Anda di halaman 1dari 173

PENGEMBANGAN EKONOMI PONDOK PESANTREN MELALUI

INTEGRATED FARMING
(Studi Kasus Pada Pondok Pesantren Al-Masthuriyah Cisaat Sukabumi)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk


memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh: Mila

Meidawati
NIM: 11170540000025

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM


FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442 H/2021 M
PENGEMBANGAN EKONOMI PONDOK PESANTREN MELALUI
INTEGRATED FARMING
(Studi Kasus Pada Pondok Pesantren Al-Masthuriyah Cisaat Sukabumi)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk


memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh: Mila
Meidawati
NIM: 11170540000025

Dibawah Bimbingan

Wati Nilamsari, M.Si.


NIP. 197105201999932002

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM


FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442 H/2021 M
LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini

Nama : Mila Meidawati NIM :


11170540000025

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Skripsi yang berjudul “Pengembangan Ekonomi Pondok Pesantren


Melalui Integrated Farming (Studi Kasus Pada Pondok Pesantren Al-
Masthuriyah Cisaat Sukabumi)”, merupakan hasil karya asli saya
yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Strata 1 (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah
saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli
saya atau karya jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sukabumi, 21 Oktober 2021

Mila Meidawati
ABSTRAK

Mila Meidawati
Pengembangan Ekonomi Pondok Pesantren Melalui Integrated Farming
(Studi Kasus Pada Pondok Pesantren Al- Masthuriyah Cisaat
Sukabumi)
Pondok pesantren sebagai lembaga keagamaan mempunyai potensi
besar dalam upaya pengembangan ekonomi dan kesejahteraan pesantren serta
pengaruh yang kuat terhadap kehidupan masyarakat pesantren. Maka dari itu,
pondok pesantren Al-Masthuriyah mendirikan unit usaha integrated farming
sebagai sarana untuk mengembangkan ekonomi dan kesejahteraan pesantren.
Integrated farming merupakan sistem pertanian yang mengintegrasikan
pertanian, perikanan, dan peternakan dalam satu lahan.
Berdasarkan hal diatas, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
dan menganalisis: (1) Proses pengembangan ekonomi pesantren melalui unit
usaha integrated farming (2) Hasil pengembangan ekonomi pesantren
melalui unit usaha integrated farming (3) Faktor pendukung dan penghambat
pengembangan ekonomi pesantren melalui unit usaha integrated farming.
Untuk menjawab rumusan masalah tersebut, peneliti menggunakan
pendekatan kualitatif. Data yang didapatkan merupakan hasil dari observasi,
wawancara, dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengembangan ekonomi yang
dilakukan pondok pesantren Al-Masthuriyah melalui unit usaha integrated
farming berhasil meningkatkan pendapatan ekonomi pesantren, menciptakan
lapangan pekerjaan, juga berhasil meningkatkan pengetahuan, keterampilan,
dan pengalaman santri dan masyarakat sekitar mengenai budidaya perikanan
dan pertanian modern.

Kata kunci : Pengembangan ekonomi pesantren, integrated farming,


pondok pesantren.

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim.

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas


limpahan rahmat dan karunia-Nya serta segala nikmat yang tak terhingga
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengembangan
Ekonomi Pondok Pesantren Melalui Integrated Farming (Studi Kasus Pada
Pondok Pesantren Al-Masthuriyah Cisaat Sukabumi).” Penulisan skripsi ini
ditunjukkan sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi serta dalam rangka
memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Pengembangan
Masyarakat Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Sholawat serta salam semoga senantiasa selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW serta kepada keluarga dan
sahabatnya. Semoga kelak kita sebagai umatnya atas izin Allah SWT
mendapatkan syafaat di hari akhir nanti.

Penghargaan dan ungkapan terima kasih penulis berikan kepada


Ayahanda terhebat Marpudin dan Ibunda tersayang Aisah yang telah
memberikan limpahan kasih dan sayangnya serta telah memberikan perhatian
secara moril maupun materil yang tidak terhingga. Semoga Allah SWT
senantiasa melimpahkan keberkahan, kesehatan, kepada beliau-beliau di
dunia maupun di akhirat atas perbuatan baik yang selama ini diberikan
kepada penulis.

ii
Penghargaan dan ungkapan terima kasih juga penulis berikan kepada Ibu
Wati Nilamsari, M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktu dan memberikan arahan kepada penulis sehingga
penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Serta ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanudin Umar Lubis, Lc., M.A., Rektor
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Suparto, M.Ed., Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Siti Napsiyah,
S.Ag., BSW., MSW., Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr.
Sihabudin N, M.Ag., Wakil Dekan II Bidang Administrasi, Cecep
Sastra Wijaya MA., Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Muhtadi, M.Si., Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat
Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. WG. Pramita Ratnasari, S.Ant., M.Si., Sekretaris Program Studi
Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Dosen-dosen pengajar selama masa perkuliahan yang tidak bisa
disebutkan satu per satu beserta seluruh Dosen Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif

iii
Hidayatullah Jakarta. Terima kasih atas ilmu yang sangat bermanfaat
yang sudah diberikan selama perkuliahan.
6. Kakak dan adik terkasih Rusli Padilah, Amd. Kep., Euis Nuraeni,
S.Pd., dan Mochammad Rapli Mardatillah yang telah memberikan
berbagai macam bentuk perhatian dan dukungan agar penulis dapat
segera menyelesaikan penulisan skripsi ini.
7. Drs. KH. A. Aziz Masthuro selaku pimpinan pondok pesantren Al-
Masthuriyah yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.
8. Bapak Oman Zaenurrahman selaku Wakil Bidang Pimpinan
Pengembangan Ekonomi Pondok Pesantren Al- Masthuriyah, Bapak
Daden Abdullah selaku Sekretaris Pondok Pesantren Al-Masthuriyah
dan seluruh narasumber yang terlibat dan turut membantu untuk
melengkapi data dalam penelitian ini.
9. Amri Rusdiana yang selalu memberikan kalimat-kalimat penghibur
agar penulis dapat segera menyelesaikan skripsi ini.
10. Rekan-rekan penulis dari SMA yang sama, Dea Aprilia, Hasma
Windy, Mauly Nurkharimah, Sinta Bella, Wening Galih Pawistri, dan
Windi Utami Putri yang senantiasa memberikan doa, dukungan, serta
hiburan kepada penulis dikala penulis merasakan kejenuhan.
11. Kepada rekan-rekan Pengembangan Masyarakat Islam Angkatan
Tahun 2017 terkhusus kelas A yang telah

iv
bersama melewati proses perkuliahan di Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi.
12. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang
secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan bantuan
maupun motivasi dalam penulisan skripsi ini.

Semoga kebaikan dan keikhlasan semua pihak yang telah membantu


dalam penyusunan skripsi ini mendapat balasan kebaikan dari Allah SWT.
Skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis dan praktis, khususnya
bagi unit usaha integrated farming pondok pesantren Al-Masthuriyah,
ataupun bagi pihak-pihak yang tertarik dengan pengembangan ekonomi
pondok pesantren melalui integrated farming.

Sukabumi, 21 Oktober 2021

Mila Meidawati

v
DAFTAR ISI

ABSTRAK.....................................................................................i

KATA PENGANTAR..................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................vi

DAFTAR TABEL........................................................................ix

DAFTAR GAMBAR...................................................................xi

BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................1

A. Latar Belakang....................................................................1
B. Identifikasi Masalah............................................................7
C. Batasan Masalah..................................................................8
D. Rumusan Masalah...............................................................8
E. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian..........................8
F. Kajian Pustaka...................................................................10
G. Metode Penelitian..............................................................14
H. Sistematika Penulisan........................................................27

BAB II TINJAUAN TEORI......................................................29

A. Pengembangan Ekonomi Pesantren..................................29


B. Tujuan Pengembangan Ekonomi Pondok Pesanten..........33
C. Proses Pengembangan Ekonomi Pondok Pesantren.........34
D. Model Pengembangan Ekonomi Pesantren.......................38
E. Integrated Farming...........................................................39
1. Pengertian Integrated Farming (Pertanian Terpadu). . .39
2. Tujuan Integrated Farming (Pertanian Terpadu)..........42
3. Komponen Integrated Farming.....................................42

4. Manfaat Pengembangan Integrated Farming (Pertanian Terpadu)


43
vi
5. Kendala Pengembangan Pertanian Terpadu..................45
F. Kerangka Berpikir.............................................................46

BAB III GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN........48

A. Sejarah Singkat Berdiri dan Perkembangan Pondok Pesantren Al-


Masthuriyah..............................................................................48
B. Profil Pondok Pesantren Al-Masthuriyah.........................50
C. Visi Misi Pondok Pesantren Al-Masthuriyah...................51
D. Struktur Organisasi Pondok Pesantren Al-Masthuriyah...51
E. Fasilitas dan Sarana Penunjang.........................................55
F. Integrated Farming Pondok Pesantren Al-Masthuriyah...55

BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN......................65

A. Proses Pengembangan Ekonomi Pondok Pesantren Al- Masthuriyah


Melalui Integrated Farming.....................................................65
B. Hasil Pengembangan Ekonomi Pondon Pesantren Al- Masthuriyah
Melalui Unit Usaha Integrated Farming..................................77
1. Meningkatkan Pendapatan Ekonomi Pesantren............77
2. Meningkatkan Pengetahuan dan Keterampilan.............94
C. Faktor Pendukung dan Penghambat Pengembangan Ekonomi Pondon
Pesantren Al-Masthuriyah Melalui Unit Usaha Integrated Farming 96

BAB V PEMBAHASAN..........................................................100

A. Proses Pengembangan Ekonomi Pondok Pesantren Al- Masthuriyah


Melalui Unit Usaha Integrtaed Farming................................100
B. Hasil Pengembangan Ekonomi Pondon Pesantren Al- Masthuriyah
Melalui Unit Usaha Integrated Farming................................107
C. Faktor Pendukung dan Penghambat Pengembangan Ekonomi Pondon
Pesantren Al-Masthuriyah Melalui Unit Usaha Integrated Farming 110

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN.......................................112

A. Kesimpulan.....................................................................112
B. Saran................................................................................115

DAFTAR PUSTAKA...............................................................116

LAMPIRAN..............................................................................121

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Subjek Informan Penelitian........................................17


Tabel 3. 1 Susunan Dewan Pengasuh dan Pimpinan PP Al- Masthuriyah 51
Tabel 3. 2 Staf Unit Usaha Integrated Farming...........................57
Tabel 4. 1 Analisa Biaya Operasional Budidaya Holtikultura Aquaponik
sistem NFT dan DBS...................................................................79
Tabel 4. 2 Perhitungan Hasil Panen Budidaya Holtikultura Aquaponik Sistem
NFT dan DBS..............................................................................81
Tabel 4. 3 Hasil Selisih Margin Budidaya Holtikultura Aquaponik Sistem
NFT dan DBS..............................................................................82
Tabel 4. 4 Laba Bersih Hasil Budidaya Holtikultura Aquaponik Sistem NFT
dan DBS.......................................................................................82
Tabel 4. 5 Analisa Biaya Operasional Budidaya Holtikultura Aquaponik
Sistem Fertigasi Tetes..................................................................83
Tabel 4. 6 Estimasi Hasil Panen dan Penjualan Budidaya Holtikultura
Aquaponik Sistem Fertigasi Tetes...............................................85
Tabel 4. 7 Hasil Selisih Margin Budidaya Holtikultura Aquaponik Sistem
Fertigasi Tetes..............................................................................86
Tabel 4. 8 Laba Bersih Hasil Budidaya Holtikultura Aquaponic Sistem
Fertigasi Tetes..............................................................................86
Tabel 4. 9 Analisa Biaya Operasional Budidaya Lele Sistem Bioflok 87
Tabel 4. 10 Perhitungan Hasil Panen Budidaya Lele Sistem Bioflok 89
Tabel 4. 11 Hasil Selisih Margin Budidaya Lele Sistem Bioflok89

viii
Tabel 4. 12 Laba Bersih Budidaya Lele Sistem Bioflok.............90
Tabel 4. 13 Perhitungan Kasar Hasil Panen Integrated Farming Selama Satu
Tahun...........................................................................................92

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Kerangka Berpikir..................................................47


Gambar 3. 1 Kolam Lele Bioflok 59 Gambar 3.
2 Sarana Pertanian Nutrent Film Technique (NFT)....................62
Gambar 3. 3 Sarana Pertanian Fertigasi Tetes dalam Polybag....63
Gambar 3. 4 Sarana Pertanian Dutch Bucket System (DBS)......64

x
BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebuah negara dikatakan sejahtera dan makmur ketika memiliki
sumber daya alam yang kaya dan sumber daya manusia yang produktif
dan berkualitas. Nyatanya Indonesia yang kaya akan sumber daya alam
belum mampu bersaing, terutama dari segi ekonomi. Pembangunan
ekonomi hingga kini masih menjadi salah satu masalah mendasar
sebagai tantangan terbesar bangsa Indonesia.

Salah satu pemicu kegagalan dalam perekonomian Indonesia


dikarenakan adanya kebijakan pemerintah mengenai sistem ekonomi
konglomerasi. Sistem ekonomi berbasis konglomerasi ini pada
kenyataannya hanya menguntungkan satu pihak saja yang sudah
mempunyai kemampuan serta akses ekonomi. Sementara mereka yang
tidak mempunyai kemampuan serta akses tidak dapat melaksanakan
kegiatan-kegiatan ekonomi yang dapat menguntungkan usahanya
(Supeno, 2019, h. 85).

Melihat kegagalan dari adanya sistem konglomerasi, maka


aktivitas perekonomian harus diarahkan agar dapat meningkatkan
kesejahteraan sebagai alternatif solusi, sehingga tidak terdapat
ketimpangan dalam mengembangkan ekonomi. Alternatif solusi
tersebut adalah dengan

1
menumpahkan harapan ekonomi ke lembaga-lembaga ekonomi berbasis
rakyat yang telah terbukti eksistensinya dalam sejarah kehidupan
masyarakat.

Syam dalam Supeno (2019, h. 85) berpendapat bahwa pada


kenyataannya pondok pesantren dianggap sebagai lembaga yang
potensial untuk bergerak ke arah ekonomi berbasis rakyat. Sebagaimana
kekuatan yang dimilikinya, pondok pesantren berpotensi besar dalam
upaya pengembangan ekonomi, baik untuk pengembangan ekonomi
pondok pesantren sendiri maupun masyarakat sekitar pondok pesantren.

Saat ini pondok pesantren tidak hanya bergerak pada penanaman


karakter keislaman dan keilmuan santri saja, namun arah tujuan pondok
pesantren sudah bergerak pada aspek yang lebih luas lagi terutama pada
masyarakat dan kesejahteraan. Beragam upaya dilakukan demi mencapai
tujuan yang telah di rencanakan, salah satunya yaitu dengan menyertakan
masyarakat dalam kegiatan ekonomi pesantren.

Sasaran akhir dari pengembangan ekonomi pondok pesantren


adalah kemandirian pesantren. Selama ini pondok pesantren selalu
dilabeli sebagai lembaga yang mempunyai kekuatan ekonomi dari hasil
iuran dan sumbangan santri serta bantuan dari institusi formal maupun
non formal. Pondok pesantren akan terbebas dari anggapan tersebut
ketika menjadi lembaga yang kuat dalam sektor ekonomi.

2
Dengan begitu, setiap kegiatan pembangunan gedung atau kegiatan lain
tidak sibuk mengedarkan proposal ke sana- kemari (Rufaidah, 2002, h.
432).

Karni dalam Suyatman (2017, h. 304) menegaskan bahwa


pesantren merupakan lembaga yang didalamnya terjalin ikatan
kepercayaan yang sangat kuat antara kiyai, santri, orang tua santri,
alumni, keluarga alumni, dan masyarakat sekitar. Adanya ikatan
kepercayaan yang kuat ini merupakan modal sosial yang harus dijaga
karena sangat berharga bagi sebuah kegiatan ekonomi.

Perkembangan jumlah pondok pesantren di Indonesia secara


terus menerus mengalami peningkatan. Data dari Dirjen Pendidikan
Diniyah dan Pondok Pesantren pada tahun 2021 tercatat jumlah pondok
pesantren sebanyak 33218 yang tersebar diseluruh Indonesia. Dengan
jumlah pondok pesantren sebanyak itu bisa menjadi potensi yang dapat
dimaksimalkan melalui program pemberdayaan terutama dalam hal
ekonomi.

Berbicara mengenai fungsi pondok pesantren, Supeno (2019, h.


7) menjelaskan bahwa pondok pesantren memiliki fungsi sebagai
lembaga dakwah, lembaga pendidikan, dan pusat pengkaderan ulama.
Melalui Pusat Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), pondok
pesantren mendapat tambahan fungsi baru, yaitu sebagai lembaga
pemberdayaan masyarakat. Dari fungsi terbaru, sudah

3
banyak pondok pesantren yang menyadari peran, fungsi, dan potensinya
di bidang sosial dan ekonomi, serta dapat mensejajarkan langkahnya
dengan perkembangan ekonomi, di antaranya pondok pesantren Ar-
Risalah di Yogyakarta, pondok pesantren Fathiyyah Al-Idrisiyyah di
Kecamatan Cisayong, pondok pesantren Riyadhul Jannah di Pacet
Mojokerto dan lainnya.

Salah satu pondok pesantren yang juga memikirkan tentang


pentingnya kemandirian dan kemajuan ekonomi guna menjaga
kesejahteraan pondok pesantren adalah pondok pesantren Al-
Masthuriyah Cisaat Sukabumi yang dipimpin oleh Drs. KH. Abdul Aziz
Masthuro. Pondok pesantren yang sudah berdiri sejak 1 Januari 1920 ini
tidak hanya memainkan fungsinya sebagai lembaga pendidikan dan
penyiaran agama sebagimana umumnya, tetapi juga melakukan
pengembangan dibidang ekonomi dengan mendirikan unit usaha
produktif dalam bidang agribisnis sebagai basis dari pengembangan
ekonomi yang dapat memberi keuntungan kepada pondok pesantren.

Unit usaha produktif tersebut dibangun untuk pengembangan


ekonomi dan kesejahteraan pesantren. Adapun fungsi dari usaha
produktif ini selain sebagai media pembelajaran santri juga untuk
meningkatkan pendapatan pesantren dalam upaya pengembangan
ekonomi dan kesejahteraan mayarakat pesantren. Berbagai alternatif
kegitan usaha ekonomi ditentukan oleh pengelola pondok

4
pesantren dalam membaca, mendefinisikan, memanfaatkan, serta
mengorganisasikan sumberdaya, baik internal ataupun eksternal
(Amrullah, 2019, h. 258).

Saat ini pondok pesantren Al-Masthuriyah yang juga melibatkan


santri dan masyarakat sekitar sedang mengembangkan unit usaha
integrated farming (pertanian terpadu). Integrated farming ini
merupakan gabungan dari sistem pertanian tradisional dengan ilmu
pengetahuan modern yang menggabungkan pertanian, perikanan, dan
peternakan dalam satu lahan. Pada lahan pertanian terdapat berbagai
jenis tanaman yang dikembangkan diantaranya yaitu kangkung, bawang
merah, cabe rawit domba, tomat, dan lain sebagainya.

Adanya keterlibatan masyarakat dalam mengelola pertanian


terpadu ini merupakan bentuk implementasi pondok pesantren sebagai
lembaga perekonomian guna menyejahterakan santri dan masyarakat
luas dengan visi
“terwujudnya kemandirian dan kesejahteraan ekonomi umat
yang berasaskan persatuan, gotong royong dan budaya
ta'awun dengan landasan syariah Islam”
(http://almasthuriyah.id/ diakses pada 24 Mei 2021).

Dalam rangka mengembangkan ekonomi pesantren, pemerintah


melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementrian Kelautan
dan Perikanan serta Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat memberikan
bantuan sebagai salah satu

5
upaya untuk mendukung mewujudkan program pengembangan
kemandirian ekonomi. Hal ini tentunya akan sangat membantu pondok
pesantren dalam mengembangan program unit usaha integrated farming
(pertanian terpadu).

Peran dan kontribusi pondok pesantren dengan adanya terobosan


dan aktifitas yang dilakukan pondok pesantren Al-Masthuriyah juga turut
membantu masyarakat sekitar dengan menyediakan lapangan pekerjaan
dan melakukan peningkatan kapasitas melalui pemberian pelatihan. Hal
yang dilakukan pondok pesantren Al- Masthuriyah tersebut merupakan
suatu bentuk kebaikan, sebagaimana Islam yang senantiasa mengajarkan
umatnya untuk memberikan manfaat kepada sesama manusia ataupun
sesama ciptaan Allah SWT, seperti fiman Allah SWT dalam surat Al-
Maidah ayat 2:

‫د َوان‬
‫وَت َعا َوُنوأ اا ْل ’ِّب ِّر َوالَت ّ ْق َو ى و َلت ا َوُنوأ عَلى ا ْ َِّلْث ِّم ْ ُلع‬
‫وا‬ ‫عَلى‬
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebaikan dan takwa, dan jangan tolong- menolong dalam berbuat dosa
dan permusuhan.” (QS: Al- Maidah: 2)

Pada ayat tersebut dijelaskan untuk saling tolong- menolong


antara satu dengan yang lain dalam hal kebaikan. Dengan adanya tolong-
menolong dapat memupuk terciptanya rasa persaudaraan dan kasih
sayang antar sesama. Adapun salah satu bentuk tolong-menolong ini
seperti yang

6
dilakukan oleh pondok pesantren Al-Masthuriyah yang berupaya untuk
memberikan manfaat dan mashalat dengan cara melibatkan santri dan
masyarakat sekitar dalam kegiatan unit usaha integrated farming.

Fenomena yang menarik diteliti adalah keberhasilan unit usaha


integrated farming sebagai salah satu unit usaha yang terdapat di pondok
pesantren Al-Masthuriyah yang dapat memberi peluang menciptakan
kemandirian pesantren guna mengembangkan dan meningkatkan
ekonomi demi menunjang biaya operasional pesantren. Maka dari itu,
menjadikan alasan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul
“Pengembangan Ekonomi Pondok Pesantren Melalui Integrated
Farming (Studi Kasus Pada Pondok Pesantren Al-Masthuriyah Cisaat
Sukabumi)”

B. Identifikasi Masalah
Dari penjelasan latar belakang sebelumnya, maka masalah
yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
1. Adanya anggapan pondok pesantren sebagai lembaga pengedar
proposal, maka pondok pesantren perlu melakukan suatu upaya
untuk membangun kemandirian ekonomi salah satunya melalui
unit usaha integrated farming.
2. Integrated farming dipilih sebagai alternatif solusi dari
ketersediaan lahan pondok pesantren yang terbatas serta lahan
pertanian yang semakin berkurang karena beralih fungsi menjadi
bangunan perumahan.

7
3. Unit usaha integrated farming berpotensi sebagai sarana
meningkatkan kesejahteraan pondok pesantren.

C. Batasan Masalah
Untuk mengarahkan penelitian ini agar lebih spesifik, maka
peneliti memberi batasan pada penelitian ini untuk mengkaji proses
pengembangan ekonomi pondok pesantren Al-Masthuriyah melalui unit
usaha integrated farming. Hal ini bertujuan agar penelitian dapat
terfokus serta mendapatkan hasil yang mendalam.

D. Rumusan Masalah
Dengan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
berikut ini diajukan beberapa pertanyaan yang dirumuskan sebagai
berikut:
1. Bagaimana proses pengembangan ekonomi pondok pesantren Al-
Masthuriyah melalui unit usaha integrated farming?
2. Bagaimana hasil pengembangan ekonomi pondok pesantren Al-
Masthuriyah melalui unit usaha integrated farming?
3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat pengembangan
ekonomi pondok pesantren Al- Masthuriyah melalui unit usaha
integrated farming?
E. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan
Berdaarkan pada rumusan dan pertanyaan penelitian, maka
tujuan yang ingin dicapai diantaranya:

8
a. Untuk mengetahui proses pengembangan ekonomi pondok pesantren
Al-Masthuriyah melalui unit usaha integrated farming.
b. Untuk mengetahui hasil pengembangan ekonomi pondok pesantren
Al-Masthuriyah melalui unit usaha integrated farming.
c. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat
pengembangan ekonomi pondok pesantren Al- Masthuriyah melalui
unit usaha integrated farming.
2. Manfaat
Hasil dari penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan
manfaat baik dari segi teoritis maupun secara praktis yang diuraikan
sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini dapat digunakan untuk
memperkaya wawasan dan pengembangan ilmu pengetahuan serta dapat
digunakan pula sebagai referensi dan rujukan dalam kajian
pengembangan atau pemberdayaan ekonomi pondok pesantren melalui
integrated farming.

b. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi bahan informasi bagi
siapapun pembacanya terutama bagi pihak pondok pesantren Al-
Masthuriyah dapat menjadi bahan acuan dan evaluai dalam
pengembangan ekonomi pondok pesantren yang melibatkan santri dan
masyarakat sekitar pondok pesantren Al-Masthuriyah.

9
F. Kajian Pustaka
Untuk mengetahui keaslian yang akan dilakukan penelitian ini,
maka perlu disajikan beberapa penelitian terdahulu yang mempunyai
relevansi dengan tema penelitian ini. Diantaranya adalah:

Nurhidayah (2018) dalam penelitiannya tentang pemberdayaan


ekonomi masyarakat berbasis petanian terpadu menjelaskan bahwa
pemberdayaan ekonomi yang dilakukan oleh joglo tani di dusun
Mandungan dilaksanakan sesuai dengan konsep pemberdayaan yang
terdiri dari enam prinsip dan strategi pemberdayaan dalam membangun
kesadaran masyarakat yang diimplementasikan melalui kegiatan
budidaya ikan dan padi (mina padi), ternak besar, ternak unggas,
pemanfaatan limbah menjadi pupuk kompos serta budidaya tanaman
holtikultura. Kegiatan tersebut berhasil membuka lapangan pekerjaan,
menciptakan kedaulatan pangan, dan meningkatkan pendapatan
masyarakat.

Persamaan penelitian Nurhidayah dengan penelitian ini adalah


sama-sama membahas pertanian terpadu sebagai upaya dalam
mengembangkan dan meningkatkan pekonomian. Adapun perbedaannya
adalah pada penelitian Nurhidayah mengkaji tentang pemberdayaan
ekonomi masyarakat dengan fokus kajian pada konsep, implementasi,
dan hasil, sedangkan penelitian ini meneliti mengenai pengembangan
ekonomi pondok pesantren dengan fokus

10
kajian pada proses, hasil, serta faktor pendukung dan penghambat.

Mohammad Rifky Khariri (2021) dalam penelitiannya Khariri


mengangkat masalah tentang bagaimana peran koperasi pondok
pesantren Al-Hikam dalam memberdayakan masyarakat sekitar. Khariri
mengemukakan bahwa kopontren Al-Hikam telah melakukan perannya
sebagai organisasi pemberdayaan masyarakat, yaitu dengan membuka
lapangan pekerjaan baru dan menjalin kerjasama dengan mitra-mitra
koperasi agar mendapatkan perluasan pasar sehingga berdampak pada
naiknya penjualan dan meningkatnya pendapatan mitra kopontren.
Selain itu, terdapat pula peran modal sosial yang dimiliki oleh kopontren
Al-Hikam dalam melakukan pemberdayaan ekonomi, diantaranya yaitu
peran jaringan, peran kepercayaan, dan peran normal

Persamaan penelitian Khariri dengan penelitian ini yaitu sama-


sama mengangkat tema tentang upaya pesantren dalam melakukan
pemberdayaan. Sementara perbedaannya terletak pada objek
peneltiannya, penelitian Khariri meneliti peran koperasi pondok
pesantren Al-Hikam Malang dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat,
sedangkan penelitian ini mengkaji tentang pengembangan ekonomi
pondok pesatren melalui unit usaha integrtared farming.

11
Abdurrahman (2015) pada penelitiannya tentang pemberdayaan
yang dilakukan oleh pondok pesantren Al- Idrus terhadap perkembangan
ekonomi masyarakat desa Repaking menemukan bahwa pondok
pesantren Al-Idrus telah membuktikan mampu memberdayakan
masyarakat disekitarnya dengan dua lembaga swadaya yang dimilikinya,
yaitu lumbung tani dan BMT Al-Idrus. Lahirnya dua lembaga swadaya
tersebut sebagai wujud kepedulian pondok pesantren Al-Idrus akan
kondisi perekonomian masyarakat desa Repaking yang masih termasuk
pada kelas menengan kebawah. Lumbung tani membantu masyarakat
dalam melaksanakan kegiatan pertanian, sementara itu dalam hal
keuangan masyarakat desa Repaking dibantu oleh BMT Al- Idrus. Selain
merasakan manfaat akan keberadaan program- program yang dijalankan
pesantren Al-Idrus, masyarakat desa Repaking juga mengalami
perubahan dari segi pola perekonomian dan dari segi keagamaannya.

Persamaan penelitian Abdurrahman dengan penelitian ini yaitu


sama-sama meneliti tentang upaya pondok pesanten dalam
pengembangan ekonomi. Adapun perbedaannya adalah jika penelitian
Abdurrahman upaya pengembangan ekonomi dilakukan melalui lembaga
swadaya pesantren sedangkan penelitian ini melalui unit usaha pondok
pesantren.

Jeni Lestari (2019) dalam penelitiannya tentang pemberdayaan


santri melalui integrated farming system (IFS)

12
yang dilakukan di Pondok Pesantren Sunan Gunungjati Ba’alawi
Kecamatan Gunungpati Kota Semarang menjelaskan bahwa melalui
penyuluhan dan pelatihan penerapan integrated farming system (IFS) di
pondok pesantren dapat memberikan beberapa manfaat pada santri,
diantaranya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan , kreativitas,
jiwa sosial, rasa tanggungjawab, serta kedisiplinan santri. Lebih lanjut
lagi pembentukan kelompok Agrofarm sebagai pendekatan yang dipakai
dalam proses pemberdayaan menjadikan pengelolaan integrated farming
system (IFS) lebih baik, hal ini dibuktikan dengan hasil produksi yang
terdiri dari tanaman berupa sayur dan buah, ternak sapi dan kambing,
ikan lele, serta pupuk organik.

Persamaan penelitian Lestrai dengan penelitian ini yaitu sama-


sama meneliti tentang integrated farming. Sementara letak perbedaannya
adalah penelitian yang dilakukan oleh Lestari memfokuskan pada
pemberdayaan santri yang tediri dari proses, faktor pendukung dan
penghambatnya. Sedangkan penelitian ini memfokuskan pada integrated
farming sebagai upaya pengembangan ekonomi pesantren yang terdiri
dari proses, hasil, serta faktor pendukung dan penghambat.

Yeni Yuliani (2019) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa


unit usaha yang terdapat di pondok pesantren jika terorganisir dengan
baik akan memberikan output dan income yang baik. Hal ini dapat
terjadi salah

13
satunya dengan adanya program pengembangan ekonomi pesantren.
Program tersebut dapat dilakukan melalui penguatan kapasitas pengelola
unit usaha. Upaya penguatan kapasitas pengelola unit usaha ini
dilakukan sesuai dengan kebutuhan perkembangan unit usaha dan
ekonomi pesantren. Pengumpulan data pada penelitian Yuliani
menggunakan teknik wawancara apresiatif, FGD, angket monitoring dan
evaluasi dengan teknik MSC. Penelitian yang dilakukan di pondok
pesantren Darussalam Sindangsari Kertamanah Garut Jawa Barat
menunjukan bahwa hasil dari seluruh rangkaian kegiatan penguatan
kapasitas yang terdiri dari pelatihan menjahit, sharing knowledge
manajemen keuangan dan sharing knowledge segmentasi pasar
berdampak positif pada pengembangan kapasitas peserta pelatihan dan
ekonomi Pondok Pesantren Darussalam.

Persamaan penelitian Yuliani dengan penelitian ini yaitu sama-


sama membahas mengenai pengoptimalan unit usaha pondok pesantren.
Adapun perbedaannya terletak pada teknik pengumpulan data penelitian
yang digunakan. Selain itu, fokus pada penelitian yuliani adalah pada
kegiatan penguatan kapasitas sedangkan penelitian ini pada proses, hasil,
serta faktor pendukung dan penghambat.

G. Metode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini yaitu pendekatan


kualitatif. Menurut Mantra dalam (Sodik, 2015,

14
h. 28) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif merupakan proses
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata dalam
bentuk lisan maupun tulisan dari orang- orang serta perilaku yang dapat
diamati. Menurut Sukidin dalam (Sodik, 2015, h. 28) pendekatan
kualitatif berusaha mengungkap beragam keunikan secara menyeluruh,
rinci, dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah yang terdapat
pada individu, kelompok, masyarakat, dan atau organisasi dalam
kehidupan sehari-hari.

Penelitian kualitatif sering kali disebut sebagai metode penelitian


naturalistik karena penelitianya di lakukan pada kondisi yang alamiah
(natural setting), selain itu disebut juga sebagai metode etnographi
karena pada awalnya metode ini lebih banyak di gunakan untuk
penelitian bidang antropologi budaya. Menurut Saldana (Sugiyono,
2019, h. 361) penelitian kualitatif digunakan untuk meneliti kehidupan
sosial yang natural/alamiah. Dalam penelitian ini, informasi yang
diperoleh dianalisis kualitatif (nonkuantitatif). Informasi dapat berupa
transkrip hasil wawancara, catatan lapangan, dokumen atau bahan-bahan
yang bersifat visual seperti foto, video, bahan dari internet, dan
dokumen-dokumen lain tentang kehidupan manusia secara individu atau
kelompok.

Adapun jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini


adalah studi kasus. Studi kasus (case study) merupakan metode untuk
menghimpun dan menganalisis

15
data berkenaan dengan sesuatu kasus. Kasus ini bisa berkenaan dengan
peprorangan, kelompok (kerja, kelas, sekolah, etnis, ras, agama, sosial,
budaya, dan lain-lain), keluarga, lembaga, organisasi, daerah/wilayah
dan lain-lain. Studi kasus diarahkan untuk mengkaji kondisi, kegiatan,
perkembangan, serta faktor-faktor penting yang terkait dan menunjang
kondisi perkembangan tersebut. Jhon W. Best (1997) menyatakan bahwa
studi kasus bertujuan untuk memahami siklus kehidupan atau bagian dari
siklus kehidupan suatu unit individu (perorangan, keluarga, kelompok,
pranata sosial suatu masyarakat) (Hardani et al., 2020, h. 63-64).

Dengan jenis dan pendekatan penelitian yang dipilih diharapkan


dapat mengkaji lebih dalam dengan cara mendeskripsikan fenomena
yang ada di Pondok Pesantren Al-Masthuriyah dalam mengembangkan
ekonomi melalui unit usaha integrated farming.

2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Al- Masthuriyah


yang berlokasi di Jl. Nasional III, Cibolang Kaler, Kecamatan Cisaat,
Kabupaten Sukabumi. Pemilihan lokasi ini melalui pertimbangan karena
adanya fenomena yang menarik, yaitu adanya aktivitas unit usaha dan
bisnis integrated farming (pertanian terpadu) di pondok pesantren Al-
Masthuriyah sebagai upaya kemandirian ekonomi yang dapat
melibatkan partisipasi masyarakat. Adapun waktu

16
penelitian dimulai dari bulan Juli 2021 sampai dengan selesai.

3. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah sekretaris pondok pesantren Al


Masthuriyah, wakil bidang pengembangan ekonomi pondok pesantren Al
Masthuriyah sekaligus penanggung jawab unit usaha integrated farming
pondok pesantren Al Masthuriyah, karyawan dan santri yang ikut
mengelola unit usaha integrated farming. Sedangkan objek dari
penelitian ini adalah pengembangan ekonomi pondok pesantren melalui
unit usaha integrated farming. Terdapat delapan informan sebagai subjek
dalam penelitian ini, diantaranya:

Tabel 1. 1 Subjek Informan Penelitian

No Nama Posisi Informasi Teknik


Informan yang dicari pengambilan
data

1. Daden Sekretaris Profil pondok Dokumentasi


Abdullah pimpinan pesantren Al-
MS, S.IP, pondok Masthuriyah
M.Ag pesantren Al-
Masthuriyah

17
a. Latar
2. Oman Wakil belakang Observasi,
Zaenurroh bidang unit usaha wawancara
man pengembang- integrated dan
an ekonomi farming dokumentasi
sekaligus pondok
penanggung pesantren
jawab unit Al-
usaha Masthuri-
integrated yah
farming b. Proses,
hasil,
faktor
pendukung
dan
pengham-
bat
pengemba-
ngan
ekonomi
pondok
pesantren
melalui
unit usaha
integrated
farming

3. Yuyus Karyawan Proses, hasil, Wawancara


Ishak faktor
pendukung dan
penghambat
pengembangan
ekonomi
pondok
pesantren
melalui unit
usaha
integrated
farming

18
5. Dadang Karyawan Proses, hasil, Wawancara
faktor
pendukung dan
penghambat
pengembangan
ekonomi
pondok
pesantren
melalui unit
usaha
integrated
farming

6. Ajid Karyawan Proses, hasil, Wawancara


faktor
pendukung dan
penghambat
pengembangan
ekonomi
pondok
pesantren
melalui unit
usaha
integrated
farming

7. Alfitra Santri Proses, hasil, Wawancara


faktor
pendukung dan
penghambat
pengembangan
ekonomi
pondok
pesantren
melalui unit
usaha
integrated
farming

19
8. Ahmad Santri Proses, hasil, Wawancara
Rifai faktor
pendukung dan
penghambat
pengembangan
ekonomi
pondok
pesantren
melalui unit
usaha
integrated
farming
Sumber: Diolah oleh peneliti

4. Teknik Pemilihan Informan Penelitian

Pada penelitian kualitatif sampel bukan dinamakan sebagai


responden, melainkan sebagai informan, partisipan, atau narasumber.
Adapun teknik pengambilan sample yang digunakan dalam penelitian ini
adalah purposive sampling. Teknik purposive sampling adalah
pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu,
misalnya orang tersebut dianggap sebagai yang paling tahu tentang apa
yang kita harapkan atau sebagai penguasa sehingga akan mempermudah
peneliti mengkaji objek yang diletiti (Sugiyono, 2019, h. 400).

Hal terpenting dalam pemilihan sampel secara purposive menurut


Suyitno (2018, h. 95) adalah bagaimana menentukan informan kunci
(key informan). Informan kunci ditentukan atas keterlibatannya dengan
situasi atau kondisi sosial yang akan dikaji dalam fokus penelitian. Dari

20
infrorman kunci ini selanjutnya diminta untuk merekomendasikan
informan-informan berikutnya, dengan catatan informan tersebut
merasakan dan yang paling mengetahui tentang kajian dalam penelitian
ini.

5. Sumber Data

Berdasarkan sumbernya, data penelitian dibagi menjadi dua jenis


yaitu data primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Menurut Sodik (2015, h. 67-68) “data primer adalah data yang
diperolah dan atau dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari
sumber datanya melalui observasi dan wawancara.” Data primer disebut
juga sebagai data asli atau data baru yang bersifat up to date. Data
primer pada penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara dengan wakil
pimpinan bidang pengembangan ekonomi pondok pesantren Al
Masthuriyah sekaligus penanggung jawab unit usaha integrated farming
pondok pesantren Al Masthuriyah, karyawan serta santri yang ikut
mengelola unit usaha integrated farming.

b. Data Sekunder
Menurut Sodik (2015, h. 68) data sekunder adalah data
penunjang yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai
sumber yang sudah ada untuk melengkapi data primer. Data sekunder
dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti buku, jurnal, laporan,
dokumen dan lain-lain. Dalam penelitian ini data sekunder diambil dari
data jurnal,

21
dokumen pondok pesantren dan berbagai literatur tertentu yang
berhubungan dan terkait dengan penelitian.

6. Teknik Pengumpulan Data

Secara umum terdapat empat macam teknik pengumpulan data,


yaitu observasi, wawancara, dokumentasi, dan triangulasi. Teknik
pengumpulan data pada penelitian ini diperoleh berdasarkan pada
pernyataan Catherine Marshall dan Giretchen B. Rossman yang
menyatakan bahwa pengumpulan data pada penelitian kualitatif yang
utama adalah observasi, wawancara dan dokumentasi.

“the fundamental methods relied on by qualitative researches for


gathering information are, direct observation, in-depth
interviewing, and document review” (Sugiyono, 2019, h. 411)
a. Observasi
Menurut Uman dan Purnomo dalam (Hardani, 2020,
h. 123) observasi adalah pengamatan disertai pencatatan yang sistematis
terhadap berbagai gejala yang akan diteliti. Sedangkan menurut
Sukmadinata dalam (Hardani, 2020, h. 123) observasi atau pengamatan
merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan melakukan
pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangung. Dalam
menggunakan teknik observasi yang terpenting ialah mengandalkan
indra penglihatan dan pendengaran.

22
Terkait dengan permasalahan dalam penelitian, teknik observasi
digunakan untuk memperoleh data mengenai aktivitas dan pengelolaan
unit usaha integrated farming yang ada di pondok pesantren Al-
Masthuriyah dalam mengembangkan ekonominya. Dengan demikian,
penelitian dilakukan dengan pengamatan secara langsung dan melakukan
pencatatan secara sistematis apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan
terhadap fenomena yang diteliti guna mendapatkan data yang berkaitan
dengan masalah yang akan diteliti. Melalui observasi ini diharapkan data
yang didapatkan akan lebih lengkap, padat, dan mendalam.

b. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik pengambilan data yang
dilakukan melalui kegiatan komunikasi lisan antara dua orang atau lebih
secara langung dengan maksud tertentu. Menurut Nazir dalam (Hardani,
2020, h. 138) wawancara adalah proses memperoleh data atau informasi
untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab antara pewawancara
dengan informan dengan menggunakan alat yang dinamakan interview
guide (panduan wawancara).

Pada penelitian ini wawancara dilakukan langsung kepada


informan demi mendapatkan data yang dibutuhkan. Bentuk wawancara
yang digunakan adalah wawancara terstruktur dimana peneliti telah
menyiapkan pertanyaan- pertanyaan secara tertulis untuk ditanyakan
langsung kepada

23
responden. Teknik ini digunakan dengan tujuan agar pertanyaan dan
jawaban lebih terpusat dan teratur. Dalam proses waancara, peneliti
mencatat hasil wawancara dengan tulisan tangan serta menggunakan
bantuan recorder handphone.

c. Dokumentasi
Menurut Hardani (2020, h. 150) dokumentasi merupakan cara
mengumpulkan data dengan mencatat data- data yang sudah ada yang
bertujuan sebagai pelengkap data penelitian. Pada penelitian ini teknik
dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan data melalui
dokumen-dokumen yang ada, seperti catatan-catatan, gambar,
tabel/skema, struktur organisaasi, arsip kegiatan atau peristiwa tertentu
yang berhubungan dengan penelitian.

7. Teknik Analisis Data

Analisis data pada penelitian kualitatif dimulai sebelum


pengumpulan data, selama pengumpulan data berlangsung dan setelah
semua data terkumpul. Analisis data merupakan proses mencari dan
menyusun data secara sistematis yang diperoleh dari observasi,
wawancara, dan dokumentasi yang dilakukan dengan mengorganisasikan
data kedalam kategori, menjabarkan data kedalam unit-unit,
mensintesiskanya, menyusun kedalam pola, memilih apa yang penting
dan apa yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan (Sugiyono,
2019, h. 436).

24
Milles dan Huberman dalam Sugiyono (2019, h. 438)
menjelaskan bahwa kegiatan analisis data kualitatif dilakukan secara
interaktif dan terjadi secara terus menerus sampai selesai, sehingga
datanya sudah jenuh. Kegiatan dalam analisi data terdiri dari reduksi
data, penyajian data, dan verifikasi/penarikan kesimpulan.

a. Reduksi Data (Data Reduction)


Reduksi data merupakan proses merangkum, menyederhanakan,
memilih dan memilah hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal
yang penting dari data kasar yang didapatkan di lapangan. Menurut
Sugiyono (2019, h. 440) data yang telah direduksi akan memberikan
gambaran yang lebih jelas serta mempermudah melakukan pengumpulan
data lebih lanjut apabila diperlukan.

b. Penyajian Data (Data Display)


Langkah selanjutnya adalah menyajikan data dari hail reduksi
data yang telah dilakukan sebelumnya. Pada penelitian kualitatif,
penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, matrik,
bagan, chart, dan sejenisnya.

c. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi (Conclusion


Drawing/Verification)
Langkah terakhir adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Kesimpulan dapat berupa dekripsi atau gambaran suatu objek yang
sebelumnya masih remang-remang atau

25
gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal
atau interaktif, hipotesis atau teori.

8. Teknik Validasi Keabsahan Data

Menurut Sugiyono (2019, h. 484) validasi keabsahan data


merupakan derajat ketepatan data yang sebenarnya terjadi pada objek
penelitian dengan data yang dilaporkan oleh peneliti. Data dalam
penelitian kualitatif dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan
antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi
pada objek yang diteliti. Pada penelitian ini, teknik validasi keabsahan
data yang digunakan adalah metode triangulasi.

Menurut Wiliam Wiersma dalam Sugiyono (2019, h. 494)


triangulasi diartikan sebagai metode pengecekan data dari berbagai
sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Maka dari itu, terdapat
triangulasi sumber, triangulasi teknik, dan triangulasi waktu. Triangulasi
sumber dilakukan untuk menguji keabsahan data dengan cara memeriksa
data yang telah diperoleh dari berbagai sumber. Triangulasi teknik
dilakukan dengan teknik wawancara, observasi, ataupun dokumentasi.
Sedangkan triangulasi waktu dilakukan dengan melihat waktu atau situasi
yang berbeda.

Data yang diperoleh mengenai pengembangan ekonomi pesantren


didapatkan dari hasil wawancara kepada karyawan unit usaha integrated
farming pondok pesantren Al-

26
Masthuriyah, santri, serta kepada wakil pimpinan bidang pengembangan
ekonomi pondok pesantren Al-Masthuriyah.

H. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi alasan mengusung tema pengembangan
ekonomi pondok pesantren melalui unit usaha integrated
farming yang dimuat dalam beberapa bagian yang terdiri dari
latar belakang, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan kajian
terdahulu dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN TEORI


Pada bab ini berisi penjelasan tentang teori-teori yang
digunakan sebagai landasan dalam penelitian ini, meliputi:
teori pengembangan ekonomi pondok pesantren dan
integrated farming. Teori akan didukung dengan referensi
yang kuat sehingga dapat mendukung kelayakan penelitian.

BAB III : GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN


Pada bab ini berisi mengenai gambaran umum tentang objek
penelitian yang meliputi profil dari pondok pesantren Al
Masthuriyah, visi dan misi, struktur organisasi, serta segala
sesuatu yang berhubungan dengan unit usaha integrated

27
farming (pertanian terpadu) di pondok pesantren Al
Masthuriyah.

BAB IV : DATA DAN TEMUAN PENELITIAN


Pada bab ini berisi temuan lapangan mengenai pengembangan
ekonomi pondok pesantren Al- MAsthuriyah melalui unit
usaha integrated farming.

BAB V : PEMBAHASAN
Pada bab ini berisi bahasan mengenai analisis temuan di
lapangan yang dihubungkan dengan teori-teori yang
digunakan.

BAB VI : SIMPULAN DAN SARAN


Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran dari seluruh proses
penelitian.

28
BAB II TINJAUAN

TEORI

A. Pengembangan Ekonomi Pondok Pesantren


1. Pengertian Pengembangan Ekonomi
Pengembangan menurut Suharto (2014, h.39) merupakan usaha
bersama dan terencana untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia.
Sedangkan Pengembangan ekonomi menurut Suharto (2004, h. 3) adalah
suatu usaha bersama dan terencana untuk meningkatkan kualitas
kehidupan manusia dalam bidang ekonomi dan mendayagunakan
kemampuan life skill yang dimiliki oleh masyarakat. Pengembangan
ekonomi adalah perubahan kondisi perekonomian menuju keadaan yang
lebih baik selama periode tertentu. (Suharto, 2014, h. 32).

Dapat di simpulkan bahwa pengembangan ekonomi bertujuan untuk


membentuk suatu usaha bersama dan terencana untuk meningkatkan
kualitas hidup manusia yang berkelanjutan menuju ke arah yang lebih
baik dalam periode tertentu. Pengembangan ekonomi lebih kearah
bagaimana pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat mengalami
perubahan berupa perkembangan dari beberapa sektor atau faktor
pendukungnya.

2. Ekonomi Pondok Pesantren

29
Istilah ekonomi berasal dari bahsa Yunani, yaitu oikonomia yang
terdiri dari dua suku kata oikos yang artinya segala sesuatu yang
berhubungan dengan pengelolaan ladang dan nomos yang berarti
undang-undang atau peraturan. Dalam perkembangannya, istilah ini
memiliki arti upaya yang dilakukan manusia untuk mencukupi
kebutuhan rumah tangganya. Terdapat tigas aspek utama dalam
pengertian ekonomi, yaitu produksi, konsumsi, serta distribusi barang
dan jasa. Ketiga aspek tersebut merupakan sarana untuk memenuhi
kebutuhan (Haryanto, 2011, h. 15).

Pesantren atau pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan


tradisional Islam untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran
agama Islam (tafaqquh fiddin) dengan menekankan moral agama Islam
sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari. Secara etimologi,
istilah pesantren berasal dari kata santri, yang dengan awalan pe dan
akhiran an berarti tempat tinggal santri. Kata “santri” juga merupakan
penggabungan antara suku kata sant (manusia baik) dan tra (suka
menolong), sehingga kata pesantren dapat diartikan sebagai tempat
mendidik manusia yang baik (Purnomo, 2017, h. 23).

Pesantren sebagaimana yang disebutkan oleh Ningsih (2005)


merupakan institusi keagamaan yang syarat akan nilai tradisi luhur
dimana menjadi karakteristrik pesantren yang khas. Secara potensial,
karakteristik tersebut memiliki peluang yang besar untuk dijadikan
sebagai dasar pijakan

30
dalam rangka menyikapi persoalan-persoalan yang menghambat
perkembangan pesantren secara khusus maupun masyarakat secara
umumnya termasuk dalamhal ekonomi (Supeno, 2019, h. 10).

Menurut Supeno (2019, h.10) pada pesantren modern


mengaplikasikan sistem ekonomi berdikari. Hal ini dikarenakan
kemandirian ekonomi dapat memajukan pesantren dan memperkuat
eksistensi pesantren tanpa meninggalkan sistem yang lama. Sehingga
dapat tercipta pesantren yang maju dan dapat memberdayakan santri,
serta dapat meningkatkan perekonomian baik untuk pesantren itu sendiri
maupun maupun masyarakat di sekitar pesantren.

3. Pengembangan Ekonomi Pondok Pesantren


Pesantren merupakan tempat praktik nyata di segala aspek tidak
terkecuali pada aktivitas ekonomi dalam pengembangan ekonomi
pesantren. Hal ini juga sangat strategis, mengingat masyarakat melihat
pesantren sebagai contoh dan teladan dalam aktivitas sehari-hari. Jika
pesantren mengembangkan potensinya dan berhasil dalam ekonomi tentu
hal itu akan diikuti oleh masyarakat. Sebaliknya, jika pesantren pasif dan
apatis tentu akan berpengaruh tidak baik kepada masyarakat dalam hal
pengembangan ekonomi (Marlina, 2014, h.14).

Pengembangan sebagai usaha bersama dan terencana untuk


meningkatkan kualitas kehidupan menjadikan pondok

31
pesantren terus berupaya agar mampu berdiri tanpa bergantung pada
pihak manapun. Maka dari itu, dalam pengembangannya, pondok
pesantren harus mulai membangun badan-badan usaha yang dikelola
secara mandiri. Dengan begitu, pondok pesantren tidak akan kekurangan
sumber penghidupan perekonomian untuk menjalankan lembaganya
(Supeno, 2019, h.13).

Menurut Mursyid (2011, h.180-181) apabila mencermati kebiasaan


dari perilaku ekonomi di lingkungan pesantren, maka terdapat
kemungkinan adanya model usaha yang sedang berjalan pada usaha-
usaha tersebut. Setidaknya ada empat macam kemungkinan pola usaha
ekonomi di lingkungan pondok pesantren, yaitu:

Pertama, usaha ekonomi yang berpusat pada kiai sebagai orang


yang paling bertanggung jawab dalam mengembangkan pesantren.
Misalnya seorang kiai mempunyai perkebunan cengkih yang luas. Dari
perkebunan tersebut dapat menghasilkan hubungan mutualisme yang
saling menguntungkan, diantaranya yaitu kiai dapat memproduksi
perkebunannya, santri mempunyai pendapat tambahan, dan keuntungan
yang dihasilkan dari perkebunan tersebut dapat menghidupi kebutuhan
pengembangan pesantrennya.

Kedua, usaha ekonomi pesantren untuk mendukung biaya


operasional pesantren. Contohnya, pesantren memiliki

32
unit usaha produktif. Dari keuntungan usaha-usaha produktif tersebut
pesantren mampu membiayai dirinya, sehingga seluruh biaya
operasional pesantren dapat disubsidi oleh usaha ekonomi ini.

Ketiga, usaha ekonomi untuk santri dengan memberi keterampilan


dan kemampuan bagi santri agar kelak keterampilan itu dapat
dimanfaatkan selepas keluar dari pesantren. Pesantren membuat program
pendidikan sedemikian rupa yang berkaitan dengan usaha ekonomi yang
tujuannya semata-mata untuk membekali santri agar mempunyai
ketrampilan tambahan, dengan harapan menjadi bekal dan alat untuk
kehidupannya.

Keempat, usaha ekonomi bagi para alumni santri. Pengurus


pesantren dengan melibatkan para alumni santri menggalang sebuah
usaha tertentu dengan tujuan untuk merintis suatu usaha produktif bagi
individu alumni. Keuntungan dari usaha produktif tersebut dapat
digunakan untuk menambah pendapatan santri dan selebihnya dapat
digunakan untuk mengembangkan pesantren. Namun, prioritas utama
tetap untuk pemberdayaan para alumni santri.

B. Tujuan Pengembangan Ekonomi Pondok Pesanten


Tujuan pengembangan ekonomi adalah untuk menguatkan
kemampuan ekonomi. Adapun tujuan pengembangan ekonomi menurut
Wibowo (2018, h. 12) adalah memampukan dan memandirikan
masyarakat

33
terutama dari kemiskinan, keterbelakangan atau kesenjangan dan
ketidakberdayaan. Menurut Muslim (2005, h. 5) tujuan lain dari
pengembangan ekonomi adalah pemberdayaan (empowerment)
masyarakat dan peningkatan ekonomi masyarakat serta kualitas hidup
masyarakat atau peningkatan harkat dan martabat masyarakat.
Pemberdayaan menurut Eddy dalam (Zubaedi, 2013, h. 24) berarti upaya
untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dengan mendorong,
memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang
dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkan potensi itu menjadi
tindakan nyata.

Sedangkan menurut Suharto (2014, h. 60) tujuan dari pengembangan


ekonomi adalah untuk mempunyai kekuasaan atau pengetahuan dan
kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat
fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu
menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi
dalam kegiatan sosial, serta dapat mandiri dalam melaksanakan tugas-
tugas kehidupannya.

C. Proses Pengembangan Ekonomi Pondok Pesantren


Secara umum, setiap kegiatan pengembangan ekonomi bertujuan
untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang berada pada lapisan
bawah. Pengembangan ekonomi secara umum dilaksanakan dalam
beberapa tahapan atau siklus yang berbeda-beda, tergantung pada tujuan
kegiatan, jenis kegiatan, dan konteks kegiatan. Berdasarkan teori

34
Carey (1980), Marzuki dan Suharto (1996) dalam (Suharto, 2014, h. 75-
80) bahwa secara garis besar kegiatan pengembangan ekonomit dapat
dirumuskan menjadi lima tahapan sebagai berikut:

1. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah erat kaitannya dengan asesmen kebutuhan
(need assesment). Kebutuhan diibaratkan sebagai kekurangan yang
mendorong masyarakat agar dapat mengatasinya. Besar atau luasnya
suatu kondisi yang ingin diperbaiki atau penentuan kekurangan dalam
kondisi yang ingin direalisasikan ditentukan dari asesmen kebutuhan.
Dalam kaitannya ini terdapat lima jenis kebutuhan, yaitu:
a. Kebutuhan absolut (absolute need) adalah kebutuhan dasar atau
kebutuhan minimal yang harus dipenuhi manusia agar bisa
mempertahankan kehidupannya (survive).
b. Kebutuhan normatif (normative need) adalah kebutuhan yang
didefinisikan oleh ahli atau profesional. Kebutuhan ini biasanya
ditentukan berdasarkan pada standar tertentu.
c. Kebutuhan yang dirasakan (felt need) adalah sesuatu yang dirasakan
atau dianggap oleh orang sebagai suatu kebutuhannya. Kebutuhan
ini merupakan petunjuk tentang kebutuhan yang nyata (real need).
Namun, kebutuhan ini berbeda antara satu orang ke orang lainnya,
karena kebutuhan ini tergantung pada persepsi

35
orang yang bersangkutan mengenai sesuatu yang dinginkannya pada
waktu tertentu.
d. Kebutuhan yang dinyatakan (stated need) adalah kebutuhan yang
dirasakan yang diubah menjadi kebutuhan yang tergantung pada
banyaknya permintaan.
e. Kebutuhan komparatif (comparative need) adalah kesenjangan
antara tingkat pelayanan pada wilayah yang berbeda untuk
kelompok orang yang memiliki karakteristik yang sama.
2. Penentuan Tujuan
Tujuan didefinisikan sebagai kondisi yang ingin dicapai di masa
depan. Penentuan tujuan bermaksud untuk menuntun program menuju
pemecahan masalah serta dapat dijadikan sebagai target yang menjadi
dasar bagi keberhasilan program. Terdapat dua jenis atau tingkat tujuan,
yaitu tujuan umum (goal) dan tujuan khusus (objective). Tujuan umum
diuraikan secara luas sehingga pencapaiannya tidak dapat diukur.
Sebaliknya, tujuan khusus merupakan pernyataan yang spesifik dan
terukur jumlahnya yang menunjukkan perkembangan kearah pencapaian
tujuan umum.

3. Penyusunan dan Pengembangan Rencana Kegiatan


Pada tahap ini, para perencana dan pihak-pihak terkait atau para
pemangku kepentingan (stake holder) bersama- sama menyusun
berbagai rencana intervensi untuk mencapai tujuan. Model penyusunan
dan pengembangan rencana kegiatan menyangkut tujuan khusus,
strategi-strategi, tugas-

36
tugas, dan prosedur yang ditunjukkan demi membantu pemecahan
masalah dan pemenuhan berbagai kebutuhan. Suatu rencana biasanya
dikembangkan dalan bentuk kegiatan yang dijadwalkan dengan jelas.
Penyusunan program kegiatan dalam proses pengembangan masyarakat
termasuk keputusan tentang apa yang akan dilakukan demi mencapai
tujuan tersebut.

4. Pelaksanaan Kegiatan
Tahap pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan
mengimplementasikan rencana yang telah dirancang. Inti dari tahap
pelaksanaan kegiatan menunjuk pada perubahan proses perencanaan ke
dalam suatu gambaran yang ringkas dan mudah dipahami sehingga dapat
direalisasikan. apabila pemberian pelayanan atau penerapan kebijakan
merupakan suatu tujuan, maka proses atau kegiatan untuk mencapainya
adalah alat pencapaian tujuan.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah mengukur berhasil atau tidaknya program yang
dilaksanakan, apa penyebab berhasil atau tidaknya program tersebut,
serta bagaimana tindak lanjutnya. Pada tahap evaluasi, dilakukan analisis
kembali pada awal proses perencanaan untuk menentukan apakah tujuan
yang telah ditetapkan sudah dapat dicapai. Evaluasi baru dapat
dilaksanakan ketika rencana kegiatan sudah dilaksanakan terlebih
dahulu. Evaluasi dapat dilakukan secara terus menerus, baik secara
formal, semi formal, maupun informal

37
pada akhir proses pengembangan masyarakat dalam setiap bulan,
mingguan, ataupun harian.

D. Model Pengembangan Ekonomi Pesantren


Dalam sejarahnya, menurut Prijono yang dikutip oleh Zubaedi
(2013, h. 120-121) model yang digunakan dalam kegiatan
pengembangan ekonomi yang dilaksanakan oleh organisasi
kemasyarakatan dikelompokkan dalam tigas jenis. Pertama, the welfare
approach, model ini dilakukan dengan cara memberi bantuan kepada
kelompok-kelompok tertentu, misalnya mereka yang terkena musibah.
Model ini banyak dilakukan organsasi sosial keagamaan berupa
penyediaan makanan, pelayanan kesehatan, dan penyelenggaraan
pendidikan bagi mereka yang membutuhkan. Model ini walaupun tidak
memberdayakan masyarakat sebagai kelompok sasarannya tetapi dapat
memberdayakan organisasi kemasyarakatan itu sendiri.

Kedua, the development approach, model ini dilakukan dengan


memusatkan kegiatannya pada pengembangan proyek pembangunan
yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan, kemandirian, dan
keswadayaan masyarakat. Model ini dilaksanakan dengan berbagai
program pendidikan dan latihan bagi tenaga-tenaga NGOs dan
pemerintah yang berkecimpung di bidang pengembangan masyarakat.

Ketiga, the empowerment approach, model ini dilakukan dengan


melihat kemiskinan sebagai akibat proses

38
politik dan berusaha memberdayakan atau melatih rakyat untuk
mengatasi ketidakberdayaannya. Model ini bertujuan untuk memperkuat
posisi masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan penekanan di segala
bidang dan sektor kehidupan. Caranya adalah dengan melindungi dan
membela pihak yang lemah. Dalam aktivitas pengembangan ekonomi
masyarakat, para aktivis sosial perlu memperhatikan model kedua
sebagai jembatan menuju model ketiga. Masyarakat lapis bawah dan
pinggiran perlu diberdayakan karena mereka masih memiliki kelemahan
dan kekurangan dalam keterampilan, keswadayaan, sikap kritis, sistem
komunikasi personal, partisipasi, rendahnya mutu dan taraf hidup.

E. Integrated Farming
1. Pengertian Integrated Farming (Pertanian Terpadu)
Menurut laporan badan pangan sedunia (FAO) wilayah Asia dan
Pasifik yang dikutip oleh Matheus et.al., (2019, h. 6) yang dimaksud
dengan integrated farming adalah suatu usaha tani yang memadukan
berbagai praktik pertanian dengan tanaman maupun hewan dalam suatu
sistem sedemikian rupa, sehingga ada kesinambungan antara produksi
dan pemanfaatan sumber daya alam. Konsep dasar pertanian terpadu
adalah menggabungkan berbagai macam jenis tanaman dan hewan
(ternak, ikan) dan penerapan beraneka macam teknik untuk menciptakan
kondisi yang cocok sehingga dapat melindungi lingkungan serta

39
membantu petani untuk meningkatkan produktivitas lahan dan
pendapatan melalui keanekaragaman usaha tani.

Definisi integrated farming (pertanian terpadu) menurut Suwandi


yang dikutip oleh Matheus et.al., (2019, h. 14) adalah suatu kegiatan
petani dalam memanfaatkan secara optimal dan terpadu lebih dari satu
produk pertanian, baik komponen usaha tani pangan, hortikultura, ternak,
dan ikan pada unit lahan yang sama. Sedangkan Gold dalam
(Sudarminto, 2014, h. 84) mendefinisikan istilah pertanian terpadu
sebagai sistem praktik produksi tanaman dan hewan yang mempunyai
aplikasi tampak spesifik yang akan menjangkau jangka waktu yang
panjang dalam:
a. Memuaskan kebutuhan makanan dan serat bagi manusia.
b. Meningkatkan kualitas lingkungan dan sumber daya alam
berdasarkan ketergantungan ekonomi pertanian.
c. Penggunaan sumber daya terbarukan secara efisien, sumber daya in-
situ dan terpadu, serasi, siklus dan pengendalian biologi alam.
d. Keberlanjutan sistem ekonomi pada operasional pertanian.
e. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat petani secara luas.
Pada prinsipnya, pertanian terpadu ialah menggabungkan berbagai
teknik budidaya dari peternakan, perikanan, dan pertanian yang
bertujuan untuk saling mendukung dan memberi sumber energi
(makanan) di antara

40
tanaman atau hewan yang dibudidayakan, sehingga biaya produksi
pertanian menjadi lebih efisien, karena ada rantai makanan untuk
kehidupan didalam sistem pertanian yang saling mendukung.

Menurut Rodriguez dan Preston dalam (Nurcholis & Supangkat,


2011, h. 74) kelebihan sistem ini diantaranya input dari luar sedikit
bahkan tidak diperlukan karena adanya daur ulang limbah pada
organisme penyusunya, biodiversitas meningkat terlebih dengan
penggunaan sumberdaya lokal, peningkatan fiksasi nitrogen, resistensi
tanaman terhadap entitas pengganggu lebih tinggi dan hasil samping
bahan bakar biogas untuk rumah tangga.

Menurut Murbandono dalam penelitian Baharuddin, et.al., (2019, h.


101) kegiatan mengintegrasikan usaha budidaya tanaman, ternak, dan
perikanan merupakan alternatif solusi permasalahan limbah, dimana
limbah tanaman diolah untuk pakan ternak, sedangkan limbah perikanan
dan ternak (faeces, urine) diolah menjadi pupuk organik dan
biopestisida. Dijelaskan pula bahwa sistem pertanian terpadu ini
memiliki keuntungan bagi aspek ekonomi maupun ekologi.

Pertanian terpadu menjadi semakin menarik untuk dipelajari dan


dipraktekkan, karena sistem ini memiliki keunggulan yang kompleks.
Secara singkat dapat dijelaskan bahwa tujuan dari praktik pertanian
terpadu adalah

41
memberikan lingkungan yang sehat bagi manusia, memberikan
keuntungan kepada manusia, dan hemat energi untuk memproduksi hasil
pertanian (Matheus et.al., 2019, h. 13).

2. Tujuan Integrated Farming (Pertanian Terpadu)


Menurut Yumma, integrated farming atau pertanian terpadu
memiliki kesamaan tujuan dengan pengembangan ekonomi masyarakat,
yaitu:

“(1) memasyarakatkan sistem pertanian terpadu sebagai pertanian


yang lestari dimana lokasi tanah diperhatikan dan ditingkatkan untuk
menjamin kelangsungan siklus yang berkesinambungan, (2)
membentuk masyarakat tani yang mandiri dan peduli lingkungan
serta sadar akan jati dirinya sebagai penjaga alam, (3) meningkatkan
taraf hidup kesejahteraan masyarakat yang adil dan merata dengan
pola pikir maju dan pola hidup sederhana, (4) membentuk suatu
ikatan kerjasama dalam bentuk pertanian inti rakyat serta
membentuk kerjasama yang sejajar dalam memenuhi sektor
pertanian, dan (5) memenuhi kebutuhan pasar akan makanan yang
sehat dan bebas polusi guna meningkatkan kualitas dalam
persaingan” (Wibowo, 2018, h. 12).
3. Komponen Integrated Farming
Menurut Bagas, et.al., (2004) yang dikutip oleh Arimbawa (2016,
h.11) komponen yang saling terintegrasi dalam pertanian terpadu adalah:

a. Manusia. Sebagai makhluk hidup, manusia memerlukan energi


sebagai penggerak kehidupannya. Dengan adanya pertanian terpadu
manusia tidak hanya mendapatkan

42
keuntungan secara materi tetapi juga keuntungan pangan sebagai
kebutuhan primer.
b. Peternakan. Dalam hal ini peternakan berperan sebagai sumber
energi dan penggerak ekonomi dalam integrated farming. Sumber
energi ini berasal dari daging, susu, telur, bahkan kotoran hewan.
Disamping itu, sumber penggerak ekonomi beraal dari hasil
penjualan ternak, susu, telur, bahkan bulu dan kotoran ternak.
c. Tanaman. Syarat tanaman yang dapat diusahakan dalam pertanian
terpadu diantaranya harus bernilai ekonomi serta dapat menyediakan
pakan untuk peternakan.
d. Perikanan. Ikan yang digunakan pada kegiatan ini adalah ikan air
tawar yang bisa beradaptasi dengan lingkungan air yang keruh, tidak
membutuhkan perawatan ekstra, mampu memanfaatkan nutrisi yang
ada dan bernilai ekonomi.
4. Manfaat Pengembangan Integrated Farming
(Pertanian Terpadu)
Matheus et.al., (2019, h. 18-20) menjelaskan bahwa penerapan
sistem pertanian terpadu nantinya diharapkan dapat menghasilkan
manfaat berupa food, feed, duel, and fertilizer atau dikenal dengan 4F:

a. F1 (Food); bermanfaat sebagai penghasil makanan/pangan bagi


petani, seperti sektor pertanian tanaman pangan yang dapat
menghasilkan sumber energi pangan berupa beras, umbi, kacang,
dan sayuran. Sektor

43
peternakan dapat menghasilkan daging, telur, dan susu. Sektor
perikanan dapat menghasilkan ikan tawar seperti ikan mas, lele, nila,
dan lain-lain.
b. F2 (Feed); pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak. limbah
pertanian seperti jerami, jagung, dan kedelai dapat dimanfaatkan
untuk pakan ternak ruminansia (sapi, kerbau, dan kambing).
Sedangkan limbah pengolahan pangan pertanian seperti bekatul
dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pakan ternak unggas dan ikan
air tawar.
c. F3 (Fuel); bermanfaat sebagai sumber energi alternatif. Limbah
peternakan (kotoran) dapat dimanfaatkan untuk bahan pembuatan
biogas yang akhirnya menjadi sumber energi panas yang dapat
digunakan untuk memasak dan juga untuk penerangan.
d. F4 (Fertilizer); bermanfaat sebagai penghasil pupuk organik yang
berasal dari limbah ternak seperti air kencing ternak, sisa pakan, dan
kotoran ternak ruminansia (sapi, kerau, dan kambing) bisa diolah
menjadi pupuk organik yang berkualitas baik dalam bentuk cair
maupun padat. Sedangkan limbah dari pembuatan biogas berupa
biosyur dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik padat yang siap
diaplikasikan ke lahan.

44
5. Kendala Pengembangan Pertanian Terpadu
Bagas, et.al., dalam (Matheus, 2019, h. 24) mengemukakan
beberapa kendala yang mungkin terjadi dalam pengembangan sistem
pertanian terpadu yaitu:
a. Sistem pertanian terpadu belum dapat dipahami secara benar oleh
berbagai petani dan fasilitator.
b. Tingkat produktivitas dan hasil dari pertanian terpadu belum dapat
meyakinkan petani pada umumnya.
c. Model yang dikembangkan pertanian terpadu belum sesuai dengan
ekosistemnya.
d. Keberadaan integrator dalam pertanian terpadu belum sepenuhnya
diperhatikan.
e. Pengembangan sistem pertanian terpadu belum di dukung secara
jelas dalam kebijakan pembangunan pertanian.
Sedangkan menurut Yusuf dalam (Arimbawa, 2016, h. 18) beberapa
kendala atau permasalahan yang terdapat dalam pengembangan
pertadian terpadu adalah:

a. Kualitas sumber daya manusia yang rendah. Hal ini dapat dilihat
dari presentasi tingkat pendidikan masyarakat petani sebesar 81,72%
berpendidikan SD atau bahkan tidak tamat SD. Tingkat pendidikan
yang rendah dapat berpengaruh terhadap pola pikir.
b. Luas lahan pertanian yang dimiliki relatif rendah. Hasil penelitian
Patanas pada tahun 2000 menyebutkan bahwa di pulau Jawa sekitar
88% rumah tangga petani

45
menguasai lahan kering untuk usaha tani kurang dari 0,5 Ha.
c. Pola usaha tani yang masih bersifat tradisional serta kebiasaan
petani dalam mengelola usahanya masih sering tergantung kepada
pestisida dan pupuk kimia. Keadaan seperti ini akan sulit
ditinggalkan, sehingga membutuhkan waktu untuk mengubahnya.
d. Belum ada harga khusus atau jaminan pasar terhadap produk
organik. Sehingga produk organik masih terasa sangat berat untuk di
konsumsi oleh konsumen karena konsumen tidak mengetahui harga
dari produk tersebut.
F. Kerangka Berpikir
Berangkat dari kesadaran bahwa selama ini pondok pesantren selalu
dilabeli sebagai lembaga yang mempunyai kekuatan ekonomi dari hasil
iuran dan sumbangan santri serta bantuan dari institusi formal maupun
non formal, maka menjadi alasan bagi pondok pesantren Al-Masthuriyah
untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan mewujudkan
kemandirian dan kesejahteraan ekonomi melalui program unit usaha
integrated farming (pertanian terpadu).

Pondok pesantren Al-Masthuriyah menjadi salah satu pondok


pesantren yang melakukan pengembangan dibidang ekonomi melalui
integrated farming yang diharapankan dapat memberikan hasil yang
berdampak pada kemandirian pesantren sehingga dapat terbantunya
perekonomian dan

46
terwujudnya kesejahteraan pesantren khususnya dan masyaakat
sekitar pesantren umumnya.

Dibawah ini merupakan kerangka pemikiran penelitian


yang diilustrasikan sebagai berikut:

Gambar 2. 1 Kerangka Berpikir

Masalah
1. Adanya anggapan pesantren sebagai lembaga yang mempunyai kekuatan
ekonomi dari hasil iuran dan sumbangan santri serta bantuan dari institusi
formal maupun non formal.
2. Ketersediaan lahan pesantren yang terbatas karena beralih fungsi menjadi
bangunan.

Solusi
Pemberdayaan ekonomi pondok pesantren melalui integrated farming
(studi pada pondok pesantren Al-Masthuriyah Cisaat Sukabumi)

Tahapan pengembangan ekonomi pesantren menurut Carey (1980), Marjuki


dan Suharto (1996) dalam (Suharto, 2014):
1. Identifikasi Masalah
2. Penentuan Tujuan
3. Penyusunan dan dan Pengembangan Rencana Kegiatan
4. Pelaksanaan Kegiatan
5. Evaluasi

1. Terciptanya kemandirian dan kesejahteraan pesantren


2. Adanya peningkatan pendapatan ekonomi pesantren
3. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan santri dan
masyarakat

47
BAB III

GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Berdiri dan Perkembangan Pondok Pesantren


Al-Masthuriyah
Berawal dari berdirinya sebuah madrasah yang diberi nama
Madrasah Ahmadiyah yang merupakan cabang dari madrasah
Ahmadiyah Sukabumi pada 9 Rabiul Akhir 1338 H
yang bertepatan dengan 1 Januari 1920 oleh KH. Masthuro
yang pada saat itu baru kembali ke kampung halamannya
setelah 13 tahun menuntut ilmu diberbagai pesantren dan
madrasah. Nama Ahmadiyah dipilih karena Kh. Masthuro
merupakan lulusan dari Madrasah Ahmadiyah Sukabumi dan
tidak ada sangkut pautnya dengan nama sebuah aliran
tertentu dalam Islam.

Pada tahun 1941, madrasah yang dikelola oleh KH.


Masthuromemisahkan diri dari cabanginduknya dan
berganti nama menjadi sekolah agama Sirojul Athfal. Karena
istilah Siroj yang berarti lampu dan Athfal yang berarti laki- laki,
sehingga pada tahun 1950 atas saran dan hasil musyawarah dengan para
penerusnya, dibentuklah sebuah lembaga baru dengan nama sekolah
agama Sirojul Banat yang diperuntukkan bagi santri perempuan belajar
di pesantren ini.

48
Perkembangan selanjutnya, pada tahun 1967 KH. Masthuro
mendirikan Madrasah Tsanawiyah Sirojul Athfal dan Sirojul Banat,
dengan bobot pendidikan 75% agama dan 25% umum. Masuknya materi
pendidikan umum bukan suatu hal yang asing, karena sejak awal mula
berdirinya madrasah ini sudah diberikan pendidikan kemasayarakatan
dengan pendekatan keagamaan atau pengamalan ajaran islam dalam
kehidupan sehari-hari dan pendidikan keterampian dalam bidang
pertanian. Pada tahun 1968 didirikan Madrasah Aliyah Sirojul Athfal
dan Sirojul Banat sebagai lanjutan dari Madrasah Tsanawiyah. Pada
tahun ini pula, bertepatan dengan tanggal 27 Rajab, KH. Masthuro wafat
dan meninggalkan lembaga rintisannya. Setelah kepergian KH.
Masthuro, estafet perjuangan kepemimpinannya kemudian diteruskan
oleh generasi berikutnya (putra-putri, menantu, serta para alumni)
(Sumber: Profil Pondok Pesantren Al- Masthuriyah 2020).

Pada tahun 1974 nama Madrasah Sirojul Athfal dan Sirojul Banat
resmi diubah menjadi Al-Masthuriyah. Hingga saat ini pesantren Al-
Masthuriyah atau pesantren Tipar julukan dari masyarakat sekitar telah
mengalami perkembangan yang pesat, dalam bidang pendidikan tidak
hanya mengembangkan pondok pesantren saja, namun juga
megembangkan RA, MI, MD, MTs, SMP, MA, SMA, SMK, dan STAI.
Adapun sistem pengajaran yang dipergunakan yaitu mengembangkan
jenjang pengajaran thalabah

49
khususiyah yang meliputi bidang kajian ilmu tafsir, hadits, dan fiqih
(http://almasthuriyah.id/, diakses pada 13 Juli 2021).

B. Profil Pondok Pesantren Al-Masthuriyah


1. Nama Pondok Pesantren : Al-Masthuriyah
2. Tipe Pondok Pesantren : Kholafiyah
3. Nomor Statistik : 51003202.0432
4. Alamat Pondok Pesantren : Kp. Tipar, Desa
Cibolang Kaler,
Kecamatan Cisaat, Kabupaten
Sukabumi, Jawa Barat
43152.
5. Badan Hukum : Yayasan Al- Masthuriyah
AHU 3341.
AH01.02 Tahun
2008
6. Tahun Berdiri : 1920 M / 1338 H
7. Jumlah Santri
a. Santri mukim : 617 orang
b. Santri non mukim : ± 2000 orang
8. Jumlah Tenaga Pengajar : 106 orang
9. No. Telp., Fax. : (0266) 237191,
237549 Fax. (0266)
237549

50
10. Website :
http://www.almasthuriyah.id/

C. Visi Misi Pondok Pesantren Al-Masthuriyah


1. Visi
Membangun sumber daya manusia yang memiliki intgritas keilmuan
dan berakhlakul kharimah.

2. Misi
Mempersiapkan peserta didik dengan memacu aspek intelektual,
kepribadian, dan jasmaniyah. Sehingga mampu menjungjung tinggi
nilai-nilai keilmuan dengan akhlakul kharimah.

D. Struktur Organisasi Pondok Pesantren Al-


Masthuriyah
Berikut ini merupakan susunan dewan pengasuh dan pimpinan
Pondok Pesantren Al-Masthuriyah:

Tabel 3. 1 Susunan Dewan Pengasuh dan Pimpinan PP Al-


Masthuriyah

No. Jabatan Nama

51
1. Dewan Pengasuh ● Drs. KHA. Aziz Masthuro
● KH.M. Sholeh
● Drs. KH. Hamdun Ahmad,
M.Ag.
● Hj. E. Subaehah
● Hj. St. Shobihat
● Hj. St. Rofi’ah
● Hj. Lya Huliyati, S.Ag.

2. Pimpinan Drs. KHA. Aziz Masthuro


Sekretaris Daden Abdullah MS,S.IP, M.Ag
3.
Staf Sekretaris Yadi Mulyadi, S.Ag
4. Bendahara Hj. Lya Huliyati, S.Ag.
Wakil Pimpinan Bidang KH. A. Muiz Syihabuddin,
5.
Humasy M.Ag
Staf Wakil Pimpinan Ahdi Naufal Hamdi, S.I.Kom
Bidang Humasy
Wakil Pimpinan Bidang Drs. KH. DA. Syuja’I, M.Ag.
6.
Dakwah
Staf Wakil Pimpinan Ahdi Naufal Hamdi, S.I.Kom
Bidang Dakwah
Wakil Pimpinan Bidang KH. Sholahuddin, M.Ag.
7.
Peribadatan
Staf Wakil Pimpinan H. Izzu Abdul Aziz, SHI
Bidang Peribadatan

52
Wakil Pimpinan Bidang Dr. KH. Abubakar Sidik, M.Ag.
8.
Pendidikan dan
Pengajaran
Staf Wakil Pimpinan Dr. R. Dedi Supriatna, M.Ag.
Bidang Pendidikan dan
Pengajaran
Wakil Pimpinan Bidang Ayi Abd, Basith, S.Ag.
9.
Keamaman dan
Ketertiban
Staf Wakil Pimpinan Dede Rusman, S.Kom.I
Bidang Keamaman dan
Ketertiban
Wakil Pimpinan Bidang Unsul Fuadi, SE
10.
Santri Putra
Staf Wakil Pimpinan Zidni, S.Kom
Bidang Santri Putra
Wakil Pimpinan Bidang Nurul Fadilah, S.Pd.
11.
Santri Putri
Staf Wakil Pimpinan Lisda Lisdiantini, S.Ag.
Bidang Santri Putri
Wakil Pimpinan Bidang Farhan Zayyid, SE, MM
12.
Keuangan dan
Kesejahteraan
Staf wakil Pimpinan Bagian Keuangan
Bidang Keuangan dan
Kesejahteraan

53
13. Wakil Pimpinan Bidang Drs. H.A. Yusuf S. F., M.Ag.
Sarpras
Staf Wakil Pimpinan Jamaluddin Ibrahim, S.Ag.
Bidang Sarpras
14. Wakil Pimpinan Bidang H.M. Fauzi, S.Ag.
Kesehatan dan
Kebersihan
Staf Wakil Pimpinan M. Sulaeman Nur, M.Pd.
Bidang Kesehatan dan
Kebersihan
Wakil Pimpinan Bidang Oman Zaenuurohman
15.
Pengembangan Ekonomi
Staf Wakil Pimpinsn Nia Nugraha, SE
BidangPengembangan
Ekonomi
Wakil Pimpinan Bidang Endang Iskandar, S.IP
16.
Kealumnian
Staf Wakil Pimpinan Teti Herawati, S.Pd.I
Bidang Kealumnian
Kepala TU Dr. R. Dedi Supriatna, M.Ag.
17.

Staf TU ● Marwan, SHI


● Wida RA, S.Pd.

Sumber: Dokumen Profil Pondok Pesantren Al-Masthuriyah 2020

54
E. Fasilitas dan Sarana Penunjang
Berikut ini meurpakan fasilitas sarana dan prasarana penunjang
yang terdaat di Pondok Pesantren Al-Masthuriyah (Sumber: Profil
Pondok Pesantren Al-Masthuriyah 2020):
1. Mesjid, dengan kapasitas + 2000 orang
2. Asrama Putra 2 gedung, masing-masing berlantai 3.
3. Asrama Putri sebanyak 23 asrama
4. Gedung Serbaguna, dengan kapasitas + 2000 orang.
5. Gedung Belajar sebanyak 6 gedung
6. Gedung Perpustakaan Digital
7. Lab. Komputer, dengan kapasitas 80 unit.
8. Lab. Mengetik dengan kapasitas 35 unit.
9. Lab. Bahasa, dengan kapasitas 60 orang
10. Sarana Olah Raga (bola basket, bola volly, futsal, bulutangkis,
dan pencak silat).
11. Poliklinik
12. Koperasi Pondok Pesantren /LPE 13
13. Mini Market / Toserba
14. Wartel/Warnet
15. Sarana Budidaya Perikanan System Bioflok
16. Sarana Pertanian Terpadu / Integrated Farming

F. Integrated Farming Pondok Pesantren Al-Masthuriyah Dalam


rangka pengembangan ekonomi pesantren, pondok pesantren Al-
Masthuriyah mendirikan atau melaksanakan berbagai jenis usaha, salah
satunya yaitu dengan mendirikan unit usaha integrated farming.
Integrated farming adalah

55
kegiatan pertanian yang memadukan berbagai tanaman dan hewan ternak
maupun ikan dengan menerapkan berbagai teknik demi menciptakan
kondisi yang cocok untuk melindungi lingkungan juga membantu
meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan melalui berbagai jenis
usaha tani. Integrated farming pondok pesantren Al- Masthuriyah
merupakan program pengembangan dari pengelolaan sarana dan
prasarana perikanan budidaya lele sistem bioflok yang di integrasikan
dengan sistem pertanian.

Adanya unit usaha integrated farming bertujuan untuk


mengembangkan kemandirian ekonomi pesantren. Selain itu, kegiatan ini
juga bertujuan untuk mengurangi masalah limbah budidaya lele sistem
bioflok dan sampah organik dari pesantren. Air limbah budidaya lele
sistem bioflok dapat dimanfaatkan untuk pupuk pertanian, sedangkan
sampah organik dari pesantren dapat digunakan untuk pakan maggot. Hal
tersebut seperti yang diungkapkan oleh narasumber, bahwasannya:

“...hasilnya ada hal-hal lain diluar perikanan, yaitu limbah. Nah


limbahnya ini yang dimanfaatkan untuk pupuk pertanian. Kita minta
bantuan ke BI instalasi pertanian....” (Wawancara Bapak Oman
Zaenurrahman, 2021)
“...dari perikanan muncul budidaya maggot untuk sumber daya ikan.
Limbah dari pesantren dimanfaatkan untuk pakan maggot....”
(Wawancara Bapak Oman Zaenurrahman, 2021)

56
Dari penjelasan diatas, pondok pesantren Al-Masthuriyah
mendapatkan bantuan sarana instalasi pertanian unit usaha integrated
farming dari Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat pada 23 Juli 2020 lalu.
Unit usaha ini dibangun di lahan seluas ±2000 𝑚2 yang melibatkan
pengurus pondok pesantren, santri, dan masyarakat sekitar dalam
pengelolaannya. Lokasi dari unit usaha integrated farming berada di
belakang komplek pondok pesantren Al- Masthuriyah. Unit usaha ini
dikoordinatori oleh Bapak Oman Zainurrahman sebagai wakil bidang
pimpinan pengembangan ekonomi.

Dalam rangka terciptanya kinerja yang baik, sehingga dapat


menghasilkan output yang terjamin mutunya, maka unit usaha integrated
farming di pondok pesantren Al- Masthuriyah mempunyai personel
sebagai berikut:

Tabel 3. 2 Staf Unit Usaha Integrated Farming

Nama Jabatan Tanggung Jawab


Penanggung 1. Bertanggung jawab
Oman
Jawab Unit atas keseluruhan
Zaenurrohman
Usaha kegiatan integrated
Integrated farming
Farming 2. Mengawasi
keseluruhan kegiatan
integrated farming
3. Memutuskan hal-hal

57
yang berkaitan dengan
kegiatan integrated
farming
 Dadang Karyawan Melaksanakan pekerjaan
 Yuyus tetap sesuai dengan tugasnya
 Idrus seperti:
 Ajid 1. bertanggung jawab

 Jeki pada proses

 Cucu penyemaian
2. pengemasan dan
penataan polybag
3. bertanggung jawab
pada pemeliharaan dan
pengawasan
4. mengontrol waktu
pemberian pakan dan
nutrisi.
5. bertanggung jawab
pada panen dan
produksi

Sumber: Diolah oleh peneliti

Saat ini unit usaha integrated farming pondok pesantren Al-


Masthuriyah telah memiliki sarana pertanian buah dan sayuran organik
yang terintegrasi dengan budidaya lele sistem bioflok serta budidaya
maggot. Berikut ini dipaparkan mengenai perikanan budidaya lele
sistem bioflok dan

58
pertanian sayur organik yang terdapat pada unit usaha
integrated farming:

1. Budidaya Lele Sistem Bioflok


Budidaya lele sistem bioflok merupakan cikal bakal dari adanya unit
usaha integrated farming. Sarana budidaya lele sistem bioflok merupakan
bantuan dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementrian
Kelautan dan Perikanan. Bantuan yang diberikan tersebut berupa dua
paket kolam penampungan yang berjumlah 24 kolam bundar untuk
pembesaran konsumsi yang berdiameter 3 m dan tinggi 1,25 m, satu
kolam tanah ukuran 7x21 m, lima kolam pendederan, tiga kolam transit,
satu kolam indukan, satu kolam tandon, dan satu kolam cacing sutra.

Gambar 3. 1 Kolam Lele Bioflok


Sumber: Dokumentasi Pribadi

Lokasi budidaya lele sistem bioflok berada di belakang komplek


pondok pesantren berdampingan dengan sarana pertanian sayur dan buah
organik. Lele biasa dipanen sesuai dengan permintaan pasar yang terdiri
dari ukuran ikan pembesaran untuk benih 20 ekor/kg dengan harga
jual Rp

59
350/ekor atau ukuran konsumsi 6-8 ekor/kg dengan harga jual kisaran Rp
17.500/Kg.

2. Pertanian Sayur dan Buah Organik (Hidroponik)


Hidroponik merupakan metode bercocok tanam tanpa tanah. Hasil
dari pertanian ini merupakan sayuran organik atau non pestisida karena
nutrisi yang digunakan untuk pertanian hampir 100% bersumber dari
limbah buangan sisa endapan kolam lele sistem bioflok.

Agar dapat memenuhi permintaan pasar, penanaman sayuran


dilakukan secara bergilir. Terdapat beberapa jenis tanaman yang di
kembangkan pada pertanian pondok pesantren Al-Masthuriyah
diantaranya yaitu: kangkung, daun bawang, bawang merah, cabai merah,
cabai rawit, tomat, melon, dan lain-lain.

Kegiatan pengelolaan produksi sayuran organik setelah panen sampai


distribusikan ke pasar meliputi:

a. Pembersihan
Sayuran yang dipanen biasanya dibersihkan dari sisa-sisa media
tanam yang menempel, seperti akar kangkung setelah dicabut dari netpot
harus dibersihkan dari lumpur-lumpur yang mengendap.
b. Penyortiran
Selain karyawan, santri terkadang dilibatkan untuk menyortir dan
memilah sayur yang telah dipanen. Misalnya pada kangkung, disortir
daun-daun dari bawah dengan jarak

60
10 cm dibuang dan dirapihkan kemudian dipilih untuk dikelompokkan
yang bagus dan yang kurang bagus.
c. Pengemasan
Setelah ditimbang masing-masing seberat 250 gram, sayuran
kemudian dibungkus kedalam plastik yang sudah diberi lubang fentilasi
sebelumnya. Pengemasan dilakukan untuk menjaga kualitas dan
keamanan produk serta untuk menambah daya tarik konsumen.
d. Pemasaran
Pemasaran dilakukan secara retail maupun grosiran dalam
lingkungan pondok pesantren dan juga pasar lokal maupun luar wilayah
Sukabumi.

Adapun sarana pertanian buah dan sayuran organik dilakukan dengan


mengadopsi tiga sistem pertanian modern untuk mengembangkan
pertanian holtikultura, diantaranya yaitu:

a. Nutrient Film Technique (NFT)


Sistem Nutrient Film Technique (NFT) merupakan metode budidaya
tanaman dengan meletakkan akar tanaman pada lapisan nutrisi yang
dangkal dan tersirkulasi sehingga tanaman dapat memperoleh cukup air,
nutrisi, dan oksigen. Sistem NFT ini hanya menggunakan aliran air yang
bernutrisi sebagai medianya. Pada sistem ini tanaman dipelihara dalam
saluran panjang yang sempit menggunakan pipa PVC. Saluran tersebut
dialiri larutan nutrisi secara terus-

61
menerus sehingga secara perlahan pada akar tanaman akan terbentuk
lapisan tipis (film) larutan nutrisi sebagai makanan.

Gambar 3. 2 Sarana Pertanian Nutrent Film Technique (NFT)


Sumber: Dokumentasi Bapak Oman Zaenurrohman

Sarana sistem pertanian NFT dibangun sebanyak sembilan meja


dilahan seluas 7x20 meter. Lokasi sarana pertanian sistem NFT terletak
di dalam komplek pondok pesantren Al-Masthuriyah. Sebelum dibangun
sarana pertanian merupakan kolam tanah yang sewaktu-waktu
dimanfaatkan untuk budidaya ikan nila ataupun lele. Saat ini lokasi
tersebut sudah digunakan sebagai sarana pertanian sistem NFT yang
berkapasitas 16000 liter.

b. Fertigasi Tetes
Sistem irigasi tetes merupakan metode hidroponik yang cara
pemberian air dan nutrisinya diberikan dalam bentuk tetesan. Sistem ini
sangat mengandalkan pengaturan waktu (timmer) untuk menyalakan
pompa air. Pada sistem ini tanaman ditumbuhkan didalam polybag yang
berisi media tanam berupa campuran sekam bakar, cocopeat, dan
kompos

62
yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara air, nutrisi, dan
oksigen serta sebagai tempat menopang akar dan batang tanaman.

Gambar 3. 3 Sarana Pertanian Fertigasi Tetes dalam Polybag

Sumber: Dokumentasi Bapak Oman Zaenurrohman

Lokasi sarana pertanian sistem fertigasi tetes yang terdapat di pondok


pesantren Al-Masthuriyah sebelum dibangun merupakan lahan kosong
yang dimanfaatkan sebagai kebun pisang. Saat ini, lahan tersebut sudah
digunakan sebagai sarana pertanian sistem irigasi tetes yang berkapasitas
3500-5000 polybag.

c. Dutch Bucket System (DBS) dalam Green House


Dutch Bucket System (DBS) adalah salah satu metode budidaya
hidroponik yang mengalirkan air dan nutrisi secara terus-menerus dalam
jangka waktu tertentu. Penerapan metode ini biasanya digunakan untuk
menanam buah dan sayuran jenis buah, seperti melon, tomat, mentimun,
cabai, dan lain-lain.

63
Gambar 3. 4 Sarana Pertanian Dutch Bucket System (DBS)

Sumber: Dokumentasi Bapak Oman Zaenurrohman

Lokasi sarana pertanian Dutch Bucket System (DBS) dalam green


house ini berdekatan dengan lokasi sarana pertanian sebelumnya. Green
house DBS dibangun dilahan kosong sebelah kolam tanah tempat
berdirinya sarana pertanian sistem NFT yang dapat menampung bucket
dengan kapasitas 300 bucket.

Green house dibangun dengan tujuan untuk menjaga tanaman dari


berbagai kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
tanaman. Material yang digunakan dalam pembangunan green house ini
yaitu insect net dan atap plastik UV. Sedangkan untuk sarana DBS
wadah yang digunakan adalah box es krim ukuran 8 liter. Kelebihan dari
sistem ini Selain menghemat air dan nutrisi, perawatan sistem ini
tergolong tidak terlalu rumit.

64
BAB IV

DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

Pada penelitian ini data dan temuan penelitian didapatkan melalui


wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data dan temuan yang akan
diuraikan peneliti terkait dengan pengembangan ekonomi pondok
pesantren Al-Masthuriyah melalui unit usaha integrated farming.
Adapun data dan temuan penelitian yang didapatkan terkait dengan tiga
fokus permasalahan yang meliputi: proses, hasil serta faktor pendukung
dan penghambat pengembangan ekonomi pondok pesantren Al-
Masthuriyah melalui unit usaha integrated farming. Ketiga permasalahan
tersebut akan diuraikan secara rinci sebagai berikut:

A. Proses Pengembangan Ekonomi Pondok Pesantren Al-


Masthuriyah Melalui Integrated Farming Pengembangan ekonomi
dilakukan dalam suatu kegiatan
yang mendidik agar dapat menerapkan informasi baru sehingga dapat
memberikan manfaat bagi ekonomi maupun non ekonomi untuk
memperbaiki kondisi kesejahteraan pesantren. Integrated farming
merupakan salah satu unit usaha yang terdapat di pondok pesantren Al-
Masthuriyah yang merupakan pengembangan dari program pengelolaan
lele bioflok dengan awal tujuannya yaitu untuk mengembangkan
kemandirian ekonomi pesantren.

65
Agar proses pengembangan ekonomi yang dilakukan pondok
pesantren Al-Masthuriyah melalui unit usaha integrated farming dapat
berjalan dengan baik, maka diperlukan adanya tahapan-tahapan yang
dilakukan melalui tahap identifikasi masalah, penentuan tujuan,
penyusunan dan pengembangan rencana kegiatan, tahap pelaksanaan
kegiatan, dan tahap evaluasi. Hasil temuan penelitian mengenai tahapan-
tahapan pengembangan ekonomi adalah sebagai berikut:

1. Tahap Identifikasi Masalah


Berdasarkan temuan lapangan, Menurut bapak Oman Zaenurrohman
selaku penanggung jawab pengembangan ekonomi unit usaha integrated
farming, beliau merasa tidak melakukan identifikasi masalah karena
sebenarnya pondok pesantren sudah mempunyai sarana bantuan dari
pemerintah yang dapat dimanfaatkan. Pada tahap ini proses
pengembangan ekonomi dilakukan dengan cara menggali potensi yaitu
dengan mengembangkan pengelolaan sarana perikanan yang sudah ada
sebelumnya.

“Kita mungkin sebetulnya tidak melakukan identifikasi, karena ada


apa namanya program pemerintah yang memberikan bantuan
kepada pesantren. Nah melalui BI, program pengembangan
ekonomi melalui konsep integrated farmingnya ada disini.
Kebetulan kita mengambil itu karena apa? karena kita punya tadi,
awalnya kita punya budidaya lele. Budidaya lele ini kenapa kita
integrasikan karena limbah dari lele ini bisa dimanfaatkan untuk
tanaman. Jadi air buangannya lele itu emhh ke pertanian sebagai
pupuk. Dari perikanan

66
muncul pakan budidaya maggot. Limbah dari pesantren
dimanfaatkan untuk pakan maggot.” (wawancara dengan Bapak
Oman, 2021)

Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa salah satu


potensi yang dimiliki pondok pesantren Al-Masthuriyah adalah sarana
perikanan budidaya lele bioflok. Berawal dari ide untuk
mengembangkan budidaya lele menjadi sesuatu yang lebih bernilai guna,
akhirnya pihak pondok pesantren membuat strategi dengan
mengintegrasikan budidaya lele dengan pertanian.Walaupun sempat
terkendala modal untuk membangun sarana prasarana pertanian, namun
hal tersebut dapat diantisipasi melalui bantuan dana dari Bank Indonesia
yang sebelumnya diajukan oleh pihak pondok pesantren. Hal ini sesuai
dengan hasil wawancara dengan bapak Dadang sebagai berikut:

“Tapikan karena kita emang gak ada modal, jadi awalnya kita
ngajuin dulu bikin proposal, kan BI nanya mau bikin apa
misalkan. Misalnya mau bikin kangkung karena kangkung lagi
booming di Indonesia misalnya, kan emang bener kangkung
hidroponik lagi booming. Tempatnya udah ada? Oh udah ada.
Tenaganya untuk pekerja udah ada? Dibikin proposal lah gitu
terus ngajuin bahan apa yang dibutuhkan barang, misalkan kaya
pipa paralon, terus netpot, terus paranet itu ya.” (wawancara
dengan Bapak Dadang, 2021)
Pada tahap ini pula dilakukan sebuah diskusi antara penanggung
jawab unit usaha integrated farming dengan melibatkan karyawan dan
saling memberikan pendapat mengenai kegiatan yang akan dijalankan.
Dalam diskusi

67
tersebut menerangkan mengenai cara serta berbagai kebutuhan yang
diperlukan.

“Iya saya waktu itu ikut diskusi tentang apa itu kegiatan nanem.
Kebetulan kan di pondok ada tempatnya gitu. Dijelasin cara-
caranya....” (wawancara dengan Bapak Dadang, 2021)
Hal serupa juga disampaikan oleh bapak Yuyus pada wawancara
yang telah dilaksanakan sebagi berikut:

“Ya kan kita bisa membaca kan gitu ya kesadaran kita. Kita
awalnya diskusi apa yang kita butuhin gitu. Kurangnya apa emmhh
apa itu awalnya.” (wawancara dengan Bapak Yuyus, 2021)
2. Penentuan Tujuan
Sebagaimana hasil dari wawancara yang dilakukan peneliti
sebelumnya, bahwa pada tahap ini tujuan yang ingin dicapai dari proses
pengembangan ekonomi pesantren melalui integrated farming
diformulasikan kedalam beberapa tujuan, serta menyusun cara untuk
mencapai berbagai tujuan tersebut. Berikut ini pernyataan dari beberapa
informan mengenai tujuan dari integrated farming:

“Tujuan kegiatan integrated farming ini sebagai sumber pemasukan


keuangan dalam upaya menunjang biaya operasional pondok
pesantren. Tujuan lainnya juga bisa digunakan sebagai sarana
pelatihan dan pengembangan keterampilan santri dan masyarakat
sekitar dalam bidang pertanian.” (wawancara dengan Bapak Oman,
2021)
“Ya tadinya untuk perkembangan ekonomi pesantren yah jadi untuk
mengelola life skill anak-anak pesantren tadinya.” (wawancara
dengan Bapak Ajid, 2021)

68
“Kalo tujuannya ini sebetulnya ini buat lingkungan almas untuk
meningkatkan ekonomi.” (wawancara dengan Ahmad Rifai, 2021)

Hal serupa juga dikatakan oleh Alfitra sebagai berikut:


“Kalo tujuannya ya yang tadi ya untuk menumbuhkan ekonomi
sekalian juga untuk mengembangkan potensi murid-murid juga agar
punya pengalaman dari sarana ini” (wawancara dengan Alfitra,
2021)
Berdasarkan wawancara tersebut dapat diketahui bahwa tujuan yang
ingin dicapai dari proses pengembangan ekonomi pesantren melalui
integrated farming yaitu untuk menumbuhkan perekonomian dengan
memanfaatkan sarana prasarana yang dimiliki oleh pondok pesantren
untuk dimanfaatkan dan dikelola sehingga dapat bernilai secara
ekonomis, berkesinambungan dan berkelanjutan agar dapat dijadikan
sebagai sumber pembiayaan operasional dilingkungan pondok pesantren
itu sendiri. Selain itu, integrated farming juga mempunyai tujuan lain
sebagai sarana pelatihan dan pengembangan keterampilan santri dan
masyarakat sekitar dalam bidang perikanan dan pertanian. Dari beberapa
tujuan tersebut, terdapat tujuan lainnya seperti yang disampaikan oleh
bapak Dadang pada wawancara yang telah dilakukan sebagai berikut:

“Tujuannya ya biar bisa menambah pengetahuan terus lebih dari itu


aja apa lebih dari ini, bisa lebih banyak membantu orang banyak,
kan kalo orang yang tadinya nganggur ditarik kesini seneng kitu
yang ditarik. Apalagi yang sudah suami istri gak punya kerjaan,
seneng gitu sodakoh. Insyaallah.” (wawancara dengan Bapak
Dadang, 2021)

69
Hal serupa juga disampaikan oleh bapak Yusus pada wawancara
yang telah dilakukan sebagai berikut:

“Tujuannya ya jelas bair pengetahuan kita tentang cara nanem


kangkung dari pembibitannya, penyemaiannya yang bener kaya
gimana. Air yang dipake seperti apa. Awalnya saya juga belajar
hidroponik ini otodidak. Kan kita tau kangkung hidup di air hidup d
tanah kenapa disini tidak bisa hidup. Ya satu kalau kata bapak juga
kan kualitas tanam yang bagus dan pemasaran akan tercapai
ditunjang oleh pimpinan kita yang loyalitas. Kalau ketiga itu tidak
ada atau pincang salah satu, gak bakal maju sampai kapan pun tapi
kalau yang tiga itu terpenuhi insyaalah maju.” (wawancara dengan
Bapak Yuyus, 2021)

Tujuan lain dari kegiatan integrated farming ini yaitu untuk


membantu masyarakat sekitar dengan cara memperkerjakan beberapa
dari mereka. Selain pekerjaan, pengetahuan mengenai sistem budidaya
perikanan dan pertanian modern bisa mereka dapatkan sekaligus bisa
mempraktikannya sendiri. Dari beberapa tujuan kegiatan integrated
farming diatas dapat dicapai ketika terpenuhinya ketiga faktor yang
terdiri dari kualitas pengelolaan yang baik sehingga menghasilkan
tanaman yang bagus, pemasaran yang baik, dan pimpinan yang
loyalitas.

3. Penyusunan dan Pengembangan Rencana Kegiatan


Pada tahap ini, temuan yang diperoleh peneliti mengenai rencana
kegiatan yang akan dilaksanakan ditentukan dari hasil identifikasi
sebelumnya mengenai potensi dan

70
permasalahan yang ada. Berikut pernyataan dari bapak Oman mengenai
penyusunan rencana kegiatan:

“Rencananya itu awalnya kita memang memanfaatkan sarana


prasarana yang dimiliki oleh pondok pesantren untuk dimanfaatkan
dan dikelola sehingga dapat bernilai secara ekonomis,
berkesinambungan dan berkelanjutan. Warga kan awalnya kita
ajakin sebagai kemitraan atau itu emhh apa kerjasama
pengelolaan.”(wawancara dengan Bapak Oman, 2021)
Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa rencana kegiatan
yang akan dilaksanakan berangkat dari potensi yang diketahui pada
tahap identifikasi sebelumnya yang dimulai dengan mengembangkan
sarana prasara yang ada di sekitar dan kemudian mengintegrasikannya.
Selanjutnya pihak pondok pesantren merasa perlu melibatkan masyarakat
untuk tergabung dengan unit usaha integrated farming yang dilakukan
melalui pendekatan sebagai kemitraan atau kerjasama pengelolaan.
Adapun rencana kegiatan kemitraan yang dimaksud berupa pengelolaan
sistem pertanian modern. Berikut pernyataan lanjutan dari bapak Oman:

“Program yang dilaksanakan itu kan pertanian. Ada pertaniannya


emmhh NFT atau DFT. NFT itu nutrient film technique yah. NFT
tuh biasanya mengalir air tipis, jadi si air tuh bisa mengalir cuman
kalo ini rata jadi DFT (Deep Film Technique) jadi si airnya
menggenang. Jadi air ini berasal dari kolam budidaya lele. Nah
memang karena ini sistemnya sistem pertanian modern, kita sendiri
juga harus sosialisasi ke santri terus diskusi terkait dengan sistem
budidayanya ya dengan masyarakat ke warga. Bahwa ko gapake
media tanah,

71
ko gapake ini, ya itukan warga kan masih hal yang baru yah.”
(wawancara dengan Bapak Oman, 2021)
Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa metode
pertanian modern yang akan dilaksanakan terdiri dari NFT atau DFT.
Tidak hanya NFT atau DFT, terdapat instalasi pertanian modern lainnya
yaitu instalasi fertigasi tetes, Dutch Bucket System (DBS), serta sarana
budidaya maggot sebagai salah satu alternatif pengolahan sampah.
Adapun pola metode pertanian modern yang tidak umum ini menjadi
alasan dilakukannya sosialisasi dan diskusi mengenai sistem
budidayanya sehingga kedepannya masyarakat tidak kaget dengan pola
metode yang seperti ini.

4. Pelaksanaan Kegiatan
Berdasarkan temuan lapangan, pada awal diadakannya integrated
farming ini mendapat bantuan modal untuk sarana dan prasarana dari
Bank Indonesia Jawa Barat. Seperti yang diutarakan oleh bapak Oman
sebagai berikut:

“Kan ini awalnya dari bantuan yah, dari bantuan ini kita
kembangin terus abis itu kita mulai membangun sarana
prasarananya kemudian di integrasikan. Untuk sarana kangkung ini
kan ada sembilan meja yah. Kalau di itung luasnya ada 7x20 meter
lah.” (wawancara dengan Bapak Oman, 2021)
Hal serupa juga disampaikan oleh Ahmad pada wawancara yang
telah dilakukan sebagai berikut:

“Awalnya kan ada bantuan, bantuan dari Gubernur Jabar untuk


ekonomi pesantren awalnya itu

72
menyumbangnya berapa juta ya pertamanya itu berapa jutanya gak
tau.” (wawancara dengan Ahmad, 2021)
Dari hasil wawancara diatas langkah awal yang dilakukan pada
tahap pelaksanaan kegiatan ini setelah mendapatkan bantuan modal yaitu
mengembangkan, membangun dan mempersiapkan sarana dan prasarana
untuk pertanian modern yang kemudian di integrasikan dengan
perikanan. Hal serupa juga diutarakan oleh bapak Yuyus sebagai berikut:

“Persiapannya awal kita beli instrumen buat dibangun kita emmhh


membersihkan instrumen yang ada, ini harus bersih kan? Kalo
sarananya udah bersih, terus setelah itu lakuin penyemaian bibit,
setelah di semai ditanam di paralon.” (wawancara dengan Bapak
Yuyus, 2021)
Pada pelaksanaannya, kegiatan pertanian ini mulai dari penyemaian
bibit hingga penanaman dilakukan setelah sarana dan prasarana
dibersihkan terlebih dahulu sehingga siap untuk digunakan. Untuk
keberlangsungan kegiatan ini, dari proses membersihkan instalasi, proses
penyemaian, proses tanam hingga proses panen biasanya dilakukan
bersama.

Adapun diawal kegiatan, tanaman yang akan ditanam diperoleh dari


hasil swadaya tanpa bantuan dari pihak manapun. Namun, karena
pondok pesantren tidak memiliki basic pertanian dan perikanan maka
dilakukan pelatihan yang diberikan langsung oleh ahlinya. Akan tetapi
mengingat saat ini masih dalam masa pandemi, maka kegiatan pelatihan

73
hanya dilakukan sebatas sharing pengalaman saja. Berikut pernyataan
lanjutan dari bapak Oman:

"Karena kita kan ini bantuan dari pemerintah dan pesantren ini
basicnya bukan perikanan dan pertanian ya tetep ada orang yang
di latih, ngelatih, di bina dulu supaya itu dia menularkan ke
orang-orang yang baru, ke pekerja, siapapun lah yang datang.
Secara teknik pelatihannya sih kita kadang lagi begini ya emmhh
ada pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah secara
langsung tapi ada juga yang kita briefing aja gitukan kita lakukan
pelatihan secara internal, sharing pengalaman gitu aja.”
(wawancara dengan Bapak Oman, 2021)
Pelaksanaan kegiatan sharing pengalaman tersebut dimaksudkan
untuk memotivasi dan menarik minat serta menambah pengetahuan
santri dan masyarakat sekitar dalam pengelolaan pertanian modern ini,
juga sebagai percontohan sehingga santri dan masyarakat sekitar
pesantren dapat tergerak dan ikut berpartisipasi memelihara tanaman.
Selain meningkatkan pengetahuan, kegiatan sharing ini dimaksudkan
untuk mengembangkan kegiatan dengan cara yang baru. Hal ini sesuai
dengan pernyataan dari bapak Dadang sebagai berikut:
“Saya juga awalnya gatau kangkung hidroponik, gak pernah nanem
kangkung. Cuman ada orang yang ahli pertanian dateng. Makanya
kita sharing sama yang sudah tau gitu, jadi saya liat-liat. Cuman
kalau teori, kaya penyemaian, pemupukan saya gak tau ribet.
Cuman saya mah nanem, dicoba gitu. Tapi alhamdulillah hasilnya
mah memuaskan tidak mengecewakan.” (wawancara dengan Bapak
Dadang, 2021)

74
5. Evaluasi

Tahap evaluasi dilakukan untuk melihat bagaimana proses dan hasil


pelaksanaan kegiatan. Dalam tahap evaluasi ini biasanya penanggung
jawab program melakukan pengawasan langsung ke lapangan dan
melakukan diskusi dengan seluruh pengurus yang terlibat. Maka dalam
hal ini biasanya pak Oman sebagai penanggung jawab yang melakukan
pengawasan sendiri ke lokasi sarana integrated farming dan berdiskusi
memberikan pengarahan langsung kepada pengurus yang terlibat dalam
integrated farming. Seperti yang disampaikan oleh pak Ajid sebagai
berikut:

“Kadang suka ada, ini misalkan kurang apa nih ini seperti
perkebunan. Kalo lele ini bagusnya bagaimana. Ada ini juga
evaluasi untuk misalkan dari pemberian pakan untuk lele bagusnya
bagaimana, kalo seperti waktu datang penyakit ini bagusnya
kolamnya bagaiamana dulu. Kalo evaluasi biasanya kadang-
kadang kalo pak oman udah ada waktu kadang kesini ngontrol ke
tiap lokasi katanya ini kurang ini, ini, ini ya memang ada
pengarahan dari pak Oman karena yang emmmhh itunya memang
pak Oman.” (wawancara dengan bapak Ajid, 2021)
Pengawasan ini perlu diadakan karena pola budidaya yang
digunakan membutuhkan perawatan secara ketat. Berikut pernyataan
dari bapak Oman:

“Ya kalo bicara pengawasan tetep karena ini kan harus diawasi
secara ketat. Kapan kita harus nanem, kapan kita harus emmhh
pindah tanam, kita harus panen. Sebab kalau gak di begitukan
nanti kalau kita nanem terus kalo pasar nya belum ada terus
overload bingung kita ngelemparinnya kemana. Nah jadi tetep
harus di

75
kontrol. Jadi nanem ini harus kita schedule kan.” (wawancara
dengan Bapak Oman, 2021)
Dari hasil wawancara diatas dapat diletahui bahwa kegiatan
pengawasan ini biasa dilakukan guna menghindari hasil panen berlebih
ketika tidak ada permintaan dari pasar. Maka dari awal proses tanam,
pindah tanam, sampai panen semua harus dijadwalkan. Selain
melakukan pengawasan, evaluasi juga perlu dilakukan demi
meminimalisir hambatan yang ada. Berikut pernyataan dari bapak
Dadang:

“Oh iya ada, ada biasanya perminggu. Ada evaluasi apa


keluhannya, apa kebutuhannya. Kan kalau di lapangan kekurangan
apa. Misalkan kan kita eksperimen, eksperimen dibikin, kita nanem.
Oh kenapa ini bagus, ini enggak, apa yang kurang? Nah itu
biasanya di evaluasi. Itu mah pasti. Kenapa harus? Ya kan biar tau
tumbuh gak tumbuhnya, baik gak baiknya, hasil gak hasilnya. Ini
apa kelebihannya, ini apa kekurangannya. Dari segi air juga
misalkan, oh ini ternyata kalau air gini gimana? Itu pasti neng
dalam bidang apapun juga itu anjuran dari Rasul juga gitu harus
evaluasi diri.” wawancara dengan Bapak Dadang, 2021)

Hal serupa juga disampaikan oleh Ahmad pada wawancara yang


telah dilaksanakan sebagai berikut:

“Iya ada evaluasi apa yang kurang, dari apa kebanyakan itu dari
ekonomi. Kadang sebulan sekali, seminggu sekali, dua minggu
sekali, dua bulan sekali gimana ada waktunya dan berkumpulnya
gitu. Kalo berkumpul biasanya evaluasi, kalo ada yang janggal gitu
apa-apa yang belum di selesaikan evaluasi dulu.” (wawancara
dengan Ahmad, 2021)

76
Dari pernyataan diatas dapat diperoleh informasi bahwa evaluasi ini
dilaksanakan dengan persoalan yang dibahas mengenai kondisi tanaman,
air yang digunakan serta hasil yang didapatkan. Kegiatan ini biasa
dilakukan untuk mengetahui keluhan, kebutuhan, kelebihan dan
kekurangan, serta kondisi di lapangan. Evaluasi ini penting dilakukan
demi peningkatan dan perkembangan kegiatan integrated farming.
Namun, dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa
pelaksanaan evaluasi ini masih belum memiliki jadwal yang pasti,
sehingga evaluasi dilaksanakan ketika semua yang terlibat memiliki
waktu untuk berkumpul.

B. Hasil Pengembangan Ekonomi Pondon Pesantren Al-


Masthuriyah melalui Unit Usaha Integrated Farming Berdasarkan
data dan temuan penelitian, adapun hasil
dari proses pengembangan ekonomi pondok pesantren AL- Masthuriyah
melalui unit usaha integrated farming diantaranya yaitu sebagai berikut:
1. Meningkatkan Pendapatan Ekonomi Pesantren
Dari data temuan di lapangan dapat diketahui bahwa proses
pengembangan ekonomi pesantren yang dilakukan melalui unit usaha
integrated farming menunjukkan adanya peningkatan pendapatan
ekonomi pada pondok pesantren, sebagaimana yang disampaikan oleh
Bapak Oman:

“Kalau bicara hasil emmhh sebetulnya sarana prasarana yang


tersedia secara ekonomis ini dapat meningkatkan pendapatan dan
penghasilan sehingga

77
mampu berkontribusi terhadap operasional pondok pesantren. ”
(wawancara dengan Bapak Oman, 2021)
Hal serupa juga diutarakan oleh Bapak Dadang:
“Kalo bicara meningkat ya pasti meningkatkan ekonomi pesantren.
” (wawancara dengan Bapak Dadang, 2021)
Berdasarkan penjelasan tersebut, pondok pesantren Al- Masthuriyah
mendapatkan tambahan pemasukan dari unit usaha integrated farming
yang digunakan untuk membantu biaya operasional pesantren. Walaupun
unit usaha integrated farming bukan sumber utama pemasukan untuk
pondok pesantren, namun setidaknya dengan adanya unit usaha
integrated farming dapat ikut menambah pemasukan pondok pesantren
untuk biaya operasional. Lebih lanjut lagi Bapak Oman menjelaskan
rincian pendapatan dari unit usaha integrated farming:

“...inikan cabe sudah bisa kita kelola mungkin nanti tinggal


bagaimanya meningkatkan kualitasnya. Alhamdulillah kalo masalah
kangkung sudah bisa berjalan ini sudah beberapa kali panen, sekali
panen dalam satu meja ini ada sembilan meja, satu meja ini bisa
panen 30-50 kg. Harga kangkung seperti ini lumayan harganya kalo
ngecer bisa 20rb/kg gitu. Terus kalo tengkulak kadang-kadang kalo
lagi bagus bisa 16 rb kalo lagi jelek bisa 10rb. Tapi kalo 10rb
sekilo kan udah lumayan dibanding harga kangkung yang dipasar.
Apalagi kita hanya mengandalkan pupuk dari limbah lele dan kira-
kira kan gak perlu mengeluarkan cost lagi, kecuali cost nya benih,
perawatan sama para pegawai.” (wawancara dengan Bapak Oman,
2021)

78
Berikut ini hasil perhitungan modal dan keuntungan unit usaha integrated farming
yang didapatkan dalam sekali panen:

Tabel 4. 1 Analisa Biaya Operasional Budidaya Holtikultura Aquaponik sistem


NFT dan DBS

Uraian Kegiatan Item Satuan Harga Total


A. Media Semai
Pottray 108 Lubang 75 Pcs Rp 17.500 Rp 1.312.500
Rockwall 50 Ball Rp 35.000 Rp 1.750.000
Yellow Trap 20 Bks Rp 20.000 Rp 400.000
Rp 3.462.500

B. Penyediaan Benih
Kangkung Bangkok 10 Kg Rp 75.000 Rp 75.000
Bayam Hijau/Merah 5 Pack Rp 20.000 Rp 100.000
Pakcoy 10 Pack Rp 35.000 Rp 350.000
Selada 5 Pack Rp 50.000 Rp 250.000
Melon 5 Pack Rp 75.000 Rp 375.000
Rp 1.825.000
79
C. Pemeliharaan Rutin
Obat-obatan Organik 1 Paket Rp 500.000 Rp 500.000
(Disesuaikan Keadaan)
Listrik 0 Paket Rp 150.000 Rp 150.000
Perawatan dan pemeliharaan Rp 1.671.425
insfrastruktur 3% Musim

Rp. 2.321.425
D. Biaya Tenaga Kerja

Petugas penyemaian 4 O/H Rp 75.000 Rp 300.000


Petugas pemeliharaan & 1 O/Bln Rp 500.000 Rp 500.000
pengawas
Petugas panen & 12 O/H Rp 75.000 Rp 900.000
pengemasan
Rp 1.700.000

Sub total biaya operasional Rp 9.308.925

Sumber: Dokumen Laporan Rincian Hidroponik NFT

80
Tabel 4. 2 Perhitungan Hasil Panen Budidaya Holtikultura Aquaponik Sistem
NFT dan DBS

Estimasi Hasil Item Volume Panen Harga/Kg Panen/ Total


Panen dan Periode
Penjualan
Kangkung 3.200 Pot 213 Pot/Kg Rp 10.000 6 Rp 12.780.000
Bayam 3.200 Pot 213 Pot/Kg Rp 10.000 6 Rp 12.780.000
Pakcoy 800 Pot 133 Kg Rp 12.000 3 Rp 4.788.000
Selada 800 Pot 133 Kg Rp 12.000 3 Rp 4.788.000

Melon 300 DBS 1.164 Kg Rp 4.000 1 Rp 4.656.000


Rp 39.792.000

Sumber: Dokumen Laporan Rincian Hidroponik NFT

81
Tabel 4. 3 Hasil Selisih Margin Budidaya Holtikultura Aquaponik Sistem
NFT dan DBS

Perkiraan Selisih Margin


Biaya Produksi Rp 9.308.925
Hasil Penjualan Rp 39.792.000
Rp 30.483.075
Sumber: Dokumen Laporan Rincian Hidroponik NFT

Tabel 4. 4 Laba Bersih Hasil Budidaya Holtikultura Aquaponik Sistem NFT


dan DBS

Estimasi Bagi Hasil (Per Musim Panen ± 2 Bulan)


Pengembangan Usaha Pesantren 15% Rp 4.572.461
Pemilik Lahan 5% Rp 1.524.154

Zakat/Infaq/Shodaqoh 5% Rp 1.524.154
Laba Bersih Hasil Usaha Rp 22.862.306

Sumber: Dokumen Laporan Rincian Hidroponik NFT


82
Tabel 4. 5 Analisa Biaya Operasional Budidaya Holtikultura Aquaponik Sistem
Fertigasi Tetes

Uraian Kegiatan Item Satuan Harga Total


A. Media Semai
Media Tanam 3.500 Pcs Rp 1.500 Rp 5.250.000
(Cocopeat/Limbah
Kopi/Sekam Bakar)
Rockwall/Dakron 50 Ball Rp 35.000 Rp 1.750.000
Botol Spray 1 Liter 5 Pcs Rp 15.000 Rp 75.000
Nampan 100 Pcs Rp 5.000 Rp 500.000
Paranet 5 Roll Rp 250.000 Rp 1.250.000
Tali Pertanian 1 Kodi Rp 1.000.000 Rp 1.000.000
Yellow Trap 20 Bks Rp 20.000 Rp 400.000
Rp 10.225.000
B. Penyediaan Benih
Cabe Kriting 10 gr 3 Pack Rp 200.000 Rp 600.000
Tomat Sayur 10 gr 3 Pack Rp 200.000 Rp 600.000
Bawang Merah 15 Kg Rp 65.000 Rp 975.000
Rp 2.175.000
83
C. Pemeliharaan Rutin
Obat-obatan Organik 1 Paket Rp 1.000.000 Rp 1.000.000
(Disesuaikan Keadaan)
Listrik 1 Paket Rp 150.000 Rp 150.000
Pemeliharaan Rp 857.175
Pnsfrastruktur & 3% Musim
Bangunan
Rp. 2.007.175
D. Biaya Tenaga Kerja

Petugas penyemaian 6 O/H Rp 75.000 Rp 450.000


Petugas pengemasan & 6 O/H Rp 75.000 Rp 450.000
penataan polybag
Petugas pemeliharaan & 1 O/Bln Rp 500.000 Rp 500.000
pengawas
Petugas panen & 6 O/H Rp 75.000 Rp 450.000
pengemasan
Rp 1.850.000

Sub total biaya operasional Rp 16.677.175

Sumber: Dokumen Laporan Rincian Hidroponik Fertigasi Tetes

84
Tabel 4. 6 Estimasi Hasil Panen dan Penjualan Budidaya Holtikultura Aquaponik
Sistem Fertigasi Tetes

Produk Item Volume Harga/Kg Total


Panen
Cabe Kriting 1.200 Pohon 1 Kg/Pohon Rp 20.000 Rp 24.000.000
Tomat Sayur 1.200 Pohon 3 Kg/Pohon Rp 3000 Rp 10.800.000
Bawang Merah 500 Pot 0,3 Kg/Pohon Rp 10.000 Rp 1.500.000
Rp 36.300.000

Sumber: Dokumen Laporan Rincian Hidroponik Fertigasi

85
Tabel 4. 7 Hasil Selisih Margin Budidaya Holtikultura
Aquaponik Sistem Fertigasi Tetes

Perkiraan Selisih Margin


Biaya Produksi Rp 16.677.175
Hasil Penjualan Rp 36.300.000
Rp 19.622.825

Sumber: Dokumen Laporan Rincian Hidroponik Fertigasi Tetes

Tabel 4. 8 Laba Bersih Hasil Budidaya Holtikultura Aquaponic


Sistem Fertigasi Tetes

Estimasih Bagi Hasil Per Musim Panen (± 4 Bulan)


Pengembangan Usaha Pesantren 15% Rp 2.943.424
Pemilik Lahan 5% Rp 981.141
Zakat/Infaq/Shodaqoh 5% Rp 981.141
Laba Bersih Hasil Usaha Rp 15.698.260

Sumber: Dokumen Laporan Rincian Hidroponik Fertigasi Tetes


86
Tabel 4. 9 Analisa Biaya Operasional Budidaya Lele Sistem
Bioflok

Uraian Item Satuan Volume Harga Jumlah


A. Biaya Modal
Budidaya
Pendederan

Pembelian Benih 250.000 Ekor 1 Times Rp 167 Rp 41.750.000


Pakan High Protein
Ukuran Min-1 30 Zak 1 Times Rp 320.000 Rp 9.600.000
Resiko Kematian 5% 12.500 Ekor 5 % Rp 167 Rp 2.087.500
Obat-Obatan 1 Paket 1 Kali Rp 500.000 Rp 500.000
Rp 53.937.500
B. Pembesaran
Konsumsi
Pembelian Sangkal 1.500 Kg 1 Times Rp 17.000 Rp 25.500.000
Pakan High Protein
Ukuran Min-1 50 Zak 1 Times Rp 320.000 Rp 16.000.000
Resiko Kematian 5% 75 Kg 1 Periode Rp 17.000 Rp 1.275.000
87
Obat-Obatan 1 Paket 1 Kali Rp 500.000 Rp 500.000
Rp 43.275.000
C. Bahan Baku
Pembuatan Air
Flok
Kapur Dolomit 30 Kg 1 Bulan Rp 3.000 Rp 90.000
Probiotik 10 Bungkus 1 Bulan Rp 45.000 Rp 450.000
Molase 100 Kg 1 Bulan Rp 12.000 Rp 1.200.000
Tabung Oksigen 1 Tabung 1 Bulan Rp 250.000 Rp 250.000
Rp 1.990.000
D. Biaya Rutin
Operasional
Gaji Karyawan 3 Orang 1 Bulan Rp 2.500.000 Rp 7.500.000
Listrik 1 Paket 1 Bulan Rp 500.000 Rp 500.000
Rp 8.000.000
Sub total biaya operasional Rp 107.202.500

Sumber: Dokumen Laporan Rincian Pengelolaan Lele Bioflok

88
Tabel 4. 10 Perhitungan Hasil Panen Budidaya Lele Sistem
Bioflok

HASIL PENJUALAN
Produk Item Masa Panen Harga Total
Penjualan Ekor 1 Periode/ Rp 350
Benih 237.500 Bulan Rp 83.125.000
Penjualan Kg 2 Periode/ Rp 17.500 Rp 105.000.000
Konsumsi 3.000 Bulan
Rp 188.125.000
Sumber: Dokumen Laporan Rincian Pengelolaan Lele Bioflok

Tabel 4. 11 Hasil Selisih Margin Budidaya Lele Sistem Bioflok

Perkiraan Selisih Margin


Biaya Produksi Rp 107.202.500
Hasil Penjualan Rp 188.125.000
Rp 80.922.500

Sumber: Dokumen Laporan Rincian Pengelolaan Lele Bioflok

89
Tabel 4. 12 Laba Bersih Budidaya Lele Sistem Bioflok

Estimasi Bagi Hasil (Per Musim Panen ± 3 Bulan)


Pengembangan Usaha Pesantren 20% Rp 16.184.500
Zakat/Infaq/Shodaqoh 5% Rp 4.046.106
Laba Bersih Hasil Usaha Rp 60.691.894
Sumber: Dokumen Laporan Rincian Pengelolaan Lele Bioflok

90
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa hasil panen unit
usaha integrated farming dari sarana pertanian hidroponik NFT (Nutrient
Film Technique) dan DBS (Dutch Bucket System) sebesar Rp 30.483.075
dengan pembagian hasil sebanyak 15% untuk biaya pembangunan usaha
pesantren, 5% untuk pemilik lahan, dan 5% untuk ZIS, maka keuntungan
bersih yang didapat sebanyak Rp 22.862.306 per musim panen dalam
kurun waktu ± 2 bulan.

Hasil panen dari sarana fertigasi tetes sebesar Rp 19.622.825 dengan


pembagian hasil sebanyak 15% untuk biaya pembangunan usaha
pesantren, 5% untuk pemilik lahan, dan 5% untuk ZIS, maka keuntungan
bersih yang didapat sebanyak Rp 15.698.260 per musim panen dalam
kurun waktu ± 4 bulan. Sedangkan hasil panen dari budidaya lele bioflok
sebesar Rp 80.922.500 dengan pembagian hasil sebanyak 20% untuk
biaya pembangunan usaha pesantren dan 5% untuk ZIS, maka
keuntungan bersih yang didapat sebanyak Rp 60.691.892 per musim
panen dalam kurun waktu ± 3 bulan.

Saat ini hasil produksi sarana integrated farming sudah dipasarkan


secara mandiri sampai ke pasar Cianjur, pasar Depok, serta rumah makan
dan super market yang dipasarkan melalui pengepul. Dari hasil panen
ketiga sarana integrated farming, apabila dijumlahkan dalam kurun waktu
selama satu tahun, maka akan menghasilkan pendapatan dengan jumlah
sebagai berikut:

91
Tabel 4. 13 Perhitungan Kasar Hasil Panen Integrated Farming
Selama Satu Tahun

Jumlah Hasil Panen dalam Satu Tahun


Sarana (12 bulan)
NFT dan DBS Rp 22.862.306 x 6 Rp 137.173.836
(panen per-2 bulan)
Fertigasi Tetes Rp 15.698.260 x 3 Rp 47.076.780
(panen per-4 bulan)
Lele Bioflok (panen Rp 60.691.892 x 4 Rp 242.767.568
per-3 bulan)

TOTAL Rp 427.018.184
Sumber: Dokumen Analisa Usaha Integrated Farming (Diolah
oleh peneliti)

Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa total pendapatan hasil panen
unit usaha integrated farming pondok pesantren Al-Masthuriyah selama
kurun waktu satu tahun sebesar Rp 427.018.18. Hasil pendapatan tersebut
digunakan sebagai sumber pemasukan keuangan dalam upaya menunjang
biaya operasional pondok pesantren yang terdiri dari biaya pemeliharaan
bangunan, listrik, pembelian ATK, gaji guru dan pegawai, dan biaya
lainnya.

Aapun jumlah yang dikeluarkan pondok pesantren untuk biaya


operasional seluruh jenjang pendidikan yang ada di pondok pesantren Al-
Masthuriyah mulai dari RA (Raudhatul Athfal) sampai STAI (Sekolah
Tinggi Agama Islam) dalam kurun waktu satu bulan yaitu sebanyak 275
juta. Hal ini berdasarkan pada hasil wawancara dengan Bapak Oman,
sebagai berikut:

92
“...untuk biaya operasional perbulan pesantren ini keseluruhannya
dari unit pendidikan yang ada di pondok kurang lebih 275 juta.”
(wawancara dengan Bapak Oman, 2021)
Jika dalam kurun waktu satu bulan biaya operasional yang
dikeluarkan sebanyak 275 juta, maka dalam satu tahun biaya operasional
yang dikeluarkan oleh pesantren kurang lebih sebanyak 3,3 miliar. Dari
total biaya operasional pesantren dalam setahun tersebut, sebanyak Rp
427.018.184 atau setara dengan 13% disubsidi oleh unit usaha integrated
farming.

Selain pondok pesantren, adanya peningkatan ekonomi juga dapat


dirasakan oleh masyarakat sekitar yang ikut terlibat, sehingga mereka
bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Selain itu, secara tidak langsung
dengan adanya kegiatan ini juga dapat membuka lapangan pekerjaan.
Berikut ini pernyataan yang disampaikan oleh bapak Dadang:

“Manfaatnya banyak, secara tidak langsung ikut menyehatkan


masyarakat, menambah pemasukan ekonomi kita, menghasilkan
uangnya. Kita kerja disini tapi kita juga bisa praktek juga dirumah.
Jadi nambah pemasukan juga. Bisa merekrut orang yang tidak kerja,
ngebantu perekonomian, bisa ngebantu masyarakat dari segi
ekonomi dan dari segi kesehatan. Jadi keuntungannya ini relatif
tergantung dari segi apa nya. Kalo dari segi kesehatan ya bisa
ngobatin stress, kalau dari segi kemanusiaannya ya bisa merekrut
orang. Tujuannya ya biar masyarakat yang nganggur bisa dapet
kerja, dengan catatan orangnya itu mau. Jadi manfaatnya ya sangat
besar. Selain dapat membantu

93
beban ekonomi, media yang digunakan juga gampang. Kita kerja
dapat uang dan sebagian ada apa hobi juga. Jadi kaya menjalankan
hobi gitu terus mendapatkan penghasilan juga. Jadi gak susah.”
(wawancara dengan Bapak Dadang, 2021)

Hal lainnya di sampaikan oleh bapak Zaid pada wawancara yang


telah dilakukan sebagai berikut:

“Kalo untuk sehari-hari yah saya bersyukur gitu neng yah ada dari
mulai emmhh waktu di bangunan dengan sekarang, sekarang kan
ada lebih dikasih lebih yah buat tambah-tambah.” (wawancara
dengan Bapak Dadang, 2021)
Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa peningkatan
ekonomi juga dapat dirasakan oleh masyarakat yang ikut terlibat sebagai
karyawan. Adanya unit usaha integrated farming ini juga secara tidak
langsung dapat membantu dari segi kesehatan yang dalam hal ini yaitu
sebagai alternatif pengobatan stress. Aspek lainnya yaitu dari segi
kemanusiaan yang dalam hal ini dapat menciptakan lapangan pekerjaan.

2. Meningkatkan Pengetahuan dan Keterampilan


Berdasarkan data dan temuan penelitian, hasil lainnya dari
pelaksanaan kegiatan integrated farming ini ternyata memiliki dampak
terhadap santri dan masyarakat yang ikut terlibat yaitu dapat
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka. Hal ini seperti
yang disampaikan oleh bapak Dadang sebagai berikut:

94
“Iya secara tidak langsung itu mah otomatis. Contohnya begini aja
ya neng yah, neng disini misalkan belum tau, itu secara otomastis
neng pasti dapet ilmunya. Kalo nengnya mau di bimbing misalnya,
pasti dapet. Jangan kan elmunya, hasilnya itu yang namanya usaha
kan kita mau hasil, yang namanya hasil itu kita bisa dapet makan,
bisa dapet uangnya, double neng. Itu pasti otomatis.” (wawancara
dengan Bapak Dadang, 2021)
Begitu juga yang disampaikan oleh bapak Ajid sebagai berikut:

“Ya alhamdulillah kalo untuk saya ya seperti mengurus ini ada


emmhh dirasanya pengetahuan sedikit-sedikit tambahan. ”
(wawancara dengan Bapak Ajid, 2021)
Hal serupa juga disampaikan oleh Alfitra salah satu santri yang ikut
terlibat dalam kegiatan integrated farming sebagai berikut:

“...jadi kaya ada pengalaman tersendiri gitu, pengetahuan juga kan


bertambah. Dari lele misalnya jadi tau cara merawat lele yang baik
itu kaya gimana mulai dari pembibitan sampe lele siap panen.”
(wawancara dengan Alfitra, 2021)
Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa dengan adanya
kegiatan integrated farming di pondok pesantren Al- Masthuriyah ini
memang dapat membantu dan bermanfaat bagi santri maupun masyarakat
yang ikut terlibat, sehingga mereka bisa memiliki pengalaman dan
mengetahui ilmu mengenai perikanan dan pertanian.

95
C. Faktor Pendukung dan Penghambat Pengembangan Ekonomi
Pondon Pesantren Al-Masthuriyah Melalui Unit Usaha Integrated
Farming
Dalam pelaksanaan suatu program pengembangan ekonomi biasanya
dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari internal maupun
eksternal. Hal ini juga terjadi dalam pengembangan ekonomi pondok
pesantren Al- Masthuriya melalui unit usaha integrated farming, dimana
terdapat faktor pendukung dan faktor penghambat yang mempengaruhi
jalannya kegiatan tersebut.

1. Faktor Pendukung
Berdasarkan hasil dari wawancara dengan beberapa narasumber,
yang menjadi faktor pendukung pada proses pengembangan ekonomi
melalui unit usaha integrated farming di pondok pesantren Al-
Masthuriyah yaitu:

“Kalo pendukungnya ini kan sarana nya sudah ada dengan


kelebihan teknologi pertanian seperti ini kan kita gak perlu nyangkul
yah, tinggal nyabut di semai. Jadi peluangnya itu harus di
manfaatkan.” (wawancara dengan Bapak Oman, 2021)
Hal yang sama di sampaikan oleh bapak Yuyus pada wawancara
yang telah dilakukan sebagai berikut:

“Ya pendukungnya mah karena ini sarana sudah ada ya kan ya kita
gak modal kan, nah itu ya kita tinggal ngelanjutin tinggal kemauan
aja.” (wawancara dengan Bapak Yuyus, 2021)

96
Hal yang berbeda di sampaikan oleh bapak Ajid pada wawancara
yang telah dilakukan sebagai berikut:

“Ya itu faktor utamanya ya kita betul-betul merawatnya neng yah


gitu yah kita itu ada niat....” (wawancara dengan Bapak Ajid)
“Yang mendukungnya kalo misalkan yang ngerawatnya yang emang
ahli, kan beda yah gitu.” (wawancara dengan Alfitra, 2021)
Hal ini diperjelas oleh bapak Dadang sebagai berikut:
“Lahannya sudah ada terus ya media yang digunakannya ini
gampang. Sisanya harus ada kemauan dari diri kita sendiri.
Keinginan kita buat berkembang, ini kan udah ada segala
macemnya biar menghasilkan ya intinya kita tinggal bekerja keras.
Harus jujur dan ulet.” (wawancara dengan Pak Dadang, 2021)
Dari hasil wawancara diatas, dapat diperoleh informasi bahwa yang
menjadi faktor pendukung proses pengembangan ekonomi melalui unit
usaha integrated farming di pondok pesantren Al-Masthuriyah adalah
sarana dan prasarana yang memadai dan pengurus yang memang ahli
dibidangnya. Selain itu, adanya motivasi dari dalam diri sendiri, jujur dan
bekerja keras menjadi faktor pendukung lainnya.

2. Faktor Penghambat
Dalam pelaksanaan suatu program, tentu tidak akan selalu berjalan
mulus tanpa adanya suatu hambatan. Dalam kegiatan integrated farming,
pemasaran hasil kegiatan menjadi salah satu faktor penghambat pada
kegiatan tersebut.

97
Hal ini dikarenakan tidak semua orang mengetahui tentang bagaimana
cara memasarkan suatu produk. Hal ini seperti yang dikatakan oleh bapak
Yuyus sebagai berikut:

“Sebetulnya tidak ada kendala, yang ada kendala ini di mareket yah.
Satu di market karena tidak semua orang bisa memasarkan. Karena
misal ini kangkung mahal kan, kalau yang biasa kangsung emmhh
dipasar diwarung harga dua rebu perak ini bisa empat rebu perak
seiketnya. Nah itu yang jadi kendala karena ini kangkung harus
dipasarkan menengah keatas ya kalo menengah kebawah kita sulit
memasarkan dan saya pun sampai saat ini belum bisa memasarkan
ke super market karena harus ya ada beberapa yang ditempuh yah.
Kudu kandel kulit bengeut.” (wawancara dengan Pak Yuyus, 2021)
Hal ini juga diperjelas oleh pernyataan bapak Oman pada
wawancara yang telah dilakukan sebagai berikut:

“Kita punya kendala di pemasaran, jadi sarana prasarana ini belum


bisa maksimal karena tadi, nah ekspansi kita ke pasar kan masih
perlu team lagi gitu perlu team lagi yang untuk bergerak. untuk
pemasaran kan kita emmhh selama ini kan orang ngambil disini dia
pake merk sendiri gitu kan kadang gitu doang. Sayang kan,
sebenernya kita punya misi mengembangkan ekonomi.” (wawancara
dengan Pak Oman, 2021)
Namun, pernyataan diatas sedikit berbeda dengan pernyataan yang
disampaikan oleh bapak dadang mengenai kendala yang menjadi faktor
penghambat pada kegiatan integrated farming:

“Kita belum sanggup masarin ke swalayan. Kalau kendalanya


emmhh untuk kangkung kalau sering kena air ujan aja terus
sama binatang yang itu apa kuning-

98
kuning warnanya itu, ulet juga ada. Cuman gampang tinggal beli
bawang bodas satu suing sama sunlight di blender. Ya kendala
lainnya ya gak ada sih kalau, kalau panen nya aja sama ngebersihin
bekas panen itu yang ribet gitu, ekstra tenaga lah gitu sampe sakit
pinggang gimana lah gitu. (wawancara dengan Pak Dadang, 2021)
Dari hasil wawancara diatas, dapat diperoleh informasi bahwa
kendala yang menjadi faktor penghambat dalam kegiatan integrtaed
farming sebagai upaya pengembangan ekonomi pesantren menurut setiap
informan berbeda-beda. Beberapa kendala tersebut diantaranya yaitu
hama dan cuaca. Dalam hal ini, faktor penghambat tesebut dapat
mempengaruhi kondisi tanaman menjadi kurang baik. Secara tidak
langsung dengan kondisi tanaman yang tidak baik ini dapat menurunkan
kualitas dan harga jual nantinya. Kendala lainnya yaitu kekurangan
sumber daya manusia, hal ini akan sangat terasa ketika musim panen tiba.
Namun, satu yang paling menghambat yaitu pemasaran, hal ini terjadi
karena pengetahuan dan SDM yang terbatas.

99
BAB V PEMBAHASAN

Analisis mengenai pengembangan ekonomi pesantren melalui unit


usaha integrated farming di pondok pesantren Al-Masthuriyah dijelaskan
berdasarkan hasil paparan data dan temuan penelitian yang telah dibahas
sebelumnya kemudian dikaitkan dengan teori-teori yang digunakan pada
penelitian ini yang akan disajikan dalam bentuk uraian dan bersifat
naratif. Pada penelitian ini terdapat tiga fokus kajian yang akan diuraikan
dan dianalisis sebagai berikut:

A. Proses Pengembangan Ekonomi Pondok Pesantren Al-


Masthuriyah Melalui Unit Usaha Integrtaed Farming Unit usaha
integrated farming di dirikan dalam rangka
mengembangkan ekonomi pesantren untuk kemandirian ekonomi
pesantren yang di inisiasi oleh Bapak Oman Zaenurrohman selaku wakil
pimpinan bidang pengembangan ekonomi pondok pesantren Al-
Masthuriyah. Selain itu, keberadaan unit usaha integrated farming di
pondok pesantren Al-Masthuriyah sebagai pengembangan dari
pengelolaan sarana budidaya lele sistem bioflok yang di integrasikan
dengan pertanian menjadi wadah yang dapat memberikan ruang
kesempatan kepada santri dengan ikut terlibat dalam pengelolaannya
sehingga dapat memiliki pengalaman dan skill dalam pertanian modern.

100
Dalam proses pengembangan ekonomi pondok pesantren Al-
Masthuriyah melalui unit usaha integrated farming memiliki beberapa
tahapan sebagaimana teori yang dikemukakan oleh Carey (1980),
Marzuki dan Suharto (1996) dalam (Suharto, 2014, h. 75-85) yaitu
identifikasi masalah, penentuan tujuan, penyusunan dan pengembangan
rencana kegiatan, pelaksanaan kegiatan, dn evaluasi yang akan dijelaskan
melalui uraian dan pemaparan sebagai berikut:

1. Tahap Identifikasi Masalah


Identifikasi merupakan tahap awal dalam proses perencanaan suatu
program atau kegiatan. Mengacu pada definisi idenfitikasi masalah pada
bab II bahwa tahap ini erat kaitannya dengan asesmen kebutuhan yang
diibaratkan sebagai kekurangan yang mendorong masyarakat untuk
mengatasinya. Dalam hal ini asesmen kebutuhan pada penelitian ini
termasuk pada jenis kebutuhan yang dirasakan (felt need).

Seperti yang dijelaskan oleh Bapak Oman pada bab IV bahwa pihak
pondok pesantren memiliki ide untuk mengembangkan sarana perikanan
budidaya lele bioflok agar menjadi sesuatu yang lebih bernilai guna
dengan cara membuat strategi mengintegrasikan budidaya lele dengan
pertanian. Kebutuhan yang dirasakan dalam hal ini yaitu mengenai
pembangunan sarana dan prasarana pertanian yang terkendala pada
biaya, namun hal tersebut dapat diantisipasi

101
melalui bantuan dana dari Bank Indonesia yang sebelumnya diajukan
oleh pihak pondok pesantren.

Sebagai penanggung jawab unit usaha integrated farming, bapak


Oman mengatakan dalam wawancara yang telah dilakukan bahwa dalam
pengelolaan unit usaha integrated farming harus melibatkan semua pihak
termasuk santri dan masyarakat. Maka dari itu, beliau merasa perlu
melakukan sosialisasi dan diskusi untuk memutuskan rencana kegiatan
yang akan dilaksanakan demi memenuhi kebutuhan bersama.

2. Tahap Penentuan Tujuan


Penentuan tujuan dibuat sebagai kondisi yang ingin dicapai serta
dapat dijadikan sebagai target bagi keberhasilan suatu program.
Berdasarkan data dan temuan lapangan tujuan dari proses pengembangan
ekonomi pesantren melalui integrated farming yaitu untuk menumbuhkan
perekonomian pesantren sebagai sumber pemasukan keuangan dalam
upaya menunjang biaya operasional pondok pesantren. Selain itu, tujuan
lainnya yaitu sebagai sarana pelatihan dan pengembangan keterampilan
santri dan masyarakat sekitar dalam bidang perikanan dan pertanian
sehingga pengalaman dan pengetahuan mengenai sistem budidaya
perikanan dan pertanian modern bisa mereka dapatkan sekaligus bisa
mempraktikannya sendiri.

102
Dari pembahasan diatas apabila mengacu pada pendapat Suharto
(2014, h. 77) bahwa terdapat dua jenis atau tingkat tujuan, yaitu tujuan
umum (goal) dan tujuan khusus (objective). Maka, tujuan umum yang
diperoleh dari data dan temuan pada penelitian ini yaitu sebagai sarana
pelatihan dan pengembangan keterampilan santri dan masyarakat sekitar
dalam bidang perikanan dan pertanian. Sedangkan tujuan khususnya
yaitu sebagai sumber pemasukan keuangan dalam upaya menunjang
biaya operasional pesantren.

Berdasarkan pembahasan mengenai tujuan umum dari proses


pengembangan ekonomi pesantren melalui integrated farming yaitu agar
santri dan masyarakat yang ikut terlibat mempunyai pengetahuan dan
kemampuan yang baru dalam bidang perikanan dan pertanian. Maka, hal
ini sesuai dengan salah satu model pengembangan ekonomi menurut
Prijono yang dikutip oleh Zubaedi (2013, h. 120-121) yaitu the
development approachi yang menjelaskan bahwa model ini dilakukan
dengan memusatkan kegiatannya pada pengembangan yang bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan masyarakat.

Berbagai tujuan tersebut akan tercapai ketika terdapat tiga faktor


yang terdiri dari kualitas pengelolaan yang baik sehingga dapat
menghasilkan tanaman yang bagus, pemasaran yang baik, dan pimpinan
yang loyalitas. Apabila ketiga faktor tersebut tidak ada atau hilang
salah satunya

103
maka tujuan dari suatu kegiatan tidak akan tercapai dan kegiatan tersebut
tidak akan pernah maju.

3. Tahap Penyusunan dan Pengembangan Rencana Kegiatan


Setelah menetapkan tujuan yang ingin dicapai, tahap selanjutnya
yaitu mulai menyusun rencana kegiatan agar dapat berjalan dengan
lancar. Penyusunan rencana kegiatan merupakan sebuah proses dalam
mengambil keputusan mengenai tindakan yang akan dilakukan pada masa
yang akan datang. Penyusunan dan perencanaan kegiatan menjadi salah
satu tahapan terpenting, karena tanpa adanya rencana kegiatan, tahap
pelaksanaan kegiatan dan evaluasi kegiatan tidak akan terjadi.

Dalam proses pengembangan ekonomi yang akan dilakukan tentu


sebelumnya melakukan penyusunan dan pengembangan rencana
kegiatan. Rencana kegiatan yang dilakukan pada proses pengembangan
ekonomi pesantren melalui integrated farming yaitu memanfaatkan
sarana prasarana yang dimiliki oleh pondok pesantren untuk dikelola
sehingga dapat bernilai secara ekonomis dengan melibatkan masyarakat
untuk tergabung dengan unit usaha integrated farming yang dilakukan
melalui pendekatan sebagai kemitraan atau kerjasama pengelolaan.
Rencana kegiatan kemitraan yang dimaksud berupa pengelolaan sistem
pertanian modern yang terdiri dari NFT atau DFT fertigasi tetes, dutch
bucket system (DBS), serta sarana

104
budidaya maggot sebagai salah satu alternatif pengolahan sampah
organik.

4. Tahap Pelaksanaan Kegiatan


Dalam pelaksanaannya, berdasarkan data dan temuan penelitian
setelah mendapatkan bantuan modal dari Bank Indonesia maka yang
dilakukan terlebih dahulu yaitu membangun dan mempersiapkan sarana
dan prasarana pertanian modern yang kemudian akan di integrasikan
dengan perikanan. Ketika sarana dan prasarana sudah siap untuk dipakai,
maka tahap selanjutnya yaitu proses penyemaian bibit dan penanaman
yang dilakukan secara bersama-sama dengan semua yang ikut terlibat
agar meringankan dan mempermudah pekerjaan.

Demi memberikan bekal kepada santri dan masyarakat sekitar yang


ikut terlibat, maka pihak pondok pesantren merasa perlu melakukan
pelatihan yang diberikan langsung oleh ahlinya karena pondok pesantren
tidak memiliki basic pertanian dan perikanan. Akan tetapi mengingat
masih adanya pandemi seperti sekarang ini, maka kegiatan pelatihan
hanya dilakukan hanya sebatas pelatihan secara internal, briefing dan
sharing pengalaman saja dengan tujuan agar dapat memotivasi dan
menarik minat santri dan masyarakat yang terlibat sehingga menambah
pengetahuan mengenai pengelolaan pertanian modern, juga sebagai
percontohan agar santri dan masyarakat dapat tergerak dan ikut
berpartisipasi memelihara tanaman.

105
5. Tahap Evaluasi
Pada tahap ini pihak pondok pesantren Al-Masthuriyah melakukan
pengawasan dan evaluasi kegiatan integrated farming yang dalam hal ini
diwakilkan oleh penanggung jawab unit usaha integrated farming yaitu
bapak Oman. Berdasarkan data dan temuan pada bab sebelumnya dapat
diketahui bahwa pengawasan pada program kegiatan integrated farming
biasanya dilakukan bapak Oman secara langsung datang ke lokasi sarana
integrated farming dan memberikan pengarahan kepada santri ataupun
masayrakat yang terlibat dalam integrated farming.

Kegiatan pengawasan ini perlu dilaksanakan untuk mengetahui


kualitas dan kesehatan tanaman karena mengingat pola budidaya yang
digunakan membutuhkan perawatan secara ketat, selain itu guna
menghindari hasil panen berlebih sehingga dari awal proses tanam,
pindah tanam, sampai panen semua harus dijadwalkan seperti yang
dijelaskna oleh bapak Oman.

Selain kegiatan pengawasan, evaluasi juga perlu dilakukan untuk


meminimalisisr hambatan, mengetahui penyebab hasil panen yang bagus
dan yang kurang bagus, serta mengetahui keluhan, kebutuhan, kelebihan,
kekurangan, dan kondisi di lapangan. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Suharto (2014, h. 118) bahwa evaluasi adalah
mengukur berhasil tidaknya program yang

106
dilaksanakan, apa sebabnya berhasil dan apa sebabnya gagal, serta
bagaimana tindak lanjutnya.

B. Hasil Pengembangan Ekonomi Pondon Pesantren Al-


Masthuriyah Melalui Unit Usaha Integrated Farming Proses
pengembangan ekonomi pesantren dibuat dan dirancang untuk
menimbulkan dampak perubahan pada kondisi perekonomian pesantren.
Berdasarkan data yang ditemukan dapat diketahui bahwa hasil
dari proses pengembangan ekonomi yang dilakukan
oleh pondok pesantren Al-Masthuriyah melalui unit usaha
integrated
farming adalah meningkatnya pendapatan pesantren.

Dari hasil pendapatan tersebut, peneliti menganalisis pendapatan


bersih dari sarana NFT dan DBS per musim panen selama dua bulan
sebesar Rp 22.862.306, pendapatan bersih dari sarana fertigasi tetes per
musim panen selama empat bulan sebesar Rp 15.698.260, dan yang
terakhir pendapatan bersih dari sarana budidaya lele bioflok per musim
panen selama tiga bulan sebesar Rp 60.691.894. Keseluruhan pendapatan
hasil panen tersebut apabila dijumlahkan dan dikalikan selama satu tahun,
maka pondok pesantren Al-Masthuriyah melalui unit usaha integrated
farming akan menghasilkan tambahan pendapatan dengan jumlah sebesar
Rp 427.018.184.

Hasil dari unit usaha integrated farming pondok pesantren Al-


Masthuriyah di gunakan sebagai sumber

107
pemasukan keuangan untuk menunjang biaya operasional pondok
pesantren. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Mursyid (2011) pada
jurnalnya bahwa salah satu model usaha ekonomi yang berjalan di
lingkungan pesantren yaitu usaha ekonomi pesantren untuk mendukung
biaya operasional pesantren. Dalam kurun waktu satu tahun, kurang
lebih sebanyak 13% dari total pengeluaran pondok pesantren Al-
Masthuriyah untuk biaya operasional pesantren di bantu dari hasil
penjualan produk unit usaha integrated farming. Oleh karena itu, dari
hasil analisis tersebut dapat dikatakan bahwa penghasilan yang
didapatkan dari unit usaha integrated farming dapat meningkatkan
pendapatan pesantren untuk membantu kemandirian ekonomi pesantren.

Tidak hanya meningkatkan pendapatan ekonomi pesantren saja,


tetapi masyarakat sekitar yang ikut terlibat sebagai pengurus juga
merasakan hal yang sama, sehingga mereka bisa memenuhi
kebutuhannya sendiri serta dapat dijadikan sebagai lapangan pekerjaan.
Selain meningkatkan perekonomian, beberapa dari narasumber ada yang
mengatakan bahwa setelah mengikuti kegiatan integrated farming dapat
membantu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka
mengenai bagaimana cara merawat lele mulai dari pembibitan sampai lele
siap panen, juga ilmu mengenai bagaimana cara menanam dengan sistem
budidaya modern. Dengan ikut terlibat dalam kegiatan integrated

108
farming mereka bisa memiliki pengalaman dibidang perikanan dan
pertanian.

Apa yang dirasakan para santri dan masyarakat yang ikut terlibat
pada kegiatan integrated farming sebelumnya sama seperti apa yang
dikemukakan oleh Suharto (2014, h. 60) bahwa tujuan dari
pengembangan ekonomi adalah untuk mempunyai pengetahuan dan
kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat
fisik, ekonomi, maupun sosial.

Selain pendapatan, pengetahuan, dan pengalaman mereka


bertambah. Kegiatan integrated farming yang melibatkan banyak pihak
secara tidak langsung membuka usaha mandiri dan menciptakan lapangan
pekerjaan. Masyarakat sekitar bisa meningkatkan usaha perikanan dengan
sistem bioflok tanpa harus memiliki lahan yang luas, melalui usaha
budidaya maggot dapat menjadi salah satu alternatif pengolahan sampah
organik dan memanfaatkan hasilnya untuk pakan ikan dan media
tanaman, lalu dengan sistem pertanian hidorponik atau aquaponik dapat
memanfaatkan lahan pekarangan atau lahan sempit disekitarnya untuk
budidaya pertanian sayuran untuk ketahanan pangan.

109
C. Faktor Pengembangan Ekonomi Pondon Pesantren Al-
Masthuriyah melalui Unit Usaha Integrated Farming
Dalam pelaksanaannya, setiap kegiatan biasanya dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Begitu juga
yang terjadi pada pelaksanaan proses pengembangan ekonomi pondok
pesantren Al- Masthuriyah melalui intregrated farming, dimana terdapat
faktor pendukung dan penghambat yang mempengaruhi jalannya
kegiatan tersebut yang meliputi:

1. Faktor Pendukung
Faktor pendukung yang pertama yaitu sumber daya, sumber daya ini
meliputi lahan yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana dan prasarana
yang memadai dibantu dengan pengurus yang dalam hal ini adalah
fasilitator yang memang ahli dibidangnya. Kedua yaitu motivasi,
motivasi dari dalam diri sendiri yang dipengaruhi oleh niat dan kemauan
untuk berkembang menjadi lebih baik dari sebelumnya. Motivasi ini
dapat menjadi modal utama dalam menjalankan kegiatan integrated
farming terlebih jika disertai dengan kejujuran dan keinginan untuk
bekerja keras.

2. Faktor Penghambat
Menurut Yasma yang dikutip oleh (Arimbawa, 2016, h.18) bahwa
yang menjadi salah satu kendala dalam intergated farming yaitu kualitas
sumber daya manusia yang rendah. Sama halnya dengan data dan
temuan penelitian

110
bahwa yang menajdi faktor penghambat yaitu rendahnya kualitas sumber
daya manusia yang dalam hal ini dapat menghambat pemasaran, karena
tidak semua orang mengetahui bagaimana cara memasarkan produk
terlebih produk pertanian organik. Kurangnya sumber daya manusia yang
terlibat juga menjadi kendala lainnya. Baik santri dan masyarakat yang
ikut bergabung dengan kegiatan ini tidak terlalu banyak sehingga ketika
proses panen tiba terasa lebih berat.

Faktor penghambat lainnya yaitu hama dan cuaca. Hama yang


menyerang dan cuaca yang tidak dapat dipresiksi kapan datangnya
mengharukan semua yang terlibat cepat tanggap dalam menghadapi
kendala tersebut. Dalam hal ini, baik hama maupun cuaca dapat
mempengaruhi kondisi tanaman menjadi kurang baik. Secara tidak
langsung dengan kondisi tanaman yang tidak baik ini dapat menurunkan
kualitas dan harga jual nantinya.

111
BAB VI SIMPULAN DAN

SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dipaparkan
diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pondok pesantren Al-Masthuriyah mempunyai program


pengembangan ekonomi yaitu integrated farming sebagai
pengembangan dari pengelolaan sarana perikanan budidaya lele
bioflok. Dalam proses pengembangan ekonomi pesantren tersebut
terdapat beberapa tahapan, diantaranya yaitu:
a. Idenfitikasi masalah, tahap ini dilakukan dengan melihat peluang
dari adanya budidaya lele sistem bioflok untuk di integrasikan
dengan pertanian agar menjadi sesuatu yang lebih benilai guna.
b. Tahap penentuan tujuan, tujuan ini dibedakan menjadi dua yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum yaitu sebagai
sarana pelatihan dan pengembangan keterampilan santri dan
masyarakat sekitar agar mempunyai pengetahuan dan kemampuan
dalam bidang perikanan dan pertanian. Sedangkan tujuan
khususnya yaitu sebagai sumber pemasukan keuangan dalam
upaya menunjang biaya operasional pesantren.

112
c. Tahap penyusunan dan pengembangan rencana kegiatan, pada
tahap ini kegiatan yang disusun dan direncanakan yaitu berusaha
melibatkan masyarakat sebagai kemitraan atau kerjasama
pengelolaan dalam memanfaatkan sarana prasarana yang dimiliki
oleh pondok pesantren yang terdiri dari budidaya lele bioflok,
pertanian NFT atau DFT, fertigasi tetes, dutch bucket system
(DBS), serta sarana budidaya maggot untuk dikelola sehingga
dapat bernilai secara ekonomis.
d. Tahap pelaksanaan kegiatan, dalam pelaksanaan kegiatan
integrated farming terdapat pelatihan secara internal, briefing dan
sharing pengalaman yang bertujuan untuk memotivasi dan
menarik minat santri dan masyarakat sekitar yang terlibat sehingga
menambah pengetahuan mereka mengenai pengelolaan pertanian
modern.
e. Tahap evaluasi, kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui kondisi
di lapangan, meminimalisir hambatan, serta mengetahui penyebab
hasil panen yang bagus dan yang kurang bagus.
2. Hasil dari pengembangan ekonomi ekonomi yang dilakukan pondok
pesantren Al-Masthuriyah melalui unit uaha integrated farming
menunjukkan dapat meningkatkan pendapatan ekonomi pesantren
sebagai sumber pemasukan keuangan untuk menunjang biaya
operasional pondok pesantren serta meningkatkan

113
ekonomi masyarakat sekitar karena dapat menciptakan lapangan
pekerjaan. Selain itu, hasil lainnya yaitu dapat meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, pengalaman santri dan masyarakat
sekitar mengenai budidaya perikanan dan pertanian modern.
3. Faktor pendukung dalam proses pengembangan ekonomi pondok
Pesantren Al-Masthuriyah melalui integrated farming yaitu adanya
sarana dan prasarana yang memadai serta motivasi dari dalam diri
sendiri yang dipengaruhi oleh niat dan kemauan untuk berkembang
menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dibalik faktor pendukung
terdapat kendala yang menjadi faktor penghambat, diantaranya yaitu
rendahnya kualitas sumber daya manusia, kurangnya sumber daya
manusia yang terlibat, serta faktor penghambat lainnya yaitu hama
dan cuaca.

114
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka saran yang
diberikan pada penelitian ini adalah sebagi berikut:
1. Keterbatasan sumber daya manusia mengakibatkan jalannya kegiatan
integrated farming terhambat. Maka dari itu, demi keberlangsungan
kegiatan integrated farming penulis berharap agar pondok pesantren
Al- Masthuriyah dapat menambah sumber daya manusia sehingga
program ini bisa berjalan maksimal dan mendatangkan manfaat bagi
semua pihak yang terlibat didalamnya.
2. Pada pelaksanaan kegiatan, kegiatan pelatihan atau sharing
pengalaman perlu ditambah terutama pelatihan mengenai pemasaran
oleh orang yang memang ahli dibidang pemasaran. Hal ini dilakukan
agar santri maupun masyarakat yang terlibat dapat semakin
menambah ilmu pengetahuan yang dimilikinya dan tidak terkendala
lagi dalam proses pemasaran sehingga mendapatkan hasil yang sesuai
dengan tujuan yang diharapkan.
3. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan mampu memberikan inovasi
baru dengan cakupan kajian yang diteliti bisa lebih luas dan
mendalam agar diperoleh hasil yang lebih baik dari penelitian yang
sekarang.

115
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku
Hardani, Andriani, H., Ustiawatyi, J., Utami, E. F., Sukmana, D. J., &
Istiqomah, R. R. (2020). Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif.
Yogyakarta: CV. Pustaka Ilmu.

Haryanto, S. (2011). Sosiologi Ekonomi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Matheus, Rupa. (2019). Pertanian Terpadu: Model Rancang Bangun dan


Penerapan Pada Zona Agroekosistem Lahan Kering. Yogyakarta:
Deepublish.

Purnomo, H. (2017). Manajemen Pendidikan Pondok Pesantren.


Yogyakarta: Bildung Pustaka Utama.

Rufaidah, H. B. (2002). Model Penelitian Agama dan Dinamika Sosial.


Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sodik, S. S. (2015). Dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Literasi


Media Publishing.

Sudarminto, B. H. (2014). Pertanian Terpadu Untuk Mendukung Kedaulatan


Pangan Nasional. Yogyakarta: UGM Press.

Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Penerbit


Alfabeta.

Suharto, E. (2014). Membangun Masyarakat Memberdayaka Rakyat.


Bandung: PT. Rekan Aditama.

116
Suyitno. (2018). Metode Penelitian Kualitatif: Konsep, Prinsip dan
Operasionalnya. Tulungagung: Akademia Pustaka.

Wibowo, A. G. (2018). Analisis Penyusunan Perencanaan Pengembangan


Ekonomi Masyarakat Kabupaten Jayawijaya. Tangerang Selatan:
Indocamp.

Zubaedi. (2013). Pengembangan Masyarakat: Wacana dan Praktik. Jakarta:


Kencana.

Sumber Jurnal dan Skripsi

Abdurrahman. (2015). Pemberdayaan Pondok Pesantren Al- Idrus Terhadap


Perkembangan Ekonomi Masyarakat Desa Repaking Kecamatan
Wonosegoro Kabupaten Boyolali. Skripsi, Fakultas Adab dan Ilmu
Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Amrullah. (2019). Analisis Manajemen Pengelolaan Koperasi Pesantren


dalam Mewujudkan Kemandirian Pesantren Ummul Ayman Samalanga.
Jurnal Peradaban Islam Vol. 1, No. 2 , 257-277.

Arimbawa, I. W. (2016). Beberapa Model Pengembangan Sistem Pertanian


Terpadu yang Berkelanjutan. Program Studi Agroteknologi Universitas
Budayana.

Baharuddin, M. R., Hidayati, G. S., & Amir, B. (2019). Pemberdayaan


Masyarakat Marannu melalui Pertanian dan Peternakan Terintegrasi
dalam Rangka Mewujudkan

117
Kabupaten Pinrang Sebagai Poros Utama Pemenuhan Pangan Nasional.
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, Vol. 1, No. 2 , 99-104.

Khariri, M. R. (2021). Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Melalui Koperasi


Pondok Pesantren (Studi Kasus Koperasi Pondok Pesantren Mahasiswa
Al-Hikam Malang). Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Brawijaya Malang .

Lestari, J. (2019). Pemberdayaan Santri Melalui Integrated Farming System


(IFS) di Pondok Pesantren Sunan Gunung Jati Ba’Alawy Kecamatan
Gunung Pati Kota Semarang. Skripsi, Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang.

Marlina. (2014). Potensi Pesantren Dalam Pengembangan Ekonomi Syariah.


Jurnal Hukum Islam (JHI) Volume 12, Nomor 1 , 117-134.

Mursyid. (2011). Dinamika Pesantren Dalam Perspektif Ekonomi. Millah


Vol. XI, N o 1 , 171-187.

Muslim, A. (2005). Paradigma Pengembangan Masyarakat. Dalam


Suisyanto, & Sriharini, Islam, Dakwah, dan Kesejahteraan Sosial.
Yogyakarta: Jurusan PMI Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga
bekerja sama dengan IISEP - CIDA.

118
Nurcholis, M., & Supangkat, G. (2011). Pengembangan Integrated Farming
System Untuk Pengendaliah Alih Fugsi Lahan Pertanian. Prosiding
Seminar Nasional Budidaya Pertanian , 71-84.

Nurhidayah. (2018). Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Berbasis Pertanian


Terpadu Oleh Joglo Tani di Dusun Mandungan I Margoluwih Seyegan
Yogyakarta. Yogyakarta: Skripsi UIN Sunan Kalijaga.

Suharto, E. (2004). Metodologi Pengembangan Ekonomi Masyarakat, Jurnal


Comdev. Jakarta: BEMJ PMI.

Supeno, E. I. (2019). Strategi Pemberdayaan Ekonomi Pesantren dan


Penguatan Daya Saing Idustri Halal Dalam Upaya Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia. Jurnal Eksyar (Jurnal Ekonomi Syariah) Vol. 06
No. 02 , 76 – 94 .

Suyatman, U. (2017). Pesantren dan Kemandirian Ekonomi Kaum Santri


(Kasus Pondok Pesantren Fatthiyyah Al- Idrissiyah Tasikmalaya).
Jurnal Al-Tsaqfa 14 (2) , 303-313.

Yuliani, Y. (2019). Pengembangan Ekonomi Pesantren Melalui Unit Usaha


Pondok Pesantren Darussalam Sindangsari Kertamanah Garut Jawa
Barat. Skripsi, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel
surabaya.

Sumber Dokumen
Dokumen Laporan Rincian Hidroponik Fertigasi Tetes Dokumen
Laporan Rincian Hidroponik NFT dan DBS

119
Dokumen Laporan Rincian Pengelolaan Lele Bioflok Dokumen Profil
Pondok Pesantren Al-Masthuriyah 2020

Sumber Website

Direktoran Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren. Data Jumlah Pondok


Pesantren pada Februari 2021.
https://ditpdpontren.kemenag.go.id/web/ diakses pada tanggal 5
Februari 2021.

Kartasasmita, G. (1996). Pembangunan Untuk Rakyat


Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. Jakarta: PT. Pustaka
Cidesindo. https://issuu.com/ginandjarkartasasmita/docs/pemb_u_rak
yat diakses pada tanggal 20 Juni 2021.

Visi Pondok Pesantren Al-Masthuriyah Sebagai Lembaga


Perekonomian. http://almasthuriyah.id/ diakses pada 24
Mei 2021.

120
LAMPIRAN

121
Lampiran 1 : Surat-surat

122
123
124
Lampiran 2 : Dokumentasi penelitian

Sarana Integrated farming

Proses membersihkan akar kangkung

125
Proses semai Paska panen daun bawang

Lampiran 3 : Dokumentasi wawancara

126
Lampiran 4 : Catatan Observasi

Nama Observer : Mila Meidawati


Waktu : Februari-September 2020
Tempat : Pondok Pesantren Al-Masthuriyah Judul
Penelitian : Pengembangan Ekonomi Pondok
Pesantren Melalui Integrated Farming (Studi Kasus
Pada Pondok Pesantren Al- Masthuriyah Cisaat
Sukabumi)

No. Tanggal Indikator Deskripsi


1. 22 Februari Menyampaikan Pada kegiatan
2021 tujuan dan izin observasi pertama,
melakukan peneliti
penelitian. memperkenalkan diri
dan menyampaikan
maksud serta tujuan
kepada Pak Daden
Abdullah selaku
sekretaris pondok
pesantren Al-
Masthuriyah untuk
melakukan penelitian
di pondok pesantren
Al-Masthuriyah
terkait unit usaha
integrated farming
dan beliau
menyarankan dan
mengarahkan untuk
bertemu dengan Pak
Oman terkait hal
tersebut. Dalam
kegiatan ini pula

127
peneliti dapat
memperoleh data
mengenai sejarah dan
profil dari pondok
pesantren Al-
Masthuriyah melalui
dokumen pondok
pesantren yang
diberikan oleh Pak
Daden.
2. 2 Juli 2021  Keadaan Setelah mendapat
lokasi sarana arahan dari Pak Daden,
dan selanjutnya peneliti
prasarana menguhubungi Pak
integrated Oman untuk meminta
farming izin melalukan
 Hasil penelitian dan
pengembang melakukan wawancara.
an ekonomi Beliau menyarankan
pondok untuk diadakannya
pesantren pertemuan dan pada
Al- saat itu diputuskan
Masthuriyah untuk sementara
melalui unit dilakukan via google
usaha meet. Pada pertemuan
integrated ini peneliti meminta
farming untuk dibantu selama
proses penelitian serta
menyampaikan bahwa
sebelumnya peneliti
telah mendapat
persetujuan Pak Daden
dan semuanya
diserahkan kepada Pak
Oman untuk tahap
pengambilan data.
Pada tanggal 2 Juli
2021, dengan

128
membawa surat izin
penelitian, peneliti
bertemu dengan Pak
Oman sesuai dengan
tanggal yang sudah
dijadwalkan di
kediaman beliau di
komplek pondok
pesantren Al-
Masthuriah pagi hari
sekitar jam 09.00 WIB.
Pada observasi kali ini,
peneliti melakukan
pengataman terhadap
lokasi sarana dan
prasara integrated
farming dan melakukan
wawancara kepada Pak
Oman sebagai
penanggung jawab dari
unit usaha integrated
farming. Dari hasil
wawancara tersebut,
peneliti mendapatkan
data mengenai awal
mula ide dasar
terbentuknya
integrated farming,
tentang produk yang
dihasilkan, dan juga
mengenai proses
pengembangan
ekonomi yang
dilakukan. Pada
pertemuan ini, peneliti
meninggalkan tempat
bada dzuhur karena
kebetulan saat itu akan
ada kegiatan haol di
pondok pesantren.

129
3. 20 Agustus Proses Pada tanggal 20
2021 pengembangan Agustus 2021, peneliti
ekonomi kembali mengunjungi
pondok pondok pesantren Al-
pesantren Al- Masthuriyah untuk
Masthuriyah melakukan wawancara
melalui unit kepada para karyawan
usaha integrated yang bekerja di unit
farming l usaha integrated
farming. Sebelumnya,
peneliti mendapat
masukan dari Pak
Oman jika ingin datang
ke ponpes dan ingin
wawancara dengan
karyawan sebaiknya
datang selain hari
Jumat. Pada kunjungan
kali ini, selain
melakukan wawancara,
peneliti juga
berkesempatan melihat
proses pencucian akar
dari tanaman kangsung
ketika musim panen
tiba juga proses
penyiraman pada
instalasi fertigasi tetes
yang menggunakan
alarm penyiraman dan
proses pemberian
pakan untuk lele.
4. 12 September Proses Pada hari Minggu, 12
2021 pengembangan September 2021,
ekonomi peneliti kembali
pondok mengunjungi pondok
pesantren Al- pesantren Al-
Masthuriyah Masthuriyah. Pada
melalui unit kunjungan kali ini,
usaha integrated peneliti mengamati dan

130
farming mewawacarai santri
yang ikut terlibat dan
berpartisipasi pada
kegiatan integrated
farming. Sebelumnya,
peneliti membuat janji
akan datang pada hari
tersebut melalui Pak
Oman yang selanjutnya
diteruskan kepada
santri yang memang
pernah ikut terlibat.
Pada kunjungan ini
pula, peneliti
berkesempatan untuk
melihat proses
penyemaian benih pada
netpot yang dilakukan
oleh para karyawan.

131
Lampiran 5 : Transkrip wawancara

TRANSKRIP HASIL WAWANCARA

Nama : Oman Zaenurrohman


Jabatan : Penanggung Jawab Unit Usaha Integrated Farming
Tanggal : 2 Juli 2021
Tempat : Kediaman Pak Oman (Komplek Pondok Pesantren
Al-Masthuriyah)

1. Bagaimana proses ide awal sehingga tercetusnya unit usaha


integrated farming?
Jawaban : Memang dari awal pondok pesantren Al- Masthuriyah sudah
memiliki unit-unit kegiatan ekonomi salah satunya budidaya lele sistem
bioflok. Dulunya tahun 2018 dapet bantuan dari Kementrian Kelautan itu
sarana budidaya lele sistem bioflok. Ternyata budidaya lele ini hasilnya
ada hal-hal lain diluar perikanan, yaitu limbah. Nah limbahnya ini yang
dimanfaatkan untuk pupuk pertanian. Kita minta bantuan ke BI instalasi
pertanian. Dari perikanan muncul budidaya maggot untuk sumber daya
ikan. Limbah dari pesantren dimanfaatkan untuk pakan maggot. Kita
dalam segi eemmhh dalam segi pengelolaannya gak bisa sendiri, harus
melibatkan semua pihak termasuk masyarakat. Jadi sebetulnya dengan
adanya eemmhh eemmhh kegiatan ekonomi ini, lele misalkan masyarakat
bisa ikut membudidayakan pendederan, pemijahan, gitu. Nah itu yang kita
kemas menjadi suatu kegiatan pengembangan

132
masyarakat. Kan kalo pesantren fungsinyta 3, pendidikan, kegiatan
dakwah, dan yang ketiganya pemberdayaan masyarakat. Nah salah satu
bentuk pengabdian masyarakatnya itu langsung tidak langsung ya seperti
ini. Kita dalam segi eemmhh dalam segi pengelolaannya gabisa sendiri,
harus melibatkan semua pihak termasuk masyarakat.
2. Sebelum mempersiapkan kegiatan, apakah terdapat proses
identifikasi masalah terlebih dahulu?
Jawaban : Kita mungkin sebetulnya tidak melakukan identifikasi, kadang-
kadang ada apa namanya program pemerintah yang memberikan bantuan
kepada pesantren. Kenapa pesantren? karena di pesantren itu ya ada
santrinya gitu ya, terus ada alumninya, ada jaringan dan segala macem
semua kekeluargaan itu dia terus punya otoritas sendiri baik dari segi
pembinaan ataupun kekompakannya disetiap tempat gitukan. Jadi
pesantren ini bisa dijadikan sebagai stakeholder ujung tombaknya untuk
pengembangan ekonomi. Nah BI melalui program pengembangan
ketahanan pangan, sarana prasarana pertanian dia melakukan
pendampingan tapi kalau disini konsep integrated farming nya ya disini.
Kebetulan kita mengambil itu karena apa? Karena kita punya tadi,
awalnya kita punya budidaya lele. Budidaya lele ini kenapa kita
integrasikan karena limbah dari lele ini bisa dimanfaatkan untuk tanaman.
Jadi air buangannya lele itu ke pertanian sebagai pupuk. Memang
kebetulan integrated farming ini saya menginisiasinya untuk disini, saya
penanggung jawabnya pengembangan ekonomi. Jadi siapa yg
mengelola

133
ini, tetep kita mengelola dengan masyarakat dulu. Warga sekitar yang
dipekerjakan disini. Santri kan gamungkin kita libatkan secara full disini
karena dia memang tugasnya sekolah belajar, tapi ketika dia ada minat
untuk pengembangan ini kita welcome kita ajak.
3. Bagaimana tahap perencanaan dalam kegiatan integrated farming?
Jawaban : Rencananya itu awalnya kita memang memanfaatkan sarana
prasarana yang dimiliki oleh pondok pesantren untuk dimanfaatkan dan
dikelola sehingga dapat bernilai secara ekonomis, berkesinambungan dan
berkelanjutan. Warga kan awalnya kita ajakin sebagai kemitraan atau itu
emhh apa kerjasama pengelolaan. Program yang dilaksanakan itu kan
pertanian. Ada pertaniannya emmhh NFT atau DFT, NFT itu nutrient film
technique yah. NFT tuh biasanya mengalir air tipis, jadi si air tuh bisa
mengalir cuman kalo ini rata jadi DFT (Deep Film Technique) jadi si
airnya menggenang. Jadi air ini berasal dari kolam budidaya lele. Nah
memang karena ini pertanian modern, kita sendiri juga harus sosialisasi
terus diskusi terkait dengan sistem budidayanya ya dengan masyarakat ke
warga, bahwa ko gak pake media tanah, ko gak pake ini, ya itu kan warga
kan masih hal yang baru yah. Kalau di kampung kan kalo gak pake tanah
yah gak idup. Jadi gak melulu harus mengandalkan tanah. Jadi mereka
juga kaget, ko ini nanem kangkung bisa di pot gitukan. Nah Ini kan pola
metode seperti ini tidak umum, tapi faktanya itu memang sekarang ini
sudah

134
di lakuin kesana. Ini perubahan-perubahan emmhh pola budidaya ini juga
menjadi satu tantangan besar untuk kita terutana secara internal dulu kita
memberikan pemahaman bagaimana metode dan sebagainya itukan tidak
mudah, hal yang kita inikan juga ke warga.
4. Apa yang menjadi tujuan dalam kegiatan unit usaha
integrated farming ini?
Jawaban : Tujuan kegiatan integrated farming ini sebagai sumber
pemasukan keuangan dalam upaya menunjang biaya operasional pondok
pesantren. Tujuan lainnya juga bisa digunakan sebagai sarana pelatihan
dan pengembangan keterampilan santri dan masyarakat sekitar dalam
bidang pertanian. Jadi selain bekerja disini, dengan adanya konsep ini ya
minimal warga-warga yang deket bisa nanem cabe kaya gini bias loh
dirumah. Sekecil itulah, oh dia gak perlu lagi harus ke pasar gitu atau
nyari cabe yang di pasar ada pestisidanya, ada yang kurang sehatnya. Itu
dirumah dia bisa praktekin. Itu sampah sampah dirumah juga bisa
digunakan jadi pupuk cair.
5. Bagaimana proses pelaksanaan kegiatan integrated farming
dalam mengembangkan ekonomi pesantren? Jawaban : Kan ini
awalnya dari bantuan yah, dari bantuan ini kita kembangin terus abis itu
kita mulai membangun sarana prasarananya kemudian di integrasikan.
Untuk sarana kangkung ini kan ada sembilan meja yah, kalau di itung
luasnya ada 7x20 meter lah. Kalau tanaman ini ya kita sebetulnya
swadaya dari awal terus kita lakukan riset terus

135
kita dapat bantuan dari BI. Sebetulnya emmhh kita sudah lakukan
konsepnya ini sudah berjalan, inikan cabe sudah bisa kita kelola mungkin
nanti tinggal bagaimana meningkatkan kualitasnya. Kalau misalnya dari
segi teknik pertaniannya ini kan kita juga otodidak ya bukan orang ahli
pertanian, tetapi artinya dengan cara begini karena bagian daripada hobi
juga. Rata-rata di kita kan malah enggak ada jurusan pertanian di SMK
nya, artinya yaa santri kumaha lah gitu gimana cara belajarnya apapun
digali, siapapun yang datang kita sharing, kita pikirkan bagaimana
mengelola dengan cara seperti ini. Ini ada apa namanya ya masih olahan
produksinya masih belum maksimal disini karena kan dari segi
kapasitasnya pun juga masih terbats yah karena kita masih tahap seperti
ini dengan situasi pandemi ini ya sesuai dengan permintaan dulu aja. Tapi
kalo dari segi sarananya ini bisa produksi tiap hari sebetulnya jadi bisa
panen setiap hari. Karena kita kan ini bantuan dari pemerintah dan
pesantren ini basic nya bukan perikanan dan pertanian ya tetep ada orang
yang di latih, ngelatih, di bina dulu supaya itu dia menularkan ke orang-
orang yang baru, ke pekerja, siapapun lah yang datang. Secara teknik
pelatihannya sih kita kadang lagi begini ya emmhh ada pelatihan yang
diselenggarakan oleh pemerintah secara langsung tapi ada juga yang kita
briefing aja gitukan kita lakukan pelatihan secara internal, sharing
pengalaman gitu aja
6. Bagaimana cara melakukan pengawasan di lapangan dalam kegiatan
integrated farming?

136
Jawaban : Ya kalo bicara pengawasan tetep karena ini kan harus diawasi
secara ketat. Kapan kita harus nanem, kapan kita harus emmhh pindah
tanam, kita harus panen. Sebab kalau gak di begitukan nanti kalau kita
nanem terus kalau pasarnya belum ada terus overload bingung kita
ngelemparinnya kemana. Nah jadi tetep harus di kontrol. Jadi nanem ini
harus kita schedule kan.
7. Apakah dengan adanya unit usaha integrated farming ini dapat
meningkatkan ekonomi pesantren?
Jawaban : Kalau bicara hasil emmhh sebetulnya sarana prasarana yang
tersedia secara ekonomis ini dapat meningkatkan pendapatan dan
penghasilan sehingga mampu berkontribusi terhadap operasional pondok
pesantren. Inikan cabe sudah bisa kita kelola mungkin nanti tinggal
bagaimanya meningkatkan kualitasnya.
Ini ada apa namanya ya masih olahan produksinya masih belum maksimal
disini karena kan dari segi kapasitasnya pun juga masih terbats yah emmh
kalo maksimal nya yaa masih bisa digenjot dari segi teknologinya, artinya
saat ini kemampuan produksinya masih seperti ini alhamdulillah kalo
masalah kangkung sudah bisa berjalan ini sudah beberapa kali panen
bahkan bisa masuk ke pasar Cianjur , kadang- kadang ya yang bawa itu
sudah sampai ke Depok, ini untuk rumah makan ke super market sudah
masuk melalui pengepul karena saat ini kita belum bisa mengikat itunya
belum kontrak produksinya belum. Karena kita masih tahap seperti ini
dengan situasi pandemi ini ya sesuai dengan permintaan

137
aja. Tapi kalo dari segi sarananya ini bisa produksi tiap hari sebetulnya
jadi bisa panen setiap hari.
Sekali panen dalam satu meja ini ada sembilan meja, satu meja ini bisa
panen 30-50 kg. Harga kangkung seperti ini lumayan harganya kalo
ngecer bisa 20rb/kg gitu. Terus kalo tengkulak kadang-kadang kalo lagi
bagus bisa 16 rb kalo lagi jelek bisa 10rb. Tapi kalo 10rb sekilo kan udah
lumayan dibanding harga kangkung yang dipasar. Apalagi kita hanya
mengandalkan pupuk dari limbah lele dan kira-kira kan gak perlu
mengeluarkan cost lagi, kecuali cost nya benih, perawatan sama para
pegawai. Untuk lebih jelasnya nanti saya kasih rincian laporannya yah.
8. Apakah dengan adanya unit usaha integrated farming ini dapat
dikatakan sebagai lapangan pekerjaan?
Jawaban : Iya secara tidak langsung ya membuka usaha mandiri dan
menciptakan lapangan pekerjaan. Masyarakat bisa meningkakan usaha
perikanan dengan system bioflok tanpa harus memiliki lahan yang luas.
Masyarakat juga melalui Usaha budidaya maggot dapat menjadikan salah
satu alternative pengolahan sampah organik dan memanfaatkan hasilnya
untuk pakan ikan dan media tanaman. Terus dengan sistem pertanian
hidorponik atau aquaponik masyarakat dapat memanfaatkan lahan
pekarangan atau lahan sempit disekitarnya untuk budidaya pertanian
sayuran untuk ketahanan pangan.

138
9. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam
kegiatan unit usaha integrated farming?
Jawaban : Kalo pendukungnya ini kan sarana nya sudah ada dengan
kelebihan teknologi pertanian seperti ini kan kita gak perlu nyangkul yah,
tinggal nyabut di semai, menyemainya bisa dimana, nanemnya bisa
dimana. Jadi tempat semai dengan tempat nanem beda gitu nah itu bisa
dikatakan jadi pendukung yah dalam kegiatan ini. Jadi peluangnya itu
harus di manfaatkan.
Kalo penghambatnya kita punya kendala di pemasaran, jadi sarana
prasarana ini belum bisa maksimal karena tadi, nah ekspansi kita ke pasar
kan masih perlu team lagi gitu perlu team lagi yang untuk bergerak. untuk
pemasaran kan kita emmhh selama ini kan orang ngambil disini dia pake
merk sendiri gitu kan kadang gitu doang. Sayang kan, sebenernya kita
punya misi mengembangkan ekonomi.
10. Berapa banyak biaya yang dikeluarkan untuk biaya operasional
pesantren?
Jawaban: Kalo itu saya juga kurang paham. Tapi kalo perkiraan aja untuk
biaya operasional perbulan pesantren ini keseluruhannya dari unit
pendidikan yang ada di pondok kurang lebih 275 juta. Biaya
operasionalnya apa saja? Banyak ya, ada biaya untuk pemeliharaan
bangunan, listrik juga, pembelian ATK, gaji guru dan pegawai.

139
TRANSKRIP HASIL WAWANCARA

Nama : Yuyus Ishak


Jabatan : Karyawan
Tanggal : 20 Agustus 2021
Tempat : Pondok pesantren Al-Masthuriyah

1. Apa yang anda ketahui mengenai integrated farming? Jawaban :


Integrated farming ini adalah pertanian terpadu antara perikanan dengan
pertanian yaa.
2. Apa yang mendasari anda untuk turut serta dalam kegiatan ini?
Jawaban : Kebetulan saya kan suka bantu-bantu di almas, nah pak Oman
yang menangani ini bagian instalasi segala macem kebetulan beliau ada
kegiatan di Tangerang ininya di tinggal, karena takut gk ada yang ngurus
ya atas inisiatif pimpinan dari pondok pesantren udahlah ya saya suruh
bantuin ngurus bisa gak? Ya saya coba jadi alhamdulillah ini mah
kebetulan saja.
3. Sebelum mempersiapkan kegiatan, apakah terdapat proses diskusi
mengenai identifikasi masalah terlebih dahulu?
Jawaban : Ya kan kita bisa membaca kan gitu ya kesadaran kita. Kita
awalnya diskusi apa yang kita butuhin gitu. Kurangnya apa emmhh apa
itu awalnya terus ngomongin program integrated farming gitu.
4. Apakah anda mengetahui tujuan dari unit usaha
integrated farming?

140
Jawaban : Tujuannya ya jelas biar pengetahuan kita tentang cara nanem
kangkung dari pembibitannya, penyemaiannya yang bener kaya gimana.
Air yang dipake seperti apa. Awalnya saya juga belajar hidroponik ini
otodidak. Kan kita tau kangkung hidup di air hidup d tanah kenapa disini
tidak bisa hidup. Ya satu kalau kata bapak juga kan kualitas tanam yang
bagus dan pemasaran akan tercapai ditunjang oleh pimpinan kita yang
loyalitas. Kalau ketiga itu tidak ada atau pincang salah satu, gak bakal
maju sampai kapan pun tapi kalau yang tiga itu terpenuhi insyaalah maju.
5. Bagaimana proses pelaksanaan pada kegiatan ini? Jawaban :
Persiapannya awal kita beli instrumen buat dibangun kita emmhh
membersihkan instrumen yang ada, ini harus bersih kan? Kalo
sarananya udah bersih, terus setelah itu lakuin penyemaian bibit, setelah
di semai ditanam di paralon.
6. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dalam kegiatan
integrated farming?
Jawaban : Ya pendukungnya mah karena ini sarana sudah ada ya kan ya
kita gak modal kan, nah itu ya kita tinggal ngelanjutin tinggal kemauan
aja.
7. Apa saja yang menjadi faktor penghambat dalam kegiatan integrated
farming?
Jawaban : Sebetulnya tidak ada kendala, yang ada kendala ini di
mareket yah. Satu di market karena tidak semua orang bisa memasarkan.
Karena misal ini kangkung mahal kan, kalau yang biasa kangsung
emmhh dipasar diwarung harga

141
dua rebu perak ini bisa empat rebu perak seiketnya. Nah itu yang jadi
kendala karena ini kangkung harus dipasarkan menengah keatas ya kalo
menengah kebawah kita sulit memasarkan dan saya pun sampai saat ini
belum bisa memasarkan ke super market karena harus ya ada beberapa
yang ditempuh yah. Kudu kandel kulit bengeut.
8. Apakah ada pengawasan atau evaluasi yang dilakukan dalam
kegiatan integrated farming?
Jawaban : Ya ada evaluasinya ya begini ya emmhhh istilahnya ini udah
baik secara tanam udah baik terus yang kerja juga baik yang susah tuh
pemasarannya. Karena segala sesuatu yang namanya rumah produksi itu
kuncinya di pemasaran, kalo pemasaran gak berjalan berarti gak berjalan
ya walaupun tani bagus, hasil bagus tapi kalo market nya gak bagus? Tapi
kadang-kadang ya emmhh barang jelek kalo marketnya bagus bisa laku
kan?
9. Apakah dengan ikut terlibat pada kegiatan integrated farming dapat
meningkatkan perekonomian anda? Jawaban : Jujur lah ya kalo
secara pribadi tidak. Jadi saya punya komunitas lain diluar untuk tadikan
meningkatkan taraf hidup gitukan ya makanya bapak dengan temen-
temen membentuk suatu wadah perkumpulan.
10. Apakah dengan ikut terlibat pada kegiatan integrated farming dapat
meningkatkan pengetahuan anda?
Jawaban : Itu mah udah pasti yah. Kami ya sebetulnya boleh dikatakan
tidak mempunyai pendidikan yang khusus tentang ini, jadi ya otodidak
lah termasuk saya juga gak

142
paham masalah hidroponik. Tapi ya setelah dicoba ya alhamdulillah.
11. Apakah dengan adanya kegiatan integrated farming ini dapat
dikatakan sebagai lapangan pekerjaan?
Jelas, kalo maju. Tapi kalo tidak maju mah pasti justru kan disini yang
bisa membuka lapangan pekerjaan itu, satu pengelolaan yang baik, dua
pemasaran yang baik, tiga punya bos yang baik.

143
TRANSKRIP HASIL WAWANCARA

Nama : Dadang
Jabatan : Karyawan
Tanggal : 20 Agustus 2021
Tempat : Pondok pesantren Al-Masthuriyah

1. Apa yang anda ketahui mengenai integrated farming? Jawaban :


Pertanian yang saling terintergrasi dari hulu ke hilir, saling
termanfaatkan.
2. Apa yang mendasari anda untuk turut serta dalam kegiatan ini?
Jawaban : Ya kalo saya mah hanya mengisi kekosongan saja.
3. Sebelum mempersiapkan kegiatan, apakah terdapat proses diskusi
mengenai identifikasi masalah terlebih dahulu?
Jawaban : Iya saya waktu itu ikut diskusi tentang apa itu kegiatan nanem.
Kebetulan kan di pondok ada tempatnya gitu. Dijelasin cara-caranya,
keuntungannya. Tapikan karena kita emang gak ada modal, jadi awalnya
kita ngajuin dulu bikin proposal, kan BI nanya mau bikin apa misalkan.
Misalnya mau bikin kangkung karena kangkung lagi booming di
Indonesia misalnya, kan emang bener kangkung hidroponik lagi booming.
Tempatnya udah ada? Oh udah ada. nantikan di ksaih foto tempatnya. Ko
di atas kolam? Yakan lahannyagak adalagi, memanfaatkanlahan yang ada.
Tenaganya untuk pekerja udah ada? Dibikin proposal lah gitu terus
ngajuin

144
bahan apa yang dibutuhkan barang, misalkan kaya pipa paralon, terus
netpot, terus paranet itu ya. Paralon kan dari parlaon batangan yang
panjang sampe yang kecil terus karetnya gitu ya saya kan tau bikinnya itu
perlu biaya gede.
4. Apakah anda mengetahui tujuan dari unit usaha
integrated farming?
Jawaban : Tujuannya ya biar bisa menambah pengetahuan terus lebih dari
itu aja apa lebih dari ini, bisa lebih banyak membantu orang banyak, kan
kalo orang yang tadinya nganggur ditarik kesini seneng kitu yang ditarik.
Apalagi yang sudah suami istri gak punya kerjaan, seneng gitu sodakoh.
Insyaallah.
5. Bagaimana proses pelaksanaan pada kegiatan ini? Jawaban :
Inikan program bantuandari BI, jadi ceritanya BI menyalurkan dana ke
setiap pesantren emmhh tapi ini cuman buat sarana fasilitas cuman kan
itu ada namanya Bank Indonesia. Semuanya dari BI pokoknya kita mah
ngelola aja, punya tempat, tenaga yagitu. Saya juga awalnya gatau
kangkung hidroponik, gak pernah nanem kangkung. Cuman ada orang
yang ahli pertanian dateng. Makanya kita sharing sama yang sudah tau
gitu, jadi saya liat-liat. Cuman kalau teori, kaya penyemaian,
pemupukan saya gak tau ribet. Cuman saya mah nanem, dicoba gitu.
Tapi alhamdulillah hasilnya mah memuaskan tidak mengecewakan di
tes sama ahli pertanianlah gitu udah bagus cuman gagalnya di kekuatan.
Dikasih tau “pak kalo mau kuat ini kangkung pake abemik” ya saya
gamau pake abemik. Alhamdulillah neng

145
walaupun saya bukan petani kangkung, kemarin “pak aduh ini bagus
kangkungnya” ceunah “aduh pak jangan begitu pak” kata saya teh.
6. Apa yang menjadi faktor pendukung dalam kegiatan
integrated farming?
Jawaban : Lahannya sudah ada terus ya media yang digunakannya ini
gampang. Sisanya harus ada kemauan dari diri kita sendiri. Keinginan kita
buat berkembang, ini kan udah ada segala macemnya biar menghasilkan
ya intinya kita tinggal bekerja keras. Harus jujur dan ulet.
7. Apa yang menjadi faktor penghambat dalam kegiatan
integrated farming?
Jawaban : Kita belum sanggup masarin ke swalayan. Kalau kendalanya
emmhh untuk kangkung kalau sering kena air ujan aja terus sama
binatang yang itu apa kuning-kuning warnanya itu, ulet juga ada. Cuman
gampang tinggal beli bawang bodas satu suing sama sunlight di blender.
Ya kendala lainnya ya gak ada sih kalau, kalau panen nya aja sama
ngebersihin bekas panen itu yang ribet gitu, ekstra tenaga lah gitu sampe
sakit pinggang gimana lah gitu.
8. Apakah ada pengawasan atau evaluasi yang dilakukan dalam
kegiatan integrated farming?
Jawaban : Oh iya ada, ada biasanya perminggu. Ada evaluasi apa
keluhannya, apa kebutuhannya. Kan kalau di lapangan kekurangan apa.
Misalkan kan kita eksperimen, eksperimen dibikin, kita nanem. Oh
kenapa ini bagus, ini enggak, apa yang kurang? Nah itu biasanya di
evaluasi. Itu

146
mah pasti. Kenapa harus? Ya kan biar tau tumbuh gak tumbuhnya, baik
gak baiknya, hasil gak hasilnya. Ini apa kelebihannya, ini apa
kekurangannya. Dari segi air juga misalkan, oh ini ternyata kalau air gini
gimana? Itu pasti neng dalam bidang apapun juga itu anjuran dari Rasul
juga gitu harus evaluasi diri.
9. Apakah dengan ikut terlibat pada kegiatan integrated farming dapat
meningkatkan pengetahuan anda?
Jawaban : Iya secara tidak langsung itu mah otomastis. Contohnya begini
aja ya neng yah, neng disini misalkan belum tau, itu secara otomastis
neng pasti dapet ilmunya. Kalo nengnya mau di bimbing misalnya, pasti
dapet. Jangan kan elmunya, hasilnya itu yang namanya usaha kan kita
mau hasil, yang namanya hasil itu kita bisa dapet makan, bisa dapet
uangnya , double neng. Itu pasti otomatis
10. Adakah manfaat lain yang anda rasakan dengan adanya kegiatan
integrated farming ini?
Jawaban : Manfaatnya banyak, secara tidak langsung ikut menyehatkan
masyarakat, menambah pemasukan ekonomi kita, menghasilkan uangnya.
Kita kerja disini tapi kita juga bisa praktek juga dirumah. Jadi nambah
pemasukan juga. Bisa merekrut orang yang tidak kerja, ngebantu
perekonomian, bisa ngebantu masyarakat dari segi ekonomi dan dari segi
kesehatan. Jadi keuntungannya ini relatif tergantung dari segi apa nya.
Kalo dari segi kesehatan ya bisa ngobatin stress, kalau dari segi
kemanusiaannya ya bisa merekrut orang. Tujuannya ya biar masyarakat
yang nganggur bisa dapet

147
kerja, dengan catatan orangnya itu mau. Jadi manfaatnya ya sangat besar.
Selain dapat membantu beban ekonomi, media yang digunakan juga
gampang. Kita kerja dapat uang dan sebagian ada apa hobi juga. Jadi kaya
menjalankan hobi gitu terus mendapatkan penghasilan juga. Jadi gak
susah.
11. Apakah dengan adanya unit usaha integrated farming dapat
membantu meningkatkan perekonomian pondok pesantren?
Jawab: Kalo bicara meningkat ya pasti meningkatkan ekonomi pesantren.
Cuman ya namanya usaha ya pasang surut, kalo lagi ada ya ada. Lele satu
bulan panen dari 2 cm ke 5 cm, modal 50 jutaan, menghasilkan sebulan
bisa 80 jutaan itu masih kotor belum potong pekerja, pakan, sama yang
lainnya.

148
TRANSKRIP HASIL WAWANCARA
Nama : Ajid
Jabatan : Karyawan
Tanggal : 12 September 2021
Tempat : Pondok pesantren Al-Masthuriyah

1. Apa yang anda ketahui mengenai integrated farming? Jawaban :


Integrated farming itu adalah pertanian terpadu ada pertanian,
perikanan, dan perkebunan.
2. Apa yang mendasari anda untuk turut serta dalam kegiatan ini?
Jawaban : Kalo saya ini juga baru baru, kalo dulu ada yang suka disini
udah pindah gak disini jadi ada pergantian. Kalo saya kan biasanya
kerjanya di sehari-hari kan kuli bangunan cuman ada sedikit-sedikit yah
untuk pengetahuan ngurusin karena takut gak ada yang ngelola yah, jadi
akhirnya saya di ajak kesini modal ada pengetahuan sedikit-sedikit
dipadukan disini di tambah-tambah.
3. Sebelum mempersiapkan kegiatan, apakah terdapat proses diskusi
mengenai identifikasi masalah terlebih dahulu?
Jawaban : Ya itu biasanya kita ada briefing dulu, memang kalo itu
sebenernya saya kurang tau yah karena memang saya gabung disini masih
baru dan pas saya disini semuanya sudah ada yah.
4. Apakah anda mengetahui tujuan dari unit usaha
integrated farming?

149
Jawaban : Ya tadinya untuk perkembangan ekonomi pesantren yah jadi
untuk mengelola life skill anak-anak pesantren tadinya. Cuman mungkin
kurang pada minat kali yah. Dulu ada waktu mulai proses tanam disini
pada kesini anak-anak santri ada yang mau tapi biasa-biasa lagi gak ada
yang mau lagi ya mungkin gak pada minat mungkin yah. Ya akhirnya
dikembangkan lagi sama yang kerja aja dulu dikerjain daripada kosong .
5. Bagaimana proses pelaksanaan pada kegiatan ini? Jawaban :
Kalo emmhh tahap awalnya memang ini biasanya
kadang-kadang di pembibitan aja itu prosesnya itu yang paling agak
lumayan lama, jadi kadang-kadang mulai tanam yang udah agak besar
segede rokok. Kalo pembenihan disini juga dulu kadang-kadang
pakannya susah itu kalo kadang-kadang pesen paas waktunya gak ada.
Kadang- kadang kalo untuk pembesaaran ya Alhamdulillah Klo
pembesaran aja tidak pembenihan disini ya kita ambil yang pembesaran
kita bagi-bagi hasil sedikit ya dari penyuplay benih ini dibesarkan dua
bulan. Kalo memang lagi ada pembenihan, pembenihan disini itukan
ada yang udah pada mateng kadang indukan masih pada muda ya
enggak, memang seperti untuk air itu juga apa sistem di injeksi yah itu
juga bisa. Tapi kadangklala kalo kena penyakit itu banyak yang mati,
rentan kalo beda dengan hasil pijahan, enaknya kena penyakit juga
tidak tertular banyak. Kalo untuk pembesaran itu waktunya
sampe 4 bulan dari awal mula proses pembenihan.

150
6. Apa yang menjadi faktor pendukung dalam kegiatan
integrated farming?
Jawaban : Ya itu faktor utamanya ya kita betul-betul merawatnya neng
yah gitu yah kita itu ada niat cuman kadang-kadang anak-anak yang jaga
kadang gak betah katanya keluar lagi.
7. Apa yang menjadi faktor penghambat dalam kegiatan
integrated farming?
Jawaban : Kalo lagi ada penyakit misalnya kadang-kadang malu. Beda
kan kalo ngurus yang punya sendiri bukan punya orang lain ketika punya
masalah, ada kendala kadangkala suka ada rasa malu jadi kadang-kadang
banyak yang gak betah.
8. Apakah ada pengawasan atau evaluasi yang dilakukan dalam
kegiatan integrated farming?
Jawaban : Kadang suka ada, ini misalkan kurang apa nih ini seperti
perkebunan. Kalo lele ini bagusnya bagaimana. Ada ini juga evaluasi
untuk misalkan dari pemberian pakan untuk lele bagusnya bagaimana ,
kalo seperti waktu datang penyakit ini bagusnya kolamnya bagaiamana
dulu. Kalo evaluasi biasanya kadang-kadang kalo pak oman udah ada
waktu kadang kesini ngontrol ke tiap lokasi katanya ini kurang ini, ini, ini
ya memang ada pengarahan dari pak oman karena yang emmmhh itunya
memang pak oman.
9. Apakah dengan ikut terlibat pada unit usaha integrated farming
dapat meningkatkan perekonomian anda?

151
Jawaban : Kalo untuk sehari-hari yah saya bersyukur gitu neng yah ada
dari mulai emmhh waktu di bangunan dengan sekarang, sekarang kan ada
lebih dikasih lebih yah buat tambah-tambah. Buat beli rokok rokok mah
ada seolah-olah ada tambahan. Ini kemarin panen udah 3x panen ada
lebihnya, kalo yg kerja-kerja disini dikasih uang rokok bagi- bagi
hasilnya. Kalo upah itu memang udah ada harian.
10. Adakah manfaat lain yang anda rasakan dengan adanya kegiatan
integrated farming ini?
Jawaban : Ya alhamdulillah kalo untuk saya ya seperti mengurus ini ada
emmhh dirasanya pengetahuan sedikit- sedikit tambahan walaupun dari
pengalamankan yah, kalo gak terbiasa gak tau teori begini tapi ketika
pengalaman nya oh begini kan ada itu keuntungannya yang mudah-
mudahan suatu saat ketika saya terjun itu ada tambhana pengetahuan baik
dari pertaniannya. Ini juga kadang-kadang lele kadang- kadang suka ada
sharing sama semua, soal cabe gimana yang bagusnya.

152
TRANSKRIP HASIL WAWANCARA

Nama : Alfitra
Jabatan : Santri
Tanggal : 12 September 2021
Tempat : Pondok pesantren Al-Masthuriyah

1. Apa yang anda ketahui mengenai integrated farming? Jawaban :


Jujur aja saya kurang tau soal integrated farming itu apa, saya mah ikut-
ikut aja disini.
2. Apa yang mendasari anda untuk turut serta dalam kegiatan ini?
Jawaban : Kalo sebenernya saya kan cuman ngabdi doang di akang.
Kadang saya juga paling bantuin bersih bersihin kolam gitu. Kalo di
ajakin disuruh ini itu ya ayo sambil belajar juga kan ngisi waktu luang
bantu-bantu disini.
3. Sebelum mempersiapkan kegiatan, apakah terdapat proses diskusi
mengenai identifikasi masalah terlebih dahulu?
Jawaban : Kurang tau juga yah tėh, tapi kalo sepengetahuan saya ini itu
dulu tanahnya punya kang Farhan. Dulunya ini ada identifikasi dulu ini
buat apa rencana ini kolam segini, tanah segini mau dibikin apa. Terus ada
yang nawarin BBPAT, gubernur juga bekerja sama menyumbang. Dari
BBPAT itu uangnya buat kolam ini sama pakan, terus langsung weh disini
itu di bikinin kolam, berapa kolam ceunah 24. Sebelumnya ini itu kolam
biasa, belum kolam lele kaya gini, ini (sarana NFT) juga dulunya sama
kolam. Ini juga

153
bekerja sama sama BI terkait ekonomi. BI langsung survei kesini,
butuhnya apa.
4. Apakah anda mengetahui tujuan dari unit usaha
integrated farming?
Jawaban : Kalo tujuannya ya yang tadi ya untuk menumbuhkan ekonomi
sekalian juga untuk mengembangkan potensi murid-murid juga agar
punya pengalaman dari sarana ini. Kalo dari kang Oman sendiri itu
inginnya santri-santri ikut terlibat gitu, tapi belum berjalan sepenuhnya
baru sebagian, kan ini udah libur lama yah karena covid gitu jadi pada gak
ada.
5. Bagaimana proses pelaksanaan pada kegiatan ini? Jawaban :
Saya juga waktu itu awalnya menyaksikan bagaimana mulai merawat
gitu. Cara ngurus lele, dari mulai pembibitan, nyiapin kolam, airnya
harus yang kaya gimana. Kalo mau ngurus lele sembarangan itu yaa
bisa, tapikan ada setiap proses ada tahap tahapan nya gitu. Jadi biar
tau gak hanya nganclomin lele ke kulah aja gitu, jadi harus ada
prosesnya dulu bagaimana merawat lele dengan baik gitu.
6. Apa yang menjadi faktor pendukung dalam kegiatan
integrated farming?
Jawaban : Yang mendukungnya kalo misalkan yang
ngerawatnya yang emang ahli, kan beda yah gitu.
7. Apa yang menjadi faktor penghambat dalam kegiatan
integrated farming?
Jawaban : Yang menghambatnya ini jadi tidak ada yang berfokus
dibidangnya, gak ada yg ahlinya gitu. Ada yang ahli

154
kalakah kabur. Jadi kalo yang disini itu terpaksa oleh keadaan. Tapi ga
bisa bisa amat, tapi bisa sedikit-sedikit lah bagaimana cara merawat.
8. Apakah ada pengawasan atau evaluasi yang dilakukan dalam
kegiatan integrated farming?
Jawaban : Biasanya ada evaluasi adan briefing gitu tentang kemajuan, apa
yang kurang apa yang harus ditonjolkan, bagaimana cara mentata gitu.
Tapi sekarang mh masih ngelanjutin yang sedang berjalan belum mulai
ada yang baru lagi. Mudah-mudahan kedepannya ada yang baru lagi.
9. Apakah dengan ikut terlibat pada unit usaha integrated farming
dapat meningkatkan perekonomian anda? Jawaban : Emmhh disini
kan saya cuman bantu-bantu doang ngisi waktu luang, paling dikasih
buat jajan gitu.
10. Adakah manfaat lain yang anda rasakan dengan adanya kegiatan
integrated farming ini?
Jawaban : Manfaatnya ya banyak, jadi kaya ada pengalaman tersendiri
gitu, pengetahuan juga kan bertambah. Dari lele misalnya jadi tau cara
merawat lele yang baik itu kaya gimana mulai dari pembibitan sampe lele
siap panen.

155
TRANSKRIP HASIL WAWANCARA

Nama : Ahmad Rifai


Jabatan : Sanri
Tanggal : 12 September 2021
Tempat : Pondok pesantren Al-Masthuriyah

1. Apa yang anda ketahui mengenai integrated farming? Jawaban :


Integrated farming itu saya kurang tau, tapi emang kalo air lele itu
membantu untuk kesuburan tumbuhan- tumbuhan karena kan
mengandung zat apa itulah bagus. Kalo integrated farmingnya saya
kurang tau itu artinya apa.
2. Apa yang mendasari anda untuk turut serta dalam kegiatan ini?
Jawaban : Ada waktu kosong dan kebetulan di ajakin sama kang Oman
juga kan saya ngabdinya di kang Oman. Jadi ikut terlibat
3. Sebelum mempersiapkan kegiatan, apakah terdapat proses diskusi
mengenai identifikasi masalah terlebih dahulu?
Jawaban : Kalo itu mah saya kurang tau, soalnya saya disini awalnya ikut
disini langsung aja suka bantu-bantu kan gitu. Itu mah mungkin bisa
ditanyain langsung sama kang Oman.
4. Apakah anda mengetahui tujuan dari unit usaha
integrated farming?
Jawaban : Kalo tujuannya ini sebetulnya ini buat lingkungan almas
untuk meningkatkan ekonomi. Kan kalo dari berapa bulan kebelakang ada
itu namanya santri itu wajib

156
memakan lele ada jadwaknya hari rabu serentak semuanya santri pada
makan lele. Ada apa anjuran untuk meningkatkan gizi sama protein, jadi
santri itu wajib mengkonsumsi lele setiap ahri rabu satu minggu sekali.
Selebihnya itu untuk ekonomi masyarakat melalui pengembangan lele,
keluar juga sudah banyak menjual keluar.
5. Bagaimana proses pelaksanaan pada kegiatan ini? Jawaban :
Awalnya kan ada bantuan, bantuan dari Gubernur Jabar untuk ekonomi
pesantren awalnya itu menyumbangnya berapa juta ya pertamanya itu
berapa jutanya gak tau. Terus berjalan didirikan berapa bulan
pendiriannya, saya juga kurang tau soalnya pas saya kesini itu sudah
ada yah. Tapi waktu itu pengurusnya itu sangat dikatakanlah
pengurusnya berhasil gitu dalam pengelolaannya, jadi setiap hari ada
tamu tuh datang kesini banyak. Tamu dari luar ingin mengetahui
bagaimana ko bisa sukses gitu mengelola lele ini dari awal pembibitan
sampe panen gitu bisa begitu hasilnya
memuaskan sampe ada penghargaan dari langsung dari BPPAT.
Kegiatannya ya seiring berjalannya waktu kadang suka ada yg PPL
dari IPB dari SMK juga ada, kegiatannya dari mulai penanaman
kangkung, pembenihan lele. Terus pernah itu ada seminar sama anak-
anak disini. Bagaimana cara menyiapkan kolamnya untuk diisi lele,
lelenya harus bagaimana cara membedakan lele yg bagus dan tidak,
dijelaskan, terus ngatur ph teruk pakan, harus berapa minimalnya
maksimalnya

157
6. Apa yang menjadi faktor pendukung dalam kegiatan
integrated farming?
Jawaban : Faktornya ya cuaca juga bisa mendukung sama yang
pengurusnya ya mendukung. Yang mengurus perairan sama makanan
pakan juga mendukung. Kalau kalau taun taun kebelakangnya itu ya
sesuai gitu, yang ngurusnya berpengetahuan sama pakannya juga ada.
7. Apa yang menjadi faktor penghambat dalam kegiatan
integrated farming?
Jawaban : Kesini kesininya itu dari pakan kacaunya. Dari pakan air juga
air sama pakan yang saya tau itu aja. Maggot juga sekarang mah lagi gak
berjalan, berjalannya cuma berapa bulan tapi udah panen itu lama lagi gak
di isi. Itukan dari sampah-sampah organik maggot itu. Maggot juga sering
dipake buat makan lele. Tapi gara-gara santri pada gak ada kan pada libur
covid jadi sampahnya juga gk ada, akhirnya maggot juga belum berjalan
lagi.
8. Apakah ada pengawasan atau evaluasi yang dilakukan dalam
kegiatan integrated farming?
Jawaban : Iya ada evaluasi apa yang kurang, dari apa kebanyakan itu dari
ekonomi. Kadang sebulan sekali, seminggu sekali, dua minggu sekali, dua
bulan sekali gimana ada waktunya dan berkumpulnya gitu. Kalo
berkumpul biasanya evaluasi, kalo ada yang janggal gitu apa-apa yang
belum di selesaikan evaluasi dulu.
9. Apakah dengan ikut terlibat pada unit usaha integrated farming
dapat meningkatkan perekonomian anda?

158
Jawaban : Kalo disini belum, karena saya nya kan baru bantu-bantu
kadang ala kadarnya aja yah. Soalnya kan belum sepenuhnya sayakan
cuman bantu-bantu paling dapet seikhlasnya aja buat jajan-jajan gitu.
Disini itu hasilnyabisa dibilang udah memuaskan, hasil panen dari
tanaman kangkung, cabe udah udah panen udah keluar gitu udah dijual
keluar gitu. Terutama ini lele udah sering dijual keluar. Kan pannnya tiap
3 bulan, dari satu kolam itu bisa ngehasilin berapa yah 3 kintal mungkin
gatau pkoknya kintalan aja lah. Sekali panen itu bisa 3 sampe 4 kolam
gitu.
10. Adakah manfaat lain yang anda rasakan dengan adanya kegiatan
integrated farming ini?
Jawaban : Intinya pengetahuan dan pengalaman untuk bisa diamalkan di
kampung sendiri khususnya, umumnya untuk masyarakat sekitar. Dari
mulai penanaman juga ini, penanaman tumbuhan saya tau dari bibitnya
yang mana gitu yang harus di itu dari penyiapan polybag nya itu dari
tanah campurin apa. Manfaatnya banyak.

159

Anda mungkin juga menyukai