Anda di halaman 1dari 13

PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM STUDY ISLAM

(PENDEKATAN PSIKOLOGIS,PENDEKATAN
INTERDISIPLINER,MULTIDISIPLINER,TRANSDISLINER)
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Metode Study Islam

Dosen Pengampu :
Manshuruddin,S.Pd.I.,M.A
Disusun Oleh :
Kelompok 8
Rahmat Hidayat Nasution (2110110046)
Dindah Ulandari (2110110097)
Faiza Azhari (2110110109)

FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM DAN HUMANIORA


UNIVERSITAS PEMBANGUNAN PANCA BUDI
MEDAN

2022
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................
A. PENDAHULUAN..................................................................................
B. PEMBAHASAN.....................................................................................
1. Pendekatan Psikologi Dalam Studi Islam..........................................
2. Pendekatan Interdisipliner Dalam Studi Islam..................................
3. Pendekatan Multidisipliner Dalam Studi Islam.................................
4. Pendekatan Transdisliner Dalam Studi Islam....................................
KESIMPULAN............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
PENDEKATAN PSIKOLOGIS,PENDEKATAN
INTERDISIPLINER,MULTIDISIPLINER,TRANSDISLINER
A. PENDAHULUAN
Islam merupakan agama yang komprehensif, yang mengatur semua aspek
kehidupan manusia, baik dalam aspek ta'abbudi, yaitu hubungan antara manusia
dengan Allah, maupun aspek mu'amalah, yaitu hubungan antara manusia dengan
manusia lainnya. Berbagai aturan tersebut bukan berarti mengekang manusia dalam
kehidupannya, tetapi berfungsi untuk menciptakan suatu keteraturan dan kedamaian .
Dalam hidup manusia Kehadiran Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw
diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan
batin. Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana
terdapat di dalam sumber ajarannya, Alquran dan Hadis tampak amat ideal dan agung.
Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran
melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam
memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian
sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas,
egaliter, kemitraan, anti-feodalistik, mencintai kebersihan, mengutamakan
persaudaraan, berakhlak mulia dan bersikap positif lainnya.
Kondisi ideal diatas jika dilihat secara teoritik nampak sangat sempurna, akan
tetapi ketika dipadankan dengan realitas yang ada justru terkesan bertolak belakang,
mengapa demikian? Karena hampir semua agama khususnya Islam dipandang hanya
sebagai sebuah petunjuk doktrinal yang harus dipatuhi melalui ritual-ritual belaka,
terbukti syiar keagamaan nampak semarak, rutin dan tanpa absen, tapi diluar itu
tindakan asusila, kriminalitas, korupusi yang merajalela, pembakaran hutan,
kekerasan antar pelajar, dan masih banyak lagi. Sehingga pertanyaan yang sering
muncul dalam seminar-seminar, simposium atau perkuliahan apakah agamanya yang
salah atau penganut yang keliru memahami.
B. PEMBAHASAN
1. Pendekatan Psikologi Dalam Studi Islam
Manusia adalah makhluk Tuhan yang dalam perkembangan jasmaniah
dan ruhaniahnya selalu memerlukan bimbingan dan pengarahan melalui proses
pendidikan. Membimbing dan mengarahkan perkembangan jiwa dan
pertumbuhan jasmani dalam pengertian bahwa pendidikan tidak dapat
dipisahkan dari psikologi.
Psikologi Islami memandang bahwa manusia selalu dalam proses
berhubungan dengan alam, manusia, dan Tuhan. Hubungan manusia dengan
alam sangat diperlukan untuk menghargai dan menghormati terhadap
ciptaannya sehingga manusia mampu menjaga lingkungan yang baik.
Sedangkan hubungan manusia dengan sesamanya yaitu menjaga dan
melindungi harga dan martabat sebagai manusia, karena manusia diciptakan
sama, maka sikap dan tindakan jangan sampai mengakibatkan perpecahan dan
permusuhan. Sementara manusia dengan Tuhan tiada lain untuk menciptakan
hubungan penghambaan yang baik, karena manusia diciptakan oleh Allah Swt
dengan penuh kasih sayang.
Dalam pandangan psikologis humanistik, manusia mempunyai potensi
untuk berbuat baik dari aspek kemauan, kebebasan, perasaan, dan pikiran
untuk mengungkap makna hidup dengan berdasarkan nilai-nilai ketauhidan
sehingga manusia mampu mengembangkan potensi dan kualitas hidup yang
Islami. Oleh karena itu, konsep tersebut mengintegrasikan hubungan piramida
antara nafsu, akal, dan hati ke dalam konteks psikologis manusia dengan
berdasarkan pada ajaran-ajaran wahyu.
Ketika manusia menghadapi alam semesta yang mengagumkan dalam
lubuk hatinya yang terdalam, maka manusia telah dapat mengetahui adanya
dzat yang maha suci lagi maha segalanya. Untuk mengetahui dzat yang Maha
Pengasih dan Penyayang, orang tidak perlu menunggu wahyu turun. Namun,
dari pengalaman-pengalaman yang pernah dia alami dan bahkan dapat
dirasakan oleh siapa pun, merupakan salah satu cara untuk mengenal dzat
tersebut.
Oleh karena itu, ajaran tauhid yang merupakan ajaran yang paling
mendasar dan penting dari Islam dapat dirasakan oleh siapapun. Dengan
demikian, penegasan terhadap kenyataan diri yang sesungguhnya bahwa
penguasa segala sesuatu adalah satu, namun tidak semata berarti suatu
bilangan. Ke-Esa-an Allah Swt di luar bilangan, ini untuk menjelaskan atas
keistimewaan-Nya. Ke-Esa-an Allah Swt akan terwujud dalam dunia sekeliling
manusia, dalam keharmonisan, keteraturan, dan keindahan ciptaannya tanpa
adanya sekat yeng memisahkan. Dengan demikian, yang terpenting dari segala
dasar ini adalah pengakuan dan pengimanan tentang adanya Tuhan Yang Maha
Esa, sebagaimana yang terdapat dalam surah Al-Ikhlas sebagai
‫ُقۡل ُهَو ُهّٰللا َاَح ٌد‬
Artinya : Katakanlah: "Dia-lah Allah Swt, yang Maha Esa" (QS. Al-
Ikhlas, 112 : 1).
Ayat di atas dipertegas dengan ayat lain yang menunjukkan bahwa
Dialah pencipta segala yang ada, yaitu terdapat pada surah Al-An'am, 102 sebagai
berikut :
‫ٰذ ِلُك ُم ُهّٰللا َر ُّبُك ْۚم ٓاَل ِاٰل َه ِااَّل ُهَۚو َخ اِلُق ُك ِّل َش ْي ٍء َفاْعُبُد ْو ُهۚ َو ُهَو َع ٰل ى ُك ِّل َش ْي ٍء َّوِكْي‬
Artinya : (yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Swt Tuhan kamu;
tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu, Maka sembahlah
Dia; dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu. (QS. Al-An'am: 102). Pengakuan
terhadap Tuhan Esa dapat dirasakan dan dipercayai oleh
manusia ketika ia menggunakan olah pikir hati dan dukungan olah pikir akal.
Iman berarti keselamatan atau keamanan, dan ini melibatkan pengakuan di hati
dan perbuatan anggota badan, yang keduanya diperkuat oleh kemampuan olah
pikir. Beriman kepada Allah Swt dalam hal ini disebutkan untuk menunjukkan
bahwa hal itu memberikan kerangka dasar di mana moralitas harus
dilaksanakan. Manusia dapat memilih moralitas tanpa agama, namun kondisi
ini akan membawa manusia kepada bencana ideologi komunisme.
Dasar lain dari pengakuan adalah mengakui atas kerasulan Muhammad,
wahyu, dan kitab suci. Salah satu ajaran dasar lain dalam Islam ialah bahwa
manusia itu berasal dari Allah Swt dan akan kembali kepada-Nya. Islam
berpendapat bahwa hidup manusia di dunia ini tidak bisa terlepas dari hidup
manusia di akhirat. Bahwa lebih dari itu, corak hidup manusia di dunia ini
menentukan corak hidupnya di akhirat kelak. Prinsip-prinsip ajaran tersebut
harus dilakukan oleh umat Islam untuk mengembangkan kesadaran spritual
untuk meningkatkan kualitas dan potensi hidup secara Islami.1
2. Pendekatan Interdisipliner Dalam Studi Islam

a. Studi Islam Lewat Pendekatan Filsafat


Studi Islam Interdisipliner merupakan pengembangan dan
penjabaran dari tiga topik yaitu pendekatan filsafat, sosiologi dan
sejarah yang penekanannya lebih diarahkan pada aspek aplikasinya.
Studi Islam lewat pendekatan filsafat menjabarkan tentang Iblis dan

kontroversi penafsiran klasik dan modern sebagai berikut.


Kontroversi penafsiran tentang iblis dalam al-Quran berawal
dari rencana Tuhan untuk menciptakan dan mempersiapkan seorang

khalifah di bumi. Dalam al-Qur’an surat Al-Baqoroh ayat 30-34.

Menurut Syeikh Musthafa al-Maraghi, perbedaan persepsi di


kalangan ulama mengenai ayat ini berkisar pada dua hal: pertama, iblis
adalah sejenis jin yang berada di tengah ribuan malaikat, berbaur
dengan sifat dari sebagian sifat mereka. Kedua, iblis itu dari malaikat
karena perintah sujud di sini tertuju pada malaikat karena zahir ayat
yang serupa bahwa ia tergolong mereka.

Dalam wacana tafsir klasik dan modern, persoalan pertama


yang muncul ketika memperbincangkan eksistensi iblis itu adalah
makna sujud, yasjudu. Terhadap kata ini semua mufasir baik klasik dan
modern sependapat bahwa makna kata sujud yang dimaksud adalah
sujud tahiyyat, penghormatan, bukan sujud dalam pengertian ibadah
atau menghambakan diri pada Adam.

b. Studi Islam Lewat Pendekatan Sosiologi


Salah satu implikasi teologis terhadap penafsiran ayat-ayat al-
Qur’an dan hadist mengenai wanita. Wanita Islam dalam kontekstual
adalah munculnya rasa takut dan berdosa bagi kaum wanita bila ingin

1
Ayep, Rosidi. “Pendekatan Psikologi Dalam Studi Islam”. Jurnal Inspirasi Vol.3, No.1, 2019. Hal 50-52.
“menggugat”dan menolak penafsiran atas diri mereka yang tidak
hanya disubordinasikan dari kaum laki-laki, tetapi juga dilecehkan hak
dan martabatnya. Akibatnya secara sosiologis mereka terpaksa
menerima kenyataan-kenyataan diskriminatif bahwa lelaki serba lebih
dari perempuan, terutama dalam hal-hal seperti: pertama, wanita
adalah makhluk lemah karena tercipta dari tulang rusuk pria yang
bengkok; kedua, wanita separuh harga laki-laki; ketiga, wanita boleh
diperistri hingga empat; keempat: wanita tidak bisa menjadi pemimpin
negara.
Dalam kejadian wanita, kata nafs pada surat An-nisa: 1, tidak
ditafsirkan Adam, seperti anggapan mufasir tradisional, sebab
konteks awal turunnya ayat ini tidak hanya bermaksud menolak atau
mengklaim tradisi-tradisi jahiliyyah yang masih masih menganggap
wanita sebagai makhluk yang rendah dan hina, tapi juga sekaligus
mengangkat harkat dan martabat mereka, sebagaimana terlihat pada
ayat sesudahnya.
Dalam hal lain, ketika surat an-Nisa: 3 berbicara tentang
poligami dengan persyaratan agar lelaki berlaku adil, peran inti yang
dikemukakan sebenarnya adalah keadilan bukan semata-mata
pembatasan jumlah. Wanita yang boleh dikawini laki-laki. Oleh karena itu tuntutan
keadilan kualitatif beristri pada saat ini adalah satu
saja dan saling melengkapi bukan sebaliknya melecehkan haknya.

Demikian pula terhadap persoalan tidak bolehnya wanita


menjadi kepala negara. Larangan ini bersumber dari hadist yang
diriwayatkan Bukhori ahmad nasa’I dan At-turmudzi tidak akan
bahagia suatu kaum yang mengangkat sebagai pemimpin mereka
seorang wanita “Berdasarkan konteks hadis tersebut maka selama
dalam suatu negara dimana sistem pemerintahan berdasarkan
musyawarah, seorang kepala negara tidak lagi harus bekerja keras
sendirian, tetapi dibantu oleh tenaga ahli sesuai dengan bidangnya
masing-masing yang pada akhirnya dapat lebih mudah memajukan
negaranya dan menyelamatkan dari mala petaka, maka tidak ada

halangan bagi seorang wanita menjadi menteri/kepala negara.

c. Studi Islam Lewat Pendekatan Sejarah


Pada abad XIX terjadi pergeseran kekuasaan. Runtuhnya
kekuasaan Islam telah mengubah hubungan Islam dengan barat.
Pandangan umat Islam terhadap barat dan tanggapan mereka
terhadap kekuasaan dan gagasan barat sangat variatif, mulai dari
penolakan-konfrontatif hingga kekaguman dan peniruan. Eropa tidak
hanya datang dengan tentara dan birokratnya, tetapi juga bersama
para misionaris. Ancaman ganda kolonialisme adalah kekuasaan salib.
Bantu membantu antara para pendeta dengan pemerintah dan militer
dinyatakan oleh Marsekal Bugeud dari Perancis, bahwa para pendeta
membantu kita mengambil hati orang-orang arab yang akan kita
serbu dengan kekuatan militer.
Kejadian yang sama terjadi juga di Indonesia. Sikap Belanda terhadap
Islam tidak tetap. Di satu pihak, Islam dilihat sebagai agama dan
katanya pemerintah netral dalam hal ini. Sebaliknya pemerintah
Belanda pun mengambil sikap diskriminatif dengan lebih banyak memberi
kelonggaran kepada kalangan Kristen, termasuk bantuan
uang. 2
3. Pendekatan Multidisipliner Dalam Studi Islam
Multidisipliner adalah penggabungan beberapa disiplin untuk bersama-sama
mengatasi masalah tertentu.” Sebagaimana dikutip Ana Nadia Abdah, Melsen
menyatakan bahwa multidisipliner berarti kerjasama antara ilmu pengetahuan yang
masing-masing tetap berdiri sendiri dan dengan metode sendiri sendiri. Demikian
juga Kaelan juga menjelaskan bahwa multidispliner merupakan interkoneksi
antarsatu ilmu dengan ilmu lain, namun masing-masing bekerja berdasarkan disiplin
dan metodenya sendiri.
Maka pendekatan multidisipliner merupakan pendekatan dalam pemecahan
suatu masalah dengan menggunakan tinjauan berbagai sudut pandang banyak ilmu

2
Ratu, Vina, Rohmatika “Pendekatan Interdisipliner Dan Multidisipliner Dalam Studi Islam”. Al-Adyan,
Volume.14, No. 1, 2019. Hal 118-121.
yang relevan.3 Dalam konteks pendidikan Islam, Qomar mendefinisikan pendidikan
Islam multidisipliner sebagai suatu proses penelitian/kajian ajaran Islam pada ranah
pendidikan yang melibatkan perspektif ilmu lain yang relevan dan bekerjasama
untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi.4 Pendekatan multidisipliner ini
menekankan pada tinjauan multiperspektif ilmu yang terkait dengan masalah yang
dipecahkan. Pendekatan multidisipliner ini memiliki nilai guna yang tinggi.
Mapuranga Barbra dan Phillipa Mutswanga menyatakan bahwa kegunaan
pendekatan multidisipliner tercermin pada harapan beberapa sumber yang
mengatakan bahwa ahli-ahli yang bervariasi akan berkolaborasi untuk memberikan
masyarakat dengan dukungan disabilitas untuk menjalani kehidupan yang penuh
makna.5
Dalam lapangan pendidikan, kita baru saja mengalami beberapa dekade,
secara
partikular mempertahankan pendekatan-pendekatan multidisipliner, yang berarti
masing- masing disiplin ilmu diperkenankan mencapai tingkatan otonomi yang
tinggi dan pada dasarnya menghindarkan suatu kemungkinan menciptakan sesuatu
yang baru.6
4. Pendekatan Transdisliner Dalam studi Islam
Pendekatan transdisipliner yaitu pendekatan yang mengumpulkan pengetahuan
bersama untuk mengatasi permasalahan yang jauh lebih kompleks dan berskala luas.
Pendekatan ini berupaya mengembangkan teori baru dengan mengaitkan berbagai
disiplin ilmu dan keterlibatan non pakar untuk memeroleh suatu kesimpulan dan
kebijakan.7 Pendekatan ini menekankan pada tinjauan ilmu yang berada di luar
keahlian seorang pakar atas suatu masalah yang dipecahkan. 8 Mawardi memaknai
transdisiplin sebagai sebuah pendekatan multiperspektif dengan ciri khusus berupa

3
Sudikan, “Pendekatan Interdisipliner, Multidisipliner, Dan Transdisipliner Dalam Studi Sastra,” 4;
Rahmat, Pendidikan Agama Islam Multidisipliner Telaah Teori Dan Praktik Pengembangan PAI Di Sekolah
Dan Perguruan Tinggi, hal. 92.
4
Mujamil Qomar, Pendidikan Islam: Multidisipliner, Interdisipliner, Dan Transdisipliner, Cetakan
pertama (Malang, Jatim: Madani Media, 2020), hal . 8.
5
Mapuranga Barba and Phillipa Mutswanga, “The Attitudes of Employers and Co-Workers towards
the Employment of Persons with Disabilities in Zimbabwe,” International Journal of Managerial Studies and
Research 2, no. 3 (2014). Hal . 7– 19.
6
Andrej Flogie and Boris Aberšek, “Transdisciplinary Approach Of Science, Technology, Engineering
And Mathematics Education,” Journal of Baltic Science Education Vol. 14, no. 2015. Hal 779–90,
https://doi.org/10.33225/jbse/15.14.779.
7
Fitri, Nafis, and Indarti, “Multidisciplinary, Interdisciplinary, and Transdisciplinary (MIT) Learning
Approach and Strategy Based on Indonesian National Qualification Framework (KKNI) Curriculum.
8
Qomar, Pendidikan Islam.
integrasi berbagai disiplin ilmu.9 Bagi Nicolescu pendekatan transdisipliner
bertujuan untuk memahami dunia sekarang yang salah satu keharusannya
adalah kesatuan pengetahuan.10
Penelitian transdisiplin dapat memberi arah evolusi pengembangan dari
berbagai disiplin ilmu dan produk yang dihasilkan jauh lebih besar, inilah yang
menjadi pembeda penelitian transdisiplin dari interdisiplin. 11 Dalam konteks
pendidikan Islam Mujamil Qomar menjelaskan bahwa pendidikan Islam
transdisipliner merupakan pendidikan Islam yang melibatkan beberapa disiplin ilmu
lain dalam memecahkan masalah dengan menggunakan pendekatan dan metode
yang disepakati bersama sebagai hasil dari dialog terbuka yang telah menampung
berbagai masukan dari disiplin lainnya sebagai bahan kesepakatan
bersama. Meski begitu penggunaan pendekatan transdisiplin adalah sulit karena
semua orang memiliki spesialisasi disipliner.12
Seiring dengan sasaran pendidikan Islam yang multi-dimensional, seseorang
pendidik yang mendidikan ajaran Islam kepada peserta didik maupun masyarakat
dituntut memiliki dan menguasai multiperspektif keilmuan sesuai dengan pokok
permasalahan sosial yang sedang dikaji. Dengan begitu, pendidikan Islam mampu
memberikan pencerahan pengetahuan dan wawasan yang komprehensif dan holistik.
Sebaliknya pendidikan Islam yang dibimbingkan kepada peserta didik maupun
masyarakat dengan hanya mengandalkan monoperspektif, maka tampilannya
menjadi kaku dan wawasannya sangat terbatas sehingga menjenuhkan,
membosankan dan membelenggu pengetahuan serta wawasan mereka.
Maka pendekatan trandisipliner merupakan pendekatan dalam pemecahan
suatu masalah dengan menggunakan tinjauan ilmu yang relatif dikuasai dan relevan
dengan masalah yang akan dipecahkan tetapi berada di luar keahlian sebagai hasil
pendidikan formal dari orang yang memecahkan masalah tersebut. Pendekatan
trandisipliner ini menekankan pada tinjauan ilmu yang berada di luar keahlian dari

9
Imam Mawardi, “Pendidikan Islam Transdisipliner Dan Sumber Daya Manusia Indonesia,” Jurnal
Pendidikan Islam 28, no. 2 2016. Hal 253, https://doi.org/10.15575/jpi.v28i2.547.
10
Nicolescu Basarab, “The Transdisciplinary Evolution of Learning,” in The International Congress on
What niversity for Tomorrow? Towards a Transdisciplinary Evolution of the University (Congrès de Locarno,
Locarno, (Switzerland: Centre International de Recherches et études Transdisciplinaires, 1997), ,
http://www.learndev.org/ dl/ nicolescu_ f.pdf
11
Abdullah, Multidisiplin, Interdisiplin, & Transdisiplin : Metode Studi Agama Dan Studi Islam Di Era
Kontemporer
12
Qomar, Pendidikan Islam.
masalah yang dipecahkan.

PENUTUP

Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Multidisiplin, Interdisiplin, & Transdisiplin : Metode Studi Agama Dan


Studi Islam Di Era Kontemporer
Andrej Flogie and Boris Aberšek, “Transdisciplinary Approach Of Science,
Technology, Engineering And Mathematics Education,” Journal of Baltic Science Education
Vol. 14, no. 2015. Hal 779–90, https://doi.org/10.33225/jbse/15.14.779.
Ayep, Rosidi. “Pendekatan Psikologi Dalam Studi Islam”. Jurnal Inspirasi Vol.3,
No.1, 2019. Hal 50-52.
Fitri, Nafis, and Indarti, “Multidisciplinary, Interdisciplinary, and Transdisciplinary
(MIT) Learning Approach and Strategy Based on Indonesian National Qualification
Framework (KKNI) Curriculum.
Imam Mawardi, “Pendidikan Islam Transdisipliner Dan Sumber Daya Manusia
Indonesia,” Jurnal Pendidikan Islam 28, no. 2 2016. Hal 253,
https://doi.org/10.15575/jpi.v28i2.547.
Mapuranga Barba and Phillipa Mutswanga, “The Attitudes of Employers and Co-
Workers towards the Employment of Persons with Disabilities in Zimbabwe,” International
Journal of Managerial Studies and Research 2, no. 3 (2014). Hal . 7– 19.
Mujamil Qomar, Pendidikan Islam: Multidisipliner, Interdisipliner, Dan
Transdisipliner, Cetakan pertama (Malang, Jatim: Madani Media, 2020), hal . 8.
Nicolescu Basarab, “The Transdisciplinary Evolution of Learning,” in The
International Congress on What niversity for Tomorrow? Towards a Transdisciplinary
Evolution of the University (Congrès de Locarno, Locarno, (Switzerland: Centre
International de Recherches et études Transdisciplinaires, 1997), , http://www.learndev.org/
dl/ nicolescu_ f.pdf
Qomar, Pendidikan Islam.
Qomar, Pendidikan Islam.
Ratu, Vina, Rohmatika “Pendekatan Interdisipliner Dan Multidisipliner Dalam Studi
Islam”. Al-Adyan, Volume.14, No. 1, 2019. Hal 118-121.
Sudikan, “Pendekatan Interdisipliner, Multidisipliner, Dan Transdisipliner Dalam
Studi Sastra,” 4; Rahmat, Pendidikan Agama Islam Multidisipliner Telaah Teori Dan Praktik
Pengembangan PAI Di Sekolah Dan Perguruan Tinggi, hal. 92.

Anda mungkin juga menyukai