Anda di halaman 1dari 8

Edisi 50 Tahun 17

“Kehidupan Selepas
Berpulang dari Dunia”
• Dunia hanyalah semu.
• Tak hanya yang tua, yang muda pun bisa menemui ajalnya.
• Mengimani hari akhir, mencakup semua yang dikabarkan oleh Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam terkait peristiwa setelah kematian.
• Di alam kubur, manusia akan ditanyai malaikat dengan 3 pertanyaan:
1. Siapa rabbmu?
2. Apa agamamu?
3. Siapa orang yang telah diutus untuk kalian?
• Manusia dibangkitkan dalam keadaan bermacam-macam.
• Seseorang dinilai dari beratnya amal kebaikan & keburukannya. Ada yang
menerima catatan dengan tangan kanan, ada yang dengan tangan kiri atau
dari belakang.
• Orang beriman ada yang masuk surga tanpa dihisab, ada yang dihisab
dengan ringan, ada yang dihisab dengan berat.
• Orang kafir kebaikannya terhapus oleh kekafirannya, sehingga tersisalah
amalan buruknya.
• Mengimani tempat tinggal abadi: surga atau neraka
• Betapa nikmatnya surga, bahkan belum pernah terbetik dalam qalbu
manusia. Terhapuslah berbagai kesedihan dan keletihannya di dunia.
• Betapa beratnya neraka, tiada istirahat dari adzab, namun tidak pula
mati.
H ari ini kita masih bergelut dengan pandemi. Sebuah cerita baru
yang bukan hanya dalam mimpi. Rumah sakit penuh, anak se-
kolah jenuh, orang tua sering mengeluh, masyarakat menengah ke
bawah resah karena mencari makan begitu susah. Berbagai kese-
dihan, kelelahan, tangisan di sana-sini. Kematian begitu banyak dan
tak pandang usia. Tak hanya yang tua renta yang akhirnya menemui
ajalnya, namun ada pula yang masih setengah baya bahkan masih
muda. Mereka meninggalkan kita menuju kehidupan sesungguhnya.

Setelah kematian
Mulailah manusia memasuki alam kubur. Meyakini adanya alam
kubur merupakan bagian dari beriman kepada hari akhir. Syaikhul
Islam rahimahullah menjelaskan bahwa di antara bagian dari iman
kepada hari akhir adalah beriman kepada semua yang dikabarkan
oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam terkait peristiwa yang terjadi
setelah kematian. Sehingga masuk di dalamnya meyakini tentang
peristiwa semenjak kedatangan malaikat pencabut nyawa, keadaan
mayit di alam kubur, kebangkitan dari kubur, dan semua yang di-
jumpai setelahnya. (Syarah ‘Aqidah Wasithiyah, Ta’lif Syaikh Shalih
bin Fauzan hal. 181).
Dikisahkan dalam hadits al-Bara’ bin ‘Azib tentang pertanyaan
malaikat kepada penghuni kubur;
”….Lantas datanglah dua orang malaikat yang memerintah-
kannya untuk duduk. Mereka berdua bertanya, ‘Siapakah rabbmu?’,
‘Rabbku adalah Allah’ jawabnya. Mereka berdua kembali bertanya,
‘Apa agamamu?’, ‘Agamaku Islam’ sahutnya. Mereka berdua bertanya

2
lagi, ‘Siapakah orang yang telah diutus untuk kalian?’ “Beliau adalah
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam” jawabnya.
‘Dari mana engkau tahu?’ tanya mereka berdua. ‘Aku membaca
Al-Qur’an lalu aku mengimaninya dan membenarkannya’. Lalu terde-
ngarlah suara dari langit yang menyeru, ‘hamba-Ku benar! Hampar-
kanlah surga baginya, berilah dia pakaian darinya lalu bukakanlah
pintu surga untuknya’. Maka menghembuslah angin segar dan harum-
nya surga lalu kuburannya diluaskan sepanjang mata memandang.
Saat itu datanglah seorang yang amat tampan memakai pakaian
yang sangat indah dan berbau harum, seraya berkata, ‘Bergembi-
ralah, inilah hari yang telah dijanjikan dulu bagimu’. Mukmin tadi
bertanya, ‘Siapakah engkau? Wajahmu menandakan kebaikan’. ‘Aku
adalah amal shalihmu’ jawabnya. Si mukmin tadi pun berkata, ‘Wa-
hai Rabbku (segerakanlah datangnya) hari kiamat, karena aku ingin
bertemu dengan keluarga dan hartaku…”.
(H.R. Ahmad dalam Al-Musnad, dishahihkan oleh al-Hakim da-
lam Al-Mustadrak dan al-Albani dalam Ahkamul Janaiz).
Adapun orang yang tidak beriman, ia tidak bisa menjawab per-
tanyaan tersebut dengan baik. Dia akan menjawab, “Hah-hah, aku
tak tahu, aku mendengar orang-orang mengatakan sesuatu, lalu aku
ikut mengatakannya.” Kemudian ia dipukul dengan palu dari besi
sehingga menjerit dengan jeritan yang didengar oleh segala sesuatu
kecuali manusia.

Mengimani hari kebangkitan


Termasuk dalam iman kepada hari akhir adalah meyakini adanya
hari kebangkitan, pengumpulan di padang mahsyar, syafa’at, telaga,

3
hisab, mizan, shirath, surga dan neraka. (Fathul Qawwiyul Matin,
hal. 25).
Mengimani hari kebangkitan (Yaumul ba’ts) yakni mengimani
bahwa Allah akan menghidupkan kembali orang-orang yang telah
mati saat ditiupnya sangkakala pada tiupan kedua. Saat itu semua
manusia bangkit untuk menghadap Rabb semesta alam, bangkit
dalam keadaan tanpa alas kaki, telanjang, dan tidak dikhitan. (Nub-
dzah fil ‘Aqidatil Islamiyyah, hal. 38).
“Dan sangkakala pun ditiup, maka matilah semua (makhluk) yang
di langit dan di bumi kecuali mereka yang dikehendaki Allah. Kemudi-
an ditiup sekali lagi maka seketika itu mereka bangun (dari kuburnya)
menunggu (keputusan Allah).” (Q.S. Az-Zumar: 68).
Manusia dibangkitkan dalam keadaan yang bermacam – macam.
Orang yang selama di dunia selalu meminta – minta kepada orang
lain akan dibangkitkan dalam keadaan berwajah tanpa daging. “Se-
seorang yang selalu meminta-minta kepada orang lain, di hari kiamat
ia akan menghadap Allah dalam keadaan tidak ada sekerat daging
sama sekali di wajahnya”. (H.R. Bukhari no. 1474, Muslim no. 1040).
Pelaku riba` akan dibangkitkan dalam keadaan berjalan sem-
poyongan seperti orang gila. “Orang-orang yang memakan riba tidak
dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan
setan karena gila.” (Q.S. Al Baqarah: 275).
Orang yang semasa di dunia senantiasa dalam kesombongan
akan dibangkitkan dalam keadaan berbadan sebesar semut. ‘Amr
bin Syu’aib meriwayatkan dari ayahnya dari kakeknya dari Rasulul-
lah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Orang-orang yang sombong di-
kumpulkan pada hari kiamat seperti semut-semut kecil dalam bentuk

4
manusia, diliputi oleh kehinaan dari segala arah, digiring ke penjara
di Jahannam yang disebut Bulas, dilalap oleh api dan diberi minuman
dari perasan penduduk neraka, thinatul khabal.” (H.R. At Tirmidzi,
dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Adabul Mu-
frad no. 434).

Mengimani hari perhitungan amal


(hisab) dan pembalasan (jaza`)
Matahari mendekat, keringat bercucuran. Kemudian timbangan
dipancangkan. Semua amalan ditimbang dengannya. Adapun yang
ditimbang adalah orang yang beramal, amalan, dan catatan amalan.
Tidak ada pertentangan sesamanya, sehingga semuanya ditimbang.
Akan tetapi yang menjadi patokan (fokus) penilaian adalah berat dan
ringannya amalan itu sendiri, bukan zat pelaku amalan serta tidak
pula lembaran catatan. (Syarah ‘Aqidah Wasithiyah, Ta’lif Syaikh
Shalih bin Fauzan hal. 190).
Dibentangkan lembaran catatan amalan. Ada yang menerima
catatan dengan tangan kanan, ada yang dengan tangan kiri atau
dari arah belakang punggung mereka. Allah Ta’ala akan menghitung
amalan semua makhluk.
“Sungguh, kepada Kamilah mereka kembali, kemudian sesung-
guhnya (kewajiban) Kamilah membuat perhitungan atas mereka.” (QS.
Al Ghasiyah: 25-26).
Yang dimaksud dengan hisab adalah Allah Ta’ala memberitahu-
kan kepada para makhluk tentang ukuran balasan mereka berdasar
pada amalannya. Allah Ta’ala mengingatkan mereka tentang amal
perbuatan yang telah dilupakannya. Hisab ada 2 macam:

5
1. Hisab terhadap orang yang ber-
iman.
Allah Ta’ala akan menyendirikan mukmin dan membuatnya
mengakui dosa-dosanya. Di antara kaum mukminin ada pula yang
masuk surga tanpa hisab sebagaimana disebutkan dalam hadits
tentang 70.000 umat Rasulullah yang masuk surga tanpa hisab dan
tanpa azab. Sedangkan hisab itu sendiri bermacam-macam. Ada yang
dihisab dengan ringan yakni hanya diperlihatkan sekilas, namun ada
yang diperiksa dengan sungguh-sungguh dan dibahas.
“Hisab yang ringan itu adalah diperlihatkan (sepintas). dan tidak-
lah ada seorang pun yang didebat hisabnya pada hari kiamat, kecuali
ia diazab.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

2. Hisab terhadap orang kafir.


Mereka tidak dihisab seperti hisabnya orang yang akan ditim-
bang kebaikan dan keburukannya karena mereka tidak memiliki ke-
baikan. Perbuatan baik yang dilakukan di dunia telah terhapus oleh
kekafirannya sehingga tidak tersisa untuk mereka di akhirat kecuali
amalan buruk. Mereka akan diberi tahu tentang amalan kekafirannya
dan mereka juga mengakuinya.
(Syarah ‘Aqidah Wasithiyah, Ta’lif Syaikh Shalih bin Fauzan hal.
192-193).

6
Mengimani surga dan neraka sebagai
tempat tinggal yang abadi
Allah Ta’ala telah menciptakan surga dan neraka.
“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, ‘Aku telah menyediakan bagi
hamba-hamba-Ku yang shalih kenikmatan yang belum pernah mata
melihatnya, belum pernah telinga mendengarnya, dan belum pernah
pula terbetik dalam qalbu manusia’.” (H.R. Muslim no. 2824).
“Dan orang-orang kafir bagi mereka neraka Jahannam. Mereka
tidak dibinasakan sehingga mereka mati dan tidak (pula) diringankan
dari mereka adzabnya. Demikianlah Kami membalas setiap orang
yang sangat kafir.” (Q.S. Fathir: 36).
Semua hiruk-pikuk dunia selama ini hanyalah semu, di kampung
sanalah kehidupan sejatinya. Orang yang masuk surga akan bahagia
selamanya, terhapus sudah berbagai kesedihan dan keletihan selama
hidup di dunia. Sebaliknya, orang yang tempat kembalinya neraka
akan menderita selamanya. Tak ada istirahat dari siksaan baginya.
Penulis: Pridiyanto, S.Farm.,Apt.
Muroja’ah: Ustaz Abu Salman, B.I.S.

SUSUNAN REDAKSI
Penanggung jawab Ari Wahyudi, S.Si. | Penasihat Ustadz Afifi Abdul Wadud, B.A.| Editor Ahli Ustadz Ammi Nur Baits, S.T., B.A.,
Ustadz Abu Salman, B.I.S., Ustadz Afifi Abdul Wadud, B.A. | Pemimpin redaksi Wildan S., S.Farm., Apt. | Redaktur pelaksana &
Editor Arif Muhammad N, S.Pd | Layouter Ramane musa .

ALAMAT REDAKSI
Kantor Yayasan Pendidikan Islam Al Atsari, Jalan Selokan Mataram No. 412 Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I. Yogyakarta, Indonesia

WEBSITE | buletin.muslim.or.id @buletintauhid INFORMASI | 0852 9080 8972

Anda mungkin juga menyukai