Anda di halaman 1dari 34

Amalan Cerdas di Waktu Terbatas

12.11.2023
Muqaddimah
Para penghuni kubur tergadai di kuburan mereka, terputus dari amalan shaleh, dan
menunggu hari hisab yang tidak diketahui hasilnya. Mereka berada dalam kesepian,
hanya ditemani amalnya ketika di dunia.
Dalam suasana demikian, ada beberapa orang yang kebaikannya terus mengalir. Jasad
mereka bersemayam dengan tenang di alam kubur, namun balasan pahala mereka tidak
berhenti. Pahala mereka terus berdatangan, padahal mereka terdiam dalam kuburnya,
menunggu datangnya kiamat.
Sungguh masa pensiun yang sangat indah, yang tidak bisa terbeli dengan dunia seisinya.

Dan siapakah mereka? Mereka adalah orang-orang cerdas yang memanfaatkan


waktunya semasa dunia yang terbatas, dengan melakukan amalan-amalan kebaikan.
Muqaddimah
Diantara sifatnya orang cerdas itu, orang cerdas itu memiliki dua ciri yakni
• yang selalu mengingat kematian
• dan mempersiapkannya.
Orang yang cerdas adalah orang yang tahu persis tujuan hidupnya. Kemudian
mempersiapkan diri sebaik-baiknya demi tujuan tersebut.
Maka, jika akhir kesempatan bagi manusia untuk beramal adalah kematian, mengapa
orang-orang yang cerdas tidak mempersiapkannya?
Dari Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhuma berkata,
“Suatu hari aku duduk bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba
datang seorang lelaki dari kalangan Anshar, kemudian ia mengucapkan salam kepada
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya,
‘Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin yang paling utama?’
Rasulullah menjawab, ‘Yang paling baik akhlaqnya’.
Kemudian ia bertanya lagi, ‘Siapakah orang mukmin yang paling cerdas?’.
Beliau menjawab, ‘Yang paling banyak mengingat mati, kemudian yang paling baik
dalam mempersiapkan kematian tersebut, itulah orang yang paling cerdas.’
HR. Ibnu Majah, Thabrani, dan Al Haitsamiy. Syaikh Al Albaniy dalam Shahih Ibnu Majah 2/419 berkata : hadits hasan)
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu beliau berkata,
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‘Perbanyaklah mengingat pemutus segala kelezatan’, yaitu
kematian.’
Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilaly hafizhahullah menjelaskan perihal hadits di atas,

“Dianjurkan bagi setiap muslim, baik yang sehat maupun yang


sedang sakit, untuk mengingat kematian dengan hati dan lisannya.
Kemudian memperbanyak hal tersebut, karena dzikrul maut
(mengingat mati) dapat menghalangi dari berbuat maksiat, dan
mendorong untuk berbuat ketaatan.

Hal ini dikarenakan kematian merupakan pemutus kelezatan.


Mengingat kematian juga akan melapangkan hati di kala sempit, dan
mempersempit hati di kala lapang. Oleh karena itu, dianjurkan
untuk senantiasa dan terus menerus mengingat kematian.”
“Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang
pada waktu itu) datang adzab kepada mereka, maka berkatalah
orang-orang yang dzalim: “Ya Rabb kami, beri tangguhlah kami
(kembalikanlah kami ke dunia) walaupun dalam waktu yang sedikit,
niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti
rasul-rasul. (Kepada mereka dikatakan): “Bukankah kamu telah
bersumpah dahulu (di dunia) bahwa sekali-kali kamu tidak akan
binasa?” (QS. Ibrahim : 44)

Inilah penyesalan yang paling mendalam bagi manusia yang tidak mengingat kematian
“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan
kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara
kamu; lalu ia berkata: “Wahai Rabb-ku, mengapa Engkau tidak
menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat, yang
menyebabkan aku dapat bersedekah dan termasuk orang-orang yang
shaleh? Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian)
seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Munafiqun : 10-11)
“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga
apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka,
dia berkata: “ Wahai Rabb-ku kembalikanlah aku (ke
dunia). Agar aku berbuat amal shaleh terhadap apa yang
telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu
adalah perkataan yang diucapkannya saja.” (QS. Al
Mu’minun : 99-100)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’diy berkata mengenai ayat dalam Surat Al Mu’minun,
“Allah Ta’ala mengabarkan keadaan orang-orang yang berhadapan dengan kematian, dari
kalangan mufrithin (orang-orang yang bersikap meremehkan perintah Allah -pent) dan
orang-orang yang zhalim.

Mereka menyesal dengan kondisinya ketika melihat harta mereka, buruknya amalan mereka,
hingga mereka meminta untuk kembali ke dunia. Bukan untuk bersenang-senang dengan
kelezatannya, atau memenuhi syahwat mereka. Akan tetapi mereka berkata, ‘Agar aku
berbuat amal shaleh terhadap apa yang telah aku tinggalkan.”

Beliau kembali menjelaskan, “Apa yang mereka perbuat tidaklah bermanfaat sama sekali,
melainkan hanya ada kerugian dan penyesalan. Pun perkataan mereka bukanlah perkataan
yang jujur, jika seandainya mereka dikembalikan lagi ke dunia, niscaya mereka akan kembali
melanggar perintah Allah.”

Sikap panjang angan-angan akan membuat seseorang malas beramal, mengira hidup dan
umur mereka panjang sehingga menunda-nunda dalam beramal shalih
Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu anhu, bahwasanya
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‘Setiap anak Adam itu akan menjadi tua dan hanya tersisa
darinya dua hal; ambisi dan angan-angannya.”
´
Oleh karena itu, di antara pengaruh dzikrul maut adalah
memperpendek angan-angan, dan tidak menunda-nunda
dalam beramal shalih.
Dari Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhuma ia berkata : Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa
sallam pernah memegang pundak kedua pundakku seraya bersabda :
“Jadilah engkau di dunia seakan-akan orang asing atau pengembara “.
Ibnu Umar berkata : “Jika kamu berada di sore hari jangan tunggu pagi hari, dan jika
kamu berada di pagi hari jangan tunggu sore hari, gunakanlah kesehatanmu untuk
(persiapan saat) sakitmu dan kehidupanmu untuk kematianmu” (HR Bukhari)

”Katakanlah sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya


kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah),
yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah
kamu kerjakan.” (QS Al Jumu’ah : 8)
Setiap manusia yang melakukan aktivitas berpotensi kerugian.
Terlebih lagi dengan waktu yang terbatas kita hidup di dunia.

Lalu bagaimanakah agar aktivitas itu menjadi Amal Sholeh?

Apakah bisa aktivitas yang biasa kita lakukan seperti makan,


minum, bekerja, dan lain-lain kemudian bertransformasi menjadi
amal sholeh sehingga menjadikan setiap aktivitas yang kita lakukan
sehari-hari memiliki nilai pahala?
SYARAT DI TERIMANYA AMAL

Agar ibadah diterima di sisi Allah, haruslah terpenuhi dua


syarat, yaitu:

A.Beriman kepada Allah


B. Ikhlas karena Allah.
C. Mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
(ittiba’).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dan di
antara prinsip-prinsip Ahli Sunnah wal Jama’ah bahwa ad-din
(agama) dan al-iman adalah: perkataan dan perbuatan,
perkataan hati dan lisan,
perbuatan hati, lisan dan anggota badan”.

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun


perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan
Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya
akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang
lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS An-Nahl : 97)
“Orang-orang yang kafir kepada Rabbnya, amalan-amalan mereka
adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari
yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat
sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang
demikian itu adalah kesesatan yang jauh.” (QS Ibrahim : 18)
Oleh karena itu amalan orang kafir tertolak.
Walaupun amal orang kafir tertolak di akhirat, namun dengan keadilan-Nya, Allah Azza wa
Jalla memberikan balasan amal kebaikan orang kafir di dunia ini. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya Allah tidak akan menzhalimi kepada orang mukmin satu


kebaikanpun, dia akan diberi (rezeki di dunia) dengan sebab kebaikannya itu, dan
akan di balas di akhirat.
Adapun orang kafir, maka dia diberi makan dengan kebaikan-kebaikannya yang
telah dia lakukan karena Allah di dunia, sehingga jika dia telah sampai ke akhirat,
tidak ada baginya satu kebaikanpun yang akan dibalas .”
HR. Muslim, no: 2808, dari Abu Hurairah
IKHLAS

“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk wajah Allah, kami tidak
menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. (QS Al-Insan : 9)

Orang yang ikhlas itu menghendaki pahala akhirat, bukan balasan dunia.
Allah Azza wa Jalla berfirman:

“Barangsiapa menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu


baginya dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya
sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat. (QS
Asy-Syura : 20)

“Barangsiapa di antara mereka (umat ini) beramal dengan amalan akhirat untuk dunia,
maka dia tidak mendapatkan bagian di akhirat.” HR. Ahmad
Kesalahan Seputar Ikhlas
Dalam kitab al-Ikhlash, penulis yaitu Syaikh Umar Sulaiman al- ‘Asyqar rahimahullah
menyebutkan beberapa persepsi yang keliru tentang ikhlas, diantaranya:
1) Anggapan bahwa makna ikhlas adalah tidak memiliki kehendak
2) Anggapan bahwa orang yang menghendaki ridha Allah harus meninggalkan duniawi,
harta-benda, wanita, kedudukan, dan sebagainya.
3) Anggapan bahwa ikhlas adalah beribadah hanya dengan dorongan cinta kepada Allah,
tanpa disertai raja’ (harapan untuk meraih) surga dan tanpa khauf (rasa takut) dari neraka.
4) Orang yang tujuan hidupnya hanya duniawi.
5) Riya’, sum’ah, dan ‘ujub, bertentangan dengan ikhlas.
• Riya’ adalah memperlihatkan ketaatan lahiriyah untuk mendapatkan kebaikan dunia,
pengagungan, pujian, atau kedudukan di hati manusia.
• Sum’ah semakna riya’ namun berkaitan dengan pendengaran.
• ‘Ujb: merasa besar atau membanggakan ketaatan.

6) Beribadah dengan niat mengetahui hal-hal ghaib


Ittiba’ adalah mengikuti tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Orang yang telah bersyahadat bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah utusan Allah, maka syahadat tersebut memuat kandungan: meyakini berita
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mentaati perintah Beliau, menjauhi larangan
Beliau, dan beribadah kepada Allah hanya dengan syari’at Beliau.
Oleh karena itu, barangsiapa membuat perkara baru dalam agama ini, maka itu
tertolak. Allah Azza wa Jalla berfirman:

Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang
rugi.” (QS Ali-Imran : 85)
AMALAN CERDAS DIWAKTU TERBATAS
1. Multi Niat, Multi Pahala

Sungguh umur kita sangat terbatas, harus kita akui bahwa waktu yang kita gunakan untuk
beramal sholeh sangat sedikit. Berbeda dengan waktu yang kita gunakan untuk urusan
dunia.

Kita butuh strategi dalam beramal agar dengan amal yang terbatas kita bisa meraih pahala
yang lebih banyak. Diantara strategi yang mungkin bisa kita lakukan adalah
memperbanyak niat yang baik dalam satu amalan.

Semakin banyak niat baik yang diniatkan oleh seorang hamba maka semakin banyak
pahala yang akan ia peroleh.
Sekedar niat yang kuat sudah mendatangkan pahala
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

Barangsiapa berniat untuk melakukan kebaikan lalu tidak jadi melakukannya


maka Allah tabaaraka wa ta’ala mencatat disisiNya satu kebaikan sempurna, dan
jika ia berniat untuk melakukannya lalu melakukannya maka Allah mencatatnya
sepuluh kebaikan sampai tujuh puluh kali lipat sampai berlipat-lipat yang
banyak.”HR Bukhari
Sesungguhnya dunia ini untuk empat orang:
1. seorang hamba yang telah Allah anugerahi harta dan ilmu maka iapun mentaati Rabbnya
pada (*penggunaan) harta dan ilmunya, menyambung silaturahim, dan mengetahui pada
ilmu dan hartanya tersebut ada hak Allah, maka orang ini berada pada kedudukan yang
paling utama.
2. Dan seorang hamba yang Allah anugerahi ilmu akan tetapi tidak Allah anugerahi harta
maka iapun mempunyai niat yang benar, ia berkata “Seandainya aku memiliki harta
sungguh aku akan beramal sebagaimana amalan fulan”, maka ia dengan niatnya pahala
keduanya sama.
3. Dan seorang hamba yang Allah anugerahi harta akan tetapi tidak Allah anugerahi ilmu
maka ia pun ngawur menggunakan hartanya tanpa ilmu. Ia tidak mentaati Rabbnya pada
hartanya, tidak pula menyambung silaturahim, tidak mengetahui bahwasanya pada
hartanya itu ada hak Allah. Maka orang ini berada pada tingkatan paling buruk.
4. Dan seorang hamba yang tidak Allah anugerahi harta maupun ilmu maka iapun berkata,
“Seandainya aku memiliki harta tentu aku akan menggunakan hartaku sebagaimana
perbuatan si fulan” maka ia dengan niatnya dosa keduanya sama” HR Tirmidzi
Jika seorang telah berniat lalu berusaha beramal dan ternyata amalannya tidak sesuai dengan
yang ia niatkan maka ia tetap mendapatkan pahala

HR Bukhari

HR Muslim
Niat yang baik merubah pekerjaan yang asalnya hukumnya hanya mubah
menjadi suatu qurbah (ibadah) yang diberi ganjaran oleh Allah
Ibnu Qudaamah berkata : Sebagian para salaf berkata, “Sungguh aku lebih
senang jika pada setiap yang aku lakukan terdapat sebuah niat, sampai-sampai
pada makanku, minumku, tidurku, dan ketika masuk ke dalam wc, serta pada
semua yang bisa diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah”.

Karena semua yang menjadi sebab tegaknya badan dan luangnya hati adalah
bagian dari kepentingan agama, maka, siapa saja yang meniatkan makannya
sebagai bentuk ketakwaan dalam beribadah, menikah untuk menjaga agamanya,
menyenangkan hati keluarganya, dan agar bisa memiliki anak yang menyembah
Allah setelah wafatnya maka ia akan diberi pahala atas semua hal itu.

Jangan kamu remehkan sedikitpun dari gerakanmu dan kata-katamu, dan


hisablah dirimu sebelum engkau dihisab, dan luruskanlah sebelum engkau
melakukan apa yang engkau lakukan, dan juga perhatikanlah niatmu terhadap
hal-hal yang engkau tinggalkan. (Mukhtashor Minhaaj Al-Qooshidiin hal 363)
Menggandakan niat-niat kebaikan dalam satu amalan

Diantara contoh praktek menggandakan niat-niat kebaikan dalam satu amalan

Pertama : Duduk di mesjid


Ibnu Qudaamah berkata :
“Sebagai contoh duduk di masjid, maka sesungguhnya hal itu adalah salah satu amalan
ketaatan, dengan hal itu seseorang bisa meniatkan niat yang banyak seperti meniatkan dengan
masuknya menunggu waktu sholat, iktikaf, menahan anggota badan (dari maksiat –pent),
menolak hal-hal yang memalingkan dari Allah dengan mempergunakan seluruh waktunya
untuk di masjid, untuk dzikir kepada Allah dan yang semisalnya. Inilah cara untuk
memperbanyak niat maka qiyaskanlah dengan hal ini amalanamalan ketaatan lainnya karena
tidak ada satu ketaatanpun melainkan dapat diniatkan dengan niat yang banyak.”

Kedua : Menuntut Ilmu


Imam Ahmad juga berkata
Tidak ada sesuatupun yang setara dengan ilmu bagi orang yang benar niatnya”, mereka berkata, “Bagaimana
caranya?”. Imam Ahmad berkata, “Yaitu ia berniat untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan juga dari
orang lain”
Syaikh Ibnu Al-‘Utsaimin menyebutkan beberapa niat yang hendaknya ditanam
dalam hati seorang penuntut ilmu tatkala ia menuntut ilmu, diantaranya ;
 Berniat untuk menjalankan perintah Allah
 Berniat untuk menjaga syari’at Islam, karena menuntut ilmu adalah sarana
terbesar untuk menjaga kelestarian syari’at (hukum-hukum Islam)
 Berniat untuk membela agama, karena agama memiliki musuh-musuh yang
ingin merusak agama ini, diantaranya dengan menyebarkan syubhat-syubhat
 Berniat untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya
 Berniat untuk menghilangkan kebodohan dari orang lain
Ketiga : Tatkala berangkat ke mesjid
Bisa dengan meniatkan perkara-perkara berikut :
 Memakmurkan masjid, Allah berfirman “Sesungguhnya orang-orang yang memakmurkan masjid-masjid
itulah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir” (QS At-Taubah : 18)
 Senyum kepada saudara, karena hal itu adalah sedekah
 Menyebarkan salam
 Menghadiri shalat jama’ah
 Memperbanyak jumlah kaum muslimin
 Berdakwah dijalan Allah
 Merasa bangga karena Allah menyebut-nyebut namamu
 Menunggu sesaat turunnya ketenangan untuk mengkhusyu’kan hati
 Menghadiri majelis-majelis ilmu
 Menunggu turunnya rahmat
 Mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan wajib dan amalan-amalan sunnah untuk
mendapatkan kecintaan Allah
Keempat : Tatkala membaca atau menghafal Al-Qur’an

Kelima : Tatkala menjenguk orang sakit

Keenam : Ketika puasa sunnah

Ketujuh : Ketika bersedekah dengan harta


Multi Niat Juga Berlaku Pada Perkara-Perkara Mubah

Ibnu Qudaamah berkata: “Tidak ada satu perkara yang mubah kecuali
mengandung satu atau beberapa niat yang dengan niat-niat tersebut
berubahlah perkara mubah menjadi qurbah (berpahala), sehingga dengannya
diraihlah derajat-derajat yang tinggi. Maka sungguh besar kerugian orang
yang lalai akan hal ini, dimana ia menyikapi perkara-perkara yang mubah
(*seperti makan, minum, dan tidur) sebagaimana sikap hewan-hewan ternak.
Dan tidak selayaknya seorang hamba menyepelekan setiap waktu dan
betikan-betikan niat, karena semuanya akan dipertanyakan pada hari kiamat,
“Kenapa ia melakukannya?”, “Apakah yang ia niatkan?”. Contoh perkara
mubah yang diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah adalah parfum
(minyak wangi), ia memakai minyak wangi dengan niat untuk mengikuti
sunnah
2. Awali Setiap Aktivitas Dengan Membaca Bismillah

“Setiap perkara (kehidupan) yang tidak dimulai dengan BISMILLAAHIR-RAHMAANIR-


RAHIIM, maka dia akan terputus. Artinya adalah kurang barakahnya. HR Ibnu Hibban

3. Berjihad Di jalan Allah

4. Mengajarkan Ilmu Agama

5. Mengalirkan Sungai Yang Mengalir

6. Menggali Sumur
7. Menanam Pohon Kurma
8. Membangun Masjid

9. Memberi Mushaf Al-Quran

10. Mendidik Anak Menjadi Anak Yang Sholeh

11. Membangun Rumah yang Diwakafkan untuk Kepentingan Umat Islam

12. Sedekah Jariyah (Wakaf)

13. Memberikan Makanan Kepada Orang yang Berpuasa

14. Selalu Berdzikir dalam setiap Keadaan

15. Mengumandangkan Adzan

Anda mungkin juga menyukai