Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH AKUNTANSI INDUSTRI KHUSUS

INSTRUMEN KEUANGAN (PSAK 71)

Dosen Pengampu: Dra. Rawintan Endas Binti, M.Com, MTQM (Hons), Ak, CA, CMA (Aus)

Disusun Oleh:

Kelompok 4

Alifa Izzah Shafa Ataya (2010313320046)


Anggie Darmawan (2010313220059)
Elvira Agustina (2010313220071)

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
melimpahkan berkat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah yang berjudul “Akuntansi Industri Khusus : Instrumen Keuangan PSAK 71” ini dengan
tepat waktu.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Rawintan Endas Binti, M.Com,
MTQM (Hons), Ak, CA, CMA (Aus) selaku dosen Mata Kuliah Akuntansi Industri Khusus.

Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan kami mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca agar kami dapat memperbaikinya di masa depan. Kami
berharap makalah ini dapat memberikan manfaat dan meningkatkan pengetahuan bagi pembaca.
Terima kasih atas perhatiannya.

Banjarmasin, 26 Mei 2023

Kelompok 4
BAB I

PENDAHULUAN

Pada tahun 2014, IASB menerbitkan IFRS 9 Financial Instruments, yang menggantikan
IAS 29 Financial Instruments: recognition and measurement, yang kemudian diadopsi ke dalam
PSAK 71 Instrumen Keuangan oleh DSAK IAI pada tanggal 26 Juli 2017.

Dalam konteks Indonesia, IFRS 9 kemudian diadopsi ke dalam PSAK 71 Instrumen


Keuangan oleh DSAK IAI pada tanggal 26 Juli 2017; tujuan PSAK 71 adalah untuk menetapkan
prinsip-prinsip pelaporan keuangan yang jelas dan terukur untuk aset keuangan dan liabilitas
keuangan. Hal ini dimaksudkan untuk. Dimaksudkan untuk menyajikan informasi yang relevan
dan berguna bagi pengguna laporan keuangan dalam menilai jumlah, waktu dan ketidakpastian
arus kas masa depan entitas.

PSAK 71 menggantikan PSAK 55 mengenai instrumen keuangan, namun PSAK 55 tetap


berlaku dari perspektif lindung nilai secara makro Berdasarkan PSAK 71, instrumen keuangan
diklasifikasikan menurut:

1. Biaya perolehan diamortisasi dan nilai wajar


2. Jika instrumen keuangan memen Penurunan nilai aset keuangan dalam PSAK 71 dihitung
dengan menggunakan konsep kerugian yang diharapkan. Hal ini berarti bahwa entitas harus
mengestimasi kerugian yang diharapkan atas aset keuangan pada setiap tanggal pelaporan
dan memperhitungkan kerugian tersebut dalam laporan keuangan.uhi pengujian model bisnis
(yaitu tujuan entitas adalah untuk memperoleh arus kas yang dijanjikan dan arus kas yang
berasal dari pokok dan bunga), maka instrumen tersebut diklasifikasikan sebagai biaya
perolehan diamortisasi
3. Perubahan klasifikasi diperbolehkan jika model bisnis berubah.

Dalam perhitungan penurunan nilai aset keuangan, PSAK 71 menggunakan konsep


expected losses. Ini berarti bahwa entitas harus memperkirakan kerugian yang diharapkan dari
aset keuangan pada setiap tanggal pelaporan keuangan dan memperhitungkan kerugian tersebut
dalam laporan keuangan mereka.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengakuan Awal


Ketika entitas mengadakan kontrak untuk memperoleh barang, maka entitas mengakui aset
keuangan dan liabilitas keuangan dalam laporan posisi keuangan pada saat pengakuan
awal. Entitas dapat memilih untuk mengklasifikasikan aset keuangan sebagai aset
keuangan yang diamortisasi atau aset keuangan yang diukur pada nilai wajar pada saat
pengakuan awal aset keuangan tersebut. Demikian pula, entitas dapat memilih untuk
mengklasifikasikan liabilitas keuangan sebagai liabilitas keuangan yang diamortisasi atau
liabilitas keuangan yang diukur pada nilai wajar pada saat pengakuan awal..

2.2 Penghentian Pengakuan Aset Keuangan


1. Entitas menghentikan pengakuan aset keuangan pada saat (a) hak-hak kontraktual yang
terkait dengan aset keuangan berakhir atau (b) entitas mentransfer aset keuangan.
2. Entitas menghentikan pengakuan aset keuangan pada saat (a) entitas mentransfer hak
kontraktual yang terkait dengan aset keuangan atau (b) entitas masih memiliki hak
kontraktual yang terkait dengan aset keuangan tersebut, namun memiliki kewajiban
kontraktual untuk membayar arus kas yang diterima. Dalam laporan keuangan
konsolidasian, prinsip konsolidasi diterapkan atas aset keuangan yang diakui oleh
entitas.
3. Entitas menentukan apakah penghentian pengakuan diterapkan pada bagian tertentu,
seluruh entitas atau kelompok aset serupa.

2.3 Penghentian Pengakuan Liabilitas Keuangan


1. Entitas mengakui penghentian pengakuan liabilitas keuangan hanya jika liabilitas
keuangan tersebut telah berakhir.
2. Pada saat pertukaran instrumen utang antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman
dengan persyaratan yang secara substansial berbeda, maka entitas mencatat
penghentian pengakuan liabilitas keuangan awal dan pengakuan liabilitas keuangan
baru.
3. Pada saat terjadi perubahan material atas persyaratan liabilitas keuangan, entitas harus
mencatat penghentian pengakuan liabilitas keuangan awal dan pengakuan liabilitas
keuangan baru.
4. Selisih antara jumlah liabilitas keuangan yang dihentikan pengakuannya atau yang
dialihkan dan jumlah imbalan yang dibayarkan (termasuk aset non-kas yang dialihkan
atau liabilitas yang diambil alih) diakui dalam laporan laba rugi.

2.4 Klasifikasi Aset Keuangan

PSAK 71 PSAK 55

FVTPL (Fair Value Through Profit or FVTPL (Fair Value Through Profit or
Loss) Loss)

Biaya perolehan diamortisasi Pinjaman dan Piutang

AFS (Available For Sale)


FVTOCI (Fair Value Through Other
Comprehensive Income)
HTM (Held to Maturity)

Reklasifikasi aset keuangan diatur dengan aturan yang sangat ketat dan jarang terjadi.

2.5 Klasifikasi Liabilitas Keuangan

Ketentuan dalam PSAK 55 mengenai klasifikasi dan pengukuran liabilitas keuangan


sebagian besar dipertahankan, dan liabilitas dapat diklasifikasikan pada biaya perolehan
diamortisasi atau diukur pada nilai wajar. Keuntungan dan kerugian atas liabilitas
keuangan tertimbang menurut risiko yang timbul dari perubahan risiko kredit diakui di
OCI kecuali jika perubahan tersebut menyebabkan atau memperburuk ketidaksesuaian
antara pengakuan dan pengukuran, dan tidak diperkenankan untuk melakukan reklasifikasi
liabilitas keuangan.

2.6 Pengukuran Awal


Berikut ini adalah beberapa metode penilaian awal yang tersedia di bawah PSAK 71.
1. Biaya perolehan (biaya perolehan diamortisasi): Metode ini digunakan untuk instrumen
keuangan yang memenuhi kriteria instrumen keuangan yang diukur dengan biaya
perolehan diamortisasi. Biaya perolehan dari suatu instrumen keuangan adalah jumlah
kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar dari instrumen keuangan tersebut
pada saat pengakuan awal.
2. Nilai wajar melalui laporan laba rugi (FVTPL): Metode ini digunakan untuk instrumen
keuangan yang pada awalnya diakui pada nilai wajar melalui laporan laba rugi. Nilai
wajar awal dari instrumen keuangan adalah jumlah yang akan diterima dalam transaksi
pasar yang teratur antara pihak-pihak yang berkeinginan pada saat pengakuan awal.
3. Nilai wajar: Metode ini digunakan untuk instrumen keuangan yang pada awalnya
diukur pada nilai wajar, namun perubahan nilai wajar instrumen keuangan tersebut
diakui melalui komponen lain dalam laporan keuangan. Nilai wajar awal instrumen
keuangan adalah jumlah yang akan diterima dalam transaksi pasar yang teratur antara
pihak-pihak yang berkeinginan pada tanggal pengakuan awal.

2.7 Pengukuran Selanjutnya Aset Keuangan


Dalam PSAK 71, terdapat beberapa metode pengukuran selanjutnya yang dapat digunakan
untuk aset keuangan, diantaranya:
1. Pengukuran dengan nilai wajar melalui laba rugi (FVPL - Fair Value through Profit or
Loss): Metode ini digunakan ketika aset keuangan dikelompokkan dalam kategori
pengukuran FVPL. Aset keuangan dalam kategori ini diukur dengan nilai wajar dan
perubahan nilai wajarnya diakui dalam laba rugi.
2. Pengukuran dengan biaya amortisasi (AC - Amortized Cost): Metode ini digunakan
untuk aset keuangan yang dikelompokkan dalam kategori pengukuran biaya amortisasi.
Aset keuangan dalam kategori ini diukur dengan biaya perolehan awal dikurangi
dengan pembayaran pokok dan penyesuaian bunga menggunakan metode efektif.
3. Pengukuran dengan nilai wajar melalui ekuitas (FVOCI - Fair Value through Other
Comprehensive Income): Metode ini digunakan untuk aset keuangan yang
dikelompokkan dalam kategori pengukuran FVOCI. Aset keuangan dalam kategori ini
diukur dengan nilai wajar, dan perubahan nilai wajarnya diakui dalam ekuitas.
2.8 Penurunan Nilai
Penurunan nilai aset keuangan yang diatur dalam PSAK 71, diantaranya:
1. Penilaian penurunan nilai: Entitas harus secara terus-menerus mengevaluasi apakah ada
indikasi objektif penurunan nilai pada aset keuangan. Indikasi tersebut meliputi
perubahan kondisi pasar, peristiwa ekonomi yang mempengaruhi entitas, dan kinerja
keuangan atau operasional yang buruk dari peminjam atau pihak terkait. Jika ada
indikasi penurunan nilai, entitas harus melakukan penilaian lebih lanjut.
2. Pengakuan penurunan nilai: Jika terdapat indikasi objektif penurunan nilai pada aset
keuangan, entitas harus mengakui kerugian penurunan nilai. Kerugian penurunan nilai
diakui sebagai beban dalam laporan laba rugi, kecuali jika aset keuangan tersebut
dikategorikan sebagai aset keuangan yang diukur dengan nilai wajar melalui ekuitas
(FVOCI), di mana penurunan nilai diakui dalam ekuitas.
3. Pengukuran penurunan nilai: Penurunan nilai diukur sebagai selisih antara nilai tercatat
aset keuangan dan nilai terkini yang dapat direalisasikan. Nilai terkini yang dapat
direalisasikan dapat ditentukan dengan menggunakan nilai wajar dikurangi biaya untuk
menjual aset tersebut atau menggunakan nilai kini dari arus kas yang diharapkan dari
aset.
4. Pemulihan nilai: Jika terdapat perubahan dalam estimasi penurunan nilai aset keuangan
yang sebelumnya diakui, entitas harus memperhitungkan pemulihan nilai dan
mengurangi jumlah kerugian penurunan nilai yang diakui.

Selain itu, entitas harus memenuhi persyaratan penurunan nilai untuk mengakui dan
mengukur penyisihan kerugian atas aset keuangan yang diukur pada nilai wajar. Tujuannya
adalah untuk mengakui kerugian kredit yang diharapkan terjadi selama umur instrumen
keuangan yang memiliki risiko kredit yang signifikan, dengan mempertimbangkan
informasi masa lalu, kondisi saat ini dan ekspektasi kondisi di masa datang. Persyaratan
penurunan nilai dibagi menjadi dua area:

1. Di dalam ruang lingkup:


a. Persyaratan penurunan nilai diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi.
b. Komitmen pinjaman
c. Kontrak jaminan keuangan
d. Piutang sewa sesuai dengan PSAK 30
e. Aset kontraktual sesuai dengan PSAK 71

2. Melebihi ruang lingkup:


a. Investasi dalam instrumen ekuitas
b. Komitmen dan jaminan pinjaman yang dinilai pada nilai wajar melalui laporan laba
rugi Instrumen keuangan lain yang dinilai pada nilai wajar melalui laporan laba rugi
tidak termasuk dalam uji penurunan nilai

2.9 Penilaian Kenaikan Risiko Kredit


Dalam PSAK 71 entitas perlu mempertimbangkan kenaikan risiko kredit yang signifikan
dengan membandingkan risiko kredit awal instrumen keuangan dengan risiko kredit pada
tanggal pelaporan dan tidak didasarkan pada perubahan dalam jumlah kerugian kredit
ekspektasian. Informasi yang diperlukan untuk menentukan penurunan nilai meliputi masa
lalu, kondisi sekarang, dan perkiraan masa depan, dan modifikasi dapat dilakukan
berdasarkan informasi yang wajar dan terdukung tanpa biaya atau upaya berlebih.

2.10 Kerugian Kredit Ekspektasian Dari Aset Keuangan


PSAK 71, yang mengatur konsep kerugian kredit yang diharapkan, mengacu pada
perkiraan kerugian yang diperkirakan akan terjadi pada aset keuangan perusahaan di masa
depan sebagai akibat dari kegagalan pembayaran oleh pihak berutang. PSAK 71 menuntut
perusahaan untuk melakukan estimasi terhadap kerugian yang mungkin timbul akibat
risiko kredit pada aset keuangan mereka.
Perusahaan diwajibkan untuk mengevaluasi risiko kredit untuk setiap aset keuangan yang
dimiliki dan menentukan probabilitas kegagalan pembayaran. Selain itu, mereka juga harus
memperkirakan jumlah kerugian kredit yang diharapkan pada setiap aset keuangan dengan
mempertimbangkan berbagai faktor yang relevan.
Tujuan utama dari PSAK 71 adalah membantu perusahaan dalam mengelola risiko kredit
pada aset keuangan dengan cara yang efektif dan obyektif. Perusahaan dapat
memperkirakan kerugian kredit yang diharapkan dengan lebih akurat dan mengambil
tindakan yang tepat untuk menghadapi risiko kredit pada aset keuangan mereka.
PSAK 71 memberikan pedoman kepada perusahaan mengenai cara mengestimasi kerugian
yang mungkin terjadi pada aset keuangan mereka di masa depan sebagai akibat dari
kemungkinan kegagalan pembayaran oleh pihak berutang.
Dalam rangka mematuhi PSAK 71, perusahaan diharuskan untuk melakukan evaluasi
risiko kredit untuk setiap aset keuangan yang mereka miliki. Hal ini mencakup penilaian
terhadap probabilitas terjadinya kegagalan pembayaran oleh pihak berutang. Selain itu,
perusahaan juga harus memperkirakan jumlah kerugian kredit yang diharapkan pada setiap
aset keuangan dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang relevan, seperti kondisi
ekonomi, profil kredit pihak berutang, dan sebagainya.
Tujuan utama dari PSAK 71 adalah membantu perusahaan dalam mengelola risiko kredit
pada aset keuangan secara efektif dan objektif. Dengan mengikuti pedoman yang
ditetapkan dalam PSAK 71, perusahaan dapat melakukan estimasi yang lebih akurat terkait
dengan kerugian kredit yang mungkin terjadi. Dengan begitu, mereka dapat mengambil
tindakan yang tepat dalam menghadapi risiko kredit yang terkait dengan aset keuangan
mereka.

Ini adalah tiga faktor yang digunakan untuk menentukan kerugian kredit ekspektasian dari
aset keuangan:
1. Probabilitas tertimbang merujuk pada kemungkinan kegagalan pembayaran saat jatuh
tempo, probabilitas terjadinya atau tidak terjadinya suatu peristiwa, dengan
mempertimbangkan berbagai skenario yang mungkin terjadi. PSAK 71 mengharuskan
perusahaan untuk mengevaluasi risiko kredit yang terkait dengan aset keuangan dan
memperhitungkan probabilitas kegagalan pembayaran yang terkait dengan aset
tersebut. Jika kemungkinan kegagalan pembayaran tinggi, perusahaan harus
menyesuaikan nilai aset keuangan dengan kerugian kredit yang diharapkan.
PSAK 71 mengharuskan perusahaan untuk mengevaluasi risiko kredit yang terkait
dengan aset keuangan mereka dan mempertimbangkan probabilitas kegagalan
pembayaran yang terkait. Probabilitas tertimbang merujuk pada kemungkinan
kegagalan pembayaran pada saat jatuh tempo, dengan mempertimbangkan berbagai
skenario yang mungkin terjadi. Jika kemungkinan kegagalan pembayaran tinggi,
perusahaan harus menyesuaikan nilai aset keuangan dengan kerugian kredit yang
diharapkan.
2. Nilai waktu atas uang adalah konsep yang menyatakan bahwa yang mencerminkan
fakta nilai uang sekarang lebih tinggi daripada nilai uang di masa depan. Konsep ini
dapat dihitung dengan menggunakan suku bunga efektif atau dengan menggunakan
metode penilaian tertentu untuk menentukan suku bunga yang relevan. Oleh karena
itu, PSAK 71 memerintahkan perusahaan untuk mempertimbangkan nilai waktu atas
uang dalam menghitung kerugian kredit yang diharapkan. Dalam hal ini, semakin lama
aset keuangan jatuh tempo, semakin besar kemungkinan kerugian kredit yang
diharapkan.
Konsep nilai waktu atas uang menyatakan bahwa nilai uang saat ini lebih tinggi
daripada nilai uang di masa depan. Dalam menghitung kerugian kredit yang
diharapkan, PSAK 71 memerintahkan perusahaan untuk mempertimbangkan nilai
waktu atas uang. Semakin lama aset keuangan jatuh tempo, semakin besar
kemungkinan terjadinya kerugian kredit yang diharapkan.
3. Kekurangan kas, yang menggambarkan perbedaan antara arus kas yang harus dibayar
oleh entitas dan arus kas yang diterima dari kontrak keuangan, dan terjadi ketika
perusahaan tidak memiliki cukup uang tunai untuk membayar kewajiban yang jatuh
tempo. PSAK 71 mengharuskan perusahaan untuk mempertimbangkan kekurangan
kas dalam menghitung kerugian kredit yang diharapkan. Dalam konteks ini, jika
perusahaan mengalami kekurangan kas, mereka harus menyesuaikan nilai aset
keuangan dengan kerugian kredit yang diharapkan.
Kekurangan kas terjadi ketika perusahaan tidak memiliki cukup uang tunai untuk
membayar kewajiban yang jatuh tempo. PSAK 71 mewajibkan perusahaan untuk
mempertimbangkan kekurangan kas dalam menghitung kerugian kredit yang
diharapkan. Jika perusahaan mengalami kekurangan kas, mereka harus menyesuaikan
nilai aset keuangan dengan kerugian kredit yang diharapkan.
Secara keseluruhan, PSAK 71 membantu perusahaan dalam mengidentifikasi dan
mengukur risiko kredit dari aset keuangan serta mempertimbangkan kerugian kredit yang
diharapkan secara obyektif. Dengan demikian, perusahaan dapat membuat keputusan bisnis
yang lebih baik dan lebih akurat dalam mengelola risiko kredit dari aset keuangan
2.11 Akuntansi Lindung Nilai
PSAK 71 juga mencakup ketentuan tentang akuntansi lindung nilai atau hedging dalam
aset keuangan. Hedging adalah strategi yang digunakan oleh perusahaan untuk melindungi
nilai aset atau kewajiban mereka dari perubahan nilai tukar atau harga pasar.
Dalam PSAK 71, perusahaan diizinkan untuk melakukan lindung nilai dengan
menggunakan instrumen derivatif seperti kontrak berjangka atau opsi. Perusahaan harus
mengevaluasi apakah instrumen derivatif tersebut efektif dalam melindungi nilai aset atau
kewajiban mereka. Jika efektif, perubahan nilai instrumen derivatif tersebut dapat dicatat
dalam laporan keuangan sebagai lindung nilai.
Agar dapat diakui sebagai lindung nilai, strategi hedging yang digunakan harus memenuhi
kriteria berikut:
1. Adanya hubungan lindung nilai yang jelas antara instrumen derivatif dan aset atau
kewajiban yang dilindungi.
2. Efektivitas lindung nilai dapat diukur secara objektif.
3. Dampak lindung nilai terhadap kinerja perusahaan harus tercermin dalam laporan
keuangan.
Perusahaan juga diwajibkan untuk menjaga dokumentasi yang memadai dan menyediakan
informasi transparan mengenai strategi hedging yang digunakan serta dampaknya pada
laporan keuangan.
Tujuan pengaturan akuntansi lindung nilai dalam PSAK 71 adalah membantu perusahaan
mengelola risiko pasar dan mengurangi fluktuasi nilai aset dan kewajiban mereka akibat
perubahan harga pasar atau nilai tukar. Dengan menggunakan strategi hedging yang
efektif, perusahaan dapat mengurangi risiko dan meningkatkan kepercayaan investor dalam
membuat keputusan investasi terkait perusahaan.

2.12 Instrumen Lindung Nilai Kas


Instrumen lindung nilai kas adalah salah satu bentuk strategi hedging yang digunakan oleh
perusahaan untuk melindungi nilai kas atau arus kas mereka dari fluktuasi suku bunga yang
tidak diinginkan. Instrumen lindung nilai kas dapat berupa kontrak berjangka, opsi, atau
instrumen derivatif lainnya yang terkait dengan perubahan suku bunga. Perusahaan dapat
menggunakan instrumen ini untuk melindungi nilai kas atau arus kas mereka dari fluktuasi
suku bunga yang tidak diinginkan.
Dalam PSAK 71, perusahaan harus mempertimbangkan apakah instrumen lindung nilai kas
yang digunakan efektif dan relevan dalam mengurangi risiko suku bunga. Perusahaan
harus mengevaluasi efektivitas instrumen lindung nilai kas saat digunakan dan secara
berkala selama masa berlakunya.
Instrumen lindung nilai kas harus jelas terkait dengan arus kas yang dilindungi dan dapat
diukur secara objektif. Selain itu, perusahaan harus menilai biaya dan manfaat dari
penggunaan instrumen lindung nilai kas dan melaporkannya dalam laporan keuangan.
Instrumen lindung nilai kas yang efektif dapat dicatat dalam laporan keuangan sebagai
lindung nilai dengan mengakui perubahan nilai instrumen dalam laporan laba rugi
komprehensif. Sementara itu, instrumen lindung nilai kas yang tidak efektif harus dicatat
dalam laporan laba rugi.
Tujuan dari pengaturan instrumen lindung nilai kas dalam PSAK 71 adalah membantu
perusahaan mengelola risiko suku bunga dan melindungi nilai kas atau arus kas mereka
dari fluktuasi yang tidak diinginkan, serta memastikan bahwa laporan keuangan
mencerminkan dampak instrumen lindung nilai kas pada kinerja perusahaan.
Dalam PSAK 71, instrumen lindung nilai kas non-derivatif yang memenuhi syarat sebagai
instrumen keuangan dengan nilai wajar melalui laporan laba rugi diakui dan diukur
berdasarkan nilai wajar. Perubahan nilai wajar instrumen lindung nilai kas nonderivatif
diakui dalam laporan laba rugi komprehensif. Di sisi lain, instrumen lindung nilai kas
nonderivatif yang memenuhi syarat sebagai lindung nilai selain nilai tukar diakui dan
diukur sebagai bagian dari aset atau kewajiban yang dilindungi. Perubahan nilai instrumen
lindung nilai kas nonderivatif yang efektif diakui dalam laporan laba rugi komprehensif.
Perusahaan harus memastikan bahwa instrumen lindung nilai kas non-derivatif yang
digunakan efektif dalam melindungi nilai kas atau arus kas mereka dari fluktuasi yang
tidak diinginkan. Efektivitas instrumen lindung nilai kas nonderivatif harus dinilai setiap
periode pelaporan dan perubahan nilai instrumen harus dicatat dalam laporan keuangan.
Tujuan dari pengaturan instrumen lindung nilai kas nonderivatif dalam PSAK 71 adalah
membantu perusahaan mengelola risiko suku bunga dan melindungi nilai kas atau arus kas
mereka dari fluktuasi yang tidak diinginkan, serta memastikan bahwa laporan keuangan
mencerminkan dampak instrument.

2.13 Biaya Lindung Nilai


PSAK 71, tentang Biaya Lindung Nilai (Hedge Accounting), mengatur cara perusahaan
mengakui, mengukur, dan melaporkan instrumen lindung nilai yang digunakan untuk
melindungi nilai aset atau kewajiban dari risiko tertentu. Dalam PSAK 71, terdapat dua
kategori instrumen lindung nilai yang memenuhi syarat untuk nilai non-derivatif.
1. Instrumen Keuangan yang Diukur dengan Nilai Wajar Melalui Laporan Laba Rugi
(FVTPL): Instrumen keuangan yang diukur dengan nilai wajar melalui laporan laba rugi
adalah instrumen yang nilainya diakui dan diukur berdasarkan perubahan nilai wajarnya
dalam laporan laba rugi. Dalam konteks lindung nilai, jika instrumen keuangan tersebut
memenuhi syarat sebagai lindung nilai selain risiko nilai tukar, perusahaan harus
menentukan bagian atau seluruh instrumen keuangan tersebut yang akan digunakan
sebagai lindung nilai.
Contohnya, jika perusahaan memiliki instrumen keuangan yang diukur dengan nilai
wajar melalui laporan laba rugi dan ingin melindungi nilai dari risiko suku bunga,
perusahaan dapat menentukan bagian atau seluruh instrumen keuangan tersebut sebagai
lindung nilai untuk melindungi nilai aset atau kewajiban dari fluktuasi suku bunga.
Dalam hal ini, perusahaan harus memenuhi persyaratan dalam PSAK 71 terkait adanya
hubungan lindung nilai yang jelas antara instrumen keuangan dan aset atau kewajiban
yang dilindungi, serta melakukan penilaian objektif terhadap efektivitas lindung nilai.
2. Instrumen Keuangan sebagai Lindung Nilai untuk Risiko Selain Nilai Tukar: PSAK 71
juga menyebutkan bahwa jika instrumen lindung nilai digunakan untuk melindungi nilai
dari risiko selain nilai tukar, perusahaan harus menentukan bagian atau seluruh
instrumen keuangan yang akan digunakan sebagai lindung nilai.
Misalnya, jika perusahaan ingin melindungi nilai aset atau kewajiban dari risiko suku
bunga dan menggunakan instrumen keuangan tertentu sebagai lindung nilai, perusahaan
harus menentukan bagian atau seluruh instrumen keuangan yang akan digunakan sebagai
lindung nilai untuk melindungi nilai dari fluktuasi suku bunga.
Persyaratan dalam hal ini mencakup adanya hubungan lindung nilai yang jelas antara
instrumen keuangan dan aset atau kewajiban yang dilindungi, serta melakukan evaluasi
objektif terhadap efektivitas lindung nilai.
Perlu dicatat bahwa dalam kedua kategori instrumen lindung nilai yang memenuhi syarat
untuk nilai non-derivatif ini, perusahaan harus memenuhi persyaratan dalam PSAK 71
terkait adanya hubungan lindung nilai yang jelas, pengukuran efektivitas lindung nilai,
dan pelaporan dampaknya dalam laporan keuangan. Hal ini bertujuan untuk memastikan
bahwa laporan keuangan mencerminkan secara akurat efek dari instrumen lindung nilai
yang digunakan untuk melindungi nilai aset atau kewajiban dari risiko yang dihadapi.

2.14 Item Lindung Nilai Eksposur Tambahan yang Memenuhi Kualifikasi


Dalam PSAK 71, terdapat istilah "Item Lindung Nilai Eksposur Tambahan yang
Memenuhi Kualifikasi" yang mengacu pada situasi tertentu di mana perusahaan dapat
menggunakan instrumen lindung nilai untuk melindungi eksposur risiko tambahan yang
tidak terkait langsung dengan instrumen keuangan atau memiliki karakteristik khusus.
Berikut adalah penjelasan rinci mengenai setiap item yang memenuhi kualifikasi ini:
1. Faktor risiko dari proyek yang terkait non-keuangan: Dalam beberapa kasus,
perusahaan mungkin menghadapi risiko yang berasal dari proyek tertentu yang tidak
berkaitan langsung dengan instrumen keuangan, seperti risiko operasional atau risiko
kinerja proyek. Jika risiko semacam itu dapat diidentifikasi dan diukur secara obyektif,
perusahaan dapat menggunakan instrumen lindung nilai untuk melindungi nilai atau
mengurangi dampak risiko tersebut.
2. Tidak ada ketentuan inflasi dalam kontrak: Jika kontrak yang terkait dengan aset atau
kewajiban perusahaan tidak memiliki ketentuan yang mengatur inflasi atau pengaruh
perubahan harga umum, perusahaan dapat menggunakan instrumen lindung nilai untuk
melindungi nilai nyata dari efek inflasi. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk
mengurangi fluktuasi nilai aset atau kewajiban yang disebabkan oleh perubahan harga
umum.
3. Sejumlah proyek yang dianggap sebagai satu kesatuan, termasuk posisi bersih: Dalam
beberapa kasus, perusahaan mungkin memiliki beberapa proyek yang secara
keseluruhan dianggap sebagai satu kesatuan dalam hal risiko yang saling terkait. Dalam
situasi seperti ini, perusahaan dapat menggunakan instrumen lindung nilai untuk
melindungi nilai keseluruhan dari sejumlah proyek tersebut atau melindungi posisi
bersih mereka yang melibatkan proyek-proyek tersebut.
4. Eksposur gabungan: Pada saat tertentu, perusahaan mungkin menghadapi risiko yang
tergabung atau saling berkaitan, di mana risiko dari beberapa aset atau kewajiban
perusahaan dapat saling mempengaruhi. Dalam situasi semacam ini, perusahaan dapat
menggunakan instrumen lindung nilai untuk melindungi nilai keseluruhan dari paparan
risiko yang tergabung tersebut.
5. Instrumen ekuitas dinilai dengan metode FVOCI (fair value through other
comprehensive income): Instrumen ekuitas yang dinilai dengan metode FVOCI adalah
instrumen ekuitas yang perubahan nilai wajarnya direkam dalam pos pendapatan
komprehensif selain laporan laba rugi. Dalam PSAK 71, perusahaan dapat
menggunakan instrumen lindung nilai untuk melindungi nilai instrumen ekuitas
semacam itu dari fluktuasi nilai wajar yang dapat mempengaruhi pos pendapatan
komprehensif.

Dalam kasus-kasus di atas, perusahaan harus memenuhi persyaratan dalam PSAK 71


terkait hubungan lindung nilai yang jelas, pengukuran efektivitas lindung nilai, dan
pelaporan dampaknya dalam laporan keuangan. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa
laporan keuangan mencerminkan secara akurat efek dari instrumen lindung nilai yang
digunakan dalam melindungi nilai aset atau kewajiban dari risiko tambahan yang
memenuhi kualifikasi tersebut.
BAB III

STUDI KASUS

a. Kasus Bank IBK Indonesia Tbk.


Berdasarkan laporan keuangan PT Bank Ibk Indonesia Tbk (AGRS) per tanggal 31
Desember 2020 dan 2019, jumlah cadangan kerugian penurunan nilai yang dibentuk telah
cukup untuk menutupi kerugian yang mungkin timbul dari kredit yang tidak tertagih.
Dampak dari penerapan PSAK 71 tercermin dalam laporan keuangan per 31 Desember
2020, di mana akun Tagihan Lainnya-Bersih mencapai Rp1.634.932.000.000 dan Aset
Lainnya-Bersih mencapai Rp88.271.000.000. Bank Ibk Indonesia telah menyiapkan
cadangan kerugian penurunan nilai sebesar Rp270.856.000.000 pada tahun 2020 dan
Rp285.959.000.000 pada tahun 2019 sebelum PSAK 71 efektif diberlakukan.
Dari kasus yang disajikan, dapat disimpulkan bahwa Bank IBK Indonesia Tbk telah
mengikuti persyaratan penurunan nilai untuk aset keuangan yang diukur dengan biaya
perolehan diamortisasi dan aset keuangan dalam bentuk instrumen utang yang diukur
dengan nilai wajar melalui penghasilan komprehensif lain. Implementasi PSAK 71 di Bank
IBK Indonesia Tbk. sudah efektif karena tidak ada perubahan substansial dalam kebijakan
akuntansi Bank dan tidak ada dampak material pada laporan keuangan tahun berjalan atau
tahun sebelumnya.

b. Kasus Bank Central Asia Tbk.


Dampak Penerapan PSAK 71 terhadap Laporan Keuangan BCA
Pada 1 Januari 2020, implementasi PSAK 71 pada Bank BCA telah menghasilkan beberapa
perubahan pada laporan keuangannya.

CKPN atas Kredit Sesudah Penerapan PSAK 71


Dalam penerapan PSAK 71, terdapat dampak signifikan terhadap pembentukan cadangan
kerugian penurunan nilai (CKPN) atas kredit. Pada periode 2019 hingga 2020, terlihat
adanya peningkatan yang cukup besar dalam pembentukan CKPN, yaitu sebesar 80,78%.
Peningkatan ini disebabkan oleh adanya perubahan metode dalam pembentukan CKPN
sebagai konsekuensi dari implementasi PSAK 71.

CKPN (dalam jutaan rupiah) Presentase

2019 2020 2020

14.905.584 26.945.942 80,78%

Rasio Beban Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO)


elama periode 2019 hingga 2020, Bank BCA mengalami peningkatan rasio biaya
operasional dan pendapatan operasional (BOPO) bersamaan dengan penurunan pendapatan.
Peningkatan BOPO ini terutama disebabkan oleh penerapan PSAK 71 dan peningkatan
beban CKPN, serta turunnya pendapatan karena adanya pandemi.

BOPO Presentase

2019 2020 2020

57,30% 61,15% 3,85%

Capital Adequacy Ratio (CAR)


Selama periode 2019-2020, terjadi peningkatan sebesar 2,25% pada rasio CAR Bank BCA
dibandingkan dengan periode sebelumnya. Peningkatan ini disertai dengan penurunan kredit
dan penerapan PSAK 71 yang dipengaruhi oleh pandemi. Hal ini menyebabkan terjadinya
kenaikan CAR dan penurunan ATMR pada Bank BCA.
Berdasarkan hasil analisis dan data yang telah disimpulkan, disarankan bahwa bank
harus mengambil perhatian yang lebih besar terhadap kredibilitas nasabah karena PSAK 71
memerlukan pembentukan CKPN dari awal. Dengan memberikan kredit yang baik, maka
pembentukan CKPN yang berdampak negatif pada laporan keuangan dapat dihindari,
sehingga dapat menjaga kinerja keuangan yang baik..

c. Kasus PT Bank Rakyat Indonesia Tbk.


CKPN Kredit yang Diberikan oleh Bank Rakyat Indonesia
Dalam jutaan rupiah Stage 1 Stage 2 Stage 3 Total

Saldo 31 Desember 2019 34.926.050


Saldo 1 Januari 2020 16.139.857 20.602.775 16.770.160 53.512.792
Dampak penerapan PSAK 71 18.586.742

Berdasarkan Catatan akhir Laporan Keuangan PT Bank Rakyat Indinesia (Persero) Tbk.
Periode 2019, perusahaan menggunakan kebijakan incurred loss yang sesuai dengan PSAK
55. Pada laporan keuangan PT BRI periode tahun 2019, asset keuangan dinilai mengalami
penurunan apabila terdapat sebuah bukti terhadap objektif yang menunjukan bahwa adanya
suatu hal yang merugikan setelah pengakuan awal asset keuangan tersebut. Fenomena
tersebut juga memberikan dampak pada arus kas di masa yang akan datang terhadap asset
keuangan serta dapat diestimasi secara handal.

Kriteria yang dapat menentukan bukti objektif penurunan nilai ialah:

4. Penerbit atau pihak peminjam mengalami krisis keuangan yang cukup signifikan;
5. Terjadinya pelanggaran kontrak;
6. Pihak pemberi pinjaman memberikan keringanan (konsesi) terhadap pihak peminjam
yang sedang mengalami kesulitan keuangan;
7. Adanya suatu kemungkinan kedepannya pihak peminjam dapat dinyatakan pailit atau
terjadinya reorganisasi keuangan lainnya;
8. Hilangnya pasar aktif dari asset keuangan tersebut;
9. Aset keuangan memiliki indikasi bahwa adanya penurunan yang dapat diukur atas
estimasi arus kas masa datang.

Jangka waktu terjadinya fenomena dan teridentifikasinya kerugian akan ditentukan oleh
pihak manajemen setiap periode portofolio, berkisar antara 3 (tiga) hingga 12 (dua belas)
bulan atau bahkan membutuhkan waktu yang jauh lebih lama. Oleh karena itu percadangan
piutang yang disajikan pada laporan keuangan tanggal 31 Desember 2019 ialah sebesai Rp
34.926.050.000.000,-

Akan tetapi pada tahun 2020, PT BRI mengubah kebijakan mereka dalam CKPN dan
mengikuti PSAK 71. Perusahaan tidak menyisihkan kerugian kredit ekspetasian pada
investasi instrument ekuitas. Perusahaan mengukur cadangan kerugian kredit ekspetasian
seumur hidup. Perusahaan menyimpulkan bahwa instrument utang memiliki risiko kredit
yang rendah ketika tingkat risiko kreditnya setara dengan global investment grade. Kerugian
kredit ekspektasian 12 bulan adalah bagian dari kerugian kredit ekspektasian sepanjang
umurnya yang merepresentasikan kerugian kredit ekspektasian yang timbul dari peristiwa
gagal bayar instrumen keuangan yang mungkin terjadi dalam 12 bulan setelah tanggal
pelaporan. Dengan menerapkan PSAK 71, PT BRI memiliki cadangan kerugian sebesar Rp
53.512.792.000.000,- atau terjadi peningkatan sebesar Rp 18.586.742.000.000,-

d. Alasan Ketiga Kasus Di Atas Layak Untuk Diangkat


Pada tahun sebelumnya, perubahan yang terjadi pada CKPN dapat memengaruhi laporan
posisi keuangan bank karena peningkatan CKPN dapat mengurangi jumlah aset yang dimiliki
oleh bank karena penurunan jumlah kredit yang diberikan. Perubahan pada CKPN juga dapat
berdampak pada laporan laba rugi, di mana biaya CKPN yang lebih besar dapat mengurangi
laba bersih dan memengaruhi pernyataan perubahan ekuitas. Namun, pada tahun berikutnya,
peningkatan CKPN menjadi stabil setelah diterapkannya PSAK 71 pada tahun 2020 dan
kondisi ekonomi yang membaik setelah masa pandemi. Hal ini berdampak positif terhadap
pembentukan CKPN dan kinerja keuangan perbankan, yang signifikan pada laporan
keuangan perusahaan. Dengan demikian, penting bagi bank untuk memperhatikan
pembentukan CKPN sejak awal agar dapat mempertahankan kinerja keuangan yang baik dan
mencegah dampak negatif pada laporan keuangan.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
PSAK 71 tidak akan secara signifikan mengubah penyajian CKPN dalam laporan keuangan,
kecuali bank perlu mengungkapkan lebih banyak metode dalam pengukuran CKPN dan dalam
perhitungan dalam CaLK. Untuk pengukuran CKPN, bank mengklasifikasikan hasil pengukuran
menjadi standar yang lebih rinci dalam klasifikasi metode tunggal dan kolektif.

4.2 Saran
Bank perlu memperhatikan proses pemberian kredit kepada nasabah dan membentuk CKPN
sejak awal sesuai dengan ketentuan di PSAK 71. Dengan memberikan kredit secara bertanggung
jawab, dapat mencegah dampak negatif pada laporan keuangan dan menjaga kinerja keuangan
yang baik.
JUDUL SKRIPSI

Alifa Izzah Shafa Ataya:


Kepatuhan Perusahaan terhadap PSAK 71 dalam Penyajian Cadangan Kerugian Penurunan Nilai
Pada Perusahaan Perbankan

Anggie Darmawan:
Analisis Dampak Penerapan PSAK 71 Terhadap Pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan
Nilai Pada Perusahaan Sektor Jasa Keuangan

Elvira Agustina:
Pengaruh Penerapan PSAK 71 Terhadap Pencadangan Piutang Pada Perusahaan Sub Sektor
Perbankan di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai