Anda di halaman 1dari 6

Pertemuan Pertama “Aku takut akan Tuhan, Allah yang empunya langit, yang telah menjadikan

lautan dan daratan” (Yun. 1:9) Kasih Allah Menggerakkan Evangelisasi Diri (Yun. 1:1-17) Kata orang
bijak, hidup itu seperti roda yang berputar. Dalam kehidupan, terkadang ada badai, bahkan badai
yang sangat dahsyat; terkadang juga tenangdansangatdamai.Tentu, kitasemuamenginginkan
ketenangan, kedamaian, kestabilan dan kepastian. Itu yang kita harapkan di masa-masa setelah
pandemi ini. Yun. 1:1-17 menyoroti pergulatan nabi Yunus saat menerima tugas dari Tuhan untuk
mewartakan pertobatan kepada orang-orang di Niniwe. Bagaimana mungkin Tuhan mengutusnya
kepada bangsa yang memusuhi umat-Nya sendiri? Padahal, orang yang jahat meski dihukum!
Demikian kira-kira yang ada dalam pikiran sang nabi saat ia memberontak untuk menolak perutusan
Tuhan. Dalam perjalanan menjauh dari Tuhan itulah, badai menerjang kapal yang ditumpangi oleh
Yunus dan kapal hampir tenggelam. Ternyata, pikiran Allah itu bukan pikiran manusia; jalan Allah
kadang berseberangandengankeinginanmanusia. Jalan-Nyaadalahkasih dan kasih ini mengutamakan
pengampunan daripada penghukuman. Dalam perutusannya, Yunus ditantang untuk mengakui
Tuhan-nya, Tuhan yang mengasihi dan mengampuni agar badai yang menerjang kapal dapat menjadi
reda dan penumpang menjadi selamat. Begitupun, di tengah badai kehidupan, umat beriman diajak
untuk mengevangelisasi dirinya dengan mengakui Tuhan agar mengalami-Nya sebagai Allah yang
mengasihi dan mengampuni. Pertemuan Pertama 19 I. Bacaan Yunus 1:1-17 ¹Datanglah firman
TUHAN kepada Yunus bin Amitai, demikian: ²“Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu,
berserulah terhadap mereka, karena kejahatannya telah sampai kepada-Ku.” ³Tetapi Yunus bersiap
untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN; ia pergi ke Yafo dan mendapat di sana
sebuah kapal, yang akan berangkat ke Tarsis. Ia membayar biaya perjalanannya, lalu naik kapal itu
untuk berlayar bersama-sama dengan mereka ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN. ⁴Tetapi TUHAN
menurunkan angin ribut ke laut, lalu terjadilah badai besar, sehingga kapal itu hampir-hampir
terpukul hancur. ⁵Awak kapal menjadi takut, masing-masing berteriak-teriak kepada allahnya, dan
mereka membuang ke dalam laut segala muatan kapal itu untuk meringankannya. Tetapi Yunus
telah turun ke dalam ruang kapal yang paling bawah dan berbaring di situ, lalu tertidur dengan
nyenyak. ⁶Datanglah nakhoda mendapatkannya sambil berkata: “Bagaimana mungkin engkau tidur
begitu nyenyak? Bangunlah, berserulah kepada Allahmu, barangkali Allah itu akan mengindahkan
kita, sehingga kita tidak binasa.”⁷Lalu berkatalah mereka satu sama lain: “Marilah kita buang undi,
supaya kita mengetahui, karena siapa kita ditimpa oleh malapetaka ini.” Mereka membuang undi
dan Yunuslah yang kena undi. ⁸Berkatalah mereka kepadanya: “Beritahukan kepada kami, karena
siapa kita ditimpa oleh malapetaka ini. Apa pekerjaanmu dan dari mana engkau datang, apa
negerimu dan dari bangsa manakah engkau?” ⁹Sahutnya kepada mereka: “Aku seorang Ibrani; aku
takut akan TUHAN, Allah yang empunya langit, yang telah menjadikan lautan dan daratan.” ¹⁰Orang-
orang itu menjadi sangat takut, lalu berkata kepadanya: “Apa yang telah kauperbuat?” -- sebab
orang-orang itu mengetahui, bahwa ia melarikan diri, jauh dari hadapan TUHAN. Hal itu telah
diberitahukannya kepada mereka. ¹¹Bertanyalah mereka: “Akan kami apakan engkau, supaya laut
menjadi reda dan tidak menyerang kami lagi, sebab laut semakin bergelora.” ¹²Sahutnya kepada
mereka: “Angkatlah aku, campakkanlah aku ke dalam laut, maka laut akan menjadi reda dan tidak
menyerang kamu lagi. Sebab aku tahu, bahwa karena akulah badai besar ini menyerang kamu.”
¹³Lalu berdayunglah orang-orang itu dengan sekuat tenaga untuk membawa kapal itu kembali ke
darat, tetapi mereka tidak sanggup, sebab laut semakin bergelora menyerang mereka. ¹⁴Lalu
berserulah mereka kepada TUHAN, katanya: “Ya TUHAN, janganlah kiranya Engkau biarkan kami 20
Gagasan Pendukung binasa karena nyawa orang ini dan janganlah Engkau tanggungkan kepada kami
darah orang yang tidak bersalah, sebab Engkau, TUHAN, telah berbuat seperti yang Kaukehendaki.”
¹⁵Kemudian mereka mengangkat Yunus, lalu mencampakkannya ke dalam laut, dan laut berhenti
mengamuk. ¹⁶Orang-orang itu menjadi sangat takut kepada TUHAN, lalu mempersembahkan korban
sembelihan bagi TUHAN serta mengikrarkan nazar. ¹⁷Maka atas penentuan TUHAN datanglah seekor
ikan besar yang menelan Yunus; dan Yunus tinggal di dalam perut ikan itu tiga hari tiga malam
lamanya. II. Penafsiran Bacaan II.I. Pengantar Yun 1:1-17 menceritakan awal perjalanan Yunus
sebagai seorang nabi. Ia diutus oleh Tuhan untuk pergi ke kota Niniwe dan menyerukan pertobatan
bagi penduduk kota tersebut. Akan tetapi, ia menolak perutusan itu dengan menjauh dari Tuhan dan
dari tempat ke mana seharusnya ia diutus (1:1-3). Dalam rangka menjauh itu, Yunus pergi dengan
naik kapal (1:4-14), ia dibuang ke laut (1:15-16), dan ia ditelan seekor ikan besar dan berada di dalam
perutnya (1:17–2:10). Untuk memahami ceritadalamYun 1:1-17, baiklah kitamemahami nama kota-
kota yang disebut dalam perikop ini, yaitu Yerusalem, Niniwe, dan Tarsis. • Yerusalem. Yunus diutus
oleh Tuhan ke tanah asing. Meski tidak disebut dalam Yun 1:1-17, dapat dipastikan bahwa ketika
diutus untuk pertama kalinya, Yunus berada di Yerusalem. Yerusalem merupakan kota tanah air dari
orang-orang Ibrani yang takut akan Tuhan (1:9). Dari Yerusalem, Yunus turun ke Yafo (sekarang Tel
Aviv) di pantai Laut Tengah. Sejak sekitar tahun 480 SM, terdapat kapal laut yang berangkat dari
pelabuhan Yafo ke arah Spanyol. • Niniwe. Sekitar abad ke-8 SM, di zaman kerajaan Asyur, Niniwe
merupakan kota terbesar di dunia. Luasnya diperkirakan 500 hektar, “tiga hari perjalanan” (Yun. 3:2)
bila dikelilingi. Sedangkan kota Yerusalem saat itu hanya sekitar 20 hektar. Kota Niniwe berjarak
sekitar 1120 km dari Yerusalem ke arah timur-utara. Untuk pergi ke sana dari arah Yerusalem, orang
mesti melewati bukit-bukit dan padang pasir. Tuhan mengutus Yunus, dari sebuah kota kecil
Yerusalem, untuk pergi ke kota yang besar itu, sebuah Pertemuan Pertama 21 ibu kota dari sebuah
kerajaan yang untuk pertama kalinya dalam sejarah menyatukan semua kerajaan beradab dari Mesir
hingga Arabia, Teluk Persia, dan Armenia. • Tarsis. Kemungkinan kota Tarsis terletak di ujung
selatanbarat dari Yerusalem, di pesisir Spanyol sekarang. Jaraknya dari Yerusalem sekitar 5300 km.
Jadi, Tarsis adalah tempat paling jauh yang berseberangan dengan Niniwe, tempat Yunus diutus
untuk pergi. Nama Tarsis bisa berarti “peleburan logam”. Di kota itu para pedagang menukarkan
“perak, besi, timah putih, dan timah hitam” (Yeh. 27:12). Menurut Yes. 66:19, Tarsis adalah kota di
mana penduduknya belum pernah mendengar tentang Allah Israel, Allah-nya Yunus. CeritadalamYun
1:1-17 terjadi dalamdua adegan.Adeganpertama (1:1-3) mengetengahkan Tuhan dan Yunus;
sedangkan tempat terjadinya cerita adalah di jalan menuju Yafo. Adegan kedua (1:14-16)
menampilkan tokoh-tokoh: Tuhan, Yunus, awak kapal, dan nakhoda; cerita terjadi di dalam kapal di
atas laut. II.II. Pendalaman Bacaan Diutus dan Melarikan Diri (ay. 1-3) Pernyataan dalam Yun. 1:1,
“Datanglah firman Tuhan kepada Yunus”, menegaskan bahwa Yunus adalah seorang nabi. Gambaran
Yunus sebagai nabi dapat ditelusuri dari arti namanya dan nama orang tuanya (“bin Amitai”, lih.
2Raj. 14:25). Kata Ibrani yônâ berarti “burung merpati”. Dalam Kitab Suci, burung merpati
mempunyai karakter: mencari tempat yang aman di atas gunung (Yeh. 7:16; Mzm. 55:6-8) dan
mengaduh (Nah. 2:8; Yes. 38:14; 59:11). Di lain pihak, Yunus adalah “bin Amitai”, yang artinya
“putera kebenaranku”. Tuhan memberi perintah kepada Yunus: “Bangunlah, pergilah ke Niniwe…
berserulah” (Yun 1:2). Inilah misi yang mesti Yunus lakukan. Yunus tidak hanya diminta untuk pergi
dan menyampaikan firman Tuhan seperti para nabi lainnya, namun ia mesti melakukan perutusan itu
di Niniwe, kota musuh dari bangsanya sendiri. Di sana, ia diperintah untuk mewartakan pertobatan:
“berserulah… karena kejahatannya sampai kepada-Ku”. 22 Gagasan Pendukung Terjadi ironi antara
perintah Tuhan “bangunlah, pergilah” dan jawaban Yunus “bersiap untuk melarikan diri” (Yun 1:3).
Bukannya ke Niniwe, Yunus malah pergi ke arah yang bersebrangan, yaitu ke Tarsis. Dengan
melarikan diri ke Tarsis, Yunus menjauhkan diri, mungkin secara rohani dan fisik, dari Tuhan dan dari
Niniwe. Alasan Yunus melarikan diri tidak diceritakan secara jelas. Ketika Tuhan menyebut kejahatan
manusia dan manusia tidak mau bertobat, maka salah satu yang ada dalam benak orang beriman
saat itu adalah bahwa Tuhan akan membalas kejahatan dengan hukuman sehingga terjadilah
keadilan. Dapat terjadi bahwa Yunus lari ke arah yang berseberangan dengan arah perutusannya
karena ia tidak ingin menjadi alat dari kemurkaan Allah yang akan menghukum kota pendosa; seakan
ia tidak mau terlibat dalam rencana Tuhan untuk mengadili kota yang menguasai dunia pada waktu
itu. Dalam kitab nabi-nabi lain, Kerajaan Asyur dengan Niniwe sebagai ibu kotanya dikenal sebagai
bangsa yang menindas Israel (lih. Yes. 9:3; 14:25) dan yang penuh dengan kejahatan dan dursila (lih.
Nah. 1:11; 2:1; 3:19), serta pertengkaran dan perampasan (lih. Nah. 3:1). Di ayat 3, terdapat kata
dalam Bahasa Ibrani yrd (“turun”) yang menggambarkan bagaimana Yunus melarikan diri: Yunus
“pergi (turun) ke Yafo... naik (turun ke) kapal”. Kata ini ditemukan lagi dalam 1:5, “Yunus telah turun
ke dalam ruang kapal yang paling bawah… lalu tidur dengan nyenyak”. Semestinya, nabi yang benar
itu selalu siap melayani Tuhan (lih. 1Raj. 17:1), akan tetapi Yunus melarikan diri dengan mencari
tempat yang aman untuk bersembunyi. Dalam mencari kenyamanan, bila burung merpati cenderung
mencari tempat di ketinggian, sebaliknya Yunus mencari tempat yang paling bawah, dalam ruang
kapal yang paling bawah (1:5), bahkan di dalam perut ikan di dalam laut (1:17). Badai dan Mencari
Kenyamanan (ay. 4-6) SetelahYunusnaikkapal,“Tuhanmenurunkanbadai-anginribut”. Jelas bahwa
Tuhan sendiri ada di balik datangnya angin ribut. Akan tetapi, mengapa Tuhan menurunkan angin
badai? Jawaban atas pertanyaan ini tidak ditemukan dalam ay.4-6. Kedua ayat ini menggambarkan,
bahwa ketika badai besar mengguncang kapal, sikap yang berbeda ditunjukkan oleh orang-orang
yang ada di dalamnya, tepatnya antara Yunus dan para awak kapal. Pertemuan Pertama 23
Perbedaan yang mencolok antara tindakan para awak kapal dan Yunus disebut dalam ay. 5:
sementara awak kapal takut, berseru kepada allah dengan doa, dan berusaha menyelamatkan kapal
dengan membuang isi muatan, sebaliknya Yunus mencari ketenangan dan kenyamanan dengan tidur
“dalam ruang kapal yang paling bawah”. Ungkapan “ruang yang paling bawah”, dalam konteks yang
berbeda, menggambarkan bagian yang paling ekstrem atau mendalam dari sebuah wilayah (Hak.
19:1,18; 2Raj. 19:23; Yes. 37:24), gua (1Sam. 24:4), rumah (Am. 6:10), liang kubur (Yes. 14:15; Yeh.
32:23), atau bumi (Yer. 6:22; 25:32; 31:8; 50:41). Dalam Yes 14:15, tempat paling dalam di liang
kubur sejajar dengan “dunia orang mati” (Ibrani: she’ol). “Dunia orang mati”, di satu sisi dapat
menjadi metafora akan keadaan yang begitu dekat dengan kematian (Yun. 2:2), di lain sisi menjadi
gambaran akan sebuah tempat di mana seseorang tidak dapat melarikan diri lagi (lih. Mzm. 89:48;
Am. 9:2). Melihat Yunus terlelap tidur, nakhoda kapal membangunkannya: “Bangunlah, berserulah
kepada Allahmu” (Yun. 1:6). Kata perintah: “bangunlah” mengingatkan pada perintah Tuhan di awal
perutusan sang nabi: “Bangunlah, pergilah ke Niniwe.” Dengan mengatakan “Allahmu”, nampaknya
sang nakhoda tak mengenal Allah-nya Yunus, jadi bukan orang Ibrani. Akan tetapi dalam keadaan
yang genting di mana kapal hampir karam, ia-lah yang terlebih dahulu mengambil inisiatif, tidak
hanya untuk menyelamatkan kapal dan penumpangnya, namun terutama memanggil Yang Ilahi.
Sementara sang nabi malah seperti orang yang tidak memiliki harapan lagi untuk hidup, tidak peduli
dengan situasi yang menerpa, apalagi berdoa kepada Tuhan untuk menyelamatkan. Nampaknya,
sang nakhoda lebih beriman ketimbang Yunus. Nabi yang Takut Akan Tuhan (ay.7-14) Kita tidak
tahuapakahYunus berseru kepadaTuhansebagaimana yang diminta oleh nakhoda kapal.
Kelihatannya ia tidak melakukan apa-apa. Keadaan ini mendorong para awak kapal untuk
mengusulkan: “Marilah kita buang undi, supaya kita mengetahui, karena siapa kita ditimpa oleh
malapetaka ini” (Yun. 1:7a). Sementara Yunus diam terlelap, para awak kapal ingin mengetahui
penyebab angin badai. Mereka sudah membuang semua barang dan kapal sudah kosong, akan
tetapi mereka tidak tahu penyebab badai. Dalam Perjanjian Lama, istilah “membuang undi”
digunakan dalam konteks yang berbeda dan dengan tujuan yang berbeda-beda pula, tetapi selalu
berhubungan dengan Allah. Pada 24 Gagasan Pendukung umumnya, “membuang undi”
mengandung arti meminta kepada Tuhan untuk menyelesaikan pertengkaran dan perselisihan yang
sedang terjadi. “Tuhan telah memerintahkan tuanku untuk memberikan tanah itu kepada orang
Israel sebagai milik pusaka dengan membuang undi” (Bil. 36:2); “Undi dibuang di pangkuan, tetapi
setiap keputusannya berasal dari pada Tuhan” (Ams. 16:33);“Undian mengakhiri pertengkaran, dan
menyelesaikanpersoalan antara orang-orang berkuasa” (Ams. 18:18). Menurut kebiasaan, hanya
orang-orang Israel yang membuang undi, bukan orang asing. Para awak kapal yang adalah orang-
orang asing memberikan pelajaran bagi Yunus bagaimana meminta nasihat kepada Yang Ilahi.
Sementara Yunus sedang menikmati kediaman di persembunyiannya, para awak kapal sibuk
“membuang undi dan Yunuslah yang kena undi”. Dari sudut pandang para awak kapal, undi
menunjukkan bahwa Yunuslah yang bersalah dan berdosa. Karena itu mereka langsung bertanya
untuk mengetahui segala sesuatu: “Beritahukan kepada kami, karena siapa kita ditimpa oleh
malapetaka ini…?” (Yun. 1:8). Dalam situasi seperti itu, Yunus tidak bisa lagi melarikan diri. Untuk
pertama kalinya ia membuka mulutnya dan mengaku: “Aku seorang Ibrani; aku takut akan Tuhan”
(ay. 9). Ada tiga hal yang mesti diperhatikan dalam pengakuan Yunus tersebut. Pertama, ia tidak
menyebut diri sebagai “seorang Israel”, tetapi “seorang Ibrani” – sebuah definisi sosiologis yang
biasanya digunakan oleh orang-orang asing bila berhadapan dengan orang-orang Israel (lih. Kej.
39:14, 17; 41:12; 1Sam. 4:6,9; 13:19; 14:11; 29:3). Dengan kata lain, dengan memperkenalkan diri
sebagai “seorang Ibrani”, Yunus menegaskan bahwa para awak kapal adalah orang asing baginya.
Kedua, pernyataan “aku takut akan Tuhan” memiliki arti yang meliputi aspek psikologis maupun
religius. Takut dalam arti taat – seperti: “hambamu itu takut akan Tuhan” (2Raj. 4:1) – lebih
merupakan pengetahuan akan tanggung jawab seseorang atas keadaannya yang sulit karena ia
berada di bawah hukuman Tuhan. Dalam pemahaman ini, bagi Yunus angin badai jelas merupakan
tindakan Tuhan yang diarahkan kepadanya. Ketiga, dalam arti apa awak kapal memahami perkataan
Yunus: “aku takut akan TUHAN, Allah yang empunya langit, yang telah menjadikan lautan dan
daratan?” Yunus mengakui Allah-nya sebagai Pencipta, Penguasa dari segala ciptaan-Nya. Allah
menciptakan tiga Pertemuan Pertama 25 komponen dalam alam semesta sebagaimana tertulis
dalam Kel. 20:11, “Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala
isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh.” Inti dari pertanyaan awak kapal dijawab oleh Yunus
dengan menekankan kekuasaan Allah sebagai pencipta alam. Dari “takut”-nya Yunus bergeser ke
“takut”-nya para awak kapal:
Mereka“menjadisangattakut”(Yun.1:10a).Takutnyamerekaberhubungan dengan pernyataan tentang
Tuhan yang baru saja dikatakan oleh Yunus. Dari apa yang dikatakan Yunus tersebut, mereka tahu
bahwa Yunus “melarikan diri, jauh dari hadapan TUHAN” (ay. 10c). Inilah penyebab badai! Dalam hal
ini, ketakutan Yunus adalah takut akan Tuhan, bukan takut karena badai, jadi ia sedang pergi
menjauh dari Allahnya. Allahnya Yunus adalah Penguasa laut, dan Yunus sedang bertengkar dengan-
Nya. Karena itu, ketika para awak kapal menanyakan apa yang harus mereka buat sehubungan
dengan Yunus supaya laut tidak mengamuk lagi, sang nabi meminta mereka supaya membuangnya
ke laut (ay. 11-12). Permintaan Yunus ini menandakan perubahan dalam kesadarannya: sekarang ia
siap menerima pengadilan Tuhan karena ketidaktaatannya dan ingin membayarnya dengan
hidupnya. Namun yang masih menjadi pertanyaan adalah: Apakah kesiapannya untuk menjadi
korban ini karena ingin menyelamatkan hidup para awak kapal atau karena ia ingin mati? Besar
kemungkinan bahwa bagi Yunus bisa dikatakan demikian: Lebih baik mati daripada masuk dalam
rencana Allah untuk mempertobatkan Niniwe! Sebelum para awak kapal membuang Yunus ke laut,
mereka masih berusaha “dengan sekuat tenaga untuk membawa kapal itu kembali ke darat, tetapi
mereka tidak sanggup” (ay. 13). Mereka lebih memikirkan keselamatan bersama ketimbang segera
menyingkirkan orang yang dianggap sebagai penyebab badai. Kegagalan mereka untuk sampai ke
darat mendorong mereka untuk berseru kepada Tuhan, Allahnya Yunus (ay. 14). Di sini ditemukan
lagi hal yang kontras: sementara nabi menolak untuk berdialog dengan Allahnya, para awak kapal
yang tidak mengenal Tuhan memohon kepada-Nya, bahkan mereka menyerukan nama Tuhan.
Dalam permohonan mereka, para awak kapal menyerahkan diri pada kehendak Tuhan (“sebab
Engkau, Tuhan, telah berbuat seperti yang Engkau kehendaki”) dan menjelaskan ketakutan mereka
akan dosa (“janganlah kiranya Engkau biarkan kami binasa karena nyawa orang ini dan janganlah
Engkau tanggungkan kepada kami darah orang yang 26 Gagasan Pendukung tidak bersalah”). Sekali
lagi, sementara sang nabi melarikan diri untuk menghindari kehendak Tuhan atas dirinya, para awak
kapal malah mencari kehendak-Nya dan keselamatan dari-Nya. Badai Reda (ay.15-17) Setelah
menyerukan permohonan kepada Tuhan, para awak kapal melaksanakan permintaan Yunus untuk
membuangnya ke laut (ay. 15), dan di laut Yunus ditelan ikan besar (ay. 17). Setelah Yunus dibuang,
laut menjadi reda. Nampaknya, supaya kapal aman dan laut tenang, tidak cukup barang-barang
muatan yang dibuang, tetapi ‘sumber dosa’ yang ada di kapal itulah yang pertama-tama dibuang.
Peranan para awak kapal aktif, yaitu berdoa dan membuang, sementara peranan Yunus pasif dengan
penuh kesadaran membiarkan diri dibuang. Laut berhenti mengamuk adalah jawaban Tuhan. Sampai
di sini, muncul pertanyaan: Siapakah sebenarnya yang menjadi alat Allah? Yunus seorang nabi Allah
atau para awak kapal yang baru saja mengenal Tuhan? Setelah laut tenang, reaksi para awak kapal
adalah “sangat takut kepada Tuhan, lalu mempersembahkan korban sembelihan bagi Tuhan serta
mengikrarkan nazar” (ay. 16). Menghadapi bahaya angin ribut, dikatakan bahwa mereka [hanya]
“takut” (ay. 5). Akan tetapi ketika berhadapan dengan Tuhan, mereka “sangattakut” (ay. 10, 16).
Tuhan lebih membuat takut ketimbang bahaya yang mengancam kehidupan. Di hadapan Yang Ilahi,
rangkaian tindakan para awak kapal sangat menarik untuk diperhatikan: dari berteriak kepada allah
mereka (ay. 5a) dan membuang undi (ay. 7), lalu berseru kepada Tuhan (ay. 14), mempersembahkan
korban dan mengikrarkan nazar kepada-Nya (ay. 16). Namun yang perlu digarisbawahi adalah bahwa
para awak kapal mengenal Tuhan karena pengakuan Yunus; atau pengakuan Yunus akan Tuhan
membuat awak kapal mengenal-Nya (ay. 9). Para awak kapal mengenal Allah dan bertobat karena
pengakuan sang nabi yang kenyataannya sedang menjauhi Allah. III. Pesan dan Penerapan Cerita
badai yang mengamuk kapal yang ditumpangi oleh Yunus mengingatkan kita akan sebuah peristiwa
dalam Injil ketika angin badai mengamuk dan menerjang kapal yang ditumpangi oleh Yesus dan para
murid-Nya di atas danau (lih. Mat 8:23-27; Mrk 4:35-41; Pertemuan Pertama 27 Luk 8:22-25). Ketika
badai mengamuk dan membuat kapal terombangambing hampir terguling, apa yang terjadi dengan
para penumpangnya dan apa yang dilakukan oleh mereka? Baik Yun 1 maupun Mat 8:23-27; par.
menceritakan bahwa yang di dalam kapal adalah para awak kapal/ para murid yang sedang
ketakutan dan Yunus/Yesus yang sedang tidur di ‘dalam ruang yang paling bawah’ atau di buritan.
Baik para awal kapal maupun para murid berseru kepada Allah Tuhan mereka supaya mereka
diselamatkan. Akan tetapi, sementara para awak kapal berseru kepada Yang Ilahi Allah mereka, para
murid berseru kepada Tuhan Yesus. Masih dalam perbandingan antara Yun. 1 dan Mat. 8:23-27;
par., bila awak kapal membangunkan Yunus agar ia segera berseru kepada Tuhan supaya badai
tenang, para murid membangunkan Yesus dengan berkata: “Tuhan, tolonglah, kami binasa” (Mat.
8:25). Perbandingan ini bukan mau mengatakan bahwa Yunus disamakan dengan Yesus, melainkan
untuk mengoreksi bahwa yang semestinya dilakukan oleh Yunus adalah berseru kepada Tuhan,
bukannya melanjutkan tidurnya. Selanjutnya, tidak diceritakan bahwa Yunus benar-benar berseru
kepada Tuhan; ia hanya membuat pengakuan: “aku takut akan Tuhan” (Yun 1:9). Kedua kisah juga
menggarisbawahi bahwa badai diam dan laut kembali tenang karena tindakan Tuhan Allah. Hanya
bedanya, Tuhan menenangkan badai sebagai jawaban-Nya atas dibuangnya Yunus dari kapal, atau
sebagai jawaban-Nya atas permohonan para murid. Kedua kisah ditutup dengan reaksi para awak
kapal atau para murid; sementara para awak kapal memercayai Tuhan dan menyembah-Nya, para
murid menanyakan tentang siapa Yesus yang telah menenangkan badai itu. Penjelasan di atas
memberi insiprasi bahwa yang dapatdilakukan oleh orang beriman saat badai krisis kehidupan
menerpa dirinya adalah berseru kepada Tuhan, takut akan Tuhan, membuang ‘beban-beban dosa’
untuk meringankan kapal kehidupan, dan memercayai keterlibatan dan kuasa Tuhan. Tuhan
berkuasa atas daratan dan lautan; Ia juga berkuasa untuk mengubah badai menjadi tenang. Di
tengah badai krisis, Yunus sungguh ditantang untuk dapat takluk kepada kehendak Tuhan. Para awak
kapal mengingatkan dan mengajaknya untuk berseru kepada Tuhan agar mereka semua selamat.
Inilah tindakan evangelisasi. Seorang nabi pun mesti terus menerus diingatkan untuk melakukan
perannya secara benar. Meskipun kita terkadang berada dalam situasi badai – mengalami masalah
penyakit, ekonomi, ketidakadilan, diskriminasi, dll – kita semua dipanggil untuk 28 Gagasan
Pendukung menjadi nabi, bukan hanya duduk dalam keterpurukan meratapi nasib tanpa harapan.
Bahkan, berusaha untuk keluar dari keterpurukan, itupun sudah berjalan sebagai nabi. Di satu sisi,
kita diutus mewartakan kebenaran firman Tuhan, di lain sisi kita membuka telinga, pikiran, hati, dan
kehendak untuk terus menerus diperbarui dan diingatkan oleh Tuhan melalui firman-Nya dan
sesama agar kita dapat berperan secara benar sebagai nabi-nabi Allah yang pengasih dan
penyayang. Evangelisasi diri mesti terus menerus dilakukan agar kita semakin menjadi nabi yang
benar yang memiliki suara hati dari Tuhan sendiri dan bukan nabi palsu. Tuhan Allah yang pengasih
dan penyayang ini ditemukan dalam kehendak-Nya yang mengutus Yunus sebagai nabi untuk
mempertobatkanorang-orang berdosadi Niniwe. Meski penduduk kota itu jahat, namun Tuhan tidak
mau begitu saja menghukum mereka. Tuhan mengedepankan pengampunan. Benar bahwa “Allah
adalah kasih” (1Yoh. 4:16). Allah yang pengasih dan penyayang seperti inilah yang dalam evangelisasi
diri hendaknya mengisi suara hati dan tindakan umat beriman di zaman ini. Sebagai nabi, kita
menghidupi dua hal, yaitu pertama kasih Allah dan kedua menjadi nabi kasih-Nya itu. IV. Pertanyaan
Pendalaman 1. Seberapa sering kita ingat akan Tuhan dan berseru kepada-Nya? 2. Apakah kita sudah
cukup rendah hati dan terbuka disapa oleh Tuhan melalu firman dan sesama demi menjadi orang
katolik yang benar? 3. Yunus menjadi penyebab badai yang mengancam keselamatan kapal. Setelah
ia dibuang ke laut, badai menjadi reda. Apa wujud atau bentuk dari ‘sumber-sumber dosa’ yang
menyebabkan badai krisis dalam diri, keluarga, masyarakat, atau bangsa kita? Apakah kita berani
untuk ikut membuangnya? Atau apakah kita masih takutuntukterlibatdanmalahbersembunyi
mencari kenyamanan? 4. Allah adalah pengasih dan penyayang. Seberapa jauh kita menampilkan diri
sebagai nabi Allah yang pengasih dalam pelbagai macam bentuk kehidupan dan kegiatan kita?
Pertemuan Pertama 29

Anda mungkin juga menyukai