safety management (ISM) Code. London : IMO
Publications
Koleangan, Dirk. 2018. Sistem Petikemas (Container System). Jakarta :
Pustaka Sinar Harapan
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 84 Tahun 2013 tentang
Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 152 Tahun 2016 tentang
Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang dari
dan ke Kapal
Prabu Mangkunegara, Anwar. 2017. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Bandung: PT. Rosdakarya
Sudjatmiko, FDC. 2017. Pokok-Pokok Pelayaran Niaga. Jakarta: CV.
Akademika Pressindo
Tisnawati, Erni. 2015. Pengantar Manajemen. Jakarta : Kencana.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran.

37
Lampiran 1
Ship Particular
Lampiran 2
Crew List
Lampiran 3
Kapal SPOB Tirta Samudra XIX
DAFTAR ISTILAH

ABK (Anak Buah Kapal) : Semua orang kecuali Nakhoda yang bekerja di
atas kapal yang memiliki PKL, buku pelaut dan
masuk dalam daftar sijil.
Cargo pump : Pompa yang digunakann untuk kegiatan
bongkar muat.
Gas free fan : Alat yag digunakan untuk menghilangkan sisa
gas di dalam tangki.
Hose : Selang karet yang dapat menahan tekanan
tinggi, panas dan mempunyai kawat grounding,
digunakan untuk menghubungkan mesin
pembersih tangki dengan tank cleaning line
yang berada di atas deck.
HSD : High Speed Diesel merupakan bahan bakar
minyak (BBM) jenis solar yang memiliki angka
performa cetane number 45, jenis BBM ini
umumnya digunakan untuk mesin trasportasi
mesin diesel yang umum dipakai dengan sistem
injeksi pompa mekanik (injection pump) dan
electronic injection.
Manifold : Ujung dari pipa muatan atau cargo line utama,
di mana ujung dari pipa ini digunakan sebagai
sambungan dari pipa darat untuk kegiatan
bongkar muat.
Oil Spil : Salah satu kejadian pencemaran laut dapat
diakibatkan dari hasil operasi kapal tanker,
perbaikan dan perawatan kapal (docking),
terminal bongkar muat tengah laut, air bilg
(saluran buangan air, minyak dan pelumas hasil
proses mesin), scrapping kapal, dan yang
banyak terjadi adalah kecelakaan/tabrakan
kapal tanker.
Oxygen meter : Alat yang digunakan untuk memeriksa
konsentrasi oksigen dalam suatu ruangan,
untuk dapat dimasuki dan dapat bernafas
dengan baik dalam ruangan tersebut.
SPOB : Self Propelled Oil Barge yaitu jenis kapal
khusus untuk muatan minyak yang didesain
khusus untuk muatan minyak dengan mesin
yang terletak dibagian depan atau haluan.
Tank cleaning : Pembersihan tangki muatan menggunakan air
(panas/ dingin) yang bertekanan tinggi dengan
suatu alat yaitu butterworth.
Terminal : Suatu tempat dimana tanker-tanker
disandarkan untuk tujuan muat atau bongkar
muatan minyak bumi.
Tool box meeting : Pertemuan (meeting) yang diadakan, hal-hal
yang dibahas atau dibicarakan adalah meliputi
pekerjaan dan kondisi keseluruhan kapal.
Valve : Katup pipa-pipa muat dan bongkar biasanya
untuk membuka dan menutup dengan cara
memutar fly wheel atau secara elektro hidraulik
dengan memutar atau menekan tombol di cargo
control panel di dalam cargo control room.

Anda mungkin juga menyukai