Anda di halaman 1dari 9

Makalah

NILAI-NILAI BAIK DAN BURUK DALAM ISLAM

DI
S
U
S
U
N

Oleh:

AMIRUDIN

DOSEN PENGAMPU : Anwar

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI


STAIN TEUNGKU DIRUNDENG
MEULABOH
2023
A. Pengertian Baik dan Buruk

Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata khoir ( dalam bahasa arab ) /
good ( dalam bahasa Inggris ). Dikatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang
menimbulkan rasa keharuan dan kepuasan, kesenangan, persesuaian, dan seterusnya 1 .
Pengertian baik menurut Ethik adalah sesuatu yang berharga untuk tujuan. Sebaiknya
yang tidak berharga, tidak berguna untuk tujuan apabila yang merugikan, atau yang
mengakibatkan tidak tercapainya tujuan adalah buruk dan yang disebut baik dapat pula
berarti sesuatu yang mendatangkan memberikan perasaan senang atau bahagia. Dan
adapula yang berpendapat yang mengatakan bahwa secara umum, bahwa yang disebut
baik / kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan dan menjadi tujuan
manusia. Walaupun tujuan orang atau golongan di dunia ini berbedabeda, sesungguhnya
pada akhirnya semuaya mempunyai tujuan yang sama sebagai tujuan akhir tiap-tiap
sesuatu, bukan saja manusia akan tetapi binatang pun mempunyai tujuan.2

Mengetahui sesuatu yang baik sebagaimana disebutkan bahwa akan


mempermudah dalam mengetahui yang buruk dan diartikan dan diartikan sesuatu yang
tidak baik. Dengan demikian yang dikatakan buruk itu adalah sesuatu yang dinilai
sebaliknya dari yang tidak baik, dan tidak disukai kehadirannya oleh manusia. Kebaikan
yang berhubungan dengan tujuan ini dapat kita bedakan dengan kebaikan sebagai tujuan
sementara untuk mencapai tujuan terakhir. Tujuan sementara mungkin hanya sekali bagi
seseorang atau sesuatu golongan. Dan tujuan sementara ini sebagai alat atau jalan untuk
mencapai tujuan akhir ini terdapat bermacam-macam dan beraneka ragam tujuan akhir
berada dalam satu garis lurus yaitu berdasarkan satu norma karena didalam akhlak
Islamiyah ini disamping bai itu harus benar. Missal untuk menjadi seorang pengusaha
yang kaya. Ia harus berusaha dengan jalan yang halal, tidak dengan menganiaya orang
lain, tidak dengan jalan korupsi,. Sebab didalam akhlak Islamiyah ada garis yang jelas
antara yang boleh dan tidak boleh, antara yang boleh dilampaui atau tidak, antara halal
dan haram.

Berbeda dengan akhlak Machiavelli, yang dianut oleh komunis untuk mencapai
tujuan dapat dengan segala macam cara, seperti untuk mencapai kemenangan kekuasaan
memelaratkan rakyat agat bisa dikuasai dan untuk mencapai kemenangan dengan

1
H. Abuddin Nata, Ma. 1996. Akhlak Tasawuf. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada hlm 104
2
Ahmad Mustofa. 1999. Akhlak Tasawuf. Bandung : CV Pustaka Setia hlm 56
membinasakan orang lain. Jadi menurut akhlak Islam, perbuatan itu disamping baik juga
harus belajar, yang benar juga harus baik.

B. Pandangan Islam tentang Baik dan Buruk

Perilaku, tindakan atau perbuatan manusia dalam berbagai situasi dan pilihan
dapat bernilai baik dan buruk. Penetapan nilai baik atau buruknya perbuatan manusia itu
dilakukan menurut berbagai pendapat seperti yang telah di jelaskan di atas. Apa yang
telah dikemukakan dalam pandangan-pandangan tersebut tentang tolok ukur atau
indikator untuk menentukan nilai baik dan buruk hanya bersifat subyektif, lokal, dan
temporal. Oleh karenanya kriteria nilai-nilainya bersifat relatif. Dalam ajaran Islam, tolok
ukur untuk menentukan nilai dan buruknya suatu perbuatan bersumber kepada dua, yakni
al-Qur’an (wahyu Allah) dan hadist Nabi Muhammad Saw. Dalam al-Qur’an dan al-
Hadist istilah yang berkaitan dengan kebaikan dan keburukan banyak dijumpai. Beberapa
istilah yang berkaitan dengan baik, misalnya: al-hasanah, thayyibah, khairah, karimah,
mahmudah, azizah, dan al-birr. Al-hasanah menunjukkan sesuatu yang disukai atau
dipandang baik, dari segi akal, hawa nafsu, maupun panca indera (al-Raghib Asfahani,
t.t.: 117)

Allah Swt. berfirman:

Barangsiapa yang datang dengan (membawa) kebaikan, maka baginya (pahala)


yang lebih baik daripada kebaikannya itu (QS. al Qashash: 84).

Istilah at-thayyibah untuk menunjukkan sesuatu yang memberikan kenikmatan


pada pancaindera dan jiwa, makanan, minuman, pakaian, rumah dan sebagainya (al-
Raghib Asfahani, t.t.: 117). Sebagaimana Allah berfirman:

Kami turunkan kepadamu manna dan salwa. Makanlah dari makanan yang baik-
baik yang telah Kami berikan kepadamu (QS. al-Baqarah: 57).

Kata al-khair digunakan untuk menggambarkan kebaikankebaikan oleh seluruh


umat manusia atau segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia. Allah berfirman:
Barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka
sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui (QS. al-
Baqarah: 158).
Al-mahmudah menunjukkan pada perbuatan yang utama sebagai akibat dari
melakukan sesuatu yang disukai oleh Allah Swt. (al-Raghib Asfahani, t.t.: 117).
Kebaikan-kebaikan di dalamnya bersifat batin dan spiritual.

Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu
ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang
terpuji (QS. al-Isra: 79).

Al-karimah digunakan untuk menunjukkan perbuatan yang sangat terpuji.


Perbuatan tersebut sungguh mulia, seperti menafkahkan harta di jalan Allah dan berbakti
kepada kedua orang tua, sebagaimana firman Allah

Berbagai istilah kebaikan yang dijelaskan dalam al-Qur’an dan hadist


menunjukkan bahwa tolok ukur kebaikan dalam ajaran Islam lebih lengkap dan
mendalam. Kebaikan dalam Islam itu meliputi aspek fisik, akal, mental, jiwa,
kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat. Sebagaimana telah dijelaskan di atas
bahwa tolok ukur kebaikan dan keburukan menurut ajaran Islam bersumber dari al-
Qur’an dan Sunnah Rasul. Dalam aspek lain, Islam memberikan ukuran kebaikan dan
keburukan dari suatu perbuatan itu didasarkan pada adanya kesadaran penuh, kehendak
dan niat untuk melakukan perbuatan itu. Sejalan dengan teori umum akhlak yang telah
dijelaskan sebelumnya, bahwa suatu perbuatan yang tergolong akhlak itu adalah
perbuatan yang disengaja atau dikehendaki. Setiap kehendak selalu mengarah kepada
suatu tujuan. Jadi dalam memberi nilai perbuatan terletak pada kehendak dan tujuan.
Dalam Islam kehendak dan tujuan itu dimaksudkan agar di dalam berbuat memperoleh
keridhaan Allah Swt. Kehendak dalam berbuat adalah niat. Niat yang diridahi adalah
ihklas dalam berbuat (semata-mata hanya karena Allah). Perbuatan akhlak dalam Islam
baru dikatakan baik apabila perbuatan itu dilakukan sesuai dengan tuntunan Allah dan
Rasul-Nya yang disertai niat yang ikhlas karena Allah. Firman Allah:

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan


memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus (QS. Al-
Bayyinah: 5)

Perbuatan yang diniatkan baik maka perbuatan itu dapat dinilai baik, dan
sebaliknya kalau niatnya buruk maka perbuatan itu nilainya buruk.
Selanjutnya selain perbuatan nyata dan niat, Islam juga mengukur baik buruknya
perbuatan itu berdasarkan cara melakukan perbuatan itu. Misalnya, seorang mempunyai
niat yang baik, namun bila dilakukan dengan cara yang salah, maka perbuatannya dinilai
tercela. Orang tua yang memukul anaknya sampai cacat seumur hidup adalah perbuatan
tercela, meskipun pada dasarnya niatnya baik yakni untuk mendidik anaknya. Contoh
lain, bersedekah adalah amalan yang baik, tetapi jika diberikan kepada orang dengan cara
yang menyakitkan hati si penerima, maka ia dinilai buruk, sebagai mana Allah Swt.
berfirman:

Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi
dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha
Penyantun (QS. Al Baqarah: 163).

C. Aliran – aliran tentang Baik dan Buruk


Membicarakan baik dan buruk pada perbuatan manusia maka penentuan dan
karakternya baik dan buruk perbuatan manusia dapat diukur melalui fitrah manusia.

Menurut Poedja Wijatna berhubungan dengan perkembangan pemikiran manusia


dengan pandangan filsafat tentang manusia (Antropologi Metafisika) dan ini tergantung
pula dari Metafisika pada umumnya. Dan dapat disimpulkan bahwa diantara aliran-aliran
filsafat yang mempengaruhi dalam penentuan baik dan buruk diantaranya :

1. Baik Buruk Menurut Aliran Adat Istiadat ( sosialisme)

Menurut aliran ini baik dan buruk ditentukan berdasarkan adat istiadat yang
berlaku dan ditentukan berdasarkan adat istiadat yang berlaku dan dipegang teguh oleh
masyarakat. Orang yang mengikuti dan berpegang teguh pada adat dipandang baik dan
orang yang menentang dan tidak mengikuti adat istiadat dipandang buruk, dan kalau
perlu dihukum secara adat.

Adat istiadat selanjutnya disebut pula sebagai pendapat umum, Ahmad Amin
mengatakan bahwa tiap-tiap bangsa mempunyai adat istiadat yang tertentu dan
menganggap baik bila mengikutinya,mendidik anak-anaknya sesuai dengan adat istiadat
itu, dan menanamkan perasaan kepada mereka, bahwa adat istiadat itu akan membawa
kepada kesucian,sehingga apabila seseorang menyalahi adat istiadat itu sangat dicela dan
dianggap keluar dari golongan bangsanya.3

2. Baik dan Buruk Menurut Aliran Hedonisme

Aliran hedonisme adalah aliran filsafat yang terhitung tuah, karena berlatar pada
pemikiran filsfat Yunani, khususnya pemikiran filsafat Epicurus (341-270 SM), yang
selanjutnya dikembangkanoleh cyrenics sebagaimana telah diuraikan diatas, dan
belakangan ditumbuh kembangkan freud.

Menurut paham ini banyak yang disebut perbuatan yang banyak mendatangkan
kelezatan, kenikmatan, dan kepuasan nafsu biologis. Aliran ini tidak mengatakan bahwa
semua perbuatan mengandung kelezatan, melainkan adapula yang mendatangkan
kesedihan, dan apabila ia disuruh memilih manakah perbuatan yang harus
dilakukan,maka yang dilakukan adalah yang mendatangkan kelezatan. Epicurus sebagai
peletak dasar paham ini mengatakan bahwa kebahagiaan atau keezatan itu adalah tujuan
manusia.tidak ada kebaikan dalm hidup selain kelezatan dan tidak ada keburukan kecuali
penderitaan. Dan akhlaq itu tak lain dan tak bukan adalah berbuat untuk menghasilkan
kelezatan dan kebahagiaan serta keutamaan. Keutamaan itu tidak mempunyai nilai
tersendiri,tetapi nilainya terletak pada kelezatan yang menyertainya.

3. Baik dan Buruk Menurut Paham Intuisisme (humanisme)

Intuisi adalah merupakan kekuatan batin yang dapat menentukan sesuatu sebagai
baik atau buruk dengan sekilas tanpa melihat buah atau akibatnya. Kekuatan batin itu
disebut juga kata hati adalah merupakan potensi rohaniah yang secara fitrah yang ada
pada diri setiap orang. Paham ini berpendapat bahwa pada setiap manusia mempunyai
kekuatan instinct batin yang dapat membedakan baik dan buruk dengan sekilas pandang.
Kekuatan batin ini terkadang berbeda refleksinya, karena pengaruh masa dan lingkungan,
akan tetapi dasarnya ia tetap sama dan berakar pada tubuh manusia. Apabila ia melihat
sesuatu perbuatan ia mendapat semacam ilham yang dapat membertahu nilai perbuatan
itu, lalu menetapkan hukum baik dan buruknya. oleh karena itu, kebanyakan manusia
sepakat mengenai keutamaan seperti benar, dermawan, berani, dan mereka juga sepakat
menilai buruk terhadap perbuatan yang salah, kikir dan pengecut.

3
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2014. Hlm 201
Kekuatan batin ini adalah kekuatan yang telah ada dalam jiwa manusia, tidak
terambil dari keadaan luarnya. Kita diberinya kemampuan untuk membedakan antara
baik dan benar, sebagai mana kita diberikan mata untuk melihat dan diberi telinga untuk
mendengar.

4. Baik dan Buruk Menurut Paham Utilitarianisme

Secara harfiah utilis berarti berguna. Menurut paham ini bahwa yang baik adalah
yang berguna. Jika ukuran ini berlaku bagi perorangan, disebut individual, dan jika
berlaku bagi masyarakat dan Negara disebut social.

Paham penentuan baik buruk berdasarkan nilai guna ini mendapatkan perhatian
di masa sekarang. Dalam abad sekarang ini kemajuan dibidang teknik cukup meningkat,
dan kegunaanlah yang menentukan segala-galanya. Namun demikian paham ini
terkadang cenderung ekstrim dan melihat kegunaan hanya dari sudut pandang
materialistik. Orang tua yang sudah jompo misalnya semakin kurang dihargai, karena
secara material tidak ada lagi kegunaanya. Padahal kedua orang tua tetap berguna untuk
dimintakan nasihat dan doanya serta kerelaanya. Selain itu paham ini juga dapat
menggunakan apa saja yang dianggap ada gunanya untuk memperjuangkan kepentingan
politik misalnya tidak segan-segan menggunakan fitnah, khianat, bohong, tipu muslihat,
kekerasan, paksaan dan lain sebagainya, sepanjang semua yang disebutkan itu ada
gunanya.

Namun demikian kegunaan dalam arti bermanfaat yang tidak hanya berhubungan
dengan materi melainkan juga dengan yang bersifat rohani bias diterima. Dan kegunaan
bias juga diterima jika yang digunakan itu hal-hal yang tidak menimbulkan kerugian bagi
orang lain. Nabi misalnya menilai bahwa orang yang baik adalah orang yang member
manfaat pada yang lainnya, ( HR. Bukhari ).

5. Baik Buruk Menurut Paham Vitalisme

Menurut paham ini baik ialah yang mencerminkan kekuatan dalam hidup
manusia. Kekuatan dan kekuasaan yang menaklukkan orang lain yang lemah dianggap
sebagai yang baik. Paham ini lebih lanjut cenderung pada sikap binatang, dan berlaku
hokum siapa yang kuat dan menang itulah yang baik.
Paham vitalisme ini pernah dipraktekkan para penguasa di zaman feodalisme
terhadap kaum yamh lemah dan bodoh.dengan kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki ia
mengembangkan pola hidup feodalisme, kolonialisme, dictator dan tiranik. Kekuatan dan
kekuasaan menjadi lambang dan status social untuk dihormati. Ucapan, perbuatan dan
ketetapan yang dikeluarkannya menjadi pegangan hidup masyarakat. Hal ini bias berlaku,
mengingat orang-orang yang lemah dan bodoh selalu mengharapkan pertolongan dan
bantuannya.

Dalam masyarakat yang sudah maju, di mana ilmu pengetahuan dan keterampilan
sudah mulai banyak dimiliki oleh masyarakat, paham vitalisme tidak akan mendapat
tempat lagi, dan digeser dengan pandangan yang bersifat demokratis.

6. Baik Buruk Menurut Paham Religiosisme

Menurut paham ini yang dianggap baik adalah perbuatan yang sesuai dengan
kehendak Tuhan, sedangkan perbuatan buruk adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan
kehendak Tuhan. Dalam pahan ini keyakinan teologis, yakni keimanan kepada tuhan
sangat memegang peranan penting, karena tidak mungkin orang mau berbuat sesuai
dengan kehendak Tuhan, jika yang bersangkut tidak beriman kepada-Nya. Menurut
Poedjawijatna aliran ini dianggap yang paling baik dalam praktek. Namun terdapat pula
keberatan terhadap aliran ini, yaitu karena ketidak umuman dari ukuran baik dan buruk
yang digunakannya.

Diketahuia bahwa di dunia ini terdapat bermacam-macam agama, dan masing-


masing agama menentukan baik buruk menurut ukurannya masing-masing. Agama
Hindu, Yahudi, Kristen dan islam, misalnya, masing-masing memiliki pandangan dan
tolak ukur tentang baik dan buruk yang satu dan lainnya berbeda-beda. Poedjawijatna
mengatakan bahwa pedoman itu tidak sama, malahan di sana- sini tampak bertentangan :
misalnya tentang poligami, talak dan rujuk, aturan makan dan minum, hubungan suami
dan istri dan sebagainya.

7. Baik Buruk Menurut Paham Evolusi ( Evolution )

Mereka yang mengikuti paham ini mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada di
ala mini mengalami evolusi, yaitu berkembang dari apa adanya menuju kepada
kesempurnaanya. Pendapat seperti ini bukan hanya berlaku pada benda-benda yang
tampak, seperti binatang, manusia, dan tumbuh-tumbuhan, tetapi juga berlaku pada
benda yang tak dapat dilihat atau diraba oleh indera, seperti akhlak dan moral.

Herbert Spencer ( 1820-1903 ) salah seorang ahli filsafat Inggris yang


berpendapat evolusi ini mengatakan bahwa perbuatan akhlak itu tumbuh secara
sederhana, kemudian berangsur meningkat sedikit demi sedikit berjalan ke arah cita-cita
yabg dianggap sebagai tujuan. Perbuatan itu baik bila dekat dengan cita-cita itu dan
buruk bila jauh dari padanya. Sedang tujuan manusia dalam hidup ini ialah mencapai
cita-cita atau paling tidak mendekatinya sedekat mungkin.4

DAFTAR PUSTAKA

Asfahani, al-Raghib, Mu’jam Mufradat Alfadz Al-Qur’an, Dar Al Fikr, Beirut, t.t.

Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak, Rajawali Pers, Jakarta, 1992

Homby, AS, EU Gaterby, H Wakefield, The Advanced Learner’s Dictionary of Current


English, Oxford University Press, London, 1973

Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada. 2014

4
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2014. Hlm 180

Anda mungkin juga menyukai