Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TUGAS KELOMPOK 5
KEGAWATDARURATAN KELAUTAN
SPO KEGAWATDARURATAN PADA KAPAL
TERKENA TSUNAMI

DISUSUN OLEH :
Grace Sojow (211201024)
Crista Popo (2114201023)
Stessy Sharon Tambuwun (2114201015)
Emy Christania Newnuny (2114201001)
Anjeli Goni (2114201005)
Dosen Pengampuh :
Ns. Yannerith Chintya, S. Kep., M. Kep

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA


MANADO FAKULTAS KEPERAWATAN
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih Nya kami
dapat menyelesaikan makalah ini, kiranya makalah ini dapat di terima oleh pembaca.
Makalah ini disusun dibuat bertujuan untuk menyelesaikan tugas dari dosen Ns. Yammerith
Chintya, S. Kep., M. Kep. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna maka
dari itu kami mohon maaf jika ada kesalaha – kesalahan dalam penyusunan kata dalam
makalah ini, untuk itu kami menerima kritik dan saran dari pembaca makalah ini agar kami
dapat lebih baik lagi dalam penyusunan makalah kedepannya.

Penulis

Kelompok 5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertisn
B. Penyebab
C. Menifestasi Klinik
D. Factor Risiko
E. Klarifikasi Kejadian
F. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Keperawatan
BAB
III
PENUT
UP
- Kesimpulan
- saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

Gempa bumi yang mengakibatka tsunami, terjadi pada laut dalam dan diikuti oleh
devormasi bawah laut. Letusan gunung berapi di bawah laut juga dapat mengakibatkan
terjadinya tsunami, selain karena lunturnya palung laut dan jatuhnya meteor kedalam laut
tetapi jarang t erjadi diwilayah Indonesia. Tsunami yang diakibatkan oleh gempa bumi terjadi
apabila lempengan Samudera berubah bentuk secara vertical dan dapat mengganggu posisi
air laut yang ada di atasnya menjadi gelombang yang besar. Perubahan bentuk lempengan
tersebut terjadi karena lempeng saling bertumbukan, sehungga salah satu lempeng naik ke
atas mengganggu posisi air laut dan menimbulkan gelombang yang besar atau disebut dengan
tsunami.
Pemberian pelayanan yang diberikan selama korban perta kali ditemukan, selama
proses transportasi hingga pasien sampai di rumah sakit. Penanganan korban selama pre
hospital dapat menjadi penentu kondisi korban selanjutnya. Pemberian perawatan pre
hospital yang cepat dan tepat dapat menurunkan angka kecatatan dan kematian akibat trauma.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Gawat artinya mengancam nyawa, sedangkan darurat perlu mendapatkan
penanganan atau Tindakan segera untuk menghilangakan ancaman nyawa korban.
Jadi, gawat darurat adalah keadaan yang mengancam nyawa yang harus dilakukan
tindakan segera untuk menghindari kecatatan atau kematian korban.
Tsunami adalah gelombang atau serangkaian gelombang, yang dihasilkan oleh
gangguan seperti gempa bumi bawah laut yang menggeser bawah laut, tanah longsor,
letusan gunung berapi, atau dampak asteroid.
Secara kompleks, tsunami terjadi ketika ada perubahan tiba-tiba dalam volume
besar air laut, yang dapat disebabkan oleh gempa bumi, letusan gunung berapi, atau
longsor bawah laut. Gempa bumi di dasar laut seringkali menjadi pemicu utama.
Ketika lempengan tektonik bergerak, mereka dapat menyebabkan pergeseran besar di
dasar laut, mengubah volume air dan menciptakan gelombang tsunami yang dapat
merambat ribuan kilometer dengan kecepatan tinggi. Saat gelombang mendekati
pantai, amplitudonya meningkat, menyebabkan banjir yang merusak ketika mencapai
daratan.
Tsunami dapat memiliki dampak serius pada kesehatan masyarakat, termasuk
risiko cedera fisik, kontaminasi air bersih, dan penyebaran penyakit akibat kerusakan
infrastruktur sanitasi. Selain itu, dampak psikologis seperti stres dan trauma juga
umum terjadi setelah bencana tersebut.

B. Penyebab
Tsunami dapat dipicu oleh gangguan pada dasar laut yang menyebabkan
perpindahan sejumlah besar air. Dalam proses kembalinya air yang terganggu ini
menuju ekuilibrium atau keadaan tenang, suatu gelombang dapat membentuk dan
menyebar meninggalkan pusat gangguan, sehingga menyebabkan tsunami. Peristiwa –
peristiwa yang dapat menyebabkan perpindahan air seperti ini meliputi gempa bumi
bawah laut, longsor yang terjadi di dasar laut, jatuhnya benda kedasar laut seperti
letusan gunung, meteor dan ledakan senjata.

C. Manifestasi Klinik
- Batuk – batuk
- Muntah
- Sesak napas
- Nyeri dada
- Area sekitar perut yang membengkak
- Wajah yang membiru dan dingin

D. Faktor risiko terjadinya masalah tersebut :


1. Tidak memakai pelampung Ketika didalam kapal
2. Kondisi air melebihi kemampuan, arus kuat dan air sangat yang dalam
3. Terhimpit disuatu tempat dibagian kapal
E. Klarifikasi kejadian :
1. Tenggelam (Drowning)
Suatu keadaan di mana penderita akan meneguk air dalam jumlah yang
banyak sehingga air masuk kedalam saluran pernapasan dan saluran pernapasan
atas tepatnya bagian apligotis akan mengalami spasme yang mengakibatkan
saluran napas menjadi tertutup serta hanya dapat dilalui oleh udara yang sangat
sedikit.

2. Hampir Tenggelam (Near Drowing)


Suatu kejadian dimana penderita masih bernafas dan membatukan air keluar.

F. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Keperawatan :


1. Pastikan keadekuatan ABC (Airway, Breathing, Circulation).
2. Pertimbangkan cedera lain pada pernapasan saat tenggelam.
3. Lakukan hospitalisasi jika terdapat : gangguan respiratori, penurunan saturasi
oksigen, serta perubahan tingkat kesadaran.
4. Observasi pemberian oksigensi, ventilasi, serta fungsi jantung.
5. Pemberian obat – obatan : vekoronium (untuk otot skeletal paralis), furosemid/
Lasix (untuk diuresis, mannitol/manitor untuk mengendalikan hipertensi
intrakarnial dan untuk sadasi)

SYARAT
1. Penolong memiliki pengalaman atau menguasai Teknik water rescue
Seorang rescue harus memiliki keterampilan dan kemampuan dasar pertolongan di
air (water rescue), dan lebih di utamakan lagi bagi yang sudah memiliki
pengalaman.
2. Situasi dan lingkungan memungkinkan untuk melakukan tinfdakan penyelamatan.
Situasi lingkungan yang membahayakan kondisi ipenolong seperti badai dan
gelombang arus yang terlalu bersar yang dapat membahayakan penolong harus di
pertimbangkan apakan dilakukan Tindakan rescue pada korban atau tidak.
3. Kemampuan renang, kemampuan renang merupakan modal utama bagi penolong,
tetapi tidak semua metode penyelamatan mengahruskan penolong berada dalam
air.

TAHAPAN PENYELAMATAN
1. Berteriak sekuat mungkin untuk menarik perhatian orang lain. Hal ini dilakukan
untuk menambah bantuan.
2. Hubungi nomor telfon gawat darurat sesegera mungkin.
3. Lakukan penolongan seaman mungkin. Jangan masuk kelokasi tersebut tanpa
pengaman, kecuali anda mengenal lingkungan lokasi. Bila tidak yakin dengan
kemampuan diri sendiri sebaiknya cari bantuan. Lebih baik kehilangan satu orang
dari pada dua orang.
4. Membawa korban kedaratan dan letakan ditempat yang aman.
5. Mengecek kesadaran korban dengan meransang suara atau nyeri. Jika korban tidak
sara maka lakukan pertolongan Resusitasi Jantung Paru (RJP) dengan rumus C-A-
B
6. Selanjutnya korban dibawa ke klinik atau rumah sakit terdekat untuk mendapatkan
pertolongan yang intensif.
7. Untuk korban yang sadar tapi kesulitan bernafas maka lakukan Langkah –
Langkah berikut :
 Posisikan korban dalam posisi istirahat
 Bersihkan benda – benda yang menyumbat rongga mulut korban, contoh :
gigi palsu atau makanan
 Kembalikan posisi normal tekan dahi dan naikan dagu (posisi ini untuk
memperlancar jalan nafas
 Bila diperlukan diberikan nafas buatan dua kali dari mulut ke mulut (untuk
menghindari penyakit sebaiknya menggunakan alat bantu pemberian nafas
dari mulut kemulut)
8. Untuk korban yang tidak sadar, mempunyai nafas yang tidak kuat atau belum
bernafas Langkah – langkanya sebagai berikut :
- Pada posisi normal dengan dagu di angkat sambal mengecek nadi di leher
- Jika tidak ada maka di lakukan pertolongan CAB

H. Peran dan Fungsi Perawat


1. Kompetensi pencegahan/mitigasi
Mitigasi digambarkan sebagai landasan manajemen darurat. mitigasi
didefinisikan merupakan tindakan berkelanjutan yang mengurangi atau menghilangkan
resiko jangka panjang bagi manusia dan harta benda dari bencana alam atau buatan
manusia dan dampaknya,mitigasi terjadi sebelum bencana.
Peran yang dilakukan perawat yaitu pengurangan resiko, pencegahan penyakit
dan promosi kesehatan dan pengembangan dan pencegahan kebijakan,dalam hal ini
perawat melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain seperti organisasi
masyarakat, pemerintah dan tokoh masyarakat untuk melakukan pendidikan dan
simulasi mempelajari bencana dalam skala besar
2. kompetensi kesiapsiagaan
Hal yang di lakukan perawat selama fase ini yaitu mengidentifikasi praktik
etis,hukum,dan akuntabilitas, kemampuan komunikasi dan berbagai informasi serta
mempersiapkan rencana untuk penanganan bencana di lapangan, perawat dapat
mengenal tugas dan fungsinya selama merespon masa bencana serta resiko terhadap diri
dan keluarga, perawat juga berperan dalam melakukan komunikasi komando terhadap
perawat lain.
Kesiapan yang di maksud mengambil bentuk rencana atau prosedur yang dirancang
untuk menyelamatkan nyawa dan meminimalkan kerusakan ketika keadaan darurat
3. Kompetensi Respons
Fase ketiga manajemen bencana adalah fase respons. Tahap respons meliputi
tindakan yang diambil untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kerusakan lebih
lanjut selama dan segera setelah bencana atau situasi darurat. Fase respons melibatkan
penerapan rencana kesiapsiagaan ke dalam tindakan (Mistric & Sparling, 2010).
Peran yang dilakukan perawat pada fase ini yaitu perawat berpartisipasi dalam
penyaluran dan pembagian distribusi bantuan yang tersedia kepada pengungsi, merawat
individu dan keluarga, perawatan psikologis dan melakukan perawatan khusus pada
populasi rentan (Alfred et al., 2015). Perawat juga dituntut mampu mengidentifikasi
pengungsi dengan kebutuhan-kebutuhan khusus dikarenakan pemberian perawatan
akan berbeda daripada pengungsi biasa (Arrieta et al., 2008). Contohnya pasien dengan
penyakit kronis seperti diabetes perlu diperhatikan dari aspek pemenuhan nutrisi dan
pengontrolan gula darah.
4. Kompetensi pemulihan/rehabilitasi
Fase keempat dari manajemen bencana adalah fase pemulihan. Fase pemulihan
dibagi menjadi kegiatan jangka pendek dan jangka panjang. Kegiatan jangka pendek
didefinisikan sebagai kegiatan yang menawarkan bantuan dan rehabilitasi segera. Untuk
penyedia layanan kesehatan, kegiatan jangka pendek meliputi bantuan kehidupan yang
vital dan penyediaan layanan yang diperlukan untuk kesejahteraan langsung pasien dan
kenyamanan dasar. Kegiatan jangka panjang bertujuan untuk memulihkan kesehatan
pasien sebanyak mungkin sehingga mereka dapat kembali ke rutinitas kehidupan sehari-
hari (Mistric & Sparling, 2010).
Pada fase ini peranan perawat meliputi pemulihan individu, keluarga, dan
komunitas jangka pendek dan panjang (Alfred et al., 2015). Hal yang dilakukan perawat
yaitu dapat melakukan inventarisasi persedian tempat penampungan dan logistik
darurat.
Dengan melakukan hal tersebut dapat mempersiapkan kondisi penampungan jangka
panjang (Arrieta et al., 2008).
Selain kompetensi yang di jabarkan diatas menurut Satoh et al. (2019) ada beberapa
kompetensi yang dilakukan saat perawat menghadapi bencana khusus pada penderita
diabetes. Peranan perawat terbagi atas tiga fase mulai dari fase akut, fase sub-akut dan
fase pemulihan.
 Fase akut (dari setelah bencana sampai minggu ke 1 pascabencana) Pada fase ini
perawat harus memeriksa jenis penyakit yang dimiliki masing-masing pengungsi
(tipe 1, tipe 2 atau bentuk lainnya). Perawat juga memastikan apakah mereka
menggunakan insulin suntik (jenis dan berapa unit yang digunakan) dan apakan
pasien juga melakukan SMBG (self monitoring blood glucose). Perawat juga harus
tetap memantau kadar glukosa darah yang berfungsi mendeteksi gejala hipoglikemia
atau hiperglikemia, serta perawat juga harus mencari tahu di mana pasien
berlindung/mengungsi.
 Fase sub-akut (dari minggu ke 2 hingga bulan 1 atau 2 pascabencana) Perawat harus
tetap memantau kadar glukosa / HbA1c masing-masing pengungsi, apakah mereka
menggunakan injeksi insulin atau berapa dosis insulin atau tidak dan apakah mereka
menggunakan agen farmakologis / berapa banyak obat tetap atau tidak. Perawat
juga harus mencari tahu tentang komplikasi diabetes, kondisi hidup, dan status
mental pasien.
 Tahap pemulihan (dari bulan 1 atau 2 pascabencana dan selanjutnya) Perawat harus
mengukur kadar glukosa / HbA1c pada pasien dengan diabetes dan mencari tahu
tentang komplikasi diabetes, status perawatan, perubahan berat badan, kondisi
hidup, status mental, dan sarana transportasi yang diperlukan untuk kunjungan
rumah sakit.
5. Edukasi dan Kesiapsiagaan Pasien
Kondisi kronis, terutama diabetes, akan berdampak memburuk selama bencana
terjadi dikarena akses obat-obatan sulit, kondisi lingkungan yang memburuk, dan perhatian
yang tidak memadai dalam manajemen penyakit ini (Waltzman & Fleegler, 2009). Hal
tersebut dapat menimbulkan gejala perburukan selama dan setelah bencana. Hasil
penelitian menunjukan individu dengan diabetes mengalami peningkatan kadar glukosa
darah setelah terjadi bencana daripada sebelum bencana (Tomio & Sato, 2014).
Berdasarkan masalah tersebut perawat berperan penting dalam mengatasi hal tersebut.
Sehingga pentingnya edukasi dan pemberan informasi kepada pasien bagaimana cara
mempersiapkan diri dalam menghadapi bencana.
Arrieta et al. (2008) menjelaskan dalam artikelnya ada beberapa komponen penting
dalam melakukan edukasi dan kesiapsiagaan pada pasien diabetes. Pada artikel tersebut
menjelaskan bahwa penekanan kesiapsiagaan pasien harus memiliki pengetahuan yang
diperlukan untuk mempersiapkan diri menghadapi kondisi tidak terduga (bencana alam)
yang sering terjadi di daerah tersebut. Mereka juga menekankan bahwa pemberian edukasi
tidak cukup hanya diberikan satu atau dua kali melaikan harus diberikan pada tahap awal
penyakit dan diberikan berulang-ulang kali saat melakukan kunjungan ke tenaga kesehatan.
Edukasi yang dapat dilakukan oleh perawat kepada pasien dengan kondisi kronik
yaitu selalu meningatkan akan pentingnya mengingat nama obat yang sering dikonsumsi
oleh pasien (Tomio & Sato, 2014; Waltzman & Fleegler, 2009), mempersiapkan diri dengan
kit darurat (Burns et al., 2016; Satoh et al., 2019), serta selalu mengingatkan untuk segera
melakukan evakuasi ketempat penampungan terdekat bila terjadi bencana (Satoh et al.,
2019).
Persiapan darurat dalam menghadapi bencana pada pasien diabetes
Bencana alam atau keadaan darurat dapat memiliki dampak yang signifikan pada kadar
glukosa darah (ADA, 2007). Pasien diabetes perlu merencanakan bagaimana mereka akan
tetap mengelola kondisi mereka selama keadaan darurat.
Tingkat glukosa darah dapat menjadi tidak menentu dan lebih sulit untuk di kelola selama
keadaan darurat karena beberapa faktor (Burns et al., 2016):
 Sulit mendapatkan obat dan perawatan medis
 Sulit untuk mengakses makanan dan air bersih
 Pengingkatan tingkat stres
 Ativitas fisik dapat meningkat atau menurun dibandingkan dengan biasanya
Situasi darurat dapat terjadi selama berhari-hari atau berminggu-minggu setelah
kejadian, jadi sangat penting pasien dengan diabetes untuk bersiap-siap mengelola
diabetesnya sendiri selama kurang lebih 14 hari (Renukuntla, Hassan, Wheat, & Heptulla,
2009).
Hal yang harus dipersiapkan oleh pasien dengan diabetes adalah Kit Darurat
Diabetes (Diabetes Emergency Kit) (Satoh et al., 2019). Selain kit darurat diabetes pasien
juga harus memperisapkan: daftar riwayat medis dan bedah, jadwal pengobatan rutin
diabetes, salinan manajemen diabetes, dan salinan rencana keadaan darurat diabetes
(Burns et al., 2016). Dalam tas kit darurat diabetes berisi barang-barang umum mencakup:
1. 1persedian obat rutin selama 14 hari,
2. obat-obatan lain yang biasanya digunakan (seperti parasecamol, aspirin, dll),
3. persediaan air kemasan selama 3 hari per orang,
tas pendingin yang dapat diisi ulang (McCormick, Pevear, & Xie, 2013).
Selain barang umum diatas menurut Renukuntla et al. (2009) khusus untuk pasien
diabetes barang-barang yang harus tersedia meliputi:
1. persediaan 14 hari insulin jika menggunakan terapi insulin,
2. persedian tes pemeriksaan gula darah dan batrai ekstra serta jarumnya, tempat
benda tajam,
3. strip pemeriksaan urin atau keton,
4. kotak hipoglikemia yang berisi jeli, tablet glukosa, kaleng minuman ringan
5. persediaan makanan yang tidak mudah rusak,
6. bola kapas dan tissu,
7. pembersih alkohol, dan
8. pena dan buku catatan untuk mencatat hasil tes gula darah.
Hal yang dilakukan pasien diabetes selama dan setelah bencana alam atau darurat
Menurut artikel yang ditulis oleh Burns et al. (2016) hal-hal yang dilakukan pasien selama
bencana alam:
 Pasien diabetes harus tetap menyimpan peralatan darurat bersama merekaterutama
jika ada peringatan dini tentang keadaan darurat yang terjadi.
 Pemeriksaan kadar glukosa darah harus terus di cek seperti biasa dan disesuaikan
 Jumlah penggunaan insulin dan obat lain perlu diperhitungkan selama bencana alam
atau kondisi darurat karena tingkat stres yang lebih tinggi dan perubahan aktivitas
fisik.
 Setiap perubahan penggunaan obat harus berkonsultasi dengan tenaga kesehatan.
 Setelah dibuka, botol insulin dapat disimpan pada suhu kamar (15-25 derajat) hingga
28 hari. Insulin tidak boleh dibiarkan di bawah sinar matahari langsung.
 Insulin harus tetap terjaga pada suhu dingin. Jika membeku jangan digunakan .
 Kaki harus tetap dijaga tetap kering. Alas kaki harus selalu dipakai dan kaki sering
diperiksa apakah ada luka, memar, lecet atau kuku kaki yang terinfeksi.
 Pakaian pelindung harus dikenakan.
Setelah terjadi bencana alam atau darurat pasien dengan diabetes perlu memperhatikan
beberapa hal sebagai berikut (Zhou, Wu, Xu, & Fujita, 2018).
 Obat-obatan mungkin belum tersedia setelah bencana alam atau kondisi darurat.
 Obat-obatan insulin tetap terus disimpan selama bencana alam atau darurat. Insulin
dapat disimpan pada suhu kamar (15-25 derajat) hingga 28 hari.
 Mungkin akan membutuhkan waktu yang lama untuk menerima pengobatan karen
orang dengan cidera akut akan diprioritaskan.
 Pemeriksaan dilakukan oleh dokter atau perawat dilakukan sesegera mungkin
setelah bencanaatau kondisi darurat.
 Setiap ada luka atau goresan pada kaki, harus segera di konsultasikan dengan
petugas kesehatan.
 Pemantauan tetap dilakukan dan dilanjutkan.

edukasi untuk penumpang awak kapal laut saat terjadi tsunami

Untuk menghadapi bencana tsunami saat berada di kapal laut, penumpang awam perlu tahu
cara-cara yang tepat. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:
1. Jangan kembali ke dermaga jika terdapat peringatan tsunami: Kembali ke dermaga mungkin
berbahaya karena banyak sisa bangunan yang hancur
2. Pergi menjauh dari garis pantai lebih lama: Menjauh dari garis pantai akan meminimalisir
gelombang tsunami yang mungkin terjadi
3. Tunggu informasi dari radio laut: Tunggu kabar dari petugas pelabuhan waktu yang tepat
untuk kembali ke daratan
4. Lakukan evakuasi jika air laut tiba-tiba surut: Evakuasi dengan menjauhi pantai sejauh-
jauhnya supaya tidak banyak korban berjatuhan
5. Pindahkan ke tempat yang tinggi: Jika Anda berada di perahu atau kapal di tengah laut dan
mendengar berita dari pantai telah terjadi tsunami, perhatikan untuk mendengar ke tempat yang
tinggi seperti perbukitan atau bangunan tinggi
6. Siapkan persediaan pengungsian: Pastikan Anda memiliki persediaan pengungsian dalam
suatu tempat yang mudah di bawa, seperti tas siaga bencana
7. Upaya penyelamatan diri saat terjadi tsunami: Ketahui cara menyelamatkan diri dan
mengantisipasi bahaya yang mungkin terjadi

Pendidikan untuk masyarakat yang tinggal di pesisir pantai


Melalui pendidikan, masyarakat pesisir dapat memahami pentingnya menjaga lingkungan
dan sumber daya alam yang ada di sekitarnya. Selain itu, pendidikan juga membuka
kesempatan bagi masyarakat pesisir untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka
dalam mengelola wilayah pesisir secara berkelanjutan. Dengan begitu, mereka dapat
meningkatkan kualitas hidup mereka dan meningkatkan penghasilan dari sektor pariwisata,
perikanan, dan budidaya laut.

Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam pendidikan masyarakat pesisir adalah peningkatan
keterampilan dan pengetahuan dalam bidang teknologi dan informasi. Teknologi dan informasi
dapat digunakan sebagai alat untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan. Masyarakat pesisir perlu dilengkapi dengan
pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan teknologi dan informasi untuk mendukung
pengelolaan wilayah pesisir yang berkelanjutan.

Pendidikan masyarakat pesisir juga perlu menekankan pada pengembangan kewirausahaan.


Sebab, prinsip tersebut bisa menjadi solusi dalam mengatasi masalah kemiskinan dan
pengangguran di wilayah pesisir.
Tak hanya pengetahuan teknologi dan informasi serta kewirausahaan, pentingnya peningkatan
akses masyarakat pesisir terhadap pendidikan yang berkualitas juga gak kalah penting. Hal ini
dapat dilakukan dengan membangun sekolah-sekolah di wilayah pesisir dan menyediakan
fasilitas pendidikan yang memadai. Selain itu, perlu adanya program beasiswa dan bantuan
finansial bagi masyarakat pesisir yang tidak mampu untuk mendapatkan pendidikan yang
berkualitas.

Mitigasi
Dalam proses mitigasi tsunami, penumpang awam dan kapal laut harus berkoordinasi dengan
pihak-pihak yang berwenang dan mengikuti perintah yang diberikan oleh petugas pelabuha
Mitigasi tsunami bagi daerah pesisir pantai melibatkan beberapa upaya yang bertujuan untuk
mengurangi risiko dan dampak bencana tersebut. Berikut adalah beberapa strategi yang dapat
diadopsi:
1. Penataan ruang wilayah pesisir: Penataan ruang wilayah pesisir dapat membantu mengurangi
risiko tsunami. Hal ini mencakup pembuatan green belt atau penanaman tanaman mangrove dan
bakau di sepanjang kawasan pantai, serta pembangunan tanggul pantai (breakwater) dan
seawall sebagai pemecah gelombang air laut

2. Pemasangan sistem peringatan dini (early warning system): Sistem peringatan dini dapat
membantu menginformasikan masyarakat tentang gemparan bumi yang berpotensi tsunami
sebelum terjadinya

3. Relokasi permukiman: Relokasi permukiman dengan jarak sekitar 3 km dari tepi laut dapat
membantu menghindari akibat hantaman tsunami

4. Pemasangan alat sign s sistem peringatan dini: Pemasangan sign s sistem peringatan dini,
seperti siren atau panduan arah evakuasi, dapat membantu masyarakat menginformasikan dan
mengambil tindakan dengan cepat saat terjadinya bencana

5. Pengembangan infrastruktur: Pembangunan infrastruktur, seperti jalur evakuasi dan


bangunan tahan gempa dan tsunami, dapat membantu mengurangi risiko dan dampak bencana

6. Pemeriksaan dan pengaturan lingkungan pesisir: Pemeriksaan dan pengaturan lingkungan


pesisir, seperti mengidentifikasi area rawan dan menghadapi kerentanan, dapat membantu
mengurangi risiko bencana

7. Koordinasi dan kerjasama: Kerjasama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam
penanganan risiko tsunami dapat membantu meningkatkan keterlibatan dan kemampuan
menghadapi bencana

Penanganan bencana, seperti tsunami


merupakan peran penting bagi pemerintah dan tenaga kesehatan dalam menghadapi dampak buruk
yang disebabkan oleh bencana tersebut. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan
dalam menghadapi tsunami di daerah-dengan beresiko:
1. Persiapan: Lakukan simulasi penyelamatan diri sebagai latihan evakuasi dan penyelamatan diri bila
tsunami terjadi
2. Rencana penyelamatan: Persiapkan rencana penyelamatan untuk menghadapi resiko tsunami
3. Pemantauan dan informasi: Tanam mangrove serta tanaman lainnya sepanjang garis pantai untuk
meredam air tsunami, dan buatlah rute evakuasi. Melaporkan secepatnya jika mengetahui tanda-
tanda akan terjadinya tsunami kepada petugas yang berwenang, seperti Kepala Desa, Polisi, BPBD
Stasiun Radio, dan SATLAK PB maupun institusi terkait
4. Pengembangan sistem peringatan: Menyusun rencana pengembangan sistem peringatan, pemeliharaan
persediaan, dan pelatihan personil
5. Pengurusan pengungsi: Pengurusan pengungsi dan penyelamatan serta pemulihan prasarana dan
sarana
6. Pemulihan prasarana dan sarana: Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana
dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun
masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial, dan
budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek
kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana

Early Warning System (EWS) di Indonesia,


yang terkenal sebagai Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS), merupakan sistem
peringatan dini tsunami yang berlaku di Indonesia
InaTEWS adalah satu-satunya sistem peringatan dini tsunami yang berlaku di Indonesia dan melibatkan
banyak pihak dalam pengembangan dan operasionalnya
Sistem ini bertujuan untuk mengantisipasi kecelakaan dan penurunan kehidupan mengatur keberlanjutan
tsunami
Beberapa langkah yang diambil oleh InaTEWS meliputi:

1. Mengirimkan pesan peringatan dini kepada institusi yang berkaitan, seperti badan penyelamat dan
stasiun broadcast, agar mereka dapat mempersiapkan sesuai dengan peran mereka

2. Menginformasikan publik melalui media radio dan televisi mengenai kejadian tsunami

3. Memantulkan analisis waktu dan lokasi dampak tsunami yang diperkirakan

4. Mengatur peringatan dini tsunami secara langsung, termasuk informasi tentang tinggi wave tsunami
yang diwathakan oleh stasiun pengamatan laut

InaTEWS saat ini menggunakan 176 seismograf dan sensor laut yang terdistribusi di berbagai daerah di
Indonesia
Dengan sistem InaTEWS, diharapkan berdampaknya pemerintah Indonesia dapat mengantisipasi
kecelakaan dan penurunan kehidupan mengatur keberlanjutan tsunami, seperti yang terjadi pada
incident tsunami di Aceh pada tahun 2004

I. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KORBAN TENGELAM PADA KAPAL TERKENA


TSUNAMI
1.1.1 Pengkajian
1.1.2 Pengkajian
 Airway
Kaji kepatenan jalan nafas, observasi adanya lidah jatuh,
adanya benda asing pada jalan nafas (bekas muntahan, darah, sekret yang tertahan), adanya
edema pada mulut, faring, laring,
disfagia, suara stridor, gurgling atau wheezing yang menandakan adanya masalah jalan
nafas.
 Breathing
Kaji keefektifan pola nafas, respiratory rate, abnormalitas pernafasan, bunyi nafas
tambahan, penggunaan otot bantu nafas, adanya nafas cuping hidung, saturasi oksigen
 Circulation
Kaji heart rate, tekanan darah, kekuatan nadi, capillary refill, akral, suhu tubuh, warna kulit,
kelembaban kulit, perdarahan eksternal jika ada.
 Disability
Berisi pengkajian kesadaran dengan Glasgow Coma Scale (GCS), ukuran dan reaksi pupil.
 Eksposure
Berisi pengkajian terhadap suhu serta adanya injury atau kelainan lain, kondisi lingkungan
yang ada di sekitar klien

1.1.3 Diagnosa
 Pola napas tidak efektif
 Penurunan curah jantung
 Risiko syok
INTERVENSI KEPERAWATAN
N Diagnosa Keperawatan Tujuan/kriteria hasil Intervensi Keperawatan
o
1 Pola napas tidak efektif Setelah melakukan tindakan Manajemen Jalan Napas
keperawatan selama 1x24 Obserasi
jam maka diharapkan pola - monitor pola napas
napas Membaik dengan (frekuensi, kedalaman,
kriteria hasil: saha napas)
- kapasitas vital meningkat - monitr bunyi napas
- tekanan ekspirasi tambahan (mis. Mengi,
meningkat heezing, ronkhi kering)
- tekanan inspirasi - posisikan semi-Fowler
- dispnea menurun - berikan minum hangat
- penggunaan otot bantu - lakukan fisioterapi
napas menurun dada, jika perlu.
- pemanjangan fase ekspirasi - berikan oksigen, jika
menurun perlu
- ortopnea menurun
- pernapasan pursed-lip Edukasi
menurun - Anjurkan asupan cairan
- pernaasan cuping hidung 2000 ml/hari, jika tidak
menurun konraindikasi
- frekuensi napas membaik
- kedaaman napas membaik Kolaborasi
- ekskursi dada membaik - Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspetoran, mukolitik,
jika perlu.
2. Penurunan Curah Setelah dilakukan tindakan Perawatan jantung
Jantung keperawatan kelama 1x24 Observasi
jam maka di harapkan curah - Identifikasi tanda/gejala
jantung meningkat dengan primer penurunan curah
kriteria hasil: jantung (meliputi
- kekuatan nadi perifer meliputi dyspnea,
meningkat kelelahan, edema,
- cardiac index (CI) ortopnea, paroxysmal
meningkat nocturnal dyspnea,
- left ventricular stoke work peningatan CPV
index (LVSWI) meningkat - monitor keluhan nyeri
- stroke volume idex (SVI) dada (mis. Intensitas,
meningkat lokasi, radiasi, durasi
preivitasi yang
mengurangi nyeri)
- monitor nilai
laboraturium jantung
(mis. Elektroli, enzim
jantung, BNP, NTpro-
BNP)
- periksa tekanan darah
dan frekuensi nadi
sebelum dan sesudah
aktivitas

Terapeutik
- posisikan pasien semi
Fowler atau Fowler
dengan kaki kebawah
atau posisi nyaman
- berikan diet jantung
yang sesuai (mis. Batasi
asupan kafein, natrium,
kolesterol dan makanan
tinggi lemak)
- berikan dukungan
emosional dan spiritual

Edukasi
- anjurkan beraktivits
fisik yang sesuai toleransi
- anjurkan beraktivitas
fisik secara bertahap
- anjurkan berhenti
merokok
- ajarkan pasien dan
keluarga mengukur
intake dan outut cairan
harian

Kolaborasi
- kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
- rujuk ke program
rehabilitasi jantung
3. Risiko shok Setelah dilkuka tindakan Pencegahan syok
keperwatan selama 1x24 jam Observasi
maka diharapkan tingkat - monitor status
shok menurun dengan kritria kardiopulmonal
hasil: (frekuensi kekuatan nadi,
- kekuatan nadi meningkat frekuensi napas, TD,
- output urine meningkat MAP)
- tingkat kesadaran - monitor atasus
meningkat oksienasi (oksimetri nadi,
- saturasi oksigen meningkat AGD)
- monitor tingkat
kesadaran dan respon
pupil

Terapeutik
-persiapkan intubasi dan
ventilasi mekanis, jika
perlu

Edukasi
-jelaskan penyebab/faktor
risiko syok
- jelaskan tanda dan
gejala syok
- anjurkan melapor jika
menemukan/merasakan
tanda dan gejaa awal
syok
- anjurkan
memperbanyak asupan
cairan oral
Kolaborasi
-kolaborasi pemberian
IV, jika perlu
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

 Gawat artinya mengancam nyawa, sedangkan darurat adalah perlu


mendapatkan penanganan atau Tindakan segera untuk menghilangkan
ancaman nyawa korban.
 Tsunami adalah gelombang atau serangkaian gelombang, yang dihasilkan
oleh gangguan seperti gempa bumi bawah laut yang menggeser dasar laut,
tanah longsor letusan gunung berapi, atau dampak asteroid.
 Untuk mewaspadai terjadinya tsunami, masyarakat harus mengenal tanda
– tanda tsunami, diantaranya adalah :
 Terjadinya gempa atau getaran dibawah laut
 Surutnya air laut secara tiba – tiba
 Terdengar suara gemuruh keras

SARAN
 Kepada masyarakan untuk menambah sedikit wawasan mengenai bencana
tsunami atau bencana lain atau bencana lain agar dapat menghindari hal – hal
yang tidak di inginkan dengan cara evaluasi, mempersiapkan bekal mengingat
bencana itu akan terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

https://daek-chin,blogspot.com/2014/10/asuhan-keperawatan-pasien-tenggelam.html
https://bulelengkab.go.id/detail/artikel/edukasi-menghadapi-bencana-tsunami-72

Anda mungkin juga menyukai