Anda di halaman 1dari 29

LANDASAN TEORI

Konsep Intensive Care Unit (ICU)

ICU (Intensive Care Unit) adalah ruang rawat di rumah sakit yang dilengkapi

staf, peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien dengan perubahan

fisiologi yang cepat memburuk yang mempunyai intensitas defek fisiologi satu

organ ataupun mempengaruhi organ lainnya sehingga merupakan keadaan kritis

yang dapat menyebabkan kematian. Setiap pasien kritis erat kaitannya dengan

perawatan intensif oleh karena memerlukan pencatatan medis yang

berkesinambungan dan monitoring dengan cepat sehingga dapat dipantau

perubahan fisiologis yang terjadi atau akibat dari penurunan fungsi organ-organ

tubuh lainnya (Rab, 2007)

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan

Pelayanan ICU di Rumah sakit, ICU adalah suatu bagian dari rumah sakit yang

mandiri (instalasi di bawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan

perlengkapan yang khusus yang di tujukan untuk observasi, perawatan dan

terapi pasien-pasien yang menderita penyakit cedera atau penyulit-penyulit yang

mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia.


Pelayanan keperawatan kritis di lCU merupakan pelayanan yang diberikan

kepada pasien dalam kondisi kritis yang mengancam jiwa, sehingga harus

dilaksanakan oleh tenaga kesehatan terlatih dan berpengalaman di ruang

perawatan intensif. Pelayanan keperawatan kritis saat ini sangat perlu untuk

dikembangkan di Indonesia, sejalan dengan perkembangan teknologi di bidang

perawat intensif (Kemenkes, 2011).

Pelayanan keperawatan kritis bertujuan untuk memberikan asuhan bagi pasien

dengan penyakit berat yang membutuhkan terapi intensif dan potensial untuk

disembuhkan, memberikan asuhan bagi pasien berpenyakit berat yang

memerlukan observasi atau pengawasan ketat secara terus-menerus, untuk

mengetahui setiap perubahan pada kondisi pasien yang membutuhkan intervensi

segera.

Kondisi ini membutuhkan perawat profesional yang memiliki kompetensi di

bidang perawatan intensif yang bersertifikasi, sehingga dapat dipertanggung

jawabkan untuk memberikan pelayanan keperawatan secara optimal dalam

mengatasi kegawatan pasien diruang perawatan intensif (Frelita, 2011).

A. Indikasi Masuk Intensive Care Unit (ICU)

Indikasi Masuk ICU adalah pasien kritis yang memiliki angka kesakitan dan

kematian cukup tinggi. Pengenalan dan penanganan tepat pasien – pasien secara

dini dapat membantu meminimalkan perburukan lebih lanjut dan

memaksimalkan kesempatan untuk pulih (Gwendry, 2015). Pasien yang

mengalami ancaman seperti kegagalan sistem pernafasan (gagal nafas),

kegagalan sistem
hemodinamik (shock), kegagalan sistem syaraf pusat seperti stroke atau

penurunan kesadaran, overdosis obat, reaksi obat dan intoksikasi (depresi nafas)

serta mengalami infeksi berat (sepsis).

B. Konsep Sistem Pernafasan

1. Pengertian Sisitem Pernafasan

Sistem pernafasan menyediakan oksigen untuk sel dan membuang karbon

dioksida yang terbentuk sebagai produk sisa metabolisme sel. Proses pada

sistem pernafasan ini meliputi ventilasi (gerakan udara ke dalam dank ke luar

paru), perfusi (aliran darah melewati sistem kapiler di sekitar paru), dan difusi

(proses pertukaran gas antara darah dan alveolar paru). Gerakan otot pernafasan

dikontrol oleh sisitem saraf dan frekuensi pernafasan disesuaikan untuk

mencocokkan kebutuhan tubuh selama berbagai aktifitas (leMone et al., 2014)

2. Anatomi Sistem Pernafasan

Sistem pernafasan dibagi menjadi dua bagian yaitu system pernafasan atas dan

sistem pernafasan bawah.

a. Sistem Pernafasan Atas

Sisitem pernafasan atas tersusun oleh jalan nafas pengatur yaitu hidung,

mulut dan faring, laring, dan trakea. Ini berfungsi sebagai jalan untuk

memindahkan udara kedalam paru dan membuang karbon dioksida ke

lingkungan luar. Ketika udara berpindah melewati struktur ini, udara

dibersihkan, disaring, dilembabkan dan dihangatkan.


1. Hidung dan Sinus

Hidung merupakan lubang sisitem pernafasan eksternal yang tersusun

oleh tulang hidung, frontal, dan maksilaris serta palatum kartilago

hialin. Lubang hidung (nares eksternal) adalah dua rongga yang

dipisahkan oleh septum nasal. Rambut hidung menyaring udara saat

masuk kedalam lubang dan menyekresi lender tidak hanya terjebak

debu dan bakteri tetapi juga mengandung lisozim, suatu enzim yang

menghancurkan bakteri saat memasuki hidung.

Rongga hidung dikelilingi oleh sinus paranasal, terletak di tulang

frontalis, sfenoid, etmoid, dan maksilaris. Sinus menyangga

tengkorak, membantu wicara, dan menghasilkan lendir yang mengalir

kedalam rongga hidung untuk membantu menjebak debris. Mulut

adalah jalan nafas lain yang digunakan bila jalan hidung tersumbat

atau asupan udara yang lebih besar diperlukan, misalnya selama

latihan berat (Porth, 2007 dalam buku ajar Keperawatan Medikal

Bedah 2017).

2. Faring

Faring berbentuk corong dengan panjang sekitar 13 cm, membujur

dari dasar tengkorak hingga tinggi vertebra cervicalis enam. Faring

berfungsi sebagai jalan baik untuk udara maupun makanan. Faring

terbagi menjadi tiga bagian: nasofaring, orofaring, dan laringofaring.

Nasofaring hanya berfungsi sebagai jalan udara, dimana disini terjadi

proses menjebak dan menghancurkan agen infeksius yang masuk


bersama udara. Orofaring berfungsi sebagai jalan baik untuk udara

maupun makanan, palatum mole yang agak tinggi mencegah makanan

masuk kedalam nasofaring selama proses menelan. Laringofaring

membujur dari tulang hyoid hingga laring, berfungsi sebagai jalan

baik udara maupun makanan.

3. Laring

Laring terbentuk oleh kartilago tiroid, krikoid, dan epiglottis. Laring

mempunyai panajng sekitar 5 cm, menyediakan jalan nafas, jalur

udara dan makanan kedalam jalan yang semestinya, dan tempat pita

suara. Selama udara bergerak menuju laring, pintunatas laring

terbuka, namun pintu atas tertutup selama menelan.

4. Trakea

Trakea dimulai pada laring inferior dan menurun didepan esofagus

hingga masuk ke mediastinum, tempat trakea terbagi menjadi bronkus

utama paru kanan dan kiri. Trakea mempunyai panjang12 hingga 15

cm dan diameter 2,5 cm. lapisan mukosa trakea berisi kelenjar

seromukosa yang menghasilkan lender kental, debu dan debris yang

dihirup terjebak dalam lender ini, bergerak menuju tenggorok oleh

silia, dan kemudian ditelan atau dibatukkan keluar lewat mulut.

b. Sistem Pernafasan Bawah


5. Paru

Mediastinum diapit oleh paru dikedua sisi, tiap paru tergantung

dalam rongga pleuranya sendiri, dengan permukaan anterior, lateral

dan posterior paru melekat erat dengan iga. Hilus pada permukaan

mediastinal masing-masing paru adalah tempat pembuluh darah

system pulmonal dan sirkulasi dan bronkus primer masuk dan keluar

paru. Apeks masing-masing paru terletak tepat dibawah klavikula

dan dasar masing-masing paru terletak pada diafragma. Paru adalah

jaringan ikat elastis dan lunak seperti spons. Paru kiri lebih kecil

mempunyai dua lobus dan paru kanan mempunyai tiga lobus.

Sistem vaskular paru terdiri atas arteri pulmonalis yang mengirim

darah keparu untuk oksigenasi, dan vena pulmonalis yang mengirim

darah kaya oksigen ke jantung. Arteri pulmonalis bercabang menjadi

jaringan kapiler paru yang mengelilingi alveoli, jaringan paru

mendapatkan suplai darah dan dialiri oleh vena bronkialis dan

pulmonalis.

6. Pleura

Pleura adalah membrane berlapis ganda yang melapisi paru dan

bagian dalam rongga dada. Pleura parietal melapisi dinding dada dan

mediastinum, ini berlanjut dengan pleura visceral yang melapisi

permukaan luar paru. Pleura menghasilkan cairan serosa pelumas

yang
memungkinkan paru untuk bergerak dengan mudah dalam dinding

dada selama bernafas.

7. Bronki dan alveoli

Trakea terbagi menjadi bronki utama kanan dan kiri, bronkus utama

kanan lebih pendek, lebih lebar, dan terletak lebih vertical. Bronki

dibagi menjadi bronkus yang lebih kecil dan kemudian menjadi

bronkiolus yang lebih kecil, dan berakhir di bronkiolus terminal yang

sangat kecil. Jalan bercabang yang bertemu ini disebut pohon

bronkila, dari bronkiolus terminal udara bergerak ke kantong udara

yang kemudian bercabang menjadi duktus alveolus yang menuju

kantong alveolus kemudisn menuju alveoli kecil.

Selama inspirasi udara masuk kedalam paru lewat bronkus utama

kemudian bergerak melewati jalan paru yang makin mengecil menuju

alveoli, tempat terjadi pertukaran oksigen dan arbon dioksida. Alveoli

berkumpul mengelilingi kantong alveolar yang bermuara kedalam

ruangan umum yang disebut atrium. Paru orang dewasa mempunyai

sekitar 300 juta alveoli, yang menyediakan permukaan sangat besar

untuk pertukaran gas (Porth, 2007). Dinding alveoli adalah lapisan

tunggal sel epitel skuamosa datas membran basalis sangat tipis.

Permukaan luar alveoli dilapisi kapiler pulmonalis dan membentuk

membrane respiratorik, pertukaran gas menembus membrane

respiratorik terjadi melalui difusi sederhana.


8. Rangka iga dan otot interkostae

Paru dilindungi oleh tulang rangka iga dan otot interkostae, terdiri 12

pasang iga yang menyatu dengan vertebrae dada. Sternum mempunyai

tiga bagian: manubrium, korpus, dan prosesus xifoid. Ruang antar iga

disebut raung interkostae, tiap ruang interkostae di namakan sesuai

dengan iga tepat diatasnya. Otot interkostae diantara iga, disepanjang

diafragma disebut otot inspiratorik.

3. Faktor-Fakor Yang Mempengaruhi Pernafasan

Banyak faktor yang mempengaruhi pernafasan diantaranya:

-Volume dan Kapasitas Pernafasan

9. Kapasitas paru total (total lung capacity, TLC)

Adalah volume paru total pada pengembangan maksimum paru. Ada

empat nilai yang digunakan untuk menghitung kapasitas total paru

dengan nilai untuk dewasa sehat yaitu;

a. Volume tidal (tidal volume, TV)

Jumlah udara yang masuk dalam satu kali inspirasi atau jumlah

udara yang keluar dalam satu ekspirasi disebut dengan istilah tidal

volume. Lebih spesifik lagi dibedakan menjadi volume tidal

inspirasi (VTi) dan volume tidal ekspirasi (VTe). Jumlah volume

tidal dalam satu menit disebut dengan minute volume (MV),

minute volume ini dipengaruhi oleh frekuensi nafas yang terjadi

daam satu menit karena merupakan perkalian volume tidal dengan

frekuensi nafas (VT x F).


Selama inspirasi diagfragma berkontraksi dan mendatar untuk

meningkatkan diameter vertikal rongga dada. Otot interkostae

mengangkat rangka iga dan menggerakkan sternum kedepan untuk

mengembangkan diameter lateral dan anteroposterior rongga dada,

menurunkan tekanan intra pleura. Paru meregang dan volume

intrapulmonal meningkat, mengurangi tekanan intrapulmonal

sedikit dibawah tekanan atmosfer. Udara kemudian masuk kedalam

paru sebagai akibat dari gradien tekanan ini hingga tekanan

intrapulmonal dan tekanan atmosfer hampir sesuai, ini dihitung

sebagai volume tidal inspirasi.

Sebaliknya ekspirasi adalah proses pasif yang terjadi sebagai akibat

elastisitas paru. Otot inspiratorik rileks, diafragma naik, iga turun,

dan paru kembali kebentuk semula, baik tekanan dada maupun

intrapulmonal meningkat menekan alveoli. Jumlah volume yang

dikeluarkan pada proses ekspirasi ini disebut sebagai volume tidal

ekspirasi.

Nilai volume tidal pada orang dewasa sekitar 8-10 ml/kgBB atau

sekitar 500 mL. Nilai volume tidal bergantung pada perubaan

volume pada rongga dada, perubahan volume rongga dada

menyebabkan perubahan tekanan udara dalam rongga dada

tersebut. Karena gas selalu mengalir dalam gradien tekanannya,

perubahan tekanan menghasilkan gas mengalir kedalam atau keluar

paru untuk menyamakan tekanan itu sendiri.


Tekanan yang normalnya terdapat dalam rongga dada adalah

tekanan intrapulmonal dan tekanan intra pleural. Tekanan

intrapulmonal dalam alveoli paru naik dan turun secara konstan

sebagai hasil inhalasi dan ekshalasi. Tekanan intra pleural dalam

ruang pleura juga naik dan turun dengan inhalasi dan ekshalasi,

tetapi selalu kurang dari (atau negatif disbanding) tekanan

intrapulmonal. Tekanan intrapulmonal dan intrapleural dibutuhkan

tidak hanya mengembangkan dan mengempiskan paru, tetapi juga

menjaga, mencegah paru kolaps. Tekanan intrapulmonal naik

hingga lebih dari tekanan atmosfer dan gas mengalir keluar dari

paru.

Volume tidal juga dipengaruhi faktor intrapulmonal seperti edema

pulmonal, pneumonia, atelectasis, dan pneumothorak. Ada juga

faktor ekstrapulmonal seperti posisi, kekuatan kontrksi abdomen,

intraabdominal pressure, dan kelainan bentuk dinding thorak.

b. Volume cadangan inspirasi (inspiratory reserve volume, IRV)

Jumlah maksimum yang bias ditarik di atas dan lebih dari inspirasi,

normal (2000 mL – 3100 mL).

c. Volume cadangan ekpirasi (expiratory reserve volume, ERV)


Jumlah maksimum yang dapat dihembuskan setelah ekshalasi,

normal (1000 mL).

d. Volume residual (residual volume, RV)

Jumlah sisa udara didalam paru setelah ekshalasi maksimal (1100

mL).

10. Kapasitas vital (vital capacity, VC)

Merupakan jumlah udara total yang dapat dihembuskan setelah

inspirasi maksimal. Ini dihitung dengan menambahkan IRV, TV, dan

ERV (4500 mL)

11. Kapasitas inspiratorik

Merupakan jumlah udara total yang dapat dtarik setelah ekshalasi

tenang normal. Ini dihitung dengan menambahkan TV dan IRV.

12. Kapasitas residual fungsional (FRC)

Merupakan volume udara sisa diparu setelah ekshalasi normal, ini

dihitung dengan menambahkan ERV dan RV.

13. Volume ekspiratorik paksa (FEV)

Merupakan jumlah udara yang dapat dihembuskan dalam satu detik.

14. Kapasitas vital paksa (forced vital capacity, FVC)


Merupakan jumlah udara yang dapat dihembuskan paksa dan cepat

setelah asupan udara maksimum.

15. Volume semenit (minute volume, MV)

Merupakan jumlah total volume udara yang ditarik dan dihembuskan

dalam satu menit.

- Tekanan Udara

Ventilasi bergantung pada perubahan volume dalam ronggga dada,

perubahan volume udara dalam rongga dada menyebabkan perubahan

tekanan udara dalam rongga dada tersebut. Tekanan normal yang

terdapat dalam rongga dada adalah tekanan intrapulmonal dan tekanan

intrapleural, kedua tekanan ini dibutuhkan tidak hanya untuk

mengembangkan dan mengempiskan paru tetapi juga mencegah kolaps

paru. Tekanan intrapulmonal naik lebih dari tekanan atmsofer dan gas

mengalir keluar dari paru.

4. Konsentrasi Ion Oksigen, Karbon Dioksida, dan Hidrogen

Frekuensi dan kedalaman pernafasan dikontrol oleh pusat pernafasan

medulla oblongata dan pons di otak dan oleh kemoreseptor yang terletak

di medulla dan di korpus karotis dan aorta. Pusat tersebut dan

kemoreseptor merespon terhadapbperubahan konsentrasi ion oksigen,

karbon dioksida, dan hidrogrn di darah arteri.


5.Resitensi Jalan nafas, Komplians Paru, dan Elastisitas Paru

Resistensi jalan nafas diciptakan oleh gesekan yang teradi saat gas bergerak

disepanjang jalan nafas, oleh konstriksi jalan nafas khususnya bronkiolus oleh

penumpukan lendir atau materi infeksius, dan oleh tumor. Ketika resistensi meningkat

aliran gas menurun. Komplians paru adalah daya pengembangan paru, ini bergantung

pada elastisitas jaringan paru dan kelenturan rangka

iga.Elastisitaparu amat penting bagi pengembangan paru

selama inspirasi dan pengecilan paru selama ekspirasi.

- Tegangan Permukaan Alveolar

Suatu lapisan cairan terutama terdiri atas air melapisi dinding alveolar.

Pada tiap batas gas-cairan, molekul cairan lebih kuat melekat satu

dengan lain dibanding molekul gas. Ini menghasilkan tegangan

permukaan yang menarik molekul cairan menjadi jauh lebih dekat lagi,

muatan air pada lapisan alveolar memperkuat alveoli dan membantu

pengecilan paru selama ekspirasi. Surfaktan suatu lipoprotein yang

dihasilkan oleh sel alveolar, mengganggu kelekatan molekul air ini,

mengurangi tegangan permukaan dan membantu pengembangan paru.

- Transfor Oksigen dan Karbon Dioksida

Struktur alveolar dan kapiler paru memungkinkan oksigen disimpan ke

darah arteri dan karbondioksida dibuang dari darah vena. Darah

membawa oksigen dan karbon dioksida sebagai gas yang larut dan dalam

ikatan kimia dengan haemoglobin. Karbon dioksida diubah dan diangkut

sebagai
ion bikarbonat. Ketika gas darah arteri diukur dalam tatanan praktik, gas

darah arteri diberi nilai yang mencerminan tekanan parsial gas dalam

alveoli (PO2 = tekanan parsial oksigen, PCO2 = tekanan parsial karbon

dioksida). Gas darah arteri digunakan untuk pengukuran klinis

mencerminkan fungsi pertukaran gas alveoli, darah vena mencerminkan

kebutuhan metabolic jaringan (Porth & Matfin, 2009). Gas darah arteri

mencerminkan tekanan parsial gas dalam alveoli, yang naik dan turun

saat tekanan alveolar naik dan turun.

- Angkutan dan Pelepasan Muatan Oksigen

Dalam alveoli oksigen bergerak menuju kapiler pulmonalis sebagai gas

terlarut, bergerak menurunkan gradien konsentrasi. Oksigen diangkut

dalam darah baik yang terlarut maupun berikatan dengan hemoglobin.

Sekitar 98 % hingga 99% oksigen diangkut dalam darah berikatan

dengan hemoglobin sebagai oksihemoglobin, sisanya 1% hingga 2%

diangkut dalam keadaan terlarut (Porth & Matfin, 2009).

- Pengangkutan Karbon Dioksida

Sel aktif menghasilkan sekitar 200 mL karbon dioksida setiap menit,

jumlah ini persis sesuai dengan yang diekskresikan oleh paru setiap

menit. Karbon dioksida diangkut dalam tiga bentuk, sebagai ion

bikarbonat dalam plasma (jumlah terbesar dalam bentuk ini), terlarut

dalam plasma, dan berikatan dengan hemoglobin.


Jumlah karbon dikoksida yang diangkut dalam darah sangat dengaruhi

oleh oksigenasi darah. Ketika PO2 turun, dengan akibat penurunan

saturasi, jumlah karbon dioksida yang lebih banyak dapat dibawa dalam

darah. Karbon dioksida yang masuk kedalam sirkulasi sistemik dari sel

menyebabkan lebih banyak karbon dioksida berikatan dengan

hemoglobin dan lebih banyak ion bikarbonat dihasilkan, situasi ini

terbalik dalam sirkulasi paru, yaitu ambilan oksigen mempermudah

pelepasan karbon dioksida.

C. Konsep Ventilasi Mekanis

1. Pengertian Ventilasi Mekanis

Ventilasi mekanis merupakan terapi suportif utama untuk pasien kritis dan terapi

ini merupakan hal yang sering dilakukan di ICU (Newmarch, 2006). Tujuan

ventilasi mekanis adalah untuk mempertahankan ventilasi alveolus yang sesuai

dengan kebutuhan metabolik pasien serta untuk memperbaiki kodisi hipoksemia

dan memaksimalkan transfor oksigen.

2.Jenis Ventilator

Ventilator dikelompokkan dalam dua kategori yaitu ventilator tekanan negatif

dan ventilator tekanan positif.

-Ventilator Tekanan Negatif

Ventilator tekanan negatif generasi pertama dikenal sebagai paru-paru

besi. Tubuh pasien dimasukkan kedalam tabung besi dan tekanan negatif

diberikan melalui silinder besar untuk melebarkan rangka toraks.


Akibatnya tekanan alveolus merosot dan gradien tekanan terbentuk

sehingga udara dapat engalir kedalam paru. Ventilator generasi pertama

ini digunakan pada masa epidemik poliomyelitis tahun 1930 dan 1940.

Metode bantuan ini jarang dipilih untuk pasien yang bukan kandidat

untuk ventilasi mekanis progresif seperti yang diberikan melalui ventilasi

mekanis. Penggunaan ventilator tekanan negatif pada praktek klinis

masih terbatas sebab alat tersebut membatasi perubahan posisi,

pergerakan dan tidak dapat disesuaikan dengan ukuran tubuh yang besar

atau kecil.

- Ventilator Tekanan Positif

Ventilator ini memberikan tekanan gas yang dipilih ke pasien di awal

pernafasan dan mempertahankan tekanan tersebut sepanjang inspirasi.

Dengan memenuhi kebutuhan aliran inspirasi pasien sepanjang fase

inspirasi, usaha pasien menjadi berkurang dan kenyamanannya pasien

meningkat.

Ventilator volume lebih banyak digunakan pada tatanan perawatan kritis,

prinsip ventilator ini adalah volume udara yang diinginkan diberikan

pada setiap pernafasan. Jumlah tekanan yang dibutuhkan untuk

menghntarkan volume yang diatur tersebut tergantung faktor komplians

paru, resistensi pasien-ventilator. Pada model ventilasi ini frekuensi

pernafasan, waktu inspirasi, dan volume tidal dipilih untuk mengatur

pernafasan mekanis.

Mode Ventilator
Secara keseluruhan pengaturan ventilator meliputi dua hal yaitu penentuan mode

dan setting dari setiap mode itu sendiri. Menurut Sundana (2015), mode

ventilator terbagi dalam tiga target utama:

- Target Volume

Besarnya udara yang masuk kedalam paru-paru pasien tergantung pada

nilai tidal volume (TV) dan atau menit volume (MV) yang ditentukan

pada ventilator.

-Target Tekanan (Pressure)

Besarnya volume udara yang masuk kedalam paru-paru bergantung

besarnya teakanan udara inspirasi atau IPL (Inspirasi Pressure Level)

yang ditentukan pada mesin ventilator. Pada mode ini jumlah tidal

volume atau menit volume tidak perlu kita tentukan karena besarnya

volume udara yang dihasilkan tergantung pada kecukupan tekanan

udara inspirasi (IPL) yang diseting pada mesin ventilator. Karena

komplians paru selalu berubah maka pada mode ini tidal volume yang

dihasilkan bervariasi dan selalu berubah-ubah pula.

- Gabungan Volume dan Tekanan

Besarnya volume dan tekanan udara didalam paru-paru pasien

tergantung pada tidal volume atau menit volume dan IPL (Inspirasi

Pressure Level) yang ditentukan pada mesin ventilator.


Beberapa mode dan pengaturan yang sering digunakan yaitu:

16. Mode volume

a. Mode assist-control

Pada mode ini biasa dipilih frekuensi mandatory (atau control).

Jika ingin pasien ingin bernafas lebih cepat, ini dapat memicu

ventilator tersebut dan menerima pernafasan dengan volume

penuh. Mode ini sering digunakan pada pasien baru diintubasi

atau jika pasien tersebut terlalu lemah untuk melakukan kerja

pernafasan.

b. Mode syncrhronized intermittent mandatory ventilation (SIMV)

Pada mode ini frekuensi pernafasan dan tidal volume diatur. Tidal

volume pada pernafasan ini dapat sangat berbeda dari tidal

volume yang diatur pada ventilator sebab volume tidal

tersebut hanya ditentukan oleh upaya spontan pasien. Dimasa

lampau mode ini pernah digunakan sebagai mode penyapihan

yang popular, untuk menyapih pasien pernafasan

mandatory diturunkan secara bertahap sehingga

memungkinkan psien untuk melakukan kerja pernafasan yang

lebih banyak.

17.Mode tekanan

a. Mode pressure- support ventilation (PSV)

Pada mode ini memperbesar atau membantu pernafasan spontan

dengan menghantarkan aliran gas tinggi menuju level tekanan

yang telah dipilih pada awal isnpirasi, dan mempertahankan

level
tersebut sepajang fase inspirasi. Pada mode ini volume tidal

inspirasi dan frekuensi pernafasan harus dipantau ketat untuk

mendeteksi adanya perubahan pada komplians paru.

b. Mode ventilasi kontrol-tekanan (PVC)

Mode ini digunakan untuk mengontrol tekanan plateu pada

beberapa kondisi seperti ARDS, yakni ketika komplians paru

menurun dan beresiko tinggi terjadi barotrauma. Mode ini

digunakan ketuka pasien mengalami masalah oksigenasi yang

menetap, kendati nilai fio2 dan level PEEP yang diberikan

tinggi.

c. Mode tekanan akhir ekspirasi positif (CPAP)

CPAP adalah istilah yang digunakan saat PEEP diberikan pada

pernafasan spontan. CPAP memberikan tekanan jalan nafas

positif yang konstan pada modus spontan, seringkali terdapat

bersama dengan PSV dan memacu perukaran gas dengan

membuka alveolus dan meningkatkan kapasitas residual

fungsional (Schumaker & Chernecky 2005).

Mode CPAP membantu pasien yang bernafas secara spontan

untuk meningkatkan oksigensi dengan memberikan atau

membesarkan tekanan akhir ekspirasi paru disepanjang siklus

pernafasan. Mode ini bisa digunakan pada pasien yang terpasang

intubasi ataupun tidak, ini juga bias digunakan sebagai mode

penyapihan dan model ventilasi malam hari (CPAP nasal atau


sungkup) untuk mencegah obstruksi jalan nafas atas dan

mencegah pasien yang mengalami apnea tidur obstruktif.

PEEP adalah tekanan akhir positif yang dihasilkan pada akhir

eskpirasi, pada umumnya dalam praktik klinik menggunakan

PEEP tingkat rendah (2-5 cm H2O) pada pasien yang terpasang

intubasi. Ini dinaikkan 2 hingga 5 cm H2O pada saat nilai fio2

lebih dari 50% untuk mencapai nilai Sao 2 (<90%) atau Pao2 (>60

hingga 70 mm Hg) yang diperbolehkan. Ini sering dibutuhkan

pada pasien yang mengalami hipoksemia refraktori contoh pada

pasein ARDS, ketika nilai Pao2 memburuk meski sudah

diberikan oksigen dengan konsentrasi tinggi.

PEEP digunakan untuk menjaga agar alveoli tetap terbuka dan

metode ini dapat meliputi unit-unit alveolar yang mengalami

kolaps total atau parsial. Tekanan akhir ekspirasi ini

meningkatkan kapasitas residu fungsional paru dengan

mengembangkan kembali alveoli yang kolaps, mempertahankan

alveoli pada posisi terbuka serta meningkatkan komplians paru.

Upaya ini mengurangi pintasan dan memperbaiki oksigenasi,

selain itu terdapat sejumlah bukti bahwa dengan menjaga alveoli

tetap terbuka meningkatkan regenerasi surfaktan. Pemberian

PEEP level tinggi sebaiknya jangan terlalu sering diganggu

karena dibutuhkan waktu beberapa jam untuk membuka kembali


alveoli dan mengembalikan nilai FRC, sebelum kondisi tercapai

oksigenasi dapat mengalami hambatan.

Pada pasien yang tidak memiliki volume darah sirkuasi adekuat

pemberian PEEP dapat menurunkan aliran balik vena menuju

jantung, menurunkan curah jantung, dan mengakibatkan

hantaran oksigen menuju jaringan. Jika pemberian PEEP

mengakibatkan hipotensi atau penurunan curah jantung, upaya

memulihkan volume intavaskular sirkulasi dapat memperbaiki

hipotensi. Komplikasi lain dari pemasangan PEEP adalah

barotrauma, ini dapat terjadi pada pasien yang terpasang

ventilasi mekanis, tetapi paling sering terjadi ketika PEEP yang

digunakan level tinggi (>10 hingga 20 cm H2O) pada paru-paru

dengan tekanan ventilasi yang tinggi dan complain yang rendah ,

serta pada pasien yang menderita penyakit obstruksi jalan nafas.

Barotrauma terjadi secara tiba-tiba dan biasanya memerlukan

tindakan pemasangan selang dada.

- Pengaturan Kontrol Ventilasi

Perawat harus mengetahui bagaimana memantau berbagai jenis ventilator,

model, dan control sebelum memberikan bantuan ventilasi mekanis pada

pasien. Pengaturan ventilator hrus sering dievaluasi berdasarkan respon pasien,

pemeriksaan analisa gas darah (GDA) menentukan kefektifan ventilasi

mekanis.
Menurut Morton, Patricia Gonce 2014 hal-hal yang harus diperhatikan dalam

pengaturan ventilasi mekanis yaitu:

- Fraksi Oksigen Inspirasi

Awal pemberian ventilasi mekanis diberikan fio2 tinggi (60% atau

lebih) selanjutnya diatur berdasarkan nilai GDA dan Sao2, biasanya fio2

disesuaikannuntuk menjaga agar nilai Sao2 lebih besar dari 90%

(ekuivalen kasar hingga Pao2 > 60 mmHg).

- Frekuensi Pernafasan

Pada ventilator tekanan, waktu inspirasi menentukan durasi ernafasan

dengan mengatur laju aliran gas. Semakin tinggi aliran gas semakin

pendek inspirasi, sebaliknya semakin rendah laju liran semakin panjang

inspirasi. Frekuensi pernafasan dikali volume tidal sesuai dengan

ventilasi per menit (RR x VT = MV).

- Volume Tidal

Volume tidal diberikan sebesar 10-15 ml/kg berat badan sudah umum

digunakan secara luas, namun denagn adanya penelitian yang dilakukan

untuk mengidentifikasi adanya fenomena cedera paru (yang sering

disebut brotrauma) akibat volume yang dihasilkan karena tidal volume

yang besar. Karena alasan tersebut upaya menurunkan target tidal

volume (6-8 ml/kg berat badan) saat ini telah dianjurkan.


Cukup tidaknya jumlah tidal volume atau minute volume dipengaruhi

oleh tahanan jalan nafas, besarnya ruang rugi (dead space), dan

complain paru.

Pengaturan tidal volume yang aman bagi pasien dapat menggunakan

perhitungan PBW (Predicted Body Weight) yaitu sebagai berikut:

Laki-laki:

PBW (kg) = 50 + 2,3 (Tinggi bdan dalam inchi – 60) atau

= 50 + 0,91 (Tinggi badan dalam cm -152,4)

Perempuan:

PBW (kg) = 45,5 + 2,3 (Tinngi badan dalam inchi – 60) atau

= 45,5 + 0,91 (Tinggi badan dalam cm – 152,4)

Pada pasien dengan gangguan paru tidal volume dimulai dari 5-8

ml/kgBB, pada ARDS 4-6 ml/kgBB, dan pada PPOK 5-8 ml/kgBB.

Untuk pasien gagal nafas namun kondisi paru normal dimulai dari 10-

12 ml/kgBB. Target tidal volume yang diseting harus dapat

mempertahankan plateau pressure < 35 cmH2O, PIP < 35 cmH2O dan

minute volume 100 ml/kgBB.

Komplikasi Ventilasi Mekanis

Ada beberapa komplikasi dari penggunaan ventilasi mekanis, tetapi dengan

dengan praktik perawatan preventif yang baik hal ini dapat dicegah.

Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penggunaan ventilasi mekanik

diantaranya:
- Aspirasi

Aspirasi bias terjadi sebelum, selama, dan setelah intubasi (pemasangan

selang endotrakeal). Resiko aspirasi setelah intubasi dapat

diminimalkan dengan mempertahankan inflasi balon yang sesuai,

mengevaluasi distensi lambung dengan suction, meninggian kepala

tempat tidur 300 atau lebih.

- Barotrauma

Ventilsi mekanis adalah memompakan udara kedalam dada

menghasilkan tekanan positif selama inspirasi, jika PEEP ditambahkan

tekanan meningkat dan berlanjut sepanjang ekspirasi. Tekanan tersebut

dapat merobek alveolus dan gelembung empisematosa, udara kemudian

lolos dan terjebak di dalam ruang pleura, terakumulasi sampai

menyebabkan paru kolpas. Pada akhirnya paru yang kolaps menghimpit

struktur mediastinum, menekan trakea dan jantung. Penekanan ini

disebut pneumotorak tekanan.

- Pneumonia Akibat Ventilator

Pneumonia akibat ventilator merupakan penyebab kedua infeksi didapat

di rumah sakit, dan penyebab utama kematian akibat infeksi

nosocomial (Kollef, 1999a). Faktor yang menyebabkan pneumonia

antara lain kolonisasi orofaring, kolonisasi lambung, aspirasi, dan

gangguan sitem kekebalan paru.


- Penurunan Curah Jantung

Penurunan curah jantung yang ditandai dengan hipotensi dapat

diobservasi pada saat pemasangan ventilasi mekanis, hal ini sering

disebabkan penggunaan obat-obatan untuk intubasi dan tidak adanya

tonus simpatis dan penurunan aliran balik vena akibat efek tekanan

positif didalam dada. Selain hipotensi tanda dan gejala lainya meliputi

kegelisahan yang tidak jelas penyebabnya, penurunan tingkat

kesadaran, penurunan haluaran urine, denyut nadi perifer melemah,

pengisisan kapiler lambat, pucat, keletihan, dan nyeri dada.

- Ketidakseimbangan Air

Penurunan aliran balik vena ke jantung dirasakan oleh resptor regangan

vagus yang terletak di atrium kanan, hypovolemia yang terjadi

merangsang pelepasan hormone antidiuretic (ADH) dari hipofisis

posterior. Penurunan curah jantung yang menyebabkan penurunan

haluaran urine semakin memperburuk tersebut dengan menstimulasi

respon renin-angiotensin-aldosteron.

- Masalah Gastrointestinal

Komplikasi gastrointestinal akibat ventilasi mekanis meliputi distensi

(karena menelan udara), hipomotilitas dan ileus (karena mobilitas dan

penggunaan analgesic narkotik).

- Kelemahan Otot
Otot-otot pernafasan pada pasien dengan ventilasi mekanik mungkin

tidak digunakan (selain gerakan pasif) pada saat memakai ventilator,

khususnya jika relaksan otot, sedasi obat, atau keduanya merupakan

bagian dari rencana asuhan.

C.Konsep Weaning (Penyapihan)

Perngertian Weaning

Weaning atau penyapihan adalah proses pelepasan bantuan ventilator dan

menetapkan kembali rspirasi spontan dan mandiri. Penyapihan dimulai jika

proses yang menyertai penyebab gagal nafas telah dikoreksi atau stabil. Proses

dan waktu yang diperlukan untuk penyapihan bergantung pada faktor seperti

kondisi paru sebelumnya, durasi ventilasi mekanis, dan kondisi umum pasien

baik fisik dan psikologis. Pada semua kasus tanda-tanda vital, kecepatan

respirasi, derajat dipsnea, gas darah, dan status klinis digunakan dalam

mengevaluasi penyapihan dan perkembangannya.

Metode Weaning

Metode yang digunakan dibedakan berdasarkan durasi pemakaian dari ventilasi

mekanis itu sendiri. Setelah periode singkat dari ventilasi mekanis dan

penggunaan ventilasi mekanis yang lebih lama dan membutuhkan pengondisian

kembali otot pernafasan.

- Weaning Pada Periode Ventilasi Mekanis Yang Singkat

Setelah periode singkat dari ventilasi mekanis metode penyapihan yang

digunakan bisa CPAP. Metode CPAP dengan percobaan nafas spontan


yang dibantu oleh ventilator dengan mode CPAP. Selama melakukan

proses penyapihan dengan CPAP dilakukan pemantauan tanda-tanda

vital, saturasi oksigen, ETCO2, dan PO2 dimonitor secara cermat. Metode

CPAP memberikan jumlah kegagalan penyapihan yang lebih rendah

(Rosema et al., 2014).

- Weaning Pada Periode Ventilasi Mekanis Yang Lama

Metode yang bias digunakan untuk penggunaan ventilasi mekanis lama

bias dengan SIMV dan PSV. Ketika SIMV digunakan jumlah nafas

dibantu ventilator mandatory diturunkan bertahap seiring dengan

pemantauan kecepatan pernafasan dan ETCO 2 dimonitor. Ketika pasien

dapat menoleransi SIMV pada empat nafas permenit tanpa periode

istirahat bantuan ventilator yang lebih beasr, penyapihan CPAP atau T-

piece diusahakan sebelum ektubasi (Fishman et al., 2008b). Penyapihan

merupakan penggunaan utama untuk ventilasi bantuan tekanan (pressure

support ventilation, PSV). Awalnya PSV diatur sedikti dibawah tekanan

inspirasi puncak yang diperlukan selama ventilasi volume tersiklus.

Tingkat bantuan tekanan diturunkan secara bertahap, sering kali pada

pola siklus periode bantuan minimal bertukar dengan bantuan lebih

tinggi dari otot respirasiyang dikondisikan kembali. Ketika sadar PSV

cukup untuk mengatasi reisitensi selang endotrakea, bantuan dihentikan

dan pasien diektubasi (Fishman et al., 2008)

- Posisi Ideal Pada Proses Weaning


Dengan memberikan posisi yang sesuai diharapkan proses weaning dapat

berjalan dengan lancer dan kenyamanan pasien tetap terjaga. Posisi

mempengaruhi nilai tidal volume pada pasien terpasang ventilasi mekanik

terutama dengan mode CPAP, nilai tidal volume pada posisi head of bed elevasi

300 menunjukkan nilai lebih baik dibanding posisi lateral (Rustandi et al., 2014).

Posisi semi recumbent 300 sampai dengan 600 sangat singnifikan dalam

mengurangi resiko terjadinya ventilator associated pneumonia (VAP) dibanding

posisi supine 00 (nol derajat) sampai dengan 100 (Wang et al., 2016). Pada posisi

elevasi 450 membantu menurunkan kerja otot pernafasan, membantu

menurunkan nilai PEEP, dan memberikan rasa nyaman pasien. Posisi setengah

duduk membantu proses weaning pada pasien dengan ketergantungan pada

ventilator (Deye et al., 2013).

- Syarat Ekstubasi

Menurut Sundana 2008, syarat-syarat esktubasi diantaranya:

1. AGD (analisa gas darah) dalam batas normal.

2. Pola nafas, tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal dengan

bantuan inotropic minimal.

3. Faktor penyebab gagal nafas sudah teratasi.

4. Dapat melakukan batuk secara efektif.

5. Complain paru adekuat.

6. Secara klinis pasien sudah siap untuk dilakukan ekstubasi.

7. Mode ventilator CPAP dengan PEEP minimal 5, tidal volume sudah

terpenuhi secara optimal, fio2 kurang dari 50%.


Kerangka Teori

Sistem pernafasan Pengertian


Anatomi & fisiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi

Ventilasi mekanik Pengertian


Jenis ventilasi mekanik Mode ventilasi mekanik Weaning (penyapihan) Pengertian weaning Metode
Pengaturan kontrol ventilasi mekanik Komplikasi ventilasi Syarat
mekanikweaning (ekstubasi) Posisi saat weaning

Pemantauan pada CPAP Tidal volume


CPAP Minute volume Frekuensi pernaasan Saturasi perifer
Pengertian Indikasi Cara kerja

Anda mungkin juga menyukai