Anda di halaman 1dari 85

SKRIPSI

PENGARUH FOTOTERAPI TERHADAP PENURUNAN


DERAJAT IKTERIK PADA BAYI BARU
LAHIR DI RUANG PERINATOLOGI
RSUD GRATI KABUPATEN
PASURUAN

Oleh :
ERYTRINA FEBRI SARIJAYA
NIM :
2021030378

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HUSADA JOMBANG
2023

PAGE \* MERGEFORMAT ii
SKRIPSI

PENGARUH FOTOTERAPI TERHADAP PENURUNAN


DERAJAT IKTERIK PADA BAYI BARU
LAHIR DI RUANG PERINATOLOGI
RSUD GRATI KABUPATEN
PASURUAN

Skripsi ini Dilaksanakan untuk Memperolah Gelar Sarjana Keperawatan


(S.Kep) dalam Program Studi Ilmu Keperawatan
Pada Program Studi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Husada Jombang

Oleh :
ERYTRINA FEBRI SARIJAYA
NIM :
2021030378

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HUSADA JOMBANG
2023

PAGE \* MERGEFORMAT ii
SURAT PERNYATAAN

Saya Bersumpah Bahwa Skripsi Ini Adalah Hasil Karya Sendiri Dan Belum

Pernah Dikumpulkan Oleh Orang Lain Untuk Memperoleh Gelar Dari Berbagai

Jenjang Di Perguruan Tinggi Manapun. Saya siap menyerahkan Softcopi untuk

keperluan institusi baik kepengarangan atau publikasi.

Jombang, 2023

Yang Menyatakan

Ttd

ERYTRINA FEBRI SARIJAYA


NIM : 2021030378

PAGE \* MERGEFORMAT v
LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini telah di konsulkan dan siap dipresentasikan dan dipertanggung

jawabkan pada sidang Skripsi pada.

Hari : Rabu

Tanggal : 23 Agustus 2023

Oleh
Pembimbing I

Enny Pupita, S. ST.,M.Kes


NPP : 011305105

Pembimbing II

Aditya N.A.S. Kep.,Ns.,M.Kep


NPP : 011305114

PAGE \* MERGEFORMAT v
PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah diuji dan di tetapkan

Pada Tanggal : 23 Agustus 2023

PANITIA PENGUJI

Ketua : Dr. Darsini, S. Kep., Ns.,M. Kes. :( )


NPP : 011305122

Anggota I : Enny Puspita, S.ST., M. Kes :( )


NPP : 011305105

Anggota II : Aditya N. A, S. Kep., Ns., M. Kep :( )


NPP : 011305114

Mengetahui
Ketua STIKES HUSADA Ka. Prodi Sarjana KeperawatanSTIKES
HUSADA Jombang

Dra. Hj. Soelijah Hadi, M.Kes., MM Sylvie Puspita., S.Kep.,Ns.,M.Kep


NPP : 010201001 NPP : 011305103

PAGE \* MERGEFORMAT v
Pengaruh Fototerapi Terhadap Derajat Ikterik Pada Bayi Baru Lahir
Di Ruang Perinatologi RSUD Grati Kabupaten Pasuruan
Erytrina Febri Sarijaya
1. Mahasiswi STIKES HUSADA JOMBANG
2. Pembimbing 1 Program STIKES HUSADA JOMBANG
3. Pembimbing 2 Program STIKES HUSADA JOMBANG

Alamat : Jl. Veteran Mancar Peterongan Jombang, Tlp. (02321) 877025

Abstrak

Fototerapi rumah sakit merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah


kadar Total Bilirubin Serum (TSB) meningkat. Uji klinis telah divalidasi
kemanjuran fototerapi dalam mengurangi hiperbilirubinemia tak terkonjugasi
yang berlebihan, dan implementasinya telah secara drastis membatasi
penggunaan transfusi tukar (Bhutani, 2018). Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui derajat ikterik pada bayi baru lahir sebelum dilakukan fototerapi,
untuk mengetahui derajat ikterik pada bayi baru lahir setelah dilakukan
fototerapi, untuk mengetahui pengaruh fototerapi terhadap derajat ikterik pada
bayi baru lahir. Jenis penelitian adalah pre eksperimental dengan menggunakan
pendekatan rancangan penelitian one group pretest – post test design. Populasi
penelitian ini adalah semua bayi ikterik yang dilakukan fototerapi dan dirawat
Ruang Perinatologi RSUD Grati Kabupaten Pasuruan pada 1 Juni - 31 Juli 2023.
Sampel penelitian sebanyak 15 responden dengan teknik Kuota Sampling.
Metode analisis data univariate dengan deskriptif persentase dan analisis bivariat
dengan uji Wilcoxon Signed Ranks Test dengan hasil pada fototerapi 2 x12 jam
diperoleh p = 0,000. Hasil penelitian adalah derajat ikterik sebelum dilakukan
fototerapi sebagian besar 5 (40%), derajat ikterik setelah dilakukan fototerapi 2 x
12 jam sejumlah responden semua mengalami penurunan derajat ikterik dan
sebagian besar memiliki derajat ikterik 3 (60%). Terdapat pengaruh fototerapi
terhadap derajat ikterik pada bayi baru lahir di Ruang Perinatologi RSUD Grati
Kabupaten Pasuruan.

Kata kunci: Fototerapi, derajat ikterik.

PAGE \* MERGEFORMAT v
The Effect Of Photo Therapy On The Degree Of Jaundice In
Newborns In Hospital Rsud Grati Kabupaten Pasuruan
Erytrina Febri Sarijaya
1. Student of STIKES HUSADA JOMBANG
2. Supervisor 1 of the STIKES HUSADA JOMBANG Program
3. Supervisor 2 of the STIKES HUSADA JOMBANG Program

Alamat : Jl. Veteran Mancar Peterongan Jombang, Tlp. (02321) 877025

Abstract

Hospital phototherapy is an effective measure to prevent the levels of total


serum bilirubin (TSB) increased. Clinical trials have validated the efficacy of
phototherapy in reducing excessive unconjugated hyperbilirubinemia, and its
implementation has been Drastically restrict the use of exchange transfusion
(Bhutani, 2011). The purpose of this study was to determine the degree of
jaundice in newborns prior to phototherapy, to determine a degree of jaundice in
newborn infants after phototherapy, phototherapy to determine the effect of the
degree of jaundice in newborns. This type of research is to use the pre
experimental research design approach one group pretest - post-test design. The
study population was all done baby jaundice phototherapy and cared in Hospital
RSUD Grati in June and July 2023. Samples are 15 respondents with a quota
sampling technique. Methods of data analysis with descriptive univariate and
bivariate analysis with the percentage of Wilcoxon Signed Ranks test results on
phototherapy Test with 2x12 hours 2 x 12 hours to obtain p = 0.000 . The result is
a degree of jaundice prior to phototherapy mostly 5 (40%), the degree of jaundice
after phototherapy 2 x 12 hours to 15 respondents all experienced a decrease in
the degree of jaundice and most have a degree of jaundice 3 (60%). There is a
degree of influence of phototherapy for jaundice in newborn babies in hospitals
RSUD Grati.

Keywords: Phototherapy, the degree of jaundice.

PAGE \* MERGEFORMAT v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
bimbingan-Nya kami dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Pengaruh
Fototerapi terhadap penuruan Derajat Ikterik pada bayi baru lahir di Ruang
Perinatologi RSUD Grati Kabupaten Pasuruan”.
Bersama ini perkenankan saya ucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya dengan hati tulus kepada yang terhormat:
1. Drg Dyah Retno, Selaku Direktur Rumah Sakit RSUD Grati Kabupaten
Pasuruan.
2. Dra. Hj. Soelijah Hadi, M.Kes., MM, Selaku ketua STIKES Husada Jombang
yang telah memberikan dukungannya yang hingga terselesaikannya studi kasus
ini.
3. Sylvie Puspita., S.Kep.,Ns.,M.Kep, Selaku Kepala Prodi Sarjana Keperawatan
STIKES Husada Jombang.
4. Dr. Darsni, S. kep., Ns.,M.Kes Selaku ketua
5. Enny Puspita S.ST.,M.Kes Selaku Pembimbing I
6. Aditya N.A.S. Kep.,Ns.,M.Kep Selaku Pembimbing II
7. Para bapak/ibu dosen di STIKES Husada Jombang, atas semua masukan yang
telah diberikan.
8. Suami saya yang telah memberikan dukungan baik moral maupun materiil.
9. Teman – teman mahasiswa di STIKES Husada Jombang atas saran dan
kritiknya.
10. Serta pihak – pihak lain yang telah membantu hingga terselesaikannya studi
kasus ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala bantuan yang
diberikan dan semoga karya tulis ini berguna bagi diri kami sendiri maupun pihak
lain yang memanfaatkannya.
Pasuruan, 2023
Peneliti

Erytrina Febri Sarijaya


Nim : 2021030378

DAFTAR ISI

PAGE \* MERGEFORMAT v
Halaman
Halaman Sampul Depan...................................................................................... i
Halaman Sampul Dalam...................................................................................... ii
Halaman Pernyataan............................................................................................ iii
Halaman Persetujuan........................................................................................... iv
Halaman Penetapan Panitia Penguji.................................................................... v
Halaman Kata Pengantar...................................................................................... vi
Daftar Isi.............................................................................................................. viii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Ikterus neonatorum......................................................................... 6
2.1.1 Pengertian Ikterus Neonatorum............................................. 9
2.1.2 Klasifikasi Ikterus................................................................. 11
2.1.3 Etiologi Ikterus...................................................................... 13
2.1.4 Patofisiologi Ikterus.............................................................. 13
2.1.5 Penatalaksanaan Ikterus.........................................................
2.1.6 Pencegahan Ikterus................................................................
2.2 Fototerapi........................................................................................ 16
2.2.1 Pengertian Fototerapi............................................................ 16
2.2.2 Penatalaksanaan Fototerapi................................................... 17
2.2.3 Efek Samping Fototerapi....................................................... 18

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN


3.1 Kerangka konseptual....................................................................... 29
3.2 Hipotesis......................................................................................... 30

BAB IV METODE PENELITIAN


4.1 Desain penelitian............................................................................. 31
4.1.1 Kerangka kerja....................................................................... 32
4.2 Populasi, sampel, dan teknik sampling........................................... 33
4.2.1 Populasi................................................................................. 33
4.2.2 Sampel................................................................................... 33
4.2.3 Teknik sampling.................................................................... 33
4.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional.................................. 34
4.3.1 Variabel penelitian................................................................ 34
4.3.2 Definisi operasional.............................................................. 35
4.4 Bahan penelitian.............................................................................. 36

4.5 Instrumen penelitian........................................................................ 36


4.6 Lokasi dan waktu penelitian............................................................ 36
4.7 Prosedur Pengambilan atau Pengumpulan Data.............................. 36

PAGE \* MERGEFORMAT v
4.8 Cara analisa Data............................................................................. 37
4.9 Masalah etik..................................................................................... 39
4.9.1 Informd consent..................................................................... 39
4.9.2 Anonimity.............................................................................. 39
4.9.3 Confidentiality....................................................................... 39

Daftar Pustaka........................................................................................
Lampiran................................................................................................

PAGE \* MERGEFORMAT v
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

Daftar Singkatan :

MH : Magister Managemen

S.Kep : Sarjana Keperawatan

Ns. : Nersing (Ners)

M.Kes : Magister Kesehatan

M.Kep : Keperawatan

BBLR : Berat Badan Lahir Rendah

WHO : World Health Organization

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

PAGE \* MERGEFORMAT v
DAFTAR LAMBANG

% : Persen

> : Lebih besar sama dengan

< : Kurang
0
C : Derajat celcius

= : Sama dengan

PAGE \* MERGEFORMAT v
13

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikterus neonatorum merupakan keadaan klinis pada bayi yang di tandai oleh

pewarnaan kuning yang tampak di kulit, conjungtiva dan skelara mata. Dilaporkan ,bahwa

sekitar 15 juta bayi lahir premature di dunia setiap tahun, lebih dari satu dari 10 kelahiran.

Kelahiran premature meningkat setiap tahun dihampir semua Negara. 6 kelahiran premature

adalah kelahiran hidup dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu, yang menyebabkab

morbiditas dan mortalitas perinatal (Prasetyo, 2019).

Word Health Organization (WHO) tahun 2018 menyatakan kejadian Ikterus di

Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% menderita

ikterus dalam minggu pertama kehidupannya (Indriyani, 2019). Berdasarkan data riset

kesehatan dasar (Riskesdas,2015) menunjukan angka bilirubin tinggi pada bayi baru lahir

Indonesia sebesar 51,47% dengan faktor penyebabnya adalah Asfiksia 51%, BBLR 42,9%,

Sectio caesaria 18,9%, prematur 33,3%, kelainan konginetal 2,8% dan sepsis 12%. Daerah

Jawa Timur Angka Kematian Bayi (AKB) tertinggi terjadi di Kabupaten Probolinggo yaitu

sebesar 61,48 per 1.000 kelahiran hidup sedangkan AKB terendah terjadi di Kota Blitar

yaitu 17,99 per 1.000 kelahiran hidup dan untuk AKB di Kota Malang sebesar 21,28 per

1.000 kelahiran hidup. Data di RSUD Grati selama setahun terdapat 35 bayi baru lahir yang

mengalami ikterus. Penyebab kematian neonatal terbanyak adalah BBLR, asfiksia dan kasus

Ikterus neonatorum karena hiperbilirubin (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2020).

Ikterus disebabkan oleh akumulasi bilirubin bebas di dalam darah yang berlebihan.

Dampak dari ikterus neonatorum dapat berbahaya jika bilirubin bebas masuk ke dalam sel-

sel otak yang menyebabkan kerusakan selsel otak secara permanen. Ikterus neonatorum

sering ditemukan pada bayi cukup bulan, Lebih bulan dan terutama bayi kurang bulan.

Ikterus atau dikenal dengan penyakit kuning terkait erat dengan bayi premature dan bayi

cukup bulan. Ada beberapa cara mencegah ikterus, diantaranya Mencegah bayi lahir

PAGE \* MERGEFORMAT v
14

prematur, pemeriksaan kehamilan secara rutin. Dan pemberian ASI secara berkala serta

cukup pada bayi. Apbila ikterus terlanjur terjadi, salah satu penanganan yang bisa dilakukan

adalah fototerapi. Fototerapi adalah penggunaan cahaya tampak untuk mengobati ikterus

yang parah pada masa neonatal. Sekitar 60% bayi cukup bulan dan 85% bayi prematur akan

mengalami ikterus klinis yang tampak pada hari ke-3, mencapai puncak pada hari ke-5-7,

dan sembuh pada usia 14 hari pada bayi cukup bulan dan 21 hari pada bayi prematur.

Pengobatan dengan fototerapi dilakukan untuk mencegah efek neurotoksik dari kadar

bilirubin tak terkonjugasi yang tinggi di dalam serum. Fototerapi adalah metode yang aman

dan efektif untuk mengurangi atau mencegah peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi

dalam serum dan mengurangi kebutuhan transfusi darah pada neonatus. (Sari, 2023 )

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

“ Pengaruh Fototerapi terhadap Penurunan derajat ikterik pada bayi baru lahir di Ruang

Perinatologi RSUD Grati Kabupaten Pasuruan”

1.2 Rumusan Masalah

“Apakah ada Pengaruh Fototerapi Terhadap Penurunan derajat ikterik pada bayi baru

lahir di Ruang Perinatologi RSUD Grati Kabupaten Pasuruan?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Fototerapi

terhadap penurunan derajat ikterik pada bayi baru lahir di Ruang Perinatologi RSUD

Grati Kabupaten Pasuruan

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi derajat ikterik pada bayi sebelum dilakukan fototerapi pada bayi

baru lahir yang menderita ikterik di ruang Perinatologi RSUD Grati Kabupaten

Pasuruan

PAGE \* MERGEFORMAT v
15

2. Mengidentifikasi perubahan derajat ikterik pada bayi setelah dilakukan fototerapi

pada bayi baru lahir yang menderita ikterik di ruang Perinatologi RSUD Grati

Kabupaten Pasuruan

3. Menganilisis pengaruh fototerapi terhadap penurunan derajat ikterik pada bayi baru

lahir di ruang Perinatologi RSUD Grati Kabupaten Pasuruan

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi bagi

pelaksanaan penelitian bidang keperawatan neonatus tentang tindakan fototerapi pada

bayi ikterik pada masa yang akan datang dalam rangka peningkatan ilmu pengetahuan

dan teknologi keperawatan..

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Bagi tempat penelitian / RSUD Grati Kabupaten Pasuruan

Dapat digunakan sebagai alternatif untuk pengobatan non farmakologi dalam

penanganan ikterik pada bayi.

b. Bagi kampus

Dapat dijadikan referensi dalam pembelajaran yang khususnya di materi neonatus

sebagai alternatif untuk penanganan ikterik pada bayi.

c. Bagi pasien

Apabila dilakukan fototerapi dapat terbukti menurunkan derajat ikterik pada bayi

yang menderita ikterik, maka dapat menyembuhkan penyakitnya, mengurangi

biaya pengobatan dan mempersingkat waktu rawat inap.

d. Bagi peneliti

Menambah pengetahuan, wawasan dan keterampilan yang nantinya akan berguna

dalam pekerjaan, pendidikan dan masyarakat serta hal yang lain.

PAGE \* MERGEFORMAT v
16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Ikterus Neonatorum

a. Pengertian Ikterus Neonatorum

Ikterus atau jaundice atau sakit kuning adalah warna kuning

pada sklera mata, mukosa dan kulit karena peningkatan kadar

bilirubin dalam darah. Istilah jaundice berasal dari Bahasa Perancis

yakni jaune yang artinya kuning. Dalam keadaan normal kadar

bilirubin dalam darah tidak melebihi 1 mg/dL (17 µmol/L) dan bila

kadar bilirubin dalam darah melebihi 1.8 mg/dL (30 µmol/L) akan

menimbulkan ikterus.

Ikterus adalah warna kuning yang dapat terlihat pada

sklera, selaput lender, kulit atau organ lain akibat penumpukan

bilirubin. Bila kadar bilirubin darah melebihi 2 mg%, maka ikterus

akan terlihat, namun pada neonatus ikterus masih belum terlihat

meskipun kadar bilirubin darah sudah melampaui 5 mg%. Ikterus

terjadi karena peninggian kadar bilirubin indirek (unconjugated)

dan atau kadar bilirubin direk (conjugated).

Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang

ditandai dengan pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat

akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. Ikterus secara

PAGE \* MERGEFORMAT v
17

klinis mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah

5-7 mg/dL.

Jadi dapat disimpulkan bahwa ikterus adalah kondisi

dimana bilirubin dalam darah mengalami peningkatan yang

mencapai kadar tertentu dan menimbulkan efek patologis pada

neonatus yang ditandai dengan pewarnaan kuning pada sklera

mata, kulit, membran mukosa dan cairan tubuh serta kelainan

bawaan juga dapat menyebabkan ikterus.

b. Klasifikasi Ikterus

Ikterus diklasifikasikan menjadi beberapa klasifikasi yaitu

sebagai berikut :

1) Ikterus Fisiologis

Ikterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari ke

dua dan hari ke tiga yang tidak mempunyai dasar patologik,

kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau yang

mempunyai potensi menjadi kern ikterus dan tidak

menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus fisiologis ini

juga dapat dikarenakan organ hati bayi belum matang atau

disebabkan kadar penguraian sel darah merah yang cepat.7

Ikterus fisiologis ini umumnya terjadi pada bayi baru lahir

dengan kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama

>2 mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapatkan susu

formula kadar bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar

mg/dL pada hari ke tiga kehidupan dan kemudian akan

menurun secara cepat selama 2-3 hari diikuti dengan

PAGE \* MERGEFORMAT v
18

penurunan yang lambat sebesar 1 mg/dL selama satu sampai

dua minggu. Sedangkan pada bayi cukup bulan yang diberikan

air susu ibu (ASI) kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar

yang lebih tinggi yaitu 7-14 mg/dL dan penurunan akan lebih

lambat. Bisa terjadi dalam waktu 2-4 minggu, bahkan sampai 6

minggu.19

Faktor yang berhubungan dengan ikterus fisiologis Tabel 2. Faktor yang

Berhubungan dengan Ikterus Fisiologis


Dasar Penyebab
Peningkatan bilirubin yang tersedia
a. Peningkatan produksi bilirubin Peningkatan sel darah merah
Penurunan umur sel darah merah
Peningkatan early bilirubin

b. Peningkatan resirkulasi Peningkatan aktivitas β-


melalui enterohepatik shunt glukuronidase
Tidak adanya flora bakteri
Pengeluaran mekonium yang
terlambat
Penurunan bilirubin clearance
a. Penurunan clearance dari plasma Defisiensi protein karier

b. Penurunan metabolisme hepatik Penurunan aktivitas UDPG-T

Sumber : ST, Blackburn dalam buku ajar neonatologi19

2) Ikterus Patologis

Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar

patologi atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang

disebut hiperbilirubinemia. Ikterus yang kemungkinan menjadi

patologik atau dapat dianggap sebagai hiperbilirubinemia

adalah:

PAGE \* MERGEFORMAT v
19

a) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran

b) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap

24 jam

c) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus

kurang bulan dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan

d) Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas

darah, defisiensi enzim C6PD dan sepsis)

e) Ikterus yang disebabkan oleh bayi baru lahir kurang dari 200

gram yang disebbakan karena usia ibu dibawah 20 tahun atau

diatas 35 tahun dan kehamilan pada remaja, masa gestasi

kurang dari 35 minggu, asfiksia, hipoksia, syndrome

gangguan pernapasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkopnia,

hiperosmolitas.

3) Kern Ikterus

Kern ikterus adalah sindrom neurologik akibat dari

akumulasi bilirubin indirek di ganglia basalis dan nuklei di

batang otak. Faktor yang terkait dengan terjadinya sindrom ini

adalah kompleks yaitu termasuk adanya interaksi antara

besaran kadar bilirubin indirek, pengikatan albumin, kadar

bilirubin bebas, pasase melewati sawar darah-otak, dna

suseptibilitas neuron terhadap injuri.

PAGE \* MERGEFORMAT v
20

4) Ikterus Hemolitik
Ikterus hemolitik atau ikterus prahepatik adalah kelainan

yang terjadi sebelum hepar yakni disebbakan oleh berbagai hal

disertai meningkatnya proses hemolisis (pecahnya sel darah

merah) yaitu terdapat pada inkontabilitas golongan darah ibu-

bayi, talasemia, sferositosis, malaria, sindrom

hemolitikuremik, sindrom Gilbert, dan sindrom Crigler-Najjar.

Pada ikterus hemolitik terdapat peningkatan produksi bilirubin

diikuti dengan peningkatan urobilinogen dalam urin tetapi

bilirubin tidak ditemukan di urin karena bilirubin tidak

terkonjugasi tidak larut dalam air. Pada neonatus dapat terjadi

ikterus neonatorum karena enzim hepar masih belum mampu

melaksanakan konjugasi dan ekskresi bilirubin secara

semestinya sampai ± umur 2 minggu. Temuan laboratorium

adalah pada urin didapatkan urobilinogen, sedangkan bilirubin

adalah negatif, dan dalam serum didapatkan peningkatan

bilirubin tidak terkonjugasi, dan keadaan ini dapat

mengakibatkan hiperbilirubinemia dan kernikterus

(ensefalopati bilirubin).

a) Inkompatibilitas Rhesus

Bayi dengan Rh positif dari ibu Rh negatif tidak

selamanya menunjukkan gejala-gejala klinik pada waktu

lahir (15-20%). Gejala klinik yang dapat terlihat ialah

ikterus tersebut semakin lama semakin berat, disertai

dengan anemia yang semakin lama semakin berat juga.

Bilamana sebelum kelahiran terdapat hemolisis yang

berat, maka bayi dapat lahir dengan edema umum disertai


PAGE \* MERGEFORMAT v
21

ikterus dan pembesaran hepar dan lien (hidropsfoetalis).

Terapi ditunjukkan untuk memperbaiki anemia dan

mengeluarkan biliruin yang berlebihan dalam serum agar

tidak terjadi kern ikterus.

b) Inkompatibilitas ABO

Ikterus dapat terjadi pada hari pertama dan kedua

dan biasanya bersifat ringan. Bayi tidak tampak skait,

anemia ringan, hepar dan lien tidak membesar. Kalau

hemolisisnya berat, seringkali diperlukan juga transfuse

tukar untuk mencegah terjadinya kernikterus. Pemeriksaan

yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan kadar bilirubin

serum sewaktu.

c) Inkompatibilitas Golongan Darah

Ikterus hemolitik karena inkompatibilitas golongan

darah lain, pada neonatus dengan ikterus hemolitik dimana

pemeriksaan kearah inkompatibilitas Rh dan ABO

hasilnya negatif sedangkan coombs test positif,

kemungkinan ikterus akibat hemolisis inkompatibilitas

golongan darah lain harus dipikirkan.

PAGE \* MERGEFORMAT v
22

d) Kelainan Eritrosit Congenital

Golongan penyakit ini dapat menimbulkan

gambaran klinik yang menyerupai eritroblastisis fetalis

akibat iso-imunitas. Pada penyakit ini biasanya coombs

testnya negatif.

e) Defisiensi Enzim G6PD

G6PD (glukosa 6 phosphate dehidrogenase)

adalah enzim yang menolong memperkuat dinding sel

darah merah, ketika mengalami kekurangan maka sel

darah merah akan lebih mudah pecah dan memproduksi

bilirubin lebih banyak. Defisiensi G6PD ini merupakan

salah satu penyebab utama ikterus neonatorum yang

memerlukan tranfuse tukar. Ikterus yang berlebihan

dapat terjadi pada defisiensi G6PD akibat hemolisis

eritrosit walaupun tidak terdapat faktor eksogen

misalnya obat-obatan sebagai faktor lain yang ikut

berperan, misalnya faktor kematangan hepar.

5) Ikterus Hepatik

Ikterus hepatik atau ikterus hepatoseluler disebabkan

karena adanya kelainan pada sel hepar (nekrosis) maka

terjadi penurunan kemampuan metabolisme dan sekresi

bilirubin sehingga kadar bilirubin tidak terkonjugasi dalam

darah menjadi meningkat. Terdapat pula gangguan sekresi

PAGE \* MERGEFORMAT v
23

dari bilirubin terkonjugasi dan garam empedu ke dalam

saluran empedu hingga dalma darah terjadi peningkatan

bilirubin terkonjugasi dan garam empedu yang kemudian

diekskresikan ke urin melalui ginjal. Transportasi bilirubin

tersebut menjadi lebih terganggu karena adanya

pembengkakan sel hepar dan edema karena reaksi inflamasi

yang mengakibatkan obstruksi pada saluran empedu

intrahepatik. Pada ikterus hepatik terjadi gangguan pada

semua tingkat proses metabolisme bilirubin, yaitu mulai

dari uptake, konjugasi, dan kemudian ekskresi. Temuan

laboratorium urin ialah bilirubin terkonjugasi adalah positif

karena larut dalam air, dan urobilinogen juga positif > 2 U

karena hemolisis menyebabkan meningkatnya metabolisme

heme. Peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum tidak

mengakibatkan kernikterus.

6) Ikterus Obstruktif

Ikterus obstruktif atau ikterus pasca hepatik adalah

ikterus yang disebabkan oleh gangguan aliran empedu

dalam sistem biliaris. Penyebab utamanya yaitu batu

empedu dan karsinoma pankreas dan sebab yang lain yakni

infeksi cacing Fasciola hepatica, penyempitan duktus

biliaris komunis, atresia biliaris, kolangiokarsinoma,

pankreatitis, kista pankreas, dan sebab yang jarang yaitu

sindrom Mirizzi. Bila obstruktif bersifat total maka pada

urin tidak terdapat urobilinogen, karena bilirubin tidak

PAGE \* MERGEFORMAT v
24

terdapat di usus tempat bilirubin diubah menjadi

urobilinogen yang kemudian masuk ke sirkulasi.

Kecurigaan adanya ikterus obstruktif intrahepatik atau

pascahepatik yaitu bila dalam urin terdapat bilirubin sedang

urobilinogen adalah negatif. Pada ikterus obstruktif juga

didapatkan tinja berwarna pucat atau seperti dempul serta

urin berwarna gelap, dan keadaan tersebut dapat juga

ditemukan pada banyak kelainan intrahepatik. Untuk

menetapkan diagnosis dari tiga jenis ikterus tersebut selain

pemeriksaan di atas perlu juga dilakukan uji fungsi hati,

antara lain adalah alakli fosfatase, alanin transferase, dan

aspartat transferase.

7) Ikterus Retensi

Ikterus retensi terjadi karena sel hepar tidak merubah

bilirubin menjadi bilirubin glukuronida sehingga

menimbulkan akumulasi bilirubin tidak terkonjugasi di

dalam darah dan bilirubin tidak terdapat di urin.

8) Ikterus Regurgitasi

Ikterus regurgitasi adalah ikterus yang disebabkan oleh

bilirubin setelah konversi menjadi bilirubin glukuronida

mengalir kembali ke dalam darah dan bilirubin juga

dijumpai di dalam urin.

PAGE \* MERGEFORMAT v
25

c. Etiologi Ikterus

Etiologi ikterus pada bayi baru lahir dapa berdiri sendiri

ataupun disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar

etiologi itu dapat dibagi sebagai berikut :

1) Produksi yang berlebihan, lebih daripada kemampuan bayi

untuk mengeluarkannya, misalnyahemolisi yang meningkat

pada inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain,

defisiensi enzim C6PD, pyruvate kinase, perdarahan tertutup

dan sepsis.

2) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar

gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar,

kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan

fungsi hepar akibat asidosis, hipoksia,dan infeksi atau tidak

terdapatnya enzim glukorinil transferase (criggler najjar

syndrome). Penyebab lain ialah defisiensi protein Y dalam

hepar yang berperanan penting dalam uptake bilirubin ke

sel-sel heapar.

3) Gangguan dalam transportasi bilirubin dalam darah terikat

oleh albumin kemudian diangkut ke hepar, ikatan bilirubin

dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat-obatan

misalnya salisilat, sulfatfurazole. Defisiensi albumin

menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek

yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.

PAGE \* MERGEFORMAT v
26

4) Gangguan dalam sekresi, gangguan ini dapat terjadi akibat

obstruksi dalam hepar atau diluar hepar, biasanya akibat

infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

5) Obstruksi saluran pencernaan (fungsional atau struktural)

dapat mengakibatkan hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi

akibat penambahan dari bilirubin yang berasal dari sirkulais

enterahepatik.

6) Ikterus akibat air susu ibu (ASI) merupakan

hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi yang mencapai

puncaknya terlambat (biasanya menjelang hari ke 6-14).

Dapat dibedakan dari penyebab lain dengan reduksi kadar

bilirubin yang cepat bila disubstitusi dengan susu formula

selama 1-2 hari. Hal ini untuk membedakan ikterus pada

bayi yang disusui ASI selama minggu pertama kehidupan.

Sebagian bahan yang terkandung dalam ASI (beta

glucoronidase) akan memecah bilirubin menjadi bentuk

yang larut dalam lemak sehingga bilirubin indirek akan

meningkat dan kemudian akan diresorbsi oleh usus. Bayi

yang mendapat ASI bila dibandingkan dengan bayi yang

mendapat susu formula, mempunyai kadar bilirubin yang

lebih tinggi berkaitan dengan penurunan asupan pada

beberapa hari pertama kehidupan. Pengobatannya bukan

dengan menghentikan pemberian ASI melainkan dengan

meningkatkan frekuensi pemberian.

PAGE \* MERGEFORMAT v
27

d. Patofisiologi Ikterus
Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus
yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme
melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Langkah oksidasi yang
pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan
enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar
terdapat dalam sel hati, dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga
terbentuk besi yang digunakan kembali untuk pembentukan
hemoglobin dan karbon monoksida (CO) yang dieksresikan
kedalam paru. Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi
bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase.

Gambar 1. Metabolisme Bilirubin

Sumber : Mac Mahon,dkk dalam Buku Ajar


Neonatologi

Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan

diubah menjadi bilirubin melalui reaksi bilirubin reduktase.

Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan terikat

dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. Jika


PAGE \* MERGEFORMAT v
28

tubuh akan mengekskresikan, diperlukan mekanisme transport

dan eliminasi bilirubin.

Pada bayi baru lahir, sekitar 75% produksi bilirubin

berasal dari katabolisme heme haemmoglobin dari eritrosit

sirkulasi. Satu gram hemoglobin akan menghasilkan 34 mg

bilirubin dan sisanya (25%) disebut early labelled bilirubin yang

berasal dadi pelepasan hemoglobin karena eritropoesis yang

tidak efektif didalam sumsum tulang, jaringan yang

mengandung protein heme (mioglobin, sitokrom, katalase,

peroksidase) dan heme bebas.

Bayi baru lahir akan memproduksi bilirubin 8-10

mg/kgBB/hari, sedangkan orang dewasa sekitar 3-4

mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi bilirubin pada bayi baru

lahir disebabkan masa hidup eritrosit bayi lebih pendek (70-90

hari) dibandingkan dengan orang dewasa (120 hari),

peningkatan degradasi heme, turn oversitokrom yang meningkat

dan juga reabsorbsi bilirubin dari usus yang meningkat

(sirkulasi enterohepatik).

e. Faktor Predisposisi

Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dapat disebabkan

atau diperberat oleh setiap faktor yang menambah beban

bilirubin untuk dimetabolisme oleh hati (anemia hemolitik,

wkatu hidup sel darah menjadi pendek akibat imaturitas atau

akibat sel yang ditransfusikan, penambahan sirkulasi

interohepatik, dan infeksi), dapat menciderai atau mengurangi


PAGE \* MERGEFORMAT v
29

aktivitas enzim transferase (hipoksia, infeksi, kemungkinan

hipotermi dan defisiensi tiroid) dapat berkompetisi dengan atau

memblokade enzim transferase (obat-obat dan bahan-bahan lain

yang memerlukan konjugasi asam glukuronat untuk ekskresi)

atau dapat menyebabkan tidak adanya atau berkurangnya jumlah

enzim yang diambil atau menyebabkan pengurangan reduksi

bilirubin oleh sel hepar (cacat genetik dan prematuritas).

Risiko pengaruh toksik dari meningkatnya kadar bilirubin

tak terkonjugasi dalam serum menjadi bertambah dengan adanya

faktor-faktor yang mengurangi retensi bilirubin dalam sirkulasi

(hipoproteinemia, perpindahan bilirubin dari tempat ikatannya

pada albumin karena ikatan kompetitif obat-obatan, seperti

sulfisoksazole dan moksalaktam, asidosis, kenaikan sekunder

kadar asam lemak bebas akibat hipoglikemia, kelaparan atau

hipotermia) atau oleh faktor-faktor yang meningkatkan

permeabilitas sawar darah otak atau membran sel saraf terhadap

bilirubin atau kerentanan sel otak terhadap toksisitasnya, seperti

asfiksia, prematuritas, hiperosmolalitas dan infeksi. Pemberian

amakan yang awal menurunkan kadar bilirubin serum,

sedangkan dehidrasi menaikkan kadar bilirubin serum.

Mekonium mengandung 1 mg bilirubin/dl dan dapat turut

menyebabkan ikterus melalui sirkulasi enterohepatik pasca

konjugasi oleh glukoronidase usus. Obat-obat seperti oksitosin

dan bahan kimia yang dalam ruang perawatan seperti detergen

PAGE \* MERGEFORMAT v
30

fenol dapat juga menyebabkan hiperbilirubinemia tak

terkonjugasi.

f. Diagnosis Ikterus

Pengamatan ikterus kadang-kadang agak sulit dalam

cahaya buatan. Paling baik pengamatan dilakukan dalam cahaya

matahari dan dengan menekan sedikit kulit yang akan diamati

untuk menghilangkan warna karena pengaruh sirkulasi darah.

Ada beberapa cara untuk menentukan derajat ikterus yang

merupakan risiko terjadinya kern-ikterus, misalnya kadar

bilirubin bebas; kadar bilirubin 1 dan 2 atau secara klinis

dilakukan di bawah sinar matahari biasa (day-light). Sebaiknya

penilaian ikterus dilakukan secara laboratoris, apabila fasilitas

tidak memungkinkan dapat dilakukan secara klinis.21 beberapa

cara yang dapat digunakan untuk penegakan diagnosa ikterus,

yaitu:

1) Visual

WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan

ikterus secara visual, yaitu sebagai berikut :

a) Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang

cukup (di siang hari dengan cahaya matahari) karena

ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan

pencahayaan buatan dan biasanya tidak terlihat pada

pencahayaan yang kurang.

b) Tekan kulit bayi dengan lembut menggunakan jari untuk


PAGE \* MERGEFORMAT v
31

mengetahui warna di bawah kulit dan jaringan subkutan.

c) Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan

bagian tubuh yang tampak kuning.

Daerah kulit bayi yang berwarna kuning ditentukan

menggunakan rumus Kremer, seperti di bawah ini

Gambar 2. Rumus Kremer

Daerah kulit yang berwarna kuning sesuai rumus Kramer dan dijelaskan pada

tabel berikut :

Tabel 3. Rumus Kremer

Daerah (Lihat Luas Ikterus Kadar Bilirubin (mg%)


Gambar)
1 Kepala dan leher 5
2 Daerah 1 9
(+)
Badan bagian atas
3 Daerah 1,2 11
(+)
Badan bagian bawah dan tungkai

PAGE \* MERGEFORMAT v
32

4 Daerah 1,2,3 12
(+)
Lengan dan kaki di bawah
dengkul
5 Daerah 1,2,3,4 16
(+)
Tangan dan kaki

Pada kern-ikterus, gejala klinik pada permulaan tidak jelas

antara lain, bayi tidak mau menghisap, letargi, mata

berputar, gerakan tidak menentu (involuntary

movements),kejang, tonus otot meninggi, leher kaku dan

akhirnya epistotonus.

2) Bilirubin Serum

Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas

penegakan diagnosis ikterus neonatorum serta untuk

menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal

yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan

pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan

tindakna invasif yang dianggap dapat meningkatkan

morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah

bilirubin total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya

dengan aluminium foil. Beberapa senter menyarankan

pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total >20

mg/dl atau usia bayi >2 minggu.

3) Bilirubinometer Transkutan

Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang

bekerja dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang


PAGE \* MERGEFORMAT v
33

menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm.

Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna

kulit neonatus yang sedang diperiksa. Pemeriksaan bilirubin

transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat

dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini yang dipakai alat

menggunakan multiwavelength spectral reflectance yang

tidak terpengaruh pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan

dilakukan untuk tujuan skrining, bukan untuk diagnosis.

4) Pemeriksaan Bilirubin Bebas dan Co

Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah

otak. Hal ini menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin

dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang rendah.

Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur

kadar bilirubin bebas. Salah satunya dengan metode

oksidase-peroksidase. Prinsip dari metode ini berdasarkan

kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin.

Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan

pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum

akan lebih terarah. Seperti telah diketahui bahwa pada

pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan gas CO dalam

jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka

pengukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui

pernapasan dapat digunakan sebagai indeks produksi

bilirubin.

PAGE \* MERGEFORMAT v
34

g. Penatalaksanaan Ikterus

Penanganan ikterus pada bayi baru lahir yang ditandai

dengan warna kuning pada kulit dan sklera mata tanpa adanya

hepatomegali, perdarahan kulit dan kejang-kejang, yaitu:21

1) Ikterus Fisiologis

a) Ikterus fisiologis yang mmpunyai warna kuning di

daerah 1 dan 2 (menurut rumus Kremer), dan timbul

pada hari ke 3 atau lebih serta memiliki kadar bilirubin

sebesar 5-9 mg% maka penanganan yang dapat

dilakukan yaitu bayi dijemur di bawah sinar matahari

pagi sekitar pukul 7-9 pagi selama 10 menit dengan

keadaan bayi telanjang dan mata ditutup. Kemudian bayi

tetap diberikan ASI lebih sering dari biasanya.

b) Ikterus fisiologis yang memiliki warna kuning di daerah

1 sampai 4 (berdasarkan rumus Kremer) yang timbulnya

pada hari ke 3 atau lebih dan memiliki kadar bilirubin

11-15 mg% maka penanganan yang dapat dilakukan bila

di bidan atau puskesmas yaitu menjemur bayi dengan

cara telanjang dan mata ditutup di bawah sinar matahari

sekitar jam 7-9 pagi selama 10 menit, memberikan ASI

lebih sering dibandingkan biasanya. Bila dirawat di

rumah sakit maka penanganan yang dapat dilakukan

yaitu terapi sinar, melakukan pemeriksaan golongan

darah ibu dan bayi serta melakukan pemeriksaan kadar


PAGE \* MERGEFORMAT v
35

bilirubin.

2) Ikterus Patologis

a) Ikterus patologis yang memiliki warna kuning di daerah

1 sampai 5 yang timbul nya pada hari ke 3 atau lebih dan

kadar bilirubin >5-20 mg% maka penanganan yang dapat

dilakukan bila di bidan atau puskesmas yaitu menjemur

bayi dengan cara telanjang dan mata ditutup di bawah

sinar matahari sekitar jam 7-9 pagi selama 10 menit,

memberikan ASI lebih sering dibandingkan biasanya.

Bila dirawat di rumah sakit maka penanganan yang dapat

dilakukan yaitu terapi sinar, melakukan pemeriksaan

golongan darah ibu dan bayi serta melakukan

pemeriksaan kadar bilirubin, waspadai bila kadar

bilirubin nail > 0,5 mg/jam, coomb’s test.

b) Ikterus patologis yang memiliki warna kuning di daerah

1 sampai 5 yang timbul nya pada hari ke 3 atau lebih dan

kadar bilirubin >20 mg% maka penanganan yang dapat

dilakukan bila di bidan atau puskesmas yaitu rujuk ke

rumah sakit dan anjurkan untuk tetap memberikan ASI

lebih sering dibandingkan biasanya. Bila dirawat di

rumah sakit maka penanganan yang dapat dilakukan

yaitu melakukan pemeriksaan golongan darah ibu dan

bayi serta melakukan pemeriksaan kadar bilirubin, tukar

darah.

PAGE \* MERGEFORMAT v
36

h. Pencegahan Ikterus

Ada empat cara yang bisa dilakukan dalam rangka pencegahan

terhadap ikterus yaitu : 23

1) Mempercepat proses konjugasi, misalnya pemberian

fenobarbital. Fenobarbital dapat bekerja sebagai perangsang

enzim sehingga konjugai dapat dipercepat. Pengobatan

dengan cara ini tidak begitu efektif dan membutuhkan waktu

48 jam baru terjadi penurunan bilirubin yang berarti,

mungkin lebih bermanfaat bila diberikan pada ibu 2 hari

sebelum kelahiran bayi.

2) Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau

konjugasi. Contohnya ialah pemberian albumin untuk

meningkatkan bilirubin bebas. Albumin dapat diganti

dengan plasma yang dosisnya 30 ml/kgBB. Pemberian

glukosa perlu untuk konjugasi hepar sebagai sumber energi.

3) Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi, ini

ternyata setelah dicoba dengan bantuan alat dapat

menurunkan kadar bilirubin dengan cepat. Walaupun

demikian fototerapi tidak dapat menggantikna tranfusi tukar

pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan

untuk pra dan pasca tranfusi tukar, alat fototerapi dapat

dibuat sendiri.

4) Ikterus dapat dicegah sejak masa kehamilan, dengan cra

pengawasan kehamilan dengan baik dan teratur, untuk

PAGE \* MERGEFORMAT v
37

mencegah sendiri mungkin infeksi pada janin dan hipoksia

(kekurangan oksigen)pada janin di dalma rahim. Pada masa

persalinan, jika terjadi hipoksia, misalnya karena kesulitan

lahir, lilitan tali pusat dan lain-lain, segera diatasi dengan

cepat dan tepat. Sebaiknya, sejak lahir biasakan anak

dijemur di bawah sinar matahari pagi sekitar jam 7-8 pagi

selama 15 menit dengan membuka pakaian.

i. Faktor Risiko Ikterus Neonatorum

Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum adalah : 8

1) Faktor Maternal

a) Ras atau kelompok etnik tertentu.

b) Komplikasi kehamilan.

c) Penggunaan infuse oksitosin dalam larutan hipotonik.

d) ASI

e) Jenis Persalinan

2) Faktor Perinatal

a) Trauma lahir

b) Infeksi
3) Faktor Neonatus

a) Prematuritas

b) Faktor genetik

c) Polisitemia

d) Obat-obatan
PAGE \* MERGEFORMAT v
38

e) Rendahnya asupan ASI

f) Hipoglikemi

g) Hipoalbuminemia

h) Asfiksia

Berikut ini penjelasan dari masing-masing faktor risiko yang ada:

a) Ras atau kelompok etnik tertentu

Ras atau kelompok etnik tertentu seperti Asia, Timur

Tengah, Afrika, dan area Mediterania berkaitan dengan

defisiensi glukosa 6 fosfat dehydrogenase (G6PD), karena

sintesis dari G6PD eritrosit ditentukan oleh gen yang terletak

di kromosom X dengan lokus q28, oleh karena itu kelainan

terkait enzim ini lebih banyak terjadi pada laki-laki

dibandingkan dengan perempuan.18

b) Komplikasi kehamilan

1) Diabetes Melitus

Bayi yang lahir dari ibu hamil dengan diabetes melitus

(DM) yang kadar gula darahnya tinggi seringkali lebih

besar dari bayi yang lainnya. Bila DM ibu tersebut tidak

terkontrol maka lebih sering mengalami abortus atau lahir

mati. Persalinan yang terjadi lebih sulit dan lebih sering

terjadi trauma lahir. Manifestasi klinis pada bayi yang

terlahir dari ibu DM adalah bayi terlihat besar untuk masa

PAGE \* MERGEFORMAT v
39

gestasinya, wajah bulat, bercak kebiruan pada kulit,

takikardi, takipneu, menangis lemah karena hipoglikemia

berat, ikterus, amlas minum, letargi, tremor segera setelah

lahir.

2) Inkompatibilitas ABO dan Rh

Bayi dengan Rh positif dari ibu Rh negatif tidak

selamanya menunjukkan gejala-gejala klinis pada waktu

lahir (15-20%). Gejala klinik yang dapat terlihat ialah

ikterus tersebut semakin lama semakin berat, disertai

dengan anemia yang semakin lama semakin berat juga.

Bilamana sebelum kelahiran terdapat hemolisis yang berat,

maka bayi dapat lahir dengan edema umum disertai ikterus

dan pembesaran hepar dan lien (hidropsfoetalis). Terapi

ditunjukkan untuk memperbaiki anemia dan mengeluarkan

biliruin yang berlebihan dalam serum agar tidak terjadi kern

ikterus.

Ikterus hemolitik karena inkompatibilitas golongan

darah lain, pada neonatus dengan ikterus hemolitik dimana

pemeriksaan kearah inkompatibilitas Rh dan ABO hasilnya

negatif sedangkan coombs test positif, kemungkinan icterus

akibat hemolisis inkompatibilitas golongan darah lain harus

dipikirkan.

c) Pengguanaan Infus Oksitosin dalam Larutan Hipotonik

PAGE \* MERGEFORMAT v
40

Pemberian oksitosin pada ibu selain untuk induksi

persalinan, merangsang kontraksi otot polos di payudara

sewaktu bayi menyusu, juga dapat berakibat peningkatan

penghancuran eritrosit dan terjadinya hiperbilirubinemia pada

bayi. Hiperbilirubinemia jarang terjadi bila dosis oksitosin

yang diberikan kepada ibu sebanyak 10 IU namun bila

dosisnya hingga

20 IU maka sepertiga dari bayi tersebut akan mengalami

hiperbilirubinemia. Hemolisis dan hiperbilirubinemia juga

tidak didapatkan bila induksi oksitosin dilakukan tanpa

pemberian cairan natrium dalma jumlah banyak secara

intravena.

d) Air Susu Ibu (ASI)

Ikterus akibat air susu ibu (ASI) merupakan

hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi yang mencapai

puncaknya terlambat (biasanya menjelang hari ke 6-14). Dapat

dibedakan dari penyebab lain dengan reduksi kadar bilirubin

yang cepat bila disubstitusi dengan susu formula selama 1-2

hari. Hal ini untuk membedakan ikterus pada bayi yang disusui

ASI selama minggu pertama kehidupan. Sebagian bahan yang

terkandung dalam ASI (beta glucoronidase) akan memecah

bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam lemak sehingga

bilirubin indirek akan meningkat dan kemudian akan diresorbsi

oleh usus. Bayi yang mendapat ASI bila dibandingkan dengan

bayi yang mendapat susu formula, mempunyai kadar bilirubin


PAGE \* MERGEFORMAT v
41

yang lebih tinggi berkaitan dengan penurunan asupan pada

beberapa hari pertama kehidupan. Pengobatannya bukan

dengan menghentikan pemberian ASI melainkan dengan

meningkatkan frekuensi pemberian.

e) Jenis Persalinan

Persalinan sectio caesarea (SC) menimbulkan risiko

distress pernapasan sekunder sampai takipneu transien,

defisiensi surfaktan, dan hipertensi pulmonal dapat meningkat.

Hal tersebut dapat berakibat terjadinya hipoperfusi hepar dan

menyebabkan proses konjugasi bilirubin terhambat. Bayi yang

lahir dengan SC juga tidak memperoleh bakteri-bakteri

menguntungkan yang terdapat pada jalan lahir ibu yang

berpengaruh pada pematangan sistem daya tahan tubuh,

sehingga bayi lebih mudah terinfeksi. Ibu yang melahirkan SC

biasanya jarang menyusui langsung bayinya karena

ketidaknyamanan pasca operasi, dimana diketahui ASI ikut

berperan untuk menghambat terjadinya sirkulasi enterohepatik

bilirubin pada neonatus.

f) Trauma Lahir

Trauma lahir adalah suatu tanda yang timbul akibat

proses persalinan, trauma lahir yang sering terjadi pada

umumnya tidak memerlukan tindakan khusus, salah satunya

sefalohematom . Sefalohematom ini adalah lebam yang terjadi

karena penumpukan darah beku di bawah kulit kepala. Secara

alamiah tubuh akan menghancurkan bekuan ini, sehingga


PAGE \* MERGEFORMAT v
42

bilirubin juga akan keluar, yang mungkin saja terlalu banyak

untuk dapat ditangani oleh hati sehingga timbul kuning.

g) Faktor Genetik

Salah satu yang berhubungan dengan faktor genetik

adalah penyakit spherocytosis herediter yaitu penyakit genetik

dominan autosomal yang menyebabkan sel darah merah

berbentuk bulat dan bukan bicincave (cekung ganda), yang

dapat mengakibatkan hemolisis parah dan sakit kuning yang

dapat terjadi dengan tiba- tiba ketika sistem imun mengenali

sel-sel yang abnormal. Biasanya terdapat riwayat keluarga

yang posistif. Pemeriksaan laboratorium atau tes darah akan

menunjukkan adanya spherocytes.

h) Obat-obatan

Pengaruh hormon atau obat yang mengurangi

kesanggupan hepar untuk mengadakan konjugasi bilirubin, ini

bermula pada hari keempat hingga hari ketujuh dan

menghilang setelah hari ketiga hingga sepuluh minggu, dimana

gangguan dalam transportasi bilirubin dalam darah terikat oleh

albumin ini dapat dipengaruhi adanya obat atau zat kimia yang

mengurangi ikatan albumin, misalnya sulfafurazole, salisilat

dan heparin. Defisiensialbumin menyebabkan lebih banyak

bilirubin indirek yang bebas dalam darah dan mudah melekat

ke sel otak.

i) Prematuritas

PAGE \* MERGEFORMAT v
43

Pada bayi yang baru lahir kurang bulan, masalahnya

adalah peningkatan beban bilirubin yang disertai dengan

produksi albumin yang rendah. Konsentrasi molekuler albumin

serum harus lebih besar daripada konsentrasi molekuler

bilirubin agar terjadi pengikatan. Pada bayi imatur, albumin

dan bilirubin juga tidak berikatan dengan efektif. Pada bayi

yang tidak cukup bulan ada peningkatan potensi menderita

efek-efek hipoksia, asidosis, hipoglikemi dan sepsis, selain itu

karena pengobatan yang diberikan dapat juga berkompetensi

untuk daerah yang mengikat albumin sedangkan sakit kuning

pada bayi baru lahir cukup bulan kadar bilirubin tak

terkonjugasi cukup tinggi untuk menyebabkan gangguan

pendengaran sementara dan kerusakan neurologi permanen

yang jarang terjadi.

j) Berat Lahir

Bayi yang lahir dengan berat badan kurang ataupun lebih

dari normal dapat mengakibatkan berbagai kelainan seperti

akan rentan terhadap infeksi yang nantinya dapat menimbulkan

ikterus neonatorum. Banyak bayi baru lahir, terutama bayi

dengan berat lahir kurang dari normal (< 2.500 gram)

mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupannya.

Karena kurang sempurnanya alat-alat dalam tubuhnya, baik

anatomik maupun fisiologik maka mudah timbul beberapa

kelainan diantaranya immatur hati, dimana immatur hati ini

mudah mengakibatkan ikterus neonatorum. Kurangnya enzim

PAGE \* MERGEFORMAT v
44

glukorinil transferase sehingga konjugasi bilirubin indirek

menjadi bilirubin direk belum sempurna.

2. Persalinan Sectio Caesarea

a. Pengertian

Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana

janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan

dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta

berat janin diatas 500 gram.

b. Indikasi Dilakukannya Sectio Caesarea

Ada beberapa indikasi yang dapat menyebabkan seorang

ibu hamil harus melahirkan secara sectio caesarea yaitu:

1) Indikasi Mutllak

a) Indikasi Ibu

Indikasi mutlak yang disebabkan dari ibu diantaranya

panggul sempit, kurang adekuat stimulasi, tumor yang

ada di jalan lahir, stenosis serviks atau vagina, plasenta

previa, disproporsi sefalopelvik, serta ruptur uteri

membakat.

b) Indikasi Janin

Indikasi mutlak yang disebabkan dari janin diantaranya

kelainan letak, gawat janin, prolapsus plasenta,

perkembangan bayi yang terhambat serta mencegah

hipoksia janin karena preeklamsia.

PAGE \* MERGEFORMAT v
45

2) Indikasi Relatif

Indikasi relatif yang dapat menyebabkan seorang ibu hamil

melakukan persalinan sectio caesarea (SC) yaitu riwayat SC

sebelumnya, presentasi bokong, distosia, fetal distress,

preeklamsia berat, penyakit kardiovaskuler, diabetes, ibu

dengan HIV positif saat hamil, bayi kembar atau gemeli.

3) Indikasi Sosial

Indikasi sosial ini dikarenakan seorang ibu hamil yang takut

melahirkan berdasarkan pengalaman sebelumnya, ibu hamil

yang ingin bersalin secara SC karena takut bayinya

mengalami cidera atau asfiksia selama persalinan atau

mengurangi risiko kerusakan dasar panggul, serta

dikarenakan ibu hamil tersebut takut terjadi perubahan pada

tubuhnya atau sexuality image setelah melahirkan.

c. Kontra Indikasi

Kontra indikasi dari sectio caesarea adalah janin mati,

syok, anemia berat, kelainan kongenital berat, infeksi piogenik

pada dinding abdomen, serta minimnya fasilitas operasi sectio

caesarea.

3. Persalinan Sectio Caerarea terhadap Kejadian Ikterus Neonatorum

Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin

dilahirkan melalui suatu insisi buatan pada dinding perut dan

dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat

janin diatas 500 gram.8 Ikterus neonatorum adalah warna kuning


PAGE \* MERGEFORMAT v
46

pada sklera mata, mukosa dan kulit karena peningkatan kadar

bilirubin dalam darah, dalam keadaan normal kadar bilirubin dalam

darah tidak melebihi 1 mg/dL dan bila kadar bilirubin dalam darah

melebihi 1,8 mg/dL akan menimbulkan ikterus.18 Menurut

penelitian Cica Maria, dkk (2017) dalam penelitiannya yang

berjudul Hubungan Seksio Sesaria terhadap Bayi Baru Lahir dengan

Hyperbilirubinemia di Ruang Bayi Rumah Sakit Otorita Batam

menyebutkan bahwa jenis persalinan dengan tindakan juga

berhubungan dengan hiperbilirubinemia, karena pada persalinan

dengan tindakan, risiko terjadi infeksi lebih besar dibandingkan

dengan persalinan spontan. Hal ini sesuai dengan teori bahwa

infeksi menyebabkan lisis terutama pada bayi defisiensi G6PD

(Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase) yang menyebabkan

peningkatan kadar bilirubin.

Persalinan dengan SC meningkatkan risiko bayi mengalami

asfiksia, asfiksia ini menyebabkan redistribusi aliran darah (refleks

diving) ke otak, jantung dan kelenjar adrenal sehingga aliran darah

ke organ lain akan berkurang selain itu terjadi metabolisme anaerob

yang menyebabkan keadaan asidosis. Mekanisme refleks diving

dan asidosis akan menyebabkan disfungsi hati. Manifestasi klinis

dan laboratorium yang dapat terjadi pada disfungsi hati adalah

ikterus, perubahan warna tinja, peningkatan enzim hepatoseluler

dan bilier. Asfiksi juga dapat menyebabkan terganggunya asupan

oksigen pada organ tubuh bayi, salah satunya organ hati atau hepar

sehingga fungsi kerja organ tersebut tidak maksimal. Tidak

PAGE \* MERGEFORMAT v
47

maksimalnya fungsi kerja organ hepar menyebabkan hipoperfusi

hati yang kemudian akan mengganggu uptake dan metabolisme

bilirubin.

2.2 Pengertian Fototerapi

Fototerapi adalah penggunaan sinar bluegreen spectrum (panjang gelombang

430-490 nm) dengan kekuatan paling kurang 30 uW/cm2 (diperiksa dengan radio

meter, atau diperkirakan dengan menempatkan bayi langsung di bawah sumber sinar

dan kulit bayi yang terpajan lebih luas. Bila konsentrasi bilirubin tidak menurun atau

cenderung naik pada bayi-bayi yang mendapat fototerapi intensif, kemungkinan besar

terjadi proses hemolisis (Kosim, dkk, 2015).

Jenis-jenis lampu yang digunakan untuk fototerapi menurut

Judarwanto (2012) adalah:

1) Tabung neon biru, dapat bekerja dengan baik jika digunakan

untuk fototerapi namun dapat menyebabkan ketidaknyamanan

pada anggota staf rumah sakit

2) Tabung neon putih ,kurang efisien daripada lampu biru, namun,

mengurangi jarak antara bayi dan lampu dapat

mengkompensasilampu (semakin dekat sumber cahaya, semakin

besar irradiasinya) dan permukaan kulit yang terkena cahaya,

karena itu dibutuhkan sumber cahaya di bawah bayi pada

fototerapi intensif (Maisels,et al, 2008).Jarak antara kulit bayi

dan sumber cahaya. Dengan lampu neon, jarak harus tidak lebih

besar dari 50 cm (20 in). Jarak ini dapat dikurangi sampai 10-20

PAGE \* MERGEFORMAT v
48

cm jika homeostasis suhu dipantau untuk mengurangi resiko

overheating (Judarwanto, 2012).

c. Berat badan dan usia Tabel.2.Petunjuk Penatalaksanaan

Hiperbilirubinemia Berdasarkan Berat Badan Dan Bayi Baru

Lahir Yang Relative Sehat


Berat Badan Fototerapi Transfusi Fototerapi Transfusi
tukar tukar
Kadar Bilirubin Total Serum (mg/dL) Kurang bulan
<1000g 5-7 Bervariasi 4-6 Bervariasi
efisiensi yang lebih rendah 1001-1500g 7-10 Bervariasi 6-8 Bervariasi
1501-2000g 10-12 Bervariasi 8-10 Bervariasi
2001-2500g 12-15 Bervariasi 10-12 Bervariasi
Sehat Sakit Cukup bulan
> 2500g 15-18 20-25 12-15 18-20
sumber panas overhead

dari beberapa penghangat bercahaya.

3) Light-emitting diode (LED), konsumsi daya rendah, produksi

panas rendah, dan masa hidup lebih lama

4) Cahaya serat optik, memberikan tingkat energi yang tinggi,

tetapi untuk luas permukaan terbatas.

b. Jarak

Dosis dan kemanjuran dari fototerapi biasanya dipengaruhi oleh

jarak antara

Sumber : Kosim,dkk. (2012)

Untuk bayi dengan berat lahir kurang dari 1000 gram, memulai

fototerapi sebesar 5 - 6 mg / dL pada usia 24 jam, kemudian meningkat

secara bertahap sampai usia 4 hari. Efisiensi fototerapi tergantung pada

jumlah bilirubin yang diradiasi. Penyinaran area kulit permukaan besar

PAGE \* MERGEFORMAT v
49

lebih efisien daripada penyinaran daerah kecil, dan efisiensi meningkat

fototerapi1.

1. Usia (jam)

Ikterus yang timbul pada usia 25- 48 jam pasca kelahiran, fototerapi

dianjurkan bila kadar bilirubin serum total > 12 mg/dl (170mmol/L).

Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total ≥ 15 mg/dl

(260mmol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin

serum total < 20 mg/dl (340 mmol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi

tukar. Bila kadar bilirubin serum total 20 mg/dl (> 340 mmol/L) dilakukan

fototerapi dan mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin

serum total > 15 mg/dl (>260 mmol/L) pada 25-48 jam pasca

kelahiran, mengindikasikan perlunya pemeriksaan laboratorium ke

arah penyakit hemolisis. Usia 49-72 jam pasca kelahiran, fototerapi

dianjurkan bila kadar bilirubin serum total > 15 mg/dl (260mmol/L).

Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total 18 mg/dl

(310mmol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin

serum total < 25 mg/dlhemolisis. Selanjutnya pada usia > 72 jam pasca

kelahiran, fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total > 17

mg/dl (290mmol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar

bilirubin serum total < 20 mg/dl (340 mmol/L), dianjurkan untuk dilakukan

tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total sudah mencapai > 20 mg/dl

(> 340 mmol/L) dilakukan fototerapi sambil mempersiapkan tindakan

tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 25 mg/dl (> 430 mmol/L)

pada usia > 72 jam pasca kelahiran, masih dianjurkan untuk pemeriksaan

laboratorium ke arah penyakit hemolisis.

PAGE \* MERGEFORMAT v
50

2. Luas permukaan fototerapi

Hal penting dalam pelaksanaan praktis dari fototerapi termasuk pengiriman

energi dan memaksimalkan luas permukaan yang tersedia harus

mempertimbangkan bahwa bayi harus telanjang kecuali popok dan mata harus

ditutup untuk mengurangi resiko kerusakan retina. Bila menggunakan lampu

sorot, pastikan bahwa bayi ditempatkan di pusat lingkaran cahaya, karena

photoenergy tetes dari arah perimeter lingkaran. Amati bayi erat untuk

memastikan bahwa bayi tidak bergerak jauh dari daerah energi tinggi. Lampu

sorot mungkin lebih tepat untuk bayi prematur kecil daripada yang lebih besar

jangka dekat bayi (Judarwanto, 2012)

Secara umum penatalaksanaan hiperbilirubinemia pada bayi berat lahir rendah digambarkan

grafik sebagai berikut:

Sumber : Kosim, dkk (2012) Gambar. 4. Panduan

Fototerapi Pada Bayi Dengan Usia Kehamilan

>35 Minggu

a. Sebagai patokan gunakan kadar bilirubin total

b. Faktor resiko : isoimune hemolytic disease, defisiensi G6PD,

asfiksia, letargi, suhu tubuh yang tidak stabil, sepsis, asidosis, atau

kadar albumin < 3mg/dL

PAGE \* MERGEFORMAT v
51

c. Pada bayi dengan usia kehamilan 35 – 37 6/7 minggu

diperbolehkan untuk melakukan fototerapi pada kadar

bilirubin total sekitar medium risk line. Merupakan pilihan untuk

melakukan intervensi pada kadar bilirubin totak serum yang lebih

rendah untuk bayi – bayi yang mendekati usia 35 minggu dan

dengan kadar bilirubin total serum yang lebih tinggi untuk bayi

yang berusia mendekati 37 6/7 minggu

d. Diperbolehkan melakukan fototerapi baik dirumah sakit atau

dirumah pada kadar bilirubin total 2 -3

mg/dL dibawah garis yang ditunjukan, namun pada bayi – bayi

yang memiliki faktor resiko fototerapi sebaiknya tidak dilakukan

dirumah (Kosim,dkk,2012)

Efek Samping Fototerapi

Efek samping ringan yang harus diwaspadai perawat meliputi feses encer

kehijauan, ruam kulit transien, hipertermia, peningkatan kecepatan

metabolisme,seperti hipokalsemia dan priaspismus. Untuk mencegah atau

meminimalkan efek tersebut, suhu dipantau untuk mendeteksi tanda awal hipotermia

atau hipertermia, dan kulit diobservasi mengenai dehiDrasi dan kekeringan, yang dapat

menyebabkan ekskoriasi dan luka (Wong, 2009).

Komplikasi terapi sinar umumnya ringan, sangat jarang terjadi dan

reversibel. Komplikasi yang sering terjadi menurut Sastroasmoro

2004 diantaranya yaitu :

a. Bronze baby sindrom : mekanisme berkurangnya ekresi

hepatik hasil penyinaran bilirubin

b. Diare : bilirubin indirek menghambat laktase

PAGE \* MERGEFORMAT v
52

c. Hemolisis : fotosensitivitas mengganggu sirkulasi eritrosit

d. Dehidrasi : Insesible Water Loss ↑ (30-100%) karena

menyerap energi foton

e. Ruam kulit : Gangguan fotosensitasi terhadap sel mast

kulit dengan pelepasan histamin

Pelumas minyak atau losion tidak boleh dioleskan ke kulit untuk menghindari

kulit menjadi cokelat atau efek ―gosong‖. Bayi cukup bulan yang mendapat fototerapi

mungkin perlu tambahan volume cairan untuk mengompensasi kehilangan caian isensibel

dan intestinal. Karena fototerapi meningkatkan ekskresi bilirubin yang tak terkonjugasi

melalui usus, feses cair menunjukkan peningkatan pengeluaran bilirubin. Sering defekasi

menyebabkan iritasi perianal, sehingga pentng dilakukan asuhan kulit yang teliti terutama

menjaga kulit bersih dan kering (Wong, 2009)

2.4 Keaslian penelitian

Sejauh pengetahuan peneliti terdapat beberapa penelitian yang

berhubungan dengan peneliti, yaitu:

Tabel 1. Keaslian penelitian

Nama, Judul Metode Hasil Perbedaan

tahun

PAGE \* MERGEFORMAT v
53

Triana Hubungan Metode yang Terdapat hubungan Lokasi penelitian,

Indrayani, Fototerapi digunakan dalah yang signifikan dari waktu penelitian,

Amelia Dengan cross sectional, fototerapi dengan variable

Riani (2019) Penurunan menggunakan penurunan kadar penelitian

Kadar analisis total bilirubin total pada

Billirubin sampling bayi baru lahir yang

Total Pada mengalami

Bayi Baru hiperbillirubin

Lahir Di dengan nilai p=

RS Aulia 0,039 di RS Aulia

Jagakarsa Jagakarsa Jakarta

Jakarta Selatan Tahun

Selatan 2019.

MT Wati Desain penelitian ini Berdasarkan uji Lokasi penelitian,


Pengaruh
(2023) adalah penelitian wilcoxon diperoleh waktu penelitian,
Fototerapi
pra-eksperimental nilai signifikansi
terhadap variable
Derajat Tehnik sampling (Asymp. Sig) sebesar
penelitian
Ikterus yang digunakan 0,000 < 0,05, artinya

pada Bayi adalah aksidental ho ditolak dan ha

Baru Lahir Sampling. (Rekam diterima, sehingga ada

Medik) Pengaruh Fototerapi

dengan Derajat Ikterus

Pada Bayi Baru Lahir

di Ruang Seruni

RSUD dr.H. Koesnadi

Bondowoso.

PAGE \* MERGEFORMAT v
54

PAGE \* MERGEFORMAT v
55

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 KERANGKA KONSEPTUAL

Kerangka Konseptual dalam penelitian ini menjelaskan tentang variabel yang akan

diamati atau diukur dalam penelitian yaitu Pengaruh Fototerapi terhadap Penurunan derajat

ikterik pada bayi di Ruang Perinatologi RSUD Grati Kabupaten Pasuruan.

Kerangka konseptual pada penelitian ini menggambarkan bahwa variabel dependen

dipengaruhi oleh variabel independen, dimana bayi ikterik akan mengalami penurunan

derajat ikterik setelah dilakukan fototerapi.


Derajat Ikterik
Pelaksanaan 1. Fototerapi 2 x 12 jam
1. Derajat ikterik 1 Fototerapi
2. Derajat Ikterik 2
3. Derajat Ikterik 3
4. Derajat Ikterik 4

Proses Persalinan (SC/


Spontan)
Asupan ASI
Kejadian
BB < 2000 /
Ikterik
BB > 2000
Faktor ibu

Faktor Usia > 3 hari


plasenta

Keterangan :

= diteliti

= tidak diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Pengaruh Fototerapi terhadap Penurunan Derajat Ikterik pada

bayi di Ruang Perinatologi RSUD Grati Kabupaten Pasuruan

PAGE \* MERGEFORMAT v
56

3.2 HIPOTESIS

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih

praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya ( Nursalam, 2018)

H1 =

a) Ada pengaruh fototerapi 2 x 12 jam terhadap derajat ikterik pada bayi baru

lahir di Ruang Perinatologi RSUD Grati Kabupaten Pasuruan

PAGE \* MERGEFORMAT v
57

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah pre eksperimental, dengan menggunakan pretest dan post test

design. Penelitian pre eksperimental belum merupakan eksperimen sungguh-sungguh karena

masih terdapat variabel luar yang kuat berpengaruh terhadap terbentuknya variabel dependen

(Sugiyono, 2018). Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Fototerapi

terhadap Penurununan Derajat Ikterik pada Bayi Baru Lahir di Ruang Perinatologi RSUD

Grati.

4.1.1 Kerangka Kerja

Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian yang ditulis dalam bentuk

kerangaka (Hidayat,2018)

PAGE \* MERGEFORMAT v
58

Kerangka kerja dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

Populasi
Semua Bayi yang mengalami ikterik diruangan Perinatologi RSUD
grati

Sampling
Kuota Sampling

Sample
15 bayi yang mengalami ikterik

Desain Penelitian
Pre Eksperimental

Pengumpulan Data
(lembar observasi)

Pengolahan Data
Editing, Coding, scoring, tabulating

Analisa Data
Wilcoxon Signed Ranks Test.

Hasil Penelitian dan Kesimpulan (Menjawab Hipotesa)

PAGE \* MERGEFORMAT v
59

4.2 Populasi, Sampel, Teknik sampling

4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian (Arikunto, 2019). Populasi

adalah sejumlah individu yang setidaknya mempunyai satu ciri atau sifat yang sama,

dari populasi tersebut akan diambil sampel yang diharapkan akan mewakili populasi.

Populasi adalah suatu kelompok yang hendak dikenai generalisasi hasil

penelitian minimal mempunyai karakteristik yang sama (Azwar 2018). Dalam

penelitian ini karakteristik populasi yang ditentukan adalah seluruh pasien (bayi) yang

menjalani perwatan di ruang perinatologi RSUD Grati Kabupaten Pasuruan sebanyak

45 responden.

4.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto,

2018). Menurut Purwanto (2019), sampel adalah suatu bagian yang dipilih dengan

cara tertentu untuk mewakili keseluruhan kelompok populasi. Sampel dalam

penelitian ini yang berada di perinatologi RSUD Grati Kabupaten Pasuruan

sebanyak 15 responden.

4.2.3 Teknik Sampling

Terdapat teknik dalam pengambilan sampel untuk melakukan penelitian,

menurut (Arikunto, 2018) menjelaskan bahwa teknik sampel merupakan teknik

pengambilan sampel untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam

penelitian. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Quota sampling.

Quota sampling adalah teknik pengampilan sampel berdasarkan kriteria tertentu.

Alasan mengambil Quota sampling karena jumlah populasi yang sedikit dan populasi

yang memenuhi kriteria dimasukkan dalam Kuota. (Masturoh & Anggita, 2018.

Peneliti menggunakan sampel sebanyak 15 responden yang memenuhi kriteria inklusi.

PAGE \* MERGEFORMAT v
60

Kriteria inklusi :

1. Bayi yang dirawat dan mendapatkan fofoterapi di Ruang Perinatologi

RSUD Grati

2. Bayi dengan derajat ikterik 4 dan 5

3. Orang Tua bayi yang bersedia bayi diikutsertakan dalam penelitian

4. Bayi yang lahir secara caesar maupun pervaginam

Kriteria eksklusi :

1. Bayi yang lahir dengan berat lahir ≤ 2500gr

2. Bayi yang lahir dengan usia kehamilan ≤ 37 minggu

4.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

4.3.1 Variabel Penelitian

Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu

penelitain (Arikunto, 2018).

1. Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lain

(Nursalam, 2019). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah

Fototerapi pada bayi.

2. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel

lain (Nursalam, 2019). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependent dari

penelitian adalah bayi ikterik

4.3.2 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skor Skala

PAGE \* MERGEFORMAT v
61

Variabel Fototerapi adalah 1. Bayi yang - - -

Independen penggunaan sinar mengalami derajat

: bluegreen ikterik 5 dan

Fototerapi spectrum (panjang derajat ikterik 4

pada Bayi gelombang 430- 2. Bayi dengan usia

490 nm) dengan > 3 hari

kekuatan paling 3. Bayi dengan kadar

kurang 30 uW/cm2 billirubin total >

(diperiksa dengan 12mg/dl

radio meter, atau

diperkirakan

dengan

menempatkan

bayi langsung di

bawah sumber

sinar dan kulit

bayi yang terpajan

lebih luas. Bila

konsentrasi

bilirubin tidak

menurun atau

cenderung naik

pada bayi-bayi

yang mendapat

fototerapi intensif,

PAGE \* MERGEFORMAT v
62

kemungkinan

besar terjadi

proses hemolisis

(Kosim, dkk,

2015).

Variabel Ikterus atau 1. Umur Bayi 1. Lembar 3. bayi ikterik derajat Rasio

Dependen : jaundice atau sakit 2. BB Bayi observasi 5 dan 4

bayi ikterik kuning adalah 3. Kadar Bilirubin 2. SOP 4. Nilai Kadar

warna kuning pada 4. Proses Persalinan Fototerap Bilirubin

sklera mata, (SC atau Spontan) i

mukosa dan kulit 5. SOP Fototerapi

karena peningkatan

kadar bilirubin

dalam darah.

Dalam keadaan

normal kadar

bilirubin dalam

darah tidak

melebihi 1 mg/dL

(17 µmol/L) dan

bila kadar bilirubin

dalam darah

melebihi 1.8 mg/dL

(30 µmol/L) akan

PAGE \* MERGEFORMAT v
63

menimbulkan

ikterus.

4.4 Bahan Penelitian

1. Bulpoin

2. Lembar Observasi

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih cermat atau lengkap dan sistematik

sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2018). Dalam penelitian ini instrumen yang

digunakan adalah lembar observasi

4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada :

Waktu : Penelitian telah dilaksanakan pada 1 Juni - 31 Juli 2023

Tempat Penelitian : di Ruang Perinatologi RSUD Grati Kabupaten Pasuruan.

4.7 Prosedur Pengambilan atau Pengumpulan Data

1. Proses Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses

pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian. (Nursalam,

2019). Peneliti menggunakan lembar observasi sebagai metode pengumpulan data

PAGE \* MERGEFORMAT v
64

yang memiliki karakteristik khusus untuk membedakannya dari berbagai bentuk alat

pengumpul data yang lain seperti angket dan lain sebagainya.

Dalam melakukan penelitian, prosedur yang dietetapkan sebagai berikut:

1. Proses pengumpulan data di mulai setelah mendapatkan surat izin dari Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Husada Jombang

2. Kemudian menyerahkan surat izin penelitian tersebut kepada kepala di Ruang

Perinatologi RSUD Grati Kabupaten Pasuruan.

3. Mengambil data di RSUD Grati Kabupaten Pasuruan

4. Menemui responden dan menjelaskan kepada calon responden tentang penelitian

dan bila bersedia menjadi responden, di persilahkan untuk menandatangani

informed consent

5. Mengisi lembar observasi

6. Setelah itu peneliti melakukan penilaian pada hasil yang diperoleh.

4.8 Cara Analisa Data

Analisa data adalah melakukan analisa data terlebih dahulu data harus diolah

dengan tujuan mengubah data menjadi informasi. Dalam statistik informasi yang

diperoleh dipergunakan untuk proses pengambilan keputusan, terutama dalam pengujian

hipotesis.

Penelitian ini menggunakan instrumen berupa pedoman observasi yang disusun

oleh peneliti sendiri. Penelitian ini bermaksud untuk mendeskripsikan derajat ikterik

sebelum dan setelah dilakukan fototerapi dengan menggunakan analisis deskripsi dan

mengetahui perbedaan derajat ikterik pada bayi baru lahir yang dilakukan fototerapi,

PAGE \* MERGEFORMAT v
65

dengan jenis hipotesis komparatif berpasangan 2 kelompok dengan data katagorik

(ordinal) dengan uji hipotesis Wilcoxon Signed Ranks Test.

Nilai signifikan < 0.05 maka H0 ditolak, artinya adaPengaruh fototerapi terhadap

penuruanan derajat ikterik pada bayi. Dan apabila nilai signifikan > 0.05 maka H 0

diterima, artinya tidak ada pengaruh fototerapi terhadap penurunan derjat ikterik pada

bayi.

4.8.1 Pengolahan Data

a. Editing

Editing merupakan upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan. Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan semua

hasil data dari lembar observasi.

b. Coding

Coding adalah mengubah hasil-hasil pengukuran yang didapat dari

responden ke dalam suatu bentuk data (Notoatmodjo, 2019). Peneliti mencatat

coding sesuai dengan data yang didapat pada masing-masing responden.

1. Nama ayah dengan kode 1

2. Nama ibu dengan kode 2

3. Umur ibu dengan kode 3

4. Berat bayi lahir dengan kode 5

c. Scoring

Scoring yaitu menentukan nilai atau skor untuk beberapa item yang

digunakan dalam penelitian serta berisikan nilai atau skor tertinggi maupun

PAGE \* MERGEFORMAT v
66

terendah. Dalam penelitian ini, dapat diketahui berdasarkan data yang ditemukan

pada saat melakukan penelitian.

Kebiasaan menyusui

1. ikterik dengan skore 1-2-3-4-5

2. Tidak ikterik dengan skore 0

d. Tabulating

Tabulating adalah mentabulasi hasil data yang diperoleh sesuai dengan item

penelitian yang dilakukan. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh fototerapi

terhadap penurunan derajat ikterik pada bayi. Pengolahan data yang digunakan

dengan cara tabulasi hasil penilaian skala yang telah diperoleh dari observasi.

4.8.2 Analisis Data

Penelitian ini menggunakan instrumen berupa pedoman observasi yang

disusun oleh peneliti sendiri. Penelitian ini bermaksud untuk mendeskripsikan

derajat ikterik sebelum dan setelah dilakukan fototerapi dengan menggunakan

analisis deskripsi dan mengetahui perbedaan derajat ikterik pada bayi baru lahir

yang dilakukan fototerapi, dengan jenis hipotesis komparatif berpasangan 2

kelompok dengan data katagorik (ordinal) dengan uji hipotesis Wilcoxon Signed

Ranks Test.

4.9 Masalah Etik

Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting

karena hampir subjek yang diteliti dipergunakan adalah manusia. Maka penelitian harus

memahami prinsip-prinsip etika penelitiankarena manusia mempunyai hak asumsi dalam

kegiatan penelitian. Masalah etika dalam penelitian keperawatan, meliputi:

PAGE \* MERGEFORMAT v
67

4.9.1 Informd consent ( Lembar Persetujuan Menjadi Responden )

Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden dengan

memberikan lembar persetujuan (informed consent). Informed consent tersebut

diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk

menjadi responden. Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan

tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia maka mereka harus

menanda tangani lembar persetujuan dan jika responden tidak bersedia maka peneliti

harus menghormati hak responden.

4.9.2 Anonimity (Tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan, disini penulis tidak mencantumkan nama, subjek

pada lembar pengumpulan data diisi oleh subjek, lembar tersebut hanya diberi kode.

4.9.3 Confidentiality(Kerahasiaan)

Merupakan masalah dengan menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian baik

informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan

dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan

dilaporkan pada hasil riset.

PAGE \* MERGEFORMAT v
68

BAB V

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh

fototerapi terhadap penurunan derajat ikterik pada bayi baru lahir di Ruang Perinatologi

RSUD Grati Kabupaten Pasuruan. Penelitian dilaksanakan mulai 1 Juni 2023 sampai

dengan 31 Juli 2023. Jumlah responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah

15 orang.

5.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah Grati Kabupaten Pasuruan adalah

merupakan Rumah Sakit milik Pemerintah Daerah dengan kelas rumah sakit adalah

PAGE \* MERGEFORMAT v
69

Rumah Sakit Umun Daerah Kelas D. Alamat rumah sakit adalah di Jalan Raya Ranu

Klindungan No. 199 Kecamatan Grati Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur.

RSUD Grati telah bersertifikat Akreditasi "Madya" pada tahun 2019 dan

menjadi RSUD kelas/tipe C pada 10 Februari 2021 serta berkomitmen untuk melayani

pasien dengan sepenuh hati berbasis pada keselamatan pasien sesuai dengan Standar

Prosedur dan Maklumat Pelayanan RSUD Grati Kabupaten Pasuruan.

RSUD GRATI memiliki 22 Instalasi, antara lain :

A. Instalasi dibawah Pelayanan Medik dan Keperawatan

1. Instalasi Rawat Inap

2. Instalasi Rawat Jalan

3. Instalasi Gawat Darurat / IGD

4. Instalasi Bedah Sentral /IBS

5. Intsalasi Perawatan Intensif / HCU-ICU Terintegratsi

6. Instalasi Maternal

7. Instalasi Anak Terpadu

8. Instalasi Pinere (Covid-19)

9. Instalasi Graha "Sayyid Sulaiman"

B. Instalasi dibawah Penunjang Medik :

1. Instalasi Laboratorium

2. Instalasi Farmasi

3. Instalasi Radiologi

4. Instalasi Gizi

5. Instalasi Sanitasi Lingkungan

6. Instalasi Rekam Medik

PAGE \* MERGEFORMAT v
70

7. Instalasi Pemeliharaan Sarana Medis (IPS Medis)

8. Instalasi Pemeliharaan Sarana Non Medis (IPS Non Medis)

9. Instalasi Gas Medis

10. Instalasi Pengelolah Data Eleketronik (PDE)

11. Instalasi Penjaminan

12. Instalasi Kamar Jenazah

13. Instalasi CSSD-Laundry

1. Analisis Univariat

a. Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian, dapat di deskripsikan karakteristik responden berdasarka

umur orang tua, pendidikan, pekerjaan, kebiasaan menyusui, kejadian ikterik di

Ruang Perinatologi RSUD Grati Kabupaten Pasuruan yaitu sebagai berikut:

5.1.1 Berdasarkan umur

Tabel 5.1Distribusi responden berdasarkan umur orang tua bayi pada pengaruh
fototerapi pada penurunan derajat ikterik pada bayi baru lahir di Ruang Perinatologi
RSUD Grati Kabupaten Pasuruan, bulan 1 Juni – 31 Juli Tahun 2023.

No. Umur Responden Jumlah Prosentase (%)


1 20-40 tahun 10 66.7
2 >41 tahun 5 33,3
Jumlah 15 100
Sumber : Data primer penelitian 2023

Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa lebih dari setengahnya responden berumur

20-40 tahun sebanyak 10 responden (66,7%).

5.1.2 Berdasarkan pendidikan

PAGE \* MERGEFORMAT v
71

Tabel 5.2Distribusi responden berdasarkan pendidikan pengaruh fototerapi pada


penurunan derajat ikterik pada bayi baru lahir di Ruang Perinatologi RSUD Grati
Kabupaten Pasuruan, bulan 1 Juni – 31 Juli Tahun 2023.

No. Pendidikan Jumlah Prosentase (%)


1 SD/SMP 6 40
2 SMA 9 60
3 PT 0 0,0
4 Tidak Sekolah 0 0,0
Jumlah 15 100
Sumber : Data primer penelitian 2023

Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa hampir setengahnya responden

berpendidikan SMA yaitu maing-masing sebanyak 9 responden (60%).

5.1.3 Berdasarkan pekerjaan

Tabel 5.3Distribusi responden berdasarkan pekerjaan pada pengaruh fototerapi pada


penurunan derajat ikterik pada bayi baru lahir di Ruang Perinatologi RSUD Grati
Kabupaten Pasuruan, bulan 1 Juni – 31 Juli Tahun 2023

No. Pekerjaan Jumlah Prosentase (%)


1 Tidak Bekerja 8 53.3
2 PNS 0 0,0
3 Wiraswasta 0 0
4 Lainnya 7 46.7
Jumlah 15 100
Sumber : Data primer penelitian 2023

Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa setengahnya responden tidak bekerja yaitu

maing-masing sebanyak 8 responden (53,3%).

a. Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi menyusui ibu pada bayi baru lahir pada kejadian

bayi ikterik di Ruang Perinatologi RSUD Grati Kabupaten Pasuruan, bulan Juli-

Agustus Tahun 2023.

Kebiasaan menyusui Jumlah (n) Presentase (%)

Kontinyu 5 33.3

Tidak Kontinyu 10 66.7

PAGE \* MERGEFORMAT v
72

Total 15 100%

(Sumber: Primer 2023)

Berdasarkan Tabel 5.4 diketahui bahwa dari 15 responden dengan kebiasaan menyusui di

Ruang Perinatologi RSUD Grati Kabupaten Pasuruan, dengan kebiasaan ibu menyusui

dengan tidak kontinyu adalah sejumlah 10 responden (66.7%).

b. Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi derajat ikterik sebelum fototerapi di Ruang

Perinatologi RSUD Grati Kabupaten Pasuruan, bulan 1 Juni – 31 Juli Tahun 2023.

Derajat Ikterik Jumlah (n) Presentase (%)

Derajat 5 6 40,0

Derajat 4 9 60,0

Derajat 3 0 0

Derajat 2 0 0

Derajat 1 0 0

Total 15 100%

(Sumber: Primer 2023)

Berdasarkan Tabel 5.5 diketahui bahwa dari 15 responden, didominasi oleh bayi dengan

derajat ikterik4 yaitu sebanyak 9 responden (60,0%).

c. Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi derajat ikterik setelah fototerapi di Ruang

Perinatologi RSUD Grati Kabupaten Pasuruan, bulan 1 Juni – 31 Juli Tahun 2023.

Derajat Ikterik Jumlah (n) Presentase (%)

Derajat 5 0 0

Derajat 4 5 33.3

Derajat 3 9 60

Derajat 2 1 6.7

PAGE \* MERGEFORMAT v
73

Derajat 1 0 0

Total 15 100%

(Sumber: Primer 2023)

Berdasarkan Tabel 5.5 diketahui bahwa dari 15 responden setelah dilakukan fototerapi

mengalami penurunan derajat ikterik, terbanyak menjadi derajat ikterik 3 yaitu 9

responden

2. AnalisisData

Tabel 5. 7 pengaruh fototerapi terhadap penurunan derajat ikterik pada bayi baru

lahir di Ruang Perinatologi RSUD Grati Kabupaten Pasuruan.

Wilcoxon Signed Ranks Test


Post-Test 2x12 - Pre-Test 2x12
Z -3.690b
Asymp. Sig. (2-tailed) .000

Taraf signifikansi yang digunakan adalah batas kritis pada tabel adalah α sig 0,05,

dan didapatkan hasil uji chi-square yaitu 0,00 dengan sig.(2 tailed) 0,00< 0,05, yang

menggunakan spss, maka dapat disimpulkan dalam penelitian ini H0 ditolak dan H1 diterima

yang artinya adanya ada Pengaruh fototerapi terhadap penurunan derajat ikterik pada bayi

baru lahir di ruang perinatologi RSUD Grati

5.2 PEMBAHASAN

Derajat Ikterik Sebelum Perlakuan

Hasil penelitian pengukuran derajat ikterik pada bayi ikterik sebelum dilakukan

fototerapi di Ruang Perinatulogi RSUD Grati menunjukkan sebagian besar berada pada

tingkat derajat 5 sebanyak 40% yaitu yang meliputi daerah ikterik sampai Sampai lengan,

tungkai bawah lutut. Pengukuran derajat ikterik sebelum fototerapi tidak ada responden yang

mempunyai derajat ikterik 3 maupun 2. Menurut Grohmanna, et al (2018) derajat ikterik

PAGE \* MERGEFORMAT v
74

merupakan kondisi umum diantara neonatus, disebabkan oleh kombinasi heme meningkat

dan ketidakdewasaan fisiologis hati dalam konjugasi dan ekskresi bilirubin. Sedang menurut

Kosim, dkk (2015) Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh

pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang

berlebih. Tingginya tingkat derajat ikterik pada bayi disebabkan oleh beberapa

permasalahan yang ditemui dalam penelitian ini diantaranya adalah pemberian nutrisi pada

bayi yang memberikan campuran antara ASI dan susu formula, kesibukan ibu yang sebagian

besar bekerja, serta masih banyaknya ibu yang baru mempunyai anak pertama yang

menyebabkan masih kurang pemahaman ibu tentang tata cara perawatan bayi pada saat

setelah kelahiran bayi dan kurangnya informasi mengenai mengurangi resiko terjadinya

ikterik pada bayi. Menurut Kosim (2018) pada bayi yang mendapat ASI terdapat dua bentuk

neonatal jaundice yaitu early (yang berhubungan dengan breastfeeding) dan late

(berhubungan dengan ASI). Bentuk early onset diyakini berhubungan dengan proses

pemberian minum. Bentuk late onset diyakini dipengaruhi oleh kandungan ASI ibu yang

mempengaruhi proses konjugasi dan ekskresi. Penyebab late onset tidak diketahui, telah

dihubungkan dengan adanya faktor spesifik dari ASI yaitu : 2α-20β- pregnidiol yang

mempengaruhi aktifitas enzim uridine disphospat glucuronocyl transferase (UDPGT) atau

pelepasan bilirubin konjugasi dari hepatosit; peningkatan aktifitas lipoprotein lipase yang

kemudian melepaskan asam lemak bebas ke dalam usus halus, penghambatan konjugasi

akibat peningkatan asam lemak unsaturated, atau B- glukorunidase atau faktor lain yang

mungkin menyebabkan peningkatan jalur enterohepatik. Sebagaimana pendapat yang

dikemukakan oleh Lasmani (2000) yang mengatakan faktor resiko terjadinya

hiperbilirubinemia pada Bayi Baru Lahir Cukup (BBLC) adalah keterlambatan pemberian

ASI, efektifitas menetek dan asfiksia neonatorum pada menit ke-1.

Derajat Ikterik Setelah Perlakuan fototerapi

PAGE \* MERGEFORMAT v
75

Hasil penelitian pengukuran derajat ikterik pada bayi ikterik di Ruang perinatologi

RSUD Grati setelah dilakukan fototerapi pada pengukuran 2 x 12 jam menunjukkan

sebagian besar berada pada tingkat derajat 3 sebesar 60 % yaitu yang meliputi daerah

ikterik dibawah umbilikus hingga tungkai atas. Pada pengukuran 2 x 12 jam dari 15

responden semua responden mengalami penurunan derajat ikterik setelah dilakukan

fototerapi. Sehingga setelah dilakukan terapi menggunakan fototerapi semua responden

mengalami penurunan tingkat derajat ikterik pada bayi ikterik.

Menurut Bhutani (2018) Fototerapi rumah sakit merupakan tindakan yang efektif

untuk mencegah kadar Total Bilirubin Serum (TSB) meningkat. Uji klinis telah divalidasi

kemanjuran fototerapi dalam mengurangi hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang

berlebihan, dan implementasinya telah secara Drastis membatasi penggunaan transfusi tukar.

Menurut Keren, et al (2018) gambaran untuk penilaian perkembangan ikterik atau jaundice

pada bayi baru lahir diantaranya dimulai dari grade 1 daerah muka atau wajah dan leher,

grade 2 daerah dada dan punggung, grade 3 daerah perut dibawah pusar sampai lutut, grade

4 daerah lengan dan betis dibawah lutut, grade 5 daerah sampai telapak tangan dan kaki.

Pengaruh Fototerapi terhadap Derajat Ikterik

Pengukuran derajat ikterik dengan menggunakan lembar observasi yaitu dengan

ketentuan derajat 1 yaitu meliputi daerah ikterik mencapai kepala dan leher,derajat 2 yaitu

daerah ikterik mencapai badan atas, derajat 3 yaitu daerah ikterik mencapai badan bawah

hingga tungkai atas, derajat 4 daerah ikterik mencapai lengan, tungkai bawah, dan lutut

serta derajat 5 yang daerah ikterik mencapai telapak tangan dan kaki.

Hasil pengukuran derajat ikterik dilakukan pada 2 x 12 jam. Perlakuan fototerapi

dilaksanakan untuk responden dengan derajat ikterik kurang dari atau sama dengan 3. Pada

perlakuan 2 x 12 jam sebelum fototerapi terdapat 15 responden yang perlu dilakukan

PAGE \* MERGEFORMAT v
76

perlakuan dengan sebagian besar (60%) mempunyai derajat ikterik 4. Setelah dilakukan

foto terapi semua responden responden telah mengalami penurunan derajat ikterik (100 %)

menjadi derajat 4, 3 dan 2.

Dalam pengujian statistik dengan menggunakan analisis wilcoxon signed ranks test

diperoleh nilai p-value sebesar 0,000 (p-value < 0,05). Sehingga dapat terdapat pengaruh

pemberian fototerapi terhadap derajat ikterik pada bayi baru lahir di ruang Perinatologi

RSUD Grati. Pengukuran derajat ikterik 2 x12 jam masih terdapat 15 responden yang perlu

dilakukan fototerapi. Setelah dilakukan fototerapi semua responden telah mengalami

penurunan derajat ikterik menjadi 2 dan 3. Pada pengujian statistik dengan uji wilcoxon

signed ranks test pada 2x 12 jam diperoleh nilai p-value sebesar 0,000 (p-value < 0,05).

Sehingga terdapat pengaruh pemberian fototerapi terhadap derajat ikterik pada bayi baru

lahir di Ruang Perinatologi RSUD Grati.

Hasil penelitian ini memberikan gambaran pemberian fototerapi dapat menurunkan

derajat ikterik pada bayi baru lahir di ruang Perinatologi Menurut Maisels, et al (2018) pada

sebagian pasien, fototerapi yang intensif dapat menurunkan 30 % hingga 40% pada 24 jam

pertama, dengan penurunan terjadi pada 4 - 6 jam pertama, fototerapi dapat dihentikan jika

jumlah total bilirubin serum turun hingga dibawah 13 sampai 14 mg/dL. Menurut Kosim

(2012) fototerapi intensif adalah fototerapi dengan menggunakan sinar bluegreen spectrum

(panjang gelombang 430-490 nm) dengan kekuatan paling kurang 30 uW/cm2 (diperiksa

dengan radio meter, atau diperkirakan dengan menempatkan bayi langsung di bawah sumber

sinar dan kulit bayi yang terpajan lebih luas.

Menurut Bhutani (2018) untumk mengurangi efek samping fototerapi maka dokter dan

rumah sakit harus memastikan bahwa perangkat fototerapi digunakan harus sepenuhnya

menerangi luas permukaan tubuh pasien, memiliki tingkat radiasi dari ≥ 30 μW cm-2 nm-1

PAGE \* MERGEFORMAT v
77

(dikonfirmasi dengan akurasi dengan radiometer spektral yang sesuai) selama waveband

sekitar 460-490 nm, dan diimplementasikan secara tepat waktu.

Menurut Wong (2016) untuk mengefektifkan fototerapi, kulit bayi harus terpajan

penuh terhadap sumber cahaya dengan jumlah yang adekuat. Bila kadar bilirubin serum

meningkat sangat cepat atau mencapai kadar kritis, dianjurkan untuk menggunakan fototerapi

dosis ganda atau intensif, teknik ini dengan menggunakan lampu overhead konvensional

sementara itu bayi berbaring dalam selimut fiberoptik. Warna kulit bayi tidak mempengaruhi

efisiensi pemberian fototerapi. Hasil terbaik terjadi dalam 24 sampai 48 jam

pertama fototerapi.

Penelitian ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hendryawati (2018)

yang mengatakan bahwa secara klinis (kramer) pemberian fototerapi atau day light dapat

menurunkan derajat ikterik pada bayi ikterik. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Lasmani (2018) yang memberikan hasil penelitian faktor resiko terjadinya

hiperbilirubinemia pada berat badan lahir cukup (BBLC) yang secara statistik bermakna

adalah keterlambatan pemberian ASI, efektifitas menetek dan asfiksia neonatorum menit ke-

1.

Dan juga penelitian yang dilakukan oleh Triana Indrayani, Amelia Riani (2019)

dengan hasil terdapat hubungan yang signifikan dari fototerapi dengan penurunan kadar

bilirubin total pada bayi baru lahir yang mengalami hiperbillirubin dengan nilai p= 0,039 di

RS Aulia Jagakarsa Jakarta Selatan Tahun 2019.

Penelitian ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh MT Wati (2023)yang

Berdasarkan uji wilcoxon diperoleh nilai signifikansi (Asymp. Sig) sebesar 0,000 < 0,05,

artinya ho ditolak dan ha diterima, sehingga ada Pengaruh Fototerapi dengan Derajat Ikterus

Pada Bayi Baru Lahir di Ruang Seruni RSUD dr.H. Koesnadi Bondowoso.

PAGE \* MERGEFORMAT v
78

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh fototerapi terhadap

derajat ikterik pada bayi baru lahir di Ruang Perinatologi RSUD Grati, dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

PAGE \* MERGEFORMAT v
79

1. Dari 15 responden sebelum dilakukan fototerapi ada 6 responden ( 40 % )

mengalami derajat iketrik 5, sedangkan 9 responden (60 %) mengalami derajat

ikterik 4.

2. Dari 15 responden setelah dilakukan fototerapi sejumlah 15 responden semua

mengalami penurunan derajat ikterik dan sebagian besar memiliki derajat ikterik

3 (60%)

3. Berdasarkan analisa data menggunakan uji wilcoxon dengan hasil yaitu 0,00

dengan sig.(2 tailed) 0,00< 0,05, yang menggunakan spss, maka dapat

disimpulkan dalam penelitian ini H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya

Terdapat pengaruh fototerapi terhadap penurunan derajat ikterik paa bayi baru

lahir di Ruang Perinatologi RSUD Grati.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan temuan adanya keterbatasan dalam penelitian, maka

penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Bagi Institusi RSUD Grati

Diharapkan tetap mempertahankan fototerapi pada pasien ikterik pada bayi baru

lahir di Ruang Perinatologi RSUD Grati, dengan prosedur pelaksanaan dan

tatacara yang tepat, serta memberikan bimbingan kepada ibu tentang cara

pencegahan atau meminimalisir kejadian ikterik pada bayi baru lahir.

2. Bagi masyarakat

Dapat mencari informasi berkaitan dengan kejadian ikterik pada bayi baru lahir

baik melalui tenaga kesehatan, media maupun teman yang lain yang telah memiliki

anak, sehingga dapat melakukan langkah dan penatalaksanaan bayi baru lahir.

PAGE \* MERGEFORMAT v
80

3. Bagi Peneliti selanjutnya

Untuk lebih luas dalam cakupan faktor yang mempengaruhi derajat ikterik pada

bayi selain faktor fototetapi dan menggunakan jumlah sampel yang lebih

banyak untuk hasil yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, A. 2017. Metode Penelitian Kebidanan & Tehnik Analisis Data. Jakarta: Salemba

PAGE \* MERGEFORMAT v
81

Medika.

Arikunto, S. 2019. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Kemenkes RI, 2018. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010. Jakarta: Kemenkes RI

Nirwana, A. 2015. Kapita Selekta Kehamilan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Notoatmodjo, S. 2017. Metodologi Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Sugiyono. 2018. Metode Penelitian. Bandung: CV. Alfa Beta.

Yulifah. 2019. Asuhan Kebidanan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika.

LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN

PAGE \* MERGEFORMAT v
82

Kepada Yth.
Responden
Di RSUD GRATI

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah Mahasiswa Program Study S1
Keperawatan STIKES Husada Jombang:

Nama : ERYTRINA FEBRI SARIJAYA


NIM : 2021030378
Akan melakukan penelitian tentang “ Pengaruh Fototerapi Terhadap Penurunan
Derajat Ikterik pada Bayi di Ruang Perinatologi RSUD Grati Kabupaten Pasuruan”. Manfaat
penelitian ini adalah untuk memberi tambahan pengetahuan bagi tenaga kesehatan khususnya
bidang keperawatan. Untuk kepentingan tersebut saya mohon kesediaannya untuk dijadikan
sampel penelitian. Identitas dan informasi yang berkaitan dengan saudari akan dirahasiakan
oleh peneliti.
Demikian secara sukarela dan sadar tidak ada unsur paksaan dari pihak manapun
untuk menjadi responden dalam penelitian ini.

Pasuruan, 2023
Hormat saya

Erytrina Febri Sarijaya


Nim : 2021030378

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

PAGE \* MERGEFORMAT v
83

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan untuk berperan sebagai

responden dalam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Program Study S1 Keperawatan

STIKES Husada Jombang yang berjudul “Pengaruh Fototerapi Terhadap Penurunan Derajat

Ikterik pada Bayi di Ruang Perinatologi RSUD Grati Kabupaten Pasuruan”.

Tanda tangan saya di bawah menunjukkan bahwa saya diberi informasi dan

memutuskan untuk berperan serta dalam penelitian ini secara sadar dan sukarela serta tidak

ada unsur paksaan dari siapapun.

Pasuruan, 2023

Peneliti Responden

Erytrina Febri Sarijaya ( )


Nim : 2021030378

PAGE \* MERGEFORMAT v
84

LEMBAR OBSERVASI

No. Nama Usia Derajat Lama Derajat Lama Fototerapi Derajat

Ikterik Fototerapi Ikterik Ikterik

Pre Post Pre Post FT

FT FT FT 3 3 x 12

2 x12 2x12 x12 jam

Jam jam Jam

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

PAGE \* MERGEFORMAT v
85

PAGE \* MERGEFORMAT v

Anda mungkin juga menyukai