Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Cystitis


1. Pengertian
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan dimana kuman atau
mikroba tumbuh dan berkembang biak dalam saluran kemih dalam jumlah
yang banyak. Istilah ISK umum digunakan untuk menandakan adanya
invasi mikroorganisme pada saluran kemih (Haryono, 2012)
Cystitis adalah inflamasi kandung kemih yang paling sering disebabkan
oleh penyebaran infeksi dari uretra. Hal ini disebabkan oleh aliran balik urin
dari uretra ke dalam kandung kemih. (Prabowo & Pranata, 2014).
Cystitis adalah inflamasi atau peradangan yang muncul akibat bakteri.
Penyakit ini sering menyerang wanita karena ukuran uretra (saluran utama
untuk pembuangan urine ke luar tubuh) pada wanita yang lebih pendek
dibandingkan dengan pria dan letaknya lebih dekat dengan anus. Akibatnya,
bakteri dari anus mudah berpindah dan masuk ke dalam saluran kemih
(Florencia, 2019).
Dari beberapa pengertian tersebut maka penulis menyimpulkan bahwa
cystitis adalah peradangan di kandung kemih yang menibulkan rasa nyeri
ketika buang air kecil dan paling sering disebabkan oleh infeksi bakteri
yang juga menyebabkan infeksi saluran kemih (ISK).
2. Etiologi
Di dunia dilaporkan bahwa Escherichia coli merupakan penyebab
terbanyak cystitis yaitu mencapai 85% untuk infection comunity-acquired
dan 60% infeksi hospital-acquired dijumpai kuman enterobactericeace
gram negatif lain seperti Proteus mirabilis dan Klebsiella pneumoniae,

5
6

sementara untuk gram positif didapati kuman seperti Enterocococcus


faecalis dan Staphylococcus saprophyticus. Pada sistitis komplikata atau
nasokomial disebabkan oleh E. Faecalis, Klebsiella, Enterobacter,
Citrobacter, Serratia, Pseudomonas aeruginosa, Providencia, dan S.
Epidermidis.
Ada beberapa faktor umum penyebab terjadinya cystitis, yaitu : a.
Bakteri
b. Refluk uretrovesikal
c. Kontaminasi fekal
d. Pemakaian kateter atau sistokop
e. Defek pada mukosa uretra atau genitalia
f. Pemakaian kontrasepsi spermisid – diafragma
g. Infeksi pada prostat (prostatitis), epidedimitis
h. Batu kandung kemih
i. Coitus
Sedangkan menurut (Sloane, 2014) etiologi cystitis pada umumnya
disebabkan oleh basil gram negatif escheriachia coli yang dapat
menyebabkan kira-kira 90% infeksi akut pada penderita tanpa kelainan
urologis kalkuli batang gram negatif lainnya termasuk proteus, klebsiella
enterobakter, serretea, dan pseudomona bertanggung jawab atas sebagian
kecil infeksi tanpa komlikasi organime-organisme. Pada wanita biasanya
karena bakteri dari anus kearah uretra atau dari meatus terus naik ke
kandung kemih dan menyebabkan infeksi. Pada pria biasanya akibat dari
infeksi di ginjal, prostat oleh karena urin sisa (misalnya hipertropi prostat,
strikura uretra, neurogenik bladder). Ada bebrapa faktor lain terjadinya
cystitis :
a. Infeksi ginjal yang sering meradang melalui urin dapat, masuk ke
kandung kemih.
7

b. Penyebaran infeksi secara lokal dari organ lain dapat mengenai


kandung kemih misalnya appendisitis.
c. Sering terjadi pada wanita, uretra wanita lebih pendek membuat
penyakit ini lebih sering ditemukan pada wanita.
d. Pada lai-laki prostat merupakan sumber infeksi jalur utama infeksi
yang terjadi pada cystitis adalah descening mealui periurethral /
vagina dan flora pada tinja. Mikroorganisme penyebab utama adalah
E. Coli, enterococci, proteus, dan stafilokus aureus yang masuk
kedalam buli-buli melauli uretra. Selain akibat infeksi, inflamasi
pada buli-buli juga disebabkan oleh bahan kimia, seperti deodorant,
detergent, atau obat-obatan yang dimasukkan intervisika untuk
terapi kanker buli-buli. Cystitis disebakan oleh menyebarnya infeksi
dari uretra. Hal ini disebabkan oleh aliran balik urin dari uretra ke
kandung kemih, kontaminasi fekal pemakaian kateter atau sitoskopi
(Sloane, 2014).
3. Manifestasi Klinis
Menurut Florencia (2019) Gejala – gejala yang lazim muncul pada
cystitis adalah :
a. Frekuensi buang air kecil ang melebihi normal dengan jumlah sedikit.
b. Rasa sakit atau sensasi terbakar (perih) saat buang air kecil.
c. Urine keruh atau berbau tajam.
d. Nyeri pada perut bagian bawah.
e. Hematuria.
f. Tubuh terasa kurang sehat atau demam.
4. Patofisiologi
Cystitis dimulai dengan masknya bakteri ke kandung kemih dan
berkembang disana. Hal tersebut menyebabkan proses peradangan pada
kandung kemih. Peradangan ini menyebabkan kemerahan dan bengkak
pada kandung kemih. Peradangan ini juga menekan saraf – saraf yang ada
dikansung kemih sehinggga timbul nyeri, dan juga suhu di VU juga
8

meningkat sehingga timbul juga seperti perasaan terbakar pada area


suprapublik.
Akibar peradangan ini juga mengakitbatkan kandung kemih sering
terangsang sehingga akan mengakibatkan frekuensi berkemih meningkat.
Bahkan bisa terjadi spasme otot kandung kemih menyebabkan perasaan
nyeri yang sangat. Leukosit yang menuju ke daerah lesi meningkat untuk
melawan kuman. Hal ini bisa mengakibatkan piuria. Suplay ke daerah
radang juga meningkat dan jika terjadi luka akan mengakibatkan
hematuria.
9

5. Pathway Cystitis

Invasi mikroorganisme
(bakteri, virus)

Jaringan menuju vesika urinaria


degeneratif

Respon infeksi / Sel T memproduksi


prostalglandin
inflasmasi limfokin

Rangsangan Pertahanan tubuh Kemotaksis


sensorik menurun Makrofag & metrofil

Nyeri persesten Ketidaktahuan dalam Fagositosis


Maupun Proses transmisi mikroorganisme Pirogen
berkemih penyakit

Setpoin
hipotalamus
Disuria Nyeri akut

hipertermi
Gangguan pola
Resiko tinggi Resiko
Eliminasi urin
Penularan penyakit infeksi

Kurangnya
pengetahuan

Defisit
pengetahuan
10

Gambar 2.1, Pathway Cystitis


(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018 )
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang cystitis menurut (Nurarif & Kusuma, 2015 p.141)
meliputi:
a. Analisa urin rutin, mikroskop urin segar tanpa putar, kultur urin serta
jumlah kuman/ml urin.
b. Infestigasi lanjutan berdasarkan indikasi klinis :
1) Ultrasonogram (USG)
2) Radiografi : foto polos perut, pielografi IV, Micturating cystogram
3) Isotop scanning
7. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang disebabkan oleh cystitis, yaitu : a.
Hematuria
b. Infeksi ginjal (Pielonefritis)
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan cystitis menurut (Nurarif & Kusuma, 2015 p.141) yaitu
:
a. Non farmakologis
1) Istirahat dan membatasi aktivitas selama fase akut, klien dibantu
untuk mengosongkan bladder secara maksimal.
2) Diet; perbanyak vitamin A dan C untuk mempertahankan epitel
saluran kemih.
b. Farmakologis
1) Antibiotik sesuai kultur, bila hasil kulur belum ada dapat diberikan
antibiotik antara lain cefotaxime, ceftriaxon, kotrimoxsazol,
trimetoprim, fruoloquinolon, amoksisiklin, doksisiklin,
aminoglikosid.
2) Bila ada tanda – tanda urosepsis dapat diberikan imipenem atau
kombinasi penisilin dengan aminoglikosida.
11

3) Untuk ibu hamil dapat diberikan amoksilin, nitrofurantoin, atau


sefalosporin.

B. Konsep Lansia
1) Definisi lanjut usia
Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak
secara tiba – tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak – anak,
dewasa dan akhirnya menjadi tua (Azizah, 2011)
2) Batas – batas lanjut usia
Batas – batas lanjut usia menurut (Aspiani, 2014) adalah : a.
Menurut WHO
Menurut Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization) WHO
yang dikatakan lanjut usia tersebut dibagi kedalam tiga kategori yaitu :
1) Usia Lanjut : 60-74 tahun.
2) Usia tua : 75-89 tahun.
3) Usia lanjut : > 90 tahun.
b. Menurut Dep. Kes RI
Departemen Kesehatan Republik Indonesia membaginya lanjut usia
menjadi sebagai berikut :
1) Kelompok menjelang usia lanjut (45 – 54 tahun), keadaan
ini dikatakan masa virilitas.
2) Kelompok usia lanjut (55 – 64 tahun) sebagai masa
presenium.
3) Kelompok – kelompok usia lanjut (> 65 tahun) yang
dikatakan sebagai masa senium.
3) Tipe – tipe lanjut usia
Adapun beberapa tipe – tipe lajnut usia menurut (Azizah, 2011) meliputi: a.
Tipe Arif Bijaksana
12

Kaya dengan hikmah pengalaman menyesuaikan diri dengan perubahan


jaman, mempunyai kesibukan, berskap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memnuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe Mandiri
Mengganti kegiatan – kegiatan yang hilang dengan kegiatan – kegiatan
batu, selektif dalam mencari pekerjaan, teman pergaulan, serta
memenuhi undangan.
c. Tipe Tidak Puas
Konflik lahir batin menentang proses ketuaan, yang menyebabkan
kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmaniah, kehilangan
kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah tidak sabar, mudah
tersinggung, menuntut, sulit dilayani, dan pengkritik.
d. Tipe Pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis gelap
datang terang, mengikuti kegiatan berbadah, ringan kaki, pekerjaan apa
saja dilakukan.
e. Tipe Bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder,
menyesal, pasif mental, sosial, dan ekonominya.
4. Pengertian Menua
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan –
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Aspiani, 2014).
5. Teori Proses Menua
Adapun beberapa teori proses menua menurut (Azizah, 2011) adalah : a.
Teori Seluler
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan
kebanyakan sel – sel tubuh dirpogram untuk membelah 50 kali.

b. Teori “Genetik Clock”


13

Menurut teori ini menua telah dirprogram secara genetik untuk spesies
– spesies tertentu.

c. Sintesis Protein (kolagen dan elastin)


Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya pada
lasnia.
d. Keracunan Oksigen
Teori tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di dalam
tubuh mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun
dengan kadar yang tinggi, tanpa mekanisme pertahanan diri tertentu.
e. Sistem Imun
Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa penuaan.
f. Mutasi Somatik (Teori Error Catastrophe)
Terjadinya mutasi yang progresif pada DNS sel somatik akan
menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel
tersebut.
g. Teori Menua Akibat Metabolisme
Pengurangan intake kalori pada rodentina muda akan menghambat
pertumbuhan dan memperpanjang umur.
h. Kerusakan Akibat Radikal Bebas
Supaya prses manua dapat diperlambat yang banyak memungkinkannya
ialah mencegah meingkatnya radikal bebas.
6. Perubahan yang terjadi pada lansia menrut (Azizah, 2011) :
a. Perubahan fisik
b. Perubahan kognitif
c. Perubahan spiritual
d. Perubahan spiritual
e. Penurunan fungsi dan potensi seksual

C. Konsep Nyeri Akut


1. Definisi nyeri akut
14

Pengalaman sensorik atau emosional dengan kerusakan jaringan aktual


atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas
ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan. Menurut (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2018 p.172).
Nyeri diartikan berbeda-beda antar tergantung individu bergantung
pada persepsinya, lain lagi dengan pengertian nyeri akut menurut Perry &
Potter, menurut mereka nyeri akut adalah rasa nyaman berupa terbebas dari
rasa yang tidak menyenangkan adalah suatu kebutuhan individu. Nyeri
merupakan persaan yang tidak menyenangkan yang terkadang dialami
individu. Kebutuhan terbebas dari rasa nyeri itu merupakan salah satu
kebutuhan dasar yang merupakan tujuan diberikannya asuhan keperawatan
pada eorang pasien di rumah sakit (Perry & Potter, 2009). Secara sederhana,
nyeri dapat diartikan sebagai suatu esensi yang tidak menyenangkan baik
secara sensori maupun emosional yang berhubungan dengan adanya suatu
kerusakan jaringan atau factor lain, sebagai individu merasa tersiksa,
menderita yang akhirnyaakan mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis, dan
lain-lain (Perry & Potter, 2009).
Selain itu nyeri akut juga dapat dideskripsikan sebagai nyeri yang terjadi
setelah cedera akut, intervensi atau penyakit, dan memiliki awitan yang
cepat dengan intensitas yang bervariasi ( ringan sampai berat) serta
berlangsung singkat (kurang dari enam bulan) dan menghilang dengan atau
tanpa pengobatan setelah keadaan pulih pada area yang rusak. Biasanya
nyeri aku berlangsung secara singkat. Pklien yang mengalami nyeri akut
biasanya menunjukkan gejala perspirasi mengingkat, denyut jantung dan
tekanan darah meningkat serta pallor (Mubarak et al , 2015)
2. Klasifikasi nyeri akut
Bagi seorang perawat sangat penting untuk mengetahui tentang
macammacam tipe nyeri akut. Diharapkan dengan mengetahui macam-
macam tipe nyeri diharapkan dapat menambah pengetahuan dan membantu
perawat Ketika memberikan asuhan keperawatan pada pasien nyeri akut.
15

Ada banyak cara dalam melihat tip- tipe nyeri akut antara lain, melihat nyeri
akut dari segi durasinya, tingkat keparahan dan intensitasnya, model
trasmisi, lokasi nyeri, dan kausatif dari penyebab nyeri itu sendiri (Perry &
Potter, 2009)
Adapun pembagian dari nyeri aku, yaitu :
a. Nyeri Somatik,jika organ yang terkena adalah organ soma seperti kulit,
otot, sendi, tulang, atau ligament karena di sini mengandung kaya akan
nosiseptor. Terminologi nyeri muskuloskeletal diartikan sebagai nyeri
somatik. Nosiseptor disini menjadi sensitif terhadap inflamasi, yang akan
terjadi jika terluka atau keseleo. Selain itu, nyeri juga bias terjadi akibat
iskemik, seperti pada kram otot. Hal inipun termasuk nyeri nosiseptif.
Gejala nyeri somatik umumnya tajam dan lokalisasinya jelas, sehingga
dapat ditunjuk dengan telunjuk. Jika kita menyentuh atau
menggerakanbagian yang cedera, nyerinya akan bertambah berat (Perry &
Potter, 2009).
b. Nyeri viseral, jika yang terkena adalah organ-organ viseral atau organ
dalam yang meliputi rongga toraks (paru dan jantung), serta rongga
abdomen (usus, limpa, hati dan ginjal), rongga pelvis (ovaruim, kantung
kemih dan 10 kandungan). Berbeda dengan organ somatik, yang nyeri
kalau diinsisi, digunting atau dibakar, organ somatik justru tidak. Organ
viseral akan terasa sakit kalau mengalami inflamasi, iskemik atau teregang.
Selain itu nyeri viseral umumnya terasa tumpul, lokalisasinya tidak jelas
disertai dengan rasa mual - muntah bahkan sering terjadi nyeri refer yang
dirasakan pada kulit. (Perry & Potter, 2009).
3. Penyebab nyeri akut
Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018 p.172) ada beberapa penyebab
nyeri akut yaitu :
a. Agen pencedera fisiologis
b. Agen pencedera kimiawi
c. Agen pencedera fisik
16

Nyeri akut yang setelah dilakukan intervensi dan penyambutan. Durasi


nyeri akut berkaitan dengan factor penyebabnya dan umumnya dapat
diperkirakan (Asmadi, 2008)
4. Gejala dan tanda pada cystitis
Adapun gejala dan tanda menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018
p.172) di bagi menjadi 2, yaitu :
a. Mayor
1) Subjektif : Mengeluh
2) Objektif : a) Tampak meringis
b) Bersikap protektif
c) Gelisah
d) Frekuensi nadi meningkat
e) Sulit meningkat

b. Minor
1) Subjektif : (tidak tersedia)
2) Objektif : a) Tekanan darah meningkat
b) Pola nafas berubah
c) Nafsu makan berubah
d) Proses berfikir terganggu
e) Menarik diri
f) Berfokus pada diri sendiri
g) Diaforesis
5. Mekanisme nyeri akut pada cystitis
Terdapat 5 proses elektrofisiologis antara suatu rangsang sampai
dirasakannya nyeri, dimulai dengan proses transduksi, konduksi, modulasi
transmisi dan presepsi. Keseluruhan proses ini disebut nosisepsi (Perry &
Potter, 2009). Mekanisme nyeri akut melalui proses nosisepsis adalah
sebagai berikut :
17

a. Transduksi adalah proses di mana suatu stimulus kuat dubah menjadi


aktivitas listrik yang biasa disebut potensial aksi. Dalam hal nyeri akut
yang disebabkan oleh adanya kerusakan jaringan akan melepaskan
mediator kimia, seperti prostaglandin, bradikinin, serotonin, substasi P,
dan histamin. Zat-zat kimia inilah yang mengsensitasi dan mengaktivasi
nosiseptor mengasilkan suatu potensial aksi (impuls listrik). Perubahan
zat-zat kimia menjadi impuls listrik inilah yang disebut proses
transduksi.
b. Konduksi adalah proses perambatan dan amplifikasi dari potensial aksi
atau impuls listrik tersebut dari nosiseptor sampai pada kornu posterior
medula spinalis pada tulang belakang.
c. Modulasi adalah proses inhibisi terhadap impuls listrik yang masuk ke
dalam kornu posterior, yang terjadi secara spontan yang kekuatanya
berbeda- beda setiap orang, (dipengaruhi oleh latar belakang
pendidikan, kepercayaan atau budaya). Kekuatan modulasi inilah yang
membedakan persepsi nyeri orang per orang terhadap suatu stimlus
yang sama.
d. Transmisi adalah proses perpindahan impuls listrik dari neuron pertama
ke neuron kedua terjadi dikornu posterior medula spinalis, dari mana ia
naik melalui traktus spinotalamikus ke talamus dan otak tengah.
Akhirnya, dari talamus, impuls mengirim pesan nosiseptif ke korteks
somatosensoris, dan sistem limbik.

e. Persepsi adalah proses yang sangat kompleks yang sampai saat ini
belum diketahui secara jelas. Namun, yang dapat disimpulkan di sini
bahwa persepsi nyeri merupakan pengalaman sadar dari penggabungan
antara aktivitas sensoris di korteks somatosensoris dengan aktivitas
emosional dari sistim limbik, yang akhirnya dirasakan sebagai persepsi
nyeri berupa “unpleasant sensory and emotional experience” (Perry &
Potter, 2009).
18

6. Faktor yang mempengaruhi nyeri akut pada cystitis


Nyeri merupakan suatu keadaan kompleks yang dipengaruhi oleh
fisiologi, spiritual, psikologis, dan budaya. Fakto-faktor yang
mempengaruhi nyeri pada pasien cystitis adalah sebagai berikut :
a. Tahap perkembangan Usia dan tahap perkembangan seseorang
merupakan variable penting yang akan memengaruhi reaksi dan
ekspresi terhadap nyeri. Dalam hal ini, anak – anak cenderung kurang
mampu mengugkapkan nyeri yang mereka rasakan dibandingkan orang
dewasa, dan kondisi ini dapat menghambat penanganan nyeri untuk
mereka. Di sisi lain, prevalensi nyeri ada individu lansia lebih tinggi
karena penyakit akut atau kronis dan degenerative yang diderita.
Walaupun ambang batas nyeri tidak berubah karena penuaan, efek
analgesik yang diberikan menurun karena perubahan fisiologis yang
terjadi (Mubarak et al., 2015).
b. Jenis kelamin Beberapa kebudayaan yang memengaruhi jenis kelamin
misalnya menganggap bahwa seorang anak laki – laki harus berani dan
tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis
dalam situasi yang sama. Namun, secara umum, pria dan wanita tidak
berbeda secara bermakna dalam berespon terhadap nyeri (Mubarak et
al., 2015).

c. Keletihan Keletihan atau kelelahan dapat meningkatkan persepsi


nyeri.Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan
menurunkan kemampuan koping. Hal ini dapat menjadi masalah umum
pada setiap individu yang menderita penyakit dalam jangka waktu
lama. Apabila keletihan disertai kesulitan tidur, maka persepsi nyeri
bahkan dapat terasa lebih berat lagi. Nyeri seringkali lebih berkurang
setelah individu mengalami suatu periode tidur yang lelap
diabandingkan pada akhir hari yang melelahkan (Perry & Potter, 2009).
19

d. Lingkungan dan dukungan keluarga 15 Lingkungan yang asing, tingkat


kebisingan yang tinggi, pencahayaan dan aktivitas yang tinggi di
lingkungan tersebut dapat memerberat nyeri.Selain itu, dukungan dari
keluarga dan orang terdekat menjadi salah satu faktor penting yang
memengaruhi persepsi nyeri individu. Sebagai contoh, individu yang
sendiriaan, tanpa keluarga atau teman – temang yang mendukungnya,
cenderung merasakan nyeri yang lebih berat dibandingkan mereka
yang mendapat dukungan dari keluarga dan orang – orang terdekat
(Mubarak et al., 2015).
e. Gaya koping Koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
memperlakukan nyeri..Seseorang yang mengontrol nyeri dengan lokus
internal merasa bahwa diri mereka sendiri mempunyai kemampuan
untuk mengatasi nyeri.Sebaliknya, seseorang yang mengontrol nyeri
dengan lokus eksternal lebih merasa bahwa faktor-faktor lain di dalam
hidupnya seperti perawat merupakan orang yang bertanggung jawab
terhadap nyeri yang dirasakanya. Oleh karena itu, koping pasien sangat
penting untuk diperhatikan (Perry & Potter, 2009).
f. Makna nyeri Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri
mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi
terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan secara dekat dengan latar
belakang budaya individu tersebut. Individu akan mempersepsikan
nyeri dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan
ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan. Derajat dan
kualitas nyeri yang dipersepsikan pasien berhubungan dengan makna
nyeri (Perry & Potter, 2009).
g. Ansietas 16 Individu yang sehat secara emosional, biasanya lebih
mampu mentoleransi nyeri sedang hingga berat daripada individu yang
memiliki status emosional yang kurang stabil.Pasien yang mengalami
cedera atau menderita penyakit kritis, seringkali mengalami kesulitan
mengontrol lingkungan perawatan diri dapat menimbulkan tingkat
20

ansietas yang tinggi. Nyeri yang tidak kunjung hilang sering kali
menyebabkan psikosis dan gangguan kepribadian (Perry & Potter,
2009).
h. Etnik dan nilai budaya Beberapa kebudayaan uakin bahwa
memperlihatkan nyeri adalah sesuatu yang alamiah. Kebudayaan lain
cenderung untuk melatih perilaku yang tertutup. Sosialisasi nudaya
menentukan perilaku psikologis seseorang.Dengan demikian, hal ini
dapat memngaruhi pengeluaran fisiologis opial endogen sehingga
terjadilah persepsi nyeri.Latar belakang etnik dan budaya merupakan
factor yang memengaruhi reaksi terhadap nyeri dan ekspresi nyeri.
Sebagai contoh, individu dari budaya tertentu cenderung ekspresif
dalam mengunngkapkan nyeri, sedangkan individu dari budaya lain
justru lebih memilih menahan perasaan mereka dan tidak ingin
merepotkan orang lain (Mubarak et al., 2015)
7. Dampak nyeri akut pada cystitis
Nyeri merupakan salah satu tanda dan gejala yang khas dari cystitis.
Respon fisiologis terhadap nyeri dapat menunjukan keadaan dan sifat nyeri
serta ancaman yang potensial terhadap kesejahteraan pasien. Saat awitan
nyeri akut, denyut jantung, tekanan darah dan frekuensi nafas akan
mengalami peningkatan. Slain itu pasien yang mengalami nyeri
menunjukkan ekspresi wajah dan Gerakan tubuh yang khas dan berespon
secara vocal serta mengalami kerusakan dalam interaksi social. Pasien akan
sering meringis, mengernyitkan dahi, menggigit bibir, gelisah, imobilisasi,
mengalami ketegangan otot, melakukan Gerakan melindungi bagian tubuh
sampai dengan menghindari percakapan, menghindari kontak sisial, dan
hanya focus pada aktivitas menghilangkan nyeri yang akan menurunkan
rentan perhatian. Serta pasien akan kurang mampu berpartisipasi dalam
aktivitas rutin, sepserti mengalami kesulitan dalam melakukan Tindakan
kebersihan noermal serta dapat mengganggu aktivitas social dan hubungan
social ( Perry & Pooter, 2009)
21

8. Peniaian nyeri
Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan
terapi nyeri yang efektif. Skala penilaian nyeri dan ketergantungan pasien
digunakan untuk menilai derajat nyeri. Intensitas nyeri haraus dinilai sedini
mungkin selama pasien dapat berkomunikasi dan menunjukkan ekspresi
nyeri yang dirasakan. Menurut (Mubarak et al., 2015) penilaian terhadap
intensitas nyeri dapat menggunakan beberapa skala yaitu :
a. Skala nyeri deskrptif
Skala nyeri deskriptif atau skala pendeskripsian verbal / Verbal
Descrptor Scale (VDS) adalah alat pengukuran tingkat keparahan nyeri
yang objektif, skala pendeskripsian merupakan garis yang terdiri tiga
sampai lima kata pendeskripsian yang tersusun dengan jarak yang sama
disepanjang garis. Pendeskripsian dimulai dari “tidak terasa nyeri”
sampai “nyeri tak tertahankan” dan pasien diminta untuk menunjukan
keadaan sesuai dengan keadaan nyeri saat ini (Mubarak et al., 2015)

Gambar 2.2, Skala nyeri deskriptif (Mubarak et al, 2015)

b. Skala Wajah (Face Scale)


Pasien disuruh melihat gambar wajah. Gambar pertama tidak
nyeri (anak tenang) kedua agak nyeri dan selanjutnya lebih nyeri,
gambar yang paling akhir adalah orang dengan ekspresi nyeri yang
sangat berat. Kemudian pasien disuruh menunjuk gambar yang
cocok dengan nyerinya saat ini. Metode ini digunakan untuk
22

pediatri, tetapi juga dapat digunakan pada geriatri dengan gangguan


kognitif (Mubarak et al., 2015)

Gambar 2.3, Skala nyeri wajah (Mubarak et al, 2015)

c. Skala Numerik Angka / Numerical Rating Scale (NRS)


Pasien menyebutkan intesitas nyei berdasarkan angka 0 – 10.
Titik 0 berarti tidak nyeri, 5 nyeri sedang, dan 10 nyeri berat yang
tidak tertahankan. NRS digunakan jika ingin menentukan berbagai
perubahan pada skala nyeri dan juga menilai respo turunnya nyeri
pasien terhadap terapi yang diberikan (Mubarak et al., 2015).

Gambar 2.4. Skala nyeri numerik (Mubarak et al, 2015)

D. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cystitis Fokus Studi Nyeri


23

Akut
1. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan pada klien Cystitis meliputi : a.
Identitas Klien
Identitas klein dan keluarga mengenai nama, umur, dan jenis kelamin
karena pengkajian umur dan jenis kelamin diperlukan pada pasien
dengan cystitis.
b. Keluhan Utama
Klien cystitis akan mengeluh rasa sakit atau terbakar saat buang air kecil
dan nyeri pada perut bagian bawah.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien dengan riwayat cystitis datang ke Rumah Sakit dengan keluhan
rasa sakit saat buang air kecil, sering buang air kecil, urin berwarna
kuning keruh, dan nyeri pada perut bagian bawah.
Pengkajian nyeri dilakukan dengan cara PQRST : P (pemicu) yaitu
faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri. Q (quality)
nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk, ditekan, atau tersayat. R (region)
yaitu daerah perjalanan nyeri . S (severty) adalah keparahan atau
intensitas nyeri. T (time) adalah lama/waktu serangan atau freakuensi
nyeri.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian biasannya di temukan kemungkinan penyebab infeksi
saluran kemih dan memberi petunjuk berapa lama infeksi sudah dialami
klien.
e. Riwayat Penyakit keluarga
Merupakam riwayat kesehatan keluarga yang biasanya dapat
memperburuk keadaan klien akibat adanya gen yang membawa
penyakit turunan seperti DM, hipertensi, dll. Cystitis bukanlah penyakit
turunan karena penyakit ini lebih disebabkan dari anatomi reproduksi,
24

higyene seseorang dan gaya hidup seseorang. Namun jika ada penyakit
turunan dicuriai dapat memperburuk atau emperparah klien.
f. Riwayat Psikososial
Adanya kecemasan, mekanisme koping menurun dan kurangnya
berinteraksi dengan orang lain sehubungan dengan proses penyakit.
g. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Lingkungan kotor dapat menyebabkan berkembang biaknya penyakit
seperti stafilokok, juga kuman yang dapat menyebabkan terjadinya
Cystitis.
h. Pola kebutuhan dasar
1) Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Kaji adanya mual, muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin,
ketidak cukupan pemasukan cairan, terjadinya distensi abdomen.
2) Kebutuhan Eliminasi
Kaji adanya rasa sakit atau terbakar, keinginan doronga ingin
berkemih terus menerus, oliguri, hematuria, piuri atau perubahan
pola bekemih.
3) Kebutuhan Aktivitas dan Latihan
Kaji tentang keterbatasan aktivitas misalnya karena penyakit yang
kronis atau adanya cedera pada medulla spinalis.
4) Kebuthan Istirahat dan tidur
Kaji kesulitan tidur karena mungkin terdapat nyeri, cemas akan
hospitalisasi.
5) Kebutuhan Kenyamanan
Kaji episode akut nyeri berat, nyeri kolik, lokasi etergantung pada
lokasi batu misalnya pada panggul di regio sudut costovertebal
dapat menyebar ke punggung, abdomen, dan turun ke lipat paha
genetalia, nyeri dangkal konstan menunjukan kalkulus ada di pelvis
atau kalkulus ginjal, nyeri yang khas adalah nyeri akut tidak hilang
25

dengan posisi atau tindakan lain, nyeri tekan pada area ginjal pada
palpasi.
6) Kebutuhan Persepsi dan Sensori
Perkembangan kognitif klien dengan kejadian di luar penampilan
luar mereka.
7) Kebutuhan Personal higyene
Kaji perubahan aktifitas perawatan diri sebelum dan selama dirawat
di rumah sakit.
i. Pemeriksaan Fisik (head to toe)
1) Keadaan umum
Meringis, lemas, pucat.
2) Tingkat Kesadaran Composmentis.
3) Tanda-tanda Vital
a) TD : Tekanan darah bisa meningkat atapun menurun (TD=
120/90 mmHg)
b) Nadi : Frekuensi nadi bisa meningkat ataupun menurun (N=
60-100 x/menit)
c) Suhu : Suhu meningkat (S= 36,5 – 37,20C)
d) RR : Rasio pernafasan bisa meningkat ataupun menurun
(RR= 16-24 x/menit)

4) TB dan BB
Dapat dilakukan penimbangan BB ataupun menanyakan pada klien
terakhir BB Klien, dan pengukuran TB pada klien.
5) Kulit
Kulit teraba kering, tampak pucat, kadang berkeringat dingin.
6) Kepala
Bentuk kepala klien biasanya normal jika tidak ada kelainan
tertentu.
26

7) Mata
Konjungtiva klien tampak anemis, sklera tidak ikterik, kelainan
pada mata tidak ada, reflek cahaya pada bola mata pasien biasanya
tidak ada kelainan, keadaan pupil.
8) Hidung
Tidak ada kelainan pada hidung.
9) Mulut
Mukosa bibir biasanya kering dan pucat.
10) Telinga
Bentuk dan fungsi pendengaran klien biasanya normal tidak ada
kelainan.
11) Leher
Tidak ada kelainan pada leher.
12) Thorax
a) Jantung
I : Ictus cordis tidak tampak
P : Ictus cordis teraba di midklavikula sinistra
P : Sonor
A : Terjadinya bunyi jantung reguler
b) Paru – paru
I : Pengembangan dada simetris, napas normal
P : Tidak ada kelainan paru seperti pleural effusion
maupun pneumathorak
P : resonan
A : suara paru normal, tidak ada kelainan seperti ronchi,
wheezing, Rales.
c) Abdomen
Adanya nyeri kolik menyebabkan pasien terlihat mual dan
muntah. Palpasi ginjal dilakukan untuk mengidentifikasi massa,
27

pada beberapa kasus dapat teraba ginjal pada sisi sakit


hidronefrosis.
13) Genetalia
Pada pola eliminasi urin terjadi perubahan akibat adanya
hematuri, retensi urine, dan miksi.
14) Ektremitas
Tidak ada hambatan pergerakan sendi pada saat jalan, duduk dan
bangkit dari posisi duduk, tidak ada deformitas dan fraktur.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon
individu, keluarga, dan masyarakat tentang kesehatan aktual atau potensial,
dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat secara
akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara
pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah, dan mengubah
status kesehatan klien. Diagnosa keperawatan cystitis meliputi : a. Nyeri
akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis.

b. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.


c. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasi.
d. Gangguan pola eliminasi urin berhubungan dengan iritasi kandung
kemih.
e. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018)
3. Intervensi keperawatan
Ada beberapa teori dan pendapat intervensi menurut para ahli, berikut
adalah intervensi keperawatan menurut para ahli, yaitu :
a. Diagnosa Keperawatan : Nyeri akut berhubungan dengan agen
pencidera fisiologis menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018
p.145), yaitu :
1) Tujuan
28

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat nyeri


pasien menurun dan klien dapat mengontrol nyeri.

Kriteria hasil :
a) Keluhan nyeri berkurang.
b) Meringis menghilang.
c) Kesulitan tidur menghilang.
d) Frekuensi nadi membaik.
2) Intervensi
Menejmen nyeri
a) Observasi
(1) Identifikasi lokasi nyeri, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri.
(2) Indentifikasi skala nyeri.
(3) Indentifikasi respon nyeri nonverbal.
(4) Indentifikasi faktor yang memperberat dan mempringan
nyeri.
(5) Identifikasi pengetahuan pengetahuan dan keyakinan
tentang nyeri.
(6) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup.
(7) Monitor efek samping penggunaan analgetik.
c) Teraupetik
(1) berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa
nyeri.
(2) kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri.
(3) fasilitasi istirahat dan tidur.
(4) pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri.
d) Edukasi
(1) jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri.
29

(2) jelaskan strategi meredaka nyeri.


(3) ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri.

e) Kolaborasi
(1) kolaborasi pemberian analgetik.
b. Diagnosa keperawatan : Hipertermi berhubungan dengan proses
penyakit (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018 p. 129).
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh
tetap berada pad rentang normal.
Kriteria hasil :
a) Suhu tubuh menurun.
b) Suhu tubuh menurun.
c) Menggigil menghilang.
2) Intervensi
Menejmen hipertermi
a) Observasi
(1) Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terapapar
lingkungan panas, penggunaan inkubator).
(2) Monitor suhu tubuh.
(3) Monitor kadar elektrolit.
(4) Monitor haluaran urine.
(5) Monitor komplikasi akibat hipertermia.
b) Teraupetik
(1) Sediakan lingkungan yang dingin.
(2) Longgarkan atau lepaskan pakaian.
(3) Basahi dan kipasi permukaan tubuh.
(4) Berikan cairan oral.
(5) Hindari pemberian antipiretik atau aspirin.
30

(6) Berikan oksigen.


c) Edukasi
(1) Anjurkan tirah baring.
d) Kolaborasi
(1) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena.

c. Diagnosa keperawatan : Resiko infeksi berhubungan dengan efek


prosedur invasi. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018 p.139).
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan derajat infeksi
menurun.
Kriteria hasil :
a) Demam menurun.
b) Kemerahan menghilang.
c) Nyeri menurun.
d) Bengkak menghilang. 2) Intervensi Pencegahan infeksi
a) Observasi
(1) Monitor tanda gejala infeksi lokal dan sistemik.
b) Teraupetik
(1) Batasi jumlah pegunjung.
(2) Berikan perawatan kulit pada daerah edema.
(3) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
(4) Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi.
c) Edukasi
(1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
(2) Ajarkan cara memeriksa luka.
(3) Anjurkan meningkatkan.
d) Kolaborasi
31

(1) Kolaborasi pemberian imunisasi

d. Gangguan pola eliminasi urin berhubungan dengan iritasi kandung


kemih (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018 p.24 ).
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pengosongan
kandung kemih yang lengkap membaik.
Kriteria hasil :
a) Sensasi berkemih meningkat.
b) Desakan berkemih menurun.
c) Distensi kandung kemih menurun.
d) Disuris menurun.
2) Intervensi
Menejemen eliminasi urin
a) Observasi
(1) Identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urin.
(2) Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi
atau inkontinensia urin.
(3) Monitor eliminasi urin.
b) Teraupetik
(1) Catat waktu-waktu haluaran berkemih.
(2) Batasi asupan cairan.
(3) Ambil sempel urin tengah.
c) Edukasi
(1) Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih.
(2) Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urin.
(3) Anjurkan minum yang cukup.
d) Kolaborasi
(1) Kolaborasi pemberian obat suppositoria.
32

e. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.


(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018 p. 146).

1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat
pengetahuan membaik.
Kriteria hasil :
a) Perilaku sesuai anjuran meningkat.
b) Kemampuan menjalankan pengetahuan suatu topik meningkat.
c) Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun.
d) Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun.
e) Menjalani pemeriksaan yan tidak tepat menurun.
2) Intervensi
Edukasi kesehatan
a) Observasi
(1) Identifkasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi.
(2) Idetifikasi faktor-faktor yang dpaat meningkatkan motivasi
perilaku – perilaku hidup bersih dan sehat.
b) Teraupetik
(1) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan.
(2) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan.
(3) Berkan kesempatan untk bertanya.
c) Edukasi
(1) Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan.
(2) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat.
(3) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat

4. Implementasi
33

Implementasi (pelaksanaan) adalah pelaksanaan rencana keperawatan


oleh perawat dan klien. Perawat bertanggung jawab kepada asuhan
keperawatan yang berfokus pada klien dan dan berorientasi pada hasil,
sebagaimana di gambarkan dalam rencana keperawatan. Fokus utama dari
implementasi adalah pemberian asuhan keperawatan yang aman dan
individual dengan pendekatan teraupetik. Spesifikasi dari tindakan
keperawatan berupa tindakan mandiri maupun kolaborasi. Setelah itu
perawat dapat mengakhiri tahap implementasi tersebut dengan mencatat
hasilnya di evaluasi akhir. (Andra S, 2013).

Implementasi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai


intervensi. Tindakan keperawatan ada 2, yaitu tindakan mandiri dan
kolaborasi. Tindakan mandiri yaitu tindakan yang dilakukan perawata tanpa
kerjasama dengan tim lain. Sedangkan tindakan kolaborasi adalah tindakan
yang dilakukan oleh perawat yang bekerja sama dengan anggota tim
kesehatan lain. (Doenges, 2000)

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan.
Semua tahap keperawatan harus dievaluasi dengan melihat klien, perawat,
anggota tim kesehatan lainnya dan bertujuan untuk menilai apakah tujuan
dalam perencanaan tercapai atau tidak untuk melakukan pengkajian ulang
dalam perencanaan tercapai atau tidak atau untuk melakukan pengkajian
ulang jika tindakan belum berhasil.

Evauasi terbagi menadi dua jenis yaitu evaluasi formatif dan evauasi
sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan
dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera
setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna
menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Perumusan evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal
denga istilah SOAP, yakni subjetif (data berupa keluhan klien), objektif
34

(data hsil pemeriksaan), analisa data (pembagian data dengan teori), dan
perencanaan (Asmadi, 2008)

Anda mungkin juga menyukai