Pendahuluan.
TNI Angkatan Darat sebagai salah satu bagian integral dari TNI dimana TNI
Angkatan Darat sebagai komponen utama kekuatan pertahanan Negara Kesatuan
Republik Indonesia di wilayah darat yang dalam pelaksanaan tugas pokoknya
ditentukan dari efektifitas pelaksanaan pembinaan satuan yang telah disusun secara
terprogram dan sistematis mengikuti kebijakan pimpinan dan institusi TNI Angkatan
Darat. Pelaksanaan pembinaan satuan dilaksanakan secara berkelanjutan
berdasarkan segala aspek yang berpengaruh terhadap rencana pencapaian tugas
yang telah ditentukan. Adapun kegiatan pembinaan satuan tersebut meliputi
pembinaan organisasi, pembinaan personil, pembinaan materil, pembinaan
pangkalan, pembinaan piranti lunak dan pembinaan latihan. Keenam komponen
pembinaan satuan ini harus dapat terlaksana secara keseluruhan dan berimbang
guna mencapai hasil dan kualitas yang optimal yang semuanya bertujuan untuk
menciptakan suatu satuan yang ideal dari segi kemampuan baik secara kualitas dan
kuantitas. Dalam UU no 34 tahun 2004 yang menjelaskan tentang tugas TNI dapat
kita ketahui tugas TNI dalam hal ini terbagi atas dua yaitu Operasi Militer Perang
(OMP) dan Operasi Militer Non Perang (OMSP) yang mana apabila kita rinci secara
detail begitu banyak tugas-tugas yang harus dapat dilaksanakan oleh Prajurit TNI
sehingga satuan TNI khususnya TNI-AD dituntut memiliki kemampuan yang optimal
sehingga dapat melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh satuan atas. Satuan
TNI AD dimanapun berada harus memiliki standar kemampuan baik secara kualitas
dan kuantitas yang sama sehingga dapat melaksanakan segala bentuk tugas yang
dibebankan kepdanya. Dengan Pembinaan Satuan yang baik dan terencana maka
diharapkan kualitas Prajurit dalam rangka mendukung tugas pokok akan berjalan
secara efektif dan efisien. Namun pada kenyataannya masih kita temui tugas-tugas
satuan yang belum mencapai hasil yang optimal yang dapat dilihat dari kemampuan
personilnya/prajuritnya maupun kondisi satuan yang masih memiliki kekurangan
atau belum mencapai tingkat ideal suatu satuan baik dilihat dari fasilitas kemarkasan
maupun alat peralatan serta perlengkapan. Indikasi yang dapat kita lihat diantaranya
masih ada satuan yang secara kuantitas belum terpenuhi sesuai kebutuhan,
kemampuan fisik anggota yang belum maksimal indikasinya yaitu masih ada
anggota yang hasil samapta periodik memperoleh nilai kurang bahkan pada saat
UKP ditemukan anggota yang tidak lulus karena nilai hasil jasmani tidak memenuhi
standar, alkapsat masih belum terpenuhi sehingga dalam suatu pelaksanaan tugas
satuan masih harus meminjam dari satuan lain, Protap dan referensi satuan masih
banyak ditemukan tidak lengkap atau belum diperbaharui sesuai kondisi terkini dan
kemampuan menembak anggota belum mencapai nilai optimal.
Dari penjelasan tersebut di atas, maka pentingnya penulisan essai ini adalah
agar pembinaan satuan dapat dilaksanakan dengan optimal dan terarah, sesuai
dengan tujuan yang diharapkan, sehingga dapat meningkatkan kemampuan prajurit
dalam rangka mendukung tugas pokok. Adapun metode yang digunakan dalam
penulisan essai ini adalah menggunakan metode deskriptif analisis yang
berdasarkan pengamatan di lapangan dan pendekatan secara empiris serta studi
kepustakaan.
Adapun nilai guna yang dapat diambil adalah agar pembaca dapat
mengetahui langkah dan upaya dalam mengoptimalkan pembinaan satuan sehingga
dapat meningkatkan kemampuan prajurit dalam rangka mendukung tugas pokok.
Maksud dari penulisan esai untuk memberikan gambaran permasalahan yang ada
dan mencari jawaban yang tepat dalam membantu permasalahan peningkatan
kemampuan prajurit dengan tujuan agar komando atas dapat memperhatikan
permasalahan yang terjadi dan saran untuk kebijakan komando atas dalam hal ini
permasalahan peningkatan kemampuan prajurit dapat diprioritaskan karena sangat
penting untuk pencapaian tugas pokok TNI-AD di masa yang akan datang. Ruang
lingkup pembahasan ini meliputi Pendahuluan, Pembahasan, dan Penutup serta
pembatasan masalah pada penulisan ini dibatasi pada lingkup satuan setingkat
Detasemen.
Pembahasan.
Pada UU No 34 tahun 2004 tentang TNI disebutkan jati diri seorang prajurit
TNI adalah prajurit profesional. Profesional dalam hal ini dapat diartikan oleh penulis
adalah mampu untuk menjaga dan meningkatkan kemampuannya, dapat
beradaptasi dengan segala bentuk situasi penugasan serta memiliki kemampuan
olah yudha yang tinggi oleh karena itu sudah semestinya kemampuan fisik yang
merupakan modal dasar prajurit seharusnya harus tetap terjaga pada batas ideal.
Motto “Men Sana in Corpore Sano” yang artinya di dalam tubuh yang sehat terdapat
jiwa yang sehat pula sangat tepat dijadikan motto bagi seluruh prajurit. Kemampuan
fisik yang prima bukan hanya berimbas pada kondisi tubuh yang kuat dan sehat
tetapi juga akan mempengaruhi kondisi kejiwaan, mental dan pikiran seorang
prajurit. Dari kedua landasan tersebut dapat dianalisa bahwa sebagai seorang
prajurit kemampuan fisik adalah sesuatu hal yang mutlak dan wajib dimiliki bagi
setiap prajurit sehingga dapat melahirkan prajurit yang dengan kondisi prima dalam
mendukung pelaksanaan tugas.
Adapun kendala dan kelemahan yang dihadapi terkait menurunnya
kemampuan fisik para prajurit antara lain, kendala; 1. Intensitas penugasan yang
cukup tinggi sehingga prajurit terlalu lelah untuk menyisakan waktu dalam
melaksanakan pembinaan fisik, 2. Fasilitas untuk pembinaan fisik yang tidak
tersedia di tempat penugasan serta situasi penugasan yang tidak memungkinkan
mereka untuk melaksanakan pembinaan fisik di sela waktu mereka bertugas,
sedangkan kelemahan yang dihadapi; 1. Rasa malas prajurit yang sulit dihilangkan
untuk melaksanakan pembinaan fisik, 2. Menganggap remeh dan ketidakpedulian
prajurit terkait pembinaan fisik mereka.
Pada UU No 34 tahun 2004 tentang TNI disebutkan bahwa jati diri prajurit TNI
adalah prajurit profesional, untuk mencapai profesionalitas ini sudah semestinya
prajurit TNI tidak dibebankan lagi oleh hal-hal yang menjadi beban mereka, seperti
masalah perumahan, apabila prajurit tidak memiliki beban hidup maka akan
mempermudah untuk mencapai tahapan profesional tersebut sehingga beban
mereka hanya melaksanakan tugas dan berlatih sesuai porsi mereka untuk
memelihara dan meningkatkan kemampuan dalam rangka mendukung pelaksanaan
dan pencapaian tugas pokok. Dengan tersedianya perumahan bagi prajurit maka
prajurit tidak akan mempunyai tambahan beban sewa sehungga prajurit fokus
terhadap penugasan yang ada. Pada Bujuk Binsat tahun 2006 disebutkan bahwa
setiap Komandan Satuan harus dapat memelihara, meningkatkan dan
memperhatikan kesejahteraan dan moril seluruh anggota komandonya, dengan
tersedianya perumahan bagi prajurit maka moril prajurit tetap tinggi karena tidak
terbebani lagi dengan biaya sewa rumah.
Adapun kendala dan kelemahan yang dihadapi terkait belum terpenuhinya
perumahan anggota antara lain, kendala; 1. Satuan yang berada di kota besar
seperti DKI Jakarta mayoritas terkendala masalah perumahan anggota, 2.
Perumahan untuk Denintel hanya terdiri dari 100 unit rumah sehingga tidak dapat
menampung seluruh jumlah personel Denintel, sedangkan kelemahan yang
dihadapi; 1. Lahan perkantoran satuan Denintel yang kecil sehingga tidak dapat
dibangun perumahan tambahan untuk personel, 2. Tidak tersedianya lahan
tambahan untuk pengembangan lahan perumahan Denintel.
Penulis
TTD
Mukada
Mayor Inf NRP 110550003
Daftar Lampiran :
1. Lampiran-1 : Alur Pikir
2. Lampiran-2 : Daftar Pustaka
ALUR PIKIR
1. UU RI No 34 THN 2004 TTG TNI
2. DOKTRIN KARTIKA EKA PAKSI THN 2018
3. BUJUK BINSAT THN 2006
4. BUJUK BINLAT 2013
5. KUTIPAN PENGARAHAN KASAD JENDERAL TNI
MULYONO
6. MOTTO “MEN SANA IN CORPORE SANO”
PROSES
KEPEMIMPINAN
KEMAMPUAN PRAJURIT 1. ATUR POLA PENUGASAN DANYON
PERMASALAHAN
2. SIAPKAN SARANA BINSIK OPTIMAL
1. MENURUNNYA
KEMAMPUAN FISIK 3. POLA BINSIK YG KREATIF, TDK MONOTON
PRAJURIT 4. KOMANDAN BERI TAULADAN
FAKTOR EKSTERNAL
FAKTOR INTERNAL
DAFTAR PUSTAKA