Anda di halaman 1dari 31

PENYELEWENGAN DANA SUMBANGAN OLEH YAYASAN

AKSI CEPAT TANGGAP


Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Hukum Organisasi Perusahaan
Diajukan Kepada Dr. Raditya Permana, S.H., M.Hum.

Oleh:

Muhammad Alfarizi Firdaus 11200480000060


Prita Sahada Salsabila 11200480000071
Annisa Tiara Salsabila 11200480000090
Fardah Maghfira Khanza 11200480000101
Muzaffar 11200480000118
Tantri Nurwarih 11200480000134
Wiwit Purwoedi 11200480000136

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur
kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan
InayahNya sehingga kami dapat merampungkan penyusunan makalah dengan judul
"Penyelewengan Dana Sumbangan oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap” tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Dr. Raditya Permana, S.H., M. Hum. Pada mata
kuliah Hukum Organisasi Perusahaan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selain itu, kami juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca
tentang Hukum Organisasi Perusahaan di Indonesia.

Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Dr. Raditya Permana,


S.H., M. Hum. Selaku dosen mata kuliah Hukum Organisasi Perusahaan. Tugas yang telah
diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang Hukum. Kami
menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini.

Tangerang selatan, 08 Oktober 2022

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 1
C. Tujuan................................................................................................................................ 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kronologi Kasus Penyelewengan Dana oleh Aksi Cepat Tanggap .................................. 3
B. Pengertian Yayasan ........................................................................................................... 4
C. Organ – Organ Yayasan .................................................................................................... 6
D. Jenis – Jenis Yayasan ...................................................................................................... 13
E. Dampak dan Tinjauan Sosiologis Terhadap Kasus Aksi Cepat Tanggap ....................... 15
F. Kasus Penyelewenggan Dana oleh ACT Apabila Ditinjau dari Segi Yuridis ................. 19
G. Tindakan Hukum yang dapat Ditempuh ......................................................................... 22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... xxxi

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akhir-akhir ini, makin banyak masalah-masalah sosial seperti kemiskinan,
ketimpangan sosial, bencana alam, dan masalah-masalah lain yang mewarnai kehidupan
manusia. Karena permasalahan tersebut, ada segelintir orang yang hatinya tergerak sehingga
ia melakukan berbagai cara untuk berpartispasi dalam rangka meminimalisir dampak
permasalahan sosial dan berusaha membantu orang yang terdampak permasalahan sosial
tersebut. Cara yang paling umum adalah dengan mengumpulkan donasi dari para masyarakat
yang kemudian uang hasil donasi tersebut disalurkan kepada pihak yang membutuhkan. Di
Indonesia, lembaga yang melakukan penggalangan dana tersebut biasanya merupakan lembaga
yang berbadan hukum, yaitu Yayasan. Dalam menjalankan sebuah lembaga yayasan, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan agar kita tidak melanggar beberapa peraturan perundang-
undangan yang ada, dan kita pun perlu mendapatkan izin dari KEMENSOS untuk melakukan
pengumpulan uang dan barang. Hal-hal yang perlu diperhatikan tersebut tersebar dalam
beberapa undang-undang, terutama undang-undang yayasan, dan beberapa peraturan pelaksana
nya. Sebagai contoh, yayasan itu tidak boleh secara langsung bergerak di bidang komersial
layaknya sebuah perusahaan, lalu para pengurus, pembina, dan pengawas yayasan itu haruslah
berkerja tanpa mendapatkan gaji, dan sebuah yayasan itu tidak boleh memotong lebih dari
10% untuk operasional nya. Hal-hal inilah yang luput dari para penglola Yayasan Aksi Cepat
Tanggap di mana mereka masih memberikan gaji kepada para pengurus yayasan ACT, mereka
memotong dana sumbangan melebihi 10%, bahkan para petinggi ACT diduga melakukan
berbagai tindak pidana, mulai dari tindak pidana penggelapan sampai tindak pidana penyebaran
berita/informasi bohong. Perkara penyelewengan dana yang dilakukan oleh ACT merupakan
sebuah permasalahan sosial yang serius karena kasus sejenis ini sudah terjadi berkali-kali,
kasus ini juga melibatkan banyak pihak, dan juga memiliki dampak yang luas, terutama orang
yang seharusnya menerima uang donasi tersebut. Atas dasar tersebutlah, peneliti menemukan
perbedaan antara das sein (apa yang seharusnya) dengan das sollen (apa yang terjadi) dalam
kasus ACT ini sehingga peneliti mengangkat topik ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kronologi dari dugaan kasus penyelewengan dana yang dilakukan oleh Aksi
Cepat Tanggap?

1
2. Apa definisi dari Yayasan?
3. Apa saja organ-organ dalam Yayasan?
4. Apa saja jenis-jenis Yayasan dan Aki Cepat Tanggap masuk ke dalam jenis yang mana?
5. Bagaimana dampak dan tinjauan sosiologis terhadap kasus Aksi Cepat Tanggap?
6. Bagaimana kasus ini apabila ditinjau dari segi yuridis?
7. Apa saja upaya hukum yang dapat ditempuh dalam kasus penyelewengan dana oleh
Aksi Cepat Tanggap?

C. Tujuan
1. Mengetahui kronologi dari kasus penyelewengan dana yang dilakukan oleh Aksi Cepat
Tanggap.
2. Memahami definisi dari Yayasan.
3. Mengetahui organ-organ dalam Yayasan.
4. Mengetahui jenis-jenis Yayasan dan jenis dari Yayasan Aksi Cepat Tanggap.
5. Memahami dampak dan tinjauan sosiologis terhadap kasus Aksi Cepat Tanggap.
6. Memahami kasus tersebut dari segi yuridis.
7. Mengetahui upaya hukum yang dapat ditempuh dari kasus penyelewengan dana oleh
Aksi Cepat Tanggap.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kronologi Kasus Penyelewengan Dana oleh Aksi Cepat Tanggap
Yayasan Aksi Cepat Tanggap atau ACT merupakan Yayasan yang bergerak di bidang
sosial dan kemanusiaan yang secara hukum berdiri pada tanggal 21 April 2005 oleh Ahyudin
dan rekan-rekannya. ACT melakukan berbagai kegiatan di bidang sosial seperti kegiatan
tanggap darurat, program pemulihan pascabencana, pemberdayaan dan pengembangan
masyarakat, program berbasis spiritual seperti Qurban, Zakat dan Wakaf, di mana ACT telah
memiliki cabang di seluruh Indonesia dan beberapa kantor di luar negeri.

Kasus penyewelengan dana yang dilakukan oleh Yayasan ACT mulai mendapatkan
perhatian publik dan pemerintah ketika Majalah Tempo merilis dan mempublikasikan suatu
laporan atau artikel yang berjudul “Aksi Cepat Tanggap Cuan”, yang mana isi dari laporan
tersebut adalah dugaan penyelewengan dana donasi oleh Yayasan ACT yang angkanya
terbilang cukup fantastis. Perlu kita ketahui bahwa Yayasan ACT mendapatkan sejumlah
donasi dari masyarakat tiap tahunnya, sejak tahun 2018 - 2020 donasi yang diterima oleh
Yayasan ACT mencapai 500 Milyar Rupiah, jauh lebih besar apabila kita bandingkan dengan
Yayasan lain, seperti Dompet Dhuafa yang berhasil mengumpulkan 375 Milyar Rupiah
maupun Rumah Zakat yang berhasil mengumpulkan 250 Milyar Rupiah. Dana milyaran
tersebut digunakan untuk berbagai kegiatan, mulai dari kegiatan membantu korban bencana
alam hingga pembangunan sekolah. Walaupun terlihat baik, ternyata ada dugaan
penyelewengan dana yang dilakukan oleh pendiri sekaligus pimpinan Yayasan ACT yaitu
Ahyudin, yang mana pada Januari lalu Ahyudin yang sudah menjabat selama 17 tahun memilih
untuk mundur dari jabatannya yang kemudian digantikan oleh Ibnu Khajar.

Menurut laporan yang dirilis majalah Tempo yang bersumber dari seorang mantan
pegawai ACT, ada beberapa penyelewengan dalam pengelolaan dana donatur yang telah
diterima ACT, mulai dari pengupahan petinggi ACT yang terlampau besar, fasilitas-fasilitas
mewah, dan penggelapan dana sumbangan. Dalam laporan tersebut, dijelaskan bahwa untuk
jabatan Ketua Dewan Pembina mendapatkan gaji sebesar 250 Juta Rupiah, untuk jabatan
Senior Vice President mendapatkan gaji sebesar 150 Juta Rupiah, untuk jabatan Vice President
mendapatkan gaji sebesar 80 Juta Rupiah, dan untuk jabatan direktur eksekutif mendapatkan
gaji sebesar 50 Juta Rupiah. Para petinggi ACT ini juga menikmati fasilitas-fasilitas mewah
yang dibeli dengan potongan dana sumbangan, mulai dari Toyota Alphard, Mitsubishi Pajero

3
Sport, dan Honda CRV. Selain itu, ACT juga diduga melakukan penggelapan dana sumbangan,
misalnya pada kasus Penggalangan dana untuk Komunitas Surau Sydney, ACT berhasil
mengumpulkan dana sebesar 3,018 Milyar Rupiah sedangkan yang disalurkan ke Komunitas
Surau Sydney hanya sebesar 2,311 Milyar Rupiah. Dengan demikian ACT telah memotong
dana sebesar 23% dari total donasi yang terkumpul di mana pemotongan dana tersebut tidak
sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Tidak hanya memotong dana
yang melanggar peraturan, ACT juga diduga melakukan kampanye penggalangan dana dengan
informasi palsu yakni menggunakan slogan “dirikan surau (masjid) pertama di Sydney”, hal
ini tidaklah benar karena menurut Ikhsan Zakir, telah ada kurang lebih 160 Masjid di Sydney.
Yayasan ACT juga diduga melakukan penyelewengan terhadap dana sumbangan yang
dikumpulkan untuk insiden kecelakaan Lion Air JT- 610. Dari penggalangan dana sumbangan
tersebut, ACT berhasil mengumpulkan uang kurang lebih 138 Milyar rupiah, namun lagi-lagi,
ada 34 Milyar yang digunakan tidak sesuai peruntukannya. 34 Milyar tersebut digunakan untuk
mengupah tinggi para atasan ACT beserta karyawan-karyawannya Yayasan ACT, membeli
fasilitas-fasilitas mewah, bahkan dikabarkan ACT memberikan dana sebesar 10 Milyar kepada
Koperasi Syariah 212 dan beberapa perusahaan-perusahaan lainnya.

Karena penyelewengan dana ini, akhirnya pada 5 Juli 2022, Kementrian Sosial
mencabut izin ACT untuk Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB). Pada
bulan yang sama, pihak Kepolisian melakukan proses penyelidikan dan penyidikan kepada
ACT di mana Bareskrim POLRI telah menetapkan 4 tersangka yang meliputi Mantan Petinggi
ACT Ahyudin, Presiden ACT Ibnu Khajar, Hariyana Hermain, dan Noviadi Imam Akbari.
Menurut Direktur Tipideksus Bareskrim Polri Whisnu Hermawan dan ke-4 tersangka tersebut
ditahan di Rumah Tahanan Bareskrim Polri selama 20 hari untuk diperiksa. Selain penetapan
dan penahanan tersangka, Bareskrim POLRI juga memblokir 843 Rekening milik ACT dan
Afiliasinya. Karena alat dan barang bukti telah cukup serta penyidik telah menemui titik terang
dari perkara ini, akhirnya Bareskrim Polri melimpahkan berkas perkara ke Kejaksaan Agung
pada senin, 16 Agustus 2022 yang mana berkas tersebut dikembalikan kepada Bareskrim
POLRI untuk dilengkapi. Pada 14 september 2022 Bareskrim POLRI melimpahkan berkas-
berkas yang sudah dilengkapi ke kejaksaan dan sampai tanggal 22 September kejaksaan masih
memeriksa berkas-berkas terkait kasus penyelewengan dana oleh Yayasan Aksi Cepat
Tanggap.

B. Pengertian Yayasan

4
Istilah hukum untuk menycbut yayasan yang paling banyak dikenal dan digunakan olch
masyarakat di Indonesia adalah istilah dalam bahasa Belanda yakni Stichting yang berarti
membangun atau mendirikan. dan istilah dalam bahasa Inggris yang sering dikenal dengan
sebutan Foundation yang berarti Yayasan. Paul Sholten berpandangan bahwa yayasan itu
adalah suatu badan hukum yang dilahirkan oleh suatu pernyataan sepihak. Pernyataan itu harus
berisikan pemisahaan suatu kekayaan untuk suatu tujuan tertentu, dengan penunjukan
bagaimanakah kekayaan itu diurus dan digunakan.1 Bagi Achmad Ichsan, yayasan merupakan
badan yang tidak memiliki anggota, melainkan yayasan itu ada disebabkan adanya pemisahan
suatu harta kekayaan (pendiri) berupa uang atau benda lainnya untuk maksud-maksud idiil
yaitu (sosial, keagamaan dan kemanusiaan), sedangkan pendirinya dapat berupa pemerintah
atau orang sipil sebagai penghibah, yang pengelolaannya dilakukan dengan membentuk suatu
pengurus untuk mengatur pelaksanaan tujuan itu. Pengertian yayasan juga bisa dipedomani
berdasarkan pendapat seorang ahli bahasa Bernama Poerwadarminta yang menyebut Yayasan
sebagai badan yang didirikan dengan maksud mengusahakan sesuatu seperti sekolah dan
sebagainya (sebagai badan hukum bermodal, tetapi tidak mempunyai anggota), gedung-gedung
yang teristimewa untuk sesuatu maksud yang tertentu (seperti rumah sakit dan sebagainya)2

Yayasan selama ini dikenal sebagai suatu badan yang melakukan berbagai kegiatan
yang bersifat non komersial (nirlaba) yang bergerak di bidang sosial, keagamaan dan
kemanusiaan, serta cenderung memilik tujuan bersifat idil. Dalam ketentuan umum UU
Yayasan, Pasal 1 butir (I) dikatakan bahwa yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas
kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial,
keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak penting mempunyai anggota.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat diidentifikasi beberapa unsur penting dari


Yayasan, yaitu:

1. Yayasan adalah sebuah badan hukum;


2. Yayasan didirikan atau dibentuk dari kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan
pendirinya;
3. Tujuan yayasan bersifat idiil yang mencakup bidang sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan;
4. Kegiatan yayasan bersifat non komersial (nirlaba); dan

1
Chidir Ali. Badan Hukum. (Bandung: Alumni, 2005), hlm. 68.
2
WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), hlm 1154.

5
5. Yayasan tidak mempunyai anggota.
Yayasan boleh atau dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian
maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu
badan usaha. Namun demikian, terdapat beberapa larangan yang tidak boleh dilakukan oleh
yayasan, yaitu:

1. Yayasan tidak boleh digunakan sebagai wadah usaha dan yayasan tidak dapat
melakukan kegiatan usaha secara langsung tetapi harus melalui badan usaha yang
didirikannya atau melalui badan usaha lain di mana yayasan menyertakan kekayaannya,
2. Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada pembina, pengurus, dan
pengawas.
3. Kekayaan yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh
yayasan berdasarkan undang-undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara
langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau
bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada pembina, pengurus dan pengawas,
kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar yayasan bahwa pengurus menerima gaji,
upah, atau honorarium dalam hal pengurus Yayasan bukan pendiri yayasan dan tidak
terafiliasi dengan pendiri, pembina, dan pengawas, dan melaksanakan kepengurusan
yayasan secara langsung dan penuh.

Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan
tujuan yayasan. Masih dalam rangka mencapai maksud dan tujuannya, yayasan dapat
melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang bersifat prospektif dengan ketentuan
seluruh penyertaan tersebut paling banyak 25% (dua puluh lima persen) dari seluruh nilai
kekayaan yayasan. Anggota pembina, pengurus, dan pengawas Yayasan dilarang merangkap
sebagai Anggota Direksi atau pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau pengawas dari
badan usaha, baik yang didirikan maupun yang dijadikan tempat penyertaan modal. Ini
merupakan sebuah ketentuan yang tegas dan tidak boleh dilanggar, bahwa kegiatan usaha dari
badan usaha yang didirikan ataupun dijadikan tempat penyertaan modal harus sesuai dengan
maksud dan tujuan Yayasan serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan,
dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

C. Organ – Organ Yayasan


Sebagai badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan,
dan kemanusiaan, yayasan mempunyai organ yang terdiri atas pembina, pengurus, dan
pengawas. Pemisahan yang tegas antara fungsi, wewenang, dan tugas masing-masing organ

6
tersebut serta pengaturan mengenai hubungan antara ketiga organ yayasan dimaksudkan untuk
menghindari kemungkinan konflik intern yayasan yang tidak hanya dapat merugikan
kepentingan yayasan melainkan juga pihak lain.

1. Pembina
Pembina adalah organ yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak
diserahkan kepada pengurus atau pengawas oleh undang-undang ini atau anggaran
dasar. Pembina yayasan memiliki kewenangan sebagai berikut:
a) Keputusan mengenai perubahan anggaran dasar;
b) Pengangkatan dan pemberhentian anggota pengurus dan anggota pengawas;
c) Penetapan kebijakan umum yayasan berdasarkan anggaran dasar yayasan;
d) Pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan yayasan; dan
penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran yayasan.

Seseorang yang dapat diangkat menjadi anggota pembina Yayasan adalah orang
perseorangan sebagai pendiri yayasan dan/atau mereka yang berdasarkan keputusan rapat
anggota pembina dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan
yayasan. Ketentuan ini dimaksudkan bahwa pendiri yayasan tidak dengan sendirinya harus
menjadi pembina. Anggota pembina dapat dicalonkan oleh pengurus atau pengawas. Apabila
oleh sebab apa pun yayasan tidak lagi mempunyai pembina, paling lambat dalam waktu 30
(tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal kekosongan, anggota pengurus dan anggota pengawas
wajib mengadakan rapat gabungan untuk mengangkat pembina dengan memerhatikan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) UU Yayasan. Keputusan rapat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) dan ayat (4) sah apabila dilakukan sesuai
dengan ketentuan mengenai kuorum kehadiran dan kuorum keputusan untuk perubahan
anggaran dasar sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang in dan/atau anggaran dasar.

Anggota pembina tidak boleh merangkap sebagai anggota pengurus dan/atau anggota
pengawas. Pembina mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun, dalam
rapat tahunan, pembina melakukan evaluasi tentang kekayaan, hak dan kewajiban yayasan
tahun yang lampau sebagai dasar pertimbangan bagi perkiraan mengenai perkembangan
yayasan untuk tahun yang akan datang.

2. Pengurus
Pengurus adalah organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan yayasan.
Orang yang dapat diangkat menjadi pengurus adalah orang perseorangan yang mampu

7
melakukan perbuatan hukum, dan pengurus tidak boleh merangkap sebagai pembina
atau pengawas. Pengurus yayasan diangkat oleh pembina berdasarkan keputusan per
pembina untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali. Pengurus
yayasan dapat diangkat kembali setelah masa jabatan pertama berakhir untuk masa
jabatan5 (ima) tahun yang ditentukan dalam anggaran dasar. Adapun susunan pengurus
sekurang- kurangnya terdiri atas:
a) Seorang ketua;
b) Seorang sekretaris; dan
c) Seorang bendahara

Apabila pengurus selama menjalankan tugas melakukan tindakan yang dinilai


merugikan yayasan, maka berdasarkan keputusan rapat pembina, pengurus tersebut dapat
diberhentikan sebelum masa kepengurusannya berakhir. Ketentuan lebih lanjut mengenai
susunan, tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian pengurus diatur dalam
anggaran dasar. Menurut Pasal 33 (lama) UU Yayasan, dalam hal terdapat penggantian
pengurus yayasan, pembina wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada
menteri dan kepada instansi terkait. Pemberitahuan tersebut wajib disampaikan paling lambat
30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal dilakukan penggantian pengurus yayasan.
Ketentuan Pasal 3 (lama) ini berbeda dengan ketentuan Pasal 33 (baru) hasil perubahan, di
mana dikatakan bahwa dalam hal terjadi penggantian pengurus, pengurus yang menggantikan
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada menteri. Dalam Pasal 33 (lama)
pembinalah yang wajib menyampaikan Pemberitahuan tertulis kepada menteri perihal
penggantian pengurus Yayasan, sedangkan dalam ketentuan Pasal 33 (baru), pengurus itu
sendiri yang diwajibkan menyampaikan pemberitahuan kepada menteri. Pengurus yayasan
sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan keputusan rapat pembina., Dalam hal
pengangkatan, pemberhentian dan Penggantian pengurus dilakukan tidak sesuai dengan
ketentuan anggaran dasar, atas permohonan yang berkepentingan atau atas permintaan
kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum, pengadilan dapat membatalkan
pengangkatan, pemberhentian, atau penggantian tersebut dalam jangka waktu paling lambat 30
(tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan pembatalan diajukan.

Ada beberapa tanggung jawab yang diemban oleh pengurus yayasan, yaitu:

a) Pengurus yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan yayasan untuk


kepentingan dan tujuan yayasan;

8
b) Setiap pengurus yayasan bertanggung jawab menjalankan tugas dengan iktikad baik
untuk kepentingan dan tujuan yayasan.
c) Setiap pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi (sendiri-sendiri) apabila yang
bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan ketentuaan anggaran
dasar, yang mengakibatkan kerugian yayasan atau pihak ketiga.
d) Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan tau kelalaian pengurus dan kekayaan
yayasan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap
anggota pengurus secara tanggung renteng (solider) bertanggung jawab atas kerugian
tersebut.
Masih berkaitan dengan tanggung jawab dalam poin (d), apabila anggota
pengurus yayasan dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau
kelalaiannya, maka yang bersangkutan tidak perlu bertanggung jawab secara tanggung
renteng atas kerugian yang diderita oleh yayasan sebagaimana dimaksud dalam poin
(d) di atas. Terdapat konsekuensi yang harus ditanggung oleh anggota pengurus yang
dinyatakan bersalah dalam melakukan pengurusan yayasan yang menyebabkan
kerugian bagi yayasan, masyarakat, atau negara berdasarkan putusan pengadilan, yairu
bahwa yang bersangkuian dalam jangka waktu 5 (ima) tahun terhitung sejak tanggal
putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum yang tetap, tidak dapat diangkat menjadi
pengurus yayasan manapun.

UU Yayasan juga menentukan beberapa wewenang yang dimiliki oleh pengurus


yayasan, yaitu sebagai berikut:

a) Pengurus berwenang mewakili yayasan baik di dalam maupun di luar pengadilan.


b) Pengurus berwenang mengangkat dan memberhentikan pelaksana kegiatan yayasan.
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian pelaksana
kegiatan yayasan diatur dalam anggaran dasar yayasan.

Di samping hal-hal yang dibolehkan/ diperkenankan dilakukan oleh anggota pengurus


yayasan sebagaimana disebutkan di atas, terdapat beberapa sebab pengurus kehilangan
wewenang, yaitu apabila:

a) Terjadi perkara di depan pengadilan antara yayasan dengan anggota pengurus yang
bersangkutan. Dalam situasi seperti ini, yang berhak mewakili yayasan ditetapkan
dalam anggaran dasar,

9
b) Anggota pengurus yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan
dengan kepentingan yayasan.
c) Pengurus tidak berwenang mengikat yayasan sebagai penjamin utang;
d) Pengurus tidak berwenang mengalihkan kekayaan yayasan (kecuali dengan persetujuan
pembina);
e) Pengurus tidak berwenang membebani kekayaan yayasan untuk kepentingan pihak
lain;
f) Pengurus yayasan dilarang mengadakan perjanjian dengan organisasi yang terafiliasi
dengan yayasan, pembina, pengurus, dan/ atau pengawas yayasan, atau seseorang yang
bekerja pada yayasan, kecuali perjanjian tersebut bermanfaat bagi tercapainya maksud
dan tujuan yayasan.

Selain ketentuan-ketentuan yang membatasi kewenangan pengurus sebagaimana


disebutkan di atas (UU Yayasan), anggaran dasar juga dapat membatasi kewenangan pengurus
dalam melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama yayasan.

3. Pengawas
Pengawas adalah organ yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta
memberi nasihat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan. Yayasan
memiliki pengawas sekurang-kurangnya 1 (satu) orang pengawas yang wewenang,
tugas, dan tanggung jawabnya diatur dalam anggaran dasar. Yang dapat diangkat
menjadi pengawas adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan
hukum. Pengawas tidak boleh merangkap sebagai pembina atau pengurus. Pengawas
yayasan diangkat dan sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan keputusan rapat
pembina. Dalam hal pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian pengawas
dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan anggaran dasar, atas permohonan yang
berkepentingan umum,pengadilan dapat membatalkan pengangkatan, pemberhentian
atau penggantian tersebut. Pengawas dapat memberhentikan sementara anggota
pengurus dengan menyebutkan alasannya. Pemberhentian sementara anggota pengurus
tersebut, paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal pemberhentian sementara,
wajib dilaporkan secara tertulis kepada pembina. Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari
terhitung sejak tanggal laporan diterima, pembina wajib memanggil anggota pengurus
yang bersangkutan untuk diberi kesempatan membela diri. Selanjutnya, menurut Pasal
43 ayat (4) UU Yayasan, dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung
sejak tanggal pembelaan diri selesai dilakukan, pembina wajib (a) mencabut keputusan

10
pemberhentian sementara; atau (b) memberhentikan anggota pengurus yang
bersangkutan. Apabila pembina tidak melaksanakan ketentuan pemanggilan kepada
anggota pengurus untuk diberi kesempatan membela diri dan tidak melaksanakan
ketentuan Pasal 43 ayat (4), maka pemberhentian sementara tersebut batal demi hukum.

Masa jabataan seorang pengawas yayasan dibatasi hanya dua periode untuk jangka
waktu masing-masing lima tahun. Hal ini bisa diketahui dalam ketentuan Pasal 44 ayat (1) dan
(2) UU Yayasan yang menyatakan:

1) Pengawas yayasan diangkat oleh pembina berdasarkan keputusan rapat pembina untuk
jangka waktu selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali.
2) Pengawas yayasan dapat diangkat kembali setelah masa jabatan pertama berakhir untuk
masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditentukan dalam anggaran dasar.

Ada kemungkinan, dalam masa jabatannya seorang pengawas Yayasan diberhentikan


sewaktu-waktu, baik karena melakukan pelanggaran terhadap wewenang, tugas, dan tanggung
jawabnya sebagaimana diatur dalam anggaran dasar, ataupun karena melanggar ketentuan lain
dalam Undang-Undang Yayasan (misalnya pengawas melakukan perbuatan yang dilarang
dilakukan olehnya yang menyebabkan kedudukannya sebagai anggota pengawas dapat diakhiri
atau diberhentikan sewaktu-waktu. Namun demikian, apabila penggantian anggota pengawas
benar-benar terjadi, maka merupakan kewajiban bagi pengurus untuk menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis kepada menteri tentang adanya pergantian tersebut.
Pemberitahuan tersebut wajib disampaikan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak tanggal penggantian pengawas yayasan.

Seorang anggota pengawas yayasan dapat diberhentikan sewaktu-waktu melaui


keputusan rapat pembina yayasan. Terhadap pemberhentian tersebut, undang-undang
memberikan hak kepada anggota pengawas yayasan lama (yang berkepentingan) yang
diberhentikan sewaktu-waktu untuk mengajukan permohonan kepada pengadilan, dan
meminta pengadilan untuk membatalkan pemberhentian tersebut. Bahkan terhadap hal lain
seperti penggantian anggota pengawas atau pengangkatan pengawas baru yang tidak sesuai
dengan ketentuan dalam anggaran dasar, maka pihak yang berkepentingan (yang dirugikan)
dapat diberi kesempatan atau hak untuk mengajukan permohonan kepada pengadilan. Namun
bila pemberhentian, penggantian dan pengangkatan tersebut dianggap merugikan negara
(kepentingan umum), atas permintaan kejaksaan (yang mewakili kepentingan umum),

11
pengadilan dapat membatalkan pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian pengawas
tersebut.

Bila diperhatikan lebih seksama, akan ditemukan keganjilan dalam ketentuan Pasal 46
(baru) UU Yayasan yang berbeda dengan ketentuan dalam Pasal 46 (lama). Menurut Pasal 46
(baru) ayat (1), hanya pemberhentian saja yang bisa dilakukan melalui keputusan rapat
pembina. Sedangkan mengenai pengangkatan dan penggantian tidak menjadi wewenang
keputusan rapat pembina. Sedangkan menurut versi Pasal 46 (lama), tidak dibedakan antara
pemberhentian, penggantian atau pengangkatan, dan semuanya menjadi wewenang keputusan
rapat pembina. Berikut bunyi lengkap dari Pasal 46 (lama) dan Pasal 46 (baru) UU Yayasan:

• Pasal 46 (lama):
1) "Dalam hal pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian pengawas
dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan anggaran dasar, atas permohonan yang
berkepentingan atau atas permintaan kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan
umum, pengadilan dapat membatalkan pengangkatan, pemberhentian, dan
penggantian pengawas tersebut"
• Pasal 46 (baru):
1) Pengawas yayasan sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan keputusan
rapat pembina.
2) Dalam hal pengangkatan, pemberhentian dan penggantian pengawas dilakukan
tidak sesuai dengan ketentuan anggaran dasar, atas permohonan yang
berkepentingan atau atas permintaan kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan
umum, pengadilan dapat membatalkan pengangkatan, pemberhentian, atau
penggantian pengawas tersebut dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan pembatalan diajukan."

Para anggota pengawas yayasan mempunyai tanggung jawab secara tanggung renteng
apabila kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian para anggota pengawas dalam
melakukan tugas pengawasan dan tentu saja hal in diberlakukan bila kekayaan yayasan tidak
cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut. Namun demikian, anggota pengawas
yayasan yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya,
maka yang bersangkutan tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian
tersebut.

12
Sebagai bentuk tanggung jawab kepada publik, maka setiap anggotapengawas yang dinyatakan
bersalah dalam melakukan pengawasan Yayasan yang menyebabkan kerugian bagi yayasan,
masyarakat, dan/atau negara berdasarkan putusan pengadilan dalam jangka waktu paling lama
5 (lima) tahun sejak putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, tidak dapat diangkat
menjadi pengawas yayasan manapun. Ini merupakan konsekuensi yang harus diterima oleh
yang bersangkutan jika bersalah atau lalai melakukan tugas pengawasan dan membawa
kerugian, tidak hanya pada yayasan tetapi kerugian tersebut sudah merembet pada kepentingan
masyarakat dan/atau negara.

D. Jenis – Jenis Yayasan


Adapun jenis-jenis Yayasan, diantaranya sebagai berikut:

• Yayasan pendidikan, yayasan yang bergerak pada dunia pendidikan. Pendidikan yang
dimaksud dapat berupa pendidikan formal dan informal. Pendidikan formal yang
banyak didirikan biasanya tingkat dasar dan menengah, untuk pendidikan tinggi hanya
didirikan oleh yayasan yang besar dan sudah memiliki biaya yang besar. Pendidikan
informal biasanya berupa pendidikan kejar paket pada pendidikan sekolah dasar dan
menengah.
• Yayasan Sosial, yayasan yang berkaitan dengan kegiataan sosial, salah satunya yaitu
yayasan anak yatim. Yayasan mengurusi anak-anak yang tidak memiliki orang tua yang
kemudian dirawat dalam yayasan tersebut. Yayasan ini biasanya banyak terdapat pada
kota-kota tertentu. Yayasan yang berbentuk bidang sosial merupakan yayasan yang
memiliki jenis dan bentuk yang bergerak dan melaksanakan berbagai kegiatan yang
berhubungan dengan kegiatan sosial. Yayasan ini akan bergerak pada berbagai yayasan
sosial, berbagai yayasan sosial tersebut dapat memiliki bentuk yayasan sosial formal
dan yayasan sosial yang informal.Contoh dari yayasan yang berbentuk bidang sosial ini
biasanya akan membentuk sebuah yayasan berupa yayasan panti jompo, rumah sakit,
klinik, panti asuhan, laboratorium, dan masih banyak lagi.
• Yayasan Keagamaan, yayasan yang bergerak dalam bidang syi’ar agama. Yayasan ini
biasanya berbentuk organisasi keagamaan yang memiliki tujuan tertentu dalam bidang
agama serta memiliki cara tersendiri untuk berdakwah. Untuk bentuk yayasan yang
ketiga adalah bidang keagamaan, jenis bentik dari yayasan ini biasanya melakukan
kegiatan yang berhubungan dengan pengembangan terhadap berbagai macam rumah
ibadah yang berhubungan dengan kegiatan keagamaan. Biasanya mereka akan
melakukan pengelolaan terkait dengan rumah ibadah, pesantren, sekolah yang

13
berlandaskan keagamaan, madrasah, dan tempat-tempat lainnya yang memiliki
hubungan erat dengan kegiatan keagamaan.
• Yayasan Kesehatan, yayasan yang biasanya memiliki wujud berupa rumah sakit atas
nama yayasan tertentu. Orientasi yayasan ialah untuk suatu tujuan tertentu yang
berkaitan dengan kesehatan dan kesejahteraan banyak orang.

Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) secara resmi diluncurkan secara resmi sebagai
sebuah yayasan yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan. ACT ini resmi diluncurkan
secara hukum pada tanggal 21 April 2005. Lembaga tersebut merupakan lembaga yang
melakukan kegiatan tanggap darurat, program pemulihan pascabencana, pemberdayaan dan
pengembangan masyarakat, serta program berbasis spiritual seperti kurban, zakat, dan wakaf.
ACT ini diprakarsai oleh donatur publik yang berasal dari kalangan masyarakat. Mereka peduli
terhadap berbagai permasalahan kemanusiaan. Tidak hanya masyarakat, ada juga partisipasi
perusahaan melalui program kemitraan dan Corporate Social Responsibility (CSR). ACT
secara rutin memberikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan
Publik kepada donatur, sebagai bagian dari akuntabilitas keuangannya, lalu
mempublikasikannya kepada media massa. Dalam skala lokal, ACT membentuk jaringan
kantor cabang di 30 provinsi dan 100 kabupaten/kota di Indonesia. Di tahun 2012 lalu, ACT
diketahui menjadi sebuah lembaga kemanusiaan global yang mampu menjangkau 22 negara
yang tersebar di Asia Tenggara, Asia Selatan, Timur Tengah, dan Eropa.

Berbagai fakta yang ada menunjukkan bahwa kecendrungan mendirikan yayasan


adalah untuk berlindung dibalik status badan hukum yayasan dan bukan wadah pengembangan
sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Selain itu tujuan kecendrungan ini biasanya berakhir
dengan interprestasi memperkaya diri para pendiri, pengurus dan pengawas. Hal ini juga
disebabkan oleh karena pemenuhan akan kebutuhan ekonomis yayasan dalam menjalankan
kegiatannya sehingga yayasan dapat bergerak tanpa bantuan donatur tetap dari yayasan
masing-masing. Perlu juga diingat bahwa yayasan sebagai badan hukum juga merupakan
subyek wajib pajak. Oleh karena sebagai badan hukum yang banyak bergerak di bidang sosial,
yayasan sebagai badan hukum mendapatkan kemudahan-kemudahan atau fasilitas yang lebih
banyak daripada badan hukum lainnya yang beorientasi mencari keuntungan. Sejalan dengan
kecendrungan tersebut berbagai masalah yayasan mulai muncul seperti kegiatan yayasan yang
tidak sesuai dengan maksud dan tujuan yang tercantum dalam anggaran dasar, sengketa antara
pengurus dan pendiri atau pihak lain dan dugaan bahwa yayasan digunakan untuk menampung
para pendiri atau pihak lain yang diperoleh dengan cara melawan hukum.

14
E. Dampak dan Tinjauan Sosiologis Terhadap Kasus Aksi Cepat Tanggap
Kasus Aksi Cepat tanggap membawa sebuah kontoversi dan sebuah pro dan kontra di
dalam masyarakat, ada Sebagian yang menganggap bahwa ACT sudah pasti bersalah, namun
Sebagian masyarakat masih ada yang mendukung ACT agar ACT tidak dibekukan oleh
pemerintah. Aksi Cepat Tanggap merupakan sebuah Lembaga filantropi, yang artinya ACT
adalah Lembaga nirlama yang berorientasi pada asas tolong-menolong, bukan berorientasi
untuk mencari keuntungan.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Median, ditemukan fakta bahwa mayoriitas
pengguna medai sosial mengetahui kasus penyelewenangan dana yang dilakukan oleh ACT.
Kuesioner tersebut disebarkan kepada pengguna aktif media sosial Facebook yang berusia 17-
60 Tahun pada tanggal 21-27 Juli 2022. 3Setelah kuesioner disebarkan, akhirnya Median
berhasil mengumpulkan kurang lebih 15.000 responden yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dalam survei tersebut, ditemukan bahwa 63,1% responden mengaku mengetahui kasus dugaan
penyalahgunaan dana yang melibatkan lembaga penyaluran bantuan ACT. Dari angka tersebut,
42 persen di antara orang yang mengetahui kasus ACT menilai para petinggi ACT bersalah,
sehingga pihak kepolisian harus mengusust kasus itu hingga tuntas. Di sisi lain, 10,9 persen
responden menilai petinggi ACT belum tentu bersalah, dan 10,1 persen lainnya mengaku tidak
tahu.

Kasus ACT juga menyebabkan pengaruh yang buruk kepada lembaga filantropi yang
serupa dengan ACT. Berdasarkan survey di atas, 44,7% responden mengaku tidak
mempercayai lembaga penyalur bantuan yang sejenis dengan ACT. Hanya 30,1% responden
yang masih beranggapan bahwa lembaga filantropi yang sejenis dengan ACT masih dapat
dipercaya. Sebagai contoh, di bekasi ada sebuah Yayasan yang sejenis dengan ACT, yaitu
Yayasan Pondok Sedekah Bekasi. Menurut Senggono, General Manager yayasan tersebut,
yayasan nya sering mendapatkan pertanyaan tajam dari publik yang berkaitan dalam
pengelolaan donasi, pertanyaan mulai dari apakah Pondok Sedekah ini sudah diaudit,
bagaimana peraturan syariahnya, hingga pengambilan zakat dan infaq nya berapa. Namun
menururt senggono, masih ada orang yang mau menjadi donatur dan percara terhadap marwah
yayasannya.

3
- https://nasional.okezone.com/read/2022/07/15/337/2630361/kemensos-kasus-act-sebabkan-
ketidakpercayaan-masyarakat-ke-lembaga-filantropi diakses pada 1 Oktober 2022 pukul 20.00

15
Kasus penyelewengan dana ACT ini berpotensi menimbulkan beberapa dampak buruk,
diantaranya adalah:

1. Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga filantropi lainnya menurun


2. Menurunnya pendapatan lembaga filantropi

Dari kasus ini, ada sebuah pro dan kontra di antara para masyarakat. Pada tanggal 3
Juli2022 dan 4 Juli, hashtag #JanganPercayaACT dan kata Aksi Cepat Tilep menjadi salah satu
trending topic pada saat itu. Namun di saat yang bersamaan, muncul juga sebuah gerakan untuk
menyelamatkan ACT dengan tagar #KamiBersamaACT.

• Akun twitter dengan username @kopiblack5 berkomentar sebagai berikut:

“Maling Berkedok Agama”

• Akun twitter dengan username @RoellyRosuli berkomentar sebagai berikut:

“Agama cuma tameng untuk gerombolan maling uang donasi rakyat”

• Akun twitter dengan username @nosharahap berkomentar sebagai berikut:

“Penampilan agamis, otak maling ”

Sedangkan di sisi pihak yang pro dengan ACT berkomentar sebagai berikut:

• Akun twitter dengan username @yogarifaii_ berkomentar sebagai berikut:

“Mari kita dukung dan kuatkan ACT, karena adil berarti mengatakan salah kepada yang
memang bersalah dan mengatakan benar kepada mereka yang tidak bersalah.”

• Akun twitter dengan username @beeacy berkomentar sebagai berikut:

“Semangat selalu mimin @ACTforHumanity walau ombak sedang menerjang tinggi,


yakinlah Allah tak akan tidur untuk membalas semua lelah dan kerja keras kalian dalam
membantu umat dan menunaikan amanah. Jangan redup jangan patah kalian tidak
sendirian #KamiPercayaACT #KamiBersamaAct”

• Akun twitter dengan username @dara_darmayu berkomentar sebagai berikut:

“Gue lebih percaya ACT ketimbang pemerintah.... Apalagi beritanya dari tempo
#KamiBersamaACT #kamiBersamaACT”

• Akun twitter dengan username @alfinchandra_ berkomentar sebagai berikut:

16
“Masyarakat Indonesia pada umumnya; lemah dalam menganalisis kebenaran & minim
pengetahuan tentang mekanisme pengelolaan secara syariat tbtb muncul narasi tempo,
ya begitulah hasilnya. Miris. Terlepas dari benar/ salahnya semua masih dugaan kan?.
#KamiPercayaACT #kamiBersamaACT”

Dalam ilmu sosiologi, pertentangan-pertentangan yang saya jabarkan di atas


merupakan betuk interaksi sosial yang sifatnya disosiatif. Proses disosiatif sering juga disebut
sebagai oppositional processes yang dapat diartikan sebagai cara berjuang melawan seseorang
atau sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu. 4 Dalam kasus ACT ini, dapat kita
lihat bahwa masyarakat secara umum terbagi menjadi dua jenis, yaitu pihak yang pro terhadap
ACT dan pihak yang kontra terhadap ACT yang menunjukkaan adanya suatu kontravensi di
dalam masyarakat. Kontravensi pada hakikatnya merupkan suatu wujud proses sosial disosiatif
yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Ada beberapa ciri-ciri atau
gejala yang menjadi indikator terjadinya kontravensi, seperti adanya ketidakpastian mengenai
diri seseorang atau suatu rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan, kebencian, atau
keraguan terhadap kepribadian seseorang. Pada dasarnya, kontravensi merupakan sikap mental
yang tersembunyi terhadap orang-orang lain atau tehadap unsur-unsur kebudayaan suatu
golonga tertentu, dan sikap tersebut dapat berubah menjadi suatu kebencian.

Menurut Leopod von Wiese dan Howard Becker, bentuk kontravensi itu ada 5 macam
yaitu:5

1. Yang umum meliputi perbuatan-perbuatan seperti penolakan, keengganan, perlawanan,


perbuatan menghalang-halangi, protes, gangguan-gangguan, perbuatan kekerasan, dan
mengacaukan rencana pihak lain;
2. Yang sederhana seperti menyangkal pernyataan orag lain di muka umum, memaki-
maki melalui surat-surat selebaran, mencerca, memfitnah, melemparkan beban
pembuktian kepada pihak lain, dan seterusnya;
3. Yang intensif mencakup penghasutan, menyebarkan desas-desus, mengecewakan pihak
lain, dan seterusnya;
4. Yang rahasia, seperti mengumumkan rahasia pihak lain, perbuatan khianat, dan
seterusnya;

4
Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati, SOSIOLOGI SUATU PENGANTAR (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO
PERSADA, 2015), hlm. 82.
5
Leopod von Weise and Howard Becker, Systematic Sociology (New York: John R. Wiley & Sons, 1932), hlm.
163.

17
5. Yang taktis, misalnya mengejutkan lawan, mengganggu atau membingungkan pihak
lain, dan sebagainya.

Kontravensi ini lambat laun dapat berubah menjadi sebuah pertentangan, pertikaian atau
konflik. Pertentangan, pertikaian, dan konflik meruppakan suatu proses sosial di mana individu
atau kelompok berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang
disertai dengan ancaman dan/atau kekerasan. Adapun sebab-sebab dari pertikaian meliputi:

1. Perbedaan antar Individu


Perbeaan pendirian dan perasaaan bisa saja melahirkan bentrok di antara mereka
2. Perbedaan Kebudayaan
Perbedaan kepribadian seseorang tentu dilatarbelakangi oleh perbedaaan
kebudayaan yang membentuk kepribadian seseorang. Seseorang secara sadar maupun
tidak sadar , sedikit banyak pasti akan terpengaruh oleh pola-pola pemikiran dari
kelompoknya, dan perbedaan kebudayaan ini dapat pula menyebabkan terjadinya
pertentangan antara kelompok manusia
3. Perbedaan Kepentingan
Perbedaan kepentingan antarindividu atau kelompok merupakan sumber lain
dari pertentangan. Wujud kepentingan dapat beragam bentuknya, ada kepentingn
ekonomi, politik, agama, dan lain sebagainya.
4. Perubahan Sosial
Perubahan sosial yang terjadi seara cepat tentu akan mengubah nilai-nilai dalam
masyarakat di mana masing-masing individu atau kelompok akan memiliki pendirian
dan pandagannya masing-masing. Perbedaan pendirian dan pandangan inilah yang
dapat menjadi konflik.

Pertentangan sebagai sebuah proses sosial tentu memiliki dampak, baik yang bersifat positif
mapun negatif, dampak tersebut antara lain:

1. Tambahnya soidaritas in group. Apabila suatu kelompok bertentangan dengan


kelompok lain, solidaritas para anggota kelompok biasanya akan meningkat dan
bertambah erat.
2. Sebaliknya, apabila pertentanga terjadi di dalam satu kelompok, maka kelompok
tersebut akan mengalami perpecahan

18
3. Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia, suatu pertentangan yang sangat
besar dan panas dapat menimbulkan harta benda menjadi hancur, bahkan korban jiwa
pun dapat berjatuhan.
4. Akomodasi, dominasi, dan takluknya salah satu pihak. Apabila pihak-pihak yang
bertentangan memiliki kekuatan yang seimbang, mungkin saja proses akomodasi akan
terjadi. Namun apabila terdapat perbedaan kekuatan yang jauh antara pihak yang
bertentangan, maka pihak yang lebih lemah akan didominasi oleh pihak yang lebih
kuat dan takluk kepada pihak yang lebih kuat.

F. Kasus Penyelewenggan Dana oleh ACT Apabila Ditinjau dari Segi Yuridis
Yayasan ACT merupakan salah satu lembaga filantropi terbesar di Indonesia. Pada
2018 hingga 2020 lalu, lembaga ini disebut mengumpulkan dana masyarakat sebesar Rp 500
miliar. Sebagai pembanding, lembaga lain seperti Dompet Dhuafa dan Rumah Zakat
mengumpulkan dana sebesar Rp 375 miliar dan Rp 224 miliar. Dana ratusan miliar tersebut
digunakan untuk berbagai program. Mulai dari membantu korban hingga pembangunan
sekolah, atau pun tempat ibadah. Akan tetapi pengelolaan dana ratusan miliar tersebut juga
diduga bermasalah. Mantan Presiden ACT, Ahyudin, disebut terseret dalam masalah
penyelewengan dana masyarakat tersebut. Menurut perspektif hukum, perbuatan yang
dilakukaan Ahyudin merupakan tindak pidana karena melanggar:

1. Pasal 1 UU No. 28 tahun 2004 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 16


Tahun 2001 Tentang Yayasan Jo. Pasal 3 Undang-Undang No. 16 Tahun 2001

Dalam penjelasan pasal 1 angka 1 UU No. 28 Tahun 2004 yang mengubah Pasal
3 UU No. 16 Tahun 2001, Yayasan hanya boleh didirikan untuk menjalankan visi misi
dalam bidang non komersial yaitu sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Selain itu, para
pengurus atau pengawas yayasan harus bekerja secara sukarela tanpa menerima gaji,
upah, atau honor tetap sebagaimana diatur dalam penjelasan pasal 3 UU No. 28 Tahun
2004. Dalam pasal 1 angka 2 UU No. 28 Tahun 2004 yang mengubah pasal 5 UU No.
16 Tahun 2001, dijelaskan bahwa kekayaan yayasan dalam bentuk apapun dilarang
untuk dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung dalam bentuk
apapun kepada pembina, pengurus, dan pengawas yayasan. Namun terdapat
pengecualian, dalam ayat (2) disebutkan bahwa pengurus dapat menerima gaji, upah,
atau honorarium dengan cara ditentukan dalam Anggaran Dasar yayasan, dan pengurus
bukanah pendiri yayasan dan tidak terafiliasi dengan pendiri, pembina, dan pengawas

19
dan harus melaksanakan kepengurusan yayasan secara langsung dan penuh. Dalam hal
ini, Ahyudin sebagai pendiri ACT sudah seharusnya tidak menerima gaji, namun dalam
kenyataannya Ahyudin menerima gaji dengan jumlah yang sangat besar.

2. Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang


Pelaksanaan Pengumpulan Sumbagan

Dalam PP No. 28 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbanga


telah diatur ambang batas dalam memotong sumbangan. dala, pasal 6 ayat (1)
disebutkan bahwa Pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya
10% (sepuluh persen) dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan. Namun
ACT telah melanggar Peraturan pemerintah Nomor 29 tahun 1980 tentang pelaksanaan
pengumpulan sumbangan, di mana ACT menggunakan 13,5% untuk operasional
sedangkan dalam Peraturan pemerintah Nomor 29 tahun 1980 hanya diperbolehkan
10% saja.

3. Pasal 372 KUHP Tentang Penggelapan


Pada pasal 372 KUHP disebutkan bahwa Barangsiapa dengan sengaja memiliki
dengan melawan hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk
kepunyaan orang lain dan barang itu ada dalam tanganya bukan karena kejahatan,
dihukum karena penggelapan, dengan hukuman penjara selama-lamanya 4 (empat)
tahun. Dalam kasus ini, ketua ACT(Ahyudin) diduga menggunakan dana lembaganya
untuk kepentingan pribadi. Mulai dari membeli rumah dan perabotannya hingga
transfer bernilai belasan miliar. Artinya Ahyudin secara sengaja dan tanpa hak memiliki
barang yang seharusnya menjadi hak para penerima donasi.
4. Pasal 5 Undang Undang No. 8 Tahun 2010 Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang

Dalam pasal 5 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2010 disebutkan Setiap Orang yang
menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan,
penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Dalam kasus ini, tersangka melakukan
penggelapan, lalu uang dari penggelapan itu digunakan sama Ahyudin (ketua ACT)
untuk membeli barang-barang pribadi, mobil mewah yang sumbernya sudah jelas

20
merupakan hasil dari tindak pidana penggelapan. Selain itu, ACT yang telah
menggelapkan dana sumbangan Lion-Air JT-610 menggelapkan dana donasi tersebut
lalu kemudian melakukan pembayaran kepada Koperasi Syariah 212.

5. Pasal 55KUHP

Pasal 55 KUHP mengatur tentang ketentuan pidana terhadap orang yang


menyuruh melakukan tindak pidana, melakukan tindak pidana, serta turut terlibat dalam
suatu tindak pidana. Padal 55 berbunyi:

(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:

1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut


serta melakukan perbuatan;

2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan


menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan,
ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana
atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan
perbuatan.

(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang
diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.

Dalam kasus ini, penggelapan dana yang dilakukan ACT melibatkan 4 orang
pelaku yang artinya pelaku ACT ini dapat dipidana karena telah terlibat dalam suatu
tindak pidana.
6. Pasal 56 KUHP

Dalam pasal ini, KUHP mengatur ketentuan pidana yang berbunyi:

Dipidana sebagai pembantu kejahatan:

1. mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;

2. mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan


untuk melakukan kejahatan.

Bahwasanya kasus penggelapan dana yang dilakukan ACT melakukan tindak


penggelapan dana nya dengan total 4 orang pelaku yang artinya ada sebagian dari 4
tersangka yang membantu tindak pidana yang dilakukan oleh ACT.

21
7. Pasal 28 ayat 1 UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik

Dalam pasal 28 ayat 1 UU ITE disebutkan bahwa Setiap Orang yang dengan
sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang
mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Berkaitan dengan hal ini, ACT melakukan promosi dengan informasi bohong yang
dimana salah satu donasi ACT mengatakan untuk donasi dirikan surau pertama di
Sydney, Australia. Padahal dalam kenyataannya sudah ada banyak surau di Sydney
australia.

G. Tindakan Hukum yang dapat Ditempuh


Yayasan ACT (Aksi Cepat Tanggap) merupakan yayasan berbadan hukum, maka ACT
harus tunduk pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 juncto Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2004 tentang Yayasan dan berdasarkan pada prinsip keterbukaan dan akuntabilitas
kepada masyarakat. Maka dari itu, karena ACT telah berbadan hukum, yayasan ini dilarang
mengambil keuntungan dari yayasan atau kegiatan usaha yayasan, baik oleh pendiri maupun
pengurusnya. Hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 3 UU Yayasan, Yayasan tidak boleh
membagikan hasil kegiatan usaha kepada pembina, pengurus dan Pengawas. Namun, tindakan
yang dilakukan oleh para petinggi Yayasan ACT diduga telah membuat kerugian kepada
donatur karena telah melakukan penyelewengan dana. Berikut adalah tindakan melanggar
hukum beserta jalur hukum yang dapat ditempuh pada kasus dugaan penyelewengan yang
dilakukan oleh Yayasan ACT :

1. Hukum Pidana
Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Ahmad Ramadhan,
yayasan ACT diduga telah melanggar hukum dan menyatakan keempat petinggi
Yayasan ACT dijerat dengan pasal berlapis mulai dari soal penyelewengan dana hingga
pencucian uang. Salah satu pasal persangkaan tindak pidana penggelapan dan/atau
penggelapan dalam jabatan dinyatakan dalam Pasal 374 KUHP yang berbunyi
“Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang
disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat
upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”. Pemberatan

22
dalam dugaan tindak pidana ini diperlukan karena menurut Adam Chazawi, bahwa
adanya benda di tangan seseorang yang dikarenakan hubungan kepercayaan yang lebih
besar, yang seharusnya pelaku lebih memperhatikan keselamatan dan kepengurusannya
bukan menyalahgunakan kepercayaan yang besar itu.6 Masyarakat dapat melakukan
pemeriksaan yang mewakili kepentingan umum terhadap Yayasan dengan mengajukan
permohonan tertulis dari pihak pengadilan. Tujuannya agar mendapatkan keterangan
atau data terkait adanya dugaan bahwa organ yayasan melakukan hal-hal sebagai
berikut:7
1) Perbuatan melawan hukum atau bertentangan dengan anggaran dasar;
2) Lalai dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya;
3) Melakukan perbuatan yang merugikan yayasan atau pihak ketiga;
4) Melakukan perbuatan yang merugikan negara.
Terdapat ketentuan mengenai larangan untuk pembagian hasil usaha yang
dijalankan oleh Yayasan, karena terdapat ancaman pidana bagi individu yang
melanggar. Dalam Undang-Undang No. 16 tahun 2001 tentang Yayasan mengatur
ketentuan pidana terkait organ yang melanggar, yaitu sebagai berikut:

Pasal 70
1) Setiap anggota organ yayasan yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud Pasal 5, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
2) Selain pidana penjara, anggota organ yayasan sebagaimana dimaksud dalam
Ayat (1) juga dikenakan pidana tambahan berupa kewajiban mengembalikan
uang, barang, atau kekayaan yayasan yang dialihkan atau dibagikan. Ketentuan
dalam pasal tersebut merupakan aturan terhadap tindak pidana bagi seseorang,
baik itu pembina, pengurus, maupun pengurus Yayasan yang membagi atau
mengalihkan harta kekayaan dengan cara yang tidak sah terdapat ancaman
pidana bagi siapapun yang melanggar ketentuan. Maka segala aktivitas
Seseorang, baik pembina, pengurus, maupun pengurus Yayasan yang membagi
atau mengalihkan harta kekayaan dengan cara yang tidak sah terdapat ancaman pidana
bagi siapapun yang melanggar ketentuan. Maka segala aktivitas yayasan harus dibuat

6
Adam Chazawi. Kejahatan Terhadap Harta Benda. (Malang: Bayumedia, 2003), h., 86
7
Badan Pembinaan Hukum Nasional. Kompendium Hukum Yayasan, (Jakarta: Kementrian Hukum dan HAM RI,
2012), h., 76

23
pertanggung jawabannya agar dapat menggambarkan kegiatan serta kondisi keuangan
dari yayasan tersebut.8
2. Hukum Perdata
Yayasan ACT tidak hanya bisa digugat secara Pidana dalam dugaan kasus
penyelewengan donasi namun juga bisa secara Perdata. Jika ada oknum ACT yang
menggelapkan uang, maka yang bisa menuntut adalah masyarakat. Masyarakat bisa
melaporkan ACT secara perdata untuk menggugat ganti rugi. Masyarakat berhak
mengajukan gugatan perwakilan atau class action ke pengadilan dan atau melaporkan
ke penegak hukum khususnya bagi masyarakat yang merasa dirugikan dengan
penyelewengan donasi tersebut. Meskipun tidak diikat perjanjian, hubungan
masyarakat dengan ACT yang dijanjikan dengan kegiatan-kegiatan membantu
masyarakat, maka masyarakat terutama yang bisa membuktikan sebagai penyumbang
mempunyai hak untuk menggugat perbuatan melawan hukum secara perdata. Jika
gugatan perdata ini dimenangkan oleh pihak penggugat, maka hasilnya tidak boleh
diambil oleh masyarakat itu sendiri namun harus disalurkan kepada yayasan atau
lembaga yang mengurusi fakir miskin. Demikian pula masyarakat miskin harus
dibuktikan kemiskinannya bisa menggugat ACT atas tidak disalurkannya hak mereka
atas sumbangan yang diterima ACT. Terutama sumbangan untuk proyek kemiskinan,
maka masyarakat yang bersangkutan punya legal standing untuk menggugat.
Perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) yang tercantum dalam Pasal
1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), berbunyi: “Tiap
perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk
menggantikan kerugian tersebut.” Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 1365 KUH
Perdata, maka suatu perbuatan melawan hukum haruslah mengandung unsur-unsur
sebagai berikut:
a) Adanya suatu perbuatan melawan hukum, perbuatan melawan hukum
berarti adanya perbuatan atau tindakan dari pelaku yang melanggar atau
melawan hukum. Yayasan ACT diduga melakukan penyelewengan dana
seperti : memberikan gaji untuk para petinggi dengan nilai yang fantastis,

8
Fendi Supriono. Implementasi Undang-Undang Yayasan Dalam Mencapai Maksud dan Tujuan Yayasan, Jurnal
Ilmu Hukum Legal Opinion, No. 1, Vol. 3, (Tahun 2015), h., 7

24
menggunakan dana sumbangan untuk kepentingan pribadi, pemotongan
dana sumbangan dengan persenan yang besar.
b) Adanya kesalahan dari pihak pelaku, Syarat kesalahan berupa perbuatan
melawan hukum dan adanya kehendak perbuatan tersebut. Mereka yang
melakukan perbuatan pidana tersebut berarti telah berbuat salah. Kesalahan
ada 2 yaitu bisa karena kesengajaan atau karena kealpaan. Kesengajaan
maksudnya ada kesadaran yang oleh orang normal pasti tahu konsekuensi
dari perbuatannya itu akan merugikan orang lain. Para pelaku penggelapan
dana tersebut merupakan pengurus Yayasan ACT. Artinya mereka adalah
orang yang memenuhi defenisi dari pertanggungjawaban tersebut. Tidak
mungkin mereka dipilih sebagai pengurus suatu Yayasan jika mereka tidak
memenuhi defenisi pertanggungjawaban tersebut. Maksudnya adalah
mereka adalah orang yang normal secara psikis oleh sebab itu mereka
dipercaya mampu mengurus Yayasan ACT.
c) Adanya kerugian bagi korban, akibat dari perbuatan pelaku menimbulkan
kerugian. Kerugian dibagi menjadi dua, yaitu Materil dan Imateril. Contoh
kerugian materil dari kasus dugaan penyelewengan dana kompensasi ahli
waris tragedy jatuhnya lion air, akibat dari penggelapan dana tersebut ahli
waris tidak mendapatkan apa yang seharusnya. Kerugian Imateril seperti
kekecewaan, penyesalan ysng pada prakteknya akan dinilai dalam bentuk
uang. Akibat dari dugaan penyelewengan dana yang dilakukan Yayasan
ACT, menyebabkan kekecewaan pada donator dan hilangnya kepercayaan
masyarakat terhadap lembaga filantropi yang serupa dengan ACT.
9
d) Adanya hubungan Klausula antara perbuatan dan kerugian,
Maksudnya, ada hubungan sebab akibat antara perbuatan yang dilakukan
dengan akibat yang muncul. Sebab dari ACT tidak menyalurkan dana
sebagaimana mestinya, mengakibatkan pihak yang seharusnya menerima
dana mendapatkan hak yang lebih sedikit. Dengan kata lain, kerugian tidak
akan terjadi jika pelaku tidak melakukan perbuatan melaawan hukum.

9
Munir Fuady, Konsep Hukum Perdata, Rajawali Pers, Jakarta, 2014, hlm. 250.

25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kronologi dari dugaan kasus penyelewengan dana yang dilakukan oleh
Yayasan Aksi Cepat tanggap ini bermula dari laporan yang dipublikasikan oleh Majalan
Tempo yang berjudul “Aksi Cepat Tanggap Cuan”, yang mana isi dari laporan tersebut
ialah dugaan pwnyelewengan dana donasi yang dilakukan oleh Ahyudin dan rekan-
rekannya. Penyelewengan dana yang dilakukan oleh ACT ialah penggunakan dana
donasi untuk kepentingan internal/pribadi baik digunakan untuk mengupah para
petinggi ACT dengan nilai nominal yang sangat tinggi, membeli fasilitas-faslitas
mewah, hingga memberikan dana kepada perusahaan lain. Penyelewengan yang
dilakukan oleh ACT dilakukan dengan memotong dana donasi dengan persenan yang
tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selai itu dalam melakukan
kampanye penggalangan dana, Yayasan Aksi Cepat Tanggap sering kali menggunakan
informasi bohong untuk menarik para donaturnya. Atas kejadian tersebut, Kementrian
sosial mencabut izin ACT untuk Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang
(PUB). Serta dilakukannya pemblokiran pada 843 rekening milik ACT oleh Bareskrim
POLRI. Saat ini berkas perkara penyelewengan dana yang dilakukan oleh ACT sedang
dalam pemeriksaan di Kejaksaan Agung.
2. Yayasan adalah suatu badan yang melakukan berbagai kegiatan yang bersifat
non komersial yang bergerakk di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Adapun
unsur-unsur penting yang ada pada Yayasan ada Yayasan merupakan suatu badan
hukum; Yayasan didirikan atau dibentuk dari kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan
pendirinya; Tujuan Yayasan bersifat idiil yang mencakup bidang sosial, keagamaan,
dan kemanusiaan; kegiatan Yayasan bersifat non komersial; Yayasan tidak mempunyai
anggota.
3. Yayasan memiliki organ yang terdiri dari Pembina, pengurus dan pengawas.
Pembina merupakan organ Yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak dapat
diserahkan kepada pengurus atau pengawas oleh UU ini atau anggaran dasar. Pengurus
adalah organ Yayasan yang melaksanakan kepengurusan Yayasan. Pengawas adalah
organ Yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada
pengurus dalam menjalankan kegiatan Yayasan.
4. Jenis-jenis Yayasan terdiri dari Yayasan pendidikan, Yayasan sosial, Yayasan
kegamaan, dan Yayasan Kesehatan. Yayasan pendidikan adalah Yayasan yang
26
bergerak pada dunia pendidikan. Yayasan sosial adalah Yayasan yang berkaitan dengan
kegiatan sosial. Yayasan keagamaan yakni Yayasan yang bergerak dalam bidang syi’ar
agama. Yayasan ACT meruoakan Yayasan yang bergerak di bidang sosial dan
kemanusiaan. Kegiatan yang dilakukan oleh Yayasan ACT ialah kegiatan tanggap
darurat, program pemulihan pascabencana, pemberdayaan dan pengembangan
masyarakat, serta program berbasis spiritual seperti kurban, zakat, dan wakaf. ACT ini
diprakarsai oleh donatur publik yang berasal dari kalangan masyarakat.
5. Secara sosiologis, kasus ACT ini memiliki dampak yang luas terhadap lembaga
filantropi lainnya. Banyak orang yang mengaku sudah tidak percaya lagi dengan
lembaga sejenis ACT sehingga mereka enggan untuk mendonasikan uang mereka.
Selain itu, kejadian ini juga mengakibatkan terjadinya sebuah pertentangan di antara
masyarakat, ada masyarakat yang pro kepada ACT, ada juga masyarakat yang kontra.
Kejadian ini menurut ilmu sososiologi merupakan proses interaksi sosial yang bersifat
disosiatif yang menjurus kepada kontravensi dan pertentangan yang mana hal tersebut
merupakan hal yang wajar terjadi di masyarakat.
6. Secara yuridis, yayasan ACT telah melanggar beberapa peraturan perundang-
undangan yang ada, misalnya ACT telah melakukan penggelapan terhadap dana
nasabah, ACT telah menyebarkan berita palsu dalam rangka mempromosikan
penggalangan dana, ACT memotong dana lebih dari ketentuan yang berlaku,
menggunakan uang hasil penggeelapan untuk kepentingan pribadi, beberapa tindak
pidana yang berkaitan dengan persekongkolan, turut serta, dan turut membantu
jalannya suatu tindak pidana.
7. Tindakan hukum yang dapat ditempuh ialah melalui dua jalur hukum, yakni
hukum pidana dan hukum perdata. Pada hukum pidana, kasus penyelewengan dana
yang dilakukan oleh ACT dapat dijerat dengan Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan
dan Pasal 70 UU No 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Dalam hukum perdata, perbuatan
yang dilakukan oleh pihak ACT masuk dalam perbuatan melawan hukum. Para donatur
dapat menggugat ACT dengan melakukan class action dengan dalil Pasal 1365
KUHPer.

27
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Chidir. 2005. Badan Hukum. Bandung: Alumni.

Badan Pembinaan Hukum Nasional. 2012. Kompendium Hukum Yayasan. Jakarta:


Kementrian Hukum dan HAM RI.

Chazawi, Adam. 2003. Kejahatan Terhadap Harta Benda. Malang: Bayumedia.

Chatamarasjid. 2000 Tujuan Sosial Yayasan dan kegiatan Usaha Bertujuan Laba. Bandung:
PT Citra Aditya Bhakti.

Fuady, Munir. 2014. Konsep Hukum Perdata. Jakarta: Rajawali Pers.

Soekanto, Soerjono dan Sulistyowati, Budi. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT


Rajagrafindo Persada, 2015.

Setiady, Tolib. 2010. Pokok-Pokok Hukum Panitensier Indonesia. Bandung: Alfabeta.

Weise, Leopod. dan, Becker, Howard. Systematic Sociology. New York: John R. Wiley &
Sons, 1932.

xxxi

Anda mungkin juga menyukai