Anda di halaman 1dari 8

5 Contoh soal dan jawaban metode FIFO

1. Pada tanggal 1 Januari 2023, sebuah toko memiliki 200 unit produk A dengan harga pembelian
sebesar Rp10.000 per unit. Pada tanggal 10 Januari 2023, toko membeli tambahan 300 unit
produk A dengan harga pembelian sebesar Rp12.000 per unit. Pada tanggal 15 Januari 2023,
toko menjual 200 unit produk A.
Berdasarkan Rumus FIFO, harga pokok barang yang terjual adalah sebagai berikut:
Harga pokok barang yang masih tersedia pada awal periode:
1. 200 unit x Rp10.000 = Rp2.000.000
2. Harga pokok barang yang baru dibeli:
300 unit x Rp12.000 = Rp3.600.000
3. Jumlah barang yang tersedia untuk dijual pada periode tersebut:
200 unit (sisa barang dari periode sebelumnya) + 300 unit (barang baru) = 500 unit
4. Harga pokok barang per unit untuk periode tersebut:
(Rp2.000.000 + Rp3.600.000) / 500 unit = Rp11.200 per unit
5. Harga pokok barang yang terjual:
200 unit x Rp11.200 = Rp 2.240.000

Dengan demikian, harga pokok barang yang terjual sebesar Rp 2.240.000 akan dikurangkan dari
pendapatan penjualan untuk menghitung laba kotor toko.

2. PT. DCBA bergerak di bidang distributor mie instan. Di awal bulan Oktober, PT.DCBA membeli
5.000 dus mie instan seharga Rp85 ribu per dus. Di minggu berikutnya, PT. DCBA membeli
sebanyak 1.500 dus seharga Rp87 ribu per dus. Apabila PT. DCBA menggunakan metode FIFO,
maka gudang akan mengeluarkan mie instan seharga Rp85 ribu per dus dari stok persediaan
terlebih dahulu.

Jawab: Sisa saldo persediaan PT. DCBA pada 31 Oktober 2022 adalah senilai 1.500 dus mie
instan dan diasumsikan PT. DCBA tidak melakukan pembelian lagi di bulan Oktober, maka saldo
persediaan akhir adalah senilai Rp130.500.000 (Rp1.500 x Rp87.000).

3.

Penjelasan dari tabel di atas adalah:


Penjualan tanggal 06/01/2017 akan mengeluarkan persediaan yang dibeli di tanggal 01/01/2017
terlebih dahulu yaitu 30. Karena belum mencukupi, maka diambil lagi jumlah persediaan yang
masuk pada tanggal 05/01/2017 untuk mencukupi total penjualan di tanggal 06/01/2017.
Sehingga total nilai persediaan yang terjual adalah (Rp 450.000 + Rp 100.000).

4. Diketahui XYZ memiliki transaksi yang berkaitan dengan persediaan barang dagangan yang telah
disajikan dalam tabel sebagai berikut :
Ditanya :
Hitunglah nilai persediaan akhir, harga pokok penjualan dan laba kotor dengan sistem periodik dan
sajikan kartu persediaan stok dengan cara perpetual beserta nilai hpp dan laba kotor.
Dijawab :
Metode FIFO sistem periodic

Nilai Persediaan Akhir


Berikut cara menghitung persediaan akhir dengan metode fifo periodik Maka, dapat diketahui
contoh kartu persediaan metode fifo periodik persediaan akhir yang siap dijual adalah 98
unit dengan nilai total harga Rp 5.320.000

Rumus Menghitung Unit Persediaan Akhir :

= Jumlah Unit Yang Siap Dijual – Unit Yang Terjual

= 98 Unit – 37 Unit

= 61 unit

Nilai Unit akhir

Harga Pokok Penjualan

Rumus Menghitung Harga Pokok Penjualan :

= Nilai Total Harga Siap Dijual – Nilai Total Harga Unit Akhir

= Rp 5.320.000 – Rp 2.813.000

= Rp 2.507.000

Laba Kotor

Rumus Menghitung Laba Kotor :

= Hasil Penjualan – Harga Pokok Penjualan


= Rp 2.555.000 – Rp 2.507.000

= Rp 48.000

5. Perusahaan Harold mempunyai persediaan awal 1.000 unit produk dan membeli 1.000
unit lagi dengan harga $5 masing-masing selama bulan pertama suatu periode
akuntansi. Bulan berikutnya, perusahaan membeli 1.000 unit lagi dengan harga $10
per unit. Ini berarti bahwa 2.000 unit dibeli pada periode akuntansi seharga $15.000.
Pada akhir periode, perusahaan memiliki sisa 500 unit, yang berarti terjual 1.500 item
selama periode tersebut.

Menurut metode FIFO, unit pertama terjual, dan perhitungannya menggunakan unit
terbaru. Jadi, persediaan akhir akan menjadi karena $10 adalah harga pokok
pembelian unit terbaru. Persediaan akhir untuk perusahaan Harod adalah
$15.000.1.500 x 10 = 15.000

5 Contoh soal dan jawaban metode LIFO

1. PT. DCBA bergerak di bidang distributor mie instan. Di awal bulan Oktober, PT.DCBA membeli
5.000 dus mie instan seharga Rp85 ribu per dus. Di minggu berikutnya, PT. DCBA membeli
sebanyak 1.500 dus seharga Rp87 ribu per dus. Apabila PT. DCBA menggunakan metode FIFO,
maka gudang akan mengeluarkan mie instan seharga Rp85 ribu per dus dari stok persediaan
terlebih dahulu.

Jawab : Apabila PT. DCBA memiliki penjualan selama bulan Oktober, maka gudang akan
mencatat barang kedua, yakni mie instan seharga Rp87 ribu per dus sebagai barang yang
pertama kali keluar. Di akhir bulan Oktober tercatat sisa persediaan akhir di bulan Oktober adalah
sebanyak 1.500 dus, maka laporan keuangan akan mencatat sisa saldo persediaan di akhir bulan
Oktober seharga Rp127.500.000 (1.500 dus x Rp85.000).

2. Sebuah perusahaan menjual produk A dengan data sebagai berikut:

1 April: 10 unit @ Rp10.000 per unit

10 April: 15 unit @ Rp11.000 per unit

20 April: 20 unit @ Rp12.000 per unit

Perusahaan tersebut berhasil menjual 32 unit produk A selama bulan April. Kita akan menghitung
biaya barang yang terjual (COGS) dan nilai persediaan akhir dengan metode LIFO.

Jawab : Pertama, kita akan menghitung COGS. Berdasarkan cara ini, kita akan mengurangi stok
barang dari yang paling baru. Oleh karena itu, kita ambil 20 unit dari pembelian tanggal 20 April
(20 x Rp12.000 = Rp240.000) dan 12 unit dari pembelian tanggal 10 April (12 x Rp11.000 =
Rp132.000). Total COGS selama bulan April adalah Rp240.000 + Rp132.000 = Rp372.000.

Selanjutnya, kita akan menghitung nilai persediaan akhir. Ada 3 unit yang tersisa dari pembelian
tanggal 10 April (3 x Rp11.000 = Rp33.000) dan 10 unit dari pembelian tanggal 1 April (10 x
Rp10.000 = Rp100.000). Jadi, nilai persediaan akhir adalah Rp33.000 + Rp100.000 =
Rp133.000.
3. Berdasarkan data yang diperoleh dari PT MK Network, terdapat adanya jumlah
persediaan awal dengan menggunakan perhitungan fisik atau metode perpetual per
tanggal 31 Desember. Hasil yang diperoleh yaitu sebanyak 16 buah produk. Berikut
gambarnya.
Kemudian, data tersebut dapat dihitung menggunakan metode LIFO. Berikut cara menghitung
nilai persediaan akhir.

Jawab : (6 produk x Rp50.000 + (10 produk x Rp55.000) = Rp850.000 (6 produk di bulan Januari
dikali dengan biaya per produknya. Lalu ditambah dengan jumlah 10 produk dikali dengan biaya
per produknya juga.)

4. Bayangkan Anda memiliki sebuah perusahaan yang menjual produk elektronik. Dalam satu
bulan, Anda menerima tiga pengiriman barang dengan jumlah dan biaya sebagai berikut:

• Pengiriman pertama, 150 unit dengan biaya per unit Rp 4.000.000.

• Pengiriman kedua 200 unit dengan biaya per unit Rp 4.200.000.

• Terakhir ada pengiriman ketiga 100 unit dengan biaya per unit Rp 4.500.000.

• Selama bulan tersebut, Anda menjual 220 unit produk elektronik.

Untuk menghitung biaya persediaan yang dijual menggunakan metode LIFO, Anda akan
mengeluarkan unit terakhir yang diterima terlebih dahulu. Dalam kasus ini, Anda akan
mengeluarkan 100 unit dari pengiriman ketiga dengan biaya Rp 4.500.000 per unit dan 120
unit dari pengiriman kedua dengan biaya Rp 4.200.000 per unit.

(100 x Rp 4.500.000) + (120 x Rp 4.200.000)

= Rp 450.000.000+ Rp 504.000.000

= Rp 954.000.000.

Setelah menghitung biaya barang yang dijual, Anda perlu menghitung nilai persediaan akhir
dengan cara berikut:

(150 x Rp 4.000.000) + (200 x Rp 4.200.000) + (100 x Rp 4.500.000)

= Rp 600.000.000+ Rp 840.000.000 + Rp 450.000.000

= Rp 1.890.000.000

Maka nilai persediaan akhir adalah Rp 1.890.000.000 - 954.000.000 = Rp 936.000.000.

5. Misalkan sebuah perusahaan menjual produk A dan memiliki catatan transaksi pembelian dan
penjualan sebagai berikut:
 Identifikasi harga pokok per unit.

Dari tabel, harga pokok per unit untuk pembelian 1 Januari adalah Rp 50.000, dan harga
pokok per unit untuk pembelian 15 Januari adalah Rp 55.000.

 Hitung jumlah barang yang terjual dan yang masih tersisa di gudang.

Dari tabel, total unit yang terjual pada 31 Januari adalah 250 unit. Total unit yang masih tersisa
di gudang adalah (100 + 200) - 250 = 50 unit.

 Alokasikan unit yang masih tersedia dengan metode LIFO.

Dengan metode LIFO, 200 unit yang terjual berasal dari pembelian 15 Januari (harga pokok
Rp 55.000), dan 50 unit sisanya berasal dari pembelian 1 Januari (harga pokok Rp 50.000).
Untuk unit yang masih tersisa di gudang, semua 50 unit berasal dari pembelian 1 Januari
(harga pokok Rp 50.000).

 Hitung harga pokok penjualan (HPP)

(200 x Rp 55.000) + (50 x Rp 50.000)

= Rp 11.000.000 + Rp
2.500.000

= Rp 13.500.000

 Lalu perhitungkan nilai


persediaan akhir

50 x Rp 50.000 = Rp 2.500.000
5 Contoh soal dan jawaban aktiva tetap

Metode Garis Lurus

1. Perusahaan A ingin menjual 1 mesin produksi seharga Rp8 juta dalam 5 tahun mendatang, dengan
estimasi nilai residu saat dijual adalah Rp1 juta. Jika menggunakan metode garis lurus, biaya
penyusutannya adalah:

BiayaPenyusutan=
= (Rp 8,000,000 – Rp 1,000,000) / 5tahun
= Rp 7,000,000 / 5 tahun
= Rp 1,400,000

Dengan demikian, jika ingin mesin produksi perusahaan A bisa dijual seharga Rp1 juta 5 tahun
mendatang, biaya penyusutan per tahunnya harus Rp1,4 juta atau kurang dari itu.

Metode Saldo Menurun Ganda


2. Perusahaan A ingin menjual 1 mesin produksi seharga Rp8 juta dalam 5 tahun mendatang, dengan
estimasi nilai residu saat dijual adalah Rp1 juta. Jika menggunakan metode saldo menurun ganda,
biaya penyusutannya yaitu sebagai berikut:

% Depresiasi per tahun = ⅕ tahun X 100% = 20%

% Depresiasi berganda = 2 X 20% = 40%

Maka, biaya penyusutan per tahunnya adalah:

Total nilai residu = Rp 8,000,000 – Rp 7,377,920 = Rp 622,080

Dengan demikian, berdasarkan metode saldo menurun ganda, mesin produksi perusahaan A tidak
bisa dijual dengan harga Rp1 juta, tapi Rp622 ribu saja dalam 5 tahun mendatang.

Metode Saldo Menurun Tunggal


3. Perusahaan A ingin menjual 1 mesin produksi seharga Rp8 juta dalam 5 tahun mendatang, dengan
estimasi nilai residu saat dijual adalah Rp1 juta. Jika menggunakan metode saldo menurun ganda,
biaya penyusutannya yaitu sebagai berikut:

% Depresiasi per tahun = ⅕ tahun X 100% = 20%

Maka, biaya penyusutan per tahunnya adalah:

Total nilai residu = Rp 8,000,000 – Rp 5,673,472 = Rp 2,326,528

Dengan demikian, berdasarkan metode saldo menurun tunggal, mesin produksi perusahaan A bisa
dijual dengan harga Rp2,3 juta, lebih tinggi daripada nilai residu estimasinya.
Metode Jumlah Angka Tahun

4. Perusahaan A ingin menjual 1 mesin produksi seharga Rp8 juta dalam 5 tahun mendatang, dengan
estimasi nilai residu saat dijual adalah Rp1 juta. Jika menggunakan metode jumlah angka tahun,
biaya penyusutannya yaitu sebagai berikut:

p> Jumlah angka tahun = 1+2+3+4+5 = 15

Maka perhitungan biaya penyusutan per tahunnya adalah:

Dengan demikian, jika perusahaan A ingin nilai residu saat dijual adalah Rp1 juta, maka total biaya
depresiasi wajib ada di angka Rp7 juta, dengan biaya penyusutan per tahun seperti tertera di atas.

Metode Satuan Hail Produksi

5. Perusahaan A ingin menjual 1 mesin produksi seharga Rp8 juta berkapasitas kapasitas produksi 100
ribu kali, dengan estimasi nilai residu saat dijual adalah Rp1 juta. Adapun data produksi per tahunnya
adalah sebagai berikut:

Tahun ke-1 = 15,000

Tahun ke-2 = 22,000

Tahun ke-3 = 25,000

Tahun ke-4 = 21,000

Tahun ke-5 = 17,000

Jika menggunakan metode satuan hasil produksi, biaya penyusutannya yaitu sebagai berikut:
Dengan demikian, jika perusahaan A ingin nilai residu saat dijual adalah Rp1 juta, maka total biaya
depresiasi wajib ada di angka Rp7 juta, dengan biaya penyusutan dan jumlah produksi per tahun
seperti tertera di atas.

Anda mungkin juga menyukai