Surianto Effendi,
2023
Tipologi Ekosistem Indonesia
Dispotik
Mesopelagik bersifat dinamis maupun statis sehingga
Bagian Bagian 1.000 m memungkinkan terjadinya aliran energi
dalam luar dan siklus materi di antara komponen
Pasang Rendah
Pasang Tinggi
Batipelagik
Supralitoral
Apotik
4.000 m
Abisopelagik
Palung
6.000 m
Litoral Sublitoral Basial
Hadal
Abisal
Subneritik Suboseanik
Lingkungan Bentik
Pertemuan ke-3: Tipologi Ekosistem di Indonesia. 2023
Ekosistem
marin
• Mintakat neritik terbentang mulai dari tepi pantai
yang terjangkau oleh pasang tertinggi sampai ke
arah laut dengan bagian dasar yang masih dapat
ditembus cahaya matahari (landasan sublitoral).
• Mintakat neritik dikenal sebagai kawasan dekat
pantai, terletak di sepanjang pantai dangkal
dengan lebar antara 16–240 km.
• Mintakat ini terbagi menjadi dua, yaitu intertidal
dan subtidal.
1. Intertidal merupakan daerah pasang surut yang
berada pada landasan litoral, yaitu bagian pantai
yang dibatasi oleh pasang tertinggi dan surut
terendah.
2. Subtidal adalah bagian perairan yang dibatasi
oleh pantai yang mengalami surut terendah
hingga laut lepas dengan kedalaman sekitar 200
m dan disebut juga sebagai laut dangkal.
Sumber: Widjaja et al., 2016
Mintakat oseanik merupakan wilayah ekosistem laut lepas dengan kedalaman yang tidak dapat ditembus cahaya matahari
sampai ke dasar sehingga bagian dasarnya sangat gelap.
• Bagian air di permukaan tidak dapat bercampur dengan air di bawahnya karena ada perbedaan suhu.
• Batas kedua lapisan air tersebut adalah daerah termoklin yang pada umumnya banyak dijumpai gerombolan ikan.
Suatu kesatuan yang terdiri atas berbagai organisme yang berfungsi bersama-sama di suatu kumpulan massa air tawar
pada suatu wilayah tertentu, baik yang bersifat mengalir (lotik) maupun air tenang (lentik), yang memungkinkan terjadinya
aliran energi dan siklus materi di antara komponen biotik dan abiotik.
Sungai merupakan ekosistem air mengalir, sedangkan danau, kolam, dan situ termasuk ekosistem air tenang.
1. Danau oligotrofik, yaitu danau dalam dan kekurangan hara sehingga fitoplankton di daerah limnetik tidak produktif. Ciri-
ciri danau ini antara lain berair jernih sekali, dihuni oleh sedikit organisme, dan di dasar air banyak terdapat oksigen
sepanjang tahun.
2. Danau eutrofik, merupakan danau dangkal dan kaya akan kandungan hara sehingga fitoplankton sangat produktif.
Ciri-ciri danau ini adalah airnya keruh, terdapat bermacam-macam organisme, dan oksigen terdapat di daerah profundal.
Berdasarkan kedalamannya, ekosistem danau mempunyai empat mintakat:
1. Mintakat Litoral, merupakan daerah dang kal sehingga cahaya matahari dapat menembus dasar danau secara optimal
dan air bagian tepi danau terasa hangat.
• Vegetasi pada mintakat berupa tumbuhan berakar dengan daun-daun mencuat ke atas permukaan air.
• Jenis biota dalam mintakat ini beraneka ragam, termasuk jenis alga yang melekat (khususnya diatom), berbagai siput dan
remis, serangga, krustasea, ikan, amfibi, reptilia seperti kura-kura dan ular, itik, dan angsa serta beberapa mamalia yang
mencari makan di danau.
2. Mintakat Limnetik, merupakan daerah air bebas yang jauh dari tepi dan masih dapat ditembus sinar matahari.
• Daerah ini dihuni oleh berbagai fitoplankton, termasuk alga dan sianobakteri; zooplankton yang seba- gian besar
termasuk rotifera, dan berbagai udang kecil pemangsa fitoplankton serta berbagai jenis ikan.
3. Mintakat Profundal, merupakan daerah yang dalam, yakni daerah afotik danau.
• Mikroba dan organisme lain mengguna- kan oksigen yang sangat terbatas untuk respirasi seluler setelah mendekomposisi
detritus yang jatuh dari daerah limnetik. Daerah ini dihuni oleh cacing dan mikrob.
4. Mintakat Bentik, merupakan daerah dasar danau tempat hidup bentos dan tertimbunnya sisa-sisa organisme mati.
Ekosistem ini terbentang di daerah media kehidupan limnik (air tawar) dan marine (air masin). Media kehidupan di ekosistem
ini ialah tanah basah dan tanah berbatu. Daerah ekoton ini mempunyai fungsi dan peran yang penting sehingga sering
dimasukkan sebagai ekosistem esensial.
Ekosistem mangrove adalah kelompok tumbuhan yang dapat tumbuh beradaptasi dengan baik pada kawasan pasang
surut di daerah tropik dan subtropik. Terdapat lima faktor utama yang menentukan pembentukan hutan mangrove, yaitu
arus air laut, salinitas, substrat, pengaruh darat seperti aliran sungai dan rembesan air tawar yang masuk, dan
keterbukaan terhadap gelombang
0
0
Puncak Jaya
3.000
2.000
4.000
1.000
5.000
Tundra & salju
Permanen
Vegetasi Alpin:
Padang rumput, semal dll
Hutan Meranggas
Jarak Perkiraan
Hutan Mangrove
Vegetasi Litoral
Ekosistem Daratan/Terestrial
Terbentang pada ketinggian 0–1.000 m dan dapat ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Secara umum hutan
pamah memiliki karakteristik pohon dengan diameter besar > 100 cm dan tinggi mencapai 45 m. Pohon mencuat, pohon
dengan akar papan/banir yang besar, dan liana merupakan karakteristik yang umum ditemukan pada tipe hutan ini.
Hutan pantai
• Hutan yang didominasi oleh jenis-jenis pohon Dipterocarpaceae seperti meranti (Shorea spp.), keruing (Dipterocarpus
spp.), dan kamper (Dryobalanops spp.), sekitar ± 371 jenis dipterokarpa.
• Di Indonesia: Kalimantan dan Sumatra, tetapi jenis dipterokarpa dapat ditemukan hingga di Jawa, Sulawesi, Nusa
Tenggara, Maluku, dan Papua.
• Hutan dipterokarpa berkembang pada ketinggian 0–1.000 m
Hutan Kerangas (Heath Forest)
1. Hutan yang berada pada habitat tanah aluvial dengan aerasi buruk karena tergenang terus-menerus ataupun secara
periodik.
2. Tipe ekosistem hutan ini banyak terdapat di Sumatra bagian timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Maluku, dan
Papua bagian selatan.
3. Vegetasi penyusun ekosistem hutan rawa bervariasi dari yang berupa rerumputan, palem dan pandan, sampai berupa
pepohonan menyerupai hutan pamah. Kekayaan jenis pohon dalam ekosistem ini umumnya rendah dengan beberapa
jenis di antaranya Eucalyptus deglupta, Shorea uliginosa, Campnosperma coriaceum, dan Xylopia malayana
Rawa Gambut
• Ekosistem yang tumbuh dan berkembang di atas tanah gambut
• Mempunyai pH dan unsur hara yang rendah
• Air tanah gambut berwarna kecokelatan
• Sekitar 62% dari hutan gambut dunia berada di Indo-Malayan, 80% di antaranya berada di Indonesia
• ± 300 jenis tumbuhan di hutan gambut tercatat di Sumatra
1. Eksokarst
2. Endokarst
Rousettus amplexicaudatus
Pertemuan ke-3: Tipologi Ekosistem di Indonesia. 2023
Ekosistem Daratan/Terestrial
Savana
• Savana merupakan suatu penampilan fisiognomi tropik yang
dicirikan oleh kehadiran pepohonan dan semak belukar dalam
berbagai pola dengan kerapatan rendah serta berasosiasi
dengan berbagai jenis tumbuhan bawah yang didominasi oleh
rerumputan,
• Pohon dalam ekosistem savana umumnya kecil dan pendek,
tinggi sekitar 10 m dengan diameter batang tidak lebih dari 40
cm,
• Savana dapat berkembang, baik di daerah bercurah hujan
tinggi (curah hujan > 200 mm/ bulan) maupun di daerah
beriklim kering (curah hujan < 100 mm/bulan). Sumber: Widjaja et al., 2016
• Pada daerah bercurah hujan tinggi savana terbentuk di
wilayah pegunungan pada ketinggian di atas 1.500 m
Indonesia memiliki wilayah pegunungan yang cukup luas dengan puncak gunung yang aktif ataupun tidak, tetapi hanya
sedikit yang mencapai ketinggian di atas 3.500 m. Pegunungan yang mencapai ketinggian di atas 4.000 m hanya terdapat di
Papua, yaitu Pegunungan Lorentz.
1. Hutan Pegunungan Bawah
• Batas antara hutan pamah dan hutan pegunungan bawah dapat ditemukan pada ketinggian 800–1.300 m dpl (Ashton,
2003)
• van Steenis & Kruseman (1950) mulai 1.000 hingga 1.500 m dpl.
• Kaya akan tumbuhan bawah seperti Orchidaceae, Rubiaceae dan Leguminosae
• Dominasi tumbuhan dari kelompok Fagaceae dan Lauraceae
• Nama lain, mintakat Fago-Lauraceous karena didominasi oleh suku Fagaceae, seperti Lithocarpus, Quercus dan
Castanopsis, dan suku Lauraceae, seperti Litsea, Neolitsea, dan Phoebe.
• Berbeda antar pulau tipe vegetasinya
A six-level hierarchy
1. The three upper levels go from global
to local scales.
2. The three lower levels of classification
are often in use in policy
infrastructure at national levels.
3. Understanding this hierarchy is crucial,
as important conservation action
occurs at local levels, where most
ecosystem-specific knowledge and
data reside.
Graphic from https://global-ecosystems.org/
Keanekaragaman hayati
1. Biodiversity
2. Endemisity
3. Biogeography
4. Conservation
5. Ecosystem Services
6. Economic Values
Konservasi Ekosistem
Konservasi Ekosistem Ekosistem yang langka atau terancam di Sumatera dan indikasi kelas RePPProt dimana eekosistem tersebut terdapat
Status berdasarkan
Kelas RePPProt dimana ekosistem pendekatan kehati-
Pulau Zona elevasi Tipe Ekosistem terdapat hatian
Langka Terancam
Sumatera Dataran Rendah Hawa mangrove dan pasang surut KJP x
(0-500m) Hutan Pantai AKU x x
Hutan Riparian ANK, BKN, BLI x
Hutan Dipterokarpa Campuran di tanah Aluvial BKN x
Hutan Dipterokarpa campuran atau dataran tinggi di batuan sedimen AHK, BDD, BRW BYN x
Hunan Dipterokarpa campuran atau dataran tinggi di atas batuan vulkanik BBG, BBR, BMS, BTA, BTG, BTK x
Hutan Dipterokarpa campuran atau dataran tinggi di batuan malihan BGA, BPD, DKP
Hutan Dipterokarpa campuran atau dataran tinggi di batuan beku dalam
(granit) BBR x x
Hutan Dipterokarpa campuran atau dataran tinggi di batuan laut tua Tidak ada
Hutan Dipterokarpa campuran atau datran tinggi di batuan beku basal BMS, BTA x x
Hutan di batuan beku ultra basal
Hutan karst di tanah kapur AWY, BDD, GBJ x
Hutan Kerangas BRW x
Hutan Gambut BLK, BLI, BLW, GBT, MDW x
Rawa Air Tawar BKN, BLI x
Rawa Berumput ilalang ACG x
Lahan basah terbuka dan danau
Sub- Hutan Sub Pegunungan pada tanah kapur ANB, BDD x
pegunungan AHK, ANB,BBG, BDD, BGABGI, BMS, BPD,
(500-1000 m) Hutan Sub Pegunungan pada Substrat lain BPP,BRW,BTA, BTG, BTK, BYN
Pegunungan Hutan Pegunungan dan Pegunungan tinggi di tanah kapur ANB, BDD x
(>1000 m) Hutan Pegunungan dan Pegunungan tinggi pada substrat lain ANK, ANB,BGG, BBR, BDD, BGA
BGI, BMS, BYN,BPD, BPP, BRW, BTA
Padang Rumput di Pegunungan Montane pada variasi substrat dengan
ketinggian di atas 2000 m BPD, BPP, BRW, BTA,BYN x
Sumber Referensi
1. Keith, D.A., Ferrer-Paris, J.R., Nicholson, E. and Kingsford, R.T. (eds.) (2020). The IUCN Global Ecosystem Typology 2.0:
Descriptive profiles for biomes and ecosystem functional groups. Gland, Switzerland: IUCN.
2. Kementerian Lingkungan Hidup. 2013. Deskripsi Peta Ekoregion Laut Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup, Deputi
Tata Lingkungan. Jakarta. Indonesia.
3. MacKinnon, J. 1997. Protected Areas Review of the Indo-Malayan Realm. The Asian Bureau for Conservation Limited.
4. Meuller-Dumbois, D., Ellenberg, H. 2016. Vegetation Ecology: Aims & Methods. Terjemahan Kartawinata dan Abdulhadi.
LIPI dan Buku Obor.
5. Olson, David M. ,Dinerstein, Eric. 2002. The Global 200: Priority Ecoregions for Global Conservation. Ann. Missouri Bot.
Gard. 89(2):199-224.
6. Widjaja, E. A., Rahayuningsih, Y., Rahajoe, J. S., Ubaidillah, R., Maryanto, I., Walujo, E. B., Semiadi, G. 2014. Kekinian
Keragaman Hayati Indonesia. LIPI Press.