Anda di halaman 1dari 65

BAB III VEKTOR

A. Definisi Vektor dan Operasinya


Vektor adalah besaran yang memiliki nilai dan arah dan digambarkan dengan
himpunan ruas garis berarah. Contoh besaran vektor adalah jarak, kecepatan,
percepatan, momentum, impuls dan sebagainya.
Sebuah vektor dapat pula ditulis menggunakan:
1. huruf kecil yang dicetak tebal. Seperti a, b, c, dan sebagainya. Misalnya,
vektor di bawah ditulis sebagai vektor a. Q 𝒂 P.
2. huruf kecil yang di atas huruf itu dibubuhi tanda panah. Seperti 𝑎⃗, 𝑏⃗, 𝑐
dan sebagainya. Misalnya vektor dapat ditulis sebagai vektor.
3. huruf kecil yang di bawah huruf itu dibubuhi tanda garis (garis bawah).
Seperti u , v , w dan sebagainya.

1. Menentukan Hasil Kali suatu Vektor dengan Skalar


Vektor dapat dioperasikan dengan skalar. Karena skalar hanya mempunyai
besar maka perkalian vektor dengan skalar hanya akan berpengaruh pada besar
vektor saja, sedangkan arahnya tetap. Hasil kali vektor 𝑎 dengan skalar 2 akan
menghasilkan vektor dengan besar 2 kalinya sedangkan arahnya tetap. Secara
umum, hasil kali vektor 𝑎 dengan skalar k akan menghasilkan vektor 𝑘.𝑎 yang
besarnya k kali besar 𝑎 dan arahnya sama dengan 𝑎 bila k positif, dan berlawanan
arah 𝑎 bila k negatif.

Dari gambar terlihat bahwa vektor w1 searah dengan vektor 𝑢⃗ dan panjangnya
2 kali vektor 𝑢⃗. Vektor w1= 2𝑢⃗. Begitupula dengan vektor w2 dan w3.
Sementara untuk vektor w4 arahnya berlawanan dengan arah vektor 𝑢⃗ dan
panjangnya 2 kali vektor 𝑢⃗ sehingga vektor w4 = -2𝑢⃗.
2. Penjumlahan Vektor
Untuk melakukan operasi penjumlahan vektor, bisa menggunakan salah satu
dari dua cara. Yaitu penjumlahan vektor dengan metode segitiga dan penjumlahan
vektor dengan metode jajargenjang. Agar lebih jelas, perhatikan infografis berikut
ini:

Akan tetapi, jika menggunakan rumus aljabar, pada dasarnya penjumlahan


vektor hanyalah penjumlahan dari koordinat titik pusar vektor dengan titik
ujungnya. Sehingga, rumus penjumlahan vektor juga dapat dicari dengan
menggunakan rumus berikut ini:

3. Pengurangan Vektor
Pada dasarnya, operasi pengurangan vektor matematika sama dengan operasi
penjumlahan vektor. Namun, perbedaannya ada pada arah vektor secara geometri.
Dalam pengurangan vektor secara geometri, salah satu vektor memiliki arah yang
berlawanan. Sehingga, vektor tersebut memiliki nilai negatif. Secara aljabar,
operasi pengurangan vektor dilakukan dengan mengurangi titik-titik pada
koordinat vektornya.
4. Perkalian Vektor
5. Perkalian Dua Vektor

B. Vektor pada Bidang (Dimensi Dua)


Panjang segmen garis yang menyatakan vektor atau dinotasikan sebagai
Panjang vektor sebagai:

Panjang vektor tersebut dapat dikaitkan dengan sudut yang dibentuk oleh vektor
dan sumbu x. positif.

Vektor dapat disajikan sebagai kombinasi linier dari vektor basis


dan berikut:
Operasi Vektor di R^2
1. Penjumlahan dan pengurangan vektor di R^2
Dua vektor atau lebih dapat dijumlahkan dan hasilnya disebut resultan.
Penjumlahan vektor secara aljabar dapat dilakukan dengan cara menjumlahkan

komponen yang seletak. Jika dan maka:

Penjumlahan secara grafis dapat dilihat pada gambar dibawah:

Dalam pengurangan vektor, berlaku sama dengan penjumlahan yaitu:

Sifat-sifat dalam penjumlahan vektor sebagai berikut:



2. Perkalian vektor di R^2 dengan skalar
Suatu vektor dapat dikalikan dengan suatu skalar (bilangan real) dan akan
menghasilkan suatu vektor baru. Jika adalah vektor dan k adalah skalar. Maka
perkalian vektor:
C. Vektor dalam Ruang (Dimensi Tiga)
Vektor yang berada pada ruang tiga dimensi (x, y, z).jarak antara dua titik
vektor dalam dapat diketahui dengan pengembangan rumus phytagoras. Jika
titik dan titik maka jarak AB adalah:

Atau jika , maka

Vektor dapat dinyatakan dalam dua bentuk, yaitu dalam

kolom atau dalam baris .


Vektor juga dapat disajikan sebagai kombinasi linier dari vektor basis
dan dan berikut:

Operasi Vektor di R^3


Operasi vektor di secara umum, memiliki konsep yang sama dengan operasi
vektor di dalam penjumlahan, pengurangan, maupun perkalian.

Penjumlahan dan pengurangan vektor di R^3


Penjumlahan dan pengurangan vektor di sama dengan vektor di yaitu:
Dan

Perkalian vektor di R^3 dengan skalar


Jika adalah vektor dan k adalah skalar. Maka perkalian vektor:

Hasil kali skalar dua vektor


Selain rumus di , ada rumus lain dalam hasil kali skalar dua vektor.
Jika dan maka adalah:

Contoh Soal dan Pembahasan:

1. Diberikan vektor A = (4, -2) dan vektor B = (1, 3). Hitunglah hasil kali skalar
dari kedua vektor tersebut.

Kunci Jawaban:
Hasil kali skalar A dan B: A • B = (4 * 1) + (-2 * 3) = 4 - 6 = -2.

2. Diberikan dua vektor A = (3, 5) dan B = (-2, 7). Tentukan hasil penjumlahan
vektor A dan B serta hasil perkaliannya dengan skalar 2.

Kunci Jawaban:
Penjumlahan vektor A dan B: A + B = (3 + (-2), 5 + 7) = (1, 12).
Perkalian vektor A dengan skalar 2: 2A = 2(3, 5) = (6, 10).
3. Dua buah vektor masing masing F1 = 15 satuan dan F2 = 10 satuan. Mengapit
sudut sebesar 60°. Tentukan besaran resultan vektor!
Pembahasan contoh soal vektor
Diketahui:
F1 = 15
F2 = 10
α = 60°
R = ….?
Sehingga
R = √15² + 10² + 2 . 15 . 10 . (0,5)
= √225 + 100 + 150
= √475 = √ 25.19
= 5 √19 satuan

4. Dua buah vektor gaya masing-masing 8N dan 4N saling mengapit sudut 120°.
Berapakah resultan kedua vektor tersebut?
Pembahasan
Diketahui :
F1 = 8N
F2 = 4N
α = 120°
R = …. ?
Sehingga
R = √8² + 4² + 2 . 8 . 4 . cos 120°
= √8² + 4² + 2 . 8 . 4 . (-0,5)
= √64 + 16 - 32
= √48 = √16.3
= 4 √3 Newton

5. Diketahui sebuah vektor sebagaimana pada gambar. Maka, tentukan:


 Koordinat titik P dan titik Q,
 Vektor PQ→
Dari pertanyaan tersebut, kamu perlu menjawab satu per satu pertanyaan.
a. Menentukan koordinat titik P dan titik Q masing-masing
 Koordinat titik P yaitu P(3,−2)
 Koordinat titik Q yakni Q(−4,5)
b. Menjawab vektor PQ→
PQ→ = Q - P = (−4−3,5−(−2))
PQ→ = (−7,7)
Jika dituliskan pada vektor bentuk kolom maka -7 berada di atas dan 7 berada
di
Bawah

6. Jika a = i – 2j + k, b = 2i – 2j – 3k dan c = -i + j + 2k, maka 2a – 3b – 5 c sama


dengan:
A. i + j + k
B. 2i – 5j + k
C. 5i – 2j + k
D. 5i + 2j + k
E. i – 2 j – k
Untuk menjawab soal itu, Quipperian harus memperhatikan pembahasannya
berikut:
2a – 3b – 5 c = 2 (i – 2j + k) -3(2i – 2j – 3k) – 5(-i + j + 2k)
2a – 3b – 5c = 2i – 4j + 2k – 6i + 6j + 9k + 5i – 5j – 10k = i + j + k
Dari hasil hitungan itu, maka jawaban yang tepat ialah A.

7. Misalkan D adalah titik berat segitiga ABC dimana A(2,3,-2), B(-4,1,2) dan
C(8,5,-3). Panjang vektor posisi d sama dengan:
A. 3
B. 5
C. √5
D. √14
E. √13
Agar dapat menjawab soal ini, hal pertama yang harus kamu lakukan ialah
mencari titik D terlebih dahulu. Titik D merupakan titik berat segitiga dalam soal
tersebut. Maka, D= 1/3 (A + B + C).
Dari temuan rumus itu, kamu tinggal memasukkan nilai dari masing-masing titik
A, B, dan C. Berikut cara menghitungnya:
D = 1/3 (2,3,-2) + (-4,1,2) + (8,5,-3)
D = 1/3 (6,9,-3) = (2,3,-1)
Setelah menemukan titik D, hitungan yang harus kamu lakukan selanjutnya ialah
panjang proyeksi titik D.
Dari pilihan jawaban yang ada maka jawaban yang tepat untuk soal tersebut
ialah D.

8. Diketahui dua vektor u = 4i – mj + 2 k dan v = 5i + 2j – 4k saling tegak lurus.


Maka harga m adalah:
A. 10
B. 6
C. 5
D. 9
E. 1
Merujuk pada soal tersebut, vektor u dan v saling tegak lurus maka rumusnya
sama seperti: u.v = 0. Dengan begitu, untuk mencari harga m, maka rumus
tersebutlah yang digunakan dengan memasukkan persamaan yang telah diketahui.
Hitungannya menjadi seperti berikut:
u.v=0
(4i – mj + 2k) (5i + 2j – 4k) = 20 – 2m – 8 = 0
m=6
Dari hasil hitungan tersebut maka pilihan jawaban yang tepat ialah B.

9. Diketahui A (1,2,3), B(3,3,1) dan C(7,5,-3). Jika A, B, dan C segaris,


perbandingan AB : BC =…
A. 5 : 2
B. 2 : 1
C. 1 : 2
D. 5 : 7
E. 7 : 3
Untuk menyelesaikan soal tersebut, maka hitungan rumusnya sebagai berikut:
AB = B – A = (3,3,1) – (1,2,3) = (2,1,-2)
Besar AB = √22 + 12 + (-2)2 = 3
BC = C – B = (7,5,-3) – (3,3,1) = (4,2,-4)
Besar BC = √42 + 22 + (-4)2 = 6
Dari hasil hitungan tersebut maka perbandingan AB : BC = 3 : 6 = 1 : 2. Dengan
demikian, jawaban yang tepat untuk soal tersebut ialah pilihan C

10. Ditentukan A(4 , 7 , 0) , B(6 , 10 , –6) dan C(1 , 9 , 0). AB dan AC wakil-
wakil dari vektor u dan v. Besar sudut antara u dan v adalah:
A. Π
B. 0
C. 1/4 π
D. 1/2 π
E. 3/4 π
Agar dapat menjawab soal tersebut, hal pertama yang harus Quipperian lakukan
ialah tentukan vektor u dan v terlebih dahulu dengan rumus berikut:
u = AB = B − A = (6 , 10 , –6) − (4 , 7 , 0) = (2, 3, −6) → u = 2i + 3j − 6k
v = AC = C − A = (1 , 9 , 0) − (4 , 7 , 0) = (− 3, 2, 0) → v = − 3i + 2j
Setelah itu, barulah mencari besar sudut u dan v dengan menggunakan rumus
berikut:
cos α= u.v|u||v|
cos α= (2i + 3j – 6k)(- 3i + 2j) 22+ 32+(– 62)(-3)2+22+02
cos α= -6+6+049 12 = 0712=0
Dari hasil hitungan tersebut, sudut dengan nilai cosinus nol adalah 900 atau sama
dengan 1/2 π. Jadi, jawaban yang tepat untuk soal tersebut ialah D.
BAB IV TRIGONOMETRI

A. Pengukuran Sudut
Trigonometri adalah cabang ilmu dalam Matematika yang mempelajari
hubungan antara sisi dan sudut pada segitiga. Hubungan itu biasanya dinyatakan
sebagai perbandingan sinus, kosinus, dan tangen. Sinus atau bisa disingkat sin
adalah perbandingan antara panjang sisi di depan sudut dan panjang sisi miring.
Kosinus atau biasa disebut cos adalah perbandingan antara panjang sisi di
samping sudut dan panjang sisi miring. Tangen atau biasa disebut tan adalah
perbandingan antara panjang sisi di depan sudut dan panjang sisi di samping
sudut. kali putaran, maka sudutnya dikatakan mempunyai ukuran satu derajat. Ini
dilambangkan sebagai 1°.. Jadi, jika putaran dari sisi awal ke sisi terminal adalah
(derajat1360
Kita mengukur waktu dalam jam, menit, dan detik, dimana 1 jam = 60 menit dan
1 menit = 60 detik. Demikian pula saat mengukur sudut,
1 derajat = 60 menit dilambangkan dengan 1° = 60′
1 menit = 60 detik dilambangkan dengan 1′ = 60″
Berikut beberapa contoh tambahan sudut beserta ukurannya:

2. Ukuran Radian

Di pusat lingkaran besarnya 1 radian. Berikut tampilannya: busur 1 satuan. Sudut


yang dibentuk oleh panjang dengan jari-jari 1 satuan. Selanjutnya, bayangkan
sebuah busur lingkaran yang memiliki panjang lingkaran
Keliling lingkaran = 2πr … dimana r adalah jari-jari lingkaran. Jadi, untuk lingkaran
yang berjari-jari 1 satuan, kelilingnya adalah 2π. Oleh karena itu, satu putaran penuh
pada sisi awal membentuk sudut 2π radian di pusatnya, membentuk sudut θ radian di
pusatnya radian. Dengan menggeneralisasi hal ini, kita mendapatkan, dalam sebuah
lingkaran berjari-jari r. Jadi, pada lingkaran berjari-jari r, sebuah busur dengan
panjang.

B. Perbandingan Trigonometri
Perbandingan trigonometri adalah perbandingan panjang sisi-sisi pada segitiga
siku-siku. Segitiga ini memiliki tiga sisi, yaitu hipotenusa (sisi miring), sisi tegak
(vertikal), dan sisi mendatar (horizontal). Letak sisi tegak dan sisi mendatarnya
saling tegak lurus, sehingga sudut yang dibentuk oleh keduanya tepat 90o. Itulah
mengapa, sudut ini disebut sebagai sudut siku-siku. Untuk lebih jelasnya,
perhatikan gambar berikut.

Dari gambar di atas, sudut siku-siku dibentuk oleh perpotongan antara sisi AB dan
BC. Sisi AB disebut juga sisi tegak, sisi BC disebut sisi mendatar, dan tepat di
depan sudut siku-siku terdapat sisi miring (BC). Sisi miring selalu lebih panjang
dari kedua sisi lainnya.

1. Rumus Perbandingan Trigonometri


a. Perbandingan Trigonometri Sinus
Sinus α merupakan perbandingan antara sisi depan sudut α (AB) dan dan
sisi miring (AC). Secara matematis, bisa dinyatakan seperti berikut.

Sinus α memiliki kebalikan yang disebut cosecan α. Secara matematis,


cosecan α dinyatakan sebagai berikut.

b. Perbandingan Trigonometri Cosinus


Cosinus α atau biasa ditulis cos α merupakan hasil perbandingan antara
sisi mendatar atau samping sudut α (BC) dan sisi miring (AC). Secara
matematis, dinyatakan sebagai berikut.

Sama seperti sinus α, cosinus α juga memiliki kebalikan yang disebut


secan α atau biasa disingkat sec α. Secara matematis, sec α dinyatakan
sebagai berikut.
c. Perbandingan Trigonometri Tangen
Tangen α atau biasa ditulis tan α merupakan hasil perbandingan antara sisi
depan sudut α (AB) dan sisi samping sudut α (BC). Secara matematis,
dinyatakan sebagai berikut.

Tan α juga memiliki kebalikan yang disebut cotangen α atau biasa


disingkat cot α. Secara matematis, cot α dinyatakan sebagai berikut.

d. Perbandingan Trigonometri Sudut Istimewa


Sudut istimewa adalah sudut yang nilai trigonometrinya mudah untuk
diingat dan dihafalkan, sehingga kamu tidak membutuhkan alat bantu seperti
kalkulator. Adapun yang termasuk sudut istimewa adalah 0 o, 30o, 45o, 60o,
dan 90o.

e. Nilai Perbandingan Trigonometri untuk Sudut 0O


Untuk mengetahui nilai perbandingan trigonometri sudut 0o, perhatikan
gambar segitiga berikut.

Agar sudut α = 0, langkah yang harus dilakukan adalah menggeser sisi miring
segitiga ke bawah sedemikian sehingga panjang sisi tegak (AB) semakin kecil.
Langkah itu bisa kamu lanjutkan sampai sisi AC berimpit dengan sisi BC seperti
berikut.

Dari gambar di atas, AC berimpit dengan BC, sehingga AB = 0 dan panjang AC =


BC. Dengan demikian, nilai perbandingan sudutnya adalah sebagai berikut.

1. Nilai perbandingan sinus

2. Nilai perbandingan cosinus

3. Nilai perbandingan tangen

f. Nilai Perbandingan Trigonometri untuk Sudut 30O dan 60O


Dengan demikian, diperoleh nilai perbandingan trigonometri sebagai
berikut.
1. Nilai sinus 30o dan 60o
2. Nilai cosinus 30o dan 60o

3. Nilai tangen 30o dan 60o

g. Nilai Perbandingan Trigonometri untuk Sudut 45O


Jika suatu persegi dibagi menjadi dua bagian tepat di bagian diagonalnya, pasti
akan terbentuk dua segitiga siku-siku sama kaki yang kongruen. Besarnya sudut di
kedua kaki segitiga adalah sama, yaitu 45o. Perhatikan gambar berikut.

Panjang diagonalnya (AD) bisa ditentukan dengan teorema Pythagoras dan


diperoleh AC = p2. Dengan demikian diperoleh nilai perbandingan trigonometri
sebagai berikut.

h. Nilai Perbandingan Trigonometri untuk Sudut 90O


Sebelum sampai pada perbandingannya, perhatikan kembali gambar
segitiga berikut.
Dari gambar di atas, sudut α sudah pasti kurang dari 90o (α<90o). Jika sisi
miring diperpendek ke arah kiri, hingga sisi AC berimpit dengan AB, maka
akan terbentuk sudut 90o. Perhatikan gambar berikut.

Gambar di atas menunjukkan bahwa sisi AC berimpit dengan sisi AB,


sehingga AB = AC dan BC = 0. Dengan demikian, diperoleh:
1. Nilai perbandingan sinus

2. Nilai perbandingan cosinus

3. Nilai perbandingan tangen

C. Identitas Trigonometri
Identitas trigonometri adalah kesamaan yang memuat perbandingan
trigonometri dari suatu sudut. Pada identitas trigonometri dikenal istilah sinus,
cosinus, dan tangen. Nah, ketiganya ini akan menjadi dasar dalam beberapa rumus
matematika. Sebuah identitas trigonometri dapat ditunjukkan kebenarannya
dengan tiga cara. Cara pertama, dimulai dengan menyederhanakan ruas kiri
menggunakan identitas sebelumnya sampai menjadi bentuk yang sama dengan
ruas kanan. Cara kedua, mengubah dan menyederhanakan ruas kanan sampai
menjadi bentuk yang sama dengan ruas kiri. Cara ketiga, mengubah baik ruas kiri
maupun ruas kanan ke dalam bentuk yang sama.

Adapun rumus identitas trigonometri ganjil genap adalah sebagai berikut.

1. sin (-α) = -sin α


2. cos (-α) = cos α
3. tan (-α) = -tan α
Adapun rumus identitas trigonometri kofungsi adalah sebagai berikut.

Adapun rumus identitas Phytagoras adalah sebagai berikut.

 sin2α + cos2α = 1
 tan2α + 1 = sec2α
 cot2α + 1 = csc2α
Identitas jumlah dua sudut yang berbeda bisa dinyatakan sebagai berikut
D. Rumus Pada Segitiga

1. Aturan kosinus

2. Aturan Sinus

atau

3. Luas SEGITIGA

Rumus Heron
, dimana

RUMUS SETENGAH SUDUT SEGITIGA


Contoh Soal dan Pembahasan:

1. Nilai dari sec315° adalah ….


Pembahasan: Sudut 315° dapat dituliskan 315° = 360° - 45°.
sec(315°) = 1/cos(315°) = 1/cos(360° - 45°).
Selanjutnya, menggunakan identitas cos (a - b) = cos(a)cos(b) + sin(a)sin(b),
dapat menghitung nilai
cos(360° - 45°): cos(360° - 45°) = cos(360°)cos(45°) + sin(360°)sin(45°)
Karena cos(360°) = 1 dan sin(360°) = 0, maka: cos(360° - 45°) = cos(45°) = 1/√2
Nilai sec(315°): sec(315°) = 1/cos(315°) = 1/(1/√2) = √2

2. Diketahui segitiga ABC siku-siku di B, a = 8 cm, c = 6 cm, maka sin A=:


Pembahasan: Diketahui, segitiga ABC siku-siku di B, a = 8 cm, c = 6 cm.
Maka b = √82 + √62 = √100 = 10 cm

3.
4.

5. Dari ΔABC diketahui sudut A = 120°, sudut B = 30° dan AC = 5 cm. Maka
panjang sisi BC = ….
A. 2 ½ cm B. 5√2 cm
C. 5/2√2 cm D. 5√2 cm E. 5√3 cm
Jawaban: E
Pembahasan: Diketahui, sudut A = 120°, sudut B = 30°, panjang AC = 5 cm
Ditanyakan, panjang BC?
BC/sinA = AC/sinB BC/sin120° = 5/sin30° BC/ ½ √3 = 5/ ½ ½
BC = 5/2 √3 BC = 5√3

6. Andika menaiki tangga yang bersandar pada tembok. Panjang tangga tersebut
adalah 6 m dan sudut tangga di lantai 60°. Maka tinggi ujung tangga dari
permukaan lantai adalah ….
A. 2 m B. 3 m C. 3√3 m D. 2√3 m E. 4 m
Jawaban: C
Pembahasan: AC/sinB = BC/sinA 6/sin90° = BC/sin60° 6/1 = BC / ½ √3 BC =
3√3 m

7. Diketahui segitiga ABC dengan panjang sisi-sisinya a = 9 cm, b = 7 cm, dan c =


8 cm. Nilai cos c = ….
A. 2/7 B. 11/12 C. 5/21 D. 13/38 E. 33/56
Jawaban: B
Pembahasan: c2 = a2 + b2 – 2ab cosC 82 = 92 + 72 – 2 . 9 . 7 cos C64 = 81 + 49 -
126cosC 126cosC = 130 – 64 cosC = 66/126 = 11/21

8. Sebuah segitiga siku-siku.

Mengetahui nilai dari sin β = 2/3. Tentukan nilai dari:


a) cos β

b) tan β
Pembahasan
sin β =2/3artinya perbandingan panjang sisi depan dengan sisi miringnya adalah 2 :
3

Gunakan phytagoras untuk menghitung panjang sisi yang ketiga (sisi samping):

Sehingga nilai cos β dan tan β berturut-turut adalah

9. Himpunan penyelesaian dari persamaan trigonometri sin x = 1/2, untuk 0 ≤ x ≤


180 adalah. . .
a. (45°, 150°) b. ( 30°, 100° ) c. ( 45°, 100° )
d. (30°, 150°) e. ( 30°, 120° )
Dik: sin x = 1/2, untuk 0° ≤ x ≤ 180°
Dit: Himpunan penyelesaiannya = . . .?
Jawaban: sin x = 1/2
Sin x = sin 30° x = α + k · 360° x = 30° + k · 360°
Untuk k = 0  x = 30° k = 1  x = 390°. Tdk memenuhi atau x = (180° - α) + k ·
360° x = (180° - 30°) + k · 360°
untuk k = 0  x = 150° k = 1  x = 510°. Tdk memenuhi Jadi himpunan
penyelesaiannya (30°, 150°)

10. Segitiga PQR dengan sisi-sisinya adalah p, q dan r. Jika p = 16 cm, r = 8√2 cm
dan ∠ R = 30° tentukan besar ∠ P !

Pembahasan
Segitiga PQR

Berlaku aturan sinus

Besar sudut P dengan demikian adalah 45°

BAB V SISTEM PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN LINEAR


A. Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel
Sistem persamaan linear tiga variabel adalah sebuah konsep dalam ilmu
matematika yang digunakan untuk menyelesaikan kasus yang tidak dapat
diselesaikan menggunakan persamaan linear satu variabel dan persamaan linear
dua variabel. Variabel adalah lambang pengganti suatu bilangan yang belum
diketahui nilainya dengan jelas Metode Eliminasi adalah suatu cara
menyelesaikan persamaan linear dengan cara menghilangkan salah satunvariabel
dari variabel yang ada. Metode Subtitusi adalah salah satu variabel dari salah satu
persamaan disbutitusikan sehingga diperoleh sebuah persamaan dengan satu
variabel saja.
Bentuk umum persamaan linear:

Keterangan:

1. Metode Eliminasi
Metode Eliminasi Metode eliminasi artinya salah satu variabel harus
dihilangkan. Misalnya diketahui ada tiga variabel dalam suatu persamaan yaitu
x, y dan z. Contohnya:
x + y + z= 3
2x + y – 5z= -8
3x – 2y + z= 5
_____________ –
Pembahasan: Langkah pertama, eliminasi y dengan memilih 2 persamaan
berikut:
x + y + z= 3
2x + y – 5z= -8
_____________–
-x + 6z = 11
Untuk bisa mencari nilai x dan z, Anda membutuhkan persamaan lainnya
yang memiliki variabel x dan z juga. Caranya ambil persamaan pertama dari
ketiga dari soal di atas. Agar bisa mengetahui nilai y, semua unsur dari
persamaan 1 bisa dikali 2 dan persamaan 2 kalikan 1.
Hasilnya akan diperoleh seperti ini:
x + y + z= 3 (x2)
3x - 2y +2= 5 (x1)
_____________ –
2x + 2y + 2z= 6
3x - 2y +z= 5
____________–
5x + 3z = 11
Sekarang Anda sudah memiliki 2 persamaan. Balik lagi ke sistem
persamaan linear 2 variabel, berikut cara mengerjakannya:
-x + 6z= 11 (x1)
5x +3z= 11 (x2)
_____________ –
-x + 6z= 11
10x +6z= 22
__________ –
-11x= -11
x= 1
Untuk mencari nilai y dan z lanjutkan dengan cara metode substitusi berikut.

2. Metode Substitusi
Dari contoh soal persamaan linear tiga variabel di atas, Anda sudah
mendapatkan nilai x. Selanjutnya nilai y dan z bisa ditemukan dengan cara
substitusikan nilai x ke bentuk persamaan lain.
5x + 3z= 11
5(1) + 3z= 11
3z= 6
z= 2
x+y+z=3
1 + y + 2= 3
y=0
Dari soal contoh soal tersebut, nilai x, y dan z sudah diketahui. Jadi himpunan
penyelesaiannya yaitu: HP= (1,0,2)

B. Sistem Pertidaksamaan Linear Dua Variabel


Bisa dikatakan, SPLDV adalah pertidaksamaan yang terdiri dari dua variabel
(x dan y). Berikut adalah ciri-ciri SPLDV:

1. Dua variabel → ada dua variabel, yaitu x dan y.


2. Lambang dari pertidaksamaan → selain sama dengan (=), berarti ≠, >, <,
≥, dan ≤.
3. Linear → berarti bentuk aljabar dengan pangkat tertinggi satu (garis lurus),
tidak ada kuadrat 2, 3, dst.
Pertidaksamaan linear dua variabel memiliki bentuk umum seperti berikut.
ax + by ≤c (tanda pertidaksamaannya bisa berupa “<”, “>”, “≤”, atau “≥”)

Dengan:

a = koefisien x;
b = koefisien y; dan
c = konstanta.

Dari pertidaksamaan 4x + 3y – 12 ≥ 0, tentukan daerah penyelesaiannya!

Langkah-langkah untuk menentukan daerah penyelesaian adalah sebagai berikut:


Pindahkan variabel ke ruas kiri dan konstanta di ruas kanan.
4x + 3y ≥ 12
Ubah tanda pertidaksamaan menjadi sama dengan.
4x + 3y = 12
Tentukan titik poinnya, kalau akan menggunakan sumbu-x berarti y=0, sebaliknya
kalau menggunakan sumbu-y berarti x=0.

Gambar titik potongnya.

Lakukan uji titik untuk mendapatkan daerah penyelesaiannya. Kita ambil titik
yang berada di dalam garis (kiri garis).

Misalnya titik (2,0). Sekarang kita substitusi ke dalam persamaan 4x + 3y ≥


12 menjadi 4(2) + 3(0) ≥ 12, hasilnya 8 ≥ 12.

Kira-kira benar gak kalau 8 lebih besar sama dengan 12? Salah ya, berarti daerah
penyelesaiannya ada di kanan garis atau di luar garis.
Dari situ sudah paham ya, kalau hasil uji titiknya salah, berarti daerahnya ada di
luar garis (kanan), sedangkan hasil uji titiknya benar, maka daerahnya ada di
dalam garis (kiri).

Lalu, apa sih perbedaan antara notasi ≥ dan > atau ≤ dan <?

Letak perbedaannya ada pada garis. Untuk notasi yang ada sama dengannya (=)
misal lebih besar sama dengan (≥) dan kurang dari sama dengan (≤), maka
garisnya nyambung, tidak terputus seperti pada contoh penyelesaian daerah di
atas. Sedangkan, untuk notasi lebih dari (>) dan kurang dari (<), garisnya putus-
putus seperti ini.

Perhatikan contoh pertidaksamaan linear berikut.


x + 6y ≤ 24
Arti dari pertidaksamaan di atas adalah penjumlahan antara x dan 6y harus
menghasilkan nilai paling besar 24 atau lebih kecil dari itu.
Sistem pertidaksamaan linear dua variabel adalah sistem yang memuat beberapa

pertidaksamaan linear dua variabel. Sistem pertidaksamaan ini menghasilkan satu

daerah penyelesaian yang dibatasi oleh garis-garis setiap persamaan linearnya.

Artinya, daerah penyelesaian harus memenuhi semua pertidaksamaan yang ada.

Perhatikan contoh berikut.

Tentukan daerah penyelesaian dari pertidaksamaan berikut.

x – 3y ≤ 3

x+y≤3
Pembahasan:

Langkah pertama, tentukan dahulu titik potong setiap pertidaksamaan. Lalu,

substitusikan setiap titik potong ke dalam koordinat Cartesius.

Titik potong x – 3y ≤ 3

X y Koordinat
0 -1 (0, -1)
3 0 (3, 0)

Titik potong x + y ≤ 3

X y Koordinat
0 3 (0, 3)
3 0 (3, 0)

Lalu, substitusikan ke dalam koordinat Cartesius seperti berikut.

Garis x – 3y = 3
Garis x + y = 3

Langkah kedua, yaitu melakukan pengujian salah satu titik di luar garis. Untuk
memudahkanmu, ambillah titik (0, 0), sehingga diperoleh:
Daerah penyelesaian x – 3y ≤ 3

Daerah penyelesaian x + y ≤ 3

Jika kedua garis digabung, akan diperoleh daerah penyelesaian tunggal seperti
berikut. Jadi, daerah penyelesaiannya di bawah garis x – 3y = 3 dan di atas
garis x + y = 3.
Contoh Soal dan Pembahasan:
1. Manakah di antara 3, 4, dan 5 yang merupakan penyelesaian persamaan berikut
ini? 2x – 3 = 7
x + 2 = 10 – x
Jawaban:
2x – 3 = 7
2x = 7 + 3
2x = 10
x=5 Sehingga, penyelesaian persamaan linear 2x – 3 = 7 adalah 5.

2. Manakah di antara 3, 4, dan 5 yang merupakan penyelesaian persamaan berikut


ini?
x + 2 = 10 – x
Jawaban:
x + 2 = 10 – x
x + x = 10 – 2
2x = 8 x = 8/2
x=4 Sehingga, penyelesaian persamaan linear x + 2 = 10 – x adalah 4.

3. Maka diketahui pada persamaan x + 3y = 15 dan 3x + 6y = 30, ini maka harus


menggunakan dengan cara metode campuran dan tentukanlah himpunan
penyelesaiannya!
Penyelesaiannya:
Diketahui:
Persamaan 1 = x + 3y = 15
Persamaan 2 = 3x + 6y = 30
Langkah yang Pertama kita harus menggunakan metode eliminasi:
x + 3y = 15 | x3| <=> 3x +9x = 45
3x + 6y = 30 | x1| <=> 3x + 6y = 30 _
0 + 3y = 15
Y=5
Langkah yang Kedua kita juga harus menggunakan dengan cara Metode
Substusi :
X + 3y = 15
X + 3.5 = 15
X + 15 = 15
X=0
Jadi, himpunan dari penyelesaian soal di atas tadi yaitu Himpunan = {0, 5}.
4. Ibu Ervin berbelanja di pasar, ia membeli 5 kg bakso sapi dan 4 kg bakso ikan
dengan harga Rp. 550.000. Di pasar yang sama, Bu Feni membeli 4 kg bakso sapi
dan 5 kg bakso ikan dengan harga Rp. 530.000. Sedangkan ibu ijah membeli 2 kg
bakso spi dan 3 kg bakso ikan. Bu Ijah harus membayar sebesar...
Jawab:
x = harga bakso sapi
y = harga bakso ikan
Diperoleh SPLDV sebagai berikut:
5x+4y = 550.000 x 4 = 20x + 16y = 2.200.000
4x + 5y = 530.000 x 5 = 20x + 25y = 2.650.000
y=50.000
Substitusikan y = 50.000 ke persamaan:
5x + 4y = 550.000
5x + 4(50.000) = 550.000
5x = 550.000 - 200.000
x = 70.000
Lalu cari harga yang harus dibayar bu Ijah
2x + 3y = 2(70.000) + 3(50.000) = 140.000 + 150.000 = 290.000
Jadi ibu ijah harus membayar sebesar Rp. 290.000

5. Nilai p, yang memenuhi persamaan 4p + 3q = 20 dan 2p q = 3 adalah...


A. 2
B. 1
C. 0
D. 3
Pembahasan:
4p + 3q = 20.(1)
2p q = 3 .(2)
Pilih salah satu persamaan misalnya persamaan (2), kemudian nyatakan salah satu
variabelnya dalam bentuk variable yang lain.
2p q = 3
-q = 3 2p
q = 2p + 3 (3)
Substitusi persamaan(3) pada persamaan(1)
4p + 3q = 20
4p + 3(2p + 3) = 20
4p + 6p + 9 = 20
10p = 20
p=2
Jawaban: A. 2

6. Penyelesaian dari 3x+4 > -2x-11 adalah ....


Jawab:
3x+4 > -2x-11
3x+2x > -11-4
5x > -15
x > -3

7. Penyelesaian dari 21-5x < -9 adalah ....


Jawab: 21-5x < -9 –
5x < -9-21
-5x < -30
Ingat: hilang - pada x, tanda berubah.
Jadi: 5x > 30 x > 6

8. Seorang pedagang sepeda ingin membeli 25 sepeda untuk persediaan. Ia ingin


membeli sepeda gunung dengan harga Rp1.500.000,00 per buah dan sepeda balap
dengan harga Rp2.000.000,00 per buah. Ia merencanakan tidak akan
mengeluarkan uang lebih dari Rp42.000.000,00.
Jika keuntungan sebuah sepeda gunung Rp500.000,00 dan sebuah sepeda balap
Rp600.000,00, maka keuntungan maksimum yang diterima pedagang adalah…
Pembahasan:
Misal
sepeda gunung = x ==> x ≥ 0
sepeda balap = y ==> y ≥ 0
Seorang pedagang membeli 25 sepeda untuk persediaan.
x + y ≤ 25
x = 0 ==> y = 25 ==> (0, 25)
y = 0 ==> x = 25 ==> (25, 0)
Harga sepeda gunung Rp1.500.000,00
Harga sepeda balap Rp2.000.000,00
Modal = Rp 42.000.000,00.
1.500.000x + 2.000.000y ≤ 42.000.000
15x + 20y ≤ 420
3x + 4y ≤ 84
x = 0 ==> y = 21 ==> (0, 21)
y = 0 ==> x = 28 ==> (28, 0)
Keuntungan sebuah sepeda gunung Rp 500.000,00 dan sebuah sepeda balap Rp
600.000,00,
Fungsi sasaran:
f(x, y) = 500.000x + 600.000y
Model matematikanya:
x + y ≤ 25, 3x + 4y ≤ 84, x ≥ 0, y ≥ 0
Titik potong kedua garis
x + y = 25 |×4|
3x + 4y = 84 |×1|
4x + 4y = 100
3x + 4y = 84
------------------- -
x = 16
x + y = 25
16 + y = 25
y=9
Jadi titik potongnya (16, 9)
Setelah digambar grafiknya (lihat di lampiran), titik - titik sudut yang memenuhi :
(0, 21), (25, 0) dan (16, 9)
Substitusikan ke
f(x, y) = 500.000x + 600.000y
f(0, 21) = 500.000(0) + 600.000(21)
= 12.600.000
f(25, 0) = 500.000(25) + 600.000(0)
= 12.500.000
f(16, 9) = 500.000(16) + 600.000(9)
= 8.000.000 + 5.400.000
= 13.400.000
Jadi keuntungan maksimumnya Rp13.400.000,00 (16 sepeda gunung dan 9 sepeda
balap)

9. Heru memiliki 100 butir kelereng dan Roni memiliki 150 butir kelereng. Oleh

karena suatu hal, keduanya memberikan kelereng-kelereng tersebut pada Kiki

dengan jumlah yang sama. Jika sisa kelereng yang dimiliki Roni sekurang-
kurangnya dua kali sisa kelereng Heru, berapakah total kelereng maksimal yang

diterima Kiki?

Pembahasan:

Mula-mula, kamu harus mengubah soal tersebut dalam bentuk pertidaksamaan

linear satu variabel. Misal, jumlah kelereng yang diberikan pada Kiki = x,

sehingga:

Jumlah kelereng Roni – x ≤ 2 (Jumlah kelereng Heru – x)

150 – x ≤ 2 (100 – x)

150 – x ≤ 200 – 2x

–x + 2x ≤ 200 – 150

x ≤ 50

Artinya, jumlah kelereng maksimal yang diberikan Heru dan Roni pada Kiki

adalah 50.

Jadi, total kelereng maksimal yang diterima Kiki adalah 50 + 50 = 100

10. Tentukan daerah penyelesaian dari pertidaksamaan linear dua variabel ini

5x + 6y > 30

Jawaban:
1. Mencari nilai x

= Jika y = 0, 5 x = 30

= x = 30/5

=x=6

2. Mencari nilai y

= Jika x = 0, 6y = 30

= y = 30/6

=y=5
3. Gambarlah grafik dengan titik x = 6 dan y = 5 atau (6, 5)

4. Arsir daerah sesuai dengan tanda pertidaksamaan

Daerah penyelesaian pertidaksamaan


BAB VI FUNGSI KUADRAT
A. Mengontruksi Fungsi Kuadrat
Membangun fungsi kuadrat melibatkan beberapa langkah kunci dan konsep
matematika dasar. Fungsi kuadrat memiliki bentuk umum f(x) = ax^2 + bx + c, di
mana (a), (b), dan (c) adalah konstanta. Berikut adalah beberapa langkah untuk
membangun dan memahami fungsi kuadrat:

1. Penyusunan Fungsi Kuadrat:


- Fungsi kuadrat dapat ditulis dalam bentuk umum (f(x) = ax^2 + bx + c).
- Koefisien (a), (b), dan (c) dapat memengaruhi bentuk, arah, dan posisi
parabola.

2. Menentukan Diskriminan
- Diskriminan (D) dapat dihitung menggunakan rumus (b^2 - 4ac).
- Diskriminan membantu menentukan jenis akar fungsi kuadrat:
- Jika (D > 0), maka fungsi kuadrat memiliki dua akar nyata berbeda.
- Jika (D = 0), maka fungsi kuadrat memiliki dua akar nyata sama.
- Jika (Delta < 0), maka fungsi kuadrat memiliki akar imajiner.

3. Menentukan Titik Puncak:


- Titik puncak parabola dapat ditemukan dengan menggunakan rumus (x =
-b/2a).
- Koordinat titik puncak adalah -b/2a, f(-b/2a).

4. Menentukan Tanda Fungsi Kuadrat:


- Untuk mengetahui tanda fungsi kuadrat, perhatikan tanda koefisien (a).
- Jika (a > 0), maka parabola membuka ke atas dan fungsi positif untuk (x) di
sekitar titik puncak.
- Jika (a < 0), maka parabola membuka ke bawah dan fungsi negatif untuk (x) di
sekitar titik puncak.

5. Menggambar Grafik Fungsi Kuadrat:


- Menyusun tabel nilai-nilai (x) dan menghitung nilai (y) yang sesuai untuk
menggambar grafik fungsi kuadrat.
- Menggunakan informasi dari langkah-langkah sebelumnya, gambarlah grafik
fungsi kuadrat dengan memperhatikan arah dan bentuk parabola.

Contoh:
Misalkan (f(x) = x^2 - 3x + 2):
1. Koefisien (a = 1), (b = -3), dan (c = 2).
2. Hitung diskriminan: D = (-3)^2 - 4(1)(2) = 1).
3. Titik puncak: x = -(-3)/2(1) = 3/2
4. Tanda fungsi: (a > 0), sehingga parabola membuka ke atas.
5. Gambar grafik menggunakan informasi ini.

B. Grafik Fungsi Kuadrat


Langkah-langkah dalam menggambar grafik suatu fungsi aljabar atau suatu
kurva sebagai berikut.
a. Menentukan titik potong dengan sumbu-sumbu koordinat (sumbu X dan sumbu
Y).
b. Menentukan titik-titik stasioner dan jenisnya (titik balik minimum, titik balik
maksimum, dan titik belok).
c. Menentukan nilai y untuk x besar positif dan untuk x besar negatif.

Ingat:
f ′(x) = ax2 + bx + c
a > 0 dan D < 0 maka
f ′(x) definit positif atau f ′(x) > 0

C. Manipulasi Aljabar Rumus Fungsi Kuadrat


Manipulasi aljabar pada rumus fungsi kuadrat dapat melibatkan berbagai
operasi untuk menyederhanakan atau mengubah bentuk persamaan. Berikut
adalah beberapa manipulasi aljabar umum yang dapat diterapkan pada rumus
fungsi kuadrat f(x) = ax^2 + bx + c

1. Menggunakan Formula Kuadrat


- Formula kuadrat dapat digunakan untuk menemukan akar-akar fungsi kuadrat.
- Formula kuadrat adalah :

2. Menggunakan Bentuk Faktor


- Rumus fungsi kuadrat dapat difaktorkan menjadi bentuk f(x) = a(x - x1)(x -
x2), di mana (x1) dan (x2) adalah akar-akar fungsi kuadrat
-Faktorisasi dapat membantu menyederhanakan persamaan atau
mengidentifikasi sifat-sifat fungsi kuadrat.

3. Melengkapi Kuadrat:
- Jika fungsi kuadrat tidak dalam bentuk kuadrat sempurna, kita bisa melengkapi
kuadrat untuk membentuk seluruh kuadrat dari suatu bentuk binomial.
- Contohnya, (x^2 - 4x) dapat dilengkapi menjadi (x - 2)^2 - 4).
4. Menyederhanakan Ekspresi Aljabar
-Melakukan operasi penyederhanaan aljabar untuk mereduksi atau
menggabungkan suku-suku yang serupa.
-Misalnya, bisa menyederhanakan ekspresi seperti (2x^2 + 3x^2) menjadi
(5x^2).

5. Menggunakan Identitas Aljabar


- Memanfaatkan identitas aljabar, seperti (a^2 - b^2 = (a + b) (a - b)), untuk
menyederhanakan atau mengganti suku-suku tertentu.

6. Pertukaran Suku-Suku
- Mentransposisi atau menukar suku-suku pada persamaan untuk memudahkan
manipulasi.
- Misalnya, (ax^2 + bx + c = c + bx + ax^2) bisa menjadi lebih mudah untuk
disederhanakan atau difaktorkan.

Contoh manipulasi aljabar pada fungsi kuadrat:


Misalkan f(x) = x^2 - 4)
1. Faktorkan: f(x) = (x - 2)(x + 2).
2. Identitas aljabar: x^2 - 4 = (x + 2) (x - 2).

D. Menyusun Fungsi Kuadrat


Berikut beberapa langkah dalam menyusun fungsi kuadrat:
 Pertama, dengan mengetahui tiga titik koordinat yang persamaannya adalah y =
ax2 + bx + c.
 Kedua, dengan mengetahui titik potong pada sumbu x dan titik yang dilalui.
Rumusnya adalah y = a(x – x1)(x – x2).
 Terakhir, cara menyusunnya adalah dengan mengetahui titik puncak dan satu
titiknya. Rumusnya adalah y = a(x – xp)2 + yp.
Contoh Soal:
Tentukan fungsi kuadrat yang memotong sumbu x di (3, 0) dan (7, 0) serta
melalui (2, 10)
Jawab :
titik potomg dg sumbu x adalah x = 3 dan x = 7 sehingga
y = a(x — 3)(x — 7)
Karena melalui (2, 10) maka
10 = a(2 — 3)(2 — 7)
10 = a(-1)(-5)
10 = 5a maka a = 2

Jadi
y = 2(x — 3)(x — 7)
y = 2(x2 — 10x + 21)
y = 2x2 — 20x + 42

E. Model Matematika Yang Berkaitan dengan Fungsi Kuadrat


Dalam penerapannya nilai maksimum dan minimum fungsi kuadrat dapat
dinyatakan dengan kata-kata yang berlainan.
a) Kata-kata terjauh, terbesar, tertinggi, terpanjang, terluas, dan lain
sebagainya dapat dihubungkan dengan pengertian nilai maksimum fungsi
kuadrat.
b) Kata-kata terdekat, terkecil, terendah, terpendek, tersempit, dan lain
sebagainya dapat dihubungkan dengan pengertian nilai minimum fungsi
kuadrat.

Apabila dalam suatu masalah terdapat kata-kata seperti di atas, maka hal ini
merupakan petunjuk bahwa masalah tersebut dapat diselesaikan dengan
menggunakan model matematika yang berbentuk fungsi kuadrat. Setelah
diketahui bahwa karakteristik masalahnya berkaitan dengan model matematika
yang berbentuk fungsi kuadrat, langkah-langkah pemecahan masalahnya
selanjutnya adalah sebagai berikut:
1) Nyatakan besaran yang ada dalam masalah sebagai variabel (dilambangkan
dengan huruf-huruf) untuk mendapatkan hubungan atau ekspresi matematikanya.
2) Rumuskan fungsi kuadrat yang merupakan model matematika dari masalah.
3) Tentukan penyelesaian dari model matematika fungsi kuadrat yang diperoleh
pada langkah 2.
4) Tafsirkan hasil-hasil yang diperoleh pada langkah 3 terhadap masalah semula.

Pada materi ini akan mempelajari sampai dengan langkah 2, selanjutnya langkah 3
dan langkah 4 akan Anda pelajari pada kegiatan 3 bagian 2.
Agar lebih memahami dan terampil menyusun model matematika dari suatu
masalah yang berkaitan dengan fungsi kuadrat, perhatikan beberapa contoh di
bawah ini.
Contoh 1:
Jumlah dua buah bilangan adalah 10.
Jika hasil kali kedua bilangan itu maksimum, tentukan model matematika dari
permasalahan tersebut!
Jawab:
Langkah 1:
Misalkan dua buah bilangan itu masing-masing adalah x dan y, maka x + y =10.
Langkah 2:
•) Hasil kali kedua bilangan itu = x.y
•) rancang x sebagai variabel bebas permasalahan tersebut, maka variabel y dapat
diubah menjadi y = 10 – x.
•) Selanjutnya, hasil kali kedua bilangan itu dan nyatakan sebagai fungsi H, maka:
H=x.y
•) Subtitusikan y = 10 – x ke persamaan H = x.y, maka diperoleh:
H = x(10 – x)
H = 10 x – x
H dapat dinyatakan sebagai fungsi kuadrat dalam x, dan ditulis menjadi H(x) =
10x – x.
Jadi model matematika dari permasalahan di atas adalah H(x) = 10x – x.

Contoh Soal dan Pembahasan:

1. f(x) = 4x² + 3x + 8. Hitunglah nilai a + 2b + 3c!

Jawaban:

Diketahui nilai a = 4, b = 3, c = 8

= a + 2b + 3c

= 4 + 2(3) + 3(8)

= 4 + 6 + 24

= 34

2. Nilai a yang menyebabkan fungsi kuadrat f(x) = (a – 1)x^2 + 2ax + (a + 4)


definit positif adalah ….
Jawaban:
=> (a – 1) > 0
a > 1 … (1)
=> D < 0
b^2 – 4ac <0
(2a)^2 – 4.(a – 1).(a +4) <0
4a^2 – 4a^2 – 12a + 16 <0
12a – 16 >0
a > 4/3 … (2)
Jadi, irisan dari (1) dan (2) adalah a > 4/3.
3. Suatu fungsi kuadrat f(x) = ax² - 4x + c mempunyai titik puncak di (1, 4).
Tentukan nilai f(x)!
Jawaban:
Pertama, substitusikan koordinat x pada titik puncak ke dalam rumus sumbu
simetri untuk mendapatkan nilai a
= 1 = -(b/2a)
= 1 = -(-4/2a)
= 1 = 2/a
=a=2
Kemudian, substitusikan nilai a dan koordinat puncak (1, 4) ke fungsi kuadrat f(x)
= ax² - 6x + c untuk mendapatkan nilai c
= 1 = (2x1²) - (6x1) + c
=1=2-6+c
= 1 = -5 + c
=1+5=c
=6=c
Terakhir, untuk menemukan nilai f(x), substitusikan nilai a dan c ke dalam f(x) =
ax² - 6x + c = f(x)
= ax² - 6x + c
= f(x) = 2(x²) - 6(x) + 3
= f(x) = 2x² - 6x + 3
Jadi, nilai f(x) = 2x² - 6x + 3

4. Hitung diskriminan dari fungsi kuadrat k(x)=2x²−5x+3.


Pembahasan:
Diskriminan ditemukan dengan rumus D=b²−4ac, di mana a=2, b=−5, dan c=3.
D=(−5)²−4(2)(3)
D=25−24
D=1
Jawaban:
Diskriminan dari fungsi k(x) adalah 1.

5. Tentukan nilai maksimum atau minimum dari fungsi j(x)=x²+6x+9.


Pembahasan:
Untuk menentukan apakah fungsi memiliki nilai maksimum atau minimum, kita
perlu melihat tanda koefisien a.
Jika a>0, maka fungsi akan memiliki nilai minimum, dan jika a<0, maka fungsi
akan memiliki nilai maksimum.
Dalam kasus ini, a=1 (lebih dari 0), sehingga fungsi j(x) memiliki nilai
minimum.
Jawaban:
Fungsi j(x) memiliki nilai minimum.

6. Diketahui grafik y = 2x² + x - 6


Tentukan titik potong grafik pada sumbu x!
Jawaban:
Grafik y = 2x² + x - 6, memotong sumbu x jika y = 0
Jadi,
2x² + x - 6 = 0
(2x - 3) (x + 2) = 0
2x - 3 = 0 atau x + 2 = 0
2x = 3 x = -2
x = 1½
Jadi titik potong grafik y = 2x² + x - 6 pada sumbu x adalah (1½, 0) dan (- 2, 0)

7. Diketahui grafik y = 2x² + x - 6


Tentukan titik potong grafik pada sumbu y!
Jawaban:
Grafik y = 2x² + x - 6, memotong sumbu y jika x = 0
Jadi,
y = 2(0)² + 0 - 6
y = -6
Jadi titik potong grafik y = 2x² + x - 6 pada sumbu y adalah (0, -6)

8. Tentukan sumbu simetri grafik y = 4x² - 2x + 7!


Pembahasan: a = 4, b = -2, c = 7.
x = -b/2a
= -2/2 (4)
= -¼
Jadi sumbu simetri grafik fungsi tersebut adalah -¼

9. Menentukan titik ekstrim dan juga titik potong dengan sumbu X untuk fungsi
kuadrat
f(x) = x2 – 20x + 75.
Jawab:

Titik ekstrim rumusnya:

Titik potong dengan sumbu X apabila y = 0 untuk fungsi kuadrat y = x 2 - 20x + 75


titik ekstrimnya:
Titik potong dengan sumbu X
x2 - 20x + 75 = 0
(x-5) (x-15) = 0
x = 5 atau x = 15

Sehingga titik potongnya adalah (5,0) dan (15,0)

10. Jika gambar di bawah ini adalah grafik fungsi kuadrat f dengan titik puncak (-
2,0) dan melalui titik (0,-4) maka nilai f(-5) adalah …

Jawab:

Diketahui titik puncak ( xp , yp) = (-2,0), melewati titik (x , y) = (0,-4)


Rumus yang sesuai jika diketahui titik puncaknya adalah:
y = f(x) = a(x-xp )2 + yp
Untuk mencari nilai a, maka:
y = f(x) = a(x-xp)2 + yp
y = a(x+2)2 + 0
-4 = a(0+2)2 + 0
-4 = 4a
a = -1

Sehingga akan diperoleh:


f(x) = -(x + 2)2, dengan f(-5)
f(-5) = -(-5 + 2)2 = -9
BAB VII STATISTIKA DESKRIPTIF
A. Penyajian Data
Penyajian data adalah bentuk pengemasan suatu data secara visual sedemikian
sehingga data lebih mudah dipahami. Tanpa ada penyajian yang tepat, sorang
peneliti akan kesulitan untuk menganalisis hasil akhir penelitian. Penyajian data
bisa dilakukan dalam bentuk tabel, diagram, maupun grafik. Pemilihan bentuk
penyajian ini disesuaikan dengan jenis datanya. Macam-macam Pembagian Data:

1. Penyajian Data dalam Bentuk Tabel


Cara menyajikan data yang akan kita bahas pertama adalah tabel. Cara ini
mungkin merupakan salah satu cara yang paling sering digunakan dan kita jumpai
sehari-hari karena bentuknya yang sederhana.
1. Tabel Baris dan Kolom
Jenis tabel ini digunakan untuk menginformasikan nilai dari satu kelompok
data saja. Contoh penyajian data-nya seperti di bawah ini.

2. Penyajian Data dalam Bentuk Diagram


Diagram adalah bentuk visualisasi data untuk menunjukan proporsi atau
komposisi persebaran suatu set data. Jenis diagram yang biasanya digunakan
adalah diagram lingkaran atau sering juga disebut pie chart dan diagram batang.
Berikut contoh penyajian datanya.
Dari data di atas, kita dapat membuat diagram lingkarannya menjadi seperti di
bawah ini.

Melansir laporan dari surat kabar New York Times (2012), Ternyata, selain
menciptakan diagram lingkaran, William Playfair ternyata juga menciptakan
diagram batang. Diagram ini mirip-mirip fungsinya dengan diagram lingkaran.
Tapi punya kelebihan, yaitu bisa menunjukan tren naik turunnya sebuah
kelompok data dari waktu ke waktu. Selain bisa digunakan untuk menunjukkan
satu kategori data, diagram batang juga bisa digunakan untuk membandingkan
lebih dari satu kategori data sekaligus seperti di bawah ini.

Penyajian Data dalam Bentuk Grafik


Kalau ingin menyajikan data dengan tren tertentu, seperti penurunan dan kenaikan
suatu kelompok dalam jenjang waktu tertentu, juga bisa banget nih, menggunakan
bentuk visual cara penyajian data menggunakan grafik atau diagram garis.
B. Menyajikan Data dalam Tabel Distributif Frekuensi dan Histogram
1. Distribusi Frekuensi Tunggal
Data tunggal seringkali dinyatakan dalam bentuk daftar bilangan, namun
kadang kala dinyatakan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Tabel distribusi
frekuensi tunggal merupakan cara untuk menyusun data yang relatif
sedikit. Perhatikan contoh data berikut.

5, 4, 6, 7, 8, 8, 6, 4, 8, 6, 4, 6, 6, 7, 5, 5, 3, 4, 6, 6 8, 7, 8, 7, 5,
4 , 9, 10, 5, 6, 7, 6, 4, 5, 7, 7, 4, 8, 7, 6

2. Distribusi Frekuensi Bergolong


Tabel distribusi frekuensi bergolong biasa digunakan untuk menyusun data
yang memiliki kuantitas yang besar dengan mengelompokkan ke dalam interval-
interval kelas yang sama panjang. Perhatikan contoh data hasil nilai pengerjaan
tugas Matematika dari 40 siswa kelas XI berikut ini.

66 75 74 72 79 78 75 75 79 71
75 76 74 73 71 72 74 74 71 70 74 77 73 73 70 74 72 72
80 70 73 67 72 72 75 74 74 68 69 80

Apabila data di atas dibuat dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi


tunggal, maka penyelesaiannya akan panjang sekali. Oleh karena itu dibuatlah
tabel distribusi frekuensi bergolong dengan langkah-langkah sebagai berikut.
A. Mengelompokkan ke dalam interval-interval kelas yang sama panjang,
misalnya 65 – 67, 68 – 70, … , 80 – 82. Data 66 masuk dalam kelompok 65 – 67.

B. Membuat turus (tally), untuk menentukan sebuah nilai termasuk ke dalam kelas
yang mana.

C. Menghitung banyaknya turus pada setiap kelas, kemudian menuliskan


banyaknya turus pada setiap kelas sebagai data frekuensi kelas tersebut. Tulis
dalam kolom frekuensi
D. Langkah ketiga di atas ditampilkan pada tabel berikut ini.

Istilah-istilah yang banyak digunakan dalam pembahasan distribusi frekuensi


bergolong atau distribusi frekuensi berkelompok antara lain sebagai berikut.

A. Interval Kelas

Tiap-tiap kelompok disebut interval kelas atau sering disebut interval atau kelas
saja. Dalam contoh sebelumnya memuat enam interval ini.
65 – 67 → Interval kelas pertama
68 – 70 → Interval kelas kedua
71 – 73 → Interval kelas ketiga
74 – 76 → Interval kelas keempat
77 – 79 → Interval kelas kelima
80 – 82 → Interval kelas keenam

B. Batas Kelas

Berdasarkan tabel distribusi frekuensi di atas, angka 65, 68, 71, 74, 77, dan 80
merupakan batas bawah dari tiap-tiap kelas, sedangkan angka 67, 70, 73, 76, 79,
dan 82 merupakan batas atas dari tiap -tiap kelas.

C. Tepi Kelas (Batas Nyata Kelas)

Untuk mencari tepi kelas dapat dipakai rumus berikut ini.

Tepi bawah = batas bawah – 0,5

Tepi atas = batas atas + 0,5


Dari tabel di atas maka tepi bawah kelas pertama 64,5 dan tepi atas 67,5, tepi
bawah kelas kedua 67,5 dan tepi atas 70,5 dan seterusnya.

D. Lebar kelas

Untuk mencari lebar kelas dapat dipakai rumus:

Lebar kelas = tepi atas – tepi bawah

Jadi, lebar kelas dari tabel diatas adalah 67,5 – 64,5 = 3.

e. Titik Tengah

2. Histogram

Dari suatu data yang diperoleh dapat disusun dalam tabel distribusi frekuensi dan
disajikan dalam bentuk diagram yang disebut histogram. Jika pada diagram
batang, gambar batang-batangnya terpisah maka pada histogram gambar batang-
batangnya berimpit. Histogram dapat disajikan dari distribusi frekuensi tunggal
maupun distribusi frekuensi bergolong. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh
berikut ini. Data banyaknya siswa kelas XI IPA yang tidak masuk sekolah dalam
8 hari berturut-turut sebagai berikut.
Selain dalam bentuk diagram, penyajian data juga dengan menggunakan tabel
distribusi frekuensi. Berikut ini akan dipelajari lebih jelas mengenai tabel
distribusi frekuensi tersebut.

C. Ukuran Letak Data


Ukuran letak merupakan ukuran untuk melihat dimana letak salah satu data
dari kumpulan banyak data yang ada. Yang termasuk ukuran ukuran letaknya
antara lain adalah kuartil(Q), desil(D) dan persentil(P). Dalam menentukan ke-3
nya yang harus diingat adalah mengurutkan distribusi data dari yang terkecil
sampai terbesar.

Ukuran Letak Data untuk Data Tunggal

1. Kuartil Data Tunggal

Kuartil merupakan ukuran letak yang membagi data yang sudah diurutkan
menjadi empat bagian sama banyak, masing-masing bagian mempunyai 25%
data. Kelompok data memiliki 3 kuartil yakni kuartil bawah (Q1), kuartil tengah
atau median (Q2), kuartil atas (Q3). Perhatikan gambar berikut:

Rumus mencari nilai kuartil untuk data tunggal dibedakan menjadi dua kasus,
yaitu untuk jumah data ganjil dan jumlah data genap.

Untuk dan ganjil:

sedangkan untuk n genap:

Langkah-langkah mencari tiga nilai kuartil data tunggal untuk jumlah data genap
adalah sebagai berikut.

1. Carilah nilai yang menjadi nilai tengah (median atau Q2).


2. Membagai data di sebelah kiri median menjadi dua bagian yang sama dan
menghasilkan kuartil bawah atau Q1.
3. Membagi data di sebelah kanan median menjadi dua bagian sama dan
menghasilkan kuartil atas atau Q3

2. Desil Data Tunggal


Desil adalah cara membagi n data terurut menjadi 10 bagian data yang masing-
masing bagian mempunyai jumlah data yang sama. Setiap n data terurut dibagian
menjadi 10 bagian, sehingga terdapat 9 nilai desil.

Rumus desil dinyatakan dalam persamaan di bawah:

Keterangan:

i = bilangan bulat kurang dari 10 (1, 2, 3, …, 9)

n = banyak data

3. Persentil Data Tunggal


Persentil diambil dari kata persen, per seratus. Sehingga, persentil merupakan
pembagian dan data terurut menjadi 100 bagian sama banyak. Dari 100 bagian
yang dibagi sama banyak tersebut, dibatasi oleh 99 nilai persen.

Adapun rumus persentil untuk data tunggal

Keterangan:
i = bilangan bulat kurang dari 100 (1, 2, 3, …, 99)
n = banyak data

Ukuran Letak Data Untuk Data Kelompok


1. Kuartil Data Kelompok

Keterangan:
i = 1 untuk kuartil bawah
i = 2 untuk kuartil tengah
i = 3 untuk kuartil atas
Tb = tepi bawah kelas kuartil
n = jumlah seluruh frekuensi
= jumlah frekuensi sebelum kelas kuartil
= frekuensi kelas kuartil
p = panjang interval kelas
2. Desil untuk data berkelompok

Keterangan:
i = bilangan bulat kurang dari 10 (1, 2, 3, … ,9)

Tb = tepi bawah kelas desil

n = jumlah seluruh frekuensi

fk = jumlah frekuensi sebelum kelas desil

fi = frekuensi kelas desil

p = panjang kelas interval

3. Persentase untuk data berkelompok


Keterangan:
i = bilangan bulat kurang dari 100 (1, 2, 3, … ,99)

Tb = tepi bawah kelas persentil

n = jumlah seluruh frekuensi

fk = jumlah frekuensi sebelum kelas persentil

fi = frekuensi kelas persentil

p = panjang kelas interval

D. Ukuran Pemusatan Data


Ukuran pemusatan data adalah sembarang ukuran yang menjadi pusat dari
beberapa data, dengan syarat data-data ini sudah diurutkan dari yang terkecil ke
terbesar, atau sebaliknya. Simpelnya, dari beberapa data terurut, akan diperoleh
suatu nilai yang menjadi nilai pusat atau perwakilannya. Sebenarnya, ukuran
pemusatan data itu nggak cuma ada rata-rata (mean) saja. Ada beberapa contoh
ukuran pemusatan data lain, seperti modus dan median
1) Mean (Rata-Rata)
Rata-rata bisa kita sebut juga dengan mean. Rata-rata (mean) adalah suatu
bilangan yang mewakili sekumpulan data. Rata-rata (mean) dilambangkan
dengan simbol x̄ (dibaca x bar). Kita bisa menghitung nilai rata-rata atau
mean dari data tunggal dan data tunggal berkelompok atau berfrekuensi. Jadi
kalo data tunggal, kita mengumpulkan atau memperoleh data apa adanya
(bisa berurutan atau acak) dan tidak mengelompokkannya ke tabel frekuensi.
Contoh data tunggal:

Nilai Ujian Matematika kelas VIII-A

5 9 7 8 6 5

6 8 9 5 7 8

7 9 8 6 6 5
8 8 6 5 7 5

7 8 6 5 5 7

Angka 5,6,7,8,9 dari data di atas disebut datum atau bisa dibilang masing-masing
angka yang ada pada suatu data.
Rumus Mencari Rata-Rata (Mean)
Untuk memperoleh nilai rata-rata, kita bisa membagi jumlah semua nilai atau
datum-nya dengan banyaknya data. Nah, ini dia rumus mencari mean-nya:

Median (Data Tengah)


Data tengah atau median adalah datum yang letaknya di tengah suatu kumpulan
data, tapi dengan syarat datanya sudah diurutkan dari yang terkecil sampai
terbesar. Median dapat dilambangkan dengan Me.

Modus (Nilai Sering Muncul)

Nah, untuk macam ukuran pemusatan data yang ketiga ini, pasti udah nggak asing
lagi, kan? Yap, modus adalah nilai yang paling sering muncul. Jadi, dalam
kelompok data, jika ada angka yang paling banyak ada (paling sering muncul), itu
lah yang dinamakan modus. Biasanya, modus dilambangkan dengan Mo.

Kalau data yang kamu peroleh merupakan data tunggal berkelompok atau data
yang dikelompokkan ke dalam tabel, maka kamu bisa langsung lihat datum atau
nilai dengan frekuensi paling tinggi. Tapi, kalo data tunggal biasa, kamu bisa
gunakan tabel turus/ tally. Biar kamu paham kita ke contoh.
Contoh Soal Mencari Modus
Modus dari data berikut adalah:

102, 108, 106, 107, 108

105, 107, 105, 108, 106

106, 106, 107, 102, 105

105, 102, 106, 105, 106

107, 106, 105, 106, 102

105, 107, 107, 106, 105

106, 106, 105, 107, 102


Penyelesaian:

Nah, karena data di atas merupakan data tunggal biasa, agar lebih mudah, buat
dalam bentuk tabel turus seperti ini:

Kemudian, kalau kita lihat, data yang paling sering muncul adalah 106 karena
nilai frekuensinya paling tinggi, yaitu 11. Jadi, modus dari data itu adalah 106.

E. Ukuran Penyebaran Data


Ukuran penyebaran adalah ukuran yang menyatakan seberapa jauh
penyimpangan nilai-nilai data dari nilai-nilai pusatnya atau ukuran yang
menyatakan seberapa banyak nilai-nilai data yang berbeda dengan nilai-nilai
pusatnya.
1. Jangkauan / Range
Jangkauan atau range, adalah beda antara angka data terbesar dan angka data
terkeci (Kustituanto & Badrudin, 1994:95). Cara mencari jangkauan dibedakan
antara data tunggal dan data berkelompok.
a. Jangkauan data tunggal Bila ada sekumpulan data tunggal X 1 , X2 . . ., Xn,
maka jangkauannya adalah: Jangkauan = 𝑋𝑛 − 𝑿𝟏
b. Jangkauan data berkelompok Jangkauan pada data berkelompok adalah
selisih antara batas atas dari kelas tertinggi dengan batas bawah dari kelas
terendah.

2. Deviasi Rata-Rata
Deviasi rata-rata adalah rata-rata hitung dari nilai mutlak deviasi antara nilai data
pengamatan dengan rata-rata hitungnya. Deviasi rata-rata melibatkan data
observasi dalam penghitungannya (Kustituanto & Badrudin, 1994:96). Dalam
mencari deviasi rata-rata dapat dibedakan antara data tunggal dan data
berkelompok. a. Deviasi rata-rata data tunggal Untuk data tunggal, deviasi rata-
ratanya (MD) dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
𝑀𝐷 = 1/ 𝑛 ∑|𝑋 − 𝑋̅| = ∑|𝑋 − 𝑋̅| / 𝑛

3. Varians
Varians adalah Rata-rata hitung dari deviasi kuadrat setiap data terhadap rata-rata
hitungnya. Varians adalah alat ukut variabilitas serangkaian data yang dihitung
dengan mencari rata-rata selisih/beda kuadrat antara data observasi dengan pusat
datanya (Kustituanto & Badrudin, 1994:104). Varians untuk data populasi
disimbolkan 𝜎 2 dan untuk data sampel disimbolkan dengan 𝑠 2
a. Varians data tunggal Rumus untuk varians data tunggal adalah:
1) Untuk populasi (n>30) 𝜎^2 = ∑(𝑋 − 𝜇) 2 / 𝑛
2) Untuk sampel (n ≤ 30) 𝑠^2 = ∑(𝑋 − 𝑋̅ ) 2 / 𝑛 – 1

b. Varians data berkelompok Selanjutnya untuk menghitung varians data


berkelompok baik populasi maupun sampel dirumuskan sebagai berikut:
1) Untuk populasi (n>30) 𝜎^ 2 = ∑ 𝑓. (𝑋 − 𝜇) 2 / 𝑛
2) Untuk sampel (n ≤ 30) 𝑠^2 = ∑ 𝑓. (𝑋 − 𝑋̅) 2 / 𝑛 – 1

Contoh Soal dan Pembahasan:

1. Diketahui, siswa kelas 1 SDN 2 Bulo sedang mendata tinggi badan siswa.
Sehingga, didapatkan data sebagai berikut
125, 150, 132, 124, 140, 120, 140, 130
Tentukan mean, modus, dan median dari data di atas!
Pembahasan:
Urutan data yang sesuai: 120, 124, 125, 130, 132, 140, 140, 150
Mean = (120 + 124 + 125 + 130 + 132 + 140 + 140 + 150) : 8 = 132, 625
Modusnya adalah 140, sebab data tersebut paling banyak muncul, yaitu 2 kali.
Median = 130 + 132 / 2 = 131

2. Berikut data ulangan Matematika dari kelas X:


10, 9, 8, 10, 10, 8, 7, 9, 7, 9, 9, 8, 9, 10, 8
Tentukan nilai rata-ratanya serta nilai tertinggi dan terendahnya!
Pembahasan:
Rata-rata = (10 + 9 + 8 + 10 + 10 + 8 + 7 + 9 + 7 + 9 + 9 + 8 + 9 + 10 + 8) : 15 =
8,733
Nilai tertinggi adalah 10, sedangkan nilai terendahnya adalah 7.

3. Diketahui data nomor sepatu sebuah klub sepak bola adalah sebagai berikut:
39, 39, 40, 40, 41, 42, 42, 42,42, 42, 43, 43, 44, 44, 44
Tentukan rata-rata nomor sepatu dari pemain sepak bola tersebut!
Pembahasan:
Rata-rata = (39+ 39+ 40+ 40+ 41+ 42+ 42+ 42+42+ 42+ 43+ 43+ 44+ 44+ 44) :
15 = 41, 8

4. Perhatikan data kelompok berikut ini!


Nilai Frekuensi
21-25 3
26-30 5
31-35 11
36-40 10
41-45 8
46-50 3
Jumlah 40
Berdasarkan data tersebut, tentukan nilai desil ke-6
Jawaban:

Desil ke-6 (D6) berada di antara data ke-(6/10 × 40)

Data ke-(6/10 × 40 + 1) adalah data ke-24 dan ke-25.

Data berada pada interval kelas 36 – 40

Tb = 36 – 0,5 = 35,5

fD6 = 10

Frekuensi kumulatif kurang dari kelas letak nilai desil ke-6 (fkkD6) adalah 19

Panjang kelas (k) = 25,5 – 20,5 = 30,5 – 25,5 = … = 5.

Dengan begitu, maka nilai desil ke-6 dari tabel data kelompok tersebut adalah:
D6 = Tb + (6/10n - fkkD6: fD6) x k

D6 = 35,5 (6/10 x 40 - 19 : 10) x 5

D6 = 35,5 + 2,5 = 38

Jadi, nilai desil ke-6 dari data pada tabel distribusi frekuensi tersebut adalah 38,0

4. Perhatikan data nilai siswa SMPN 8 berikut ini


Nilai Frekuensi
20-24 2
25-29 5
30-34 7
35-39 10
40-44 9
45-49 7
Berdasarkan data tersebut tentukan desil 5 (D5)!
Jawaban:

Nilai Frekuensi Frekuensi kumulatif (fk)

20-24 2 2

25-29 5 7

30-34 7 14

35-39 10 24

40-44 9 33

45-49 7 40

Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa - adalah 1 dan n = 40, maka 5/10 x 40
= 20

Maka, D5 berada di interval 35-39

Tb = a - 05 = 35 = 0,5 = 34,5

P = (b-a) + 1 = (39-35) + 1 = 1

Dengan begitu, D5 adalah:

D5 = Tb + P (5/10n - fkD5 : fD5)


D5 = 34,5 + 5 (5/10.40 - 14: 10)

D5 = 34,5 + 5 (20-14 : 10)

D5 = 34,5 + 5 (6 :10)

D5 = 34,5 + (30/10)

D5 = 34,5 + 3 = 37,5

Jadi, desil 5 dari data tersebut adalah 37,5

5. Diketahui sebuah deret data 9, 10, 11, 6, 8, 7, 7, 5, 4, 5


Tentukan persentil ke-75 dan persentil ke-30?
Jawaban:
Langkah 1: urutkan data menjadi: 4, 5, 5, 6, 7, 7, 8, 9, 10, 11
Langkah 2: cari persentil tunggal di atas berdasarkan rumus persentil tunggal:
Letak nilai persentil ke-75 di urutan data ke- 75(10 +1)/100 = 8,25
P75 = x8 + 0,25 (x9 – x8) = 9 + 0,25 (10 – 9) = 9,25
Jadi, Persentil ke-75 = 9,25
Letak nilai persentil ke-30 di urutan data ke-30(10 +1)/100 = 330/100 = 3,3
P30 = x3 + 0,3 (x4 – x3) = 5 + 0,3 (6 – 5) = 5,3
Jadi, Persentil ke-30 = 5,3.

6. Jika datanya berjumlah ganjil dengan n+1 yang habis dibagi 4, contohnya
sebagai berikut:

4, 4, 5, 7, 8, 8, 8, 9, 10, 11, 11

Dari contoh data di atas, kita akan coba cari Q1, Q2, dan Q3.

Maka Q1 adalah x ke-3, yaitu 5

Maka Q2 adalah x ke-6, yaitu 8

Maka Q3 adalah x ke-9, yaitu 10


7. Berikut ini data berkelompok mengenai berat badan siswa di kelas VII. Carilah
Q1-nya!

Tabel Berat Badan Siswa di Kelas VII. Foto: Bayu Ardi Isnanto/detikcom
Untuk mencari Q1, maka kita cari kuartil 1 berada di interval mana. Cara dengan
membagi jumlah frekuensi dengan 4. Maka 50/4 = 12,5. Jadi letak Q1 berada di
interval 41-45.

Dengan demikian, diketahui bahwa:

L1 = 41-0,5 = 40,5

F1 = frekuensi kumulatif pada interval sebelumnya, yaitu 10

f1 = 9

8. Tentukan variari dan simpangan baku dari data : 4,6,8,7,9,8.


Data F
41-45 6
46-50 3
51-50 5
56-60 8
61-65 8
Jawab :
Data f xi fixi (xi-x)2 fi(xi-x)2
41-45 6 43 258 132.25 93.5
46-50 3 48 144 42.25 126.75
51-50 5 53 265 2.25 11.25
56-60 8 58 464 12.25 98
61-65 8 63 504 72.25 578
Jumlah 30 1.635 676

Jadi, variasinya = 22,53 dan simpangan bakunya = 4,75.

9. Jangkauan data dari 1, 3, 4, 12, 14, 13, 14, 2, 1, 4, 5, adalah…


Jawaban:
Berdasarkan data di atas diketahui data terbesar = 14 dan data terkecil = 1
Maka jangkauan Xbesar – Xkecil = 14 – 1 = 13.

10. Jangkauan antar kuartil dari 16, 16, 18, 15, 19, 16, 17, 15, 15, adalah…
Jawaban:
15 - 15 - 15 - 16 - 16 - 16 - 17 - 18 - 19
Berdasarkan urutan tersebut maka kita peroleh: Q1 = 15 + 15/2 = 15 Q3 = 17 +
18/2
= 17,2 Q3 - Q1 = 17,5 - 15 = 2,5
BAB VIII PELUANG
A. Percobaan, Ruang Sampel, dan Kejadian
1. Percobaan adalah suatu proses dengan hasil dari suatu kejadian bergantung
pada kesempatan.
Contoh:
1. Melempar sebuah koin.
2. Melempar sebuah dadu.
3. Melempar sebuah koin dan sebuah dadu sekaligus.
4. Melempar dua buah koin sekaligus.
5. Melempar dua dadu sekaligus.

2. Definisi Ruang Sampel


Ruang adalah kumpulan dari semua hasil yang mungkin dari suatu
percobaan.
Ruang sampel dinotasikan dengan S. Banyaknya anggota ruang sampel
dinyatakan dengan n(S).
Contoh:
Pada percobaan melempar sebuah dadu bersisi enam sebanyak satu kali.
Tentukan ruang sampel, titik sampel, dan banyak anggota ruang sampel.
Jawaban:
Perhatikan, pada pelemparan sebuah dadu bersisi enam satu kali, maka hasil
yang mungkin muncul adalah salah satu dari enam sisi mata dadu itu, yaitu 1,
2, 3, 4, 5, atau 6, maka:
Ruang sampel (S) = {1, 2, 3, 4, 5, 6}
Titik sampel adalah 1, 2, 3, 4, 5 dan 6.
Banyak anggota ruang sampel, n(S) = 6
3. Definisi Kejadian
Kejadian adalah himpunan bagian dari ruang sampel.
Kejadian dinotasikan dengan satu huruf kapital, seperti A, B, C, ..., Z.
Banyak anggota kejadian A ditulis n(A), banyak anggota kejadian B ditulis
n(B), dan seterusnya. Kejadiannya dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
Kejadian Sederhana, yaitu suatu kejadian yang hanya memiliki satu titik.
Misal, kejadian munculnya mata dadu bilangan prima genap pada pelemparan
sebuah dadu, yaitu {2}.
Kejadian Majemuk, yaitu suatu kejadian yang memiliki lebih dari satu titik
sampel. Misal, kejadian munculnya mata dadu bilangan ganjil pada pelemparan
sebuah dadu, yaitu {1, 3, 5}.
.
B. Peluang Suatu Kejadian
Peluang adalah nilai (kuantitas) untuk menyatakan seberapa besar terjadinya suatu
peristiwa. Peluang juga biasa disebut sebagai probabilitas. Peluang atau
kemungkinan, secara teoritis berarti perbandingan antara banyaknya suatu
kejadian dengan banyaknya seluruh kemungkinan yang terjadi. Jadi, kita bisa
menuliskan rumus peluang kejadian, seperti ini:
P(A) = n(A) / n(S)
P(A): peluang kejadian A
n(A): peluang kejadian anggota A
n(S): banyaknya titik sampel

Jika kamu menemukan soal peluang yang memperhatikan


urutan/susunannya, misal ada keterangan “diambil berurutan”, maka kamu harus
menghitung dengan rumus permutasi. Sebaliknya, jika soal disuruh diambil secara
acak atau tidak memperhatikan urutan, maka kamu menggunakan rumus
kombinasi.

Langkah-langkah untuk mengetahui hasil peluang suatu kejadian:


1. Kamu harus menentukan sampel ruangnya atau n(S) terlebih dahulu.
2. Menentukan kejadian peluang atau n(A) yang dikehendaki.
3. Terakhir tinggal kamu tentuin peluangnya dengan rumus di atas tadi.

C. Frekuensi Harapan
Frekuensi harapan adalah harapan banyaknya suatu kejadian yang terjadi dari
banyaknya jumlah percobaan yang dilakukan.
Adapun cara menghitung frekuensi harapan yakni dilakukan dengan rumus:
Fh = peluang x banyaknya percobaan
Fh = P(A) x N
Keterangan:
Fℎ = Frekuensi harapan
P(A) = Peluang suatu kejadian
N = Banyaknya percobaan
D. Peluang Kejadian Majemuk
Sesuai namanya, peluang kejadian majemuk adalah cara yang digunakan untuk
menghitung peluang yang terjadi jika ada dua atau lebih kejadian.
Misalnya, kamu mau mencari tahu peluang dari munculnya angka 4 dan 9 pada
dadu. Artinya, ada dua kejadian yang ingin kamu cari tahu. Pertama, kejadian
munculnya dadu berjumlah 4. Dan yang kedua, kejadian munculnya dadu
berjumlah 9.
Jenis-jenis Peluang Kejadian Majemuk
Secara matematika, peluang kejadian majemuk terbagi menjadi 4 jenis. Yaitu
peluang saling lepas, tidak saling lepas, saling bebas, dan tidak saling bebas.

1. Peluang Kejadian Majemuk Saling Lepas


Sederhananya, peluang kejadian majemuk saling lepas artinya dua kejadian
atau lebih yang ada tidak memiliki persekutuan atau irisan. Misalkan A dan B
adalah dua kejadian yang berbeda pada semesta (S) dikatakan saling lepas.
Atau irisan A dan B sama dengan nol. Dalam matematika, dapat dituliskan dengan
n(A റ B) = 0. Sedangkan dalam diagram venn, peluang kejadian majemuk saling
lepas dapat digambarkan seperti ini:

Contoh sederhana dari peluang kejadian majemuk saling lepas adalah munculnya
angka genap atau angka ganjil pada pelemparan dadu. Jika dituliskan
menggunakan rumus matematika, maka bentuknya akan seperti ini:
Semesta (S) = {1, 2, 3, 4, 5, 6}
Ganjil (A) = {1, 3, 5}
Genap (B) = {2, 4, 6}
Maka, untuk mengetahui banyaknya kejadian masing-masing, dapat ditulis
sebagai berikut:
n(S) = 6
n(A) = 3
n(B) = 3
Kemudian, untuk menghitung peluang kejadian majemuk munculnya angka
genap, kamu tinggal membagi jumlah anggota (A) dengan (S). Dari keterangan di
atas, diketahui kalau n(A) = 3 dan n(S) = 6. Sehingga, peluang munculnya angka
ganjil adalah n(A) / n(S) = 3/6 atau 1/2. Karena jumlah n(A) dan n(B) sama, maka
peluang munculnya angka genap juga 1/2.
Lalu, berapa peluang kejadian majemuk saling lepasnya? Untuk menghitung
peluang kejadian saling lepas, kamu tinggal menjumlahkan peluang dari setiap
kejadian yang terjadi. Dalam matematika, aturan peluang kejadian majemuk
saling lepas dapat dituliskan sebagai berikut:
P(A◡B) = P(A)+P(B)
Masukkan nilai peluang (A) dan peluang (B), sesuai dengan rumus di atas:
P(A◡B)=P(A)+P(B)
P(A◡B)=1/2+1/2
P(A◡B)=1
Sehingga, peluang gabungan A dan B adalah 1.

2. Peluang Kejadian Majemuk Tidak Saling Lepas


Berbeda dengan peluang kejadian majemuk saling lepas, peluang kejadian
tidak saling lepas memiliki peluang yang saling beririsan. Atau irisan A dan B
tidak sama dengan nol. Dalam matematika, dituliskan dengan n(A ౧ B) ≠ 0.
Sedangkan dalam diagram venn, peluang kejadian majemuk tidak saling lepas
dapat digambarkan seperti ini:

3. Peluang Kejadian Majemuk Saling Bebas


Selanjutnya, peluang kejadian majemuk saling bebas merupakan kejadian
ketika peluang terjadinya dua kejadian atau lebih berlangsung secara independen.
Artinya, peluang kejadian A tidak mempengaruhi kejadian B dan sebaliknya.

4. Peluang Kejadian Majemuk Tidak Saling Bebas


Peluang kejadian majemuk tidak saling bebas bisa dibilang cukup mirip dengan
kejadian saling bebas. Hanya saja, jika menggunakan contoh pengambilan bola,
dalam kejadian tidak saling bebas, bola yang diambil pada pengambilan pertama
tidak dikembalikan lagi.
Sedangkan dalam kejadian sehari-hari, peluang kejadian majemuk tidak saling
bebas ini biasanya digunakan pada saat arisan. Jika nama salah satu peserta sudah
keluar, maka nama peserta tersebut tidak akan diikutkan dalam kocokan
selanjutnya.
Sehingga, kejadian A dapat mempengaruhi peluang terjadinya kejadian B. Karena
itu, peluang ini juga disebut sebagai peluang kejadian majemuk bersyarat. Jika
digambarkan, peluang kejadian tidak saling bebas adalah sebagai berikut:
P(A ౧ B)= P(A)×P(B∣A)
Dengan P(B|A) merupakan besar peluang terjadinya B setelah kejadian A yang
terjadi lebih dulu.

Contoh Soal dan Pembahasan:

1. Sebuah dadu lalu dilempar satu kali, berapa peluang munculnya mata dadu 5?
Pembahasan
Banyaknya titik sampel n(S) = 6
Titik sampel dadu bernilai 5 n(A) = 1
P(A) = n(A)/n(S) = 1/6
Jadi, peluang munculnya mata dadu 5 adalah 1/6

2. Rudi memiliki dua buah koin 1000 rupiah, lalu melempar kedua koin tersebut
bersamaan. Berapa peluang muncul gambar pada kedua koin?
Pembahasan
Misal A = Angka dan G= Gambar, maka
Ruang sampelnya adalah = { (A,G), (A,A), (G,A), (G,G)}
n (S) = 4
banyaknya titik sampel muncul gambar di kedua koin (G,G) adalah n (A) = 1
P(A) = n(A)/n(S) = 1/4
Jadi, peluang muncul keduanya gambar adalah 1/4

3. Sebuah tas berisi 12 kelereng yang terdiri dari 5 kelereng biru, 3 kelereng
merah, dan 4 kelereng kuning. Dari tas tersebut akan diambil satu kelereng.
Berapa peluang terambilnya kelereng berwarna merah?
Pembahasan
Banyaknya titik sampel n(S) = 5 + 3 + 4 = 12
Titik sampel kelereng merah n(A) = 3
P(A) = n(A)/n(S) = 3/12 = 1/4
Jadi, peluang terambilnya kelereng warna merah adalah 1/4

4. Dua buah dadu dilempar secara bersamaan. Berapakah peluang kejadian


muncul jumlah kedua mata dadu = 6?
Pembahasan
Kejadian jumlah kedua mata dadu sama dengan 6 adalah (1, 5), (2, 4), (3, 3), (4,
2), dan (5, 1).
Maka n(A) = 5
n(S) = 6 × 6 = 36
P(A) = n(A)/n(S) = 5/36
Jadi, peluang munculnya jumlah kedua dadu sama dengan 6 adalah 5/36.

5. Satu set kartu lengkap akan dikocok dan diambil secara acak. Hitunglah
peluang yang terambil adalah kartu As atau kartu merah!
Jawaban:
Untuk menjawab soal diatas, kamu bisa menggunakan cara seperti di bawah ini.
Diketahui:
n(S) = 52

n(A) = peluang kejadian terambilnya kartu As = 4

PB = n(B)n(S) = 452 = 113

Jadi, peluang kejadian terambilnya kartu As atau kartu merah adalah :

PAB = PA+PB-PAB = 12+113-126 = 1426 = 2852

6. Sebuah dadu dilempar 36 kali. Frekuensi harapan muncul mata dadu bilangan
prima adalah .... kali.
Jawaban :
Untuk menjawab soal di atas, kamu bisa menggunakan cara seperti di bawah ini.

Ruang sampel = {1,2,3,4,5,6}

P(A) = 3/6

Fh = 3/6 x 36 = 18

7. Sebuah dadu dilempar sekali. Peluang muncul mata faktor dari 6 adalah ....
Jawaban:
Untuk menjawab soal di atas, kamu bisa menggunakan cara seperti di bawah ini.

Ruang sampel = {1,2,3,4,5,6}

A = muncul mata dadu faktor 6

= (1,2,3,6)

P(A) = 4/6 = 2/3

8. Banyaknya anggota ruang sampel pada pelemparan sekeping uang logam dan
sebuah dadu yang dilakukan secara bersamaan adalah .... titik sampel.
Jawaban :
Untuk menjawab soal di atas, kamu bisa menggunakan cara seperti di bawah ini.

Ruang sampel =
{(A,1),(A,2),(A,3),(A,4),(A,5),(A,6),(G,1),(G,2),(G,3),(G,4),(G,5),(G,6)}
Titik sampel =
{(A,1),(A,2),(A,3),(A,4),(A,5),(A,6),(G,1),(G,2),(G,3),(G,4),(G,5),(G,6)}
= 12

9. Sebuah dadu dilempar 100 kali. dari hasil pelemparan tersebut muncul mata
dadu bernomor 3 sebanyak 17 kali dan mata dadu bernomor 5 sebanyak 18 kali.
Peluang muncul mata dadu bernomor 3 dan 5 adalah ....
Jawaban:
Untuk menjawab soal di atas, kamu bisa menggunakan cara seperti di bawah ini.

A = mata dadu bernomor 3

P(A) = 17/100

B = mata dadu bernomor 5

P(B) = 18/100

P(A B) = P(A) + P(B)

= 17/100 x 18/100

= 35/100

= 7/20

10. Sebuah dadu dilempar sebanyak 20 kali. Ternyata muncul muka dadu
bernomor 3 sebanyak 3 kali. Frekuensi relatif munculnya angka tiga adalah ....
Jawaban :
Untuk menjawab soal di atas, kamu bisa menggunakan cara seperti di bawah ini.
Frekuensi relatif = banyaknya kejadian yang muncul/banyaknya percobaan yang
dilakukan
= 3/20

Anda mungkin juga menyukai