Pengenalan Energi Laut
Pengenalan Energi Laut
Kebutuhan energi listrik dunia dari tahun ke tahun menunjukkan kenaikan yang
signifikan. Peningkatan kebutuhan energi listrik tersebut sejalan dengan meningkatnya
laju pertumbuhan penduduk, ekonomi, dan pesatnya perkembangan teknologi di sektor
industi. Grafik dibawah menunjukkan tren konsumsi energi yang meningkat untuk
berbagai macam jenis sumber energi.
Berdasarkan data yang diperoleh dari badan energi dunia (International Energy
Agency-IEA), permintaan kebutuhan energi dunia menunjukkan angka peningkatan
yang sangat tajam. Diprediksi hingga tahun 2030 permintaan energi dunia meningkat
sebesar 45% atau rata-rata mengalami peningkatan sebesar 1,6% per tahun. Kebutuhan
paling banyak permintaan kebutuhan energi dunia sekitar 80% masih didominasi dan
dipasok dari bahan bakar fosil.
Indonesia memiliki laut yang berlimpah, tidak dapat dipungkiri bahwa energi laut
merupakan salah satu sumber energi alternatif potensial bagi Indonesia. Potensi energi
laut bagi Indonesia yaitu energi arus pasang surut, energi gelombang, dan ocean
thermal.
Asosiasi Energi Laut Indonesia (ASELI) pada tahun 2011 berdasarkan risetnya sudah
memetakan lokasi potensial untuk pembangkitan energi laut. Yang menjadi
permasalahan mengenai energi terbarukan ini yaitu faktor ekonomi. Biaya produksi
listrik energi terbarukan jauh lebih besar dibandingkan energi konvensional lainnya.
Harga listrik yang didapat dari pembangkit energi laut dapat mencapai sepuluh kali
lipat harga listrik yang diperoleh dari PLTU. Hal inilah yang menjadi penghambat
berkembangnya energi terbarukan. Tantangan kedepannya yaitu bagaimana secara
perlahan namun bertahap dilakukan pemanfaatan energi terbarukan untuk menghindari
krisis energi di Indonesia.
Gabar 1.3 Pemanfaatan energi alternative berupa gelombang laut dengan floating
device bernama The Pelamis
(Sumber: The Pelamis Brochure)
Tugas besar ini membahas mengenai salah satu pemanfataan potensi energi listrik yang
dihasilkan oleh gelombang gelombang laut. Lokasi studi potensi energi laut adalah
Teluk Halmahera, provinsi Maluku Utara. Dalam tugas besar ini dibahas analisis
kondisi gelombang untuk menentukan parameter yang nantinya akan digunakan
1.2. Tujuan
2. Menghitung potensi energi gelombang berupa potensi teoritis, potensi teknis, dan
potensi praktis di Halmahera, provinsi Maluku Utara
Halmahera terdapat di provinsi Maluku Utara, Halmahera memilik luas tanah 17.780
km² (6.865 mil persegi) dengan panjang garis pantai 395.500 m . Pulau Halmahera
berada di 0°36′LU 127°52′BT.
Untuk menghitung besarnya potensi daya listrik gelombang laut, perlu diketahui
karakteristik gelombang sebagai parameter perhitungan potensi. Gelombang yang
terjadi di laut dibangkitkan oleh berbagai macam gaya, yaitu gaya angin, gaya tarik
menarik antara bulan, matahari, dan bumi (disebut gelombang pasang surut), dan juga
gaya eksternal seperti gempa, meteor, atau longsor (disebut gelombang tsunami).
Gelombang yang dibangkitkan oleh angin dalam arti fisik dijelaskan dengan parameter
gelombang yaitu tinggi gelombang, panjang gelombang, dan periode gelombang.
Tinggi gelombang (biasanya disimbolkan dengan huruf H) adalah jarak vertikal antara
puncak gelombang dan lembah gelombang. Panjang gelombang (biasaya disimbolan
dengan huruf L) adalah jarak horizontal antara dua puncak atau dua lembah yang
berurutan. Periode gelombang (biasanya disimbolkan dengan huruf T) adalah waktu
yang diperlukan gelombang untuk melakukan satu siklus naik turun, dengan kata lain
waktu tempuh di antara dua puncak atau dua lembah gelombang secara berurutan pada
titik yang tetap. Parameter yang penting untuk diperhatikan dalam perhitungan potensi
gelombang yaitu tinggi gelombang dan periode gelombang.
Angin adalah aliran udara dalam jumlah yang besar diakibatkan oleh rotasi bumi dan
juga karena adanya perbedaan tekanan udara di sekitarnya. Angin bergerak dari tempat
bertekanan udara tinggi ke bertekanan udara rendah. Perbedaan tekanan udara
menimbulkan gradien tekanan yang memicu pergerakan angin.
Data angin berupa kecepatan dan arah datang angin dicatat setiap jamnya agar dapat
diketahui kecepatan maksimum angin beserta durasinya untuk keperluan desain. Data
angin jam-jaman ini dapat diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG) yang merekam di tiap stasiunnya atau satelit BMKG pada lokasi
tertentu di Indonesia.
Data angin yang digunakan untuk keperluan tugas ini merupakan data angin jam-jaman
dari bulan Mei tahun 2004 sampai bulan Desember tahun 2013 yang diperoleh dari
satelit BMKG pada koordinat 128.902300 E dan 1.871874 N.
Januari Februari
Maret April
Mei Juni
Juli Agustus
September Oktober
November Desember
Dari distribusi angin yang telah ditampilkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
sepanjang tahun 2004 – 2013 angin dominan datang dari arah selatan.
Data angin harus dikoreksi agar sesuai kaidah yang berlaku untuk peramalan
gelombang. Berikut akan dijelaskan koreksi data angin sesuai prosedur yang dijelaskan
di Shore Protection Manual (SPM).
1) Koreksi elevasi
Untuk keperluan hindcasting, diperlukan data angin yang diukur pada ketinggian 10 m
diatas permukaan laut. Jika data angin yang tersedia bukanlah angin pada elevasi 10 m,
maka angin tersebut harus dikoreksi dengan menggunakan persamaan:
1
10 7
𝑈(10) = 𝑈(𝑧) × (𝑧) (2.1)
Dimana U(10) adalah kecepatan angin pada ketinggian 10 m dan z adalah elevasi
observasi.
2) Koreksi durasi
Pada umumnya, kecepatan angin yang dilaporkan adalah kecepatan maksimum (dalam
sehari), namun kenyataannya angin tersebut berdurasi pendek. Oleh karena itu,
kecepatan angin yang digunakan untuk membangkitkan gelombang adalah angin
maksimum terkoreksi dengan persamaan sebagai berikut:
𝟏𝟔𝟎𝟗
𝑡= (2.2)
𝑼𝒇
Jika 1< t < 36000, maka persamaan untuk menghitung kecepatan angin pada durasi t
adalah:
𝑈𝑡 45
= 1.277 + 0.296 tanh{0.9 log10 } (2.3)
𝑈3600 𝑡
𝑼𝒕
= −0.15 log log10 𝑡 + 1.5334 (2.4)
𝑼𝟑𝟔𝟎𝟎
3) Koreksi stabilitas
Koreksi ini dilakukan jika terdapat perbedaan antara temperature air dengan
temperature udara. Hal ini berhubungan dengan tingkat kestabilan lapisan batas air dan
udara. Kecepatan angin dikoreksi dengan persamaan:
𝑈 = 𝑅𝑇 × 𝑈(10) (2.5)
4) Koreksi lokasi
Umumnya digunakan data angin di daratan jika data angin diatas permukaan air tidak
tersedia. Data angin di darat ditransformasikan secara horizontal ke daerah fetch, dan
jika gradient tekanan sama dan hanya terdapat perbedaan gesekan permukaan (Resio
& Vincent, 1977) maka koreksi lokasi angin yaitu:
𝑈 = 𝑅𝐿 × 𝑈𝐿 (2.6)
Dimana RL adalah koefisien koreksi lokasidan UL adalah kecepatan angin yang diukur
didarat, dimana hubungan antara RL dan UL dijelaskan pada gambar 2.4. Jika
anemometer berada di dekat pantai, maka dianggap RL= 1.
Data angin yang nantinya akan digunakan untuk persamaan pembentukan gelombang
dinyatakan dalam wind-stress factor UA. Setelah koreksi dilakukan, data angin akan
dikonversi menjadi wind-stress factor dengan rumus:
2.3.2. Fetch
Tinggi dan periode gelombang dipengaruhi oleh jarak tempuh gelombang dari awal
pembangkitannya atau dikenal dengan istilah fetch. Fetch dibatasi oleh daratan,
sehingga penentuannya adalah dengan membagi setiap garis panjang daerah
pembangkitan gelombang pada arah datang angin, dimulai dari titik tinjauan
gelombang hingga mencapai batas pengaruh angin yaitu daratan yang membatasi fetch
tersebut.
Pada tugas besar ini, fetch dibagi kedalam 16 arah mata angin. Setiap arah mata angin
diwakili oleh 5 buah fetch yang dibagi dalam interval 4.50 sehingga didapat total jari-
jari fetch sebanyak 80 buah, dimana sumbu utama untuk tiap arah mata angin adalah
jari-jari fetch yang berimpit dengan arah angin utama. Panjang fetch dibatasi sejauh
200 km. Gambar 2.5 menjelaskan fetch untuk peramalan gelombang di Halmahera.
Gambar 2.5 Fetch peramalan gelombang di Halmahera dalam 16 arah mata angin
Untuk setiap jari-jari fetch, panjangnya dihitung dari titik peramalan sampai titik
dimana jari-jari tersebut memotong daratan. Setelah itu dihitung panjang fetch efektif
untuk tiap arah yang dirumuskan dengan:
∑ 𝐹×cos(𝛼)
𝐹𝑒𝑓𝑓 = ∑ cos(𝛼)
(2.8)
dimana F adalah panjang jari-jari fetch pada arah tertentu dan α adalah sudut yang
dibentuk jari-jari fetch terhadap sumbu utamanya. Dengan menggunakan cara tersebut
didapat hasil perhitungan fetch efektif untuk 16 arah mata angin yang dijelaskan pada
tabel 2.1.
Tabel 2.2 Hasil perhitungan fetch efektif
Simbol Arah Utama Fetch
(m)
E East 200000.00
ENE East North East 200000.00
N North 200000.00
NE Norh East 200000.00
NNE North North East 200000.00
NNW North North West 116460.68
NW North West 49143.86
S South 183182.22
SE South East 200000.00
SEE South East East 200000.00
SSE South South East 200000.00
SSW South South West 69939.16
SW South West 47560.84
W West 107134.41
WNW West North West 56605.71
WSW West South West 105916.12
2.3.3. Hindcasting
Peramalan gelombang (hindcasting) laut dalam dilakukan untuk mencari tinggi dan
periode gelombang signifikan yang menggambarkan kondisi gelombang di Halmahera.
Data yang digunakan untuk perhitungan parameter tersebut yaitu wind-stress factor UA,
arah angin, durasi angin bertiup dan panjang fetch.
Tinggi dan periode gelombang dipengaruhi oleh durasi angin bertiup dan panjang fetch
pembentukan gelombang. Gelombang bisa berada di kondisi fetch-limited, dimana
angin telah bertiup cukup jauh hingga akhir fetch dalam mencapai keseimbangan
sehingga pembentukan dibatasi oleh panjang fetch, dan pada kondisi duration-limited,
dimana tinggi gelombang dibatasi oleh panjang waktu angin bertiup.
Untuk memenuhi kondisi tersebut, disusunlah alur perhitungan tinggi gelombang yang
memperhitungkan panjang dan durasi fetch. Alur perhitungan dapat dilihat pada
gambar 2.6.
Gambar 2.6 Alur perhitungan tinggi dan periode gelombang
(Sumber: slide asistensi hindcasting KL4200 Pengenalan Energi Laut)
Dari perhitungan didapat nilai Hs dan Tp, dimana Ts = 0.95Tp. Perhitungan tinggi dan
periode gelombang tersebut harus dicek untuk memastikan nilai yang didapat tidak
melebihi nilai maximum tinggi dan periode gelombang yang mungkin untuk setiap
nilai wind-stress factor dan fetch. Untuk mengecek nilai tersebut, digunakan
nomogram yang menunjukkan kurva empiris perhitungan peramalan gelombang
sebagai pembanding untuk mengecek apakah hasil perhitungan masih masuk akal.
Grafik dibawah adalah nomogram perhitungan empiris peramalan gelombang.
Gambar 2.7 Nomogram peramalan gelombang laut dalam
(Sumber: Shore Protection Manual)
Pada perhitungan hindcasting tugas ini, didapat nilai maksimum perhitungan yaitu
tinggi gelombang sebesar 3.43 m dengan periode 8.87 s untuk angin dengan UA=15.68
m/s untuk fetch sepanjang 183.18 km. Jika dilihat pada nomogram untuk nilai tersebut
didapat tinggi gelombang sekitar 3.5 m dengan periode 9 s yang menunjukkan bahwa
perhitungan hindcasting sudah sesuai dan masuk akal.
Setelah didapat tinggi gelombang dan periode gelombang signifikan, data perhitungan
tersebut dirangkum untuk mendapatkan distribusi tinggi gelombang dengan arah
tertentu sepanjang tahun. Dari hasil perhitungan hindcasting juga ditentukan tinggi dan
periode gelombang desain untuk keperluan pemodelan dan perhitungan potensi energi
gelombang laut.
Distribusi tinggi gelombang pada 16 arah mata angin dijelaskan pada waverose
dibawah:
Tabel 2.3 Distribusi tinggi gelombang tiap bulan dalam waverose tahun 2004-2013
Januari Februari
Maret April
Mei Juni
Juli Agustus
September Oktober
November Desember
Dari hasil analisis peramalan gelombang, didapat tinggi gelombang rencana dari rata-
rata 1/3 data yaitu tinggi gelombang = 0.76 m dan periode = 4.56 s, dimana arah
dominan gelombang datang dari NW, NNW, dan S.
BAB III
PEMODELAN
Domain komputasi dari pemodelan gelombang pada tugas ini adalah model area Teluk
Halmahera, provinsi Maluku Utara. Computational Grid dibentuk untuk mencakup
daerah perambatan gelombang dimulai dari titik fetch yang telah ditentukan
sebelumnya.
Land Boundary digunakan sebagai batasan grid pemodelan. Land Boundary dibuat
dengan menyusun koordinat x dan y Teluk Halmahera dalam coordinat spherical.
Koordinat tersebut didapat dengan meng-extract data x dan y dari Peta Indonesia
dengan sistem koordinat WGS 84.
Grid dibuat pada model Delft3D dengan membuat batasan spline sesuai land boundary.
Setelah batasan spline dibuat, Delft3D dapat langsung membuat grid sesuai dengan
susunan spline tersebut. Resolusi grid diatur untuk meningkatkan akurasi pemodelan,
untuk pemodelan ini diatur lebar grid ≈ 500 m. Grid diatur sebaik mungkin agar dapat
mencapai bagian teluk yang berpengaruh pada pemodelan.
Gambar 3.8 Grid pemodelan gelombang. Tanda merah menunjukkan titik fetch
gelombang.
3.2. Batimetri
Batimetri merupakan hal yang mutlak untuk diperhatikan karena merupakan parameter
utama shoaling yang menyebabkan perubahan tinggi gelombang ketika gelombang
mendekati daratan. Untuk pemodelan ini, data batimetri didapat dari General
Bathymetric Chart of the Oceans (GEBCO) yang merupakan chart bathymetri yang
dapat diakses publik. Chart bathymetri Halmahera di-extract untuk mendapatkan nilai
x, y, dan z kemudian diolah untuk digunakan di Delft3D.
Depth file adalah file yang berisi data kedalaman dalam format Delft3D. File ini didapat
dengan menyesuaikan data kedalaman mentah yang didapat dari GEBCO dengan
computational grid yang telah dibuat sebelumnya. Penyesuaian ini dilakukan dengan
menggunakan menu QUICKIN pada Delft3D.
Sesuai hasil analisis gelombang yang dijelaskan pada bab sebelumnya, karakteristik
gelombang yaitu: tinggi gelombang rencana dari rata-rata 1/3 data , dimana didapat
tinggi gelombang = 0.76 m dan periode = 4.56 s, arah dominan gelombang datang dari
NW, NNW, dan S. Namun kondisi grid hanya terbatas untuk orientasi NW dan NNW.
Arah dominan NW dan NNW diwakili oleh orientasi N dan NW. Spesifikasi
computational boundary dijelaskan pada tabel dibawah:
Edit Conditions
Boundary Significant
Pemodelan Peak Direction Directional
Orientation Wave
Period (Nautical) Spreading
Height
A North West 0.76 4.56 180.0 4
B North West 0.76 4.56 315.0 4
C North West 0.76 4.56 337.5 4
D North 0.76 4.56 180.0 4
E North 0.76 4.56 315.0 4
F North 0.76 4.56 337.5 4
Output yang dianalisis yaitu distribusi tinggi gelombang pada domain x dan y
computational grid. File output tersebut di plot melalui menu QuickPlot pada Delft3D.
Tabel Dibawah menampilkan hasil plot sebaran tinggi gelombang pada grid
pemodelan:
Pemodelan A Pemodelan B
Pemodelan C Pemodelan D
Pemodelan E Pemodelan F
Dari hasil pemodelan dapat dilihat bahwa lokasi potensial berada di daerah utara Teluk
Halmahera. Yang perlu diperhatikan adalah alat diusahakan dipasang pada perairan
yang tidak terlalu dalam namun tetap memenuhi kriteria kedalaman yang dipilih turbin.
Dalam tugas ini, pemilihan lokasi tidak memperhatikan faktor eksternal seperti aspek
lalu lintas pelayaran, fasilitas dasar laut, legalitas, dan prioritas pemanfaatan area oleh
pemerintah setempat.
Dalam perhitungan besaran potensi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
diantaranya:
Berdasarkan kesepakatan para pakar di Indonesia, potensi energi laut dibagi kedalam
beberapa kategori, dimana kategori tersebut diadopsi dari kriteria yang disusun oleh
Marine Institute and Sustainable Energy Ireland, 2005, yaitu:
2) Technical Resources, yaitu sumber daya teoritis yang dibatasi oleh efisiensi dari
teknologi yang tersedia
3) Practical Resources, yaitu sumber daya teknis yang dibatasi oleh faktor fisik yang
tidak kompatibel
4) Accessible Resources, yaitu sumber daya praktis dibatasi oleh kendala kelembagaan
dan regulasi
5) Viable Accessible Resources, yaitu sumber daya yang dibatasi oleh kelayakan
ekonomi
Potensi yang akan dihitung pada tugas besar ini mencakup tiga kategori potensi, yaitu
potensi teoritis, potensi teknis, dan potensi praktis.
Potensi teoritis adalah perkiraan besarnya energi yang tersimpan secara teoritis. Dalam
hal gelombang, potensi energi gelombang dapat dikuantifikasi berdasarkan tinggi
gelombang dan perioda gelombang.
𝜌𝑔2
𝑃= 𝐻𝑠 2 𝑇𝑒 (4.1)
64𝜋
Alat pembangkit listrik energi gelombang yang dipilih yaitu Pelamis. Pelamis berupa
Float Devices. Kelebihan dari floating devices adalah gerakan gelombang yang
ditangkap tidak terbatas naik turun seperti halnya jenis pembangkit lain contohnya
oscillation water column, sehingga daya yang dihasilkan lebih maksimal.
Potensi teknis dipengaruhi oleh efisiensi alat yang tersedia. Asumsi yang digunakan
dalam perhitungan potensi teknis untuk Pelamis yaitu sebagai berikut:
Potensi praktis adalah potensi teknis yang dibatasi oleh faktor fisik yang tidak
kompatibel, seperti misalnya batasan penggunaan wilayah karena terdapat fungsi lain
wilayah tersebut. Asumsi yang digunakan untuk potensi praktis yaitu: Kapasitas
lingkungan diambil maksimum 25% dari panjang daerah yang bisa dimanfaatkan. Nilai
tersebut mengacu pada asumsi yang digunakan lembaga ASELI dalam perhitungan
potensi praktis.
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran