Mikrobiologi
Mikrobiologi
Disusun oleh :
Nama: Muh Maulidan Pratama
Stambuk: N10118089
PENDAHULUAN
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, perilaku cuci tangan masyarakat
Indonesia masih rendah, dan anak usia sekolah dasar, baru 17% melakukan Cuci
Tangan Pakai sabun dan air bersih. Riskesdas 2013 proporsi pada umur ≥10 tahun
yang melakukan cuci tangan dengan benar 46,7%. Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes RI (2013)
menyebutkan hanya 18,5% masyarakat Indonesia yang mencuci tangan dengan
sabun di lima waktu penting. Basic Human Services (BHS) di Indonesia tahun
2006 menemukan baru 12 % yang melakukan CTPS setelah buang air besar, 14 %
sebelum makan, 9% setelah menceboki anak dan 6 % sebelum menyiapkan
makanan ( Natsir,2018 )
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan
pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga,
kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikas, memberikan
informasi dan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku,
sehingga membantu masyarakat mengenali dan mengatasi masalah sendiri, dalam
tatanan rumah tangga, agar dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka
menjaga, memelihara, dan meningkatkan kesehatan. Salah satu bagian dari PHBS
adalah mencuci tangan memakai sabun sebelum dan sesudah melakukan suatu
kegiatan. Mencuci tangan yang baik adalah dengan mengikuti 7 langkah
membersihkan tangan sesuai prosedur yang benar untuk membunuh kuman
penyebab penyakit. Dengan mencuci tangan memakai sabun baik sebelum makan
atau pun sebelum memulai pekerjaan, akan menjaga kesehatan tubuh dan
mencegah penyebaran penyakit melalui kuman yang menempel di tangan
( Susantingsi,2018)
Manfaat mencuci tangan sendiri dalam Notoatmodjo (2010) adalah untuk
membersihkan tangan dari kuman penyakit; serta mencegah penularan penyakit
seperti diare, kolera, disentri, typhus, kecacingan, penyakit kulit, Infeksi Saluran
Pemapasan Akut (ISPA), tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman
( Putri,2020 )
Selain bertransmisi melalui tangan, kotoran, penyakit serta virus pada
umumnya juga dapat melekat pada barang- barang lain seperti gagang pintu, uang,
alat- alat makan, juga permainan. Ketika alat-alat tadi dipegang dan kemudian
tangan tidak dibersihakn maka akan sangat mungkin kita dapat tertular penyakit
termasuk virus. (Kushartanti, 2012: 2-3). Maka mencuci tangan dengan benar dan
sesuai kesehatan amatlah penting agar jenis virus dan penyakit tidak masuk ke
dalam tubuh manusia ( suprapto, 2020 )
Enam langkah cuci tangan diawali dengan cara yaitu basahi tangan dengan
air bersih dan gosok dengan sabun sesuai kebutuhan, pertama menggosok kedua
telapak tangan, langkah kedua gosok bagian punggung tangan dan sela jari tangan
kanan dan kiri secara bergantian, langkah ketiga gosok sela jari bagian telapak
tangan, langkah keempat seluruh jari bagian dalam tangan kanan dan kiri saling
mengunci, langkah kelima gosok ibu jari tangan kanan dengan Gerakan memutar
seperti memutar gas sepeda motor dan lakukan pada ibu jari tangan kiri, langkah
keenam gosok atau kuncupkan seluruh ujung jari tangan kiri pada telapak tangan
kanan dengan gerakan memutar dan lakukan gerakan sebaliknya pada tangan
kanan.Kegiatan enam langkah cuci tangan menurut ketentuan WHO ini
berlangsung 40 sampai 60 detik, tidak kurang dan tidak lebih ( Panirman,2021 ).
METODE
Praktikum ini dilaksankan dilaboratirum Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Tadulako pada bulan September tahun 2021.
Alat yang digunakan dalam praktikum antara lain Cawan Petri, tempat
cuci tangan.
Bahan yang digunakan ialah Air, 3 jenis sabun cuci tangan, Medium Agar.
Prosedur praktikum dilakukan dengan beberapa tahapan, yakni : 1)
Sebelum mencuci tangan dengan sabun, jari telunjuk probandus disentuhkan ke
permukaan agar (Plate A), 2) Probandus melakukan 6 langkah cuci tangan
menggunakan sabun yang akan diuji , 3) Jari telunjuk probandus kemudian
disentuhkan kembali ke permukaan agar (plate B), 4) Inkubasi selama 24 jam
pada suhu 37OC, 5) Menghitung jumlah koloni yang tumbuh pada setiap plate
agar.
KESIMPULAN
Dari Hasil praktikum yang dilakukan mendapatkan pada sabun merek A dan B
terjadi perubahan jumlah angka kuman yang signifikan saat sebelum dan sudah
memcuci tangan dengan menggunakan sabun cuci tangan, sedangkan pada sabun
cuci tangan merek C tidak terlalu signifikan. Perubahan pada jumlah angka kuman
bisa di sebabkan karena jumlah koloni kuman pada masing-masing responden dan
bisa juga dipengaruhi oleh kandungan dalam sabun cuci tangan masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
Infeksi masih menjadi masalah kesehatan utama yang dihadapi negara
maju dan berkembang, termasuk Indonesia. Berdasarkan Profil Kesehatan
Indonesia tahun 2010, penyakit infeksi bakteri merupakan penyakit dengan
tingkat kematian tertinggi dan penyakit pertama dari 10 penyakit terbanyak yang
dirawat di rumah sakit. Penyakit infeksi ini diatasi dengan menggunakan
antibiotika. Penggunaan antibiotika yang tidak rasional seperti kepatuhan yang
kurang pada masyarakat dapat membuat kuman patogen menjadi resisten.
Munculnya mikroba kresisten ini sebagai penyebab utama kegagalan pengobatan
penyakit infeksi. Diperlukan alternatif dalam mengatasi masalah ini dengan
memanfaatkan bahan- bahan aktif antimikroba dari tanaman obat
( Ramadhani,2017 )
Salah satu tanaman berkhasiat obat yang sering digunakan masyarakat
untuk pengobatan tradisional adalah kunyit (Curcuma domestica Val) terutama
pada bagian rimpangnya. Masyarakat Indonesia sering menggunakan rimpang
kunyit sebagai obat antiradang, antidiare, obat masuk angin, mengobati gatal, luka
dan sesak nafas (Maulidya & Sari, 2016). Aktivitas farmakologi rimpang kunyit
lainnya yaitu sebagai antiinflamasi, anti imunodefisiensi, antivirus, antibakteri,
antijamur, antioksidan, antikarsinogenik dan anti infeksi ( Muadifah,2019 )
Kunyit (Curcuma longa) merupakan tanaman golongan temu-temuan yang
banyak dimanfaatkan sebagai bumbu masakan maupun pewarna makanan. Selain
itu, tanaman kunyit juga sering digunakan sebagai tanaman obat tradisional untuk
mengobati beberapa jenis penyakit seperti demam, diare, lever, sesak nafas,
radang hidung, maag, eksim, dan hipertensi. Manfaat kunyit sebagai obat
tradisional mendorong para peneliti untuk terus menemukan manfaat lain dari
tanaman kunyit. Beberapa manfaat kunyit yang telah dilaporkan secara ilmiah
ialah sebagai antimikroba dan antioksidan ( Septiana,2015 )
Kandungan kimia yang terdapat pada kunyit adalah minyak atsiri 4,2-14%,
minyak lemak 4,4-12,7% dan senyawa kurkuminoid 60-70% (Simanjuntak, 2012).
Kurkumin yang terkandung pada kurkuminoid berpotensi sebagai antibakteri baik
bakteri Gram positif maupun bakteri Gram negatif, seperti S. aureus, Bacillus
subtilis, E. coli, Salmonella thypi dan sebagainya. Ekstrak alkohol dan minyak
atsiri dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme meliputi bakteri dan fungi
( Rini,2018 )
senyawa aktif dalam rimpang kunyit mampu menghambat pertumbuhan
jamur, virus, dan bakteri, baik Gram positif maupun Gram negatif, seperti E.coli
dan Staphylococcus aureus, karena kunyit mengandung berbagai senyawa
diantaranya adalah kurkumin dan minyak atsiri. antibakteri menggunakan sediaan
berupa serbuk rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) pada bakteri Escherichia
coli, hasilnya menunjukkan bahwa ekstrak rimpang kunyit menyebabkan
pertumbuhan koloni bakteri E. coli semakin menurun. Sementara pada penelitian
ini menggunakan ekstrak kunyit dengan konsentrasi 0 g; 0,2 g; 0,4 g; 0,6 g; 0,8 g;
1 g. Berdasarkan hasil penelitian, kekurangan sediaan bentuk serbuk adalah
diserap lebih lama dalam saluran cerna, onset of action lebih lama, dan
bioavaibilitas kurang sempurna, misalnya pada keadaan gangguan saluran cerna.
Keuntungan kunyit dalam bentuk sediaan ekstrak cair diantaranya diserap lebih
cepat, onset of action lebih cepat, penyerapannya hampir sempurna,
bioavaibilitasnya lebih tinggi disamping lebih mudah bercampur dalam cairan
biologis lambung ( Yuliati,2016 )
METODE
Alat yang digunakan dalam praktikum antara lain cawan petri, tabung
reaksi, bunsen, dan pinset.
Bahan yang digunakan ialah bakteri Escherichia coli, paper disk, saline
steril.
20
15
10
5
0
0% 50% 100%
Dalam praktikum ini dilakukan 4 uji ekstrak kunyit, yaitu uji ekstrak
kunyit kuning, kunyit hitam, kunyit mangga dan kunyit putih dengan takaran 0%,
50% dan 100%.
Pada ekstrak kunyit kuning dengan takaran 0% didapatkan hasil zona
bening ialah 0 mm, selanjutnya pada takaran 50% didapatkan hasil zona bening 13
mm dan pada takaran 100% didapatkan hasil zona bening 25mm.
Pada ekstrak kunyit hitam dengan takaran 0% didapatkan hasil zona
bening ialah 0 mm, selanjutnya pada takaran 50% didapatkan hasil zona bening 10
mm dan pada takaran 100% didapatkan hasil zona bening 20%.
Pada ekstrak kunyit mangga dengan takaran 0% didapatkan hasil zona
bening ialah 0 mm, selanjutnya pada takaran 50% didapatkan hasil zona bening 11
mm dan pada takaran 100% didapatkan hasil zona bening 15,3%.
Pada ekstrak kunyit putih dengan takaran 0% didapatkan hasil zona bening
ialah 0 mm, selanjutnya pada takaran 50% didapatkan hasil zona bening 12 mm
dan pada takaran 100% didapatkan hasil zona bening 14,7%.
Hasil interpretasi ini menunjukkan bahwa untuk ke-4 uji ekstrak kunyit
dengan takaran 0% mendapatkan hasil 0% yang menandakan bahwa pada takaran
ini tidak dapat mempengaruhi zona bening dari pada Escherchia coli, Sedangkan
pada takaran 50% uji ekstrak kunyit kuning sangat memberikan efek dimana
didapatkan zona bening dengan ukuran 13 mm, kemudian diikuti dengan kunyit
putih dengan ukuran 12 mm dan kunyit mangga dengan 11 mm serta kunyit hitam
dengan zona bening 10 mm. Selanjuntnya pada takaran 100% terdapat hasil yang
cukup signifikan dimana untuk ekstrak kunyit kuning mendapatkan zona bening
dengan ukuran 25 mm, kunyit hitam 20 mm, kunyit mangga 15,3 mm dan kunyit
putih 14,7 mm.
Pada hasil praktikum ini terdapat beberapa perbedaan yang cukup
signifikan terutama pada takaran 100% dan tidak terdapat perbedaan pada takaran
0%, hal ini disebabkan oleh jumlah konsentrasi takaran yang berbeda satu sama
lain, sehingga menghasilkan zona bening yang berbeda juga.
KESIMPULAN
hasil praktikum ini terdapat beberapa perbedaan yang cukup signifikan terutama
pada takaran 100% dan tidak terdapat perbedaan pada takaran 0%, hal ini
disebabkan oleh jumlah konsentrasi takaran yang berbeda satu sama lain, sehingga
menghasilkan zona bening yang berbeda juga. Jadi dapat disimpulkan bahwa
ekstrak kunyit memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri E.Coli.
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang
bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat. Upaya kesehatan dilakukan dengan berbagai cara seperti:
pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit
(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan
(rehabilitatif). Kebanyakan pasien rumah sakit ditempatkan di ruang
rawat inap ( Rompas, 2019 )
Udara merupakan campuran beberapa macam gas yang
perbandingannya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara,
tekanan udara dan lingkungan sekitarnya. Secara umum penyebab
pencemar udara ada dua macam, yaitu pertama karena faktor internal
(secara alamiah) seperti gas pembusukan dari sampah organik, debu
yang beterbangan akibat angin, serta abu yang di keluarkan dari letusan
gunung, dan lain-lain. Kedua karena faktor eksternal (karena ulah
manusia) seperti dari pembakaran bahan fosil, dari kegiatan industri dan
pemakaian zat-zat kimia yang di semprotkan ke udara. Pencemaran
udara ini dapat tersebar kemana-mana, kemudian masuk ke dalam air
atau tanah dan menambah pencemaran air ataupun tanah
( Raimunah,2018 )
Salah satu penyebab terjadinya infeksi rumah sakit adalah karena
kondisi lingkungan rumah sakit yang tidak memenuhi syarat sehingga
menyebabkan tingginya angka kuman udara ruang. Kondisi lingkungan
meliputi polusi udara, kepadatan ruang, kelembaban, kebersihan dalam
ruangan, musim, dan suhu. Mikroorganisme yang ada di dalam ruangan
disebut bioaerosol. Bioaerasol adalah partikel debu yang terdiri dari
makhluk hidup atau sisa yang berasal dari makhluk hidup terutama
berupa jamur dan bakteri. S. aureus dan E. coli dikonfirmasi sebagai
organisme dominan yang ditemukan di rumah sakit diantara penyebab
utama HAIs ( Praptiwi,2020 )
Mikroorganisme yang tersebar di dalam ruangan dikenal sebagai
bioaerosol. Bioaerosol di dalam ruangan dapat berasal dari lingkungan
luar atau kontaminasi dari dalam ruangan. Penularan mikroorganisme
kepada manusia terjadi dengan mekanisme tertentu, misalnya dengan
tiupan angin, tetesan air atau droplet, percikan batuk atau bersin,
percakapan, dan kontak dengan permukaan tanah. Bakteri berspora
seperti Bacillus Sp, Clostridium Sp dan yang tidak berspora seperti M.
Tuberculosa umumnya terakteri yang terdapat di udara umumnya adalah,
karena bakteri ini dapat bertahan hidup di udara lebih lama dari bakteri
lain ( Fatma,2020 )
Bakteri yang terdapat pada udara ruang rumah sakit merupakan
salah satu agen penyebar penyakit yang disebut infeksi nosokomial.
Penyebaran infeksi nosokomial di rumah sakit dapat terjadi pada orang
sakit ke orang sakit maupun orang sakit ke orang sehat melalui transmisi
melaui udara yang ada di rumah sakit seperti pada ruang pembedahan
atau operasi, ruang gawat darurat, instalasi rawat jalan, dan ruang rawat
inap ( Sukmawaty,2017 )
METODE
Alat yang digunakan dalam praktikum antara lain Cawan Petri, tempat
cuci tangan.
Bahan yang digunakan ialah Air, 3 jenis sabun cuci tangan, Medium Agar.
KESIMPULAN
Hasil pemeriksaan angka kuman yang bervariasi antar ruangan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, baik dari faktor lingkungan fisik lainnya seperti : pencahayaan,
suhu dan kepadatan hunian namun tidak berkorelasi langsung dengan angka
kuman tetapi berhubungan dengan kelembapan faktor animate penularan atau
penyebaran kuman mencakup para petugas rumah sakit dan penderita yang dapat
saling memindahkan kuman.
DAFTAR PUSTAKA