Kasus Hemorrhoid
Kasus Hemorrhoid
HEMORRHOID
Pembimbing:
Disusun oleh:
2014
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….1
1.1 Identitas………………………………………...…………………………...….2
1.2 Anamnesis................……………………………...…………………………….2
1.5 Diagnosis………………………………………………………...…….……….4
1.6 Terapi..................................................................................................................5
1.8 Prognosis.............................................................................................................5
2.2 Hemorrhoid.....…………………………………………...…………………......8
2.2.1 Tatalaksana...……………………………….....…………........……..10
2.2.2 Prognosis...……...…………………………………..……………….12
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………...….17
1
BAB I
STATUS PASIEN
1.1 Identitas
Nama : Ny. S
Umur : 29 tahun
No. RM : 4125XX
Jenis kelamin : Wanita
Alamat : Jakarta Barat
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
2
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama setahun yang lalu dan telah diberikan
pengobatan dengan anuskopi. Nyeri hilang dan benjolan mengecil, hingga dapat dimasukkan
dengan jari jika keluar dari anus. Pasien juga pernah mengalami keluarnya benjolan dari anus
saat masih SD. Riwayat hipertensi disangkal dan penyakit pada hati disangkal. Riwayat
konsumsi alkohol disangkal.
Gizi : Baik
Tanda Vital
o Temperature : 36.7°C
Kepala : Normochepal
Mata : Pupil bulat isokor Ø 3mm, Kornea jernih, Refleks cahaya +/+,
Gerakan bola mata kesegala arah +/+, Conjunctiva anemis -/-,
Sklera ikterik -/-
Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang, serumen - / -
Hidung : Bentuk normal, sekret - / -, krepitasi - / -
Mulut : Bentuk normal, bibir kering, sianosis tidak ada,
Faring tidak hiperemis
3
Leher : Bentuk normal, Kelenjar Getah Bening tidak teraba
membesar, tidak teraba adanya benjolan
Thorax :
Paru-paru
4
Inspeksi: benjolan pada anus di arah jam 7 berukuran 6x4x2 cm dan hiperemis, di dan
arah jam 1 berukuran 3x1 cm. Permukaan licin. Tidak ada luka, tidak ada pus.
Tidak ada darah.
Palpasi : konsistensi benjolan kenyal. Nyeri tekan (+) dan hiperemis pada benjolan di
arah jam 7. Skala Nyeri: 5. Benjolan di arah jam 1 tidak ada nyeri tekan.
1.5 Diagnosis
Hemorrhoid interna grade IV
1.6 Terapi
Farmakoterapi:
Ardium (flavonoid)
Lactulax syrup (lactulose)
Faktu suppositoria (Policrosulen dan Cinchocaine)
Profenid suppositoria (analgetik)
1.8 Prognosis
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
dan inferior.
Vena hemoroid eksterna ditemukan disekeliling anoderm. Drainase vena dari jaringan
hemoroid interna berakhir pada sistem porta melalui vena rektalis superior. Vena rektalis
inferior membawa drainase vena dari hemoroid eksterna ke vena kava inferior.
.
Fungsi utama dari kanalis anal ialah untuk mengeluarkan massa feses yang terbentuk
di tempat yang lebih tinggi dan melakukan hal tersebut dengan cara yang terkontrol.
Peranan hemorrhoid masih dalam pengamatan. Hemorrhoid memiliki peranan penting
sebagai proteksi muskulus sfingter ani dan memastikan tertutupnya kanalis anal pada saat
peningkatan tekanan intraabdominal untuk mencegah inkontinensia. Hemorrhoid juga
berkontribusi terhadap 15 – 20% dari tekanan istirahat kanalis anal. Peningkatan tekanan
intraabdominal meningkatkan tekanan vena kava inferior dan bantalan vaskuler anal
membengkak dan mencegah kebocoran. Jaringan hemorrhoid juga dapat membedakan benda
padat, cair dan gas yang melalui kanalis anal.
2.2 Hemorrhoid
Penyakit hemorrhoid merupakan pembesaran dan dilatasi pleksus vena submukosa
anus dan perianal. Dilatasi ini sering terjadi setelah usia 50 tahun yang berkaitan dengan
peningkatan tekanan vena di dalam pleksus hemoroidalis. Secara global, prevalensi dari
hemorrhoid simptomatik diperkirakan berkisar 4.4% dari populasi. Di Amerika Serikat,
sepertiga dari 10 juta orang mengalami hemorrhoid. Pasien hemorrhoid sering berasal dari
golongan sosioekonomi yang menengah ke atas. Prevalensi kejadiannya meningkat bersama
7
usia.
Penurunan aliran balik vena dapat memprovokasi terjadinya hemorrhoid. Makanan
yang kurang berserat menyebabkan feses yang kecil dan keras sehingga dapat menyebabkan
naiknya tekanan saat defekasi. Naiknya tekanan di sekitar anus dapat menyebabkan
pembengkakan hemorrhoid. Kehamilan dan tingginya tekanan pada muskulus sfingter ani
dapat menyebabkn bengkaknya hemorrhoid. Terlalu lama duduk, atau kurangnya mobilitas
dapat menyebabkan masalah aliran vena balik relatif di area perianal hal ini juga
menyebabkan hemorrhoid. Struktur penyokong di daerah anal melemah bersama dengan
penuaan dan hal ini dapat memfasilitasi terjadinya prolaps hemorrhoid. Selain itu, konstipasi
dan regangan pada anus, hipertensi portal dan varises anorektal, kelainan genetik, diare
kronis, keganasan kolon, penyakit liver, obesitas, trauma medulla spinalis hilangnya tonus
otot rektal, episiotomi, IBD, dan hubungan seksual melalui anus dapat mencetuskan
hemorrhoid.
Patofisiologi pasti dari hemorrhoid belum diketahui, namun teori tentang bergesernya
canalis anal banyak diterima. Dari teori ini didapatkan bahwa penyakit hemorrhoid terjadi
saat jaringan penyokong dari bantalan anal mengalami deteriorasi atau disintegrasi.
Bendungan dan hipertrofi pada bantalan anus menjadi mekanisme dasar terjadinya hemoroid.
Pertama, kegagalan pengosongan vena bantalan anus secara cepat saat defekasi. Kedua,
bantalan anus terlalu mobile, dan ketiga, bantalan anus terperangkap oleh sfingter anus yang
ketat. Akibatnya, vena intramuskular kanalis anus akan terjepit (obstruksi). Proses
pembendungan diatas diperparah lagi apabila seseorang mengedan atau adanya feses yang
keras melalui dinding rektum. Beberapa kemungkinan penyebab terjadinya penyakit
hemorrhoid adalah:
Bergantung pada usia, riwayat, gejala yang mengkhawatirkan, risiko kanker kolon dan
hasil pemeriksaan colok dubur, anuskopi, sigmoidoscopy, atau kolonoskopi harus dilakukan.
9
Pada pemeriksaan anuskopi, dapat ditemukan ukuran hemorrhoid, lokasi, derajat inflamasi
dan perdarahan. Anuskopi juga dilakukan sebagai cara terapi.
Konservatif
Non Bedah
Tatalaksana non bedah termasuk di dalamnya ligasi karet, skleroterapi, koagulasi
inframerah, dan diatermi bipolar.
o Ligasi karet (Rubber band ligation) merupakan tatalaksana non bedah
pilihan untuk hemorrhoid derajat I, II dan III.Ligasi ini melibatkan proses
nekrosis jaringan yang diikat. Reaksi inflamasi yang dihasilkan membantu
proses refiksasi mukosa dan menghilangkan prolaps hemorrhoid. Hasil
dari ligasi ini adalah kembalinya bantalan hemorrhoid ke ukuran yang
lebih normal dan berkurangnya keluhan pasien. Kontraindikasi dari proses
ini adalah pasien dengan kelainan pembekuan darah atau pasien yang
mengonsumsi obat-obatan antiplatelet atau antikoagulan.
o Skleroterapi merupakan pilihan terapi untuk hemorrhoid interna grade I
dan II. Terapi ini meliputi menginjeksi sclerosant ke ruang submukosa dari
hemorrhoid yang dituju atau apeks dari hemorrhoid tersebut. Reaksinya
pada jaringan lunak menyebabkan trombosis dari pembuluh darah,
sklerosis dari jaringan penyokong dan refiksasi jaringan yang prolaps ke
balik jaringan muskularis rektal.
o Koagulasi inframerah. Tindakan ini dilakukan untuk hemorrhoid derajat
I dan II. Tiga hingga 4 pulsasi energi inframerah di berikan kepada
10
mukosa normal di atas jaringan hemorrhoid. Satu atau 2 hemorrhoid
ditatalaksana per sesi, dengan pengulangan sesi tiap 2 – 4 minggu. Reaksi
terjadi di mukosa, menghasilkan destruksi jaringan, koagulasi protein, dan
inflamasi yang berujung pada pembentukan scar dan fiksasi jaringan.
Namun tindakan ini memerlukan dana yang tinggi.
o Diathermi bipolar. Teknik ini dilakukan melalui anuskopi dan digunakan
pada hemorrhoid derajat I, II dan III. Alat diathermi bipolar ini
menghasilkan panas yang membuat koagulasi jaringan dan reaksi fibrotik
di daerah tersebut. Tindakan ini dilakukan berulang, terutama untuk lesi
yang lebih besar. Tingkat kesuksesannya 88% - 100%, namun
komplikasinya relatif tinggi. Komplikasi yang dapat terjadi adalah
perdarahan, nyeri, pembentukan fistula, dan spasme otot sfingter interna.
Bedah
o Hemorrhoidektomi eksisional
Teknik bedah digunakan ketika prosedur non bedah tidak memberikan
hasil. Teknik hemorrhoidektomi eksisional dikatakan lebih efektif dari
ligasi pada hemorrhoid derajat III, memiliki derajat rekurensi yang lebih
rendah, tetapi memberikan nyeri dan masa penyembuhan yang lama.
Terdapat banyak teknik pada hemoroidektomi eksisional.
2.2.2 Prognosis
11
BAB III
DISKUSI
Subjektif
Ny. S, 29 tahun, mengeluh nyeri berdenyut pada anus setelah sebelumnya muncul
benjolan yang keluar dari anus saat BAB. Nyeri dapat menandakan adanya proses inflamasi
atau gangguan vaskularisasi jaringan. Nyeri berdenyut merupakan ciri khas nyeri akibat
kelainan vaskuler. Nyeri hanya dirasakan pada anus tanpa penjalaran dan terasa lebih sakit
saat tidur terlentang dan saat duduk. Nyeri yang terlokalisir dan peningkatan derajat sakit
pada perubahan posisi seperti pada pasien membantu menegakkan lokasi kelainan yang
terjadi. Pada abses atau fistula, nyeri dapat dirasakan menjalar dan benjolan yang ditimbulkan
bisa berisi pus.
Lima hari sebelumnya, timbul benjolan sebesar kelereng dari anus saat BAB, namun
tidak nyeri dan benjolan juga tidak dapat dimasukkan kembali dengan jari. Hal ini sejalan
dengan teori hemorrhoid interna yang tidak nyeri. Tidak adanya nyeri daerah perut, dan
penurunan badan drastis dan demam memiminimalkan dugaan adanya infeksi, keganasan
atau kelainan colon. BAB berdarah disangkal. BAB yang bercampur darah dapat
menimbulkan dugaan kelainan pada kolon dan bagian saluran digestif di atasnya seperti
keganasan, atau inflamasi saluran digestif, namun hal ini tidak ditemukan pada pasien.
Belum pernah ada darah yang menetes saat BAB. Meskipun di dalam teori gejala
yang paling umum dialami oleh pasien hemorrhoid adalah adanya darah merah segar yang
menetes saat BAB atau pada tissu saat membasuh anus, gejala tersebut tidak terjadi pada
pasien. Kemungkinannya adalah bantalan fibrovaskular anus yang dimiliki oleh Ny. S tidak
mudah rusak.
Faktor risiko hemorrhoid yang dapat ditemukan pada pasien adalah bahwa pasien
terbiasa menggunakan toilet duduk di rumah. Pasien memiliki 2 anak yang dilahirkan secara
spontan di rumah sakit. Kedua faktor tersebut dapat meningkatkan tekanan pada jaringan
hemorrhoid dan keadaan yang terus-menerus dapat berujung pada melonggarnya dan
membesarnya hemorrhoid pasien. Pasien yang tidak rutin BAB setiap hari, jarang konsumsi
buah dan asupan air minum biasanya kurang dari 8 gelas per hari juga dapat mencetuskan hal
tersebut di atas. Dengan jarangnya konsumsi buah dan air minum, feses yang terbentuk bisa
tidak lunak dan memerlukan usaha mengedan saat defekasi. Kondisi defekasi pasien yang
tidak setiap hari dan fisiologi kolon yang terus mereabsorpsi cairan yang terkandung di dalam
feses dapat menyebabkan mengerasnya feses dan diperlukan usaha pada saat defekasi.
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama setahun yang lalu dan telah diberikan
pengobatan dengan anuskopi. Nyeri hilang dan benjolan mengecil, hingga dapat dimasukkan
dengan jari jika keluar dari anus. Pasien juga pernah mengalami keluarnya benjolan dari anus
saat masih SD. Dari riwayat pasien yang sudah pernah mengalami hemorrhoid sebelumnya,
12
dugaan hemorrhoid dan telah rekuren menjadi lebih pasti. Riwayat hipertensi disangkal dan
penyakit pada hati disangkal. Riwayat konsumsi alkohol disangkal.
Objektif
Dari keadaan umum dan status generalis tidak ditemukan adanya kelainan. Pada
pemeriksaan abdomen, juga tidak ditemukan adanya kelainan. Hal ini melemahkan diagnosis
diferensial dari faktor risiko adanya sirosis hepatis yang dapat juga menaikkan tekanan
intraabdomen terutama di bantalan hemorrhoid.
Pada pemeriksaan status lokalis, didapatkan benjolan pada anus di arah jam 12
berukuran 6x4x2 cm dan hiperemis, dan di arah jam 1 berukuran 4x1 cm, permukaan licin.
Keadaan hiperemis dengan nyeri tekan pada salah satu benjolan menunjukkan adanya
inflamasi. Dalam teori hemorrhoid, nyeri dapat terjadi pada hemorrhoid interna ketika terjadi
strangulasi pembuluh darah di dalam bantalan vaskular atau terbentuknya trombus.
Permukaan yang licin memperkuat diagnosis hemorrhoid dan melemahkan diagnosis banding
terhadap kanker kolon. Bentuk dan ukuran dari benjolan melemahkan diagnosis banding
prolaps rekti.
Pada palpasi, konsistensi benjolan teraba kenyal. Nyeri tekan (+) dan hiperemis pada
benjolan di arah jam 12. Nyeri tekan (-) pada benjolan di arah jam 1. Ketiadaan nyeri maupun
tanda inflamasi pada benjolan arah jam 1 mencirikan tidak adanya kelainan vaskular maupun
neurogenik yang terjadi, sesuai dengan teori hemoroid interna yang tidak menyebabkan nyeri
karena tidak memiliki innervasi somatik. Nyeri tekan pada benjolan arah jam 12 menjadi
patokan penetapan hemoroid derajat IV.
Assessment
Berdasarkan anamnesis yang menunjukkan tanda dan gejala hemorrhoid disertai beberapa
faktor risiko dan adanya riwayat penyakit serupa, juga melalui pemeriksaan fisik dengan
benjolan yang nyeri pada pasien, ditegakkan diagnosis hemorrhoid interna derajat IV.
Planning
Farmakoterapi:
Ardium (flavonoid)
Flavonoid dilaporkan memiliki efek anti inflamasi dan menguatkan pembuluh darah.
Penelitian oleh Alonso dkk. menunjukkan bahwa penggunaan flavonoid pada hemorrhoid
13
memperlihatkan adanya penurunan risiko perdarahan, nyeri persisten, rasa gatal dan
kekambuhan dari hemorrhoid. Tetapi masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk
membuktikan keefektifan kualitas flavonoid sebagai terapi hemorrhoid.
Lactulosa diberikan untuk melunakkan feses sehingga pasien tidak harus mengedan
saat defekasi. Hal ini membantu mengurangi nyeri akibat trombus yang terdapat pada pasien.
Kondisi pasien dalam keadaan nyeri, menyebabkan pasien kesulitan dalam kegiatan
sehari- hari sehingga diperlukan analgetik. Ketoprofen merupakan analgesik golongan
NSAID yang bekerja cepat. Cara kerjanya adalah penghambatan sintesis prostaglandin yang
menjadi mediator pemicu nyeri pada inflamasi.
Rencana Tindakan
Skleroterapi
14
tidak memakan waktu, selain itu tindakan ini dapat mengurangi keluhan nyeri pada pasien
dan dapat mengecilkan ukuran dari hemorrhoid yang di derita pasien.
Prognosis
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunicardi CF, et al. 2010. Schwartz’s Principle of Surgery, 9th ed. McGraw-Hill
Companies, Inc.: USA.
2. Gami, et al. 2011. Hemorrhoids – A Common Ailment among Adults, Causes and
Treatment: A Review. Int J Pharm Pharm Sci, Vol 3, Suppl 5, 5-12
3. Ganz R.A. The Evaluation and Treatment of Hemorrhoids: A Guide for
Gastroenterologist. Clinical Gastroenterology and Hepatology 2013;11:593–603.
4. Lohsiriwat V. 2012. Hemorrhoid: from basic pathophysiology to clinical
management. World J Gastroenterol 2012 May 7; 18(17): 2009-2017.\
5. Riss S,et al. 2012. The prevalence of hemorrhoid in adults. Int J Colorectal Dis (2012)
27:215–220.
6. Sanchez C, et al. 2011. Hemorrhoids. Clin Colon Rectal Surg 2011;24:5–13.
7. Thornton SC, et al. 2012. Hemorrhoids. Medscape.
http://emedicine.medscape.com/article/775407-overview#aw2aab6b2b5 Diakses
pada: 15- 07-2014.
8. Townsend, CM, et al. 2012. Sabiston Textbook of Surgery: The Biological Basis of
Modern Surgical Practice, 19th ed. Elsevier Inc.: Philadelphia.
16