Anda di halaman 1dari 5

JF

ISSN: 1693-1246 Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 5 (2009): 129-133


Juli 2009
PFI
http://journal.unnes.ac.id

TEKNIK PENURUNAN DSM MENJADI DEM DARI CITRA SATELIT ALOS


UNTUK WILAYAH DATARAN TINGGI DENGAN HITUNG PERATAAN
KUADRAT TERKECIL METODE PARAMETER
*
Susanto

Kedeputian Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)


Jl. LAPAN No, 70 Pekayon, Kec. Pasar Rebo, Jakarta Timur 13710

Diterima: 18 Mei 2009, Disetujui: 17 Juni 2009, Dipublikasikan: Juli 2009

ABSTRAK

Teknik penurunan Digital Surface Model (DSM) menjadi Digital Elevation Model (DEM) [DSM2DEM] dapat dilakukan dengan
hitung perataan kuadrat terkecil metode parameter. Pada studi kasus tersebut, teknik penurunan yang digunakan dibagi menjadi
dua klas, yaitu dataran rendah dan dataran tinggi. Teknik penurunan pada dua klas tersebut menggunakan metode yang sama,
hanya dibedakan dari jumlah titik penelitian yang digunakan. Pada penelitian ini, mengkaji pada dataran tinggi. Pada klas ini
menggunakan 14 titik penelitian. Teknik penurunan tersebut dilakukan pada citra Alos. Pada citra satelit lain, foto maupun video
yang mengkaji daerah dataran tinggi juga dapat menggunakan metode ini untuk penurunan DSM2DEM. Tingkat orde yang
digunakan sebagai titik penelitian akan mempengaruhi kualitas akurasi dan presisi data.

ABSTRACT

Reducing technique of Digital Surface Model DSM into Digital Elevation Model DEM DSM2DEM can be made with counting
smallest square mean by parameter method. In this case study, reducing technique used was divided into two classes, low plane
and plateau. Reducing technique in those two classes uses the same method, only distinguished from the amount of study points.
This class uses 14 study points. The reducing technique is done on Alos image. On the other satellite imagery, photos or videos that
examine plateau region can also use this method to reduce DSM2DEM. Order level used as study points can affect the quality
accuracy and data precision.
© 2009 Jurusan Fisika FMIPA UNNES Semarang

Keywords: DSM, DEM, average calculating, plateau

PENDAHULUAN lurus dapat merekam citra dengan lebar 70 Km,


sedangkan arah depan dan arah belakang merekam
Saat ini teknologi penginderaan jauh sudah dengan lebar sebesar 35 Km. Sudut yang dibentuk
mengalami kemajuan yang pesat. Perkembangan teleskop arah depan dan arah belakang terhadap arah
tersebut ditandai dengan banyaknya satelit yang berada tegak lurus adalah 240, ini bertujuan untuk menghasilkan
di angkasa. Pada beberapa aplikasi yang bersifat data stereo dengan rasio lebar/tinggi (base to height
kebumian, kebanyakan menggunakan satelit ratio) yang mendekati nilai 1DSM merupakan model
sumberdaya alam, seperti ALOS, Landsat, Ikonos, permukaan digital dengan referensi permukaan objek
SPOT, Beijing 1, CBERS, Quick Bird, Aster, dan lain-lain. terhadap Mean Sea Level (MSL) 18,61 tahun. DEM
Dari sejumlah satelit tersebut, yang dapat dibuat model 3 merupakan model permukaan digital yang mempunyai
dimensi (3D) adalah ALOS dan Aster. Pada penelitian ini referensi terhadap ellipsoid. Digital Terrain Model (DTM)
lebih mengkaji pada satelit ALOS. merupakan model permukaan digital yang mempunyai
ALOS adalah satelit milik Jepang yang diluncurkan referensi terhadap koordinat toposentrik dan telah
pada tanggal 24 Januari 2006 yang membawa 3 dilakukan koreksi unsur-unsur geodetis terhadap model
instrumen sensor yaitu PRISM, AVNIR dan PALSAR. tersebut. Digital Geoid Model (DGM) merupakan model
PRISM (The panchromatic Remote Sensing Instrument permukaan digital yang mempunyai referensi terhadap
for Stereo Mapping) adalah sensor untuk merekam citra geoid/rata-rata ekuipotensial yang berimpit dengan MSL.
optis pankromatik pada panjang gelombang 0.52 – 0.77 Penelitian ini bertujuan untuk membuat model 3D
mm dan mempunyai resolusi spasial 2.5 m. Sensor ini (DSM) dari citra ALOS untuk dataran tinggi dengan
mempunyai 3 teleskop untuk merekam citra stereo dari jumlah titik minimal 14 titik kontrol tanah serta melakukan
arah depan (Forward), arah tegak lurus (Nadir) dan arah penurunan DSM menjadi DEM secara hitung perataan.
belakang (Backward) searah dengan orbit satelit (along
track). Kombinasi citra stereo tersebut dapat digunakan METODE
untuk menghasilkan DEM dengan akurasi yang cukup
untuk memetakan permukaan bumi dalam skala Penelitian ini mengkaji tentang penurunan DSM
1:25.000 atau lebih besar. Teleskop pada arah tegak menjadi DEM dengan hitung perataan kuadrat terkecil
metode parameter. Ada 14 titik kontrol tanah yang
digunakan dalam pembentukan pola dan model wilayah
*Alamat korespondensi:
- studi.
Telp/Fax. - Hasil koreksi geometrik berupa akurasi dan presisi
Email: verbhakov@yahoo.com
yang diperoleh dari penelitian sebelumnya digunakan
130 Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 5 (2009): 129-133

untuk penurunan DSM menjadi DEM (DSM2DEM). Hasil


DEM tersebut kemudian akan digunakan sebagai
referensi pada penelitian berikutnya, yaitu untuk
menurunkan DEM menjadi DTM.

Pelaksanaan
Pada penelitian ini kami menggunakan
penggabungan citra Alos Nadir dengan Forward dalam
pembentukan model 3D. Pada pembentukan model
tersebut dilakukan koreksi geometrik dengan empat titik
GCP yang diperoleh dari data asli citra satelit ALOS
(Julzarika, 2008). Setiap data asli citra satelit mempunyai Gambar 1. Citra alos N-F Merapi-Merbabu
lima titik GCP yang setara dengan orde 1 dan orde 2
tergantung letak wilayah terhadap orde 0. Lima titik GCP Hitung perataan kuadrat terkecil dimaksudkan
yang disediakan oleh satelit tersebut terletak di empat untuk mendapatkan harga estimasi dari suatu parameter
pojok citra dan satu sebagai titik tengah citra. yang paling mendekati harga sebenarnya dengan cara
Citra satelit tersebut meliputi ALOS, Ikonos, SPOT, menentukan besaran yang tidak diketahui (parameter)
Quick Bird, Aster, CBERS, WorldView-1, Beijing-1, dari sekumpulan data ukuran yang mempunyai
Envisat, dan beberapa satelit sumber daya alam lainnya. pengamatan lebih (Widjajanti, 1997). Prinsip
Empat GCP tersebut akan memiliki akurasi lebih tinggi penyelesaian hitung kuadrat terkecil adalah jumlah
dan presisi lebih seksama dibanding dengan koreksi kuadrat dari residu adalah minimal (Hadiman, 1999).
GCP dengan titik kontrol tanah level bawah (orde 2, 3, ΣVi2 = minimal
dan 4) (Julzarika, 2008). Penentuan akurasi dan presisi Pada hitung perataan berpengaruh faktor akurasi
citra Alos dengan hitung perataan kuadrat terkecil dan presisi (Wolf, 1981). Akurasi adalah tingkat
metode parameter menggunakan 14 titik penelitian. kedekatan atau konsistensi pengukuran terhadap nilai
Berikut ini posisi dan model 3D citra Alos Nadir+Forward yang benar (true value) sedangkan presisi adalah tingkat
wilayah Merapi-Merbabu dengan 14 titik kontrol tanah kedekatan atau kedekatan pengukuran terhadap nilai
(lereng gunung Merbabu). rerata. (Soetaa't, 1996). Ada berbagai metode hitung
perataan kuadrat terkecil, diantaranya adalah metode
Mulai parameter, minimal constraint dan more than constraint
yang menganggap titik penelitian fixed (Spiegel, 1975).
Metode yang lain adalah metode parameter berbobot
DSM Satelit Alos (koreksi dan jaring bebas serta inner constraint yang
geometrik) memperhitungkan kesalahan dari titik penelitian
(Widjajanti, 1997). Pada penelitian ini menggunakan
Survei hitung perataan kuadrat terkecil metode parameter.
Salah satu perangkat lunak yang bisa digunakan sebagai
Akurasi dan bahasa komputasi teknis berupa komputasi, visualisasi,
Koreksi DSM
dan pemrograman adalah Matlab. Komputasi tersebut
dapat berupa hitung perataan.
Range Metode hitung perataan kuadrat terkecil yang sering
DSM2DE dipakai adalah metode parameter dimana besaran
pengamatan dinyatakan sebagai fungsi parameter
Pembuatan (Widjajanti, 1997).
La = F(Xa) (1)
Lb+v = F(X0+Xb) (2)
Analisa DEM
linearisasi dengan deret Taylor dapat dibentuk model linear:
secara profil
v = AX + F (3)
Xib=s.xia.ds + s.zia.dΦ + s.yia.dκ + dX0 – vxi
Yib=s.yia.ds + s.zia.dΩ – s.xia.dκ + dY 0 – vyi
DEM terkoreksi Zib=s.zia.ds – s.yia.dΩ – s.xia.dΦ + dZ0 – vzi
Jika s.ds=a ; s.dΩ=b ; s.dΦ=c ; s.dκ=d

Maka:
Selesai Xib=a.xia + c.zia + d.yia + dX0 – vxi
Yib=a.yia + b.zia – d.xia + dY 0 – vyi
Zib=a.zia – b.yia – c.xia + dZ0 – vzi
Gambar 1. Diagram alir penelitian
Sehingga:
Matriks F (koordinat (c)) (Uotila, 1985)
Proses selanjutnya dilakukan hitung perataan é - x 1c ù
ê- y ú
kuadrat terkecil metode parameter. Ada beberapa hal ê 1c ú
ê- z1 c ú
yang perlu dilakukan yaitu membentuk matrik ê ú
desain/transformasi (A) dan matrik pengukuran (F) ê..... ú
ê
21 F1 = .....
ú
(Julzarika, 2007). ê ú
ê..... ú
ê- x ú
ê 7c ú
ê- y 7c ú
ê- z ú
ë 7c û
Susanto, Teknik Penurunan DSM Menjadi DEM 131

Ù
Matriks A (koordinat (a)) (Konecny dan Lehmann, 1984).
Σv= s o *(1-A*(A *P*A) *A )
2 T -1 T
(5)
é ¶X 1a ¶X 1a ¶X 1a ¶X 1a ¶X 1a ¶X 1a ¶X 1a ù
ê ¶a Nilai matriks kovarian hasil hitungan terdapat pada
¶b ¶c ¶d ¶dX 0 ¶dY0 ¶dZ 0 ú
ê ú bagian pembahasan.
ê ¶Y1a ¶Y1a ¶Y1ia ¶Y1a ¶Y1a ¶Y1a ¶Y1a ú
ê ¶a ¶b ¶c ¶d ¶dX 0 ¶dY0 ¶dZ 0 ú
ê ú Penghitungan matriks kovarian pengukuran (ΣL).
ê ¶Z1a ¶Z1a ¶Z1a ¶Z1a ¶Z1a ¶Z1a ¶Z1a ú Ù
ΣL= s o *(A*(A *P*A) )*A )
2 T -1 T
ê ú (6)
ê ¶a ¶b ¶c ¶d ¶dX 0 ¶dY0 ¶dZ 0 ú ^ ^
s oi - s oi +1
ê................................................................................ ú Iterasi kedua dilakukan
Ù jika ^ > toleransi atau a
ê ú posteriori varian s o > toleransi. s oi
2

21 A7 = ê................................................................................ ú
ê................................................................................ ú Dari hasil penelitian sebelumnya pada (Julzarika,
ê ú 2008) diperoleh kesimpulan bahwa nilai koordinat pada

ê 7a
X ¶X 7a ¶X 7a ¶X 7a ¶ X 7a ¶ X 7a ¶ X 7a ú
ê ¶a ú arah sumbu x memiliki akurasi tinggi sebesar
¶b ¶c ¶d ¶dX 0 ¶dY0 ¶dZ 0
ê ú X0 ± σx atau 0.671857454108123 ±
ê ¶Y7 a ¶Y7 a ¶Y7 ia ¶Y7 a ¶Y7 a ¶Y7 a ¶Y7 a ú
ê ¶a ú 0.6529571338124070 m, sehingga akan mengurangi
¶b ¶c ¶d ¶dX 0 ¶dY0 ¶dZ 0
ê ú bias yang ditimbulkan terhadap pola dan model akurasi
ê ¶Z 7 a ¶Z 7 a ¶Z 7 a ¶Z 7 a ¶Z 7 a ¶Z 7 a ¶Z 7 a ú dan presisi terhadap tujuh titik penelitian.
ê ¶a ¶ b ¶ c ¶ d ¶ dX ¶ dY ¶ dZ ú
ë 0 0 0 û Nilai koordinat pada arah sumbu y memiliki akurasi
sangat tinggi sebesar
Matriks Bobot
Ù
(P) Y0 ± σy atau 0.233028981951454 ±
Jika s o 2 = 2,5^2, sehingga matrik P = matrik identitas 0.6529552888307150 m, sehingga akan mengurangi
(I), besarnya parameter dapat dicari dengan persamaan: bias yang ditimbulkan terhadap pola dan model akurasi
dan presisi terhadap tujuh titik penelitian (Julzarika,
X = -(A TPA) -1A TPF (1)
2008).
Nilai matriks parameter transformasi terdapat pada Nilai koordinat pada arah sumbu z memiliki akurasi
bagian pembahasan, dalam hal ini, lebih rendah sebesar Z0 ± σz atau 2.52733193815344 ±
La : nilai estimasi pengamatan ; Xa : nilai estimasi 0.7378906512590360 m, sehingga bias yang
parameter ditimbulkan terhadap pola dan model akurasi dan presisi
Lb : nilai pengamatan ; v : matriks residu/ koreksi terhadap tujuh titik penelitian akan lebih besar. Hal ini
pengamatan akan berpengaruh terhadap besar bias yang terjadi pada
X0 : nilai pendekatan parameter ; arah sumbu x dan sumbu y (Julzarika, 2008).
Xb : koreksi parameter Nilai koordinat pada arah sumbu x mempunyai
X = matriks parameter transformasi koordinat (a) presisi kurang seksama. Hal ini ditandai dengan
terhadap koordinat (c) beberapa nilai |wi| memiliki nilai lebih besar sehingga
A = matriks desain/model transformasi koordinat (a) akan mempengaruhi pola dan model tujuh titik penelitian
F = matriks pengukuran koordinat (c) ; P = matriks terhadap tujuh titik penelitian.
bobot Nilai koordinat pada arah sumbu y mempunyai
presisi seksama. Hal ini ditandai dengan beberapa nilai
Penghitungan nilai matriks residu V |wi| memiliki nilai kecil sehingga akan mempengaruhi
pola dan model tujuh titik penelitian terhadap tujuh titik
(2) penelitian.
V =A*X+F
Nilai koordinat pada arah sumbu z mempunyai
Nilai matriks residu V1 terdapat pada bagian presisi lebih seksama. Hal ini ditandai dengan beberapa
pembahasan matrik varian kovarian parameter dapat nilai |wi| memiliki nilai lebih kecil sehingga akan
dinyatakan dengan persamaan: mempengaruhi pola dan model tujuh titik penelitian
Ù
ΣX = ( s o )*(A PA) ,
2 T -1 (3) terhadap tujuh titik penelitian.
untuk koordinat (a) dan koordinat (c) Pembuatan dan koreksi DSM
Nilai matriks varian kovarian parameter terdapat pada Penelitian ini mengkaji tentang pemodelan 3D pada
bagian pembahasan a posteriori varian: Gunung Merapi-Merbabu. Untuk pemodelan tersebut
menggunakan citra ALOS Prism Nadir dengan forward.
T Proses pertama yang dilakukan adalah melakukan
Ù V * P *V (4) konversi format data berupa RAW data menjadi format
( s o ) 2=
2
,
n-u data *.ers dengan bantuan perangkat lunak ENVI. Proses
selanjutnya adalah koreksi geometrik citra satelit Alos,
untuk koordinat (a) dan koordinat (c) baik yang nadir maupun yang forward. Proses ini
Nilai a posteriori varian terdapat pada bagian dilakukan dengan bantuan perangkat lunak ER Mapper.
pembahasan, dalam hal ini, Titik Ground Control Point (GCP) yang digunakan adalah
V = matriks residu ; ΣX = matriks varian kovarian empat titik pojok hasil data asli perekaman satelit Alos.
parameter Metode yang digunakan dalam koreksi geometrik
n = jumlah pengamatan ; tersebut adalah polinomial linear. Sedangkan untuk
u = jumlah parameter sistem proyeksi yang digunakan adalah Geographic
Ù
s o = a posteriori varian
2
dengan datum WGS'84.
Penghitungan matriks kovarian hasil hitungan (Σv).
132 Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 5 (2009): 129-133

Proses selanjutnya adalah pembuatan DEM Penentuan DAS lereng Gunung Merbabu secara
wilayah gunung Merbabu. Pada proses ini dibuat dengan otomatis dengan menggunakan metode digital number.
menggunakan 14 titik kontrol tanah. Semua titik tersebut Citra satelit Alos tersebut dapat menentukan pola DAS
dibuat sebuah jaring kontrol geodesi untuk mengetahui lereng gunung Merbabu, nilai terendah menunjukkan
tingkat akurasi dan presisi serta pembentukan model dan pola aliran DAS, sedangkan nilai tertinggi menunjukkan
pola jaringan tersebut. pola igir.
14 titik kontrol tanah tersebut berpengaruh dalam
proses penentuan kisaran yang digunakan dalam Uji Tampilan DEM Secara Profil Melintang
penurunan DSM ke DEM. Range tersebut menggunakan Penurunan DEM dari DSM pada masing-masing
kisaran (Julzarika & Sudarsono, 2009). titik penelitian mempunyai syarat mutlak, yaitu nilai DEM
a. Tinggi masing-masing titik penelitian adalah hi meter, dari DSM hanya terdapat pada kisaran Z (Z-dzi s/d Z+dzi
di mana hi adalah elevasi diatas ellipsoid meter), sedangkan nilai yang berada diluar range
b. Kisaran arah sumbu x : X-dxi s/d X+dxi merupakan Bull Eye's. Istilah ini sering digunakan dalam
Maka kisaran arah X = X (pada penelitian ini lebih interpolasi kontur.
mengutamakan elevasi/sumbu z) Bull Eye's bisa disebabkan oleh interpolasi kontur
c. Kisaran arah sumbu y : Y-dyi s/d Y+dyi yang salah akibat penyebaran titik tinggi yang tidak
Maka kisaran arah Y = Y (pada penelitian ini lebih merata atau bisa juga disebabkan oleh nilai titik tinggi
mengutamakan elevasi/sumbu z) yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Bull Eye's
d. Kisaran arah arah sumbu z : Z-dzi s/d Z+dzi merupakan titik, garis, atau area yang mempunyai nilai
dxi,dyi, dan dzi merupakan simpangan baku yang ketinggian, akan tetapi nilai tersebut tidak
diperoleh dari hitung perataan kuadrat terkecil metode mempresentasikan keadaan sebenarnya di lapangan
parameter dengan mencari korelasi parameter antara Penurunan DEM lereng gunung Merbabu
dua jenis transformasi koordinat yang digunakan. menggunakan 14 titik kontrol tanah dan pembuatan
kontur, 14 titik kontrol tanah akan membuat suatu jaring
Penurunan DEM kontrol geodetis dengan pola mirip dengan Trianguler
DEM yang dibuat merupakan hasil penurunan dari Irregular Network (TIN), tapi berbeda dalam pemodelan
DSM yang dibuat dengan citra Alos Prism Nadir dengan data. DEM hasil penurunan DSM citra ALOS (Nadir-
Forward. Model 3D yang terbentuk dari kedua citra ini Forward) dengan 14 titik kontrol tanah.
digunakan sebagai referensi dalam penurunan model.
Sedangkan 14 titik penelitian merupakan titik kontrol
tanah yang diperoleh dari peta rupa Bumi Indonesia
skala 1:25000. Berikut ini merupakan hasil pemodelan
3D wilayah Merapi-Merbabu dengan nadir-forward

Gambar 4. DAS+igir lereng gunung Merbabu

Gambar 5 . DEM citra Alos N-F Merbabu

DEM yang telah dibuat harus diuji, baik secara


statistik maupun secara non statistik. Uji secara non
statistik bisa berupa tampilan. Uji tampilan DEM ini
Gambar 3. Pemodelan #D Wilayah Gunung Merbabu menggunakan metode profil melintang. Profil merupakan
(Nadir-Forward) kenampakan objek baik secara topografi maupun non
topografi. Profil terbagi atas dua macam, yaitu profil
Susanto, Teknik Penurunan DSM Menjadi DEM 133

Gambar 6. DEM citra Alos N-F Merbabu (profil melintang)

memanjang dan profil melintang. Profil melintang dengan hitung perataan kuadrat terkecil metode
merupakan kenampakan objek secara melintang secara parameter untuk wilayah dataran tinggi mempunyai
tegak lurus terhadap sumbu objek tersebut. Contoh profil beberapa kesimpulan sebagai berikut. DSM dapat
melintang adalah kenampakan melintang dari jalan, diubah menjadi DEM dengan menggunakan metode
profil melintang sungai, continental shelf, pegunungan, hitung perataan kuadrat terkecil. DEM yang dibuat
perbukitan, dan lain-lain. merupakan hasil range z sebesar (Z-dzi s/d Z+dzi)
Profil memanjang merupakan kenampakan objek sedangkan nilai titik tinggi di luar range z merupakan Bull
memanjang mengikuti sumbu objek tersebut, misal profil Eye's. Pembuatan DEM dilakukan dengan
as jalan, breakline, garis antar thalweg sungai (Arsana menggunakan 14 titik penelitian dalam penentuan model
dan Julzarika, 2006). Analisa DEM dengan metode profil dan pola dalam mempengaruhi akurasi dan presisi data.
melintang.
Pada proses ini dilakukan dengan cara membuat DAFTAR PUSTAKA
garis secara melintang pada lereng dari timur ke barat.
Dari hasil tersebut bisa dilihat bagaimana kenampakan Arsana, I.M.A., dan Julzarika, A. 2006. Liscad-Surveying
DEM yang berada pada lereng tersebut. Profil tersebut & Engineering Soft-ware, Jurusan Teknik Geodesi&
sudah meliputi hutan dan sungai yang ada di lereng Geomatika Fakultas Teknik UGM dan PT.
tersebut. Leica/Almega Geosystem, Yogyakarta.
Selanjutnya perlu dilakukan pembuatan garis Hadiman. 1999, Hitung Perataan, Jurusan Teknik
melintang pada lereng dari arah utara ke selatan. Pada Geodesi dan Geomatika, Fakultas Teknik,
profil ini juga dilakukan analisa visual bagaimana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
kenampakan DEM yang berada pada lereng tersebut. Julzarika, A., 2007, Analisa Perubahan Koordinat Akibat
Profil yang dianalisa meliputi kenampakan hutan dan Proses Perubahan Format Tampilan Peta pada
sungai (hidrology flow) pada lereng tersebut. Berikut Pembuatan Sistem Informasi Geografis Berbasis
Analisa DEM dengan metode profil melintang. Internet, Skripsi, Jurusan Teknik Geodesi dan
Geomatika FT UGM, Yogyakarta.
SIMPULAN

Penelitian tentang penurunan DSM menjadi DEM

Gambar 7. DEM citra Alos N-F Merbabu (profil melintang)

Anda mungkin juga menyukai