Anda di halaman 1dari 144

Pusat Pengembangan Kompetensi Manajemen

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia


Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Jl. Sapta Taruna Raya No. 26 Kompleks PUPR Pasar Jumat, Jakarta Selatan
Telepon: (021) 7511875

Judul Modul:
BUDAYA SADAR RISIKO

Tim Pengarah Substansi:


1. Ir. Moeh. Adam, MM.
2. R.J. Catherine I. Sihombing, S.Sos., M.I.Kom.

Penulis Modul:
V. Untoro Kurniawan, S.T, M.M, M.T, GRCE
Hasfarm Dian Purba, S.T, M.T, GRCE

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya Modul
Pengembangan Kompetensi sebagai materi substansi dalam Pelatihan Manajemen Sumber
Daya Manusia. Modul ini disusun untuk memenuhi kebutuhan PNS yang menguasai kompetensi
teknis sesuai bidang tugas.

Modul Budaya Sadar Risiko ini disusun dalam 5 (lima) bab yang terbagi atas Pendahuluan,
Materi Pokok dan Penutup. Penyusunan modul yang sistematis diharapkan mampu
mempermudah peserta pelatihan dalam memahami pengembangan kompetensi. Penekanan
orientasi pembelajaran pada modul ini lebih menonjolkan partisipasi aktif dari para peserta.

Akhirnya, ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada Tim Penyusun
dan Narasumber sehingga modul ini dapat diselesaikan dengan baik. Penyempurnaan maupun
perubahan modul di masa mendatang senantiasa terbuka dan dimungkinkan mengingat akan
perkembangan situasi, kebijakan dan peraturan yang terus menerus terjadi. Semoga Modul ini
dapat memberikan manfaat bagi peningkatan pemahaman PNS dalam penguasaan kompetensi
teknis sesuai bidang tugas

Jakarta, 25 September 2023


Kepala Pusat Pengembangan
Kompetensi Manajemen

Ir. Moeh. Adam, MM.


NIP. 196503031992031002

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ iii


DAFTAR ISI ............................................................................................................. v
DAFTAR INFORMASI VISUAL .................................................................................. vi
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL .........................................................................vii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG .............................................................................................................1
B. DESKRIPSI SINGKAT ..........................................................................................................2
C. KEDUDUKAN MODUL DALAM PELATIHAN .......................................................................2
D. TUJUAN PEMBELAJARAN ..................................................................................................2
E. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK .......................................................................3

BAB 2 PEMAHAMAN DASAR BUDAYA SADAR RISIKO .............................................. 4


A. BUDAYA RISIKO DAN KERANGKANYA ...............................................................................4

B. FAKTOR-FAKTOR BUDAYA SADAR RISIKO.........................................................................6


C. BENTUK DAN TAHAPAN BUDAYA SADAR RISIKO .............................................................8
D. PENTINGNYA BUDAYA SADAR RISIKO ..............................................................................9
E. PENILAIAN BUDAYA SADAR RISIKO ............................................................................... 10
F. LATIHAN ......................................................................................................................... 14
G. RANGKUMAN................................................................................................................. 14
H. EVALUASI ....................................................................................................................... 14

BAB 3 PRAKTIK CERDAS BUDAYA SADAR RISIKO ................................................... 15


A. PRAKTIK-PRAKTIK CERDAS KOMITMEN PIMPINAN ....................................................... 15
B. PRAKTIK-PRAKTIK CERDAS KOMUNIKASI YANG BERKELANJUTAN ............................... 16
C. PRAKTIK-PRAKTIK CERDAS PENGHARGAAN MANAJEMEN RISIKO ............................... 17
C. PRAKTIK-PRAKTIK CERDAS PENGINTEGRASIAN MANAJEMEN RISIKO ........................ 18
D. LATIHAN ........................................................................................................................ 19

iv
E. RANGKUMAN................................................................................................................. 19
F. EVALUASI ....................................................................................................................... 19

BAB 4 STRATEGI PENGUATAN BUDAYA SADAR RISIKO ........................................... 20


A. ASPEK KETELADANAN PIMPINAN (TONE OF THE TOP) ................................................. 20
B. ASPEK TATA KELOLA (GOVERNANCE) ............................................................................ 21
B. ASPEK KOMPETENSI (COMPETENCY) ............................................................................ 22
B. ASPEK PENGAMBILAN KEPUTUSAN (DECISION MAKING) ............................................. 22
C. LATIHAN ......................................................................................................................... 23
D. RANGKUMAN................................................................................................................. 23
E. EVALUASI ....................................................................................................................... 23

BAB 5 PENUTUP ................................................................................................... 24


A. KESIMPULAN.................................................................................................................. 24
B. TINDAK LANJUT ............................................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 25

v
DAFTAR INFORMASI VISUAL

DAFTAR GAMBAR

1. ABC Model ........................................................................................................................5


2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Individu ...................................................................6

DAFTAR TABEL

1. Level Tingkat Efektivitas Penerapan Manajemen Risiko ............................................... 10

vi
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

DESKRIPSI

Modul Budaya Sadar Risiko merupakan mata pelatihan yang diberikan pada Pelatihan
Manajemen Pengembangan SDM yang diselenggarakan oleh Badan Pengembangan Sumber
Daya Manusia Kementerian PUPR. Modul ini menjabarkan secara detail dan informatif
mengenai Budaya Sadar Risiko bagi seorang ASN khususnya Pemilik dan Pengelola Risiko pada
Unit Pemilik Risiko (UPR). Pemahaman setiap materi pada modul tersebut diperlukan untuk
memahami bagaimana seorang ASN dapat mengembangkan kompetensinya untuk mendukung
pelaksanaan pembangunan infrastruktur dan pencapaian kinerja pegawai di Kementerian
PUPR. Setiap kegiatan belajar dilengkapi dengan latihan atau evaluasi yang menjadi alat ukur
tingkat penguasaan peserta pelatihan setelah mempelajari materi dalam modul ini.

PERSYARATAN

Dalam mempelajari modul pembelajaran ini, peserta pelatihan diharapkan dapat


menyimak dengan seksama penjelasan dari pengajar, sehingga dapat memahami dengan baik
materi yang ada pada modul. Untuk menambah wawasan, peserta diharapkan dapat membaca
berbagai sumber lain yang relevan.

Petunjuk penggunaan modul ini dimaksudkan untuk mempermudah peserta pelatihan


dalam memahami materi yang berkaitan dengan Budaya Sadar Risiko. Oleh karena itu,
sebaiknya peserta pelatihan memperhatikan petunjuk berikut ini:

1. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan ini, sampai anda mempunyai gambaran
kompetensi yang harus dicapai, dan ruang lingkup modul ini.

2. Baca dengan cermat bagian demi bagian, dan tandailah konsep/informasi pentingnya.

3. Segeralah membuat rangkuman tentang hal-hal esensial yang terkandung dalam modul.

4. Untuk meningkatkan pemahaman anda tentang isi modul ini, tangkaplah


konsep/informasi penting yang ada dengan cara membuat pemetaan keterhubungan
antara informasi yang satu dengan informasi lainnya.

vii
5. Untuk memperluas wawasan anda, bacalah sumber-sumber lain yang relevan baik berupa
kebijakan maupun subtansi bahan ajar dari media cetak maupun dari media elektronik.

6. Untuk mengetahui sampai sejauh mana pemahaman anda tentang isi modul ini, cobalah
untuk menjawab soal-soal latihan secara mandiri.

7. Apabila ada hal-hal yang kurang dipahami, diskusikanlah dengan teman sejawat atau
dicatat untuk bahan diskusi pada saat tutorial.

8. Peserta membaca dengan seksama setiap sub materi pokok dan bandingkan dengan
pengalaman anda yang alami di lapangan atau ditempat kerja.

9. Jawablah pertanyaan dan latihan, apabila belum dapat menjawab dengan sempurna,
hendaknya anda latihan mengulang kembali materi yang belum dikuasai.

10. Buatlah rangkuman, buatlah latihan dan diskusikan dengan sesama peserta untuk
memperdalam materi.

viii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebagai kementerian


yang bertanggung jawab dalam penyediaan infrastruktur PUPR yang handal, mendukung
peningkatan kapasitas produksi nasional guna meningkatkan daya saing Indonesia.
Berdasarkan data tahun 2019, aset infrastruktur yang dikelola Kementerian PUPR mencapai
1,8 kuadriliun rupiah yang diantaranya berupa jalan dan jembatan, sumber daya air,
perumahan dan permukiman, dan lainnya. Untuk mengelola asset yang sedemikian besar
secara baik dan benar, serta agar dapat memberikan layanan yang optimal, maka perlu
seluruh insan Kementerian PUPR memiliki kompetensi di bidang manajemen risiko.

Manajemen risiko adalah sistem prosedur dan aturan yang diterapkan untuk
mengidentifikasi, menganalisis, menilai, dan memantau risiko. Tak sekadar bertujuan
mengurangi risiko, manajemen risiko juga dapat mengambil keuntungan dari setiap peluang
yang muncul. Sistem ini diharapkan meningkatkan hasil di masa depan dan mendukung
pengambilan keputusan secara berkelanjutan, khususnya di sektor publik.

Oleh sebab itu, manajemen risiko wajib didukung strategi yang terencana, logis,
komprehensif, dan didokumentasikan secara sistematis. Penerapan manajemen risiko dan
analisis risiko dapat membantu Kementerian PUPR dalam meningkatkan kinerja output
sekaligus melindungi Organisasi dari ancaman yang mungkin timbul. Sebab rencana
manajemen risiko yang tepat akan membantu Unit Organisasi menetapkan prosedur untuk
menghindari ancaman, meminimalkan dampak negatif, serta mengatasi ancaman tersebut.
Kemampuan memahami dan mengendalikan risiko membuat organisasi lebih percaya diri
dalam menetapkan kebijakan baik strategis maupun operasional. Prinsip tata kelola
Pemerintahan yang baik dan berfokus pada manajemen risiko dapat membantu mencapai
tujuan organisasi.

1
Mengacu pada Instruksi Menteri PUPR Nomor 04 Tahun 2022 tentang Kebijakan
Sembilan (9) Strategi Pencegahan Penyimpangan Pengadaan Barang/Jasa di Kementerian
PUPR Periode 2022-2024, ditetapkan peningkatan implementasi MR sebagai salah satu
upaya mengurangi ancaman organisasi, utamanya hal yang terkait risiko bisnis dan risiko
fraud. Untuk mengefektifkan hal tersebut, maka diperlukan pembangunan budaya sadar
risiko pada seluruh unit organisasi.

B. DESKRIPSI SINGKAT

Modul ini berjudul Budaya Sadar Risiko dan merupakan bagian materi dari Pelatihan
Manajemen Pengembangan SDM. Materi yang disampaikan dalam modul ini dimaksudkan
sebagai acuan dalam penyampaian pemahaman tentang manajemen risiko yang diberikan di
lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Secara garis besar, modul
ini menjelaskan tentang Budaya Sadar di Kementerian PUPR, yang terdiri dari pemahaman
dasar, praktik-praktik cerdas, dan strategi penguatannya.

C. KEDUDUKAN MODUL DALAM PELATIHAN

Modul ini merupakan bagian tidak terpisahkan dari kurikulum pelatihan Manajemen
Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Kedudukan modul ini dalam kurikulum
pelatihan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kebijakan Pengembangan SDM di Kementerian PUPR


2. Penilaian Kompetensi
3. Manajemen Kinerja
4. Manajemen Talenta
5. Manajemen Karir
6. Manajemen Suksesi
7. Pengembangan Kompetensi

2
D. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Hasil Belajar

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan mampu menjelaskan Budaya


Sadar Risiko yang dilakukan di Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat.

2. Indikator Hasil Belajar

Setelah pembelajaran peserta dapat:

a. Memahami Budaya Sadar Risiko;

b. Memahami Praktik-Praktik Cerdas Penerapan Budaya Sadar Risiko;

c. Memahami Strategi Penguatan Budaya Sadar Risiko.

E. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK

Materi pokok yang terdapat pada modul ini meliputi:

1. Pemahaman Dasar Budaya Sadar Risiko

Sub materi pokoknya mencakup pengenalan budaya risiko dan kerangkanya, faktor-
faktor yang mempengaruhi budaya sadar risiko, bentuk dan tahapan budaya sadar
risiko, pentingnya budaya sadar risiko, dan penilaian budaya sadar risiko,

2. Praktik Cerdas Penerapan Budaya Sadar Risiko

Sub materi pokoknya mencakup praktik-praktik cerdas penerapan budaya sadar risiko
yang terdiri dari beberapa bentuk seperti komitmen pimpinan, komunikasi yang
berkelanjutan, penghargaan terhadap organisasi dan/atau pegawai, dan
pengintegrasian manajemen risiko dalam proses bisnis organsiasi.

3. Strategi Penguatan Budaya Sadar Risiko

Sub materi pokoknya mencakup strategi penguatan budaya sadar risiko pada aspek
seperti keteladanan pimpinan (tone of the top), tata Kelola (governance), kompetensi
(competency), dan pengambilan keputusan (decision making).

3
BAB II
PEMAHAMAN DASAR BUDAYA SADAR RISIKO

A. BUDAYA RISIKO DAN KERANGKANYA

Penerapan Manajemen Risiko di Kementerian PUPR telah diawali sejak tahun 2017
dengan terbitnya Peraturan Menteri PUPR Nomor 26 Tahun 2017 tentang Pembangunan
Budaya Integritas dimana manajemen risiko menjadi bagian dari sistem integritas. Kemudian
pada tahun 2018 terbit Peraturan Menteri PUPR Nomor 20/2018 tentang Penyelenggaraan
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) di Kementerian PUPR. Kebijakan ini menjadi
cikal bakal berkembangnya manajemen risiko di Kementerian PUPR sehingga secara berturut
pada tahun 2019, 2021, 2022, dan 2023, Kementerian PUPR telah memiliki beberapa
instrumen penerapan manajemen risiko seperti Surat Edaran Menteri PUPR Nomor 4 Tahun
2020 tentang Pedoman Penerapan Manajemen Risiko, Instruksi Menteri PUPR Nomor
4/IN/M/2022 tentang Penerapan 9 Strategi Pencegahan Risiko Penyimpangan dalam
Pengadaan Barang/Jasa Periode 2022-2024, dan Surat Inspektur Jenderal No. PW 0204-
Ij/1686 tentang Pedoman Evaluasi Efektivitas Penerapan Manajemen Risiko di Kementerian
PUPR. Perjalanan penerapan manajemen risiko di Kementerian PUPR ini menunjukkan
bahwa budaya akan sadar risiko telah dibangun secara bertahap dan berjenjang mulai dari
Unit Organisasi, Unit Kerja, Unit Pelaksana Teknis, hingga Satuan Kerja Mandiri. Sebelum
memahami lebih jauh terkait budaya sadar risiko, maka yang perlu perlu dipahami dasar dari
budaya dan faktor-faktor pembentuk budaya tersebut.

The Institute of Risk Management (IRM) Tahun 2012 menjelaskan bahwa sebelum
mengenal budaya risiko maka terlebih dahulu kita memahami prinsip dasar dari
terbentuknya sebuah budaya dalam organisasi atau kelompok. Terbentuknya budaya
(culture) sangat berkaitan dengan perilaku (behavior) dan sikap (attitute). Hal ini dikenal
dengan ABC Model, dimana model ini memiliki keutamaan kesederhanaan saat
menggambarkan bagaimana budaya risiko berkaitan dengan perilaku dan sikap kelompok
atau pegawai dalam suatu organisasi dalam mengelola risiko.

4
Gambar 1. ABC Model
(Sumber: IRM, 2012)

Gambar tersebut menunjukkan bagaimana budaya terbentuk dan mengakar pada suatu
organisasi, yaitu:
• Budaya suatu kelompok timbul dari Perilaku yang berulang-ulang dari anggotanya
• Perilaku kelompok dibentuk oleh Sikap yang mendasari masing-masing individunya
• Baik Perilaku dan Sikap dipengaruhi oleh Budaya yang berlaku pada kelompok.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Budaya Sadar Risiko merupakan
sekumpulan nilai, keyakinan, pengetahuan, dan pemahaman tentang risiko, yang dimiliki
bersama oleh sekelompok orang untuk sebuah tujuan yang sama, khususnya pimpinan dan
paran karyawan dalam sebuah organisasi.
Jika disesuaikan dengan struktur organisasi di Kementerian PUPR, maka budaya sadar
risiko merupakan nilai, keyakinan, pengetahuan, dan pemahaman tentang risiko yang dimiliki
bersama mulai dari tingkat Unit Organisasi, Unit Kerja, Unit Pelaksana Teknis, hingga Satuan
Kerja Mandiri. Kelompok-kelompok dalam setiap tingkat unit tersebut akan memiliki,
mengembangkan, dan menampilkan budaya sadar risiko masing-masing sebagai cerminan
dari tone of the top yang berdampak kepada masing-masing individu. Budaya sadar risiko
dapat dibangun secara optimal apabila keteladanan pimpinan (tone of the top) mampu
memberikan komitmen yang jelas, menjabarkan sasaran strategis dan kebijakan dengan
jelas, memberikan keyakinan atas penerapan manajemen risiko, dan mampu mengambil
Langkah-langkah atau pendekatan manajemen risiko yang sesuai dengan kondisi pada
masing-masing Unit Organisasi, Unit Kerja, Unit Pelaksana Teknis, maupun Satuan Kerja
Mandiri.

5
B. FAKTOR-FAKTOR BUDAYA SADAR RISIKO

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebagai Kementerian Teknis yang
diberikan tugas dan tanggung jawab dalam penyediaan infrastruktur di Indonesia memiliki
budaya yang kompleks dan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pada ABC Model, budaya
(culture) yang dipengaruhi oleh perilaku (behavior), dan perilaku tersebut didasari atas sifat
masing-masing individu (attitude). Ketiga hal ini sangat mempengaruhi terbangunnya budaya
sadar risiko di Kementerian PUPR, dimana perilaku seluruh Pejabat dan Pegawai dalam
menerapkan manajemen risiko secara konsisten harus diawali dengan sifat yang terbuka atas
risiko yang ada masing-masing individu. Comcover (2016) telah merumuskan 4 (empat)
faktor yang dapat mempengaruhi setiap orang dalam membangun budaya sadar risiko pada
suatu organisasi yaitu sebagai berikut:

Gambar 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Individu


(Sumber: Comcover, 2016)

1) Role Model (Model Panutan)


Dalam suatu organisasi diperlukan role model (model panutan) yang menunjukkan
perilaku dalam mengelola risiko dan memberikan pengaruh kepada pegawai lain secara
signifikan. Melalui perilaku ini, role model akan menyebarkan nilai-nilai yang pada
akhirnya menjadi sebuah keyakinan sebagai perilaku yang lazim dalam organisasi.

6
2) Explicit Messages (Pesan yang Eksplisit)
Pimpinan dalam Organisasi harus menuangkan pesan yang eksplisit terkait pengelolaan
risiko dalam suatu kebijakan dan prosedur organisasi secara formal. Pesan tersebut
memuat apa yang diharapkan Unit Organisasi terhadap seluruh pegawainya. Kebijakan
atau aturan terkait pengelolaan risiko ini akan sangat berpengaruh terhadap penerapan
manajemen risiko dalam proses bisnis organisasi.
3) Incentives (Insentif)
Dalam membangun budaya sadar risiko, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kesadaran dan kepedulian setiap pegawai ialah dengan memberikan
pengakuan atau penghargaan atas penerapan manajemen risiko. Hal ini jika tidak
diberikan maka akan memberikan kecenderungan kepada pegawai untuk menghindari
pengambilan risiko (walaupun diperkukan) atau bahkan manajemen risiko hanya
sebatas formalitas atau pemenuhan administrasi.
4) Symbols and Actions (Simbol dan Tindakan)
Perilaku atas penerapan manajemen risiko yang dilakukan oleh Pimpinan sebagai
Pemilik Risiko dan Pengelola Risiko akan dilihat oleh seluruh pegawai dan akan menjadi
perilaku yang ditiru. Ketika Pimpinan sebagai Pemilik Risiko maupun Pengelola Risiko
lainnya menuntut seluruh pegawai mengelola risiko, maka hal yang sama juga harus
dilakukan. Walaupun bentuk kecil dan positif yang dilakukan dalam pengelola risiko, hal
tersebut akan memberikan dampak simbolis yang kuat dan membantu untuk
menyebarkan nilai-nilai tersebut kedalam Unit Organisasi.

Upaya pembangunan budaya sadar risiko merupakan proses perubahan dan perbaikan
dari budaya saat ini dalam suatu organisasi menuju tingkat budaya yang diinginkan. Oleh
karena itu, seharusnya proses pembangunan budaya sadar risiko ini akan lebih optimal jika
dimulai dengan meningkatkan kesadaran masing-masing individu pegawai. Setiap individu
didalam Unit Organisasi perlu dilengkapi dengan pengetahuan dan kemampuan yang cukup
tentang manajemen risiko. Setelah setiap individu pegawai memiliki hal tersebut, maka nilai-
nilai yang sama akan menciptakan budaya tersebut dan menjalankannya bersama.

7
C. BENTUK DAN TAHAPAN BUDAYA SADAR RISIKO

Bentuk dan tahapan budaya sadar risiko di Kementerian PUPR telah tertuang dalam
Surat Edaran Menteri PUPR Nomor 04/SE/M/2021 Tahun 2021 tentang Pedoman Penerapan
Manajemen Risiko di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Pengembangan
budaya sadar risiko dilaksanakan sesuai dengan nilai-nilai Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat untuk mencapai sasaran organisasi, yang diwujudkan dalam bentuk:
a. komitmen pimpinan untuk mempertimbangkan risiko dalam setiap pengambilan
keputusan;
b. komunikasi yang berkelanjutan kepada seluruh jajaran organisasi mengenai pentingnya
manajemen risiko baik yang bersifat dari atas ke bawah maupun dari bawah ke atas;
c. penghargaan terhadap organisasi dan/atau pegawai yang dapat mengelola risiko
dengan baik; dan
d. pengintegrasian manajemen risiko dalam proses bisnis organisasi.
Budaya sadar risiko dilaksanakan melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
a. Membangun kesadaran berbudaya risiko
Membangun kesadaran berbudaya risiko melibatkan serangkaian langkah-langkah dan
upaya yang ditujukan untuk mengubah cara berpikir, sikap, dan perilaku setiap pegawai
agar lebih responsif terhadap risiko.
b. Manajemen perubahan budaya risiko organisasi
Manajemen perubahan budaya risiko organisasi adalah proses merancang,
mengimplementasikan, dan mengelola perubahan dalam sikap, perilaku, dan nilai-nilai
pegawai organisasi agar lebih sesuai dengan prinsip budaya sadar risiko. Tujuannya
adalah untuk mengarahkan organisasi menuju lingkungan di mana pengelolaan risiko
menjadi prioritas utama dan terintegrasi dengan semua aspek operasional.
c. Menyempurnakan budaya risiko organisasi.
Menyempurnakan budaya risiko organisasi adalah proses terus-menerus untuk
mengoptimalkan dan memperbaiki aspek-aspek budaya yang berkaitan dengan
pemahaman, kesadaran, dan pengelolaan risiko.

8
D. PENTINGNYA BUDAYA SADAR RISIKO

Dalam suatu organisasi, risiko adalah masalah persepsi sehingga sangat penting sekali
untuk memiliki konsensu mengenai signfiikansi risiko pada suatu Unor Organisasi. Dalam hal
ini, suatu konsensus akan dapat dicapai Ketika seluruh bagian dalam organisasi memiliki
pandangan yang sama. Di sisi lain, predisposisi tertinggi terkait organisasi menutur teori loss
aversion adalah rasa ikut memiliki organisasi. Jika sesorang menganggap dirinya adalah
bagian dari suatu Unit Organisasi, maka secara otomatis segala tindakan yang dilakukan akan
mempertimbangkan dampaknya terhadap organisasi. Dapat diambil kesimpulan bahwa
kunci dari pembangunan budaya sadar risiko adalah rasa kepemilikan (ownership) terhadap
Unit Organisasi. Mengacu pada Pedoman Penerapan Manajemen Risiko Organisasi Sektor
Publik oleh BPKP, budaya sadar risiko memberikan pengaruh penting dalam beberapa hal
sebagai berikut:
1. Budaya risiko memengaruhi selera risiko, termasuk keputusan strategis dan taktis tentang
seberapa besar risiko yang harus diambil dalam berbagai situasi dan pengaturan;
2. Budaya risiko memengaruhi sikap terhadap risiko, membentuk cara individu dan
kelompok memposisikan diri terhadap risiko dalam situasi yang dianggap berisiko dan
penting;
3. Budaya risiko menginformasikan penetapan tujuan dan strategi, karena para pembuat
keputusan utama berusaha menentukan arah yang optimal dalam lingkungan dan konteks
yang tidak pasti;
4. Budaya risiko menentukan kemampuan untuk “mengambil risiko yang tepat dengan
aman” karena memengaruhi efektivitas kebijakan, prosedur, dan praktik risiko; dan
5. Budaya risiko dapat mencegah munculnya perilaku yang salah, yang dapat muncul ketika
pemimpin mengirimkan pesan yang tidak konsisten pada tingkat risiko yang dapat
diterima.
Budaya sadar risiko menjadi fondasi yang kuat bagi suatu Unit Organisasi mulai dari level
pimpinan hingga pegawai guna keberlanjutan dan konsisten penerapan manajamen risiko.
Hal ini akan membantu Unit Organisasi menjaga dan menciptakan nilai yang ditetapkan.

9
E. PENILAIAN BUDAYA SADAR RISIKO

Penilaian budaya sadar risiko merupakan evaluasi secara komprehensif dan mendalam
terhadap sejauh mana suatu Unit Organisasi, Unit Kerja, atau Unit Pelaksana Teknis
membangun budaya risiko yang memprioritaskan pemahaman, kesadaran, dan pengelolaan
risiko. Penilaian budaya sadar risiko di Kementerian PUPR mengacu pada Pedoman Evaluasi
Tingkat Efektivitas Penerapan Manajemen Risiko yang dikeluarkan oleh Inspektorat Jenderal.
Pada pedoman ini, penilaian budaya sadar risiko masuk kedalam evaluasi tingkat efektivitas
penerapan manajemen risiko dimana evaluasi dilaksanakan untuk menilai tingkatan suatu
Unit Pemilik Risiko (UPR) dalam memahami dan mengelola risiko/prestasi suatu kegiatan
dengan standar, rencana, atau norma yang telah ditetapkan, dan menentukan faktor-faktor
yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu kegiatan dalam mencapai tujuan.

Terbangunnya budaya sadar risiko pada masing-masing Unit Organisasi, Unit Kerja, atau
Unit Pelaksana Teknis akan mendorong tingkat efektivitas penerapan manajemen risiko pada
level yang optimal. Adapun tingkat efektivitas penerapana manajemen risiko dibagi kedalam
5 (lima) level meliputi:

Tabel 1. Level Tingkat Efektivitas Penerapan Manajemen Risiko


(Sumber: Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR, 2023)

Tabel tersebut menunjukkan bahwa penerapan manajemen risiko dapat diketahui


masing-masing level efektivitasnya dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Initial merupakan kondisi yang menunjukkan bahwa penerapan Manajemen Risiko pada
UPR tidak efektif dalam menciptakan dan melindungi nilai organisasi, karena masih

10
dilaksanakan secara parsial, tidak terstruktur dan tidak sistematis serta sangat tidak
lengkap;
2. Repeatable merupakan kondisi yang menunjukkan bahwa penerapan Manajemen Risiko
pada UPR kurang efektif dalam menciptakan dan melindungi nilai organisasi, karena
masih dilaksanakan parsial, tidak terstruktur dan tidak sistematis serta tidak lengkap;
3. Defined merupakan kondisi yang menunjukkan bahwa penerapan Manajemen Risiko
pada UPR cukup efektif dalam menciptakan dan melindungi nilai organisasi, karena
masih dilaksanakan parsial, tetapi sudah terstruktur dan sistem pengelolaan risiko
secara keseluruhan mulai terwujud;
4. Managed merupakan kondisi yang menunjukkan bahwa penerapan Manajemen Risiko
pada UPR telah efektif dalam menciptakan dan melindungi nilai organisasi, karena telah
dilaksanakan secara menyeluruh, terstruktur, sistematis, dan lengkap;
5. Optimized merupakan kondisi yang menunjukkan bahwa penerapan Manajemen Risiko
pada UPR sangat efektif dalam menciptakan dan melindungi nilai organisasi, karena
telah dilaksanakan menyeluruh, terstruktur, sistematis, dan lengkap serta terintegrasi
dengan semua proses bisnis organisasi.
Selain itu, pengembangan budaya sadar risiko pada suatu Unit Organisasi juga akan
berdampak pada peningkatan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) khususnya pada
komponen Manajemen Risiko Indeks (MRI). Manajemen risiko indeks dalam SPIP adalah
suatu pendekatan yang digunakan untuk mengukur dan menilai tingkat risiko dalam
lingkungan kerja Kementerian/Lembaga. Setiap level kelompok angka pada Manajemen
Risiko Indeks (MRI) memiliki karakteristik yang membedakan tingkatan satu dengan lainnya.
Pembagian per level dan karakteristik adalah sebagai berikut:
1. Level Ad Hoc (0,00 – 1,99)
Pada level ini, Instansi Pemerintah belum memiliki pendekatan formal dalam
menerapkan manajemen risiko;
2. Level Repeatable (2,00 – 2,99)
Pada level ini, Instansi Pemerintah memiliki karakteristik pendekatan manajemen risiko
yang masih silo;

11
3. Level Defined (3,00 – 3,99)
Pada level ini, Instansi Pemerintah telah memiliki strategi dan kebijakan terkait
manajemen risiko serta telah dikomunikasikan, diimplementasikan, dan manajemen
organisasi juga telah menetapkan selera risiko;
4. Level Managed (4,00 – 4,49)
Pada level ini, Instansi Pemerintah telah menggunakan pendekatan secara menyeluruh
(enterprise approach) dalam mengembangkan manajemen risiko. Instansi Pemerintah
juga telah mengkomunikasikan penerapan manajemen risiko;
5. Level Optimized (4,50 – 5,00)
Pada level ini, Instansi Pemerintah memiliki karakteristik utama yaitu manajemen risiko
dan pengendalian internal telah sepenuhnya menyatu pada kegiatan operasional
organisasi.

Mengacu pada Pedoman Evaluasi Tingkat Efektivitas Penerapan Manajemen Risiko yang
dikeluarkan oleh Inspektorat Jenderal pada Tahun 2023, evaluasi dilakukan terhadap 3 (tiga)
komponen manajemen risiko yaitu sebagai berikut:
1. Infrastruktur Manajemen Risiko
Evaluasi atas infrastruktur manajemen risiko dilakukan untuk menilai pemenuhan Unit
Pemilik Risiko (UPR) dalam menyediakan prasarana yang diperlukan untuk membangun
manajemen risiko dengan persentase total penilaian sebesar 35% yang meliputi:
a. Budaya sadar risiko sebesar 20%;
b. Struktur manajemen risiko sebesar 20%;
c. Sistem Informasi manajemen risiko sebesar 30%; dan
d. Anggaran manajemen risiko sebesar 30%.
2. Proses Manajemen Risiko
Evaluasi atas proses manajemen risiko dilakukan untuk menilai kualitas seluruh tahapan
proses manajemen risiko pada Unit Pemilik Risiko (UPR) dengan persentase total
penilaian sebesar 35% yang meliputi:
a. Komunikasi dan Konsultasi sebesar 20%;

12
b. Perumusan Lingkup, Konteks, dan Kriteria sebesar 20%;
c. Identifikasi Risiko sebesar 10%;
d. Analisis Risiko sebesar 10%;
e. Evaluasi Risiko sebesar 10%;
f. Respon Risiko sebesar 10%;
g. Pemantauan dan Tinjauan sebesar 10%; dan
h. Pencatatan dan Pelaporan sebesar 10%.
3. Hasil Penerapan Manajemen Risiko
Penilaian atas hasil penerapan dilakukan untuk menilai efektivitas Manajemen Risiko
dalam pencapaian tujuan organisasi dengan persentase total penilaian sebesar 30%.
Pada evaluasi komponen manajemen risiko khususnya infrastruktur manajemen risiko
dapat terlihat bahwa subkomponen budaya sadar risiko memiliki persentase penilaian yang
cukup besar yaitu 20% dari total penilaian infrastruktur manajemen risiko. Penilaian terkait
budaya sadar risiko tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa aspek
penilaian sebagai berikut:
a. Telah ditetapkannya aturan/kebijakan/roadmap dalam mengambil suatu
keputusan/kebijakan dengan mempertimbangkan risiko;
b. Implementasi aturan/kebijakan berbasis risiko telah ditunjukan dalam pengambilan
keputusan/kebijakan;
c. Komitmen Manajemen Risiko telah ditetapkan oleh Pimpinan UPR;
d. Komunikasi berkala terkait pentingnya Manajemen Risiko di lingkungan UPR dan
dengan tingkat UPR di atasnya/di bawahnya;
e. Telah ditetapkannya aturan/kebijakan terkait mekanisme pemberian penghargaan
terhadap organisasi dan/atau pegawai yang dapat mengelola risiko dengan baik;
f. Implementasi aturan/kebijakan pemberian penghargaan terhadap organisasi dan/atau
pegawai yang dapat mengelola risiko dengan baik;
g. Perencanaan kegiatan organisasi telah memperhatikan profil risiko yang telah dibuat;
h. Pelaksanaan proses bisnis organisasi telah mempertimbangkan risiko dan
pengendalian.

13
F. LATIHAN

Pada latihan ini Anda diminta untuk menjelaskan Pembangunan Budaya Sadar Risiko di
Kementerian PUPR.

G. RANGKUMAN

Budaya Sadar Risiko merupakan sekumpulan nilai, keyakinan, pengetahuan, dan


pemahaman tentang risiko, yang dimiliki bersama oleh sekelompok orang untuk sebuah
tujuan yang sama, khususnya pimpinan dan paran karyawan dalam sebuah organisasi.
Budaya sadar risiko. Terbentuknya budaya (culture) sadar risiko sangat berkaitan dengan
perilaku (behavior) dan sikap (attitute). Ketiga hal ini sangat mempengaruhi terbangunnya
budaya sadar risiko di Kementerian PUPR, dimana perilaku seluruh Pejabat dan Pegawai
dalam menerapkan manajemen risiko secara konsisten harus diawali dengan sifat yang
terbuka atas risiko yang ada masing-masing individu pegawai. Oleh karena itu, seharusnya
proses pembangunan budaya sadar risiko ini akan lebih optimal jika dimulai dengan
meningkatkan kesadaran masing-masing individu pegawai. Budaya sadar risiko menjadi
fondasi yang kuat bagi suatu Unit Organisasi mulai dari level pimpinan hingga pegawai guna
keberlanjutan dan konsisten penerapan manajamen risiko

H. EVALUASI

1. Apa yang dimaksud dengan Budaya Sadar Risiko?

2. Jelaskan pentingnya Budaya Sadar Risiko bagi Unit Pemilik Risiko!

3. Coba identifikasi aspek-aspek yang menjadi pertimbangan dalam penilaian budaya sadar
risiko pada suatu unit organisasi?

14
BAB III
PRAKTIK CERDAS BUDAYA SADAR RISIKO

A. PRAKTIK-PRAKTIK CERDAS KOMITMEN PIMPINAN

Dalam Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
04/SE/M/2021 Tahun 2021 tentang Pedoman Penerapan Manajemen Risiko di Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, salah satu bentuk pengembangan budaya sadar
risiko dapat diwujudkan melalui komitmen pimpinan untuk mempertimbangkan risiko dalam
setiap pengambilan keputusan. Beberapa praktik cerdas yang dapat dilakukan ialah sebagai
berikut:

1. Penyusunan dan Penetapan Kebijakan Pimpinan terkait Manajemen Risiko;


Pimpinan Unit Organisasi dapat menyusun dan menetapkan kebijakan terkait
Manajemen Risiko yang berlaku pada seluruh Pejabat dan Pegawai di internal Unit
Organisasi seperti Surat Edaran, Memo Dinas, Nota Dinas, Surat Keputusan, dan
sebagainya.
2. Penerapan Manajemen Risiko yang Terintegrasi dan Komprehensif;
Penerapan Manajemen Risiko diharapkan dapat menjaga dan menciptakan nilai yang
mendukung pencapaian kinerja suatu Unit Organisasi. Oleh karena itu, penerapan
Manajemen Risiko seharusnya tertuang dalam Rencana Strategis, Perencanaan dan
Penganggaran, Perjanjian Kinerja, serta Sasaran Kinerja Pegawai khusus para Pimpinan.
Hal ini akan meningkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap pengelolaan risiko.
3. Penyusunan dan Penetapan Komitmen Manajemen Risiko dan Loss Event Database;
Pimpinan Unit Organisasi, Unit Kerja, Unit Pelaksana Teknis, maupun Satuan Kerja
Mandiri selaku Pemilik Risiko harus menyusun dan menetapkan Komitmen Manajemen
Risiko sebagai salah satu proses manajemen risiko dan dilaksanakan dengan tepat
waktu. Komitmen Manajemen Risiko ini akan menjadi acuan dan pegangan seluruh
Pejabat dan Pegawai sehingga mengetahui apa saja risiko yang ada dan bagaimana
pengendalian. Selain itu, juga perlu mencatat semua kejadian terjadi dan

15
mempengaruhi pencapaian kinerja organisasi dalam suatu Loss Event Database (LED).
Loss Event Database (LED) ini merupakan dokumen yang berisi catatan kejadian
kerugian yang pernah terjadi baik pada tahun berjalan maupun tahun sebelumnya. LED
ini digunakan dalam rangka menentukan ukuran kemungkinan, dampak, kapasitas,
toleransi, dan selera risiko yang diharapkan. Beberapa referensi yang dapat digunakan
dalam penyusunan LED ialah dokumen hasil audit/ADTT dari BPK/BPKP/Inspektorat
Jenderal, temuan lapangan, kejadian OTT, kejadian kahar (force majuer), dan kejadian
lainnya yang mempengaruhi tujaun kegiatan utama.
4. Penegasan Komitmen Penerapan Manajemen Risiko
Pemilik Risiko menunjukkan dan menegaskan komitmen terhadap manajemen risiko
melalui kebijakan, pernyataan, atau bentuk lain yang secara jelas menyampaikan
sasaran dan komitmen organisasi terhadap manajemen risiko secara berkelanjutan.
Penegasan tersebut dapat berupa bentuk Pakta Komitmen Bersama Manajemen Risiko
yang ditandatangani oleh seluruh Pemilik Risiko pada suatu tingkatan Unit Organisasi
(UPR T-1).

B. PRAKTIK-PRAKTIK CERDAS KOMUNIKASI YANG BERKELANJUTAN

Bentuk lain pengembangan Budaya Sadar Risiko yang dapat diwujudkan ialah
komunikasi yang berkelanjutan kepada seluruh jajaran organisasi mengenai pentingnya
manajemen risiko baik yang bersifat dari atas ke bawah maupun dari bawah ke atas.
Beberapa praktik cerdas yang dapat dilakukan ialah:

1. Pertemuan secara rutin dan berkala minimal 5 kali pada Tahun Berjalan terkait
pembahasan progres program/kegiatan yang dihubungkan dengan profil risiko.
Pertemuan ini dapat berupa Executive Meeting, Rapat Pemantauan Triwulan, Rapat
Koordinasi, dan sebagainya. Selain itu, perlu diperhatikan juga untuk pendokumentasian
dan pelaporan setiap pertemuan yang dilaksanakan;
2. Peningkatan pemahaman manajemen risiko kepada seluruh pegawai. Kegiatan ini dapat
dilakukan melalui berbagai bentuk internalisasi seperti workshop, coaching clinic,

16
pendampingan teknis, pertemuan rutin seluruh UPR baik Tahunan maupun Semesteran,
dan sebagainya. Pemahaman terkait manajemen risiko harus terus dijaga guna
keberlanjutan dan konsisten terhadap budaya sadar risiko;
3. Pengembangan kompetensi sumber daya manusia yang di setiap UPR dan Unit
Kepatuhan Intern seperti pelatihan, sertifikasi, dan sebagainya;
4. Pembuatan konten-konten edukasi yang menarik dan kekinian terkait manajemen risiko
seperti video, flyer, buku saku dan sebagainya.

C. PRAKTIK-PRAKTIK CERDAS PENGHARGAAN MANAJEMEN RISIKO

Selain itu, bentuk pengembangan Budaya Sadar Risiko yang dapat diwujudkan ialah
penghargaan manajemen risiko terhadap organisasi dan/atau pegawai yang dapat mengelola
risiko dengan baik. Praktik-praktik cerdas yang dapat dilakukan ialah:

1. Penyusunan dan Penetapan Mekanisme Pemberian Penghargaan


Pimpinan Unit Organisasi dapat menyusun dan menetapkan kebijakan terkait
Mekanisme Pemberian Penghargaan Manajemen Risiko yang berlaku pada internal Unit
Organisasi. Dengan adanya kebijakan ini maka akan memberikan keyakinan kepada
seluruh pegawai bahwa pengelolaan risiko benar-benar menjadi perhatian dan
diapresiasi oleh Pimpinan jika dilaksanakan dengan baik dan optimal;
2. Penilaian Penerapan Manajemen Risiko
Penilaian penerapan manajemen risiko dilaksanakan untuk mengevaluasi dan
memastikan tingkat efektivitas penerapannya dalam mendukung organisasi untuk
mencapai tujuan dan sasarannya. Evaluasi ini dilakukan pada seluruh tingkatan UPR
secara berjenjang mulai dari evaluasi mandiri sampai dengan evaluasi tingkat
Kementerian. Tidak hanya itu, penilaian juga diperlukan kepada masing-masing individu
pegawai yang telah berhasil mengelola risiko dan mendorong terbangunnya budaya
sadar di masing-masing Unit Pemilik Risiko (UPR);

17
3. Pemberian Penghargaan Penerapan Manajemen Risiko
Penilaian terhadap penerapan manajemen risiko tidak hanya berhenti pada proses
mengevaluasi dan menilai setiap pemenuhan masing-masing komponen. Hasil akhirnya
ialah pemberian penghargaan kepada UPR dan/atau pegawai yang telah berhasil
mencapai level atau capaian tertentu sehingga dapat memberikan dorongan dan
motivasi kepada yang lainnya. Pemberian penghargaan akan semakin memperkuat
budaya sadar risiko apabila penghargaan ini diberikan langsung oleh Menteri atau
Pimpinan Tinggi Madya pada Kementerian/Lembaga;
4. Penghargaan yang Mendorong Penguatan Budaya Sadar Risiko
Pemberian penghargaan atas keberhasilan UPR maupun pegawai dalam mengelola
risiko dengan baik tidak hanya sebatas pemberian apresiasi berupa piagam atau
sertifikat, akan tetapi penghargaan berupa peningkatan kompetensi berkelanjutan dan
berdampak signifikan terhadap internal UPR masing-masing seperti sertifikasi
profesional manajemen risiko secara berjenjang.

D. PRAKTIK-PRAKTIK CERDAS PENGINTEGRASIAN MANAJEMEN RISIKO DALAM


PROSES BISNIS
Dan yang terakhir, bentuk pengembangan Budaya Sadar Risiko yang dapat diwujudkan
ialah pengintegrasian manajemen risiko dalam proses bisnis melalui beberapa praktik cerdas
seperti:
1. Evaluasi efektivitas penerapan manajemen risiko di tingkat UPR T-1, T-2, dan T-3. Hasil
evaluasi ini akan memberikan rekomendasi perbaikan kepada Pimpinan UPR guna
mengoptimalkan peranan manajemen risiko dalam pencapaian target kinerja;
2. Melaksanakan setiap rekomendasi perbaikan atas evaluasi yang telah dilakukan dan
memantu secara berkala pelaksanaannya;
3. Menyusun setiap inovasi pengendalian risiko yang terintegrasi dengan proses bisnis
seperti penyelenggaraan SPIP, penerapan SMAP, dan pembangunan Zona Integritas;
4. Melaksanakan survei penerapan manajemen risiko kepada seluruh pegawai secara
berkala sebagai wujud umpan balik perbaikan proses manajemen risiko.

18
E. LATIHAN

Pada latihan ini Anda diminta untuk menyusun kegiatan-kegiatan penguatan budaya
sadar risiko di masing-masing Unit Organisasi anda!

F. RANGKUMAN

Dalam Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
04/SE/M/2021 Tahun 2021 tentang Pedoman Penerapan Manajemen Risiko di Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, pengembangan budaya sadar risiko dapat
diwujudkan dalam beberapa bentuk seperti:
a. Komitmen pimpinan untuk mempertimbangkan risiko dalam setiap pengambilan
keputusan;
b. Komunikasi yang berkelanjutan kepada seluruh jajaran organisasi mengenai pentingnya
manajemen risiko baik yang bersifat dari atas ke bawah maupun dari bawah ke atas;
c. Penghargaan terhadap organisasi dan/atau pegawai yang dapat mengelola risiko
dengan baik; dan
d. Pengintegrasian manajemen risiko dalam proses bisnis organisasi.

G. EVALUASI

1. Sebutkan bentuk-bentuk pengembangan budaya sadar risiko di Kementerian PUPR!

2. Jelaskan 1 (satu) contoh praktik cerdas penguatan budaya sadar risiko yang berkaitan
erat dengan pengintegrasian proses bisnis!

3. Jelaskan peranan pimpinan dalam budaya sadar risiko?

19
BAB IV
STRATEGI PENGUATAN BUDAYA SADAR RISIKO

The Institute of Risk Management (IRM) pada tahun 2012 telah mengembangkan suatu
model untuk mengukur budaya sadar risiko yang bernama IRM Risk Culture Aspects Model.
Model ini menggolongkan budaya risiko kedalam beberapa karakteristik yang dapat diukur
sehingga dapat memberikan informasi kepada Unit Organisasi atas kondisi budaya sadar
risiko saat ini. Aspek-aspek dalam model ini disusun menjadi suatu strategi yang dapat
dikombinasikan dan diterapkan di Kementerian PUPR sehingga memperkuat budaya sadar
risiko. Adapun beberapa aspek sebagai strategi penguatan budaya sadar risiko di
Kementerian PUPR ialah sebagai berikut:

A. ASPEK KETELADANAN PIMPINAN (TONE OF THE TOP)

Kegagalan dalam manajemen risiko sering dikaitkan dengan ketidakmampuan Pimpinan


dalam menciptakan budaya sadar risiko yang kuat dan positif. Budaya sadar risiko yang
dicontohkan oleh Pimpinan akan menjadi faktor utama yang mempengaruhi nilai-nilai dan
perilaku seluruh pegawai dalam Unit Organisasi. Apabila Pimpinan menjunjung tinggi
komitmen, kesadaran, dan keyakinan atas pengelolaan risiko, maka pegawai akan cendurung
mengikuti dan memiliki nilai-nilai yang sama. Oleh karena itu, keteladanan pimpinan (tone of
the top) merupakan dasar dalam pembangunan budaya sadar risiko. Pada aspek ini, strategi
yang dapat dilakukan ialah:

1. Kontribusi Nyata Peran Pimpinan UPR


Kontribusi nyata peran Pimpinan UPR dalam budaya sadar risiko dapat dilakukan melalui
(i) Pimpinan menetapkan harapan yang jelas dan konsisten dalam pengelolaan risiko
dan (ii) Pimpinan menjadi panutan dalam manajemen risiko dan secara aktif membahas
selera risiko dan toleransi risiko.

20
2. Tingkatkan Respon terhadap Risiko
Respon terhadap risiko dapat dilakukan melalui: (i) Pemilik dan Pengelola Risiko aktif
menetapkan dan menggali setiap informasi atas potensi terjadinya risiko dan (ii)
Pegawai secara terbuka dan jujur menyampaikan dan mengungkapkan setiap risiko yang
ada.

B. ASPEK TATA KELOLA (GOVERNANCE)

Tata Kelola risiko sangat erat dengan pencapaian sasaran strategis organisasi. Tata
Kelola risiko yang memadai akan mendukung proses pengambilan keputusan sehingga
sasaran strategis organisasi dalam hal ini Kementerian PUPR dapat tercapai secara efektif
dan efisien. Pada aspek ini, strategi yang dapat dilakukan ialah:

1. Pelaksanaan Akuntabilitas dan Tata Kelola


Akuntabilitas dan tata kelola merupakan aspek yang penting dalam kerangka
manajemen risiko meliputi bagaimana tanggung jawab dialokasikan untuk setiap
kegiatan manajemen risiko. Tugas, fungsi, dan tanggung jawab terkait risiko harus
didefenisikan dengan jelas bagi setiap unit/fungsi/pegawai di organisasi. Akuntabilitas
dan tata kelola dalam upaya penguatan budaya sadar risiko dilakukan melalui: (i)
Pembagian tugas, fungsi, dan tanggung jawab terkait risiko harus didefinisikan dengan
jelas bagi setiap unit/fungsi/individu di organisasi dan (ii) akuntabilitas risiko harus
diintegrasikan ke dalam target kinerja pegawai dan unit kerja/UPT.
2. Transparansi Risiko
Keterbukaan atas penerapan manajemen risiko mutlak sangat diperlukan mengingat
pengelolaan risiko berkaitan dengan Pimpinan dan seluruh pegawai dalam pelaksanaan
dan pencapaian tujuan organisasi. Transparansi risiko ini dapat dilakukan melalui: (i)
Informasi risiko harus dikomunikaskan secara transparan dan tepat waktu kepada
seluruh pihak dalam organisasi dan (ii) Pemilik, pengelola, dan seluruh pegawai memiliki
informasi yang lengkap mengenai risiko dan pengendaliannya di masa lalu untuk
dijadikan pelajaran dalam pengambilan keputusan di masa yang akan datang.

21
C. ASPEK KOMPETENSI (COMPETENCY)

Dalam rangka mengoptimalkan dan memperkuat budaya sadar risiko di Kementerian


PUPR, maka peningkatan kompetensi baik Pimpinan, UKI maupun seluruh pegawai menjadi
sangat penting karena akan berkaitan dengan perilaku dan sikap atas manajemen risiko. Pada
aspek ini, strategi yang dapat dilakukan ialah:

1. Penguatan Peran UKI dalam Manajemen Risiko


Penguatan sumber daya risiko dapat dilakukan melalui: (i) UKI sebagai 2nd Line memiliki
tugas dan fungsi yang jelas dalam Pembangunan budaya sadar risiko serta adanya
dukungan penuh dari pimpinan serta (ii) Peningkatan peran UKI sebagai fasilitator yang
terpercaya dan dibutuhkan dalam setiap pengambilan keputusan dan menjadi rujukan
dalam penerapan MR organisasi.
2. Keahlian Risiko
Peningkatan kompetensi dan keahlian Pimpinan dan seluruh pegawai dalam
manajemen risiko harus diintegrasikan dengan evaluasi kinerja pegawai. Hal ini akan
mendorong keikutsertaan dan perhatian seluruh pihak dalam pengelolaan risiko. Pada
aspek ini, strategi yang dapat dilakukan ialah: (i) Pemilik, pengelola, dan seluruh pegawai
di UPR diberikan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi/keahlian manajemen risiko
yang memadai dan (ii) Tersedianya program pengembangan kompetensi yang
berkelanjutan seperti pelatihan, sertifikasi, dsb kepada seluruh pegawai.

D. ASPEK PENGAMBILAN KEPUTUSAN (DECISION MAKING)

Pengelolaan risiko pada akhirnya berfokus pada kemampuan setiap anggota organisasi
dalam mengambil keputusan yang terbaik bagi organisasi tersebut. Para pimpinan sebagai
pihak yang bertanggung jawab penuh atas pengambilan keputusan strategis akan
dihadapkan pada berbagai pertimbangan yang sulit jika tidak melihat manajemen risiko
sebagai suatu proses yang utuh dan komprehensif. Disisi lain, setiap individu pada dasarnya
juga ingin mengambil keputusan yang terbaik terkait dengan risiko yang dimilikinya. Oleh

22
sebab itu, organisasi perlu membangun budaya yang memungkinkan tercapainya hal
tersebut. Pada aspek ini, strategi yang dapat dilakukan ialah:

1. Pengambilan Keputusan yang Terinformasi


Pengambilan keputusan yang terinformasi bertujuan untuk memastikan bahwa
Pimpinan memperoleh informasi risiko yang tepat sebagai landasan dalam pengambilan
keputusan. Strategi yang dapat dilakukan ialah: (i) Pimpinan menggali informasi
mengenai risiko dalam mendukung pengambilan keputusan dan (ii) Risiko-risiko
strategis harus disampaikan secara tepat waktu sehingga pengambilan keputusan
dilakukan sesegera mungkin.
2. Penghargaan Penerapan Manajemen Risiko
Strategi yang dapat dilakukan ialah (i) Setiap UPR dan pegawai yang mampu mengelola
risiko dengan baik diberikan penghargaan dan (ii) Pimpinan mendukung setiap UPR dan
Pegawai yang secara aktif berusaha untuk memahami dan mengelola risiko.

E. LATIHAN

Pada latihan ini Anda diminta untuk menyusun rencana tindak Penguatan Budaya Sadar
Risiko di masing-masing Unit Organisasi anda!

F. RANGKUMAN

Strategi penguatan budaya sadar risiko yang dapat dilakukan di Kementerian PUPR ialah
(i) penguatan komitmen pimpinan (tone of the top), (ii) penguatan tata kelola manajemen
risiko, (ii) peningkatan kompetensi manajemen risiko, dan (iv) pengambilan keputusan yang
berbasis risiko.

G. EVALUASI

1. Sebutkan strategi-strategi penguatan budaya sadar risiko!

2. Jelaskan 1 (satu) contoh strategi penguatan budaya sadar risiko yang implementatif!

23
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Peran infrastruktur sangat penting dalam menjembatani pemenuhan hak dasar


masyarakat seperti pangan, sandang, papan, rasa aman, pendidikan dan kesehatan,
disamping turut berperan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan
daya saing global. Dalam melaksanakan pembangunan infrastruktur, Kementerian PUPR
mendorong terciptanya budaya sadar risiko. Budaya Sadar Risiko merupakan sekumpulan
nilai, keyakinan, pengetahuan, dan pemahaman tentang risiko, yang dimiliki bersama oleh
sekelompok orang untuk sebuah tujuan yang sama, khususnya pimpinan dan paran
karyawan dalam sebuah organisasi. Budaya sadar risiko.

Pembangunan Budaya Sadar Risiko akan menjaga konsistensi dan keberlanjutan


penerapan manajemen risiko di Kementerian PUPR sehingga dapat menciptakan iklim dan
tatanan organisasi yang sadar akan risiko. Dengan adanya dukungan sumber daya melalui
anggaran, sumber daya manusia, dan teknologi akan mempercepat proses pembangunan
budaya sadar risiko. Pada akhirnya, pemenuhan amanat sistem pengendalian intern
merupakan sebuah pekerjaan rumah yang besar. Jika dapat tertata dan terlaksana dengan
baik, maka insan PUPR yang berkompeten dapat turut berkontribusi mewujudkan birokrasi
berkelas dunia.

B. TINDAK LANJUT

Peserta pelatihan diharapkan dapat memahami pengembangan kompetensi bagi


dirinya, serta dapat memperkaya informasi melalui pendalaman terhadap literatur maupun
kebijakan terkait Budaya Sadar Risiko dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas
pembangunan infrastruktur di Kementerian PUPR. Sebagai tindak lanjut, maka setiap
pimpinan Unit Organisasi perlu mendorong dan mengusahakan kegiatan dan program
budaya sadar risiko yang berdampak pada efektivitas penerapan manajemen risiko.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 04/SE/M/2021
Tahun 2021 tentang Pedoman Penerapan Manajemen Risiko di Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat

2. Surat Inspektur Jenderal Kementerian PUPR Nomor: PW 0204-Ij/1686 perihal Penyampaian


Pedoman Evaluasi Tingkat Efektivitas Penerapan Manajemen Risiko

3. Pedoman Pembangunan Budaya Risiko, BPKP, 2019

4. Modul Pelatihan Membangun Budaya Risiko, BPKP, 2023

5. Risk Culture – Resource for Practitioners, The Institute of Risk Management (IRM), 2012

6. Comcover Information Sheet: Developing a Positive Risk Culture, Comcover, 2016

7. Laporan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Kementerian PUPR Tahun 2022 dan 2023

25
i
Pusat Pengembangan Kompetensi Manajemen
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Jalan Sapta Taruna Raya No. 26 Komplek PU, Pasar Jumat Jakarta Selatan
Telpon. (021) 7511875

Judul Modul:
“Konsep Manajemen Risiko di Kementerian PUPR”

Tim Pengarah Substansi:


1. Ir. Moeh. Adam, MM
2. R.J. Catherine I. Sihombing, S.Sos, M.I.Kom

Penulis Modul:
Adinda Sutriani, S.H., M.Ak.

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya Modul
Konsep Manajemen Risiko di Kementerian PUPR sebagai materi substansi dalam Pelatihan
Manajemen Sumber Daya Manusia. Modul ini disusun untuk memenuhi kebutuhan PNS yang
menguasai kompetensi teknis sesuai bidang tugas.

Modul Konsep Manajemen Risiko di Kementerian PUPR disusun dalam 5 (lima) bab yang
terbagi atas Pendahuluan, Materi Pokok dan Penutup. Penyusunan modul yang sistematis
diharapkan mampu mempermudah peserta workshop dalam memahami pengembangan
kompetensi. Penekanan orientasi pembelajaran pada modul ini lebih menonjolkan partisipasi
aktif dari para peserta.

Akhirnya, ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada Tim Penyusun
dan Narasumber sehingga modul ini dapat diselesaikan dengan baik. Penyempurnaan maupun
perubahan modul di masa mendatang senantiasa terbuka dan dimungkinkan mengingat akan
perkembangan situasi, kebijakan dan peraturan yang terus menerus terjadi. Semoga Modul ini
dapat memberikan manfaat bagi peningkatan pemahaman PNS dalam penguasaan kompetensi
teknis sesuai bidang tugas

Jakarta, 25 September 2023


Kepala Pusat Pengembangan
Kompetensi Manajemen

Ir. Moeh. Adam, MM.


NIP. 196503031992031002

ii
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR ................................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii
DAFTAR INFORMASI VISUAL .................................................................................... v
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL ......................................................................... vi
DESKRIPSI ................................................................................................................................ vi
PERSYARATAN ......................................................................................................................... vi

BAB I....................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG .............................................................................................................1
1.2 DESKRIPSI SINGKAT ...........................................................................................................3
1.3 KEDUDUKAN MODUL DALAM PELATIHAN .......................................................................3
1.4 TUJUAN PEMBELAJARAN ..................................................................................................3
1.5 MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK .......................................................................4

BAB II...................................................................................................................... 5
TEORI MANAJEMEN RISIKO ..................................................................................... 5
2.1 DEFINISI DAN PRAKTIK MANAJEMEN RISIKO ...................................................................5
2.2 PENGATURAN MANAJEMEN RISIKO DI INDONESIA .........................................................8
2.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO ............................................8

BAB III................................................................................................................... 10
KONSEP MANAJEMEN RISIKO DI KEMENTERIAN PUPR .......................................... 10
3.1 DASAR HUKUM, URGENSI DAN AKSELERASI PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO .......... 10
3.2 DEFINISI DAN PENDEKATAN MANAJEMEN RISIKO........................................................ 15
3.3 PRINSIP MANAJEMEN RISIKO ........................................................................................ 10
3.4 KERANGKA MANAJEMEN RISIKO ................................................................................... 15
3.5 INFRASTRUKTUR MANAJEMEN RISIKO ......................................................................... 15

iii
BAB IV .................................................................................................................. 28
PENGENALAN RISIKO FRAUD/KORUPSI ................................................................ 28
4.1 TEORI DAN PENGERTIAN RISIKO KORUPSI ................................................................... 23
4.2 JENIS-JENIS KORUPSI ..................................................................................................... 29
4.3 PENCEGAHAN RISIKO KORUPSI ..................................................................................... 29

BAB V ................................................................................................................... 31
PENUTUP .............................................................................................................. 33
5.1 SIMPULAN...................................................................................................................... 33
5.2 TINDAK LANJUT ............................................................................................................. 34

GLOSARIUM .......................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 35

iv
DAFTAR INFORMASI VISUAL

DAFTAR GAMBAR
1. Three Line Models IIA .......................................................................................................6
2. Three Line Models di Indonesia .......................................................................................8
3. Akselerasi Penerapan SPIP dan MR ............................................................................... 12
4. Ilustrasi Risiko vs Masalah ............................................................................................. 13
5. Ilustrasi Hubungan Penyebab Risiko dan Dampak ........................................................ 13
4. Ilustrasi Hubungan Prinsip, Kerangka dan Proses MR................................................... 14
4. Triangle Fraud ................................................................................................................ 29

DAFTAR TABEL
1. Komponen Fraud Diamond ........................................................................................... 29
2. Daftar Jenis-Jenis Korupsi .............................................................................................. 30

v
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

DESKRIPSI

Modul Konsep Manajemen Risiko di Kementerian PUPR merupakan mata pelatihan yang
diberikan pada Pelatihan Manajemen Risiko yang diselenggarakan oleh Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian PUPR. Modul ini menjabarkan secara
detail dan informatif mengenai konsep Manajemen Risiko secara Umum dan Konsep
Manajemen Risiko yang diterapkan di Kementerian PUPR. Pemahaman setiap materi pada
modul tersebut diperlukan untuk memahami tujuan dan manfaat penerapan manajemen
risiko serta prinsip, kerangka dan infrastruktur yang pelru dibangun dalam rangka Penerapan
Manajemen Risiko. Setiap kegiatan belajar dilengkapi dengan latihan atau evaluasi yang
menjadi alat ukur tingkat penguasaan peserta pelatihan setelah mempelajari materi dalam
modul ini.

PERSYARATAN

Dalam mempelajari modul pembelajaran ini, peserta pelatihan diharapkan dapat


menyimak dengan seksama penjelasan dari pengajar, sehingga dapat memahami dengan baik
materi yang ada pada modul. Untuk menambah wawasan, peserta diharapkan dapat membaca
berbagai sumber lain yang relevan.

Petunjuk penggunaan modul ini dimaksudkan untuk mempermudah peserta pelatihan


dalam memahami materi yang berkaitan dengan manajemen risiko. Oleh karena itu, sebaiknya
peserta pelatihan memperhatikan petunjuk berikut ini:

1. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan ini, sampai anda mempunyai gambaran
kompetensi yang harus dicapai, dan ruang lingkup modul ini.

2. Baca dengan cermat bagian demi bagian, dan tandailah konsep/informasi pentingnya.

3. Segeralah membuat rangkuman tentang hal-hal esensial yang terkandung dalam modul.

4. Untuk meningkatkan pemahaman anda tentang isi modul ini, tangkaplah

vi
konsep/informasi penting yang ada dengan cara membuat pemetaan keterhubungan
antara informasi yang satu dengan informasi lainnya.

5. Untuk memperluas wawasan anda, bacalah sumber-sumber lain yang relevan baik berupa
kebijakan maupun subtansi bahan ajar dari media cetak maupun dari media elektronik.

6. Untuk mengetahui sampai sejauh mana pemahaman anda tentang isi modul ini, cobalah
untuk menjawab soal-soal latihan secara mandiri.

7. Apabila ada hal-hal yang kurang dipahami, diskusikanlah dengan teman sejawat atau
dicatat untuk bahan diskusi pada saat tutorial.

8. Peserta membaca dengan seksama setiap sub materi pokok dan bandingkan dengan
pengalaman anda yang alami di lapangan atau ditempat kerja.

9. Jawablah pertanyaan dan latihan, apabila belum dapat menjawab dengan sempurna,
hendaknya anda latihan mengulang kembali materi yang belum dikuasai.

10. Buatlah rangkuman, buatlah latihan dan diskusikan dengan sesama peserta untuk
memperdalam materi

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Undang-undang Perbendaharaan Negara Nomor 1 Tahun 2004 mengamanatkan Kepala


Pemerintahaan untuk mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di
lingkungan pemerintahan secara menyeluruh dalam rangka meningkatkan kinerja,
transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Sistem pengendalian intern
ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah (SPIP).

Dalam perkembangannya, penerapan SPIP masih menjadi salah satu amanat yang harus
dipenuhi dalam Peraturan Presiden Nomor 18 tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024. Penerapan SPIP dalam RPJMN 2020- 2024
lebih spesifik terkait unsur kedua SPIP yaitu penilaian risiko.

Dalam RPJMN 2020-2024 diamanatkan manajemen risiko harus dibangun dan


diimplementasikan secara memadai oleh Kementerian/Lembaga. Lebih lanjut lagi dalam
RPJMN 2020-2024 ditargetkan agar penerapan manajemen risiko yang diukur dengan
Manajemen Risiko Indeks (MRI) dapat mencapai level 3. Kementerian PUPR telah
melakukan beberapa perbaikan dalam rangka mematangkan penerapan SPIP dan
penerapan manajemen risiko khususnya. Pada tahun 2021 Kementerian PUPR telah
mengesahkan 2 (dua) pedoman dalam rangka penerapan Manajemen Risiko.

Pedoman yang pertama adalah Surat Edaran Menteri PUPR Nomor 04/SE/M/2021
tentang Pedoman Penerapan Manajemen Risiko di Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat. Surat Edaran ini menjadi pondasi dasar dalam penyelenggaraan
penerapan manajemen risiko. Surat Edaran ini menjadi pelengkap Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 20 tahun 2018 khususnya terkait unsur
penilaian risiko, dimana pelaksanaan unsur penilaian risiko menggunakan metode dan

1
format sesuai Surat Edaran Menteri PUPR Nomor 04/SE/M/2021. Pedoman yang kedua
adalah Surat Edaran Menteri PUPR Nomor 03/SE/M/2021 tentang Pedoman
Pendampingan Penerapan Manajemen Risiko di Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat. Pedoman pendampingan ini ditujukan untuk meningkatkan efektifitas
penerapan manajemen risiko.

Pada tahun 2021 terbit Peraturan Kepala BPKP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penilaian
Maturitas Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Terintegrasi pada
K/L/D. Dalam penilaian maturitas SPIP Terintegrasi ini terdapat penilaian terkait penerapan
manajemen risiko yang nantinya akan menghasilkan nilai Manajemen Risiko Indeks (MRI).
Hasil nilai MRI dari penilaian maturitas SPIP Terintegrasi ini yang nantinya akan digunakan
sebagai bukti pencapaian target MRI dalam RPJMN 2020-2024.

Berdasarkan hasil laporan BPKP Nomor PE.09.03/S-55/D1/03/2023 tanggal 26 Januari


2023 hal Laporan Hasil Evaluasi atas Penjaminan Kualitas atas Penilaian Mandiri Maturitas
SPIP Terintegrasi Tahun 2022 pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,
nilai untuk Manajemen Risiko Indeks (MRI) adalah 3,960 (skala 1-5). Meskipun berdasarkan
nilai telah dapat dapat memenuhi target RPJMN, namun berdasarkan hasil evaluasi BPKP
terhadap penerapan manajemen risiko di Kementerian PUPR masih terdapat Area Of
Improvement (AOI) yang perlu di tindak lanjuti sebagai berikut:

1. Baru sebagian pengambilan keputusan operasional unit kerja telah


mempertimbangkan risiko dan belum seluruh keputusan baik operasional maupun
strategis telah mempertimbangkan risiko. Diharapkan kedepannya dalam
pengambilan keputusan baik operasional maupun strategis dilakukan dengan
mempertimbangkan risiko dan didokumentasikan secara memadai.
2. Dalam mengidentifikasi risiko, proses manajemen risiko belum menjadi pertimbangan
dalam proses perencanaan strategis. Diharapkan kedepannya Proses perencanaan
strategis agar dilakukan dengan mempertimbangkan faktor risiko.

2
Dalam rangka menindaklanjuti hasil evaluasi BPKP diatas, diperlukan peningkatan dalam
pemahamaman akan prinsip, kerangkan dan infrastruktur yang ideal dalam rangka
penerapan manajemen risiko .

1.2 Deskripsi Singkat

Modul ini berjudul Konsep Manajemen Risiko di Kementerian PUPR. Materi yang
disampaikan dalam modul ini dimaksudkan sebagai acuan dalam penyampaian
pemahaman tentang peran dan fungsi manajemen risiko terkait pengambilan keputusan
dalam rangka pencapaian target Sasaran Strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat. Secara garis besar, modul ini menjelaskan tentang teori manajemen
risiko, khususnya terkait penetapan ruang lingkup dan konteks manajemen risiko.
Pentingnya ketepatan penetapan konteks dan pemilihan kegiatan utama yang rentan risiko.
Serta pentingnya komitmen pimpinan dalam penerapan manajemen risiko untuk mencapai
target Sasaran Strategis.

1.3 Kedudukan Modul Dalam Pelatihan

Modul ini merupakan bagian tidak terpisahkan dari kurikulum pelatihan Manajemen
Risiko. Kedudukan modul ini dalam kurikulum pelatihan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Konsep Manajemen Risiko
2. Proses Manajemen Risiko
3. Budaya Manajemen Risiko

1.4 Tujuan Pembelajaran

Hasil Belajar
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan memahami konsep manajemen
risiko di Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat yang mencakup, prinsip,
kerangka dan infrastruktur manajemen risiko serta pentingnya mengidentifikasi risiko
korupsi.
Indikator Hasil Belajar

3
Setelah pembelajaran peserta dapat:

a. Memahami Prinsip dan Kerangka yang diperlukan sebagai pondasi Pembangunan


manajemen risiko;

b. Memahami infrastruktur yang diperlukan dalam membangun manajemen risiko;dan

c. Memahami pentingnya melakukan penilaian risiko korupsi.

1.5 Materi Pokok Dan Sub Materi Pokok

Materi pokok yang terdapat pada modul ini meliputi:


1. Teori manajemen risko

Sub materi pokoknya mencakup Definisi dan Praktik Manajemen Risiko, Pengaturan
Manajemen Risiko di Indonesia, dan Tujuan serta Manfaat Penerapan Manajemen
Risiko.

2. Konsep Manajemen Risiko di Kementerian PUPR

Sub materi pokoknya mencakup Dasar Hukum, Urgensi dan Akselerasi Penerapan
Manajemen Risiko, Definisi dan Pendekatan Manajemen Risiko, Prinsip Manejemen
Risiko, Kerangka Manajemen Risiko, dan Infrastruktur Manajemen Risiko.

3. Corruption Risk Assesment

Sub materi pokoknya mencakup Teori dan Pengertian Risiko Korupsi, Jenis-Jenis
Korupsi dan Pencegahan Risiko Korupsi.

4
BAB II
TEORI MANAJEMEN RISIKO

2.1 Definisi dan Praktik Manajemen Risiko

Praktik manajemen risiko telah cukup lama diterapkan diberbagai negara, Australia dan
New Zealand telah memiliki pedoman manajemen risiko sejak tahun 2004 yang dikenal
dengan nama Australian/New Zealand Standard 4360:2004 Risk Management. Pada Tahun
2004 UK juga telah memiliki pedoman manajemen risiko yang dikenal dengan nama The
Orange Book, dimana didalam frameworknya terdapat risiko strategis entitas dan risiko
major projects.

Terkait penerapan manajemen risiko, di Amerika Serikat OMB (Office Management and
Budget) US memerintahkan instansi pemerintah federal untuk menerapkan ERM. Tahun
2014 Australia membuat pedoman bagi setiap entitas untuk menyusun sendiri framework
masing-masing dalam rangka menjalankan manajemen risiko (Commonwealth Risk
Management Policy). Pada Tahun 2017, Afrika Selatan memperkenalkan The Public Sector
Risk Management Framework yang mengacu kepada COSO ERM, ISO 31000 dan Orange
Book.

Mengacu pada ISO 31000 manajemen risiko diartikan sebagai berikut:


“set of activities and methods that is used to direct an organization and to control the many
risk than can affect its ability to achieve objectives”. (Cantino et al., 2016)

Menurut ERM COSO manajamen risiko diartikan sebagai berikut:

“Enterprise risk management is a process affected by an entity’s board of directors,


management and other personnel, applied in strategy setting and across the enterprise,
designed to identify potential events that may affect the entity, and manage risk to be
within its risk appetite, to provide reasonable assurance regarding the achievement of
entity objectives.”

Menurut AS/NZS 4360:2004, manajemen risiko diartikan sebagai berikut:

5
“The culture, processes and structures that are directed towards realizing potential
opportunities wishlist managing adverse effects”.

Terkait Model dalam rangka penerapan manajemen risiko dikenal The IIA’s Three Lines
Model yang banyak diadopsi oleh berbagai negara, salah satunya Indonesia. Berikut
gambaran The IIA’s Three Lines Model

Sumber: Bahan Ajar Overview MR Sektor Publik, BPKP

2.2 Pengaturan Manajemen Risiko di Indonesia

Praktik manajemen risiko di Indonesia telah dikenal cukup lama, dimulai pada tahun
2009 saat Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) menerbitkan Pedoman
Manajemen Risiko Berbasis Governance. Selanjutnya pada tahun 2019 Badan
Standarisasi Nasional (BSN) menerbitkan SNI 884-2019 tentang Manajemen Risiko-
Panduan implementasi SNI ISO 31000:2018 di sektor publik.

Kementerian Keuangan sebagai Kementerian yang pertama kali menerapkan manajemen


risiko dalam KMK 577/KMK.01/2019 mengartikan manajemen risiko sebagai proses
sistematis dan terstruktur yang didukung budaya sadar risiko untuk mengelola risiko

6
organisasi pada tingkat yang dapat diterima guna memberikan keyakinan yang memadai
dalam pencapaian sasaran organisasi, yang bertujuan untuk:

a. Meningkatkan kemungkinan pencapaian visi, misi, sasaran organisasi dan


peningkatan kinerja;dan

b. Melindungi dan meningkatkan nilai tambah organisasi.

Penerapan manajemen risiko di Indonesia sebenarnya sudah berlangsung cukup lama


namun pengaturannya masih terpisah-pisah, tematik, per masing-masing kegiatan, dan ada
yang bersifat sectoral maupun lintas sectoral. Seperti manajemen risiko bencana,
manajemen risiko keamanan pangan, covid 19, keselamatan kerja, sistem keuangan, dll.
Selain itu terdapat pengaturan manajemen risiko yang sifatnya lintas sectoral dan tidak
dapat dilakukan sendirian olen entitas K/L/BU.

Sehingga muncul usulan arah Perpres Manajemen Risiko, dimana terdapat 2 model
pengaturan Manajemen Risiko:

1. Dapat dilakukan oleh K/L/P/BU sendiri: entitas, kegiatan, tematik (organisasional-


sektoral)
2. Tidak dapat dilakukan oleh K/L/P/BU secara sendirian (lintas sectoral).

Dengan mempertimbangkan terdapat risiko yang bersifat lintas sectoral dan tidak dapat
diatasi sendiri oleh K/L/P/BU sendirian, pada tahun 2023 disahkan Peraturan Presiden
Nomor 39 Tahun 2023 tentang Manajemen Risiko Pembangunan Nasional. Peraturan
Presiden ini diusulkan berdasarkan pertimbangan sebagai berikut:

1. Perlu satu kesatuan tujuan apa yang ingin risikonya dikelola


2. Perlu kolaborasi formal untuk berbagi sumber daya dan tanggung jawab penangan
risiko
3. Perlu penegasan siapa yang menjadi second line dalam three lines model
4. Perlu IT untuk pengambilan keputusan terinformasi risiko yang cepat dan tepat

7
Struktur Manajemen Risiko di Indonesia juga mengadopsi Three Line Models, dengan
gambaran umum sebagai berikut:

Sumber: Bahan Ajar Overview MR Sektor Publik, BPKP

2.3 Tujuan dan Manfaat Penerapan Manajemen Risiko

Tujuan Penerapan Manajemen Risiko adalah:


1. Penciptaan dan perlindungan nilai untuk menghadapi peluang dan ancaman
terhadap ketercapaian sasaran dan peningkatan kinerja secara
berkesinambungan.
2. Mengidentifikasi dan mengelola risiko di lingkungan organisasi dan
meminimalkan dampak yang ditimbulkan.
3. Melindungi manajemen dan pegawai organisasi dari risiko signifikan yang dapat
menghambat pencapaian tujuan organisasi.
4. Mengoptimalkan efektivitas, efisiensi, dan kepatuhan dalam penyelenggaraan
fungsi/program/kegiatan di lingkungan organisasi.

8
5. Menciptakan kesadaran dan kepedulian seluruh pegawai, manajemen, dan
semua pihak di lingkungan organisasi tentang pentingnya manajemen risiko.

Manfaat dari penerapan manajemen risiko, meliputi:


a. Membantu pencapaian tujuan
b. Meningkatkan kualitas kualitas perencanaan dan pencapaian kinerja
c. Meningkatkan mutu informasi dan kualitas pengambilan keputusan
d. Meningkatkan akuntabilitas dan tata kelola organisasi
e. Meningkatkan kepercayaan para pemangku kepentingan
f. Mendorong manajemen mengoptimalkan peluang dan bersikap proaktif
g. Mengurangi kejutan (surprise) dalam operasional organisasi
h. Meningkatkan ketahanan (resiliensi) organisasi

9
BAB III
KONSEP MANAJEMEN RISIKO DI KEMENTERIAN PUPR

3.1 Dasar Hukum

Dasar Hukum Penerapan Manajemen Risiko di Kementerian PUPR sebegai berikut:


1. Undang-Undang 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
2. PP 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
3. Peraturan Menteri PUPR Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan SPIP di
Kementerian PUPR
4. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2020-2024
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 23 Tahun 2020
tentang Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tahun
2020-2024
6. Surat Edaran Menteri PUPR Nomor 04 Tahun 2021 tentang Pedoman Penerapan
Manajemen Risiko di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
7. Surat Edaran Menteri PUPR Nomor 03 Tahun 2021 tentang Pedoman Pendampingan
Penerapan Manajemen Risiko di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
8. Surat Inspektur Jenderal tentang Pedoman Evaluasi Efektivitas Penerapan Manajemen
Risiko
9. Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2023 tentang Manajemen Risiko Pembangunan
Nasional.

3.2 Urgensi dan Akselerasi Penerapan Manajemen Risiko

Penerapan manajemen risiko di Kementerian PUPR dilandasi oleh arahan langsung Bapak
Menteri PUPR yang dituangkan dalam Memo Dinas Menteri PUPR Nomor 01/MD/M/2020
tanggal 29 Juni 2020 dan Memo Dinas Menteri PUPR Nomor 01/MD/M/2021 tanggal 8

10
Februari 2021, serta yang terbaru pada tahun 2022 Instruksi Menteri PUPR Nomor
04/IN/M/2022 tentang Penerapan 9 Strategi Pencegahan Penyimpangan (fraud)
Pengadaan Barang dan Jasa di Kementerian PUPR. Dalam 9 Strategi ini terdapat target
untuk Penerapan Manajemen Risiko dan Pengimplementasian Budaya Sadar Risiko.
Selain arahan langsung dari pimpinan kemeneterian, urgensi lain terkait penerapan
manajemen risiko adalah terdapat target RPJMN Tahun 2020-2024 terkait Indeks
Penerapan Manajemen Risiko. Dalam RPJMN ditargetkan Indeks Penerapan Manajemen
Risiko (Manajemen Risiko Indeks/MRI) berada pada level 3 dari skala 1 sd 5. Kementerian
PUPR telah melakukan beberapa perbaikan dalam rangka mematangkan penerapan SPIP
dan penerapan manajemen risiko khususnya.

Pada tahun 2021 Kementerian PUPR telah mengesahkan 2 (dua) pedoman dalam rangka
penerapan Manajemen Risiko. Pedoman yang pertama adalah Surat Edaran Menteri PUPR
Nomor 04/SE/M/2021 tentang Pedoman Penerapan Manajemen Risiko di Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Surat Edaran ini menjadi pondasi dasar dalam
penyelenggaraan penerapan manajemen risiko. Surat Edaran ini menjadi pelengkap
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 20 tahun 2018
khususnya terkait unsur penilaian risiko, dimana pelaksanaan unsur penilaian risiko
menggunakan metode dan format sesuai Surat Edaran Menteri PUPR Nomor
04/SE/M/2021. Pedoman yang kedua adalah Surat Edaran Menteri PUPR Nomor
03/SE/M/2021 tentang Pedoman Pendampingan Penerapan Manajemen Risiko di
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Pedoman pendampingan ini
ditujukan untuk meningkatkan efektifitas penerapan manajemen risiko.

Lebih detil terkait akselerasi penerapan manajemen risiko adapat dilihat pada gambar
berikut:

11
3.3 Definisi dan Pendekatan Manajemen Risiko

Menurut SE Menteri PUPR Nomor 04/SE/M/2021 tentang Pedoman Penerapan


Manajemen Risiko di Kementeriaan PUPR, risiko merupakan kemungkinan terjadinya suatu
peristiwa atau kejadian yang dapat menganggu pencapaian tujuan organisasi. Manajemen
Risiko adalah suatu proses mengidentifikasi, menilai, mengelola, dan mengendalikan
peristiwa atau situasi potensial untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian
tujuan organisasi.

Dalam ISO 31000:2018, risiko adalah efek dari ketidakpastian pada sasaran. Risiko
umumnya dinyatakan dengan mengacu kepada sumber risiko, potensi peristiwa,
konsekuensi, dan kemungkinan-kejadian. Manajemen risiko adalah aktivitas terkoordinasi
untuk mengarahkan dan mengendalikan organisasi dalam kaitannya dengan risiko.
Untuk mempermudah pemahaman terkait perbedaan pernyataan risiko dengan masalah
dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:

12
Sumber: CRMS Indonesia

Masalah merupakan peristiwa yang terjadi masa kini sebagai akibat keputusan masa lalu
yang memerlukan penanganan segera untuk mengatasi masalah tersebut. Sedangkan
Risiko merupakan kemungkinan peristiwa yang terjadi dimasa depan sebagai akibat
keputusan yang dilakukan saat ini untuk mencegah peristiwa tersebut terjadi.
Untuk melihat hubungan Risiko, penyebab, dan dampak dapat kita lihat pada gambar
berikut:

Sumber: Diadopsi dari ERM - SOAR – Gregory Monahan

Penyebab merupakan faktor-faktor yang mungkin dapat memicu terjadinya risiko. Kerika
risiko itu tidak dikendalikan akan memungkian risiko terjadi dan menimbulkan dampak.
Dalam manajemne risiko yang dikendalikan adalah kemungkinan dari terjadinya peristiwa
risiko yang bersumber dari penyebab hakiki, sehingga dalam manajemen risiko sangat
penting bagi kita untuk dapat menganalisis dan mencari penyebab hakiki agar dapat benar-

13
benar mengendalikan terjadinya peristiwa risiko yang dapat memberikan dampak pada
pencapaian tujuan.

Penerapan Manajemen Risiko dilandasi oleh prinsip manajemen risiko dan kerangka
manajemen risiko. Pendekatan Penerapan Manajemen Risiko yang diadopsi oleh
Kementerian PUPR tergambar dalam hubungan proses manajemen risiko, prinsip dan
kerangka yang diliustrasikan sebagai berikut:

Sumber: SNI ISO 31000:2018

3.4 Prinsip Manajemen Risiko

Prinsip manajemen risiko merupakan pondasi dalam penerapan Manajemen Risiko


yang bertujuan untuk menciptakan dan melindungi nilai organisasi. Prinsip
Manajemen Risiko di Kementerian PUPR sebagai berikut:

14
1. Terintegrasi

Manajemen risiko menjadi bagian integral dari semua aktivitas organisasi.

2. Terstruktur dan komprehensif

Pendekatan terstruktur dan komprehensif terhadap manajemen risiko berkontribusi


terhadap hasil yang konsisten dan terstruktur.

3. Disesuaikan

Proses manajemen risiko disesuaikan dan proporsional dengan konteks eksternal


dan internal organisasi yang berkaitan dengan sasarannya.

4. Inklusif

Pelibatan yang sesuai dan tepat waktu dari pemangku kepentingan yang
memungkinkan pengetahuan, pandangan, dan persepsi mereka untuk
dipertimbangkan. Hal ini menghasilkan peningkatan kesadaran dan manajemen
risiko terinformasi.

5. Dinamis

Manajemen risiko mengantisipasi, mendeteksi, mengakui, dan menanggapi


perubahan dan peristiwa tersebut secara sesuai dan tepat waktu.

6. Ketersediaan informasi terbaik

Manajemen risiko secara eksplisit memperhitungkan segala bahasan dan


ketidakpastian yang berkaitan dengan informasi dan harapan tersebut. Informasi
sebaiknya tepat waktu, jelas, dan tersedia bagi pemangku kepentingan yang relevan.

7. Faktor manusia dan budaya

Memperhitungkan faktor perilaku dan budaya manusia secara signifikan yang dapat
mempengaruhi semua aspek Manajemen Risiko pada semua tingkat dan tahap.

8. Perbaikan berkelanjutan

15
Manajemen risiko diperbaiki secara berkelanjutan melalui pengalaman.

3.5 Kerangka Manajemen Risiko

Kerangka kerja manajemen risiko dimaksudkan untuk membantu organisasi dalam


mengintegrasikan manajemen risiko ke dalam aktivitas dan fungsi organisasi.
Manajemen risiko dinilai efektif apabila terintegrasi ke dalam tata kelola organisasi,
termasuk dalam pengambilan keputusan.

Kerangka manajemen resiko terdiri atas:

a. Kepemimpinan dan komitmen


Penerapan manajemen risiko memerlukan komitmen Pemilik Risiko yang kuat
dan berkelanjutan. Untuk mencapai komitmen di semua tingkatan dilakukan:
1) penerapan semua komponen kerangka kerja dan disesuaikan dengan
karakteristik organisasi;
2) penerbitan pernyataan atau kebijakan yang menetapkan pendekatan, rencana,
atau arah tindakan manajemen risiko;
3) pengalokasian sumber daya untuk mengelola risiko;
4) penetapan kewenangan, tanggung jawab, dan akuntabilitas pada tingkat yang
diperlukan di dalam organisasi.

b. Integrasi
Integrasi manajemen risiko bergantung pada pemahaman terhadap struktur dan
konteks organisasi. Struktur disesuaikan dengan tujuan, sasaran, dan
kompleksitas organisasi. Risiko dikelola di semua bagian struktur organisasi dan
setiap orang dalam organisasi bertanggung jawab terhadap pengelolaan risiko.
Integrasi manajemen risiko ke dalam organisasi adalah proses yang dinamis dan
berulang, serta disesuaikan dengan kebutuhan dan budaya organisasi.

16
Manajemen risiko menjadi bagian dari, dan tidak terpisahkan dari, tujuan, tata
kelola, kepemimpinan dan komitmen, strategi, sasaran, dan operasi organisasi.

c. Desain
1) Pemahaman organisasi dan konteksnya
Dalam mendesain kerangka kerja pengelolaan risiko, konteks eksternal dan
internal organisasi harus diidentifikasi dan dipahami terlebih dahulu.
a) Konteks eksternal
Konteks eksternal merupakan situasi dari luar yang dapat mempengaruhi
cara organisasi dalam mengelola risiko. Konteks eksternal antara lain namun
tidak terbatas pada:
• Faktor sosial, budaya, politik, hukum, regulasi, keuangan, teknologi,
ekonomi, dan lingkungan, baik internasional, nasional, regional, maupun
lokal.
• Isu utama yang mempengaruhi sasaran organisasi.
• Hubungan, persepsi, nilai, kebutuhan, dan harapan pemangku
kepentingan eksternal.
b) Konteks internal
Konteks internal merupakan segala sesuatu dari dalam organisasi yang dapat
mempengaruhi cara organisasi dalam mengelola risiko. Konteks internal
antara lain namun tidak terbatas pada:
• Visi, misi, nilai, strategi, sasaran, kebijakan dan budaya organisasi;
• Tata Kelola dan struktur organisasi;
• Norma, standar, prosedur, dan kriteria organisasi.
2) Penegasan komitmen manajemen risiko
Pemilik Risiko menunjukkan dan menegaskan komitmen terhadap manajemen
risiko melalui kebijakan, pernyataan, atau bentuk lain yang secara jelas

17
menyampaikan sasaran dan komitmen organisasi terhadap manajemen risiko
secara berkelanjutan. Komitmen manajemen risiko meliputi:
• Tujuan pengelolaan risiko organisasi serta kaitan dengan sasaran dan
kebijakan;
• Integrasi manajemen risiko ke dalam nilai organisasi;
• Kepemimpinan dalam integrasi manajemen risiko ke dalam kegiatan
organisasi dan pengambilan keputusan;
• Kewenangan, tanggung jawab, dan akuntabilitas;
• Penyediaan sumber daya;
• Penanganan benturan kepentingan;
• Integrasi pengukuran dan pelaporan dalam indikator kinerja;
• Reviu dan perbaikan.
Komitmen penerapan manajemen risiko tersebut dikomunikasikan kepada
pegawai dan pemangku kepentingan terkait.
3) Penetapan peran, kewenangan, tanggung jawab, dan akuntabilitas organisasi.
Pemilik Risiko memastikan bahwa peran, kewenangan, tanggung jawab, dan
akuntabilitas dalam manajemen risiko telah ditetapkan dan dikomunikasikan
pada semua tingkat organisasi dengan menekankan bahwa manajemen risiko
adalah tanggung jawab utama dan mengidentifikasi individu sebagai pemilik
risiko.
4) Alokasi sumber daya
Pemilik Risiko memastikan alokasi sumber daya untuk pelaksanaan manajemen
risiko yang memadai, antara lain:
• Jumlah dan kompetensi pegawai,
• Proses dan metode untuk mengelola risiko;
• Pendokumentasian proses dan prosedur;
• Sistem informasi manajemen;

18
• Pengembangan profesional dan kebutuhan pelatihan.
Organisasi perlu mempertimbangkan kapabilitas dan keterbatasan sumber daya
yang ada.
5) Penyiapan komunikasi dan konsultasi
Unit Pengelola Risiko (UPR) menetapkan cara komunikasi dan konsultasi untuk
mendukung kerangka kerja dan memfasilitasi penerapan manajemen risiko yang
efektif. Komunikasi dilakukan untuk pembagian informasi dengan pihak internal
dan pihak yang berkepentingan. Konsultasi dilakukan untuk mendapatkan
umpan balik sebagai masukan pengambilan keputusan.
Komunikasi dan konsultasi sebaiknya dilakukan tepat waktu untuk memastikan
bahwa informasi yang relevan dikumpulkan, digabungkan, diolah, dan
dibagikan, serta adanya umpan balik untuk perbaikan.

d. Implementasi
Organisasi mengimplementasikan kerangka kerja manajemen risiko dengan:
1) mengembangkan rencana yang sesuai, termasuk waktu dan sumber daya;
2) mengidentifikasi di mana, kapan, bagaimana, dan oleh siapa keputusan
dibuat di seluruh organisasi;
3) memodifikasi proses pengambilan keputusan yang sesuai;
4) memastikan pengaturan organisasi dalam mengelola risiko dipahami dengan
jelas dan dilaksanakan.
Implementasi kerangka kerja dinilai berhasil apabila terdapat keterlibatan dan
kesadaran pemangku kepentingan. Hal ini memungkinkan organisasi untuk
mengatasi ketidakpastian di dalam pengambilan keputusan serta memastikan
risiko baru atau risiko lanjutan diperhitungkan ketika teridentifikasi.

e. Evaluasi

19
Untuk mengevaluasi efektivitas kerangka kerja manajemen risiko, Pemilik Risiko
sebaiknya:
1) Mengukur kinerja kerangka kerja manajemen risiko secara berkala terhadap
tujuan, rencana implementasi, indikator, dan perilaku yang diharapkan; dan
2) Menentukan apakah kerangka kerja manajemen risiko tetap sesuai untuk
mendukung pencapaian sasaran organisasi.

f. Perbaikan
1) Adaptasi
Organisasi sebaiknya secara berkelanjutan memantau dan mengadaptasi
kerangka kerja manajemen risiko untuk mengatasi perubahan eksternal dan
internal.
2) Perbaikan berkelanjutan
Organisasi secara berkelanjutan meningkatkan kesesuaian, kecukupan, dan
efektivitas kerangka kerja manajemen risiko, serta integrasi proses
manajemen risiko.
Penerapan kerangka kerja ini memastikan Pemilik Risiko secara berjenjang
menggunakan hasil evaluasi untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas
penerapan manajemen risiko.
Ketika teridentifikasi adanya kelemahan organisasi sebaiknya mengembangkan
rencana perbaikan dan menugaskan pihak yang bertanggung jawab untuk
mengimplementasikan rencana tersebut. Perbaikan yang dilakukan seharusnya
dapat berkontribusi dalam peningkatan manajemen risiko organisasi.

3.6 Infrastruktur Manajemen Risiko

20
Dalam rangka memastikan kesiapan penerapan manajemen risiko di organisasi, perlu
disiapkan pembangunan infrastruktur manajemen risiko. Mengacu pada SE Menteri PUPR
Nomor 04/SE/M/2021 tentang Pedoman Penerapan Manajemen Risiko di Kementeriaan
PUPR, Infrastruktur manajemen risiko adalah prasarana yang diperlukan untuk memulai
manajemen risiko yang mencakup:
1. Budaya Risiko
Pengembangan budaya sadar risiko dilaksanakan sesuai dengan nilai-nilai Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk mencapai sasaran organisasi, yang
diwujudkan dalam bentuk:
a. komitmen pimpinan untuk mempertimbangkan risiko dalam setiap
pengambilan keputusan;
b. komunikasi yang berkelanjutan kepada seluruh jajaran organisasi mengenai
pentingnya manajemen risiko baik yang bersifat dari atas ke bawah maupun dari
bawah ke atas;
c. penghargaan terhadap organisasi dan/atau pegawai yang dapat mengelola
risiko dengan baik; dan
d. pengintegrasian manajemen risiko dalam proses bisnis organisasi.

Budaya Risiko dilaksanakan melalui tahapan:


a. Membangun kesadaran berbudaya risiko;
b. Manajemen perubahan budaya risiko organisasi; dan
c. Menyempurnakan budaya risiko organisasi.

Dalam rangka membangun budaya risiko dilakukan beberapa hal berikut:


a. Menyusun Road Map Penerapan Manajemen Risiko di Kementerian PUPR
oleh UPR Kementerian yang dikoordinasikan oleh Sekretariat Jenderal;
b. Membuat Komitmen Manajemen Risiko pada setiap tingkatan UPR.
Komitmen Manajemen Risiko sejalan dengan dokumen perencanaan pada

21
masing-masing UPR. Substansi minimum yang sebaiknya ada dalam
Komitmen Manajemen Risiko adalah:
1) Profil, sasaran, dan target kinerja UPR;
2) sasaran pelaksanaan proses manajemen risiko;
3) kegiatan proses manajemen risiko, metode/teknik asesmen risiko yang
digunakan dan keputusan penting;
4) jadwal pelaksanaan kegiatan;
5) sumber daya yang diperlukan;
6) evaluasi kinerja; dan
7) dokumentasi penerapan manajemen risiko.
Mengacu pada pedoman evaluasi Manajemen Risiko, Aspek yang perlu
dipertimbangkan terkait budaya risiko antara lain sebagai berikut:
a. Telah ditetapkannya aturan/kebijakan/roadmap dalam mengambil suatu
keputusan/kebijakan dengan mempertimbangkan risiko;
b. Implementasi aturan/kebijakan berbasis risiko telah ditunjukan dalam
pengambilan keputusan/kebijakan;
c. Komitmen Manajemen Risiko telah ditetapkan oleh Pimpinan UPR dengan
substansi minimum sesuai ketentuan pada Pedoman Penerapan Manajemen
Risiko.
d. Komunikasi berkala terkait pentingnya Manajemen Risiko di lingkungan UPR dan
dengan tingkat UPR di atasnya/di bawahnya;
e. Telah ditetapkannya aturan/kebijakan terkait mekanisme pemberian
penghargaan terhadap organisasi dan/atau pegawai yang dapat mengelola
risiko dengan baik;
f. Implementasi aturan/kebijakan pemberian penghargaan terhadap organisasi
dan/atau pegawai yang dapat mengelola risiko dengan baik;
g. Perencanaan kegiatan organisasi telah memperhatikan profil risiko yang telah
dibuat;

22
h. Pelaksanaan proses bisnis organisasi telah mempertimbangkan risiko dan
pengendalian.
2. Struktur Manajemen Risiko
Struktur manajemen risiko terdiri dari Unit Pemilik Risiko (UPR), Unit Kepatuhan
Intern dan Inspektorat Jenderal.
a. UPR, terdiri dari:
1) UPR Kementerian
Pemilik risiko adalah Menteri dan pengelola risiko Sekretariat Jenderal.
2) UPR-T1 (Unit Organisasi/Eselon 1)
Pemilik risiko Pejabat Pimpinan Tinggi Madya Unit Organisasi dan
pengelola risiko Sekretaris Unit Organisasi.
3) UPR-T2 (Unit Kerja Eselon II atau Unit Pelaksana Teknis setingkat Eselon
II/Eselon III).
Pemilik risiko Pejabat Pimpinan Tinggi Madya Unit Organisasi dan
pengelola risiko Sekretaris Unit Organisasi.
4) UPR-T3 (Satuan Kerja dibawah Unit Pelaksana Teknis)
Pemilik dan Pengelola Risiko adalah Kepala Satuan Kerja.

Tugas dan tanggung jawab UPR meliputi:


1) Menetapkan register risiko dan rencana respon berdasarkan sasaran
organisasi;
2) Melaksanakan, memantau, dan mereviu penerapan Manajemen
Risiko;
3) Menyusun Laporan Penerapan Manajemen Risiko dan
menyampaikan secara berjenjang kepada pimpinan tingkat lebih
tinggi dengan tembusan kepada UKI dan Inspektorat Jenderal;
4) Mengintegrasikan manajemen risiko ke dalam pencapaian kinerja
dengan menetapkan dan mendelegasikan pelaksanaan respon;

23
5) Melakukan monitoring dan evaluasi atas efektivitas penerapan
Manajemen Risiko dalam lingkup unit kerja UPR yang bersangkutan;
dan
6) UPR - T1 dapat membentuk UKI UPT apabila diperlukan.

Tugas dan tanggung jawab Pengelola Risiko meliputi:


1) Menyusun konsep profil dan rencana respon berdasarkan sasaran
organisasi;
2) Menyusun konsep Laporan Penerapan Manajemen Risiko dan
menyampaikan kepada pimpinan UPR;
3) Membantu penyelarasan manajemen risiko unit dengan unit pada
level yang lebih tinggi, unit pada level yang lebih rendah, dan unit
terkait lainnya; dan
4) Mengkoordinasikan dan mengadministrasikan proses manajemen
risiko di unit tersebut.
b. UKI
Tugas dan tanggungjawab UKI meliputi:
1) Melaksanakan reviu atas kepatuhan penyusunan register risiko dan
rencana respon Risiko unit;
2) Melaksanakan reviu atas kepatuhan pelaksanaan rencana respon Risiko
unit;
3) Memantau tindak lanjut hasil reviu;
4) Melaksanakan pengembangan dan pembinaan terkait dengan
Manajemen Risiko di Unit Organisasi dan/atau UPT;
5) Melakukan evaluasi penerapan Manajemen Risiko di Unit Kerja dan UPT
(UPR-T2 dan UPR-T3), dan melaporkan secara periodik ke Inspektorat
Jenderal.
c. Inspektorat Jenderal

24
Tugas dan tanggung jawab Inspektorat Jenderal meliputi:
1) Melakukan pengawasan intern atas penerapan Manajemen Risiko pada
UPR;
2) Memantau dan mengevaluasi tindak lanjut hasil pengawasan atas
manajemen risiko;
3) Melakukan evaluasi penerapan Manajemen Risiko di tingkat
Kementerian PUPR (UPR Kementerian) dan tingkat Unit Organisasi (UPR-
T1), selanjutnya dalam hal dibutuhkan Inspektorat Jenderal dapat
melakukan evaluasi secara sampling ke tingkat Unit Kerja, UPT dan
Satker (UPR-T2 dan UPR T-3);
4) Menyusun pedoman evaluasi penerapan manajemen risiko tingkat UPR-
T1, T2, dan T3 ; dan
5) Melakukan dukungan pengembangan Manajemen Risiko.

Mengacu pada pedoman evaluasi Manajemen Risiko, Kriteria yang perlu


diperhatikan terkait Struktur Manajemen Risiko sebagai berikut:
a. Penetapan Pemilik dan Pengelola Risiko dilakukan pada awal periode penerapan
Manajemen Risiko;
b. Struktur dan pejabat yang ditetapkan sebagai Pemilik dan Pengelola Risiko
sesuai ketentuan pada Pedoman Penerapan Manajemen Risiko;
c. Tugas dan tanggung jawab Pemilik dan Pengelola Risiko telah diatur secara jelas
dan sesuai dengan ketentuan pada Pedoman Penerapan Manajemen Risiko;
d. Pemilik Risiko telah menetapkan mekanisme kerja intern dalam melaksanakan
pengelolaan risiko;
e. UPR telah didukung dengan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi di
bidang Manajemen Risiko;
f. Pemilik Risiko dan Pengelola Risiko telah mendapatkan pengembangan
kompetensi di bidang Manajemen Risiko. Kompetensi diwujudkan dengan

25
keikutsertaan dalam kegiatan seminar/sosialisasi/bimbingan teknis/pelatihan di
kantor sendiri terkait dengan Manajemen Risiko secara berkelanjutan.

3. Sistem Informasi Manajemen Risiko


Penggunaan sistem informasi diperlukan dalam rangka menjaga konsistensi
penerapan kebijakan manajemen risiko, menjaga kualitas data terkait risiko dan
efektivitas pelaporan.
Mengacu pada pedoman evaluasi Manajemen Risiko, Kriteria yang perlu
diperhatikan terkait sistem informasi manajemen risiko sebagai berikut:
a. Pengelolaan Manajemen Risiko telah menggunakan Sistem Informasi
terintegrasi tingkat Kementerian;
b. Sistem Informasi telah menyimpan dan menyajikan catatan kejadian
kerugian yang pernah terjadi baik pada tahun berjalan maupun tahun
sebelumnya (loss event
c. database), yang antara lain memuat tanggal pencatatan, uraian peristiwa,
waktu terjadinya, lokasi, sebab, dampak, rincian penanganan, dan kondisi
setelah penanganan;
d. Terdapat mekanisme verifikasi atas dokumentasi basis data pada aplikasi
untuk menjaga kualitas data yang digunakan dalam Manajemen Risiko.

4. Anggaran Manajemen Risiko


Anggaran diperlukan untuk memastikan manajemen risiko dalam dilaksanakan
dengan efektif. Seluruh lini yang terkait dengan Struktur Manajemen Risiko harus
mengalokasikan dan menyediakan anggaran.
Mengacu pada pedoman evaluasi Manajemen Risiko, Kriteria yang perlu
diperhatikan terkait anggaran manajemen risiko sebagai berikut:
a. Anggaran untuk Manajemen Risiko dialokasikan secara eksplisit dalam
DIPA/Rencana Kerja Anggaran;

26
b. Alokasi anggaran Manajemen Risiko telah memperhatikan analisis biaya dan
manfaat;
c. Pelaksanaan respon risiko yang telah direncanakan tidak terkendala
anggaran.

27
BAB IV
PENGENALAN RISKO FRAUD/KORUPSI

4.1 Teori dan Pengertian Risiko Korupsi

Menurut Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), Fraud merupakan perbuatan


yang dilakukan untuk mendapatkan keuntungan pribadi secara sengaja melalui
penyalahgunaan wewenang/jabatan atau pencurian sumber daya/aset milik organisasi.

ACFE (2014) mengklasifikasikan fraud menjadi tiga kategori yang dikenal dengan istilah
Fraud Tree, yaitu:

1. Corruption (korupsi),
2. Asset misappropriation (penyalahgunaan aset),
3. Fraudulent statement (pernyataan curang)

Menurut Institute of Internal Auditors (IIA), kecurangan adalah suatu tindakan penipuan
yang mencakup berbagai penyimpangan dan tindakan ilegal yang ditandai dengan
penipuan disengaja.

Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo.Undang-undang Nomor 20 Tahun


2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, korupsi adalah perbuatan setiap
orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara.

Terdapat beberapa teori terkait penyebab atau pemicu terjadinya fraud, salah satunya
adalah teori Triangle Fraud yang dikemukakan oleh Donald R. Cressey. Menurutnya Fraud
dipicu oleh tiga hal, yaitu:

1. Tekanan/pressure: adanya tekanan akan kebutuhan finansial ataupun gaya hidup

28
2. Kesempatan/Opportunity: adanya kesempatan karena kelemahan sistem yang
diketahui tidak akan membuat seseorang tertangkap;
3. Rasionalisasi/rationalization: adanya rasionalisasi sebagai akibat tertindas, tersakiti,
disingkirkan atau hal-hal lainnya yang dianggap tidak adil dari organisasi atau
pimpinan

Teori Fraud Triangle dikembangkan oleh David T. Wolfe and Dana R. Hermanson, dimana
menurut mereka selain ketiga hal dalam fraud triangle, terdapat elemen keempat yaitu
kapabilitas. Orang dengan kapabilitas yang mumpuni, tidak hanya sekedar melihat peluang
namun juga dapat menciptakan suatu kondisi yang menguntungkan bagi dirinya.

Risiko Korupsi merupakan Risiko yang berkaitan dengan perbuatan yang mengandung
unsur kesengajaan, niat, menguntungkan diri sendiri atau orang lain, penipuan,

29
penyembunyian atau penggelapan, dan penyalahgunaan kepercayaan yang bertujuan
untuk memperoleh keuntungan secara tidak sah yang berupa uang, barang/harta, jasa, dan
tidak membayar jasa, yang dilakukan oleh satu individu atau lebih di lingkungan organisasi.

Penilaian risiko korupsi melengkapi identifikasi risiko operasional yang telah dibuat
sebelumnya. Dengan melakukan penilaian risiko korupsi, unit kerja telah menerapkan salah
satu indikator kinerja wilayah bebas korupsi dan menjadi sarana deteksi dini bagi pimpinan.

4.2 Jenis-Jenis Korupsi dan Pencegahan Risiko Korupsi.

Jenis-jenis risiko mengacu pada UU No 20 tahun 2001 sebagaimana dijadikan acuan oleh
Pusat Edukasi Antikorupsi KPK), sebagai berikut:

No. Jenis Keterangan

1 Kerugian Keuangan Secara melawan hukum melakukan perbuatan


Negara memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi.
Pelakunya memiliki tujuan menguntungkan diri sendiri
serta menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau
sarana yang ada.
Contoh: Seorang pegawai pemerintah melakukan mark
up anggaran agar mendapatkan keuntungan dari selisih
harga tersebut.
2 Suap Menyuap Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Aparatur Sipil
Negara, penyelenggara negara, hakim, atau advokat
dengan maksud supaya berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu dalam jabatannya. Suap menyuap bisa
terjadi antarpegawai maupun pegawai dengan pihak luar.
Contoh: Suap antarpegawai untuk memudahkan kenaikan
pangkat atau jabatan, pihak swasta memberikan suap
kepada pegawai pemerintah agar dimenangkan dalam
proses tender
3 Penggelapan dalam Tindakan dengan sengaja menggelapkan uang atau surat
Jabatan/Penyalahgunaan berharga, atau melakukan pemalsuan buku-buku atau
Wewenang daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan
administrasi.
Contoh: penggelapan dalam jabatan, penegak hukum
merobek dan menghancurkan barang bukti suap untuk
melindungi pemberi suap

30
4 Pemerasan Pegawai negeri atau penyelenggara negara
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan
kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu,
membayar, atau menerima pembayaran dengan
potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya
sendiri.
Contoh: Pegawai itu memaksa masyarakat untuk
membayar di luar ketentuan resmi dengan ancaman
dokumen mereka tidak diurus
5 Perbuatan Curang Perbuatan curang dilakukan dengan sengaja untuk
kepentingan pribadi yang dapat membahayakan orang
lain.
Contoh: pemborong pada waktu membuat bangunan
atau penjual bahan bangunan melakukan perbuatan
curang yang membahayakan keamanan orang atau
barang.
6 Benturan Kepentingan Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung
dalam Pengadaan maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam
pemborongan, pengadaan atau persewaan padahal dia
ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
Contoh: pengadaan alat tulis kantor seorang pegawai
pemerintahan menyertakan
perusahaan keluarganya untuk proses tender dan
mengupayakan kemenangannya.
7 Gratifikasi Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila
berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan
dengan kewajiban tugasnya.
Contoh: seorang pengusaha memberikan hadiah mahal
kepada pejabat dengan harapan mendapatkan proyek
dari instansi pemerintahan. Jika tidak dilaporkan kepada
KPK, maka gratifikasi ini akan dianggap suap.

Pencegahan Risiko Korupsi antara lain dapat dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:

1. TETAPKAN. Tetapkan tujuan dari pencegahan korupsi. Pentingnya menetapkan


tujuan dari mengurangi dampak atau kemungkinan dari terjadinya fraud
2. IDENTIFIKASI. Identifikasi seluruh kejadian risiko fraud yang pernah
terjadi/berpotensi terjadi

31
3. PENGENDALIAN. Pengendalian penting untuk mengendalikan risiko yang mungkin
terjadi, dan mengurangi kemungkinan serta dampak yang ditimbulkan. Pahami
pengendalianyang telah ada dan apabila pengendalian dirasa masih kurang, maka
dilakukan inovasi atas pengendalian dan memastikan bahwa pengendalian dapat
mengurangi dampak serta kemungkinan terjadinya risiko
4. EVALUASI. Evaluasi penerapan pengendalian sebagai respon atas risiko. Evaluasi
dalam penerapan pengendalian apakan sudah cukup memadai atau tidak memadai.
Apabila pengendalian belum memadai maka dilakukan peningkatan atas
pengendalian dan evaluasi apakan terjadi kesalahan dalam mengidentifikasi risiko
5. KOLABORASI. Kolaborasikan hasil evaluasi dengan pihak-pihak yang memahami,
dan seluruh stakeholder.
6. ULANGI. Melakukan Manajemen Risiko secara berkala hingga menjadi budaya sadar
risiko fraud.

32
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan

Manajemen Risiko merupakan suatu proses melekat yang seharusnya selalu


ditambahkan pada setiap pelaksanaan kegiatan. Manajemen risiko yang mumpuni yang
diterapkan oleh Unit Pemilik Risiko (UPR) bisa menjadi tools yang efektif untuk menjaga
ketercapaian tujuan suatu organisasi.
Kementerian PUPR telah memiliki pedoman yang cukup komprehensif terkait
manajemen risiko, dimulai dari pedoman penerapan, pedoman pendampingan penerapan
sampai dengan pedoman evaluasi penerapan manajemen risiko. Dasar hukum yang cukup
mumpuni yang telah dimiliki oleh Kementerian PUPR dalam rangka penerapan manajemen
risiko, belum cukup apabila tidak didukung oleh implementasi yang konsisten, evaluasi yang
berkala dan melakukan perbaikan berkelanjutan berdasarkan hasil evaluasi yang telah
dilakukan.
Berdasarkan hasil evaluasi BPKP, terkait penerapan Manajemen Risiko masih terdapat
beberapa catatan :
1. Baru sebagian pengambilan keputusan operasional unit kerja telah mempertimbangkan
risiko dan belum seluruh keputusan baik operasional maupun strategis telah
mempertimbangkan risiko. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa dokumen
manajemen risiko belum sepenuhnya dijadikan bahan pertimbangan pengambilan
keputusan khususnya terkait target pencapaian sasaran strategis Kementerian.
2. Dokumen manajemen risiko belum menjadi pertimbangan dalam proses perencanaan
strategis. Tidak digunakannya dokumen manajemen risiko dalam proses perencanaan
akan mengakibatkan dokumen dan proses manajemen risiko dirasakan sebagai bagian
yang terpisah dari pelaksanaan dan belum dapat dirasakan manfaatnya lebih lanjut.
Pada akhirnya, untuk mengatasi kendala diatas keterlibatan pimpinan dan komitmen
pimpinan dalam penerapan proses manajemen risiko menjadi hal utama. Keterlibatan

33
pimpinan yang aktif dan komitmen yang kuat terhadap penerapan manajemen risiko pada
akhirnya akan membantu organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan dengan lebih
efektif dan efisien. Selain itu peningkatan kapabilitas SDM dalam rangka penerapan
manajemen risiko juga merupakan unsur yang harus dilaksanakan untuk memastikan
kualitas dari implementasi yang dijalankan dan dokumen manajemen risiko yang disusun.

5.2 Tindak Lanjut

Peserta pelatihan, diharapkan dapat menindaklanjuti dengan melakukan hal-hal sebagai


berikut:
1. Meningkatkan keterlibatan pimpinan antara lain dalam bentuk menggunakan dokumen
manajemen risiko dalam pengambilan keputusan dan menggunakan dokumen
manajemen risiko sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunaan perencanaan.
2. Memastikan konsistensi implementasi dan data manajemen risiko.
3. Meningkatkan kapabilitas SDM terkait substansi manajemen risiko.
4. Menindaklanjuti hasil evaluasi manajemen risiko dan melakukan perbaikan secara
berkelanjutan.

34
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Nomor 1 Tentang Perbendaharaan Negara

PP 60 Tahun 2008 Tentang Pengendalian Intern Pemerintah

Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka


Menengah Nasional Tahun 2020-2024

Peraturan Menteri PUPR Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan SPIP di


Kementerian PUPR

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 23 Tahun 2020 tentang
Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tahun 2020-2024

Peraturan BPKP Nomor 05 Tahun 2021 tentang Penilaian Maturitas Penyenggaraan SPIP
Terintegrasi pada Kementerian/Lembaga/Pemda

Surat Edaran Menteri PUPR Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pedoman Penerapan Manajemen
Risiko di Kementerian PUPR

Surat Edaran Menteri PUPR Nomor 4 Tahun 2021 tentang Pedoman Penerapan Manajemen
Risiko di Kementerian PUPR

Laporan Kinerja Kementerian PUPR Tahun 2022

Laporan Penyelengaraan SPIP Kementerian PUPR Tahun 2022

Surat Inspektur Jenderal Kementerian PUPR tentang Pedoman Evaluasi Tingkat Efektivitas
Penerapan Manajemen Risiko

35
i
Pusat Pengembangan Kompetensi Manajemen
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Jl. Sapta Taruna Raya No. 26 Kompleks PUPR Pasar Jumat, Jakarta Selatan
Telepon: (021) 7511875

Judul Modul:
“PROSES MANAJEMEN RISIKO DI KEMENTERIAN PUPR”

Tim Pengarah Substansi:


1. Ir. Moeh. Adam, MM.
2. R.J Catherine Sihombing, S.Sos.,M.I.Kom

Penulis Modul:
Melly Septiani, S.E., M.T
R.A.Vesitara Kencanasari, S.Pd., M.Pd

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya Modul
Proses Manajemen Risiko sebagai materi substansi dalam Workshop Manajemen Risiko bagi
Pejabat Administrator. Modul ini disusun untuk memberikan pemahaman tentang Proses
Manajemen Risiko di Kementerian PUPR.

Modul Proses Manajemen Risiko di Kementerian PUPR disusun dalam 8 (delapan) bab yang
terbagi atas Pendahuluan; Komunikasi dan Konsultasi; Perumusan Lingkup, Konteks, dan
Kriteria; Penilaian Risiko; Respon Risiko; Pemantauan dan Tinjauan; Pencatatan dan Pelaporan;
dan Penutup. Penyusunan modul yang sistematis diharapkan mampu mempermudah peserta
pelatihan dalam memahami Proses Manajemen Risiko di Kementerian PUPR. Penekanan
orientasi pembelajaran pada modul ini lebih menonjolkan partisipasi aktif dari para peserta.

Akhirnya, ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada Tim Penyusun
dan Narasumber sehingga modul ini dapat diselesaikan dengan baik. Penyempurnaan maupun
perubahan modul di masa mendatang senantiasa terbuka dan dimungkinkan mengingat akan
perkembangan situasi, kebijakan dan peraturan yang terus menerus terjadi. Semoga Modul ini
dapat memberikan manfaat bagi peningkatan pemahaman mengenai Proses Manajemen Risiko
di Kementerian PUPR.

Jakarta, 25 September 2023


Kepala Pusat Pengembangan
Kompetensi Manajemen

Ir. Moeh. Adam, MM.


NIP. 196503031992031002

iii
Daftar Isi
KATA PENGANTAR ..................................................................................................iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ iv
DASAR INFORMASI VISUAL......................................................................................vi
DESKRIPSI ........................................................................................................... vii
PERSYARATAN ............................................................................................................ vii
BAB I....................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ....................................................................................................... 2
B. Deskripsi Singkat .................................................................................................... 2
C. Tujuan Pembelajaran ............................................................................................. 3
D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok ..................................................................... 4
BAB II ............................................................................................................................... 5
KOMUNIKASI DAN KONSULTASI .................................................................................... 5
A. Komunikasi ........................................................................................................... 5
B. Rangkuman .......................................................................................................... 8
C. Evaluasi ................................................................................................................ 9
D. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ......................................................................... 10
BAB III ............................................................................................................................ 11
PERUMUSAN LINGKUP KONTEKS DAN KRITERIA .................................................... 11
A. Perumusan Ruang Lingkup................................................................................. 11
B. Perumusan Konteks Eksternal ........................................................................... 12
C. Menentukan Kriteria Risiko ............................................................................... 13
D. Rangkuman ........................................................................................................ 16
E. Evaluasi .............................................................................................................. 17
F. Umpan Balik dan Rencana Tindak ..................................................................... 18
BAB IV .................................................................................................................. 19
PENILAIAN RISIKO ................................................................................................. 19
A. Identifikasi Risiko ............................................................................................... 19
B. Analisis Risiko ..................................................................................................... 21
C. Evaluasi Risiko .................................................................................................... 33
D. Rangkuman ........................................................................................................ 33
E. Evaluasi .............................................................................................................. 33
F. Umpan Balik dan Rencana Tindak ..................................................................... 34
BAB V ................................................................................................................... 31
RESPON RISIKO ..................................................................................................... 31
A. Respon Risiko .................................................................................................... 31
B. Rangkuman ........................................................................................................ 33

iv
C. Evaluasi .............................................................................................................. 33
D. Umpan Balik dan Tindak Rencana ..................................................................... 34
BAB VI .................................................................................................................. 35
PEMANTAUAN DAN TINJAUAN .................................................................................... 35
A. Pemantauan dan Tinjauan ................................................................................. 35
B. Rangkuman ........................................................................................................ 38
C. Evaluasi .............................................................................................................. 38
D. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ......................................................................... 39
BAB VII ................................................................................................................. 40
PENCATATAN DAN PELAPORAN ............................................................................ 40
A. Pencatatan dan Pelaporan ................................................................................. 40
B. Penetapan Manajemen Risiko ........................................................................... 41
C. Rangkuman ........................................................................................................ 52
D. Evaluasi .............................................................................................................. 52
E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ......................................................................... 53
BAB VIII ................................................................................................................ 54
PENUTUP .............................................................................................................. 54
A. Simpulan ............................................................................................................ 54
B. Tindak Lanjut ...................................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 56

v
DAFTAR INFORMASI VISUAL

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses Manajemen Risiko berdasarkan ISO 31000 (2018) .......................................5
Gambar 4.1 Matriks Analisis Risiko ............................................................................................ 31
Gambar 7.1 Peta Risiko .............................................................................................................. 48

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kategori Risiko ............................................................................................................ 14


Tabel 3.2 Kategori Risiko ............................................................................................................ 14
Tabel 3.3 Komitmen Manajemen Risiko .................................................................................... 15
Tabel 4.1 Kriteria Level Kemungkinan Risiko ............................................................................. 22
Tabel 4.2 Dampak Keuangan Negara ......................................................................................... 25
Tabel 4.3 Kriteria Dampak Reputasi ........................................................................................... 26
Tabel 4.4 Dampak Hukum .......................................................................................................... 27
Tabel 4.5 Dampak Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja ......................................................... 29
Tabel 4.6 Dampak Gangguan Layanan Organisasi ..................................................................... 29
Tabel 4.7 Dampak Penurunan Kinerja ........................................................................................ 30
Tabel 4.8 Level Risiko ................................................................................................................. 32
Tabel 7.1 Penerapan Manajemen Risiko .................................................................................... 41
Tabel 7.2 Sasaran Strategis......................................................................................................... 44
Tabel 7.3 Daftar Pemangku Kepentingan ................................................................................... 46
Tabel 7.4 Tujuan Pelaksanaan Manajemen Risiko ..................................................................... 47
Tabel 7.5 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan UPR ............................................................................. 48
Tabel 7.6 Pemantauan Inovasi Pengendalian ............................................................................ 49
Tabel 7.7 Tinjauan Atas Risiko Baru ........................................................................................... 50
Tabel 7.8 Daftar Pemantau Level Risiko ..................................................................................... 51

vi
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

DESKRIPSI

Modul Proses Manajemen Risiko adalah bagian dari Workshop Manajemen Risiko bagi
Pejabat Administrator yang diadakan oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Kementerian PUPR. Modul ini memberikan penjelasan rinci dan informatif tentang Proses
Manajemen Risiko di Kementerian PUPR. Pemahaman materi dalam modul ini sangat penting
untuk memahami, membangun, dan menganalisis Proses Manajemen Risiko dalam lingkungan
Kementerian PUPR, dengan tujuan mitigasi risiko yang mungkin terjadi. Setiap kegiatan belajar
dilengkapi dengan latihan atau evaluasi sebagai indikator tingkat penguasaan peserta setelah
mempelajari materi dalam modul ini.

PERSYARATAN

Dalam mempelajari modul pembelajaran ini, peserta pelatihan diharapkan dapat


menyimak dengan seksama penjelasan dari pengajar, sehingga dapat memahami dengan baik
materi yang ada pada modul. Untuk menambah wawasan, peserta diharapkan dapat membaca
berbagai sumber lain yang relevan.

Petunjuk penggunaan modul ini dimaksudkan untuk mempermudah peserta Workshop


dalam memahami materi yang berkaitan dengan Proses Manajemen Risiko. Oleh karena itu,
sebaiknya peserta Workshop memperhatikan petunjuk berikut ini:

1. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan ini, sampai anda mempunyai gambaran
kompetensi yang harus dicapai, dan ruang lingkup modul ini.

2. Baca dengan cermat bagian demi bagian, dan tandailah konsep/ informasi pentingnya.

3. Segeralah membuat rangkuman tentang hal-hal esensial yang terkandung dalam modul.

4. Untuk meningkatkan pemahaman anda tentang isi modul ini, tangkaplah konsep/
informasi penting yang ada dengan cara membuat pemetaan keterhubungan antara
informasi yang satu dengan informasi lainnya.

vii
5. Untuk memperluas wawasan anda, bacalah sumber-sumber lain yang relevan baik berupa
kebijakan maupun substansi bahan ajar dari media cetak maupun dari media elektronik.

6. Untuk mengetahui sampai sejauh mana pemahaman anda tentang isi modul ini, cobalah
untuk menjawab soal-soal latihan secara mandiri.

7. Apabila ada hal-hal yang kurang dipahami, diskusikanlah dengan teman sejawat atau
dicatat untuk bahan diskusi pada saat tutorial.

8. Peserta membaca dengan seksama setiap sub materi pokok dan bandingkan dengan
pengalaman anda yang alami di lapangan atau di tempat kerja.

9. Jawablah pertanyaan dan latihan, apabila belum dapat menjawab dengan sempurna,
hendaknya anda latihan mengulang kembali materi yang belum dikuasai.

10. Buatlah rangkuman, buatlah latihan dan diskusikan dengan sesama peserta untuk
memperdalam materi.

viii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kementerian PUPR sebagai salah satu kementerian strategis di pemerintahan memiliki peran
penting dalam memastikan penyediaan infrastruktur dan perumahan yang berkualitas dan
berkelanjutan bagi masyarakat. Sebagai bagian dari tugasnya, para pejabat administrator di
Kementerian PUPR bertanggung jawab atas perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
berbagai proyek infrastruktur dan perumahan yang melibatkan anggaran publik yang signifikan.
Pengelolaan proyek-proyek infrastruktur dan perumahan yang kompleks dan besar skala
memiliki potensi risiko yang tinggi. Risiko-risiko ini dapat berasal dari berbagai sumber, seperti
perubahan kebijakan, kondisi cuaca ekstrem, keterlambatan dalam pengadaan, masalah teknis,
dan konflik kepentingan. Jika risiko-risiko ini tidak dikelola dengan baik, dapat menyebabkan
keterlambatan proyek, melebihi anggaran, dan berdampak negatif pada kualitas hasil kerja.
Surat Edaran Menteri No. 04 Tahun 2021 tentang Pedoman Penerapan Manajemen Risiko di
Kementerian PUPR menyatakan bahwa salah satu pemilik risiko di Kementerian PUPR adalah
Eselon III (Pejabat Administrator). Oleh karena itu, para pejabat administrator di Kementerian
PUPR perlu memiliki pemahaman dan keterampilan dalam manajemen risiko yang efektif.
Mereka harus dapat mengidentifikasi risiko-risiko yang mungkin timbul selama siklus hidup
proyek, mengevaluasi dampaknya terhadap pencapaian tujuan proyek, dan mengembangkan
strategi pengelolaan risiko yang tepat.
Selain itu, penerapan manajemen risiko yang baik juga dapat membantu meningkatkan
akuntabilitas dan transparansi dalam penggunaan dana publik. Dengan mengenali risiko-risiko
potensial dan mengambil tindakan yang tepat untuk mengatasinya, pejabat administrator
dapat menunjukkan komitmen mereka dalam mengelola anggaran dengan efisien dan
bertanggung jawab.
Dengan melihat pentingnya manajemen risiko dalam pengelolaan proyek-proyek
infrastruktur dan perumahan di Kementerian PUPR, modul workshop tentang proses
manajemen risiko dihadirkan. Modul ini dirancang khusus untuk para pejabat administrator

1
agar dapat memahami konsep dan prinsip dasar manajemen risiko, mengidentifikasi dan
menganalisis risiko-risiko khusus yang relevan dengan konteks kementerian, serta
mengembangkan strategi pengelolaan risiko yang efektif.

B. DESKRIPSI SINGKAT

Mata pembelajaran ini merupakan bagian dari Workshop Manajemen Risiko bagi
Administrator yang didesain untuk memberikan pengetahuan teoritis tentang Proses
Manajemen Risiko terkait Komunikasi dan Konsultasi, Perumusan Lingkup, Konteks, dan
Kriteria; Penilaian Risiko; Respon Risiko; Pemantauan dan Tinjauan; serta Pencatatan dan
Pelaporan. Penyampaian materi dilakukan dengan metode ceramah atau talkshow atau diskusi
interaktif.

2
C. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Hasil Belajar : Setelah menyelesaikan mata pelatihan "Proses Manajemen Risiko di


Kementerian PUPR," peserta akan memiliki pemahaman komprehensif tentang konsep
dan penerapan Manajemen Risiko yang efektif dalam lingkungan Kementerian PUPR,
termasuk identifikasi, evaluasi, respons, dan pemantauan risiko untuk mendukung
kelancaran proyek dan kegiatan.
2. Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti proses pembelajaran peserta mampu:
1. Peserta mampu mengidentifikasi pihak-pihak yang terlibat dalam proses
Manajemen Risiko di Kementerian PUPR.
2. Peserta mampu merumuskan lingkup konteks organisasi di lingkungan
Kementerian PUPR yang relevan dengan proses Manajemen Risiko.
3. Peserta mampu mengidentifikasi risiko potensial yang mungkin muncul dalam
proyek atau kegiatan di Kementerian PUPR.
4. Peserta mampu merumuskan strategi respons yang sesuai dengan jenis risiko
yang dihadapi.
5. Peserta mampu menjelaskan pentingnya pemantauan berkala terhadap risiko
yang ada.
6. Peserta mampu menyusun laporan yang mencakup proses Manajemen Risiko,
hasil yang dicapai, dan langkah-langkah yang diambil.

3
D. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK

a) Materi Pokok I: Pendahuluan Proses Manajemen Risiko


b) Materi Pokok II: Komunikasi & Konsultasi
c) Materi Pokok III : Perumusan Ruang Lingkup, Konteks, & Kriteria Risiko
d) Materi Pokok IV: Penilaian Risiko
e) Materi Pokok V : Respon Risiko
f) Materi Pokok VI : Pemantauan & Tinjauan
g) Materi Pokok VII : Pencatatan & Pelaporan

4
BAB II
KOMUNIKASI DAN KONSULTASI

Indikator Hasil Belajar


Peserta mampu memahami pentingnya komunikasi dan konsultasi dalam proses
Manajemen Risiko

Pelaksanaan Manajemen Risiko perlu adanya proses Manajemen Risiko yang harus
dilakukan oleh seluruh pegawai di Kementerian PUPR yang merupakan bagian dari manajemen
secara keseluruhan dalam perencanaan strategis, kinerja, dan penganggaran. Berdasarkan SE
Menteri No. 04 Tahun 2021 tentang Pedoman Penerapan Manajemen Risiko, Proses
Manajemen Risiko terdiri dari Komunikasi dan Konsultasi; Perumusan Lingkup, Konteks, dan
Kriteria; Penilaian Risiko; Respon Risiko; Pemantauan dan Tinjauan; serta Pencatatan dan
Pelaporan.

Gambar 2.1 Proses Manajemen Risiko berdasarkan ISO 31000 (2018)

A. KOMUNIKASI DAN KONSULTASI

Komunikasi adalah pertukaran informasi antara lebih dari 1 (satu) pihak. Sementara itu
Konsultasi adalah komunikasi atau pertukaran pikiran untuk mendapatkan kesimpulan
(nasihat, saran, dan sebagainya) yang sebaik-baiknya. Komunikasi dan Konsultasi dalam

5
Manajemen Risiko sebagai proses timbal balik merupakan media dan tahap awal yang
dilakukan selama tahap proses Manajemen Risiko berlangsung. Komunikasi dan konsultasi
dilakukan baik eksternal maupun internal untuk memastikan bahwa semua pihak yang
terkait bertanggung jawab untuk menerapkan proses manajemen risiko dan stakeholder
memahami dasar pengambilan keputusan, dan alasan mengapa tindakan tertentu perlu
dilakukan. Beberapa upaya pendekatan terkait komunikasi dan konsultasi pada proses
Manajemen Risiko:

a. Membantu membangun konteks dengan tepat;


b. Memastikan bahwa kepentingan para stakeholder dipahami dan
dipertimbangkan;
c. Membantu memastikan bahwa risiko diidentifikasi secara memadai;
d. Menyatukan bidang keahlian yang berbeda untuk menganalisis risiko;
e. memastikan bahwa pandangan yang berbeda dipertimbangkan dengan tepat
ketika mendefinisikan kriteria risiko dan dalam mengevaluasi risiko;
f. Mengamankan dukungan dan dukungan untuk rencana perawatan;
g. meningkatkan perubahan manajemen yang tepat selama proses manajemen
risiko; dan
h. Mengembangkan rencana komunikasi dan konsultasi eksternal dan internal
dengan tepat.

Berikut ini merupakan contoh penerapan komunikasi dan konsultasi dalam proses
manajemen risiko:

a. Identifikasi Risiko: Komunikasi dan konsultasi yang terbuka dan berkelanjutan


memungkinkan para pihak terkait untuk bersama-sama mengidentifikasi potensi risiko
yang terkait dengan proyek atau kegiatan. Pencapaian kesepahaman tentang risiko-
risiko ini menjadi dasar untuk analisis lebih lanjut.
b. Analisis Risiko: Dalam fase analisis risiko, komunikasi dan konsultasi yang efektif
memungkinkan berbagi informasi dan data yang relevan sehingga setiap pemangku

6
kepentingan dapat memberikan masukan dan perspektif mereka. Hal ini membantu
dalam menilai tingkat keparahan dan kemungkinan terjadinya risiko secara objektif.
c. Respon Risiko: Proses komunikasi dan konsultasi yang terbuka memungkinkan para
pihak untuk berdiskusi tentang strategi pengelolaan risiko yang paling sesuai dan
efektif. Keputusan bersama dapat diambil untuk menentukan tindakan pencegahan
atau mitigasi yang tepat.
d. Monitoring dan Evaluasi: Selama pelaksanaan proyek atau kegiatan, komunikasi dan
konsultasi yang berkesinambungan memungkinkan pemantauan dan evaluasi risiko
secara berkala. Jika risiko berubah atau muncul risiko baru, informasi tersebut dapat
dengan cepat dikomunikasikan untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan.

Komunikasi dan konsultasi yang dilakukan dengan stakeholder merupakan hal yang
penting, hal ini dikarenakan stakeholder sebagai pemilik risiko yang membuat penilaian
tentang risiko berdasarkan persepsi risiko stakeholder. Persepsi tersebut dapat bervariasi
karena adanya perbedaan nilai, kebutuhan, asumsi, konsep dan kepedulian stakeholder.
Dikarenakan persepsi dari stakeholder yang memiliki dampak signifikan terhadap keputusan
yang diambil, maka persepsi tersebut harus diidentifikasi, dicatat, serta diperhitungkan
dalam proses pengambilan keputusan.

Selain itu, komunikasi dan konsultasi harus memfasilitasi pertukaran informasi yang
jujur, relevan, akurat, dan dapat dipahami, dengan mempertimbangkan aspek kerahasiaan
dan integritas pribadi. Berdasarkan SE Menteri PUPR No.04 Tahun 2021 tentang Pedoman
Penerapan Manajemen Risiko, Komunikasi dan Konsultasi yang dapat lakukan dalam unit
kerja adalah dengan dilaksanakannya :

a) Rapat berkala
Rapat berkala dilaksanakan secara periodik paling sedikit setiap triwulan,
dipimpin oleh Pemilik Risiko dan dihadiri oleh seluruh pejabat satu level
dibawah Pemilik Risiko. Dalam rapat berkala dibahas salah satunya adalah
monitoring dan reviu dari seluruh tahapan proses manajemen risiko.

7
b) Rapat incidental
Rapat insidental dilaksanakan sewaktu-waktu sesuai kebutuhan berdasarkan
arahan Pemilik Risiko atau kondisi mendesak terkait risiko.
c) Diskusi kelompok terarah
Diskusi kelompok terarah bertujuan untuk menggali dan menganalisis informasi
terkait risiko yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan suatu UPR. Dalam
diskusi ini dapat melibatkan pihak ahli terkait informasi yang dibutuhkan oleh
UPR.
d) Seminar/sosialisasi/workshop/bimbingan teknis
Kegiatan ini bertujuan untuk menyampaikan atau menyamakan pemahaman
antar seluruh Pemangku Kepentingan UPR.
e) Media Komunikasi lain
Seluruh media komunikasi lain yang disepakati dalam UPR.

Secara keseluruhan, komunikasi dan konsultasi merupakan pilar penting dalam proses
manajemen risiko di Kementerian PUPR. Dengan melibatkan stakeholder dan memastikan
aliran informasi yang terbuka, maka akan dapat memitigasi risiko yang mungkin muncul dalam
setiap proyek atau kegiatan yang dilaksanakan.

B. RANGKUMAN

Komunikasi dan konsultasi merupakan hal yang penting dalam Proses Manajemen Risiko.
Komunikasi dan konsultasi dilakukan sepanjang proses manajemen risiko, yang melibatkan
stakeholder dan aliran informasi terbuka guna memitigasi risiko. Proses komunikasi dan
konsultasi dapat dilakukan dengan metode seperti rapat berkala, diskusi kelompok, kegiatan
sosialisasi, media sosial, dan media komunikasi lainnya guna mengatasi risiko dan memastikan
keberhasilan atau pencapaian tujuan organisasi.

8
C. EVALUASI

1. Apa perbedaan antara komunikasi dan konsultasi dalam konteks Manajemen Risiko?
a. Komunikasi adalah proses timbal balik, sementara konsultasi hanya satu arah.
b. Komunikasi melibatkan pertukaran informasi, sementara konsultasi melibatkan
pertukaran pikiran untuk nasihat terbaik.
c. Komunikasi hanya melibatkan proses internal, sementara konsultasi melibatkan
proses eksternal.
d. Komunikasi dan konsultasi memiliki arti yang sama dalam Manajemen Risiko.

2. Mengapa komunikasi dan konsultasi dianggap penting dalam Manajemen Risiko?


a. Untuk memaksimalkan keuntungan finansial.
b. Agar semua pihak terlibat dapat berbicara tentang keuntungan mereka.
c. Memastikan pemangku kepentingan bertanggung jawab dan memahami dasar
pengambilan keputusan.
d. Agar risiko dapat sepenuhnya dihilangkan dari proyek atau kegiatan.

3. Apa manfaat dari proses komunikasi dan konsultasi dalam fase Identifikasi Risiko?
a. Memutuskan tindakan mitigasi yang tepat.
b. Menentukan target laba yang diinginkan.
c. Mengidentifikasi peluang bisnis baru.
d. Memungkinkan identifikasi potensi risiko yang terkait dengan proyek atau kegiatan.
Jawaban :
1. C
2. D
3. D

9
D. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT
Untuk mengetahui lebih detail tentang proses Manajemen Risiko, dapat mempelajari
lebih lanjut pada SE Menteri No.4/SE/M/2021 Tentang Pedoman Penerapan Manajemen
Risiko di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta ISO 31000 : 2018
Tentang Risk Management, Permen PANRB No.53 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis
Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja, dan Tata Cara Riviu atas Laporan Kinerja Instansi
Pemerintah, serta jurnal atau buku-buku yang berkaitan dengan Manajemen Risiko.

10
BAB III
PERUMUSAN LINGKUP KONTEKS DAN KRITERIA

Indikator Hasil Belajar


Peserta mampu merumuskan lingkup konteks dan kriteria risiko organisasi di
lingkungan Kementerian PUPR yang relevan dengan proses Manajemen Risiko.

Perumusan Ruang Lingkup, Konteks, dan Kriteria

Tujuan perumusan ruang lingkup, konteks, dan kriteria untuk menyesuaikan proses manajemen
risiko, mengaktifkan penilaian risiko yang efektif serta respon yang tepat. Lingkup, konteks, dan
kriteria melibatkan penentuan ruang lingkup proses, dan memahami konteks internal dan
eksternal.

A. Perumusan Ruang Lingkup

Dalam Manajemen Risiko, organisasi harus menetapkan ruang lingkup kegiatan


Manajemen Risikonya, dikarenakan proses Manajemen Risiko dapat diterapkan pada tingkat
yang berbeda misalnya: strategis, operasional, program, proyek, atau kegiatan lainnya. Maka
berdasarkan hal tersebut penting untuk memperjelas ruang lingkup yang dipertimbangkan,
tujuan yang relevan untuk dipertimbangkan dan keselarasannya dengan tujuan organisasi.
Ruang lingkup Manajemen Risiko sesuai dengan SE Menteri PUPR No.4 Tahun 2021 adalah
sebagai berikut:

1) Ruang lingkup Manajemen Risiko tingkat UPR Kementerian adalah Sasaran Strategis
(Impact) Kementerian PUPR.
2) Ruang lingkup Manajemen Risiko UPR-T1 adalah Sasaran Program (outcome) pada
tingkat Unit Organisasi.
3) Ruang lingkup Manajemen Risiko UPR-T2 merupakan Sasaran Kegiatan/ Output/
Indikator pada Unit Eselon II atau UPT.
4) Ruang lingkup Manajemen Risiko UPR-T3 merupakan sasaran ouput pada satuan kerja
di bawah UPT.

11
B. Perumusan Konteks Eksternal dan Internal

Konteks Eksternal mengacu pada faktor-faktor di luar organisasi yang mempengaruhi


lingkungan dimana organisasi beroperasi dan menghadapi risiko. Konteks eksternal ini
berperan penting dalam menentukan sumber-sumber risiko, mengidentifikasi risiko dan
merencanakan respon yang tepat terhadap risiko-risiko yang dihadapi oleh organisasi.

Memahami konteks eksternal adalah hal penting untuk memastikan bahwa tujuan dan
kepentingan eksternal stakeholder dapat dipertimbangkan ketika mengembangkan kriteria
risiko. Konteks eksternal tidak terbatas pada hal-hal berikut ini:

1) lingkungan sosial dan budaya, politik, hukum, peraturan, keuangan, teknologi,


ekonomi, alam, dan kompetitif, baik internasional, nasional, regional atau lokal;
2) Tren utama yang berdampak pada tujuan organisasi; dan
3) Hubungan dengan persepsi dan nilai-nilai stakeholder eksternal.

Sementara itu, Konteks Internal adalah segala sesuatu dalam organisasi yang dapat
mempengaruhi cara organisasi mengelola risiko yang perlu diselaraskan dengan budaya,
proses, struktur, dan strategi organisasi. Konteks internal perlu dilakukan dikarenakan :

1) Adanya Manajemen Risiko yang merupakan konteks tujuan organisasi;


2) Tujuan dan kriteria proyek
3) Proses dan aktivitas tertentu harus dipertimbangkan dengan mempertimbangkan
tujuan organisasi secara keseluruhan
4) Beberapa organisasi gagal mengenali peluang untuk mencapai sasaran strategis, proyek
atau bisnis mereka, yang kemudian mempengaruhi komitmen, kredibilitas,
kepercayaan, dan nilai organisasi yang berkelanjutan.

Berdasarkan SE Menteri PUPR No.4 Tahun 2021 penetapan konteks antara lain dapat
menggunakan Rencana Strategis, Rencana Kerja Tahunan, Struktur Organisasi, dan Tata
Kerja serta Dokumen Isian Pelaksanaan Anggaran. Kemudian dapat pula ditambahkan dari
kegiatan atau tindakan khusus yang dilaksanakan guna mencapai sasaran strategis yang
tercantum dalam perjanjian kinerja, program, kegiatan dan/ atau paket pekerjaan konstruksi

12
yang direncanakan atau dilaksanakan organisasi dengan mengidentifikasi kebutuhan
pemangku kepentingan terkait.

C. Menentukan Kriteria Risiko

Suatu organisasi harus menetapkan kriteria yang akan digunakan untuk mengevaluasi
mengenai signifikansi risiko. Kriteria tersebut harus mencerminkan nilai, tujuan, dan sumber
daya organisasi. Kriteria risiko merupakan parameter atau ukuran baik secara kuantitatif
maupun kualitatif yang berguna untuk menentukan level kemungkinan terjadinya risiko dan
level dampak atas suatu risiko. Kriteria risiko mencakup kriteria kemungkinan terjadinya
risiko dan kriteria level dampak risiko.

13
Berikut ini adalah kategori risiko di Kementerian PUPR:
Tabel 3.1 Kategori Risiko

Catatan: Untuk mengoptimalkan proses identifikasi risiko maka setiap unit harus

No Kategori Risiko Keterangan


1 Risiko Keuangan Berkaitan dengan kerangka penganggaran, penerimaan
negara bukan pajak, dan pengeluaran yang berkaitan
dengan kekayaan negara yang meliputi BMN, kekayaan
negara yang dipisahkan, investasi pemerintah, dan
kekayaan negara lainnya.
2 Risiko Reputasi Berkaitan dengan persepsi atau tingkat kepercayaan
pemangku kepentingan eksternal terhadap organisasi.
3 Risiko Fraud/ berkaitan dengan perbuatan yang mengandung unsur
Kecurangan kesengajaan, niat, menguntungkan diri sendiri atau
orang lain, penipuan, penyembunyian atau
penggelapan, dan penyalahgunaan kepercayaan yang
bertujuan untuk memperoleh keuntungan secara tidak
sah yang berupa uang, barang/harta, jasa, dan tidak
membayar jasa, yang dilakukan oleh satu individu atau
lebih di lingkungan organisasi.
4 Risiko Hukum berkaitan dengan tuntutan/gugatan hukum dan upaya
hukum
lainnya kepada organisasi atau jabatan
5 Risiko Kecelakaan berkaitan dengan cedera dan/atau gangguan kesehatan
Kerja baik fisik maupun mental yang dialami pegawai dalam
pelaksanaan tugas kedinasan
6 Risiko Layanan berkaitan dengan simpangan dari standar layanan yang
ditetapkan
7 Risiko Kinerja berkaitan dengan tidak tercapainya sasaran atau target
kinerja yang ditetapkan dalam kontrak kinerja atau
target kinerja lainnya

memenuhi syarat minimal jumlah kategori risiko yang diidentifikasi dengan rincian:

Tabel 3.2 Kategori Risiko

No UPR Jumlah Kriteria Risiko


1 UPR Kementerian 5 (lima)
2 UPR T-1 4 (empat)
3 UPR T-2 &7 UPR T-3 3 (tiga)

14
Berikut ini format perumusan lingkup, konteks, dan kriteria berdasarkan SE Menteri PUPR
No.4 Tahun 2021:

Komitmen Manajemen Risiko


Tabel 3.3 Komitmen Manajemen Risiko

Nama Konteks Kegiatan Utama (**) yang Tujuan


(Sasaran Indikator mendukung Capaian Kegiata
Tingkat* Strategis/Program/ Sasaran Indikator n
Kegiatan/Output) Strategis/Program/ Utama
Kegiatan/Output
UPR
Sasaran Strategis:
Kementeria
n
UPR-T1 Sasaran Program:

UPR-T2 Sasaran Kegiatan:

UPR-T3 Sasaran Output:

Kegiatan utama pada Tabel di atas diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
- UPR Kementerian:
Kegiatan utama terkait pencapaian sasaran strategis Kementerian. Kegiatan utama
ditentukan oleh Pimpinan UPR Kementerian melalui Focus Group Discussion (FGD)
bersama UPR T-1 atau Kegiatan utama pada Program yang telah dipilih oleh masing-
masing UPR T-1.
- UPR T-1 (Eselon I):
Kegiatan utama terkait pencapaian sasaran Program Eselon I sesuai Renstra.
Kegiatan utama ditentukan oleh Pimpinan UPR T-1 melalui Focus Group Discussion
(FGD) bersama UPR T-2.
- UPR T-2 (Eselon II):

15
Kegiatan utama terkait pencapaian sasaran kegiatan Unit Kerja sesuai Renstra.
Kegiatan utama ditentukan oleh pimpinan UPR T-2.
- UPR T-2 (UPT):
Seluruh aktivitas yang dikelola (output) tingkat UPT.
- UPR T-3 (Satker):
Seluruh aktivitas yang dikelola (output) tingkat Satker.

D. RANGKUMAN
Tujuan dari perumusan ruang lingkup, konteks, dan kriteria dalam Manajemen Risiko
adalah untuk menyesuaikan proses manajemen risiko, mengaktifkan penilaian risiko yang
efektif, serta merumuskan respon yang tepat terhadap risiko. Konsep ini melibatkan langkah-
langkah dalam menentukan ruang lingkup proses, memahami konteks internal dan eksternal
organisasi, serta menetapkan kriteria untuk mengevaluasi risiko.
Dalam Manajemen Risiko, organisasi perlu menetapkan ruang lingkup kegiatan
Manajemen Risiko sesuai dengan tingkatnya, seperti strategis, operasional, program, proyek,
atau kegiatan lainnya. Tujuan penting dari ini adalah untuk menjelaskan ruang lingkup yang
dipertimbangkan, tujuan yang relevan, dan keselarasannya dengan tujuan organisasi.
Contohnya, di Kementerian PUPR, ruang lingkup Manajemen Risiko terbagi menjadi beberapa
tingkat, seperti Sasaran Strategis untuk UPR Kementerian, Sasaran Program untuk UPR-T1, dan
seterusnya.
Konteks Eksternal mengacu pada faktor-faktor di luar organisasi yang mempengaruhi
lingkungan di mana organisasi beroperasi dan menghadapi risiko. Faktor ini sangat penting
dalam mengidentifikasi dan merencanakan respon terhadap risiko. Konteks eksternal
mencakup lingkungan sosial, budaya, politik, hukum, teknologi, dan lainnya yang dapat
mempengaruhi organisasi. Konteks Internal, di sisi lain, melibatkan aspek-aspek dalam
organisasi yang mempengaruhi cara organisasi mengelola risiko. Ini termasuk budaya, proses,
struktur, dan strategi organisasi.
Organisasi harus menetapkan kriteria yang akan digunakan untuk mengevaluasi
signifikansi risiko. Kriteria ini harus mencerminkan nilai, tujuan, dan sumber daya organisasi.

16
Kriteria risiko mencakup parameter atau ukuran baik secara kuantitatif maupun kualitatif yang
digunakan untuk menentukan level kemungkinan terjadinya risiko dan level dampak risiko.
Kriteria ini membantu organisasi dalam mengidentifikasi risiko yang paling penting dan
merencanakan respons yang tepat.
Selain itu, di Kementerian PUPR, terdapat kategori risiko yang mencakup Risiko
Keuangan, Risiko Reputasi, Risiko Fraud/Kecurangan, Risiko Hukum, Risiko Kecelakaan Kerja,
Risiko Layanan, dan Risiko Kinerja. Setiap unit diharuskan mengidentifikasi sejumlah minimum
kategori risiko sesuai dengan tingkatnya.

E. EVALUASI

1. Apa tujuan dari perumusan ruang lingkup, konteks, dan kriteria dalam Manajemen Risiko?
a. Menghilangkan semua risiko yang mungkin terjadi.
b. Menyesuaikan proses manajemen risiko dengan tujuan organisasi.
c. Menetapkan sumber daya yang dibutuhkan dalam proyek.
d. Menentukan target laba yang diinginkan.

2. Mengapa memahami konteks eksternal penting dalam Manajemen Risiko?


a. Konteks eksternal hanya mempengaruhi aspek finansial organisasi.
b. Konteks eksternal tidak memiliki dampak signifikan pada risiko.
c. Konteks eksternal mempengaruhi identifikasi risiko dan respon yang tepat.
d. Konteks eksternal hanya relevan dalam proses Manajemen Risiko strategis.

3. Apa yang dimaksud dengan kriteria risiko dalam Manajemen Risiko?


a. Rangkaian aktivitas untuk menghindari risiko.
b. Parameter atau ukuran untuk menilai signifikansi risiko.
c. Dokumen resmi yang menguraikan semua risiko yang mungkin terjadi.
d. Sekumpulan tindakan yang diambil untuk mengatasi risiko yang sudah muncul.

17
Jawaban :
1. B
2. C
3. B

F. UMPAN BALIK DAN RENCANA TINDAK

Untuk mengetahui lebih detail tentang proses Manajemen Risiko, dapat mempelajari
lebih lanjut pada SE Menteri No.4/SE/M/2021 Tentang Pedoman Penerapan Manajemen Risiko
di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta ISO 31000 : 2018 Tentang Risk
Management, Permen PANRB No.53 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja,
Pelaporan Kinerja, dan Tata Cara Riviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah, serta jurnal
atau buku-buku yang berkaitan dengan Manajemen Risiko.

18
BAB IV
PENILAIAN RISIKO

Indikator Hasil Belajar


Peserta mampu merumuskan penilaian risiko dalam proses Manajemen Risiko

Penilaian Risiko, dilakukan untuk menemukan, mengenali, dan menguraikan risiko yang dapat
membantu atau menghalangi organisasi dalam mencapai sasarannya. Penilaian risiko adalah
proses menyeluruh dari identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko.

A. IDENTIFIKASI RISIKO

Suatu organisasi harus mengidentifikasi sumber risiko, bidang dampak yang terkena
risiko, peristiwa (termasuk perubahan keadaan) dan penyebab serta konsekuensinya. Tujuan
dari identifikasi risiko adalah guna menemukan, mengenali, dan menggambarkan risiko yang
mungkin membantu atau mencegah organisasi mencapai tujuannya. Informasi yang relevan,
tepat, dan terkini penting dalam mengidentifikasi risiko. Berikut ini yang perlu diperhatikan
dalam mengidentifikasi risiko menurut SE Menteri PUPR No.04 Tahun 2021 tentang
Pedoman Penerapan Manajemen Risiko:
- Mencakup pernyataan risiko, penyebab, maupun dampak risiko, penyebab, maupun
dampak risiko.
- Memperhatikan risiko pada setiap tahapan kegiatan utama yaitu perencanaan,
pelaksanaan, dan pelaporan.
- Pelaksanaan kegiatan konstruksi agar memperhatikan risiko setiap tahapan
SIDLAMKOM (Survey, Investigation, Design, Land Acquistion, Construction, Operation,
and Maintenace).

Tahapan Identifikasi Risiko:

1) Identifikasi risiko dari UPR tingkat lebih tinggi relevan untuk ditetapkan sebagai risiko
sesuai tugas dan fungsi UPR yang bersangkutan (top down). Apabila sasaran organisasi
dan risiko UPR tingkat lebih tinggi relevan bagi UPR bersangkutan sesuai tugas dan

19
fungsinya, sasaran organisasi dan risiko UPR tingkat lebih tinggi ditetapkan dalam
register risiko UPR bersangkutan.
2) Identifikasi risiko berdasarkan organisasi UPR yang bersangkutan dengan
mengidentifikasikan kejadian, penyebab, dan dampak risiko yang merujuk antara lain:
● Laporan hasil pengawasan/ pemeriksaan internal, eksternal dan Aparat Penegak
Hukum yaitu berkaitan dengan informasi kerugian, pelanggaran, kegagalan, atau
kesalahan suatu organisasi.
● Laporan Loss Event Database (LED), yaitu dokumen yang berisi catatan kejadian
kerugian yang pernah terjadi di tahun berjalan maupun tahun sebelumnya
● Pendapat ahli, yaitu pandangan dari ahli terkait suatu risiko
● Data pembanding, yaitu data terkait risiko tertentu dari UPR atau organisasi lain
yang relevan
● Setiap sasaran Organisasi harus memiliki minimal 1 risiko
3) Identifikasi Risiko berdasarkan masukan atau register Risiko UPR level di bawahnya
(bottom-up). UPR dapat mengusulkan suatu risiko dinaikkan menjadi Risiko pada UPR
yang lebih tinggi apabila Risiko tersebut memerlukan koordinasi antar UPR selevel
atau tidak dapat ditangani oleh UPR tersebut.
● Pemilik risiko mengusulkan risiko yang akan dinaikkan kepada Pengelola UPR
yang lebih tinggi
● Pengelola UPR yang lebih tinggi menyampaikan analisis untuk pertimbangan
penetapan risiko tersebut oleh Pimpinan UPR
● Pemilik Risiko menetapkan diterima atau tidaknya usulan tersebut
4) Identifikasi Risiko terkait kegiatan atau paket pekerjaan konstruksi dilakukan sesuai
lingkup dan durasi pelaksanaan dengan mekanisme sebagai berikut:
● Dalam hal kegiatan berdurasi kurang dari 1 tahun, risiko diidentifikasi sesuai
rencana pelaksanaan dalam periode tersebut
● Dalam hal kegiatan berdurasi lebih dari 1 tahun, risiko diidentifikasi setiap
tahun sesuai rencana pelaksanaan tahunan

20
● Risiko atas kegiatan yang berdurasi paling sedikit 6 bulan dituangkan dalam
register risiko UPR
● Risiko yang berdurasi kurang dari 6 bulan tidak dituangkan dalam register risiko
UPR, namun harus tetap dikelola oleh unit pelaksanaan kegiatan terkait

B. ANALISIS RISIKO

Analisis risiko melibatkan pengembangan pemahaman tentang risiko yang kemudian


selanjutnya memberikan hasil untuk dievaluasi dan keputusan bagaimana menanggapi
risiko, serta memilih strategi dan metode perawatan risiko yang paling tepat. Analisis risiko
melibatkan pertimbangan penyebab dan sumber risiko, konsekuensi positif dan negatif,
serta kemungkinan harus diidentifikasi. Risiko dianalisis dengan menentukan konsekuensi
kemungkinannya, yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan.
Dalam Proses Manajemen Risiko, Analisis Risiko bertujuan untuk menentukan besaran
dan level risiko yaitu dengan cara menentukan level kemungkinan dan level dampak
terjadinya Risiko berdasarkan Kriteria Risiko, setelah mempertimbangkan keandalan
pengendalian yang ada, dengan tahapan sebagai berikut:
1. Menginventarisasi kegiatan pengendalian yang telah dilaksanakan/terpasang.
Uraian kegiatan pengendalian sebagai berikut:
a. Kegiatan pengendalian intern bertujuan menurunkan besaran risiko dan/
atau level risiko dalam rangka pencapaian sasaran organisasi.
b. Kegiatan pengendalian dapat berupa tata kelola, standar prosedur operasi,
reviu berjenjang, dan regulasi.
2. Menetapkan Kriteria Kemungkinan dan Dampak Risiko
a. Menetapkan Kriteria Kemungkinan terjadinya Risiko
1) Kriteria Kemungkinan terjadinya Risiko dapat menggunakan pendekatan
statistik, frekuensi kejadian per satuan waktu, atau dengan pendapat
ahli.
2) Kriteria Kemungkinan terjadinya Risiko dibedakan berdasarkan jenis
kejadian yaitu kejadian Risiko dengan toleransi rendah (low tolerance

21
event) dan kejadian Risiko yang lebih ditoleransi (non low tolerance
event), dengan uraian sebagai berikut:
• Kriteria Kemungkinan untuk risiko dengan toleransi rendah (low
tolerance event) digunakan untuk suatu kejadian yang memiliki
intensitas sangat rendah dalam rentang waktu lebih dari 1 (satu)
tahun pada satu UPR, misalnya: korupsi, krisis ekonomi/keuangan,
kecelakaan kerja yang berakibat fatal, bencana alam, dan kebakaran
gedung.
• Kriteria Kemungkinan untuk Risiko yang lebih ditoleransi (non low
tolerance event), menggunakan persentase (jumlah kemungkinan
dibagi dengan total aktivitas/ transaksi) apabila populasi dapat
ditentukan atau menggunakan jumlah frekuensi apabila populasi
tidak dapat ditentukan.
3. Kriteria level kemungkinan terjadinya risiko meliputi:
Tabel 4 1 Kriteria Level Kemungkinan Risiko

Kriteria Kemungkinan

Level Nilai Risiko yang lebih Risiko dengan toleransi


Kemungkinan ditoleransi rendah
Jumlah
Persentase
Frekuensi
Hampir tidak 1 x ≤ 1%; x < 2 kali ≤ 1 kejadian dalam lebih
terjadi dalam 1 dari 5 tahun terakhir
tahun

Jarang terjadi 2 1% < x ≤ 2 < x ≤ 5 kali 1 kejadian dalam


lebih dari 5 tahun
10%; dalam 1 tahun
terakhir
Kadang terjadi 3 10% < x ≤ 6 < x ≤ 9 kali 1 kejadian dalam
lebih dari 3 tahun
20%; dalam 1 tahun
terakhir

Sering terjadi 4 20% < x ≤ 10 < x ≤ 12 1 kejadian dalam


kali dalam lebih dari 2 tahun
50%;
1 tahun terakhir

22
Kriteria Kemungkinan

Level Nilai Risiko yang lebih Risiko dengan toleransi


Kemungkinan ditoleransi rendah
Jumlah
Persentase
Frekuensi
Hampir Pasti 5 x > 50%; x > 12 kali ≥ 1 kejadian
terjadi dalam 1 dalam lebih dari 1 tahun
tahun terakhir

4. Mengestimasi Level Kemungkinan Risiko


a. Estimasi Level Kemungkinan Risiko dilakukan dengan mengukur peluang
terjadinya Risiko dalam 1 (satu) tahun setelah mempertimbangkan kegiatan
pengendalian yang dilaksanakan dan berbagai faktor atau isu terkait Risiko
tersebut. Estimasi dilakukan berdasarkan analisis atas tren data Risiko yang
terjadi pada tahun sebelumnya.
b. Apabila Risiko yang diidentifikasi tidak memiliki data historis terkait frekuensi
kejadian Risiko pada tahun sebelumnya, maka estimasi Level Kemungkinan
Risiko dapat dilakukan dengan menggunakan metode lain sesuai prioritas urutan
sebagai berikut:
1) Teknik perkiraan (aproksimasi);
2) Mempertimbangkan pendapat ahli; atau
3) Konsensus pemilik risiko, pengelola risiko dan pimpinan UPR.

c. Level Kemungkinan Risiko ditentukan berdasarkan estimasi kemungkinan Risiko


sesuai kriteria kemungkinan Risiko.
d. Untuk Risiko atas kegiatan atau paket pekerjaan konstruksi, estimasi Level
Kemungkinan dilakukan sesuai ketentuan huruf a) hingga c) diatas disesuaikan
dengan periode pelaksanaaan kegiatan atau paket pekerjaan konstruksi, serta
memenuhi ketentuan berikut:
1) Dalam hal kegiatan atau paket pekerjaan konstruksi berdurasi 6 (enam)
hingga 12 (dua belas) bulan, maka estimasi Level Kemungkinan Risiko

23
dilakukan atas periode tersebut. Penentuan Level Kemungkinan Risiko
menggunakan kriteria kemungkinan secara proposional dengan ketentuan
dalam Surat Edaran ini.
Dalam hal kegiatan atau paket pekerjaan konstruksi berdurasi lebih dari 1
(satu) tahun (multi years), maka Level Kemungkinan Risiko diidentifikasi
dalam periode satu tahun.

Setelah menentukan level kriteria kemungkinan risiko, langkah selanjutnya adalah


menetapkan kriteria dampak risiko. Kriteria dampak risiko diklasifikasikan sesuai area dampak
dengan prioritas urutan. Berikut ini adalah area dampak risiko dari bobot yang tertinggi hingga
terendah:
1) Dampak Keuangan Negara
Berupa tambahan pengeluaran negara baik dalam bentuk uang dan setara uang, surat
berharga, kewajiban, dan barang, dan/ atau potensi kerugian/ kehilangan penerimaan
aset negara. Dampak pada keuangan negara berupa:

a) Tambahan pengeluaran negara baik dalam bentuk: uang dan setara uang, surat
berharga, kewajiban, dan barang; dan/atau
b) Potensi kerugian/kehilangan penerimaan dan aset negara.

Dampak Risiko beban keuangan negara mencakup:

a) Fraud (Kecurangan).
Pengukuran dampak Risiko berdasarkan angka mutlak sebagaimana dalam tabel
Kriteria Dampak; atau
b) Nonfraud (Bukan Kecurangan).
Beban keuangan non fraud dibedakan menjadi non fraud penerimaan atau
pembiayaan dan non fraud lainnya. Non fraud lainnya mencakup dampak atas
beban keuangan negara selain yang disebabkan dari potensi hilangnya
penerimaan atau beban atas pembiayaan. Pengukuran dampak Risiko

24
berdasarkan persentase terhadap total penerimaan, pembiayaan atau non
fraud lainnya seperti belanja/ aset yang dikelola oleh unit tersebut.

Tabel 4.2 Dampak Keuangan Negara


UPR
Dampak Nilai UPR T-1 UPR T-2 UPR T-3
Kementerian

Tidak 1 x ≤ 0,1% nilai penerimaan/pembiayaan yang dikelola,


Signifika
n atau
x ≤ 0,05% nilai belanja/aset/kegiatan lain yang dikelola
Minor 2 0,1% < x ≤ 0,5% nilai penerimaan/pembiayaan yang
dikelola, atau
0,05% < x ≤ 0,25% nilai belanja/aset/kegiatan lain yang
dikelola
Moderat 3 0,5% < x ≤ 1% nilai penerimaan/pembiayaan yang
dikelola, atau
0,25% < x ≤ 0,5% nilai belanja/aset/kegiatan lain yang
dikelola
Signifikan 4 1% < x ≤ 2% nilai penerimaan/pembiayaan yang
dikelola, atau
0,5% < x ≤ 1% nilai belanja/aset/kegiatan lain yang dikelola

Sangat 5 x > 2% nilai penerimaan/pembiayaan yang dikelola, atau


Signifika x > 1% nilai belanja/aset/kegiatan lain yang dikelola
n

2) Dampak Reputasi
Dampak risiko berupa citra/ nama baik/ wibawa Kementerian PUPR yang berpengaruh
pada tingkat kepercayaan Masyarakat. Berikut ini adalah Tabel kriteria Dampak Reputasi.

25
Tabel 4.3 Kriteria Dampak Reputasi

Dampak Nil UPR UPR T-1 UPR T-2 UPR T-3


ai Kementerian
Tidak 1 ● Jumlah keluhan secara lisan ● Jumlah keluhan secara
Signifikan (dapat didokumentasikan)/ lisan (dapat
tertulis ke organisasi ≤ 10 didokumentasikan)/
● Tingkat kepercayaan tertulis ke organisasi ≤ 3
stakeholder sangat baik ● Tingkat kepuasan
Tingkat kepuasan pengguna layanan 4,25
pengguna layanan 4,25 ≤ x ≤ x ≤ 5 (skala 5)
≤ 5 (skala 5)
Minor 2 ● Jumlah keluhan secara lisan ● Jumlah keluhan secara
(dapat didokumentasikan) / lisan (dapat
tertulis ke organisasi >10 didokumentasikan) /
● Tingkat tertulis ke organisasi 3 ≤
kepercayaan x<5
stakeholder baik ● Tingkat kepuasan
Tingkat kepuasan pengguna layanan 4 ≤ x
pengguna layanan 4 ≤ x < ≤ 4,25 (skala 5)
4,25 (skala 5)
Moderat 3 ● Pemberitaan negatif yang ● Jumlah keluhan secara
masif di media sosial yang lisan (dapat
bersumber dari bukan didokumentasikan) /
opinion leader Pemberitaan tertulis ke organisasi > 5
negatif di media massa lokal ● Tingkat kepuasan
● Tingkat pengguna layanan 3,75 ≤
kepercayaan x ≤ 4 (skala 5)
stakeholder sedang
Tingkat kepuasan
pengguna layanan
sebesar 3,75 ≤ x <
4 (skala 5)
Signifikan 4 ● Pemberitaan negatif yang ● Pemberitaan negatif di
masif di media sosial yang media massa lokal
bersumber dari opinion Pemberitaan negatif yang
leader masif di media sosial
Pemberitaan negatif ● Tingkat kepuasan
di media massa pengguna layanan
nasional sebesar 3,5 ≤ x < 3,75
● Tingkat kepercayaan (skala 5)
stakeholder rendah Tingkat
kepuasan pengguna layanan
sebesar 3,5 ≤ x < 3,75 (skala
5)

26
Dampak Nil UPR UPR T-1 UPR T-2 UPR T-3
ai Kementerian
Sangat 5 ● Tingkat kepercayaan ● Pemberitaan negatif
Signifikan stakeholder sangat rendah di media massa
Pemberitaan negatif di nasional dan
media massa internasional internasional
● Tingkat kepuasan ● Tingkat kepuasan
pengguna layanan < 3,5 pengguna layanan <
(skala 5) 3,5 (skala 5)

3) Dampak Hukum
Berupa sanksi pidana, perdata, dan/atau administratif Dampak Risiko berupa ancaman
hukuman yang dijatuhkan atas perkara di pengadilan baik menyangkut pegawai atau
organisasi.

Tabel 4.4 Dampak Hukum

Dampak Nilai UPR Kementerian UPR T-1 UPR T-2 UPR T-3
Perdata: ≤ 100juta Administratif:
Administratif: tergugat merupakan
tergugat merupakan Pejabat Eselon IV,
Pejabat Eselon III,IV, atau pejabat yang
Tidak dan/atau pejabat yang setara, pejabat
1
Signifikan setara, pejabat fungsional, dan
fungsional, dan pejabat fungsional
pejabat fungsional umum
umum
Perdata:100 juta < x ≤ Perdata: ≤ 100 juta
1M Administratif: Administratif:
Minor 2 tergugat merupakan tergugat merupakan
Pejabat Eselon II, atau Pejabat Eselon III atau
pejabat yang setara pejabat yang setara
Pidana: x ≤ 1 tahun Pidana: x ≤ 1 tahun Perdata: ≤ Administratif:
atau atau tersangka 100 juta tergugat
tersangka/terdakwa: /terdakwa: Pejabat Administratif: merupakan
Pejabat Eselon III, IV, Eselon IV, atau tergugat Pejabat
atau pejabat yang pejabat yang setara, merupakan Eselon IV,
setara, pejabat pejabat fungsional, Pejabat atau pejabat
fungsional, dan dan pejabat Eselon III,IV, yang setara,
Moderat 3
pejabat fungsional fungsional umum atau pejabat pejabat
umum. Perdata: 100 juta < x ≤ yang setara, fungsional,
Perdata: 1M< x < 10M 1M pejabat dan pejabat
Administratif: Administratif: fungsional, fungsional
tergugat merupakan tergugat merupakan dan pejabat umum
Pejabat Eselon I, atau Pejabat Eselon II, atau fungsional
pejabat yang setara pejabat yang setara umum

27
Dampak Nilai UPR Kementerian UPR T-1 UPR T-2 UPR T-3

Pidana: 1 < x ≤ 5 Pidana: 1 < x ≤ 2 Pidana: x ≤ 1 Pidana: x ≤ 1


tahun atau tahun atau tahun atau tahun atau
tersangka/terdakwa: tersangka/terdakwa: tersangka/ter tersangka/ter
Pejabat Eselon I, II Pejabat Eselon II, III dakwa: dakwa:
atau pejabat yang atau pejabat yang Pejabat Pejabat
setara setara Eselon III, IV, Eselon III, IV,
Perdata: 10M < x ≤ Perdata: 1M< x < 10M atau pejabat atau pejabat
100M Administratif: Administratif: yang setara, yang setara,
tergugat merupakan tergugat merupakan pejabat pejabat
Menteri Pejabat Eselon I, atau fungsional, fungsional,
pejabat yang setara dan pejabat dan pejabat
Signifikan 4
fungsional fungsional
umum. umum.
Perdata: 100 Perdata: ≤
juta< x < 1M 100 juta
Administratif: Administratif:
tergugat tergugat
merupakan merupakan
Pejabat Pejabat
Eselon II, atau Eselon III,
pejabat yang atau pejabat
setara yang setar
Pidana: x > 5 tahun Pidana: > 2 tahun atau Pidana: > 1 Pidana: > 1
atau tersangka/ tersangka/terdakwa: tahun atau tahun atau
terdakwa: Pejabat Eselon I atau tersangka/ter tersangka/ter
Menteri/Wakil pejabat yang setara dakwa: dakwa:
Sangat Menteri Perdata: > 10M Pejabat Pejabat
5
Signifikan Perdata: x > 100M Eselon II atau Eselon III atau
pejabat yang pejabat yang
setara setara
Perdata: > 1M Perdata: >
100 juta

4) Dampak Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja


Berupa kematian, cidera, dan/atau gangguan kesehatan fisik maupun mental yang
dialami pegawai dalam pelaksanaan tugas kedinasan.

28
Tabel 4.5 Dampak Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja
Dampak Nil UPR UPR T-1 UPR T-2 UPR T-3
ai Kementeria
n
Tidak 1 Ancaman fisik dan/atau psikis:
Signifikan
Minor 2 Gangguan kesehatan fisik ringan dan/atau Gangguan
kesehatan mental ringan;

Gangguan kesehatan fisik sedang (cedera tidak permanen)


Moderat 3 dan/atau Gangguan kesehatan mental sedang;

Gangguan kesehatan fisik berat (kelumpuhan/cacat


Signifikan 4 permanen) dan/atau Gangguan kesehatan mental
berat;
Sangat 5 Kematian;
Signifikan

5) Dampak Gangguan Layanan Organisasi


Berupa simpangan waktu layanan dari standar layanan seperti standar terkait waktu atau
kualitas layanan.

Tabel 4.6 Dampak Gangguan Layanan Organisasi

Dampak Nila UPR UPR T-1 UPR T-2 UPR T-3


i
Kementerian
Persentase rata-rata penyimpangan dari standar layanan

Tidak 1 x < 25% x < 15% x < 10% x < 5%


Signifikan
Minor 2 25% ≤ x ≤ 15% ≤x ≤ 10% ≤ x ≤ 5% ≤ x ≤
15%
50% 40% 25%

Moderat 3 50% < x ≤ 40% < x ≤ 25% < x ≤ 15% < x ≤


75% 65% 50% 35%
Signifikan 4 75% < x ≤ 65% < x ≤ 50% < x ≤ 35% < x ≤
90% 80% 65% 50%

Sangat 5 > 90% > 80% > 65% > 50%


Signifikan

29
6) Dampak Penurunan Kinerja
Berupa tidak tercapainya sasaran atau target kinerja ditetapkan dalam kontrak kinerja
atau target kinerja lainnya.

Tabel 4.7 Dampak Penurunan Kinerja

Dampak Nil UPR Kementerian UPR T-1 UPR T-2 UPR T-3
ai
Tidak Signifikan 1 x < 5% dari target kinerja

Minor 2 5% ≤ x ≤ 10% dari target kinerja

Moderat 3 10% < x ≤ 20% dari target kinerja

Signifikan 4 20% < x ≤ 25% dari target kinerja

Sangat Signifikan 5 > 25% dari target kinerja

Cara mengestimasi Level Dampak Risiko sebagai berikut:


1. Berdasarkan dampak risiko yang telah diidentifikasi pada tahap identifikasi risiko,
ditentukan area dampak yang relevan dan estimasi dampak dengan cara:
• Mengukur dampak apabila Risiko terjadi setelah mempertimbangkan kegiatan
pengendalian yang dilaksanakan, proyeksi, dan berbagai faktor atau isu terkait
Risiko tersebut; dan
• Menganalisa dampak berdasarkan data Risiko yang terjadi pada tahun sebelumnya
sebagimana dituangkan dalam Loss Event Database (LED).
2. Level Dampak Risiko ditentukan berdasarkan area dampak dan estimasi dampak sesuai
kriteria dampak Risiko
3. Untuk Risiko atas kegiatan atau paket pekerjaan konstruksi, estimasi Level Dampak Risiko
dilakukan sesuai ketentuan huruf 1) hingga 2) di atas.
Proses/tahapan analisis risiko yang dilakukan oleh Pengelola Risiko sebagai berikut:
1. Risiko yang melekat (Inherent Risk)
UPR mengestimasi level kemungkinan dan dampak risiko dengan mengukur peluang
terjadinya risiko dan mengukur potensi kerugian maksimal jika risiko terjadi. Estimasi
dilakukan tanpa mempertimbangkan kontrol/pengendalian yang ada.

30
2. Risiko setelah pengendalian (Controlled Risk)
UPR mengestimasi level kemungkinan dan dampak risiko dengan mengukur kemungkinan
terjadinya risiko dan dampak maksimal jika risiko terjadi mempertimbangkan
pengendalian yang ada (existing control). Jika pengendalian belum ada atau ada namun
dianggap tidak memadai, maka besaran level risiko yang melekat tidak dapat turun atau
dengan kata lain besaran level risiko setelah pengendalian yang ada sama dengan besaran
level risiko yang melekat.
3. UPR menentukan besaran level risiko berdasarkan urutan level risiko pada matriks
analisis risiko.

C. EVALUASI RISIKO

Evaluasi risiko dilakukan dengan menentukan prioritas risiko berdasarkan besaran level
risiko. Proses/ tahapan evaluasi risiko dijabarkan sebagai berikut:
1) UPR menyusun peta risiko yang memuat hasil penilaian risiko sesuai prioritas yang
dituangkan dalam matriks analisis risiko untuk menentukan besaran level risiko
berdasarkan urutan level risiko.

Gambar 4.1 Matriks Analisis Risiko

31
Dalam menyusun peta risiko memperhatikan level risiko sebagai berikut:

Tabel 4.8 Level Risiko

Level Risiko Besaran risiko Warna

Sangat Tinggi (5) 20 s.d 25 Merah

Tinggi (4) 16 s.d 19 Orange

Sedang (3) 11 s.d 15 Kuning

Rendah (2) 6 s.d 10 Hijau Muda

Sangat Rendah (1) 1 s.d 5 Hijau Tua

1) Dari peta risiko, pengelola risiko melakukan pemeringkatan terhadap besaran lebel
risiko dengan skor risiko tertinggi diletakkan di urutan awal.
2) UPR memilih risiko yang memiliki nilai di atas selera risiko untuk diprioritaskan dalam
rencana respon risiko
3) Prioritas risiko diperoleh dengan mengurutkan nilai dari besaran risiko. Kriteria
pengurutan besaran risiko:

● Prioritas risiko diurutkan berdasarkan besaran risiko


● Jika terdapat lebih dari satu risiko yang memiliki besaran risiko yang sama
maka ditentukan berdasarkan urutan area dampak risiko yang tertinggi.
● Jika terdapat lebih dari satu risiko yang memiliki besaran risiko dan area risiko
yang sama maka ditentukan berdasarkan prioritas kategori risiko.
● Jika terdapat lebih dari satu risiko yang memiliki besaran, area, dan kategori
risiko yang sama maka prioritas risiko ditentukan berdasarkan penilaian dan
keputusan pimpinan UPR.

32
D. RANGKUMAN

Penilaian risiko merupakan proses menyeluruh mulai dari identifikasi risiko, analisis
risiko, dan evaluasi risiko. Penilaian risiko dilakukan secara sistematis, berulang, dan kolaboratif,
berdasarkan pengetahuan dan pandangan pemangku kepentingan. Identifikasi risiko bertujuan
untuk menemukan, mengenali, dan menguraikan risiko yang dapat membantu atau
menghalangi organisasi dalam mencapai sasarannya. Sementara itu Analisis risiko bertujuan
untuk menentukan besaran dan level risiko yang dilaksanakan dengan cara menentukan level
kemungkinan dan level dampak terjadinya risiko berdasarkan kriteria risiko, setelah
mempertimbangkan kendala pengendalian yang ada.
Estimasi level kemungkinan risiko dilakukan dengan mengukur peluang terjadinya risiko
dalam 1 (satu) tahun. Apabila risiko yang diidentifikasi tidak memiliki data historis terkait
frekuensi kejadian, maka dapat digunakan metode Teknik perkiraan (aproksimasi),
mempertimbangkan pendapat ahli, atau konsesus pemilik risiko, pengelola risiko, dan pimpinan
UPR.
Selanjutnya adalah menetapkan kriteria dampak risiko yaitu terdiri dari dampak
keuangan negara, reputasi, hukum, kecelakaan dan penyakit akibat kerja, gangguan layanan
organisasi, penurunan kinerja. Tahapan terakhir dalam penilaian risiko adalah evalusi risiko
yang dilakukan dengan menentukan prioritas risiko berdasarkan besaran level risiko. Dalam
proses ini akan menentukan risiko mana saja yang membutuhkan prioritas. Hasil dari evaluasi
risiko adalah daftar prioritas risiko berdasarkan informasi yang telah diperoleh dari hasil
identifikasi risiko dan analisis risiko serta pertimbangan selera risiko.

E. EVALUASI

1. Yang dimaksud dengan identifikasi risiko "bottom-up" adalah …..


a. Identifikasi risiko dari UPR tingkat lebih tinggi.
b. Identifikasi risiko berdasarkan masukan dari risiko UPR level di bawahnya.
c. Identifikasi risiko dari UPR yang memiliki dampak paling tinggi.
d. Identifikasi risiko dengan metode statistik.

33
2. Tujuan utama dari tahap analisis risiko dalam manajemen risiko adalah….
a. Mengidentifikasi sumber risiko.
b. Menentukan prioritas risiko berdasarkan dampak.
c. Menemukan, mengenali, dan menggambarkan risiko.
d. Menilai tingkat keparahan dampak risiko.
3. Metode yang digunakan untuk mengestimasi level kemungkinan dan dampak risiko dalam
tahap analisis risiko adalah ….
a. Statistika risiko.
b. Pendapat ahli.
c. Konsensus penduduk
d. Perkiraan teknik.

Jawaban:
1. B
2. B
3. B

F. UMPAN BALIK DAN RENCANA TINDAK

Untuk mengetahui lebih detail tentang proses Manajemen Risiko, dapat mempelajari
lebih lanjut pada SE Menteri No.4/SE/M/2021 Tentang Pedoman Penerapan Manajemen
Risiko di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta ISO 31000 : 2018
Tentang Risk Management, Permen PANRB No.53 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis
Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja, dan Tata Cara Riviu atas Laporan Kinerja Instansi
Pemerintah, serta jurnal atau buku-buku yang berkaitan dengan Manajemen Risiko.

34
BAB V
RESPON RISIKO

Indikator Hasil Belajar


Peserta mampu strategi respons yang sesuai dengan jenis risiko yang dihadapi.

A. RESPON RISIKO
Respon risiko merujuk pada langkah-langkah atau tindakan yang diambil untuk menghadapi
atau menanggapi risiko yang telah diidentifikasi dalam suatu organisasi. Tujuan dari respon
risiko adalah mengurangi dampak negatif dari risiko atau memanfaatkan peluang yang muncul
sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Respon Risiko merupakan langkah selanjutnya
setelah Analisis Risiko, berikut ini adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam Respon
Risiko:

● Mengurangi kemungkinan terjadinya risiko. Opsi ini dipilih jika Pemilik Risiko mampu
mempengaruhi penyebab kejadian risiko.
● Mengurangi dampak risiko. Opsi ini dipilih jika pemilik risiko mampu mempengaruhi
dampak ketika risiko terjadi.
● Membagi risiko kepada Instansi/ Entitas lain. Opsi ini diambil dalam hal instansi/ entitas
memiliki kompetensi/ kemampuan menjalankan kegiatan dalam menangani risiko
tersebut; proses membagi risiko sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan disetujui oleh
tingkat UPR diatasnya.
● Menghindari risiko. Opsi ini diambil jika upaya penurunan risiko diluar kemampuan UPR;
kegiatan tidak dapat dilakukan/ dihentikan tidak menghambat pelaksanaan tugas serta
fungsi jabatan, dan disetujui oleh tingkat UPR diatasnya.
● Menerima risiko yaitu respon risiko dengan tidak melakukan apapun terhadap risiko pada
besaran/ level ririko yang dapat diterima. Opsi ini diambil apabila besaran/ level risiko
merupakan risiko utama; serta upaya penurunan diluar kemampuan pemilik risiko; dan
opsi ini disetujui atasan langsung Pemilik Risiko.

31
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dirumuskan tahapan respon risiko sebagai berikut:

1) Prioritas opsi respon risiko dipilih dengan dengan ketentukan urutan opsi respon risiko
seperti yang telah dijelaskan.
2) Respon risiko dapat merupakan kombinasi beberapa opsi. Pengelola risiko perlu
menjadwalkan pelaksanaan respon risiko dengan target waktu pelaksanaan realisasi
kegiatan pengendalian diprioritaskan terlebih dahulu terhadap risiko dengan level yang
lebih tinggi.
3) Selanjutnya maka akan menghasilkan risiko yang direspon, yang kemudian dimasukkan
kembali pada peta risiko.
4) Nilai risiko yang direspon diharapkan sesuai dengan selera risiko yang telah ditetapkan
atau di bawah garis toleransi.
5) Apabila nilai risiko masih berada di luar selera risiko/ di atas garis toleransi, maka risiko
tersebut harus dikomunikasikan dan dikonsultasikan kembali kepada tingkat UPR yang
lebih tinggi, guna mendapatkan persetujuan untuk merespon kembali risiko tersebut.

32
B. RANGKUMAN
Respon risiko adalah langkah yang diambil untuk menghadapi risiko dalam sebuah
organisasi. Tujuannya adalah mengurangi dampak negatif atau memanfaatkan peluang yang
muncul. Langkah-langkah respon risiko meliputi: Mengurangi kemungkinan terjadinya risiko jika
pemilik risiko dapat mengubah penyebabnya; Mengurangi dampak risiko jika pemilik risiko
dapat mempengaruhi dampaknya; Memindahkan risiko ke entitas lain jika memiliki
kompetensi, sesuai aturan, dan persetujuan yang tepat; Menghindari risiko jika di luar
kemampuan dan tidak menghambat tugas, dengan persetujuan atasan; Menerima risiko jika
besaran risiko utama dan di luar kemampuan mitigasi, dengan persetujuan atasan.

Tahapan respon risiko meliputi:


1. Prioritaskan opsi respon sesuai ketentuan.
2. Kombinasikan opsi respon jika diperlukan, dengan fokus pada risiko tinggi.
3. Hasilkan risiko yang direspon, masukkan ke peta risiko.
4. Nilai risiko yang direspon sesuai selera risiko atau di bawah toleransi.
5. Jika nilai risiko masih tinggi, konsultasikan ke tingkat UPR lebih tinggi.

C. EVALUASI

1. Tujuan dari respon risiko dalam sebuah organisasi adalah


a. Menemukan semua risiko yang ada.
b. Mengidentifikasi penyebab risiko.
c. Mengurangi dampak negatif risiko.
d. Membuat peta risiko.
2. Opsi "Menghindari risiko" dipilih sebagai respon risiko dipilih dengan kondisi….
a. Jika risiko tidak memiliki penyebab yang jelas.
b. Jika risiko memiliki dampak yang rendah.
c. Jika upaya penurunan risiko diluar kemampuan UPR.
d. Jika risiko dapat dikelola oleh instansi lain.

33
3. Yang harus dilakukan jika nilai risiko yang direspon masih di luar selera risiko atau di atas
garis toleransi adalah …..
a. Teruskan tanpa mengubah apa pun.
b. Komunikasikan dan konsultasikan kembali kepada tingkat UPR yang lebih tinggi.
c. Lakukan analisis risiko ulang.
d. Pilih opsi "Menerima risiko".

Jawaban :
1. C
2. C
3. B

D. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT

Untuk mengetahui lebih detail tentang Proses Manajemen Risiko, dapat mempelajari
lebih lanjut pada SE Menteri No.4/SE/M/2021 Tentang Pedoman Penerapan Manajemen
Risiko di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta ISO 31000 : 2018
Tentang Risk Management, Permen PANRB No.53 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis
Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja, dan Tata Cara Riviu atas Laporan Kinerja Instansi
Pemerintah, serta jurnal atau buku-buku yang berkaitan dengan Manajemen Risiko.

34
BAB VI
PEMANTAUAN DAN TINJAUAN

Indikator Hasil Belajar


Peserta mampu menjelaskan pentingnya pemantauan berkala terhadap risiko yang
ada.

A. Pemantauan dan Tinjauan

Pemantauan dan tinjauan merupakan bagian dari proses manajemen risiko dengan
melibatkan pemeriksaan dan pengawasan secara rutin. Proses pemantauan dan tinjauan
mencakup semua aspek dari proses manajemen risiko dengan tujuan:

1. Memastikan bahwa sistem berjalan efektif dan efisien baik dalam desain maupun
operasi;
2. Mendapatkan informasi lebih lanjut untuk meningkatkan penilaian risiko;
3. Menganalisis dan mempelajari hal dari berbagai peristiwa, perubahan, tren,
keberhasilan dan kegagalan;
4. Mendeteksi perubahan dalam konteks eksternal dan internal, termasuk perubahan
kriteria risiko dan risiko itu sendiri yang dapat memerlukan revisi perawatan risiko dan
prioritas; dan
5. Mengidentifikasi risiko yang muncul.

Berdasarkan SE Menteri PUPR No.04 tentang Pedoman Pelaksanaan Manajemen Risiko,


pada tahapan dan tinjauan ini berfungsi untuk memastikan apakah implementasi Manajemen
Risiko telah berjalan secara efektif sesuai dengan rencana, serta memberikan umpan balik bagi
penyempurnaan proses Manajemen Risiko.

Pemantauan, pengendalian, dan pengawasan ini dilakukan oleh UPR, UKI, dan Inspektorat
Jenderal, dengan jabaran sebagai berikut:

35
1. UPR
Pemantauan dilakukan UPR dilakukan minimal setiap triwulan, akan tetapi dapat
dilakukan setiap saat ataupun sesuai dengan kebutuhan (on going control) yang terdiri
atas:
a) UPR memastikan apakah respon risiko berjalan dengan baik tanpa hambatan
b) UPR melakukan pemantauan atas keterjadian risiko, mencari penyebab hakiki,
dan menaksir dampak terhadap risiko yang sudah diidentifikasi didalam register
risiko.
c) UPR melakukan tinjauan atas risiko baru atau masalah yang belum
teridentifikasi di dalam register risiko dilakukan penilaian risiko sebagai risiko
baru. Hasil tinjauan tersebut diusulkan kepada UKI untuk dilakukan verifikasi.
d) Setiap triwulan UPR melakukan penilaian efektivitas respon risiko atas seluruh
risiko yang teridentifikasi dengan cara:
• Menilai level risiko aktual yang diperoleh dari pemantauan terhadap
keterjadian risiko.
• Membandingkan besaran risiko aktual dengan harapan besaran risiko
yang direspon.
• Jika besaran risiko aktual lebih besar dari pada harapan besaran resiko
yang direspon terhadap level risiko berarti respon risiko tidak efektif
menurunkan level risiko atau respon risiko belum diimplementasikan,
sehingga UPR harus menambah/mengganti pengendalian untuk tahun
berikutnya atau mengimplementasikan kegiatan pengendalian yang
belum dijalankan.
• Jika besaran risiko aktual lebih kecil/sama dengan harapan besaran
risiko yang direspon terhadap level risiko berarti respon risiko telah
efektif menurunkan level risiko. Respon risiko yang telah diterapkan
menjadi pengendalian untuk proses analisis risiko periode berikutnya.
• Hasil penilaian efektivitas respon risiko dituangkan dalam Laporan
Penerapan Manajemen Risiko.

36
2. UKI
UKI melakukan pemantauan dan evaluasi atas penerapan Manajemen Risiko ditingkat
unit organisasi dan/ atau UPT, yang terdiri atas:
a) Verifikasi terhadap usulan UPR atas risiko baru atau masalah yang belum
teridentifikasi di dalam register risiko. Hasil verifikasi disampaikan kepada
pimpinan UPR diatasnya untuk ditetapkan dan dimasukkan di dalam register
risiko UPR.
b) Pemantauan dan evaluasi setiap triwulan terhadap efektivitas respon risiko yang
dilaksanakan oleh UPR yang dituangkan di dalam laporan penerapan
Manajemen Risiko dan memberikan umpan balik atas kendala pelaksanaan
(hambatan) pelaksanaan respon risiko. Umpan balik (feedback) bisa saja berupa
usulan dari UKI misalnya melaksanakan alternatif respon risiko yang lebih
mudah, efisien, dan praktis untuk dijalankan oleh manajemen dan mampu
menurunkan level risiko ke tingkat yang dapat diterima.
c) Evaluasi penerapan manajemen risiko di Unit Kerja dan UPT (UPR-T2 dan UPR-
T3), yang selanjutkan dilaporkan secara periodik kepada Inspektorat Jenderal.
3. Inspektorat Jenderal
Inspektorat Jenderal melakukan pengawasan atas penerapan Manajemen Risiko
diseluruh tingkatan UPR melalui:
a) Evaluasi Penerapan Manajemen Risiko di tingkat Kementerian PUPR (UPR
Kementerian) dan tingkat Unit Organisasi (UPR-T1), dalam hal dibutuhkan
Inspektorat Jenderal dapat melakukan evaluasi secara sampling ke tingkat Unit
Kerja, UPT dan Satker (UPT-T2 dan UPR-T3);
b) Konsultasi dalam rangka pembinaan dan pengembangan penerapan
Manajemen Risiko; dan
c) Kegiatan pengawasan lainnya.

37
B. RANGKUMAN

Proses pemantauan dan tinjauan merupakan komponen penting dalam manajemen


risiko yang melibatkan pemeriksaan dan pengawasan secara rutin. Tujuan dari pemantauan dan
tinjauan ini mencakup beberapa aspek, seperti memastikan efektivitas dan efisiensi sistem,
mendapatkan informasi untuk meningkatkan penilaian risiko, menganalisis peristiwa dan
perubahan, serta mendeteksi perubahan dalam konteks internal dan eksternal. Selain itu,
pemantauan ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi risiko yang baru muncul.
Proses pemantauan dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk UPR, UKI, dan Inspektorat
Jenderal. UPR melakukan pemantauan atas respon risiko, analisis keterjadian risiko, dan
tinjauan risiko baru. UKI melakukan verifikasi dan evaluasi atas penerapan Manajemen Risiko
di unit organisasi, serta memberikan umpan balik untuk perbaikan. Sementara itu, Inspektorat
Jenderal melakukan pengawasan atas penerapan Manajemen Risiko di berbagai tingkatan,
termasuk Kementerian dan unit-unit kerja. Keseluruhan proses ini memiliki peran krusial dalam
memastikan efektivitas dan kesesuaian implementasi Manajemen Risiko.

C. EVALUASI

1. Tujuan dari proses pemantauan dan tinjauan dalam manajemen risiko adalah …
a. Menyembunyikan risiko yang muncul.
b. Mengidentifikasi risiko baru.
c. Membuat proses lebih rumit.
d. Mengabaikan perubahan internal.

2. Yang bertanggung jawab melakukan pemantauan dan evaluasi efektivitas respon risiko yang
dilaksanakan oleh UPR adalah ………
a. Inspektorat Jenderal.
b. UKI.
c. Manajer Risiko.
d. Pemilik Risiko.

38
3. Yang harus dilakukan jika besaran risiko aktual lebih besar dari harapan besaran risiko yang
direspon terhadap level risiko adalah ….
a. Mengabaikan risiko tersebut.
b. Menunda evaluasi.
c. Mengganti UPR yang bertanggung jawab.
d. Menambah/mengganti pengendalian untuk tahun berikutnya atau
mengimplementasikan kegiatan pengendalian yang belum dijalankan.

Jawaban :
1. B
2. B
3. D

D. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT


Untuk mengetahui lebih detail tentang Proses Manajemen Risiko, dapat mempelajari
lebih lanjut pada SE Menteri No.4/SE/M/2021 Tentang Pedoman Penerapan Manajemen
Risiko di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta ISO 31000 : 2018
Tentang Risk Management, Permen PANRB No.53 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis
Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja, dan Tata Cara Riviu atas Laporan Kinerja Instansi
Pemerintah, serta jurnal atau buku-buku yang berkaitan dengan Manajemen Risiko

39
BAB VII
PENCATATAN DAN PELAPORAN

Indikator Hasil Belajar


Peserta mampu menyusun laporan yang mencakup proses Manajemen Risiko, hasil
yang dicapai, dan langkah-langkah yang diambil.

A. PENCATATAN DAN PELAPORAN


Proses dan hasil keluaran Manajemen Risiko didokumentasikan dan dilaporkan melalui
mekanisme yang sesuai dan dilaksanakan sepanjang periode dalam seluruh proses Manajemen
Risiko. Pencatatan pelaporan bertujuan untuk:

a. Mengkomunikasikan aktivitas Manajemen Risiko dan hasil keluaran Manajemen Risiko


ke internal UPR, UKI/UKI UPT, Inspektorat Jenderal, dan pemangku kepentingan terkait;
b. Memberikan informasi dalam mengambil keputusan untuk masalah yang sama di masa
depan; dan
c. Meningkatkan aktivitas Manajemen Risiko.

Laporan yang disusun dalam penyelenggaraan Manajemen Risiko adalah:

a. UPR menyusun Laporan Penerapan Manajemen Risiko setiap triwulan dan disampaikan
kepada tingkat UPR yang lebih tinggi serta ditembuskan kepada UKI/ UKI UPT;
b. UKI menyusun Laporan Pemantauan dan Evaluasi Penerapan Manajemen Risiko setiap
triwulan dan disampaikan kepada Pimpinan Unit Organisasi;
c. UKI UPT menyusun Laporan Pemantauan dan Evaluasi Penerapan Manajemen Risiko
setiap triwulan dan disampaikan kepada Pimpinan UPT dan ditembuskan kepada UKI;
d. Pimpinan Unit Organisasi menyampaikan Laporan Pemantauan Penerapan Manajemen
Risiko kepada Menteri melalui Sekretaris Jenderal dan ditembuskan kepada Inspektur
Jenderal;
e. Inspektorat Jenderal menyusun Laporan Hasil Evaluasi Penerapan Manajemen Risiko.

Laporan Penerapan Manajemen Risiko ditandatangani oleh Pimpinan UPR dengan ketentuan
format sebagai berikut:

40
a. Pemantauan Inovasi Pengendalian;
b. Tinjauan Atas Risiko Baru; dan
c. Daftar Pemantauan Level Risiko

B. Penerapan Manajemen Risiko


1. Contoh Sederhana Penerapan Manajemen Risiko

Tabel 7.1 Penerapan Manajemen Risiko

Sasaran Ingin tidur nyenyak setiap malam


1. Penetapan Konteks Mendeskripsikan kondisi:
a. Status : single
b. Jenis kelamin : laki-laki
c. Usia : 20-40th
d. Kondisi : sehat
e. Sensitive terhadap nyamuk, panas, dan suara berisik
f. Kondisi eksternal : tinggal di perkotaan dalam
perkampungan Betawi
g. Kondisi cuaca : panas
h. Kondisi lingkungan : berisik, kotor, berbau, berdebu,
dan selokan yang tergenang

2. Identifikasi Risiko Menentukan hal-hal yang mungkin terjadi. Hal-hal yang


dapat mengganggu sasaran atau keinginan untuk dapat
tidur nyenyak risikonya adalah sebagai berikut:
a. Risiko banyak nyamuk, penyebab terjadinya adalah
sebagai berikut:
1) Selokan yang tergenang
2) Tempat penampungan air tidak tertutup
3) Banyak baju yang tergantung di kamar
4) Kamar yang kotor.
b. Risiko panas penyebab terjadinya adalah sebagai
berikut:
1) Kamar tidak memiliki ventilasi
2) Tidak berfungsinya kipas angin/ AC
3) Kamar yang sempit dan banyak perabotan
c. Risiko berisik penyebab terjadinya adalah sebagai
berikut:

41
1) Rumah dekat dengan jalanan
2) Tetangga membuat acara kawinan/sunatan
3) Ada perbaikan rumah tetangga
d. Risiko sakit batuk penyebabnya adalah sebagai
berikut:
1) Terserang virus atau kuman penyakit
2) Kurang beristirahat

3. Analisis Risiko Membuat pembobotan Membuat Analisa terhadap


risiko yang berpotensi menggagalkan sasaran:
a. Risiko banyak nyamuk di dalam kamar Analisa
risikonya sebagai berikut:
1) Faktor penyebabnya banyak, maka tingkat
kemungkinan terjadinya tinggi
2) Sensitif terhadap nyamuk, tingkat pengaruh
terhadap sasaran tinggi
Risiko banyak nyamuk level risiko tinggi
b. Risiko udara panas, Analisa risikonya sebagai berikut:
1) Tingkat kemungkinan terjadinya udara panas
rendah
2) Sensitif terhadap udara panas, tingkat
pengaruh terhadap sasaran tinggi
Risiko udara panah level risiko sedang
c. Risiko berisik, Analisa risikonya sebagai berikut:
1) Tetangga jarang mengadakan acara, tingkat
kemungkinan terjadinya rendah
2) Sensitif terhadap berisik, tingkat pengaruh
sasaran sedang
Risiko berisik level risiko sedang
d. Risiko sakit batuk, Analisa resikonya sebagai
berikut:
1) Tingkat kemungkinan terjadinya sakit rendah
2) Tingkat pengaruh terhadap sasaran renda
Risiko sakit batuk level resiko rendah

42
4. Evaluasi Risiko Membuat urutan prioritas
• Resiko banyak nyamuk di kamar prioritas risiko
nya no 1
• Risiko udara panas level risiko nya no 2
• Risiko berisik level risikonya no 3
• Risiko sakit batuk level risiko nya no 4
• Menurut selera orang tersebut, risiko yang
harus dilakukan rencana penanganan adalah
prioritas risiko no 1 dan 2.

5. Mitigasi Risiko Rencana penanganan


a. Risiko banyak nyamuk di dalam kamar, mitigasi
risikonya adalah sebagai berikut:
1) Membersihkan selokan
2) Memasang kawat nyamuk
3) Memakai kelambu
4) Tidak menggantung baju di kamar
b. Risiko udara panas, mitigasi risiko nya adalah sebagai
berikut:
1) Memasang ventilasi kamar
2) Memperbaiki kipas angina/AC
3) Menyingkirkan perabotan yang tidak penting
dalam kamar.
Hal yang perlu diperhatikan apabila telah dilakukan
penanganan namun resiko tersebut masih terjadi atau
timbul risiko lain misal berisik atau sakit maka dilakukan
penanganan untuk mengurangi dampak risiko tersebut.
5.2.1. Risiko banyak nyamuk di dalam kamar, untuk
mengurangi dampaknya yaitu dengan:
1) Menyemprotkan obat anti nyamuk
2) Menggunakan lotion anti nyamuk
3) Memakai raket nyamuk
5.2.2. Resiko berisik, untuk mengurangi dampaknya
yaitu dengan tidur menggunakan headset

43
5.2.3. Risiko sakit batuk untuk mengurangi dampaknya
yaitu dengan minum obat.
Apabila terjadi risiko baru maka kita harus melakukan
mitigasi yang baru sehingga mitigasi risiko harus
dilakukan terus menerus dan berkesinambungan.
Dengan menerapkan manajemen risiko ini maka
sasaran ingin tidur nyenyak tiap malam dapat tercapai.

2. Proses Manajemen Risiko di Kementerian PUPR

KOMITMEN MANAJEMEN RISIKO

Nama Pemilik Risiko : diisi dengan nama Pemilik Risiko


NIP Pemilik Risiko : diisi dengan NIP Pemilik Risiko
Jabatan Pemilik Risiko : diisi dengan jabatan Pemilik Risiko
Nama Pengelola Risiko : diisi dengan nama Pengelola Risiko
NIP Pengelola Risiko : diisi dengan NIP Pengelola Risiko
Jabatan Pengelola Risiko : diisi dengan jabatan Pengelola Risiko
Periode Penerapan : diisi dengan periode Manajemen Risiko
1) Sasaran Strategis/ Program Unit Pemilik Risiko

Tabel 7.2 Sasaran Strategis

Nama Konteks Kegiatan Utama (**)


(Sasaran yang mendukung
Tingkat* Indikator Sasaran Tujuan Kegiatan
Strategis/Program/ Capaian Indikator
Utama
Kegiatan/Output) Strategis/Program/
Kegiatan/Output
UPR Sasaran Strategis:
Kementerian
UPR-T1 Sasaran Program:
UPR-T2 Sasaran Kegiatan:
UPR-T3 Sasaran Output:
*: diisi sesuai tingkatan UPR

44
**: diisi dengan ketentuan sebagai berikut:

• UPR Kementerian:
Kegiatan utama terkait pencapaian sasaran strategis Kementerian. Kegiatan utama
ditentukan oleh Pimpinan UPR Kementerian melalui Focus Group Discussion (FGD)
bersama UPR T-1 atau Kegiatan utama pada Program yang telah dipilih oleh masing-
masing UPR T-1.
• UPR T-1 (Eselon I):
Kegiatan utama terkait pencapaian sasaran Program Eselon I sesuai Renstra.
Kegiatan utama ditentukan oleh Pimpinan UPR T-1 melalui Focus Group Discussion
(FGD) bersama UPR T-2.
• UPR T-2 (Eselon II):
Kegiatan utama terkait pencapaian sasaran kegiatan Unit Kerja sesuai Renstra.
Kegiatan utama ditentukan oleh pimpinan UPR T-2.
• UPR T-2 (UPT):
Seluruh aktivitas yang dikelola (output) tingkat UPT.
• UPR T-3 (Satker):
Seluruh aktivitas yang dikelola (output) tingkat Satker

45
2) Daftar Pemangku Kepentingan

Tabel 7.3 Daftar Pemangku Kepentingan

Daftar Pemangku
No. Keterangan
Kepentingan
diisi dengan pihak yang menjadi isi dengan deskripsi pemangku kepentingan dalam
pemangku kepentingan baik internal hubungannya dengan pencapaian sasaran unit Pemilik
1.
maupun eksternal Risiko

…………dan
2. …………dan seterusnya…………
seterusnya…………

3) Tujuan Pelaksanaan Manajemen Risiko

Tujuan pelaksanaan Manajemen Risiko adalah untuk menciptakan dan melindungi nilai agar
UPR dapat meningkatkan kinerja mendorong inovasi dan mendukung pencapaian sasaran.

46
4) Profil Risiko :
Unit Organisasi :
Unit Kerja :
Periode :
Tabel 7.4 Tujuan Pelaksanaan Manajemen Risiko

5. Peta Risiko

47
Gambar 7.1 Peta Risiko

Keterangan :
Risiko digambarkan dengan membubuhkan simbol (lingkaran) pada Peta Risiko sesuai
dengan nilai besaran risiko yang merupakan perpotongan koordinat tingkat kemungkinan dan
dampak.

6) Contoh Jadwal Pelaksanaan Kegiatan UPR

Tabel 7.5 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan UPR

48
7) Pemantauan Inovasi Pengendalian
Tabel 7.6 Pemantauan Inovasi Pengendalian

Keterangan:
Butir (a) : Diisi nama Unit Pemilik Risiko
Butir (b) : Diisi tahun berjalan
Butir (c) : Diisi triwulan berjalan
Kolom 1 : Diisi nomor urut
Kolom 2 : Diisi pernyataan risiko sebagaimana kolom 3 Lampiran 1.4
Kolom 3 : Diisi respon risiko sebagaimana kolom 15 Lampiran 1.4
Kolom 4 : Diisi Inovasi Pengendalian sebagaimana kolom16 Lampiran 1.4
Kolom 5 : Diisi pihak/pejabat yang melaksanakan kegiatan pengendalian
Kolom 6 : Diisi indikator keluaran sebagaimana kolom 23 Lampiran 1.4
Kolom 7 : Diisi rencana triwulan sebagaimana Lampiran 1.6
Kolom 8 : Diisi tanggal realisasi waktu pelaksanaan inovasi pengendalian
Kolom 9 : Diisi uraian hasil pemantauan
Kolom 10 : Diisi uraian hambatan/kendala jika kegiatan pengendalian belum direalisasikan
sesuai target waktu

49
8) Tinjauan atas risiko baru/ masalah yang belum teridentifikasi
Tabel 7.7 Tinjauan Atas Risiko Baru

Keterangan:
Butir (a) : Diisi nama unit Pemilik Risiko Butir (b) : Diisi tahun berjalan
Butir (c) : Diisi triwulan berjalan
Kolom 1 : Diisi nomor urut
Kolom 2 : Diisi nama kejadian/risiko yang terjadi
Kolom 3 : Diisi pernyataan risiko
Kolom 4 : Diisi penyebab hakiki
Kolom 5 : Diisi nilai frekuensi kemungkinan terjadinya risiko sesuai tabel 2
Kolom 6 : Diisi nilai dampak terjadinya risiko sesuai tabel 3 s/d 8
Kolom 7 : Diisi nilai risiko berdasarkan matriks analisis risiko sesuai tabel 9
Kolom 8 : Diisi dengan level risiko sesuai penjelasan tabel 9 (matriks analisis risiko)
Kolom 9 : Diisi tujuan kegiatan pengendalian (mengurangi frekuensi dan/atau dampak risiko)

50
9. Daftar Pemantauan Level Risiko

Tabel 7.8 Daftar Pemantau Level Risiko

Keterangan :
Butir (a) : Diisi nama unit Pemilik Risiko
Butir (b) : Diisi tahun berjalan
Kolom 1 : Diisi nomor urut
Kolom 2 : Diisi nama kejadian/risiko yang terjadi
Kolom 3 : Diisi jumlah kejadian risiko selama 1 tahun
Kolom 4 : Diisi nilai kemungkinan terjadinya risiko sebagaimana kolom 18 Lampiran 1.4
Kolom 5 : Diisi nilai dampak terjadinya risiko sebagaimana kolom 19 Lampiran 1.4
Kolom 6 : Diisi level risiko sebagaimana kolom 20 pada Lampiran 1.4
Kolom 7 : Diisi level frekuensi berdasarkan pengukuran risiko aktual
Kolom 8 : Diisi level dampak berdasarkan pengukuran risiko aktual
Kolom 9 : Diisi besaran risiko berdasarkan matriks analisis risiko sesuai tabel 9
Kolom 10 : Diisi selisih angka pada kolom 6 dengan kolom 9
Kolom 11: Diisi rekomendasi perbaikan

51
C. RANGKUMAN

Proses Manajemen Risiko diikuti oleh dokumentasi dan pelaporan yang sesuai dalam
seluruh tahapan. Dokumentasi dan pelaporan ini memiliki tujuan untuk mengkomunikasikan
hasil dan aktivitas Manajemen Risiko kepada internal UPR, UKI/UKI UPT, Inspektorat Jenderal,
dan pihak-pihak terkait lainnya. Hal ini juga memberikan informasi yang diperlukan untuk
pengambilan keputusan di masa depan sekaligus meningkatkan efektivitas aktivitas
Manajemen Risiko itu sendiri. Pelaporan ini dilakukan melalui laporan-laporan seperti Laporan
Penerapan.
Manajemen Risiko yang disusun oleh UPR setiap triwulan dan disampaikan ke tingkat
yang lebih tinggi serta Laporan Pemantauan dan Evaluasi Penerapan Manajemen Risiko yang
disiapkan oleh UKI/UKI UPT setiap triwulan dan disampaikan kepada pimpinan unit organisasi.
Selain itu, terdapat pula Laporan Hasil Evaluasi Penerapan Manajemen Risiko yang disusun oleh
Inspektorat Jenderal. Semua laporan ini membantu memastikan keberlangsungan dan efisiensi
implementasi Manajemen Risiko serta memfasilitasi tanggapan dan perbaikan yang diperlukan.

D. EVALUASI
1. Pencatatan dan pelaporan dalam Manajemen Risiko bertujuan untuk...
a. Menilai tingkat efektivitas risiko.
b. Mengkomunikasikan aktivitas risiko kepada pihak eksternal.
c. Mengidentifikasi risiko baru.
d. Meningkatkan aktivitas Manajemen Risiko.

2. Siapa yang bertanggung jawab menyusun Laporan Pemantauan dan Evaluasi


Penerapan Manajemen Risiko di tingkat Unit Kerja dan UPT (UPR-T2 dan UPR-T3)?
a. UKI
b. Inspektorat Jenderal
c. Pimpinan Unit Organisasi
d. Pimpinan UPR

52
3. Laporan Penerapan Manajemen Risiko ditandatangani oleh siapa dengan format
tertentu seperti "Pemantauan Inovasi Pengendalian," "Tinjauan Atas Risiko Baru," dan
"Daftar Pemantauan Level Risiko"?
a. UKI UPT
b. Pimpinan Unit Organisasi
c. Pimpinan UPR
d. Inspektorat Jenderal

Jawaban:
1. D
2. A
3. C

E. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT


Untuk mengetahui lebih detail tentang Proses Manajemen Risiko, dapat mempelajari
lebih lanjut pada SE Menteri No.4/SE/M/2021 Tentang Pedoman Penerapan Manajemen
Risiko di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta ISO 31000 : 2018
Tentang Risk Management, Permen PANRB No.53 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis
Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja, dan Tata Cara Riviu atas Laporan Kinerja Instansi
Pemerintah, serta jurnal atau buku-buku yang berkaitan dengan Manajemen Risiko.

53
BAB VIII
PENUTUP

A. SIMPULAN

Risiko merupakan kemungkinan terjadinya suatu peristiwa atau kejadian yang dapat
menganggu pencapaian tujuan organisasi. Manajemen Risiko adalah suatu proses
mengidentifikasi, menilai, mengelola, dan mengendalikan peristiwa atau situasi potensial untuk
memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan organisasi. Proses manajemen
risiko terdiri dari: komunikasi dan konsultasi; lingkup, konteks, dan kriteria; penilaian risiko;
perlakuan risiko; pemantauan dan tinjauan; serta pencatatan dan pelaporan. Prinsip
manajemen risiko adalah: terintregasi; Terstruktur dan komprehensif; disesuaikan; inklusif;
dinamis; ketersediaan informasi publik; faktor manusia dan budaya; serta perbaikan
berkelanjutan.
Kerangka kerja manajemen risiko dimaksudkan untuk membantu organisasi dalam
mengintegrasikan manajemen risiko ke dalam aktivitas dan fungsi organisasi. Kerangka
manajemen risiko terdiri atas: kepemimpinan dan komitmen; integrase; desain; implementasi;
evaluasi; serta perbaikan. Kategori Risiko sesuai SE Menteri PUPR Nomor 04/SE/M/2021 terdiri
dari: risiko keuangan; risiko reputasi; Risiko Fraud/ Kecurangan; Risiko Hukum; Risiko
Kecelakaan Kerja; Risiko layanan; serta Risiko kinerja.
Proses manajemen risiko terdiri atas 6 (enam) proses yaitu 1. Komunikasi dan konsultasi; 2.
Perumusan lingkup, konteks dan kriteria; 3. Penilaian Risiko; 4. Respon Risiko; 5. Pemantauan
dan Tinjauan; serta 6. Pencatatan dan Pelaporan. Penilaian risiko adalah proses menyeluruh
dari identifikasi risiko, analisis risiko, dan evaluasi risiko. Penilaian risiko terdiri dari 3 (tiga) yaitu
a. identifikasi risiko; b. analisis risiko; serta c. evaluasi risiko

B. TINDAK LANJUT
Peserta pelatihan diharapkan dapat memahami pengembangan kompetensi bagi
dirinya, serta dapat memperkaya informasi melalui pendalaman terhadap literatur maupun

54
kebijakan terkait Proses Manajemen Risiko lainnya dalam rangka mendukung pelaksanaan
tugas pembangunan infrastruktur di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Sebagai tindak lanjut, untuk mengimplementasikan Proses Manajemen Risiko maka


peserta perlu memahami tentang apa saja Proses Manajemen Risiko, Bagaimana cara agar
dapat memitigasi risiko yang terjadi serta dapat mencapai tujuan organisasi di Kementerian
PUPR.

55
DAFTAR PUSTAKA

ISO 31000, S. N. (2013). Manajemen Risiko-Panduan Untuk Implementasi.


PANRB, P. (2014). Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Revie
atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia No.53.
PERATURAN PEMERINTAH No. 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah. (2008).
PERMEN PANRB Nomor 43 Tahun 2021 Tentang Manajemen Risiko di Lingkungan
Kementerian PANRB. (2021).
SURAT EDARAN NO.04/SE/M/2021 Tentang Pedoman Penerapan Manajemen Risiko Di
Kementerian PUPR. (2021).
SURAT EDARAN Nomor 03/SE/M/2021 Tentang Pedoman Pendampingan Penerapan
Manajemen Risiko di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (2021).

56

Anda mungkin juga menyukai