Anda di halaman 1dari 28

BAB 9

PEMBELAJARAN TIM

“Berkumpul adalah permulaan. Tetap bersama adalh kemajuan.


Bekerja sama adalah keberhasilan.”
(Henry Ford)

A. Pendahuluan

Tim menjadi semakin penting dalam organisasi. Agar bisa membekali tim
dengan pengetahuan dan ketrampilan yang mereka butuhkan, organisasi
pembelajar mengajarkan kepada mereka proses yang berkualitas, teknik
pemecahan masalah, dan ketrampilan interaksi tim.

Ketika organisasi harus menangani masalah yang semakin kompleks,


mereka menemukan bahwa mereka harus menjadi trampil dalam
pembelajaran grup dan tim. Tim kerja harus mampu berpikir, menciptakan
dan belajar secara efektif sebagai entitas. Pembelajaran tim bisa dan harus
terjadi setiap saat ketika sekelompok orang berkumpul, apakah untuk tujuan
spesifik jangka pendek atau untuk mengatasi isu-isu oraganisasi jangka
panjang.

Sangat penting mengenali bahwa pembelajaran tim sangat berbeda


dengan pelatihan tim karena pembelajaran tim melibatkan lebih dari
pengauasaan ketrampilan grup. Pembelajaran tim menekankan pembelajaran
swa-kelola, kreativitas, dan aliran ide secara bebas. Sistem pembelajaran tim
yang berhasil menjamin bahwa tim membagi pengalaman mereka, baik
positif maupun negatif, dengan kelompok lain di dalam organisasi dan

216
dengan demikian mempromosikan pertumbuhan intelektual korporat yang
sehat dan kuat.

B. Pengertian Pembelajaran Tim

Tim - menurut Senge - adalah sekelompok manusia yang saling memer-


lukan untuk mencapai suatu hasil. Sementara itu learning/pembelajaran
diartikan sebagai:

(a) Belajar bagaimana belajar bersama untuk menghasilkan pembelajar


yang generatif berdasarkan pengalaman

(b) Belajar dalam arti memperoleh pengetahuan baru berdasarkan


pengalaman

(c) Belajar dalam arti mempelajari kembali ilmu usang kearifan lama
yang masih relevan tetapi sudah terlanjur terlupakan atau usang dan
tidak digunakan lagi

(d) Belajar dalam arti mempelajari bagaimana menanggalkan/


meninggalkan sama sekali pelajaran terdahulu yang ternyata yang
sudah usang dan tidak cocok lagi dengan tuntutan zaman

(e) Belajar dalam arti mempelajari sampai mengerti atau belajar dalam
pengertian “berpikir secara sistem agar kita dapat menelusuri masalah
pelik” (Widodo, 2007: 72).

Pembelajaran tim bukan saja suatu disiplin untuk meningkatkan


ketrampilan berkomunikasi, melainkan suatu disiplin yang mengaitkan apa
yang dilihat dengan apa yang disimpulkan. Pembelajaran tim
mentransformasikan ketrampilan ke dalam kemampuan seseorang yang
selanjutnya melahirkan pemikiran bersama untuk mewujudkan pemahaman

217
bersama dan visi bersama. Oleh karena itu, pembelajaran tim mengharuskan
berpikir jernih, bertindak inovatif, dan partisipasi para anggota tim, serta
saling melengkapi dan menunjang satu sama lain.

Piranti membangun pembelajaran tim adalah dialog dan diskusi


mahir. Tujuan dari suatu dialog adalah untuk menjangkau pemahaman
individu . “Kita tidak mencoba untuk menang dalam suatu dialog. Kita
semua menang bila kita melakukannya secara benar.” Dalam dialog, individu
memperoleh pengertian yang mendalam yang tidak dapat dicapai secara
individual. Dalam dialog, suatu kelompok mengeksplorasi masalah yang
kompleks dari banyak sudut pandang. Individu menahan asumsi mereka
tetapi mereka mengkomunikasikan asumsinya secara bebas. Hasilnya adalah
suatu eksplorasi bebas yang membawa ke permukaan suatu kedalaman
pengalaman dan pemikiran orang, dan namun demikian dapat bergerak
melampaui pandangan individual mereka.

Dari sudut pandang pembangunan makna bersama dalam tim atau


antar-kelompok, diskusi tradisional secara berbahaya diorientasikan pada
pembelaan. Orang-orang “berdiskusi” untuk menang; mereka saling
mengadu gagasan untuk melihat gagasan siapa yang akan menjadi gagasan
yang paling kuat. Itu merupakan cara buruk untuk mengadakan kerja-tim,
bukan hanya karena itu meremehkan pembelajaran, namun karena gagasan-
gagasan dan penyelesaian-penyelesaian jarang mendapatkan pertimbangan
yang layak. Sebagian besar tim memerlukan alat-alat dan keahlian-keahlian
baru baik untuk memperluas maupun untuk memfokuskan skala dan cakupan
percakapan mereka – untuk membuatnya lebih divergen sekaligus konvergen
– bilamana hal itu tepat.

Alat yang sangat efektif itu adalah bentuk percakapan yang disebut
“diskusi ahli.” Dalam diskusi mahir, tim bertujuan untuk sampai pada suatu

218
jenis penutup - baik untuk mengambil suatu keputusan, mencapai
kesepakatan, atau mengidentifikasi prioritas-prioritas. Sepanjang jalan, tim
tersebut mungkin menggali isu-isu baru dan membangun suatu makna yang
lebih dalam antar para anggota. Namun tujuan mereka mencakup pemikiran
konvergen (yang mengerucut).

C. Piranti Pembelajaran Tim

Piranti membangun pembelajaran tim adalah dialog dan diskusi mahir.


Untuk lebih jelasnya, marilah kita ikuti penjelasannya.

1. Dialog

Kata dialog berasal dari dua akar kata dalam bahasa Yunani, dia (yang
berarti “melalui” atau “satu sama lain”) dan logos (yang berarti “kata”).
Telah dinyatakan bahwa kata ini membawa suatu pemahaman “makna yang
mengalir.”

Dialog pada mulanya bisa didefinisikan sebagai “suatu penyelidikan


bersama yang berkelanjutan terhdap pengalaman setiap hari dan apa yang
kita anggap sudah semestinya” (Senge, 2002: 415). Sasaran dari dialog
adalah untuk membuka area baru dengan membuat “wadah” atau “bidang”
untuk penyelidikan: suatu tatanan di mana orang-orang bisa menjadi lebih
sadar akan konteks di sekitar pengalaman mereka, dan tentang proses
berpikir dan merasakan yang menciptakan pengalaman itu.

Dalam dialog, suatu kelompok mengeksplorasi masalah yang


kompleks dan banyak sudut pandang. Individu memahami asumsi mereka
tetapi mereka mengkomunikasikan asumsinya secara bebas. Hasilnya adalah
suatu eksplorasi bebas yang membawa ke permukaan suatu kedalaman

219
pengalaman dan pemikiran orang dan namum demikian dapat bergerak
melampaui pandangan individual mereka.

Ketika kita mempraktekkan dialog, kita memperhatikan spasi-spasi


antar-kata, bahkan hanya katanya, penentuan waktu tindakan, bukan hanya
hasilnya; intonasi dan nada suatu suara, bukan hanya apa yang dikatakan.
Kita mendengarkan makna dari bidang penyilidikan, bukan hanya unsure-
unsur diskretnya. Pendek kata, dialog menciptakan kondisi-kondisi di mana
orang-orang mengalami keunggulan dari keutuhan.

Melakukan dialog yang berkualitas tidak semudah yang dikatakan.


Untuk itu, peserta dialog harus memiliki kompetensi kultural, kemampuan
memahami, dan kemampuan mendengarkan orang lain.

a. Kompetensi Kultural

Dialog melibatkan beberapa orang dengan latar belakang budaya yang


beragam. Untuk itu, peserta dialog sebaiknya memiliki kompetensi cultural.
Menurut Rossinski (2003), orang yang memiliki kompetensi budaya yang
memadai akan:
(a) Mengakui dan menerima perbedaan. Penerimaan ditandai dengan
menghormati dan menghargai perbedaan budaya yang berkaitan dengan
lapisan budaya: artifak dan produk, nilai dan norma, serta asumsi-
asumsi dasar. Menerima lapisan yang lebih dalam biasanya lebih sulit
dicapai. Merasakan makanan yang berbeda mungkin mudah, tetapi
menghormati kepercayaan yang berbeda adalah cerita lain. Dalam
wilayah komunikasi, misalnya, mungkin Anda lebih suka bersifat
eksplisit/tersurat. Tetapi dalam beberapa budaya, apa yang benar-benar
penting bukan hanya apa yang Anda katakan, tetapi bagaimana Anda

220
mengatakannya, apa yang tidak Anda katakan, nada suara, sikap badan,
dan isyarat-gerak.
(b) Beradaptasi terhadap perubahan. Adaptasi merupakan tahapan di
mana Anda bersedia keluar dari zona nyaman. Anda menyesuaikan
perilaku Anda jika perlu. Anda bersedia mengambil pandangan yang
berbeda dan memegang nilai dan asumsi yang berbeda. Anda
menempatkan diri Anda dalam posisi orang lain, memandang realita dari
sudut pandang orang lain. Empati merupakan kualitas manusiawi yang
utama, dan adaptasi membutuhkan banyak empati. Selain itu,
perkembangan menuntut kita keluar dari zona nyaman.
(c) Memadukan perbedaan. Integrasi, yang merupakan tahap akhir
perkembangan, terjadi ketika Anda bisa memegang kerangka rujukan
yang berbeda dalam pikiran Anda setiap saat. Anda bisa memandang satu
situasi dari aneka sudut pandang. Anda memperoleh pengetahuan dan
mengembangkan agilitas/kelincahan mental, yang keduanya sangat
bermanfaat ketika bekerja dengan klien. Anda dapat menganalisis dan
mengevaluasi situasi dari satu perspektif tertentu atau lebih. Oleh karena
itu, Anda dapat menggeser perspektif budaya dan menyarankan cara-
cara alternatif. Anda menjadi orang yang identitas esensialnya mencakup
pola-pola hidup yang berbeda dari identitas dirinya dan yang secara
psikologis dan sosial menangani aneka realitas. Ketika Anda memahami
bahwa budaya merupakan proses dan ada lebih dari satu cara yang
“benar,” Anda tidak lagi menjadi penonton pasif yang mungkin
menyalahkan orang tanpa bertanggung jawab. Anda adalah aktor yang
dapat berkontribusi secara dinamis membentuk budaya. Anda memiliki
pilihan, oleh karena itu, Anda punya tanggung jawab membangun
lingkungan budaya yang tepat.

221
(d) Menjadikan perbedaan sebagai daya ungkit. Menjadikan perbedaan
budaya sebagai daya ungkit merupakan sikap proaktif. Yaitu sikap yang
mengambil manfaat dari perbedaan. Dalam perspektif ini, perbedaan
budaya merupakan kekayaan, dan merupakan bagian dari potensi kita.
Proses coaching merupakan leverage atau daya ungkit yang membantu
mencapai kesuksesan yang lebih besar dan mengatasi tantangan yang
kompleks. Menjadikan budaya sebagai daya ungkit berarti secara
proaktif mempelajari budaya, dan mencari cara yang terbaik untuk
menemukan pandangan budaya yang menarik. Hal itu merupakan
pembangun sinergi, yaitu menciptakan keterpaduan yang lebih besar
daripada jumlah unsur yang diperlakukan secara terpisah.
b. Kemampuan Memahami

Kemampuan memahami orang merupakan salah satu aset terbesar yang


dimiliki seseorang, terutama pemimpin. Pemahaman itu akan membawa
pengaruh positif pada setiap bidang kehidupan, bukan di bidang bisnis saja.
Selain itu, memahami orang lain akan mempengaruhi kemampuan
berkomunikasi dengan orang lain. David Burns, seorang dokter dan
professor psikiatri di Universitas Pennsylvania, berkomentar, ”Kesalahan
besar yang Anda buat ketika berusaha meyakinkan orang adalah
menempatkan prioritas tertinggi Anda pada pengungkapan ide-ide dan
perasaan Anda.” Yang paling didambakan orang adalah supaya mereka
didengarkan, dihargai dan dimengerti. Begitu orang melihat bahwa mereka
dimengerti , mereka akan lebih termotivasi untuk memahami pandangan
Anda.”

Jika Anda dapat belajar memahami orang – bagaimana mereka


berpikir, apa yang mereka rasakan, apa yang menginspirasi mereka,
bagaimana kecenderungn mereka untuk bertindak dan bereaksi dalam situasi

222
tertentu – barulah Anda dapat memotivasi dan mempengaruhi mereka
dengan cara yang positif. Mengenal apa yang dibutuhkan dan diinginkan
orng merupakan kunci untuk memahami mereka. Jika Anda dapat
memahami mereka, Anda dapat mempengaruhi mereka serta mempengaruhi
kehidupan mereka secara positif. Menurut Dale Carnegie, memahami orang
lain membuahkan simpati, toleransi dan kebaikan.

c. Kemampuan Mendengarkan

Kemampuan untuk mendengarkan secara cerdas merupakan kunci untuk


dapat mempengaruhi orang lain. Pertimbangkan manfaat-manfaat men-
dengarkan yang kita temukan:

(a) Mendengarkan menunjukkan rasa hormat

(b) Mendengarkan membangun kepercayaan

(c) Mendengarkan membangun hubungan

(d) Mendengarkan meningkatkan pengetahuan

(e) Mendengarkan membangkitkan ide

(f) Mendengarkan menurunkan perlawanan

(g) Mendengarkan membangun harga diri pembicara

(h) Mendengarkan membangun karakter dan disiplin diri

(i) Mendengarkan membangun loyalitas.

Robert G. Imhoff menekankan, “Biarkan orang merasa yakin dengan


diri Anda. Mungkin mendengarkan tidak membantu Anda, tetapi pasti akan
membantu mereka.” Sekilas, mendengarkan orang lain tampaknya hanya
menguntungkan mereka, tetapi, ketika Anda menjadi pendengar yang baik,

223
Anda akan menempatkan diri pada posisi untuk membantu diri sendiri. Anda
memiliki kemampuan untuk mengembangkan hubungan yang kuat,
mengumpulkan informasi yang berharga, dan meningkatkan pemahaman
Anda mengenai diri sendiri dan orang lain.

Menyimak yang baik merupakan jembatan yang penting untuk


memahami karena hal itu mengubah hubungan secara keseluruhan antara
pemimpin dengan pengikut/anggota tim. Kira-kira 70 sampai 80 persen
waktu terjaga kita digunakan untuk komunikasi, dan lebih dari 50 persen
waktu melibatkan menyimak. Umpan balik juga merupakan resep yang
dibutuhkan dalam komunikasi yang efektif dan dibuat akurat hanya melalui
menyimak yang efektif.
2. Diskusi

Diskusi merupakan cara pembelajaran tim yang berguna jika tujuannya


untuk memperoleh pemecahan masalah yang lebih baik. Ada beberapa teknik
diskusi yang digunakan tim:

(a) Curah gagasan (Brainstorming)


(b) Diagram Sebab-Akibat
(c) Flowchart
(d) Mindstorming
a. Curah Gagasan
Curah gagasan (Brainstorming) adalah ibarat sekelompok orang yang
mengadakan pertemuan untuk membuat patung. Setiap orang membawa
sebongkah tanah liat dan menempatkannya di atas meja. Tanah liat itu
kemudian digabungkan menjadi sebuah gumpalan besar, lalu patung itu
dibentuk, diubah, dimodifikasi, dikurangi, ditambah, dan diubah lagi sampai
seluruh kelompok setuju dengan bentuk akhirnya.

224
Tujuan curah gagasan adalah menciptakan lingkungan bebas yang
mendorong ide dan pikiran kreatif/imajinatif. Metode ini digunakan untuk
mendiskusikan sebuah masalah spesifik dalam kelompok kecil (enam sampai
dua belas orang). Seorang anggota mencatat komentar dan saran. Semuanya
menunda penilaian atas semua saran. Setelah acara tersebut selesai, berbagai
saran dan ide itu dievaluasi.
b. Diagram Sebab-Akibat
Menurut diagram sebab-akibat, setiap akar masalah yang terjadi biasanya
bersumber dari elemen proses 7M : Manpower (tenaga kerja), Machines
(mesin dan/atau peralatan kerja), Methods (metode/prosedur kerja), Material
(bahan baku dan bahan penolong), Motivation (motivasi), Media
(lingkungan dan waktu kerja), Money (dukungan finansial).
c. Flowcharts

Flowchart digunakan untuk menghasilkan gambar mengenai bagaimana


pekerjaan diselesaikan dengan menghubungkan semua langkah yang diambil
dalam suatu proses. Ketika sebuah tim melakukan perbaikan/peningkatan
proses, pertama semua anggota tim perlu memiliki pemahaman yang sama
mengenai proses tersebut. Memiliki tim yang tepat sangat penting ketika
menggambar flowchart. Sangat perlu melibatkan semaua yang memiliki
kepentingan dengan proses tersebut.Ada prosedur yang sederhana untuk
diikuti ketika membuat flowchart:

(a) Lakukan curah gagasan mengenai semua aktivitas yang membentuk


proses
(b) Daftar semua aktivitas yang dilakukan secara berurutan
(c) Gunakan wallpaper atau lembar kertas lain yang besar, tulis aktivitas
dalam bentuk skema.

225
(d) Minta setiap anggota kelompok secara bergiliran apakah ada aktivitas
yang terlewat dan apakah anggota setuju dengan proses yang
digambarkan. Buat perubahan jika perlu.
(e) Uji flowchart tersebut dengan membuat contoh dan lakukan aktivitas
sesuai dengan flowchart tersenut (Kanji & Asher, 1996). Perhatikan
contoh flowchart seperti dalam Gambar 9.1.

. Meng- Evalua- Memilih Imple-


Identifi-
kasi dan hasilkan si alter- alterna- menta-
Evaluasi
diagno- solusi natif tif ter- sikan
hasil
sis ma- alterna- baik keputu-
salah tif san

GAMBAR 9.1
PROSES PEMBUATAN KEPUTUSAN

d. Mindstorming
Mindstorming merupakan salah satu cara pemecahan masalah yang sangat
ampuh dan sangat kreatif. Metode ini disebut juga dengan Metode
Duapuluh Ide. Mulai dengan mendefinisikan sasaran atau masalah Anda
sebagai pertanyaan di bagian atas kertas kosong. Misalnya, “Bagaimana
meningkatkan kinerja karyawan sampai enam bulan kemudian?”
Selanjutnya disiplinkan diri Anda untuk menulis 20 jawaban terhadap
pertanyaan tersebut. Jika Anda mau, Anda bisa menulis lebih dari 20
jawaban. Jika jawaban Anda lebih dari 20, pilih 20 saja. Seanjutnya, pilih
sekurang-kurangnya satu jawaban yang ada dalam daftar dan segera
menindaklanjuti.

226
D. Gugus Kendali Mutu
Salah satu manifestasi pembelajaran tim adalah Gugus Kendali Mutu
(GKM). GKM merupakan kelompok kecil pegawai yang bertemu secara
berkala untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang terkait
dengan produksi dan terhadap kualitas produk atau jasa (Shaw, 1988). GKM
biasanya terdiri atas 10 pegawai atau kurang dan dipimpin oleh penyelia atau
pegawai senior. Para peserta diajarkan teknik-teknik dasar pemecahan
masalah, serta berbagai teknik pengukuran dan strategi kualitas, yang
meliputi diagram sebab-akibat, diagram pareto, histogram, dan berbagi jenis
grafik (Shaw, 1988). Meskipun kelompok pegawai berpartisipasi dalam
mengembangkan solusi terhadap masalah, GKM dipandang sebagai proses
pembuatan keputusan konsultatif, bukan partisipatif karena GKM tidak bisa
mengimplementasikannya tanpa persetujuan manajemen. Proses ini
dirancang untuk mengembangkan potensi laten untuk pemecahan masalah
kreatif dalam organisasi.

GKM berasal dari Jepang dan kemudian dibawa ke Amerika Serikat.


Akan tetapi, bangsa Jepang telah mempelajari teknik kendali mutu statisk
dari bangsa Amerika. Pada tahun 1950-an para pakar dalam pengendalian
kualitas secara statistik dari AS membantu bangsa Jepang mengembangkan
program pelatihan mengenai pengendalian mutu. J.M. Juran dan W. Edwards
Deming adalah pakar yang dipercaya mengajar bangsa Jepang praktek dan
metodologi kualitas. Dr. Deming, seorang pakar matematika pemerintah
mengajar bangsa Jepang prinsip-prinsip pengendalian mutu secara statistik.
Dr. Juran mengajar bangsa Jepang Pengendalian Mutu secara Terpadu yang
menyatakan bahwa “kualitas dimulai dalam tahap rancangan dan berakhir
setelah pelayanan yang memuaskan diberikan kepada pelanggan (Shaw,
1988). Meskipun Dr. Juran menusulkan mengajarkan pengendalian mutu
kepada manajemen madya, namun bangsa Jepang memperluas konsep

227
mencakup mengajarkan pengendalian mutu kepada semua anggota
organisasi. Bangsa Jepang mulai menerapkan gagasan ini, dan pada tahun
1960, GKM yang pertama dikembangkan. Istilah quality circle muncul
karena para anggota kelompok pertama duduk melingkar selama pelatihan
(Shaw, 1988).

1. Pengertian dan Ciri GKM

Pengertian GKM banyak dikemukakan para pakar, namun dalam buku ini
hanya dua pengertian yang dijadikan rujukan adalah yang dikemukakan oleh
Fitzgerald dan Murphy (1982) dan Udpa (1986). Fitzgerald dan Murphy
(1982 dalam Shores, 1984): 24) mengemukakan semua unsur esensial GKM
dalam defisinya yang menyatakan:

A quality circle consists of three to twelve employees who perform


the same work or share the same work area and function and who
meet on a regular basis, normally one hour per week on company
time, in order to apply statistical techniques and tools learned in
extensive training to problems affecting their work and work area;
subsequently, they present solutions and recommendations to their
management for authorization to implement their solutions.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa GKM merupakan


kelompok kecil yang terdiri atas 3 sampai 12 pegawai yang melakukan
pekerjaan yang sama atau bekerja di area dan fungsi yang sama dan yang
bertemu secara teratur, biasanya satu jam seminggu pada jam kerja agar bisa
menerapkan teknik dan peralatan statistik yang dipelajari dalam pelatihan
yang ektensif terhadap masalah-masalah yang pekerjaan dan wilayah kerja
mereka; selanjutnya mereka menyampaikan solusi dan rekomendasi kepada
pihak manajemen untuk memperoleh otoritas mengimplementasikan solusi
tersebut.

228
Selain itu, Udpa (1986) mengemukakan pengertian lain GKM
sebagai berikut:

Quality Circle is a small group of employees in the same work-area


or doing a similar type of work who voluntarily meet regularly for
about an hour every week to identify, analyse and resolve work-
related problems, leading to improvement in their total performance,
and enrichment of their work life.

Dalam definisi tersebut, Udpa menjelaskan GKM merupakan


kelompok kecil dalam wilayah kerja yang sama atau yang melakukan jenis
pekerjaan yang mirip yang secara sukarela bertemu secara teratur selama
kira-kira satu jam setiap minggu untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan
memecahkan masalah yang terkait dengan pekerjaan, yang membawa kepada
perbaikan/peningkatan dalam kinerja mereka secara keseluruhan, dan
memperkaya kehidupan kerja mereka.

Dari dua pengertian di atas, GKM memiliki sejumlah cirri, yang di


antaranya:

a. GKM merupakan kelompok kecil yang terdiri atas 3 sampai 12


pegawai. GKM tidak boleh lebih kecil dari 3 anggota, karena akan
kehilangan vitalitas disebabkan jumlahnya yang terlalu kecil atau tingkat
ketidakhadiran yang tinggi. Hal ini bisa menyebabkan GKM menjadi
tidak/kurang aktif. Di sisi lain, lebih dari 10 anggota bisa menghilangkan
atau mengurangi partisipasi aktif setiap anggota. Dengan demikian, 3 sampai
10 dianjurkan sebagai masing-masing kekuatan minimum dan maksimum
dari GKM. Alasannya ialah jumlah interaksi di antara para anggota masih
bisa dikelola.

229
b. GKM diorganisasi dalam wilayah kerja yang sama atau melakukan
jenis pekerjaan yang mirip. GKM merupakan kelompok yang homogeny,
bukan antar-departemen atau antar-disiplin. Para anggota yang berpartisipasi
dalam aktivitas GKM harus pada panjang gelombang yang sama. Diskusi
yang terjadi pada pertemuan harus bisa dipahami oleh para anggota satu
sama lain. Hal ini hanya mungkin jika komposisi GKM meliputi orang-orang
yang bekerja dalam wilayah yang sama atau yang terlibat dalam jenis
pekerjaan yang mirip. Penunjukan anggota tidak harus setara, namun
pekerjaan yang mereka lakukan memiliki kesamaan.

c. GKM bersifat sukarela. Para anggota bergabung GKM atas dasar


kemauannya sendiri, tidak ada paksaan, atau tekanan. Hal ini didasarkan
pada prinsip sukarela.

d. GKM bertemu secara teratur selama kurang lebih satu jam setiap
minggu. Biasanya, GKM bertemu kira-kira satu jam seminggu. Oleh karena
itu, GKM mungkin bertemu sekurang-kurangnya empat atau lima kali setiap
bulan. Keteraturan pertemuan itu sangat penting dan harus dipatuhi.
Pertemuan ini bisa dilakukan selama atau sesudah jam kerja. Keputusan ini
diserahkan kepada para anggota.

e. GKM mengidentifikasi, menganalisis, dan memecahkan masalah yang


terkait dengan pekerjaan. Para anggota yang bekerja terus-menerus di
suatu wilayah kerja sangat mengetahui masalah apa yang menghalangi
capaian kualitas, produktivitas tinggi, atau kinerja optmal dan juga tahu
bagaimana semua itu diperbaiki atau diselesaikan. Oleh karena itu, para
anggota GKM bisa mengidentifikasi masalah dan mempertimbangkan
permohonan dari manajemen dan depattemen lain meneliti masalah-masalah
tertentu yang mengkhawatirkan mereka. Fokus GKM adalah “masalah yang
terkait dengan pekerjaan” dan bukan isu-isu lain, seperti keluahan atau

230
tuntutan. Manajemen yang tidak cerdas mungkin menganggap masalah ini
sebagai keluhan. Tetapi kematangan manajerial juga mengakui bahwa
produktivitas dan kualitas mungkin dipengaruhi banyak faktor, salah satu di
antaranya kebijakan manajemen yang kurang tepat.

f. GKM membawa kepada kinerja menyeluruh. Jika GKM memecahkan


masalah yang terkait dengan pekerjaan yang berhubungan dengan kualitas,
produktivitas, penurunan biaya, keselamatan, dan lain-lain , maka kinerja
menyeluruh secara alami meningkat. Hal ini akan menghasilkan keuntungan
nyata dan tidak kasat mata kepada seluruh organisasi.

g. GKM memperkaya kehidupan kerja. Manfaat GKM suatu organisasi


meliputi pengayaan kehidupan kerja pegawai selain perubahan sikap, budaya
tim yang kohesif, dan lain-lain. Lingkungan kerja yang semakin
baik/meningkat, hubungan dengan rekan kerja yang semakin menyenangkan,
kepuasan kerja yang semakin besar, dan lain-lain merupakan kontribusi
utama terhadap pengayaan kehidupan kerja mereka.

2. Prinsip-Prinsip GKM

Robert Cone (dalam dalam Shores, 1984):, otoritas yang terpercaya


mengenai budaya dan industry Jepang, meringkas prinsip-prinsip GKM
sebagai berikut:

(a) Mempercayai pegawai


(b) Membangun loyalitas pegawai kepada perusahaan
(c) Berinvestasi pada pelatihan dan memperlakukan pegawai sebagai
sumber daya
(d) Mengakui pencapaian pegawai
(e) Mendesentralisasikan pembuatan keputusan
(f) Pekerjaan harus dipandang sebagai usaha kooperatif dengan pegawai

231
a. Mempercayai Pegawai

Kepercayaan merupakan resep kunci dalam hubungan yang saling


menguntungkan, apakah pribadi atau bisnis. Kepercayaan itu muncul ketika
Anda memilih membiarkan diri Anda bergantung pada orang lain yang
perilaku masa depannya bisa mempengaruhi kesejahteraan Anda.
Kepercayaan terjadi dalam tingkat bahwa Anda sadar perilaku orang lain
dapat menguntungkan atau merugikan Anda, dan Anda merasa yakin bahwa
orang lain itu akan bertindak menguntungkan Anda.

Hubungan tidak tumbuh dan berkembang sampai orang saling


mempercayai. Kepercayaan dipelajari dari pengalaman masa lalu dengan
orang lain. Kepercayaan didapat ketika semua pihak membuka informasi
pribadi dan menagetahui bahwa mereka tidak akan tersakiti dengan membuat
dirinya mudah dikritik oleh orang/pihak lain. Kepercayaan yang meningkat
membawa berbagi lebih banyak informasi pribadi antara kedua belah pihak,
yang meningkatkan pola interaksi yang lebih sehat dan berkontribusi
terhadap pemecahan masalah dan produktivitas yang lebih baik.

Lebih jauh, banyak penelitian tentang kepercayaan dalam organisasi


menunjukkan bahwa kepercayaan itu penting dalam beberapa hal :

(a) Kepercayaan dapat meningkatkan kualitas kinerja karyawan,


pemecahan masalah, dan komunikasi

(b) Kepercayaan dapat mengangkat komitmen dan perilaku kewargaan


organisasi (organizational citizenship behavior)

(c) Kepercayaan dapat memperbaiki/meningkatkan hubungan kerja


bawahan-dan-atasan, implementasi kelompok kerja swa-kelola,

232
kemampuan perusahaan beradaptasi terhadap kompleksitas dan
perubahan

(d) Kepercayaan radikal menciptakan kesuksesan radikal

(e) Kepercayaan merupakan satu-satunya kontributor terbesar terhadap


tim yang berkinerja tinggi

(f) Kepercayaan yang tinggi memicu inovasi dan profit

(g) Kepercayaan menyebabkan retensi/bertahannya karyawan di


perusahaan (Whitener dan Stahl, 2004: 111; Healey, 2007).

Di sisi lain, hilangnya kepercayaan akan berakibat buruk, di


antaranya:

(a) Ketidakpercayaan menyebabkan perilaku “kita versus mereka.”

(b) Ketidakpercayaan menurunkan keingingan karyawan berkontribusi


terhadap sasaran produktivitas

(c) Ketidakpercayaan menyuburkan rasa takut dan perilaku destruktif

(d) Ketidakpercayaan membuat krisis lebih buruk

(e) Ketidakpercayaan itu mahal (Shockley-Zilabak dalam Kaswan,


2013).

b. Membangun Loyalitas Pegawai kepada Perusahaan

Setiap organisasi/perusahaan ingin menghasilkan kinerja yang istimewa


ditinjau dari perspektif finansial, pelanggan dan proses bisnis internal. Dan
kinerja itu banyak ditentukan oleh karyawan/pegawai yang puas, komitmen,

233
loyal dan produktif.. Dan SDM seperti apa yang puas, komitmen, loyal dan
produktif yang dapat menghasilkan kinerja istimewa itu?
Setiap eksekutif merasakan kebutuhan terhadap pelanggan yang puas
dan loyal. Begitu juga mendengar perusahaan yang sudah “go public” ,
sangat menghargai kebutuhan akan investor yang puas dan loyal. Investor
dan pelanggan menyediakan sumber daya finansial yang memungkinkan
organisasi bertahan. Namun tidak semua eksekutif memahami kebutuhan
menciptakan kepuasan dan loyalitas di antara pegawai. Dengan demikian,
loyalitas pegawai merupakan faktor utama yang berkontribusi terhadap
kinerja istimewa organisasi (Kaswan, 2012). Loyalitas bisa didefinisikan
sebagai :
Employees who plan to stay with their current employer for more
than two years and are willing to protect and save face for another
person. It is one of the key dimensions that make up the concept of
trust. Loyalty can be affected by several issues, such as benefits and
pay, working environment, job satisfaction, and customers (Burns,
2012: 310).

Dalam pengertian di atas, loyalitas berarti rencana pegawai bertahan


dengan perusahaan/organisasi saat ini selama lebih dari dua tahun dan
bersedia melindungi dan menyelamatkan muka untuk orang/pegawai lain.
Loyalitas merupakan salah satu dimensi utama yang merupakan konsep
kepercayaan. Loyalitas mungkin dipengaruhi oleh beberapa isu, seperti
tunjangan dan gaji/upah, lingkungan kerja, kepuasan kerja, dan pelanggan.
Perusahaan/organisasi berusaha menciptakan loyalitas di antara
pegawai, karena pergantian pegawai sangat mahal bagi lini dasar. Salah satu
cara meningkatkan loyalitas di tempat kerja adalah melibatkan pelanggan
internal dan membuat mereka menjadi bagian dari solusi. Mengembangkan
sistem umpan balik pegawai mungkin bermanfaat bagi pegawai, membantu
mereka merasa penting bagi organisasi. Sistem umpan balik pegawai

234
menciptakan komunikasi terbuka di antara manajemen dan pegawai, dan jika
pegawai merasa didengar dan diakui, mereka akan merasa lebih loyal
terhadap organisasi dan lebih mampu membangun kepercayaan.
c. Berinvestasi pada pelatihan dan memperlakukan pegawai sebagai
sumber daya

Pengembangan dan pelatihan karyawan merupakan kontributor kunci


terhadap strategi bisnis yang didasarkan pada pengembangan modal
intelektual, membantu mengembangkan talenta manajerial, dan memberi
kesempatan pada karyawan memikul tanggung jawab atas karirnya sendiri.
Pengembangan dan pelatihan karyawan merupakan komponen usaha
organisasi yang diperlukan untuk bersaing dalam ekonomi baru, untuk
menjawab tantangan persaingan global dan perubahan sosial, serta
memadukan kemajuan dan perubahan teknologi dalam desain pekerjaan.
Pengembangan dan pelatihan karyawan merupakan kunci untuk memastikan
bahwa karyawan memiliki kompetensi yang diperlukan untuk melayani
pelanggan dan menciptakan produk baru dan solusi pelanggan.
Pengembangan dan pelatihan karyawan juga penting untuk memastikan
bahwa organi-sasi/perusahaan mempunyai talenta manajerial yang
dibutuhkan melaksanakan strategi pertumbuhan dengan sukses. Terlepas
strategi bisnis apapun, pengembangan karyawan itu penting untuk
mempertahankan karyawan yang bertalenta. Kecuali itu, karena perusahaan
dan karyawan harus terus menerus belajar dan berubah untuk memenuhi
kebutuhan kebutuhan pelanggan dan bersaing di pasar yang baru, penekanan
terhadap pelatihan dan pengembangan semakin meningkat (Noe, dkk, 2006:
382).

Selain itu, kualitas perlakuan terhadap pegawai juga tidak kalah


pentingnya. Hyter dan Turnock (2005) menjelaskan bahwa dalam

235
lingkungan kerja di mana perlakuan berkualitas merupakan norma, manajer
dan pegawai memperlakukan satu sama lain dengan hormat dan penuh
pertimbangan. Lingkungan yang demikian terbuka dan menerima keragaman
dalam semua aspek yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Lingkungan itu
juga ditandai oleh kerja tim dan dukungan di antara teman sejawat, juga
antara manajer dan pegawai, karena setiap orang bekerja sama untuk
mencapai sasaran bisnis yang sama.

d. Mengakui Pencapaian Pegawai

Pengakuan merupakan salah satu motivator yang ampuh. Orang ingin tahu
bukan hanya mengenai seberapa baik dia telah mencapai sasarannya atau
menjalankan pekerjaannya, tetapi juga seberapa besar pengakuan organisasi
terhadap kinerjanya. Tindakan pegakuan dapat berupa promosi, penempatan
pada proyek yang bergengsi, perluasan pekerjaan untuk memberinya lingkup
pekerjaan yang lebih menarik dan menguntungkan, dan berbagai simbol
status dan kebanggan. Oleh karena itu, pemimpin mencari kesuksesan
pegawainya setiap hari dan mengaakuinya di tempat. Seorang karyawan
yang melakukan kinerja yang luar biasa atau memberikan kontribusi yang
sangat berharga layak mendapat pengakuan. Pengakuan akan mendorong
organisasi mencapai sasaran/tujuannya.

e. Mendesentralisasikan Pembuatan Keputusan

Sebagai seorang pemimpin, Anda harus mampu mendesentralisasikan


pembuatan keputusan atau mendelegasikan sebagian pekerjaan Anda kepada
bawahan/pegawai Anda. Yang dimasud dengan pendelegasian adalah “
proses memberikan otoritas membuat keputusan kepada pegawai yang lebih
rendah.” (Mynatt, 2009). Agar proses tersebut berhasil, pegawai harus
menjalankan kerja sama dan kerja sama diperlukan untuk keberhasilan

236
peneyelesaian tugas yang didelegasikan. Pemberdayaan tenaga kerja dan
pendelegasian saling terkait. Pemberdayaan terjadi ketika pegawai pada level
yang lebih tinggi berbagi kekuasaan dengan pegawai pada level yang lebih
rendah. Ini meliputi pemberian pelatihan, peralatan, dukungan manajemen
yang diperlukan pegawai untuk menyelesaikan tugas. Dengan demikian,
pegawai yang diberdayakan memiliki otoritas dan kapabilitas menyelesaikan
pekerjaan. Meskipun otoritas dapat didelegasikan, namun tanggung jawab
tidak, orang yang mendelegasikan tugas pada akhirnya bertanggung jawab
atas keberhasilannnya. Oleh karena itu, pegawai yang ditugaskan
bertanggung jawab mencapai sasaran dan tujuan tugas.

Pendelegasian yang efektif bermanfaat bagi pimpinan/manajer,


pegawai, dan organisasi. Barangkali manfaat yang paling utama bagi
organisasi adalah kualitas pekerjaan yang lebih baik. Pendelegasian bisa
meningkatkan kualitas pekerjaan dengan memberi kesempatan kepada
pegawai yang memiliki pengetahuan langsung tentang produk atau jasa,
yang membuat keputusan dan menyelesaikan tugas. Kualitas juga meningkat
melalui orang-orang yang bermotivasi tinggi.

f. Pekerjaan harus Dipandang sebagai Usaha Kooperatif

Ada kekuatan yang luar biasa ketika orang bekerja bersama-sama. Bergaul
dengan individu-individu yang sepikiran, yang berorientasi kepada sukses ,
yang riang – Tim Impian – adalah salah satu alat sukses yang paling
menakjubkan. Siapa pun yang meraih sukses besar – siapa pun – pasti
mempunyai Tim Impian. Menurut Steven K. Scott, kita banyak memperoleh
manfaat dengan memiliki Tim Impian:

(a) Anda akan mencapai mimpi, tujuan, rencana, dan sasaran Anda
(b) Anda akan mengurangi risiko

237
(c) Anda akan mendapatkan kebijaksanaan yang akan melayani Anda di
sisa kehidupan Anda
(d) Di waktu penuh masalah, Anda akan mempunyai orang yang
membantu Anda
(e) Anda akan mampu memenangkan peperangan yang akan
membalikkan kekalahan
(f) Anda akan mencapai kesuksesan yang lebih besar

Kita semua tahu bahwa dua kepala lebih baik dibandingkan satu kepala
dalam memecahkan masalah atau menciptakn hasil. Jadi, bayangkan
memiliki sebuh kelompok tetap yang terdiri lima sampai enam orang yang
bertemu setiap minggu untuk tujuan memecahkan masalah, melakukan curah
pendapat, membentuk jaringan, dan saling mendukung serta memotivasi satu
sama lain. Proses ini dinamakan proses mastermind.

3. Efektivitas GKM

Dalam bagian ini, kita akan membahas dua hal utama, yaitu dampak GKM,
dan persyaratan efektivitas.

a. Dampak GKM

Efektivitas GKM mungkin bisa diukur dalam beberapa cara. . Dewar (dalam
Shores, 1984) membedakan pengukuran itu menjadi tiga kategori: (1)
peningkatan kualitas, (2) peningkatan sikap, dan (3) reduksi biaya. Akan
tetapi, ketiga ukuran ini berkaitan satu sama lain. Misalnya, meningkatnya
sikap pegawai bisa berdampak terhadap meningkatnya mutu, dan
menurunnya biaya, atau sebaliknya.

1) Peningkatan Mutu

238
Karena konsep mutu tidak sederhana, maka baanyak indikaor yang
menunjukkan meningkatnya mutu, di anataranya:

(a) Meningkatnya kepuasan pelanggan

(b) Membuat produk semakin layak dijual

(c) Semakin kompetitif

(d) Meningkatnya pangsa pasar

(e) Menambah income penjualan

(f) Menempati harga premium.

(g) berkurangnya tingkat kesalahan

(h) berkurangnya pengerjaan ulang, dan/atau penghamburan

(i) berkurangnya kegagalan di lapangan, dan biaya jaminan

(j) berkurangnya keluhan pelanggan

(k) Meningkatnya hasil, dan kapasitas

(l) Meningkatnya kinerja penyampaian

2) Meningkatnya Sikap Pegawai

Sikap kerja memiliki daya tarik ganda bagi manajer/pimpinan (Kreitner


Kinicki, 2010). Di satu sisi, sikap kerja merepresentasikan hasil penting yang
perlu ditingkatkan. Pada sisi lain, sikap kerja merupakan gejala dari potensi
masalah lain. Misalnya, kepuasan kerja yang rendah mungkin gejala nilai
pegawai untuk keluar. Dengan demikian amat penting bagi
manajer/pimpinan memahami penyebab dan akibat sikap-sikap kerja utama.
`Bagaimana sikap Anda terhadap pekerjaan? Apakah pekerjaan
sesuatu yang bermakna sehingga mendefinisikan dan memuaskan Anda, atau
sekedar cara untuk membayar tagihan Anda? Menariknya, sikap terhadap

239
pekerjaan telah berubah secara signifikan seiring perjalanan sdejarah.
Misalnya,bagi orang Yunani awal pekerjaan merupakan sesuatu yang
dikerjakan para budak. Berlanan dengan saat ini, pekerjaan dipandang oleh
banyak orang sebagai sumber kepuasan dan kesenangan, sehingga semakin
tumbuh perasaan bahwa pekerjaan harus menyenangkan. Meskipun tidak
semua orang setuju dengan bersenang-senang di tempat kerja, namun
organisasi seperti Soutwest Airline telah mengubah pekerjaan menjadi
keunggulan bersaing strategis.
Work attitudes atau sikap kerja didefinisikan sebagai” collections of
feelings, beliefs, and thoughts about how to behave that people currently
hold about their jobs and organizations” (George & Jones, 2012.71). Pada
dasarnya, sikap kerja merupakan kumpulan perasaan, kepercayaan, dan
pemikiran yang dipegang orang tentang bagaimana berperilaku pada saat ini
mengenai pekerjaan dan organisasi, Sikap lebih spesifik daripada nilai dan
tidak bersifat permanen karena cara orang mempersepsi dan menghayati
pekerjaannya sering berubah seiring waktu. Misalnya, situasi kerja seseorang
mungkin berubah disebabkan oleh transfer kerja atau karena promosinya
diterima atau ditolak. Akibatnya, sikap kerjanya mungkin juga berubah.
Mengkaji sikap sangat penting karena beberapa alasan (Reece,
Brandt & Howie, 2011; Levy, 2010). Pertama, telah lama diperkirakan
bahwa sikap kerja mempengaruhi perilaku kerja, yang menjelaskan mengapa
manajer dan eksekutif begitu tertarik kepadanya. Kedua, karena alasan
kemanusiaan, meningkat sikap kerja pegawai merupakan sasaran yang
dikehendaki dari sikap kerja. Seperti yang dinyatakan Edwin Locke (dalam
Reece, Brandt & Howie, 2011), “Kebahagiaan adalah tujuan hidup – dan
membuat orang bahagia di tempat kerja harus menjadi tujuan organisasi.
Ketiga, mempelajari sikap kerja bisa membantu kita memahami
kompleksitas kehidupan kerja dan kehidupan di luar kerja. Keempat, banyak

240
organisasi menemukan bahwa sikap pegawai ada hubungan dengan
kemampuan memperoleh keuntungan organisasi. Temuan ini telah membawa
kepada perubahan besar dalam proses hiring. Banyak organisasi berpendapat
bukan kemampuan teknis pegawai merupakan indikator terbaik kinerja masa
depan. Mereka menemukan bukan kurangnya ketrampilan teknis merupakan
alas an utama mengapa rekrutmen pegawai baru mengalami kegagagalan,
melainkan ketrampilan interpersonal.

Para pakar Perilaku Organisasi (Robbins & Judge, 2013; Uhl-Bien,


Schermerhorn, & Osborn, 2014; Griffin &Moorhead, 2014; Luthans, 2011)
menyebutkan banyak sikap kerja, tetapi di antaranya yang utama adalah: (1)
kepuasan kerja, (2) komitmen organisasi, (3) keterlibatan kerja, (4)
engagement pegawai, (5) semangat kerja (morale), (6) dukungan organisasi
(perceived organizational support), (7) keadilan organisasi, dan (8)
organizational citizenship behavior.
Melalui GKM, sikap kerja kerja pegawai meningkat dalam
pengertian terjadinya peningkatan dalam kepuasan kerja, komitmen
organisasi, keterlibatan kerja, engagement pegawai, semangat kerja, perilaku
kewargaan organisasi.

Sikap kerja ini pada gilirannya menurunkan perilaku kontraproduktif


pegawai di tempat kerja, seperti: kemangkiran, keterlambatan datang di
tempat kerja, pencurian, keluar kerja, dan penyimpangan-penyimpangan lain.

3) Penurunan Biaya Kualitas

Seperti yang disebutkan di atas, peningkatan mutu bisa berdampak positif


terhadap pengurangan biaya. Yaitu penurunan biaya karena berkurangnya
pengerjaan ulang, lebih sedikit kesalahan, lebih sedikit keterlambatan dan
halangan tiba-tiba, dan penggunaan waktu dan bahan yang lebih baik.

241
Penurunan biaya ini pada gilirannya memiliki pengaruh positif pada aspek-
aspek lain, seperti yang dikemukakan sebagai reaksi mata rantai Deming,
yang terlihat dalam Gambar 9.2.

Perbaikan Mutu

Penurunan biaya karena berkurangnya


pengerjaan ulang, lebih sedikit kesalahan, lebih
sedikit keterlambatan dan halangan tiba-tiba, dan
penggunaan waktu dan bahan yang lebih baik

Produktivitas Meningkat

Menangkap pasar dengan dengan mutu yang


lebih baik dan harga yang lebih rendah

Tetap/bertahan dalam bisnis

Menyediakan pekerjaan dan pekerjaan

yang lebih banyak

GAMBAR 9.2

REAKSI MATA RANTAI DEMING

242
b. Persyaratan Efektivitas

Efektivitas GKM dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Akan tetapi, ada tiga
persyaratan dasar yang harus dipenuhi agar GKM menjadi efektif (Smither,
Houston, & McIntire, 1996). Pertama, anggota GKM harus menerima
pelatihan dalam teknik pemecahan masalah yang memungkinkan mereka
memecahkan masalah yang terkait dengan pekerjaan secara efektif. Pelatihan
yang efektif dapat meningkatkan kinerja, memperbaiki semangat kerja, dan
mendongkrak potensi organisasi. Pelatiham yang kurang baik, tidak sesuai,
atau tidak memadai bisa menjadi sumber frustasi bagi setiaporang yang
terlibat. Untuk memaksimalkan manfaat pelatihan,manager atau pemimpin
harus memanatau proses pelatihan.

Kedua, pegawai harus diyakinkan bahwa solusi yang dihasilkan


GKM tidak akan menimbulkan dampak negatif, seperti pemutusan hubungan
kerja (PHK), atau pemotongan gaji/pendapatan. Memang, banyak pegawai
tidak produktif karena dihantui oleh rasa takut dalam pekerjaan. Rasa takut
dalam pekerjaan terlihat dalam banyak bentuk : takut teguran, takut gagal,
takut terhadap apa yang tidak diketahui, takut terhadap perubahan. Banyak
karyawan takut hukuman atau teguran karena tidak memenuhi kuota dank
arena masalah system yang berada di luar kendalinya. Para manajer bersaing
satu sama lain untuk meproteksi pekerjaannya atau untuk menerima
penilaian kinerja yang lebih tinggi. Rasa takut mendorong berpikir jangka
pendek, dan mementingkan diri sendiri, bukan perbaikan jangka panjang
untuk keuntungan semua.

Ketiga, manajer senior harus secara gamblang menunjukkan


dukungan terhadap keberadaan GKM. Yaitu sejauh mana pegawai percaya
bahwa manajemen menghargai kontribusi para anggota GKM dan peduli
terhadap kesejahteraan mereka.

243

Anda mungkin juga menyukai