Anda di halaman 1dari 18

BAB V

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN


METODE Pt-01-2002-B

A. PENDAHULUAN
Standad Kompetensi :

Mampu menghitung tebal perkerasan Metode Pt-01-2002-B

Kompetensi dasar :
1. Mampu menghitung tebal perkerasan Metode Pt-01-2002-B

2. Mampu menghitung tebal lapis tambahan perkerasan Metode Pt-01-2002-B

5.1. PENDAHULUAN

Selain beberapa metoda perencanaan yang telah dikenal, pada tahun 2002 telah
disusun Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur (Pt-01-2002-B) yang
merupakan adopsi dan adaptasi dari metoda perencanaan AASHTO tahun 1993.
Perencanaan menggunakan Pt T-01-2002-B ini dibandingkan dengan Metoda Analisa
Komponen yang telah dikenal sebelumnya mulai menggunakan beberapa parameter
mekanistik seperti Modulus Elastisitas. Penggunaan Modulus Elastisitas ini nantinya
akan dikonversi menjadi besaran koefisien kekuatan relatif (a) untuk masing-masing
bahan pembentuk lapisan perkerasan. Karena pada metode ini telah menggunakan
parameter mekanistik dengan tidak meninggalkan parameter empiris, maka metode ini
disebut dengan metode Mekanistik – Empiris. Selain itu juga pada pedoman ini telah
dikenalkan pengaruh dari sistem drainase dalam perencanaan tebal perkerasan jalan.
Pengaruh faktor lingkungan lebih
banyak difokuskan kepada besaran temperatur yang nantinya juga akan mempengaruhi
dari nilai Modulus Elastisitas terutama untuk lapisan beraspal. Perbedaan penting dari
Pedoman Pt T-01-2002-B dibandingkan dengan metoda sebelumnya adalah pada
penggunaan alat Falling Weight Deflectometer (FWD) yang akan digunakan dalam
perencanaan tebal lapis tambah. Juga pada pedoman ini diperkenalkan konsep-konsep

V-1
tentang Reliabilitas, Standard Normal Deviate, dan Standard Error. Karena rumus-
rumus dan formula yang digunakan merupakan adopsi dari AASHTO tahun 1993, maka
pada pedoman ini masih menggunakan satuan Imperial Unit.

5.2. Sistem Perkerasan Lentur

Secara garis besarnya sistem perkerasan lentur terdiri atas Tanah Dasar, Lapis
Pondasi Bawah, Lapis Pondasi, dan Lapis Permukaan. Kadang-kadang untuk
perkerasan lentur yang dibuat dari bahan stabilisasi, lapis pondasi dan lapis pondasi
bawah bisa terbuat dari campuran semen tanah atau campuran bahan penstabilisasi
lainnya. Saat ini juga sudah diperkenalkan bahan-bahan lain seperti Cement Treated
Recycling Base (CTRB) ataupun Cement Treated Recycling Sub Base (CTRSB).

a. Tanah Dasar

Dalam perencanaan menggunakan Pt T-01-2002-B, kekuatan tanah dasar diberikan


dalam parameter Modulus Resilien. Ada beberapa cara menentukan nilai Modulus
Reslien tanah dasar ini antara lain dengan mengkorelasikannya dengan nilai CBR
(California Bearing Ratio) sebagai berikut :

MR (psi) = 1500 x CBR(%)


Dengan pengertian :
MR = Modulus Resilien Tanah Dasar (psi).
CBR = nilai CBR tanah dasar (%).

b. Lapis Pondasi Bawah

Lapis Pondasi Bawah adalah lapisan struktur perkerasan jalan yang terletak antara
tanah dasar dan Lapis Pondasi. Lapis Pondasi Bawah ini bisa terdiri dari lapisan
granular dengan spesifikasi tertentu, dan campuran bersemen dengan spesifikasi
tertentu.

c. Lapis Pondasi

Sama seperti Lapis Pondasi Bawah, Lapis Pondasi juga bisa terdiri dari lapisan
granular, campuran bersemen, maupun dampuran beraspal dengan spesifikasi
tertentu.
V-2
d. Koefisien Kekuatan Relatif

Pedoman ini mendapatkan nilai koefisien kekuatan relatif dengan mengkorelasikannya


dengan parameter mekanistik, yaitu modulus. Berdasarkan jenis dan fungsi material
lapis perkerasan, estimasi kekuatan relative dikelompokkan kedalam 5 kategori yaitu :
 Beton aspal (asphalt concrete),
 Bapis pondasi granular (granular base),
 Lapis pondasi bawah granular (granular sub base),
 Cement treated base, dan
 Asphalt treated base.
Untuk lapis permukaan aspal beton, perkiraan koefisien kekuatan relatifnya didasarkan
atas besaran modulus elastisitasnya seperti diberikan pada Gambar 5.1. Satu hal yang
perlu diingat dalam hal ini adalah apabila Modulus Elastisitas nya lebih besar dari
440,000 psi agar berhati-hati karena untuk modulus elastisitas yang sangat tinggi
lapisan beraspal akan bertambah kaku tetapi akan sangat rentan terhadap terjadiinya
retak lelah (fatigue cracks).

Gambar 5.1 Hubungan Koefisien Kekuatan Relatif Dengan Modulus Elastisitas

Untuk lapis pondasi granular, koefisien kekuatan relatif a2 dapat diperkirakan dengan
menggunakan Persamaan 5.2 atau menggunakan Gambar 5.2 yang menghubungkan
antara koefisien kekuatan relatif dan berbagai parameter pengujian.
V-3
a2 = 0.249 (log10 EBS) – 0.977
Dengan pengertian :
a2 = koefisien kekuatan relatif lapis pondasi granular.
EBS = Modulus Elastisitas lapis pondasi granular.
Terlihat dari Gambar 5.2 bahwa untuk mendapatkan nilai koefisien kekuatan relatif dari
lapis pondasi granular dapat menggunakan hubungan dengan besarnya Modulus
Elastisitas ataupun dengan menggunakan hubungan antara koefisien kekuatan relatif
dengan besarnya nilai CBR dari lapis pondasi tersebut. Sedangkan untuk mendapatkan
nilai koefisien relatif dari lapis pondasi bawah granular diberikan dengan menggunakan
Persamaan a3 atau menggunakan grafik pada Gambar 5.2 yang menghubungkan
antara koefisien kekuatan relatif dengan berbagai parameter pengujian.

a3 = 0.249 (log10 EBS) – 0.839

Sedangkan untuk koefisien relatif lapis pondasi bersemen dan lapis pondasi beraspal
ditunjukkan pada Gambar 5.3 dan Gambar 5.4 yang memberikan hubungan antara
koefisien relatif dan parameter-parameter pengujian.

5.3. Lalu Lintas

Angka Ekivalen Beban Gandar Sumbu Kendaraan


Untuk mencari angka ekivalen beban gandar sumbu kendaraan dilakukan dengan
menggunakan tabel yang ada di Lampiran 1.

Reliabilitas
Reliabilitas dimaksudkan untuk mengakomodasi beberapa ketidakpastian didalam
melakukan perencanaan pada perkerasan lentur. Tingkat reliabilitas yang tinggi
merujuk pada lalu lintas yang padat dan begitu juga sebaliknya. Dengan kata lain
reliabilitas yang tinggi digunakan untuk merencanakan jalan dengan klasifikasi yang
tinggi dan tingkat reliabilitas yang rendah digunakan untuk merencanakan jalan dengan
klasifikasi yang rendah juga. Tabel 5.1 memberikan rekomendasi tingkat reliabilitas
yang digunakan untuk berbagai klasifikasi jalan

V-4
Gambar 5.2. Hubungan antara Koefisien Kekuatan Relatif Lapis Pondasi
Granular Dengan Parameter Pengujian

Gambar 5.3 Hubungan antara Koefisien Kekuatan Relatif Lapis Pondasi


Bawah Granular Dengan Parameter Pengujian
V-5
Gambar 5.4. Hubungan antara Koefisien Kekuatan Relatif Lapis Pondasi
Bersemen dengan Parameter Pengujian

Gambar 5.5. Hubungan antara Koefisien Kekuatan Relatif Lapis Pondasi


Beraspal dengan Parameter Pengujian
V-6
Tabel 5.1 Reliabilitas untuk Berbagai Klasifikasi Jalan

Tingkat reliabilitas seperti yang diterangkan diatas akan berhubungan dengan nilai
stndard normal deviate seperti yang diberikan pada Tabel 5.2 berikut ini.

Tabel 5.2. Standard Normal Deviate

Lalu Lintas Pada Lajur Rencana

Lalu lintas pada lajur rencana (W 18) diberikan dalam nilai kumulatif beban gandar
standar seperti pada rumus berikut ini :

W18 = DD x DL x W18
Dengan Pengertian :
DD = faktor distribusi arah
DL = faktor distrbusi lajur
W 18 = beban gandar standar

Sedangkan untuk faktor distribusi lajur diberikan pada Tabel 5.3 berikut ini.

V-7
Tabel 5.3. Faktor Distribusi Lajur (DD)

Sedangkan untuk kumulatif beban gandar standar selama umur rencana


diberikan pada persamaan berikut ini:

Dengan Pengertian :
Wt = kumulatif beban gandar standar
W 18 = beban gandar standar
n = umur pelayanan
g = perkembangan lalu lintas

5.4. Koefisien Drainase


Pada metoda ini juga diberikan koefisien pengaruh dari drainase seperti
diberikan pada Tabel 5.4 dimana kualitas drainase diberikan pada Tabel 5.5.

Tabel 5.4. Definisi Kualitas Drainase

Tabel 5.5. Koefisien Drainase (m)

V-8
5.5. Indeks Permukaan

Kondisi permukaan jalan yang diharapkan pada saat jalan dibuka dinyatakan sebagai
Indeks Permukaan Awal (IPo). Indeks ini tergantung pada jenis perkerasan yang
digunakan sebagai lapis permukaan jalan. Dalam menentukan Indeks Permukaan pada
Awal umur rencana (IP0) perlu diperhatikan jenis lapis permukaan perkerasan dan
kondisinya seperti diberikan pada Tabel 5.6. Indeks permukaan ini menyatakan nilai
kenyamanan dan kekuatan perkerasan yang berhubungan dengan tingkat pelayanan
bagi lalu lintas yang lewat. Ada Indeks permukaan, yaitu Indeks Permukaan Akhir (IPt) dan
Indeks Permukaan Awal (IP o). Indeks Permukaan Akhir (IPt) adalah kondisi akhir permukaan
jalan setelah dilewati kendaraan selama umur rencananya Adapun arti dari beberapa nilai IPt
Dalam menentukan indeks permukaan akhir (IP t) perlu dipertimbangkan factor-faktor
klasifikasi fungsional jalan sebagaimana diberikan pada Tabel 5.7

Tabel 5.6. Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IP 0)

Tabel 5.7. Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPt)

5.6. Analisa Komponen Perkerasan

Perhitungan perencanaan tebal perkerasan didasarkan pada kekuatan relative masing-


masing lapisan perkerasan, yaitu dengan menggunakan Persamaan . Tetapi ITP dalam
Persamaan ini dihitungan dengan menggunakan Persamaan . atau grafik yang
diberikan pada Gambar 5.6.

V-9
Dengan Pengertian :
W 18 = Perkiraan jumlah beban sumbu standar ekivalen 18 kip (CESA).
Zr = Deviasi Normal Standar
S0 = Standar error
ΔIP = Perbedaan IP0 dan IPt.
MR = Modulus Resilien
ITP = Indeks Tebal Perkerasan

Grambar 5.6. Grafik Penentuan ITP dengan Metode Mekanistik – Empiris

5.7. LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN METODE Pt T-


01-2002-B

Langkah-Iangkah perencanaan tebal perkerasan berdasarkan metode Pt T-01-2002-B

adalah sebagai berikut :


V-10
a. Tentukan Indeks permukaan awal (IPo)

dengan menggunakan Tabel 6.1 khusus untuk lapis permukaan laston, lasbutag,
dan lapen. Tabel ini sama dengan Tabel 5.6 untuk jenis lapis permukaan yang
terbatas.

Tabel 5.8 Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo)

Jenis lapis Roughness


IPo
permukaan (IRI, m/km)
Laston ≥4 ≤ 1,0
3,9 - 3,5 >1,0
Lasbutag 3,9 – 3,5 ≤ 2,0
3,4 – 3,0 >2,0
Lapen 3,4 – 3,0 ≤ 3,0
2,9 – 2,5 >3,0
*) Alat Pengukur ketidakrataan yang dipergunakan dapat berupa roughmeter NAASRA,
BumpIntegrator, Dll

Sumber : Pt T-01-2002-B
V-11
b. Tentukan indeks permukaan akhir (IPt)
dengan menggunakan tabel 5.2 ini sama dengan tabel 5.7 , tetapi tidak
mencantumkan LER

Tabel 5.9 Indeks Pada Akhir Umur Rencana (Ipt)

Fungsi Jalan

Lokal Kolektor Arteri Tol

1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 -

1,5 1,5 – 2,0 2,0 -

1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 -

- 2,0 – 2,5 2,5 2,5


Sumber : Pt T-01-2002-B

Untuk perencanaan tebal lapis perkerasan jalan tol sebaiknya menggunakan Ipt =

3. lPt yang di sediakan oleh rnetode ini berbeda dengan yang di sediakan oleh

Metode AASHTO 1993, karena Ipt pada Metode AASTHO 1993 hanya memiliki 3

nilai yaitu 2, 2.5 dan 3.

c. Asumsikan nilai SN

Di gunakan menentukan angka ekivalen.

d. Tentukan angka ekivalen

Setiap jenis kendaraan dengan terlebih dahulu menentukan angka ekivalen

masing-masing sumbu. Rumus untuk menghitung angka ekivalen, sumbu tunggal

roda tunggal seperti pada rumus 6.l

V-12
Angka ekivalen untuk konfigurasi sumbu lainnya di lentukan dengan

mempergunakan Tabel di Lampiran l. Tabel ini sama dengan tabel yang di berikan

oleh AASHTO 1993, sehingga label yang tersedia hanya untuk IP, 2; 2,5 atau 3.

Tidak ada tabel yang tersedia untuk Ipt = 1,5 dan 1. Rumus 4.4 dan Rumus 4.5 tak

di anjurkan unutk di gunakan karena rumus ini berasal dari rumus empiris yang

berlaku pada kondisi IPo = 4,2 dan Ipt = 3, 2.5, atau 2. Oleh karena itu metode ini

disarankan hanya digunakan sesuai batasan yang diberikan oleh AASHTO 1993

saja.

e. Tentukan faktor distribusi arah (D A)

Jika volume lalu lintas yang tersedia dalam dua arah . DA berkisar antara 0,3 – 0,7.

Untuk perencanaan umumnya DA diambil sama dengan 0,5 kecuali pada kasus

dimana kendaraan berat cemderung menuju satu arah tertentu atau pada kasus

dimana diperoleh data vulume lalu lintas untuk masing-masing arah

f. Tentukan Faktor distribusi lajur (DL) yaitu faktor ditribusi lajur rencana tabel 5.10

menunjukan faktor distribusi lajur (DL) yang diberikan oleh Pt T-01-2002-B. Tabel

yang diberikan oleh AASHTO 1993

Tabel 5.10 Faktor Ditribusi (DL)

Jumlah lajur per arah Persen sumbu standar dalam


lajur rencana

1 100

2 80 – 100

3 60 – 80

4 50 - 75
Sumber : Pt T-01-2002-B dan AASHTO 1993

V-13
g. Hitunglah Lintas Ekivalen Selama Umur Rencana (W18)

Seperti pada Rumus 4.8 atau 4.9. Nilai N dapat di lihat pada Tabel 4.10.

h. Terntukan Reliabilitas seperti telah di jelaskan pada Bab 4.3.2, besarnya di

tentukan berdasarkan Tabel 4.I2. So dan ZR di tentukan dengan menggunakan

Tabel 4.11 sesuai reliabilitas yang di pilih.

i. Tentukan MR tanah dasar dengan menggunakan Rumus 3.18, CBRsegmen ditentukan

seperti di uraikarn pada Bab 3.2.3.

j. Tentukan nilai SN dalam inci dengan menggunakan nomogram pada Gambar 4.7

atau Rumus 4.13.

k. SN yang di peroleh pada Butir 10 harus sama dengan yang di asumsikan pada

Butir 3. Jika SN yang di peroleh tidak sama dengan SN yang di asumsikan, maka

Iangkah di ulang kembali mulai dari Butir 3 sampai ditemukan SN hasil hitungan =

SN asumsi.

l. Tentukan Koefisien drainase lapis pondasi dan lapis pondasi bawah dengan

menggunakan Tabel 4.13 dan Tabel 4.14.

m. Tentukan tebal minimum masing.masing Iapisan perkerasan dengan

mengunakan Rumus 4.17 sampai dengan Rumus 4.22 dan tabel 4.15.

n. Tentukan Tebal setiap Iapis dengan menggunakan Rumus 4.14. Koefisien

kekuatn relaif menggunakan Gambar 4.8 sampai dengan Gambar 4.10 atau

Rumus 4.15 dan Rumus 4.16. tebal yang di peroleh rnemiliki satuan inci. sehingga

perlu di ubah kesatuan cm dan memperhatikan tebal minimum yang mungkin dapat

dilaksanakan untuk setiap jenis lapis perkerasan yang di pilih.

V-14
o. Analisis biaya yang dibutuhkan untuk kunstruksi struktur perkerasan dengan

membandingkan berbagai kombinasi lapis perkerasan yang dipilih sehingga

akhirnya diperoleh desain Akhir.

5.8. Contoh Soal Perencanaan Perkerasan Lentur Metode Pt-01-2002-B –


AASTHO’93

Pada gambar trase jalan yang menghubungkan kota A, B, dan kota C. Dimana ruas
jalan A-B merupakan jalan lama, sedangkan kota B – C merupakan jalan baru yang
memerlukan perkerasan jalan. Data – Data perencanaan sebagai berikut :

● Pertumbuhan lalu lintas (i) = 6 % pertahun


● Curah hujan = 500 mm/tahun
● Klasifikasi jalan = Arteri
● Dari hasil penyelidikan CBR tanah dasar :
Ruas jalan B – C = 4,5 %
● Survey lalu lintas dilakukan tahun 2018 :
Kendaraan ringan 2 ton (1 + 1) = 3620 buah
Kendaraan bus 8 ton (3 + 5) = 113 buah
Kendaraan Bus Besar 10,5 (3,5 + 7) = 74 buah
Truck 2 as 13 ton (4,5 + 8,5) = 589 buah
Truck 3 as 20 ton (7 + 10.10) = 160 buah
Diminta :

1. Rencanakan tebal perkerasan jalan baru ruas jalan B-C jika umur rencana
(UR=10 tahun) dan jalan tersebut digunakan untuk lalu lintas pada tahun
2018
a. Lapisan permukaan (laston AC)
b. Lapis pondasi atas (Bt pecah CBR=80%)
c. Lapis pondasi bawah (Bt pecah CBR=60%)

V-15
PENYELESAIAN

1. Menghitung Angka Ekivalen (AE) atau CESA

Gunakan tabel Angka Ekivalen berdasarkan AASHTO 93 untuk IPt = 2,5 dan SN = 4
(hal.221-229)

Kendaraan Ringan = 0,0002 + 0,0002 = 0,0004


Kendaraan Bus Kecil = 0,0200 + 0,1610 = 0,1810
Kendaraan Bus Besar = 0,0400 + 0,5600 = 0,6000
Kendaraan Truk 2 As = 0,1000 + 1,1570 = 1,2750
Kendaraan Truk 3 As = 0,4000 + 2,8800 = 3,2800

2. Menghitung Beban Sumbu Selama Umur Rencana (W 18)


Diketahui :
 Faktor Distribusi Arah = 0,5
 Faktor Distribusi Lajur = 1,0
 Umur Rencana (UR) = 10 tahun
 Faktor Pertumbuhan L.Lintas (i) = 6 % pertahun
 Dengan UR =10 th,dan i= 6 % pertahun, dengan menggunakan table 4.10
Didapat Faktor Umur Rencana(N) = 13,18

W18 = ƩLHR x DA x DL x 365 x N

Jenis Kendaraan Beban Sumbu ESAL LHR Awal Faktor UR W 18x10^6


Kendaraan Ringan (1+1) ton 0,0040 3620 13,18 0,031
Kendaraan Bus Kecil (3+5) ton 0,1810 113 13,18 0,044
Kendaraan Bus Besar (3,5+7) ton 0,6000 74 13,18 0,096
Kendaraan Truk 2 As (4,5+8,5) ton 1,2750 589 13,18 1,626
Kendaraan Truk 3 As (7+20) ton 3,2800 160 13,18 1,136

Jumlah 2,934

V-16
3. Menghitung Tebal Perkerasan Lentur Metode AASTHO 93 Rumus
Gt
Log Wt18 = ZR x So + 9.36 x log.(SN+1) - 0.2 + + 2.32 x log.MR - 8.07
0.4 + (1094/(SN+1)5.19)

S0 = Standar deviasi (0,4-0,5) diambil 0,4


R = Reabilitas, table 4.12, jalan Arteri, Luar kota diambil = 80 %
ZR= Standar Normal Deviasi, table 4.11, untuk R, dan S 0, diambil =-0,841
IPt= Indeks Permukaan Akhir perkerasa, diambil 2,5 (arteri) table 6.2
IPo= Indeks Permukaan Awal perkerasan, diambil 4,2, table 6.1
MR= Modulus Resielent = 1500*CBR= 1500*4,5=6750
Gt = Log.{(4.2-Pt) / (4.2-1.5)} = -0,2009
Log W t = Log 2,934x10^6 = 6,467

Masukkan nilai-nilai tersebut kedalam rumus diatas maka didapat SN= 3,94 mendekati
nilai asumsi SN = 4

Menentukan Tebal Perkerasan Lentur


a1. Koefisien Surface a1 = 0,173 ln (EAC) – 1,813
EAC = 50.000 psi, 20°C (68°F), a1 = 0,44
a2. Koefisien Base a2 = 0,249(logEBS)-0,977,atau
a2 = 0,0428 ln (CBRBase) – 0,0542
untuk CBR (80%), a2 = 0,135
a3. Koefisien Sub Base a3 = 0.227(log ESB)- 0,839, atau
a3 = 0,0264 ln (CBRSub-Base) + 0,0194
untuk CBR (60%), a3 = 0,128
m2 = Koefisien Drainase lapis pondasi atas m2 = 0,9 tabel 4.14
m3 = Koefisien drainase lapis pondasi bawah m3 = 0,8 tabel 4.14

Tebal Minimal (table 4.15)


D1 = 3,5 inch
D2 = 6,0 inch

V-17
SN = a1D1 + a2D2m2 + a3D3m3

4,0 = 0,45*3,5 + 0,135*4,0*0,9 + 0,128*D3*0,8


D3 = 12,66 inc, dibulatkan menjadi 13 inch
Jadi
D1 = 3,5 inch = 9,0 cm
D2 = 6,0 inch = 15,0 cm
D3 = 12,66 incn = 32,0 cm

V-18

Anda mungkin juga menyukai