Anda di halaman 1dari 34

KONSEP DASAR & ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DEPRESI

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Keperawatan Anak III

KELOMPOK 11 :

Cindy Novia 1911311009

Mutia Guslina 1911311030

Rona Fadilah Felvi 1911312006

Thessa Arine Putri 1911312033

Kelas :

3A

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
pada Penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah Penulis
dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
Keperawatan Anak III. Selain itu, Penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah
ilmu dan wawasan bagi pembaca.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dosen pengajar selaku


dosen mata kuliah ini. Semoga tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan
dan wawasan terkait mata kuliah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua
pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan Penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, 7 Oktober 2021

Kelompok 11

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................................2

Daftar Isi...................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................4

A. Latar Belakang.....................................................................................................4
B. Tujuan Penulisan..................................................................................................4
C. Manfaat Penulisan................................................................................................5

BAB II TINJAUAN TEORITIS.............................................................................6

A. Konsep Dasar................................................................................................
1. Defenisi..........................................................................................................6
2. Etiologi...........................................................................................................6
3. Manifestasi Klinis..........................................................................................8
4. Patofisiologi...................................................................................................10
5. Pemeriksaan Diagnostik.................................................................................11
6. Penatalaksanaan Medis..................................................................................12
7. Komplikasi.....................................................................................................13
8. Prognosis........................................................................................................14
B. Askep Teoritis...............................................................................................15

BAB III ASKEP KASUS………………………………………............................15

BAB IV PEMBAHASAN.........................................................................................24

BAB V PENUTUP....................................................................................................26

A. Kesimpulan...................................................................................................26
B. Saran..............................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................27

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mungkin banyak dari masyarakat atau bahkan kita sendiri sebagai seorang tenaga kesehatan
yang tidak menyadari bahwa anak-anak dan remaja juga bisa mengalami depresi. Selama ini kita
cenderung berpikir bahwa depresi hanyalah masalah yang dihadapi oleh orang dewasa.
Kehidupan keluarga yang tidak harmonis, kesulitan membangun hubungan dengan orang lain,
tuntutan akademik yang semakin hari semakin berat adalah sedikit sedikit contoh masalah
masalah yang bisa menjadi menjadi predisposisi predisposisi dari depresi depresi pada anak-anak
dan remaja.

Secara epedemiologik prevalensi depresi pada anak dan remaja adalah 5% dari populasi
anak-anak dan remaja menderita depresi. Anak-anak dibawah stress, mempunyai pengalaman
kehilangan, kurang perhatian, kesulitan belajar atau gangguan cemas (anxiety disorder) berada
pada berada pada risiko tertinggi mengalami depresi. Penelitian lain yang dilakukan di Amerika
Serikat menyebutkan prevalensi depresi mayor adalah 1% pada usia prasekolah,2% pada usia
sekolah dan kira-kira 5-8% pada remaja. Prevalensi depresi ini cenderung meningkat dari
generasi sebelumnya. Rasio jenis kelamin pada penderita depresi sama saja pada masa
prapubertas dan meningkat menjadi 2 banding 1 antara perempuan dan laki-laki pada masa
remaja.

Mengingat bahwa anak-anak adalah aset bagi masa depan sebuah keluarga bahkan bagi
sebuah bangsa dan angka prevalensi yang tinggi maka penting bagi kita untuk lebih peka dan
lebih banyak memberi perhatian pada kasus ini. Salah satunya dengan penemuan kasus depresi
pada anak-anak sedini mungkin. Deteksi dini dan diagnosis yang akurat tentu akan memberikan
hasil yang lebih baik dalam penatalaksaannya.

B. Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui defenisi depresi
2. Agar mahasiswa mengetahui etiologi depresi
3. Agar mahasiswa mengetahui manifestasi klinis depresi

4
4. Agar mahasiswa mengetahui patofisiologi depresi
5. Agar mahasiswa mengetahui pemeriksaan diagnostic depresi
6. Agar mahasiswa mengetahui penatalaksanaan depresi
7. Agar mahasiswa mengetahui komplikasi depresi
8. Agar mahasiswa mengetahui prognosis depresi
9. Agar mahasiswa mengetahui askep teoritis dan askep kasus depresi

C. Manfaat

Semoga dengan adanya makalah ini, baik pembaca maupun penulis mampu memahami
dengan baik terkait upaya yang bisa dilakukan terkait Anak dengan Kesehatan Mental/Child
Abuse khususnya Depresi.

5
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar
1. Definisi

Depresi adalah suatu gangguan keadaan tonus perasaan yang secara umum ditandai oleh
rasa kesedihan, apatis, pesimisme, dan kesepian. Keadaan ini sering disebutkan dengan istilah
kesedihan (sadness) murung (blue) dan kesengsaraan.

Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang
amat sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah, menarik diri dari orang lain, dan tidak dapat
tidur, kehilangan selera makan, hasrat seksual, dan minat serta kesenangan dalam aktivitas yang
biasa dilakukan.

Rathus & Lubis menyatakan orang yang mengalami depresi umumnya mengalami
gangguan yang meliputi keadaan emosi, motivasi, fungsional, dan gerakan tingkah laku serta
kognisi. Menurut Atkinson depresi sebagai suatu gangguan mood yang dicirikan tak ada
harapan dan patah hati, ketidakberdayaan yang berlebihan yang berlebihan, tak mampu
mengambil keputusan memulai suatu kegiatan, tak mampu konsentrasi, tak punya semangat
hidup, selalu tegang, dan mencoba bunuh diri.

Depresi adalah gangguan perasaan (afek) yang ditandai dengan afek disforik
(kehilangan kegembiraan/gairah) disertai dengan gejala- gejala lain, seperti gangguan tidur dan
menurunnya selera makan. Depresi biasanya terjadi saat stres yang dialami oleh sesorang tidak
kunjung reda, dan depresi yang dialami berkolerasi dengan kejadian dramatis yang baru saja
terjadi atau menimpa sesorang.

2. Etiologi
Depresi merupakan salah satu dari sekelompok penyakit gangguan alam perasaan
dengan dasar penyebab yang sama. Beberapa faktor yang diduga berpengaruh
terhadap etiologi depresi, khususnya pada anak dan remaja adalah:
 Faktor genetik

6
Meskipun penyebab depresi secara pasti tidak dapat ditentukan, faktor genetik
mempunyai peran terbesar. Gangguan alam perasaan cenderung terdapat dalam suatu
keluarga tertentu. Bila suatu keluarga salah satu orangtuanya menderita depresi, maka
anaknya berisiko dua kali lipat dan apabila kedua orangtuanya menderita depresi
maka risiko untuk mendapat gangguan alam perasaan sebelum usia 18 tahun menjadi
empat kali lipat. Pada kembar monozigot, 76% akan mengalami gangguan afektif
sedangkan pada kembar dizigot hanya 19%.Bagaimana proses gen diwariskan, belum
diketahui 3 secara pasti. Bahwa kembar monozigot tidak 100% menunjukkan
gangguan afektif, kemungkinan ada faktor non-genetik yang turut berperan.
 Faktor Sosial
Dilaporkan bahwa orangtua dengan gangguan afektif cenderung akan selalu
menganiaya atau menelantarkan anaknya dan tidak mengetahui bahwa anaknya
menderita depresi sehingga tidak berusaha untuk mengobatinya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa status perkawinan orangtua, jumlah sanak saudara, status sosial
keluarga, perpisahan orangtua, perceraian, fungsi perkawinan, atau struktur keluarga
banyak berperan dalam terjadinya gangguan depresi pada anak. Ibu yang menderita
depresi lebih besar pengaruhnya terhadap kemungkinan gangguan psikopatologi anak
dibandingkan ayah yang mengalami depresi. Levitan et al (1998) dan Weiss et al
(1999) melaporkan adanya hubunga yang signifikan antara riwayat penganiayaan
fisik atau seksual dengan depresi, tetapi mekanismenya belum diketahui secara pasti.
Diyakini bahwa faktor non-genetik seperti fisik maupun lingkungan merupakan
pencetus kemungkinan terjadinya depresi pada anak dengan riwayat genetik
 Faktor biologis lainnya
Dua hipotesis yang menonjol mengenai mekanisme gangguan alam perasaan berfous
pada terganggunya regulator sitem monoamin neurotransmiter, termasuk norepinefrin
dan serotonin ( 5- hidroxytriptamine) . Hipotesis lain menyatakan bahwa depresi yang
terjadi erat hubungannya dengan perubahan keseimbangan adrenergik-asetilkolin
yang ditandai dengan meningkatnya kolnergik, sementara dopamin secara fungsional.

7
3. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang tampak pada anak dipengaruhi oleh usia dan pengalaman
psikologis anak hingga usia 4 tahun, umumnya anak belum dapatmengekspresikan perasaannya
dengan kata-kata, tetapi hanya dengan tingkah laku. Komunikasi verbal anak yang belum
berkembang akan mempersulit diagnosis depresi pada anak sebelum usia 4 tahun. Komunikasi
non-verbal seperti ekspresi wajah dan postur tubuh dapat membantu menegakkan diagnosis
depresi pada anak yang lebih muda. Anak yang lebih 4 muda akan menunjukkan fobia, gangguan
cemas perpisahan, keluhan somatik, dan perubahan tingkah laku.

Tanda eksternal depresi pada anak dan remaja:

a) Pada balita Tampak kurang motivasi,menolak makan,tangis terus dan menerus


dan meningkatnya kemarahan.
b) Usia prasekolah atau awal sekolah dasar Anak kelihatan seperti sakit serius,
tidak bersemangat, lekas marah (irritable), bersedih seperti sedang mengalami
frustrasi, bahkan dapat sampai mencederai dirinya sendiri.
c) Usia akhir SD hingga remaja Anak memperlihatkan gangguan tingkah laku,
bermasalah dengan teman, dan penurunan prestasi belajar. Kadang-kadang
bertingkah laku agresif, lekas marah (irritable) dan berbicara tentang bunuh
diri.

Kriteria diagnostik berdasarkan DSM-IV 'Diagnostic and Statistical manual of mental


Disorders fourth edition) dikatakan gangguan depresi berat bilasedikitnya ada 5 gejala selama
priode dua minggu pegamatan yang disertai perubahan fungsi berupa:

1. Alam perasaan terdepresi atau mudah tersinggung


2. Hilangnya minat atau kesenangan, dIsertai sedikitnya 4 gejala berikut:
 Anak gagal mencapai BB yang diharapkan
 Insomnia atau hipersomnia tiap hari
 Retardasi psikomotor atau agitasi
 Kelelahan atau kehilangan tenaga setiap hari
 Rasa tidak berdaya atau rasa bersalah yang tidak wajar
 Tidak mampu berfikir atau berkonsentrasi
8
 Pikiran akan kematian yang berulang (recurrent) 5 Gejala tersebut harus
menimbulkan ganggauan sosial atau akademik dan bukan efek langsung
alkohol atau kondisi medis umum, misalnya hipotiroidisme. Diagnosis depresi
berat tidak dapat ditegakkan dalam dua bulan setelah kehilangan seseorang
yang dicintai, kecuali jika ditemukan gangguan fungsionalyang nyata, rasa
tidak berharga, ingin bunuh diri, gejala psikotik, atau retardasi psikomotor.

Sementara Shives tanda klinis dan kriteia diagnostik depresi pada anaka
danremaja adalah sebagai berikut:
1. Tanda klinis depresi pada anak
 Kesedihan yang dirasakan setiap saat Menarik diri
 Irritable, menunjukkan perilaku negative destrukti)
 Harga diri rendah
 Perasaan sangat berdosa, khusunya setelah terjadi insiden kecil atau
situasi yang sebenarnya bukan karena kesalahan anak
 Gangguan tidur seperti insomnia, night terrors, atau tidur hanya sebentar-
sebentar
 Perilaku melarikan diri
 Perubahan selera makan seperti penurunan atau tidak ada nafsu makan
atau justru berlebihan
 Keluhan somatic atau fisik seperti nyeri kepala, nyeri perut atau nyeri
telinga
 Kesulitan dalam belajar yang terlihat dengan kurang perhatian,
kecemasan (school anxiety) atau perubahan penampilan yang mendadak,
dan peringkat yang buruk
 Preokupasi terhadap kematian, misalnya tidak ada perhatian sama sekali
dengan kesehatan orang tua, kesedihan yang lama karena kematian
hewan kesayangan atau ide untuk bunuh diri.
2. Tanda klinis depresi pada remaja
 Kesedihan

9
 Fluktuasi antar apatis dan banyak bicara
 Marah, sarkasme verbal atau menyerang
 Sering mengkritik
 Merasa berdosa
 Perasaan tak akan mampu mencapai ideal diri
 Harga diri rendah
 Kehilangan kepercayaan diri
 Merasa putus asa dan tak berdaya
 Sangat ambivalen antara mandiri atau tergantung
 Merasakan kekosongan dalam hidupnya
 Agitasi dan tidak mampu beristirahat
 Pesimis akan masa depan
 Keinginan untuk mati/ide untuk bunuh diri, merencakan atau melakukan
percobaan bunuh diri
 Menolak untuk malakukan tugas di kelas atau bekerjasam dengan orang
lain
 Gangguan tidur
 Peningkatan atau penurunan selera makan, sehingga terjadi penurunan
atau peningkatan BB.

4. Patofisiologi

Depresi yang terjadi pada anak dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya,
seperti kesehatan fisik, masalah di kehidupan, riwayat keluarga, lingkungan, dan faktor
genetik. Depresi bukanlah gangguan yang bisa hilang secara spontan tanpa terapi yang tepat.

Umumnya depresi lebih sering terjadi pada anak perempuan. Ada berbagai pemicu
mengapa anak perempuan lebih rentan mengalami depresi dibandingkan anak laki-laki. Anak
perempuan yang telah memasuki masa pubertas, akan mengalami perubahan hormon estrogen
dan progesteron. Kondisi ini dapat memengaruhi sistem saraf yang dapat berperan pada suasana

10
hati. Hal ini juga sangat rentan menyebabkan gangguan kesehatan mental, seperti stres dan
depresi.

Tidak hanya perubahan hormonal, melansir Mayo Clinic, ada banyak faktor yang dapat
memicu anak perempuan alami depresi, seperti adanya kejadian yang menyebabkan trauma,
suasana negatif dari keluarga maupun lingkungan terdekat, memiliki masalah yang memengaruhi
rasa percaya diri, memiliki gangguan kesehatan mental lain, penyalahgunaan narkoba atau
alkohol, hingga adanya riwayat keluarga dengan kondisi yang serupa.Tidak ada salahnya
orangtua mengenali beberapa gejala yang dialami oleh anak dengan kondisi depresi sehingga
kondisi ini dapat diatasi dengan tepat.

5. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan fisik

Dalam beberapa kasus, depresi dapat dikaitkan dengan masalah kesehatan fisik atau mungkin
sudah menyebabkan masalah kesehatan lain. Depresi atau stres berat dapat menyebabkan
penyakit jantung, obesitas, atau penyakit diabetes. Itulah sebabnya, dokter akan mengukur berat
badan, tekanan darah, denyut jantung, dan kadar gula dalam tubuh. Jika lewat pemeriksaan,
terdeteksi masalah kesehatan lain, anak harus menjalani pengobatan kombinasi. Ini dilakukan
agar salah satu penyakit tidak bertambah parah dan kualitas hidup anak tetap membaik.

2. Evaluasi psikiatri

Pada tes depresi ini, dokter ahli kejiwaan akan mengenai gejala, pikiran, perasaan, dan pola
perilaku anak. Orang tua juga mungkin akan diminta untuk mengisi kuesioner. Beberapa gejala
depresi yang mungkin ditunjukkan dan perlu dilaporkan pada dokter, di antaranya:
 Terus merasakan sedih, menangis tanpa sebab, merasa hampa atau putus asa.
 Mudah marah dan tersinggung, bahkan karena hal-hal kecil.
 Hilang minat atau kesenangan dalam sebagian besar atau semua aktivitas normal, seperti
seks, hobi, atau olahraga.
 Timbul gangguan tidur, termasuk insomnia atau terlalu banyak tidur.

11
 Sering merasa kelelahan dan kekurangan energi, sehingga tugas-tugas kecil
membutuhkan usaha ekstra.
 Depresi membuat berat badan menurun atau sebaliknya meningkat karena nafsu makan
berubah.
 Kecemasan, agitasi atau kegelisahan.
 Kemampuan berpikir, berbicara atau gerakan tubuh jadi melambat.
 Terpaku pada kegagalan masa lalu atau menyalahkan diri sendiri merasa tidak berharga

3. Tes laboratorium

Orang tua akan diminta untuk melakukan tes darah pada anak.

6. Penatalaksanaan Medis
1. Penatalaksanaan umum
Tujuan dari penatalaksanaan primer adalah untuk memperpendek episode depresi
(remission), mencegah kekambuhan dan untuk mengurangi konsekuensi negati)
dari episode depresi. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, intervensi yang
dapat dilakukan adalah psikoterapi individual, terapi keluarga pendidikan serta
terapi famakologi.
2. Psikoterapi
Pada anak yang menagalami depresi, pengembangan kognitif dan
emosimerupakan intervensi psikoterapetik yang harus dibangun beberapa
pendekatan psikoterapi berbeda yang digunakan telah menunjukkan hasil positif
antara lain:
 Psikoterapi perorangan (individual psychotherapy)
 Terapi bermain (play therapy)
 Terapi berorientasi kesadaran (insight-oriented therapy)
 Terapi tingkah laku (behavioral therapy)
 Model stres hidup (life stress model) 7
 Psikoterapi kognitif (cognitive psychotherapy)

12
 Lain-lain, seperti terapi kelompok (group therapy), latihan orangtua
(parent training) terapi keluarga (family training) pendidikan remedial
(remedial education) dan penempatan di luar rumah (out of
homeplacement).
3. Terapi psikofarmaka
Sampai saat ini penggunaan oabt-obat psiko)armaka pada kasus depresi pada
anakanak dan remaja masih banyak diperdebatkan oleh para ahli. Beberapa
pertimbangannya adalah obat-obat anti depresan yang biasa diberikan pada
penderita dewasa ternyata tidak memberikan hasil yang sama ketika diberikan
pada anak-anak. Belum lagi timbulnya efek yang tidak diinginkan pada
pemberian obat antidepresan tersebut. Beberapa terapi psikofarmaka yang bisa
dijadikan alternatif antara lain:
 Golongan antidepresi trisiklik: Amitriptilin, Imipramin, dan Desipramin.
Berbeda dengan orang dewasa, pada anak tidak menunjukkan perbedaan
yang berarti antara antidepresi golongan trisiklik dengan plasebo. Obat ini
bersifat kardiotoksik dan cenderung berakibat fatal bila melampaui dosis.
 Golongan obat yang bekerja spesifik menghambat ambilan serotinin:
Fluoksetin dan sertralin. Obat ini memberikan harapan yang cerah dalam
pengobatan depresi pada anak dan remaja. Merupakan obat pilihan
pertama pada anak dan remaja karena dapat ditoleransi dengan baik dan
efek yang merugikan lebih sedikit dibandingkan dengan antidepresi
golongan trisiklik. Sayangnya, sedikit sekali penelitian tentang pengobatan
rumatan (maintenance) pada anak dan remaja. Dibandingkan dengan usia
dewasa, pada masa remaja cenderung berkembang untuk agitasi atau
menjadi mania bila meraka mendapat SSRI (Selective serotinine reuptake
inhibitors). Obat ini juga dapat menurunkan libido.
 Litium karbonat Obat ini telah digunakan untuk pengobatan anak dan
remaja yangmengalami agresi, mania, depresi, dan masalah tingkah laku,
tetapi lebih berguna pada kasus yang berisiko menjadi bipolar.

7. Komplikasi

13
Depresi dapat menggangu produktifitas penderitanya. Jika tidak ditangani depresi dapat
menyebabkan gangguan tidur dan gangguan kesehatan lain akibat gangguan pola makan. Selain
itu, depresi yang berat dapat membahayakan penderitanya, terlebih jika sudah muncul keinginan
melukai diri sendiri atau bunuh diri.

8. Prognosis

Bila tidak ditangani dengan baik, kecemasan pada anak dan remaja berisiko
menimbulkan gangguan mental lain pada masa remaja, dan berbagai gangguan perilaku pada
masa dewasa. Gangguan mental pada masa remaja terutama depresi, yang dapat mengakibatkan
perilaku bunuh diri. Selain itu, gangguan cemas dapat menyebabkan hendaya kognitif sehingga
pasien mengalami kesulitan dalam kehidupan sehari-hari

14
B. Askep Teoritis

A. Pengkajian
1) Faktor predisposisi
2) Faktor presipitasi
3) Aktivitas/istirahat
Fatigue, malaise, penurunan energy dan letargi.
Gangguan tidur (missal insomnia) terjadi dalam 90% kasus salah satunya anxiety
insomnia (kesulitan untuk tidur) atau depressive insomnia (bangun lebih awal dan tidak
bisa tidur kembali) atau hypersomnia.
4) Integritas ego
Perasaan tak mampu untuk marah (worthlessness) : pernyataan yang menghina diri
sendiri, perasaan berdosa, membesar-besarkan ketidakberdayaan, mungkin mengalami
waham berdosa.
Kesedihan yang berlebihan : kehilangan yang aktual atau stressor yang dipahami sebagai
suatu kehilangan (missal kehilangan pekerjaan, perceraian, sakit, menjadi tua, dll)
namun kadang tidak bisa diketahui hubungan antara kehilangan tersebut dengan onset
depresi.
Perasaan tidak akan ada pertolongan, tidak ada harapan, ketidakberdayaan, pesimis,
iritabel dan marah yang berlebihan.
5) Nutrisi dan cairan
Penurunan atau justru peningkatan nafsu makan yang berhubungan dengan perubahan
berat badan secara signifikan.
6) Eliminasi
Mungkin ditemukan konstipasi atau retensi urin
7) Personal hygiene
Tidak ada perhatian pada kebutuhan diri serta penampilan, bau badan tidak sedap
8) Neurosensori
Kehilangan interest terhadap suatu aktivitas yang biasa dilakukan. Mengekspresikan
kesedihan, tidak ada kepedulian dengan apapun, tidak mampu melihat masa depan diri.

15
Iritabel dan kadang mengeluh nyeri kepala.
Mungkin mengalami delusi atau halusinasi.
Retardasi psikomotor : gerakan badan lambat, bicara pelan.
Karakteristik kognitif : sulit untuk berkonsentrasi, penurunan daya ingat, dan ide bunuh
diri
9) Keamanan
Keinginan untuk mengakhiri hidup atau percobaan bunuh diri.
10) Seksualitas
Tidak ada ketertarikan pada aktivitas seksual
11) Interaksi sosial
Memperlihatkan perilaku menarik diri
12) Pola asuh
Riwayat keluarga dengan depresi, penyalahgunaan alcohol dan zat.

B. Diagnosa Keperawatan
1) Risiko terhadap membahayakan diri sendiri berhubungan dengan perasaan keputusasaan
dan kesepian
2) Harga diri rendah berhubungan dengan perasaan tidak berharga sekunder
3) Kurang perawatan diri berhubungan dengan penurunan minat pada tubuh,
ketidakmampuan untuk membuat keputusan dan perasaan ketidakbergunaan.
4) Perubahan proses pikir berhubungan dengan tatanan kognitif negative.
5) Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan memulai interaksi
sosial
6) Risiko terhadap perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
hospitalisasi
7) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
keinginan untuk makan sekunder terhadap depresi
8) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan panik, menarik diri, stress berat yang
mengancam ego yang lemah

C. Intervensi Keperawatan

16
No Diagnosa Keperawatan Intervensi
1. Risiko terhadap membahayakan  Ciptakan lingkungan yang aman
diri sendiri berhubungan dengan  Persiapkan support sistem misalnya guru klien,
perasaan keputusasaan dan pelatih atau orang tua
kesepian  Gali perasaan dan penyebab perasaan ingin bunuh
diri
 Konsultasi dengan psikiater mengenai lingkungan
yang paling tepat untuk pengobatan klien
2. Harga diri rendah berhubungan  Jangan biarkan klien berpikir terus tentang masa
dengan perasaan tidak berharga lalu
sekunder  Berikan umpan balik yang realistic tentang
kejadian traumatic klien
 Berikan kesempatan untuk anak berhasil dan
merasa diperlukan
 Berikan waktu bermain terstruktur dan tidak
terstruktur bagi anak
 Jamin kontinuitas pengalaman akademik baik di
rumah sakit maupun di rumah
3. Kurang perawatan diri  Kaji faktor yang berperan; kurang motivasi,
berhubungan dengan penurunan regresi atau penurunan energy
minat pada tubuh,  Tingkatkan partisipasi optimal klien pada
ketidakmampuan untuk membuat perawatan dirinya
keputusan dan perasaan  Beri dorongan untuk tidak tergantung dan
ketidakbergunaan meningkatkan keterlibatan. Hargai setiap
keterlibatan yang dilakukan klien
 Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri
namun hindari sikap tergantung
 Berikan jadwal rutin untuk pemenuhan perawatan
diri klien seperti makan, mandi dan berpakaian
4. Perubahan proses pikir  Tunjukkan bahwa anda menerima keyakinan

17
berhubungan dengan tatanan pasien yang salah tersebut, sementara itu biarkan
kognitif negative pasien tahu bahwa anda tidak mendukung
keyakinan tersebut
 Jangan membunuh atau menyangkal keyakinan
pasien. Gunakan teknik keraguan yang beralasan
sebagai teknik terapeutik : “Saya merasa sukar
untuk mempercayai hal tersebut”
 Bantu pasien untuk mencoba menghubungkan
keyakinan-keyakinan yang salah tersebut dengan
peningkatan ansietas yang dirasakan oleh pasien.
 Fokus dan kuatkan pada realita
 Bantu dan dukung pasien dalam usahanya untuk
mengungkapkan secara verbal perasaan ansietas,
takut atau tidak aman
5. Kerusakan interaksi sosial  Berikan klien berhubungan yang suportif
berhubungan dengan  Setelah pasien nyaman dalam hubungan
ketidakmampuan memulai individual, dorong klien untuk hadir dalam terapi
interaksi sosial kelompok
 Ajarkan kepada orang tua untuk : menghindari
kritik kasar, jangan tidak setuju di depan anak,
tetapkan kontak mata sebelum memberikan
instruksi dan meminta anak mengulangi apa yang
dikatakannya
 Bila ada perilaku anti sosial, bantu untuk :
menggambarkan perilaku yang mempengaruhi
sosialisasi, bermain peran sesuai respon,
munculkan umpan balik sebaya untuk perilaku
positif dan negative
6. Risiko terhadap perubahan  Ajarkan pada orang tua tentang tugas
pertumbuhan dan perkembangan perkembangan sesuai kelompok usia
berhubungan dengan hospitalisasi

18
 Lakukan tindak keperawatan sesuai dengan
kelompok usia anak
7. Perubahan nutrisi : kurang dari  Kolaborasi ahli gizi, tentukan jumlah kalori yang
kebutuhan tubuh berhubungan dibutuhkan untuk memberikan nutrisi yang
dengan penurunan keinginan adekuat dan pertambahan berat badan yang
untuk makan sekunder terhadap realistis
depresi  Pastikan bahwa dietnya meliputi makanan yang
mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi. Dorong pasien untuk meningkatkan
konsumsi cairan dan latihan fisik untuk
meningkatkan fungsi defekasi normal
 Dokumentasi ketat tentang masukan, haluaran dan
jumlah kalori
 Timbang berat badan pasien setiap hari
 Tentukan makanan yang disukai dan tidak disukai
pasien dan kolaborasi ahli diet untuk menyediakan
makanan kesukaan pasien
 Pastikan bahwa pasien menerima makanan dengan
porsi sedikit tapi sering termasuk makanan kecil
sebelum tidur
 Berikan suplemen vitamin dan mineral dan
pelunak feses atau bulk tambahan, sesuai pesanan
dokter
 Temani pasien selama makan
 Pantau hasil laboratorium dan laporkan perubahan-
perubahan yang bermakna kepada dokter
 Jelaskan pentingnya nutrisi dan masukan cairan
yang adekuat
8. Perubahan persepsi sensori  Observasi pasien dari tanda-tanda halusinasi
berhubungan dengan panik,  Hindari menyentuh pasien sebelum anda
menarik diri, stress berat yang
19
mengancam ego yang lemah mengisyaratkan kepadanya bahwa anda juga tidak
apa-apa bila diperlakukan seperti itu
 Sikap menerima akan mendorong pasien untuk
menceritakan isi halusinasinya dengan anda
 Jangan dukung halusinasi
 Coba menghubungkan waktu terjadinya halusinasi
dengan waktu meningkatnya ansietas
 Coba untuk mengalihkan pasien dari halusinasinya

D. Implementasi Keperawatan
Tahap proses keperawatan dgn melaksanakan berbagai strategi tindakan keperawatan yg
telah direncanakan.Pada tahap ini, perawat harus mengetahui berbagai hal berupa bahaya
fisik, perlindungan pasien, teknik komunikasi, dan prosedur tindakan.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Menilai bagaimana reaksi klien
terhadap intervensi yang telah diberikan dan menetapkan apa yang menjadi sasaran dari
rencana keperawatan dapat diterima.Evaluasi berfokus pada individu klien dan kelompok
dari klien itu sendi

20
BAB III

ASKEP KASUS

Seorang anak laki-laki bernama An.A, umur 10 tahun, pelajar klas 5 SD, agama Islam,
suku Jawa, dibawa orang tuanya untuk konsultasi karena tidak mau sekolah, sejak 3 bulan yang
lalu dengan alasan takut dinakali teman-temannya yang dikenal sebagai gank anak nakal. Pasien
sering diejek, diambil barang-barangnya (pensil, penggaris, penghapus, dll) serta dipukul sejak
10 bulan yang lalu. Namun pasien tidak berani mengadukan pada guru ataupun orang tuanya
karena diancam. Pasien mengakui tidak mampu mengatasi masalah

Ketika ada penayangan film smack down, pasien makin sering disakiti, dipukul,
dikatakan banci, anak mami, pendek dan ejekan-ejekan lainnya. Bersamaan dengan itu guru
walikelas yang hubungannya sangat dekat dengan pasien, cuti dan digantikan guru lain. Pasien
menjadi takut masuk sekolah dengan berbagai alasan, pasien mengeluh sakit perut, pusing
sehingga diperiksakan ke Puskesmas mintadiantar atau ditunggui bahkan sering minta pulang
saat tiba di sekolah dan jika tidak dituruti maka pasien akan menyakiti dirinya sendiri dengan
membentur-benturkan kepalanya ke tembok, mencakar-cakar tubuhnya sampai berdarah.

Pasien yang biasanya ceria menjadi pendiam, tidak mau lagi bercanda, jarang tersenyum,
pemarah, penakut, tidak berani keluar rumah kecuali bersama orang tua atau saudaranya, jika ada
tamu. Keinginannya harus dituruti, jika tidak pasien marah-marah, membanting barang-barang
yang ada di dekatnya. Pasien gelisah, sulit tidur, sering terbangun, mimpi-mimpi buruk.

Guru menyarankan kepada orang tua pasien untuk berkonsultasi ke poli jiwa. Status
Psikiatri saat pertama kali konsultasi : keadaan umum : tampak seorang anak laki- laki, kecil,
murung, kesadaran compos mentis. Selama wawancara, pasien lebih banyak diam dan
menunduk, kurang kooperatif, kadang tidak mau menjawab pertanyaan yang diberikan oleh
pemeriksa, tampak seperti ketakutan, mood disforik, afek appropriate, pembicaraan kurang
spontan, suara pelan, halusinasi (-), bentuk pikir : realistis, isi pikir ketakutan berlebihan
terhadap perilaku teman-temannya yang nakal, progresi pikir relevan/tidak ada kelainan. Pasien
adalah anak yang pandai, berprestasi namun manja dan sangat tergantung pada ibunya.

21
Ketika kelas 3, pasien pernah mengalami hal yang sama, berupa tidak mau sekolah
selama 3 bulan karena ketakutan terhadap kata-kata Guru yang mengatakan bahwa di sekolah ini
ada makhluk halus yang menjadi penunggu. Ia akan marah jika murid-murid nakal. Jika ada yang
nakal maka, alat kelaminnya akan membesar. Pasien belum pernah mengalami gangguan jiwa
lainnya.

A. PENGKAJIAN

− Identitas Pasien

Nama : An.A

Gender : Laki laki

TTL : 5 oktober 2011

Agama : Islam

Suku : Jawa

Diagnosas Medis : Depresi

− Faktor Presipitasi

Pasien sering diejek, diambil barang-barangnya (pensil, penggaris, penghapus, dll) serta dipukul
sejak 10 bulan yang lalu.

− Aktivitas/istirahat

Pasien gelisah, sulit tidur, sering terbangun, mimpi-mimpi buruk.

− Integritas Ego

Pasien yang biasanya ceria menjadi pendiam, tidak mau lagi bercanda, jarang tersenyum,
pemarah, penakut

22
− Neurosensori

Pasien menjadi takut masuk sekolah dengan berbagai alasan, pasien mengeluh sakit perut, pusing

− Keamanan

Jika tidak dituruti maka pasien akan menyakiti dirinya sendiri dengan membentur-benturkan
kepalanya ke tembok, mencakar-cakar tubuhnya sampai berdarah.

− Interaksi sosial

tidak berani keluar rumah kecuali bersama orang tua atau saudarany

Analisa data

Data Etiologi Masalah


DS : Kebutuhan tidak Ansietas
 Pasien mengeluh sakit perut dan pusing terpenuhi
 Tidak mau sekolah sejak 3 bulan yang lalu
dengan alasan takut dinakali teman-
temannya

DO :
 Pasien gelisah

DS : Keengganan Gangguan
 Pasien tidak mau sekolah berpisah dengan Interaksi Sosial
 Pasien yang biasanya ceria menjadi orang terdekat
pendiam, tidak mau lagi bercanda, jarang
tersenyum, pemarah, penakut
 Pasien tidak berani keluar rumah kecuali
bersama orang tua atau saudaranya, jika
ada tamu

23
DO :
 Pasien lebih banyak diam dan menunduk,
kurang kooperatif, pembicaraan kurang
spontan

DS : Ketidakadekuatan Koping tidak


 Pasien mengakui tidak mampu mengatasi strategi koping efektif
masalah

DO :
 Pasien menyakiti dirinya sendiri dengan
membentur-benturkan kepalanya ke
tembok, mencakar-cakar tubuhnya sampai
berdarah
 Keinginan pasien harus dituruti, jika tidak
pasien marah-marah, membanting barang-
barang yang ada di dekatnya

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas b.d kebutuhan tidak terpenuhi d.d pasien tampak gelisah
2. Gangguan Interaksi Sosial b.d Keengganan berpisah dengan orang terdekat d.d gejala
cemas berat
3. Koping tidak efektif b.d Ketidakadekuatan strategi koping d.d pasien mengakui tidak
mampu mengatasi masalah

24
C. Intervensi Keperawatan

SDKI SLKI SIKI


Ansietas b.d Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas
kebutuhan tidak Tujuan: Setelah dilakukan Observasi:
terpenuhi d.d tindakan keperawatan 3x24  Identifikasi saat tingkat ansietas
pasien tampak jam diharapkan tingkat berubah
gelisah ansietas menurun.  Identifikasi kemampuan
Kriterias Hasil: mengambil keputusan
1) Perilaku gelisah menurun  Monitor tanda-tanda ansietas
2) Keluhan pusing menurun Terapeutik:
3) Pola tidur membaik  Ciptakan suasana teraupetik
untuk menumbuhkan
kepercayaan
 Temani pasien untuk
mengurangi kecemasan, jika
memungkinkan
 Pahami situasi yang membuat
ansietas
 Dengarkan dengan penuh
perhatian
 Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
 Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
Edukasi
 Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin dialami
 Informasikan secara faktual
mengenai diagnosis,

25
pengobatan, dan prognosis
 Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien
 Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi ketegangan
 Latih teknik relaksasi
Gangguan Interaksi Sosial Modifikasi perilaku keterampilan
Interaksi Sosial Tujuan: Setelah dilakukan social
b.d Keengganan tindakan keperawatan 3x24 Observasi:
berpisah dengan jam diharapkan interaksi  Identifikasi penyebab kurangnya
orang terdekat d.d sosial meningkat. keterampilan social
gejala cemas Kriteria Hasil:  Identifikasi focus pelatihan
berat 1) Perasaan nyaman dengan keterampilan social
situasi social meningkat Terapeutik:
2) Responsive pada orang  Motivasi untuk berlatih
lain meningkat keterampilan social
3) Kooperatif dalam bermain  Beri umpan balik positif
dengan sebaya meningkat (mis.pujian atau penghargaan)
terhadap kemampuan
asosialisasi
 Libatkan keluarga selama latihan
keterampilan social, jika perlu
Edukasi
 Jelasakn tujuan melatih
keterampilan social
 Jelaskan respond an konsekuensi
keterampilan social
 Anjuran mengungkapkan
perasaan akibat masalah yang
dialami
 Anjurkan mengevaluasi

26
pencapaian setiap interaksi
 Edukasi keluarga untuk
dukungan keterampilan social
 Latih keterampilan social secara
bertahap

Koping tidak Status koping Dukungan pengambilan keputusan


efektif b.d Tujuan: Setelah dilakukan Observasi:
Ketidakadekuatan tindakan keperawatan 3x24  Identifikasi persepsi mengenai
strategi koping jam diharapkan koping maslah saat pembuatan keputusan
d.d pasien membaik. kesehatan
mengakui tidak Kriteria Hasil: Terapeutik:
mampu mengatasi 1) Kemampuan memenuhi  Fasilitasi mengklarifikasi nilai dan
masalah peran sesuai usia harapan yang membantu membuat
2) Perilaku koping adaptif pilihan
3) Verbalisasi kemampuan  Diskusikan kelebihan dan
mengatasi masalah kekurangan dari setiap solusi
 Fasilitasi melihat situasi secara
realistic
 Motivasi mengungkapkan tujuan
perawatan yang diharapkan
 Fasilitasi pengambilan keputusan
secara kolaboratif
 Hormati hak pasien untuk
menerima atau menolak informasi
 Fasilitasi menjelaskan keputusan
kepada orang lain, jika perlu
 Fasilitasi hubungan antara pasien,
keluarga, dan tenaga kesehatan
lainnya
Edukasi

27
 Informasikan alternative solusi
secara jelas
 Berikan informasi yang diminta
pasien

D. IMPLEMENTASI

Mengimplementasikan intervensi keperawatan dari masing masing diagnosa.

E. Evaluasi

Dx Ansietas b.d kebutuhan tidak terpenuhi d.d pasien tampak gelisah

S : Pasien mengatakan sudah lebih tenang

O : Pasien mampu menenangkan diri dengan Teknik rileksasi

A : Masalah keperawatan teratasi

P : Intervensi diberhentikan

Dx Gangguan Interaksi Sosial b.d Keengganan berpisah dengan orang terdekat d.d gejala
cemas berat

S : Pasien mengatakan sudah mau keluar bermain

O : Pasien tampak mulai banyak bicara namun masih sedikit takut

A : Masalah keperawatan teratasi sebagian

P : Intervensi Dilanjutkan

Dx Koping tidak efektif b.d Ketidakadekuatan strategi koping d.d pasien mengakui tidak
mampu mengatasi masalah
28
S : Pasien sudah mampu menyelesikan masalah

O : Pasien tampak berkompromi dengan keluarga untuk menyelesaikan masalah


A : Masalah keperawatan teratasi

P : Intervensi diberhentikan

BAB IV

PEMBAHASAN

29
Kesehatan mental merupakan hal penting dalam perkembangaN anak, karena anak
merupakan generasi penerus bangsa. Gangguan kesehatan mental pada anak
akanmempengaruhi perkembangan mental pada tahap perkembangan selanjutnya. Perkiraan
jumlah anak dengan masalah kesehatan mental bervariasi sekitar 2-3% -22%, angka
tersebut meningkat untuk anak yang memiliki penyakit atau disabilitas (ketidakmampuan).

Masalah kesehatan jiwa yang terjadi pada anak adalah Autisme, ADHD,
gangguan mood, kecemasan, psikotik, depresi, phobia sosial, gangguan obsesif konvulsif,
gangguan bipolar dan sizofrenia(NIMH, 2016). Penelitian tentang masalah psikologis
pada anak sekolah diAfrika selatan di dapatkan sebanyak 41% anak sekolah mempunyai
masalah emosi dan perilaku dimana sebanyak 14% mengalami kecemasan/depresi,
PTSD sebanyak 24% dan hampir seperempatanak sekolah merasa tidak
aman(Cortina.,AM,et.all, 2013)

Depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan munculnya gejala


penurunan mood, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah, gangguan tidur
atau nafsu makan, kehilangan energi, dan penurunan konsentrasi(World Health
Organization, 2010). Depresi dialamioleh sekitar 2% anak sekolah. Depresi pada anak dapat
menimbulkan trauma, sehingga mereka pun menggunakan berbagai macam cara untuk
mengatasi trauma yang dialaminya. Depresi pada anak dapat berupa anak menarik diri
dari pergaulan, anti sosial, sulit berkomunikasi, pemurung, cepat marah, agresif, kurangnya
perhatianterhadap peristiwa-peristiwayang terjadi, kesukaran disekolah.

Faktor risiko terjadinya depresi adalah riwayat keluarga dengan depresi, konflik
orangtua, hubungan denganteman sebaya yang buruk, ketrampilan koping yang buruk dan
perasaan negative (Nádia Nara Rolim Limaet.all, 2015). Tanda dan gejala depresi pada anak
adalah perasaan sedih, gelisah, hilang ketertarikan terhadap aktifitas, menarik diri, peubahan
nafsu makan, gangguan tidur dan penurnan aktifitas, kesulitan konsentrasi, perasaan tidak
berharga, munculnya ide/keinginanuntuk bunuh diri (Ronning et al., 2011).

Upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan kecemasan dan depresi padaanak
sekolah adalah meningkatkan peran perawat UKS untuk mengembangkan usaha kesehatan
jiwa disekolah bersama dengan guru bimbingan danpenyuluhan. Perawat UKS dan guru

30
bimbingan penyuluhan mengadakan pertemuan dengan para guru dan orang tua siswa/siswi
tentang tanda-tanda dan gejala kecemasandan depresi pada anak, seperti anak-anakdengan
kecemasan yang berlebihan mungkin mengalami kesulitan bergaul dengan orang lain,
mengalami hargadirirendahdan menyembunyikan rasaketakutan dan khawatir.

31
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Depresi pada anak-anak memiliki ciri yang berbeda, seperti menolak masuk sekolah,
takut akan kematian orang tua, dan terikat pada orang tua. Depresi juga dapat tersamarkan oleh
perilaku yang tampaknya tidak berhubungan langsung dengan depresi seperti masalah akademik,
keluhan fisik, dan bahkan hiperaktivitas dapat bersumber dari depresi yang tidak disadari.

Anak-anak yang depresi juga kurang memiliki berbagai keterampilan, termasuk


keterampilan akademik, atletik, dan sosial. Mereka merasa kesulitan untuk berkonsentrasi di
sekolah sehingga sulit untuk meningkatkan nilai mereka. Depresi pada anak-anak jarang terjadi
dengan sendirinya. Mereka umumnya mengalami gangguan psikologis lain, terutama gangguan
kecemasan. Gangguan makan juga sering terjadi pada anak depresi, paling tidak pada anak
perempuan. Depresi pada anak-anak sering kali berhubungan dengan masalah dan konflik
keluarga. Anak-anak yang dipaparkan pada kejadian-kejadian yang menimbulkan stres pada
keluarga, seperti konflik orang tua atau pengangguran, memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
mengalami depresi. Faktor genetis juga tampak memainkan peran dalam menjelaskan simtom
depresi.

B. Saran

Sebaiknya orang tua menjadikan anak sebagai sosok teman dan mengakui sebagai
seorang individu yang akan menginjak remaja untuk menghargai perbedaan pendapat dan
mengajak berdiskusi untuk menyelesaikan masalah atau mencari cara lain agar anak tetap ddi
bawah pengawasan orang tua. Orang tua diharapkan juga dapat menerapkan pola asuh yang tepat
bagi putra-putri mereka sehingga anak dapat merasa nyaman ,aman dan penuh dengan limpahan
kasih sayang dari orang-orang terdekatnya. Penerapan pola asuh orang tua dapat memberikan
kebebasan kepada anak untuk memilih setiap keinginannya namun tetap dengan memberikan
bimbingan yang benar.

32
DAFTAR PUSTAKA

Haryanto, Hartati Dyah Wahyuningsih, Siti Nandiroh.2018. SISTEM DETEKSI


GANGGUAN DEPRESI PADA ANAK-ANAK DAN REMAJA. Jurnal Ilmiah Teknik
Industri, Vol.14, No.2

Sukma, F. M., & Panjaitan, R. U. (2019). DUKUNGAN SOSIAL DAN HUBUNGANNYA


DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA NARAPIDANA ANAK. Jurnal Keperawatan
Jiwa. https://doi.org/10.26714/jkj.6.2.2018.83-90

Hardian Kurnia Lestari, dkk. 2015. SAND TRAY THERAPY UNTUK MENURUNKAN
GEJALA DEPRESI PADA ANAK PASCA PERCERAIAN ORANG TUA. Journal Ilmiah
Magister Psikologi, Vol.4, No.1

Maharani, A., Nilma, N., & Irawan, A. (2021). SISTEM PAKAR GANGGUAN DEPRESI
PADA ANAK. NUANSA INFORMATIKA. https://doi.org/10.25134/nuansa.v15i1.3418

Arsyam.2017. POLA ASUH ORANG TUA DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA


REMAJA.Journal Islamic nursing, Vol.2, No.1

Rasman, R., &Nurdian, Y. (2020).InisiasiPelatihan Tari SebagaiTerapi Pereda


DepresiAnakSaatPandemi Di TaddanSampang. Journal of Chemical Information and
Modeling, 2(1), 5–7. http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP/article/
download/83/65%0Ahttp://www.embase.com/search/results?
subaction=viewrecord&from=export&id=L603546864%5Cnhttp://dx.doi.org/
10.1155/2015/420723%0Ahttp://link.springer.com/10.1007/978-3-319-76

Marela, G., Wahab, A., Raymondalexas, C., &Marchira, . (2017). Bullying verbal
menyebabkandepresipadaremaja SMA di kota Yogyakarta Verbal bullying can cause
depression in high school adolescents in Yogyakarta city. Bkm Journal of Community
Medicine and Public Health, 33, 43–48.

Maharani, A., Nilma, N., &Irawan, A. (2021).SistemPakarGangguanDepresiPadaAnak.


NuansaInformatika, 15(1), 1. https://doi.org/10.25134/nuansa.v15i1.3418

33
Bernaras, E., Jaureguizar, J., &Garaigordobil, M. (2019). Child and adolescent depression:
A review of theories, evaluation instruments, prevention programs, and treatments.
Frontiers in Psychology, 10(MAR). https://doi.org/10.3389/fpsyg.2019.00543

34

Anda mungkin juga menyukai