Anda di halaman 1dari 60

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN REFERAT

UNIVERSITAS HALU OLEO JANUARI 2024

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS

TIPE BENIGNA

Oleh:
Nurul Rasyiqah Hazti, S.Ked
K1B1 23 014

Pembimbing:

dr. Sophian Sujana, M. Kes, Sp. THT-KL


DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2024
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Nurul Rasyiqah Hazti, S.Ked (K1B1 23 014)

Judul Lapsus : Otitis Media Supuratif Kronis Tipe Benigna

Laboratorium : Ilmu Kesehatan THT-KL

Fakultas : Kedokteran

Telah menyelesaikan tugas Referat dalam rangka tugas kepaniteraan

klinik pada Bagian Ilmu Kesehetan THT-KL Fakultas Kedokteran,

Universitas Halu Oleo.

Kendari, Januari 2024

Mengetahui

Pembimbing

dr. Sophian Sujana, M. Kes, Sp. THT-KL

iii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

karenaatas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan

referatini yang berjudul “Otitis Media Supuratif Kronis Tipe Benigna” dengan

baik. Penulisan referat ini untuk melengkapi tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu

Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini banyak hambatan

dan tantangan didapatkan, namun atas bantuan dari berbagai pihak yang

memberikan bimbingan, motivasi, dan disertai kemauan yang kuat sehingga penulis

dapatmengatasi semua itu. Oleh karena itu, penulis menghaturkan banyak terima

kasih kepada dr. Sophian Sujana, M. Kes, Sp. THT-KL sebagai pembimbing atas

segala bimbingan dan arahannya sehingga berbagai masalah dan kendala dalam

proses penyusunan referat ini dapat teratasi dan terselesaikan dengan baik.

Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi penulis pada

khususnya dan para pembaca pada umumnya serta dapat dipergunakan

sebagaimana mestinya atas segala bantuan dan perhatian baik berupa tenaga,

pikiran, dan materi pada semua pihak yang terlibat dalam menyelesaikan referat ini

penulis mengucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

iv
Kendari, Januari 2024

Penulis

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN

Otitis Media Supurasi Kronik (OMSK) adalah penyakit peradangan

kronis di telinga tengah yang ditandai adanya perforasi membran timpani,

dengan/tanpa otorea persisten. Otorea adalah sekret yang keluar dari telinga

tengah secara terus menerus atau hilang timbul selama minimal 2 - 6

minggu. Secara klinis, OMSK dibagi menjadi dua tipe, yaitu OMSK tipe

benigna dan OMSK tipe maligna. Pada OMSK tipe benigna, perforasi

membran timpani terjadi di bagian sentral. Tipe ini disebut juga dengan tipe

aman karena tidak berisiko mengalami komplikasi yang lebih serius.

Perforasi pada OMSK tipe maligna terjadi di bagian atik atau marginal.

OMSK ini disebut juga sebagai OMSK tipe bahaya karena sering

berhubungan dengan proses kerusakan tulang akibat kolesteatoma,

granulasi, atau osteitis sehingga meningkatkan angka komplikasi 1.

Otitis media supuratif kronik tipe benigna/tipe tubotimpanik/tipe

aman/tanpa kolesteatoma/mukosa biasanya didahului dengan gangguan

fungsi tuba yang menyebabkan kelainan di kavum timpani, disebut juga tipe

mukosa karena proses peradangan biasanya hanya di mukosa telinga tengah.

Pada OMSK gangguan pendengaran dapat terjadi akibat infeksi yang terjadi

ditelinga tengah dalam jangka waktu yang lama, infeksi ini menyebabkan

peningkatan cairan serosa, lama kelamaan akan terjadi akumulasi cairan

1
mukus dan serosa sehingga hantaran suara/udara yang diterima menurun.

Selain itu pada OMSK sering sekali ditemukan jaringan granulasi, dan

putusnya rantai tulang pendengaran, hal ini tentunya berhubungan dengan

gangguan transmisi gelombang suara yang bermanifestasi sebagai

penurunan derajat gangguan pendengaran. Jenis dan derajat gangguan

pendengaran yang terjadi pada OMSK dapat bervariasi antara tuli

konduktif, tuli sensorineural, dan tuli campuran, dengan derajat ringan,

sedang, sedang berat, berat, dan sangat berat. Tuli konduktif adalah bentuk

yang paling umum ditemukan, namun tidak menutup kemungkinan tuli

sensorineural dan tuli campuran dapat terjadi 2.

Pentingnya terapi OMSK tipe aman yang adekuat secara konservatif

atau dengan medikamentosa yaitu untuk mengontrol proses infeksi,

mencegah progresivitas penyakit serta mencegah terjadinya komplikasi

lebih berat. Penderita OMSK juga diedukasi untuk menjaga telinga supaya

tetap kering agar pengobatan optimal dan mencegah infeksi berulang 3.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI TELINGA

Telinga terdiri dari telinga 1uar, telinga tengah atau cavitas timpani, dan

telinga dalam atau labyrinthus. Telinga dalam berisi organ pendengaran dan

keseimbangan4.

Gambar 1. Anatomi Telinga4

1. Telinga Luar

a. Telinga luar (auris externa)

Auris eksterna terdiri dari dua bagian, yaitu bagian yang

berproyeksi dari sisi regio kapitis adalah aurikula (pinna) dan

saluran yang mengarah ke dalam adalah meatus acusticus externus.

Pinna (daun telinga) merupakan gabungan dari tulang rawan yang

diliputi kulit. Tepi luar yang besar pada aurikula adalah helix. Helix

berakhir di inferior pada lobulus aurikula yang lunak dan merupakan

3
satu-satunya bagian aurikula yang tidak ditopang oleh tulang rawan.

Cekungan di tengah aurikula adalah concha auriculae. Meatus

acusticus externus keluar dari kedalaman daerah tersebut. Pada

bagian anterior konka terdapat elevasi/peninggian (tragus) dan

berlawanan dengan tragus, di atas lobulus aurikula yang lunak,

terdapat peninggian lain yang disebut (anti-tragus). Tepi yang

melingkar yang lebih kecil, parallel dan anterior dari helix adalah

anti-helix.4

Gambar 2. Anatomi Aurikula6

Aurikula memiliki muskuli intrinsik yang berjalan di antara

kartilago aurikula dan muskuli ekstrinsik yaitu musculi auriculares

anterior, superior dan posterior yang berjalan dari scalp atau kranium

ke aurikula. Kedua kelompok muskulus tersebut dipersarafi oleh

nervus facialis [VII]. Innervasi sensorik aurikula permukaan luar

aurikula yang lebih superfisial dipersarafi oleh nervus aurikularis

4
magnus (bagian anterior dan posteroinferior) dan nervus oksipitalis

minor (bagian posterosuperior) dari plexus cervicalis serta ramus

aurikulotemporalis nervus mandibularis [V3]. Bagian aurikula yang

lebih dalam di inervasi oleh nervus vagus [X] (cabang aurikularis)

dan nervus fasialis [VII] (yang mengirim cabang ke ramus

aurikularis nervus vagus [X]).5

Gambar 3. Innervasi Aurikula6

Vaskularisasi aurikula berasal dari beberapa sumber. Arteria

carotis externa menyuplai arteri auricularis posterior. Arteria

temporalis superficialis menyuplai cabang-cabang aurikularis

anterior, dan arteria ocipitalis menyuplai satu cabang. Drainase vena

melalui pembuluh-pembuluh darah yang mengikuti arteriae.

Drainase limfatik aurikula berjalan ke anterior menuju nodi

lymphatici parotidei dan ke posterior menuju nodi lymphatici

5
mastoidei, dan dapat menuju ke nodi lymphatici cervicales profundi

superior.4,5

Gambar 4. Vaskularisasi Aurikula6

Meatus acousticus externus (liang telinga) berbentuk seperti

huruf S. Meatus acousticus externus memiliki panjang kurang lebih

1 inci (2.5 cm). Dinding liang telinga terdiri dari tulang rawan pada

sepertiga lateralnya dan pars tympanica os temporale pada dua

pertiga medialnya. Seringkali ada penyempitan liang telinga pada

perbatasan tulang dan rawan ini. Sendi temporomandibularis dan

kelenjar parotis terletak di belakangnya. Saraf fasialis meninggalkan

foramen stilomastoideus dan berjalan ke lateral menuju prosesus

stiloideus di posteroinferior liang telinga, dan kemudian berjalan di

bawah liang telinga untuk memasuki kelenjar parotis. 5

Innervasi sensorik dari meatus acousticus externus berasal dari

beberapa nervus kranialis. Persarafan utamanya berjalan melalui

6
rami nervus auriculotemporalis, sebuah cabang nervus mandibularis

[V3] (dinding anterior dan superior) dan ramus aurikularis nervus

vagus [X] (dinding posterior dan inferior). Sebagian kecil innervasi

sensorik dapat juga berasal dari nervus fasialis [VII] ke ramus

aurikularis nervus vagus [X].4

Gambar 5. Meatus Acousticus Externus (a) tampak frontal, (b)

tampak horizontal6

Membran timpani atau gendang telinga memisahkan meatus

acousticus externus dari auris media. Membran ini berada pada sudut

miring ke medial dari atas ke bawah dan dari posterior ke anterior.

Oleh karena itu, permukaan lateralnya menghadap ke inferior dan

anterior.4 Membran timpani berbentuk kerucut dengan puncaknya,

umbo, mengarah ke medial.5 Di sekeliling tepi membrana timpani

terdapat annulus fibrokartilaginus yang melekatkan membrana

timpani pada pars tympanica os temporale. Pada tengahnya terdapat

cekungan yang disebabkan oleh perlekatan ujung bawah manubrium

mallei, yang tempat perlekatannya disebut umbo membrana timpani.

Anteroinferior dari umbo terdapat refleksi cahaya terang, disebut

sebagai kerucut cahaya.4

7
Superior dari umbo ke arah anterior ada perlekatan sisa

manubrium mallei. Pada perluasan paling superior dari garis

perlekatan tersebut, terdapat penonjolan kecil pada membrana yang

menandai letak processus lateralis malleus ketika berproyeksi pada

permukaan internal membrana timpani. Pada permukaan dalam

membrane, terdapat plica mallearis anterior dan posterior. Superior

dari plika tersebut terdapat bagian membrana timpani yang tipis dan

kendor (pars flaccida) dan bagian membrana lain yang tebal dan

tegang (pars tensa).4 Membran timpani tersusun oleh suatu lapisan

epidermis di bagian luar, lapisan fibrosa di bagian tengah di mana

tangkai maleus dilekatkan, dan lapisan mukosa pada bagian dalam.

Lapisan fibrosa tidak terdapat di atas prosesus lateralis maleus dan

ini menyebabkan bagian membrane timpani yang disebut membrana

Sharpnell menjadi lemas (flaksid).5

8
Gambar 6. Membran timpani6

Innervasi membran timpani berasal dari persarafan sensorium

kulit pada permukaan luar membran terutama oleh nervus

auriculotemporalis (cabang nervus mandibularis) ditambah

partisipasi dari ramus auricularis nervus vagus [X], dam sebagian

kecil dari cabang nervus fasialis [VII] serta nervus glossopharyngeus

[IX]. Innervasi membran mukosa pada permukaan dalam membran

timpani seluruhnya oleh nervus glossopharyngeus [IX].4

b. Telinga tengah (auris media)

Auris media berisi udara dan merupakan ruangan yang dilapisi

membrana mukosa di dalam tulang temporal. Auris media terdiri

dari dua bagian yaitu cavitas tympanica di sebelah membrana

timpani dan recessus epitympanicus di superior.4 Telinga tengah

dapat dibayangkan sebagai suatu kotak dengan enam sisi. Dinding

posteriornya lebih luas daripada dinding anterior sehingga kotak

tersebut berbentuk baji. Promontorium pada dinding medial meluas

ke lateral ke arah umbo dari membrana timpani sehingga kotak

tersebut lebih sempit pada bagian tengah.5

9
Gambar 7. Kavitas timpani6

Dinding superior telinga tengah berbatasan dengan lantai fossa

cranii media. Pada bagian atas dinding posterior terdapat aditus ad

antrum tulang mastoid dan di bawahnya adalah saraf fasialis. Otot

stapedius timbul pada daerah saraf fasialis dan tendonnya menembus

melalui suatu piramid tulang menuju ke leher stapes. Saraf korda

timpani timbul dari saraf fasialis di bawah stapedius dan berjalan ke

lateral depan menuju inkus tetapi di medial maleus, untuk keluar dari

telinga tengah lewat sutura petrotimpanika. Korda timpani kemudian

bergabung dengan saraf lingualis dan menghantarkan serabut-

serabut sekretomotorik ke ganglion submandibularis dan serabut-

serabut pengecap dari dua pertiga anterior lidah.5

Dasar telinga tengah adalah atap bulbus jugularis yang di

sebelah superolateral menjadi sinus sigmoideus dan lebih ke tengah

menjadi sinus transversus. Keduanya adalah aliran vena utama

rongga tengkorak. Cabang aurikularis saraf vagus masuk ke telinga

tengah dari dasarnya. Bagian bawah dinding anterior adalah kanalis

10
karotikus. Di atas kanalis ini, muara tuba eustakius dan otot tensor

timpani yang menempati daerah superior tuba kemudian membalik,

melingkari prosesus kokleariformis dan berinsersi pada leher

maleus. Di dekat tepi medial dasar terdapat apertura/lubang kecil

yang dilewati ramus tympanicus nervus glossopharyngeus [IX]

memasuki auris.4,5

Dinding lateral dari telinga tengah adalah dinding tulang

epitimpanum di bagian atas, membrana timpani dan dinding tulang

hipotimpanum di bagian bawah. Bangunan yang paling menonjol

pada dinding medial adalah promontorium yang menutup lingkaran

koklea yang pertama. Saraf timpanikus berjalan melintas

promontorium ini. Fenestra rotundum terletak di posteroinferior dari

promontorium, sedangkan kaki stapes terletak pada fenestra ovalis

pada batas posterosuperior dari promontorium. Kanalis falopii

bertulang yang dilalui saraf fasialis terletak di atas fenestra ovalis

mulai dari prosesus kokleariformis di anterior hingga piramid

stapedius di posterior.5

Rongga mastoid berbentuk seperti pyramid bersisi tiga dengan

puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media.

Di superior, recessus epitympanicus berlanjut dengan aditus ad

antrum mastoidea. Dinding medial (pars labyrinthicus) adalah

dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoideus terletak di

bawah dura mater pada daerah ini. Struktur utama pada dinding ini

11
adalah pembuncitan membulat (promontorium) yang dihasilkan oleh

lilitan dasar koklea. Yang berhubungan dengan membrana mukosa

yang menutup promontorium adalah pleksus nervorum (plexus

tympanicus) yang terutama terdiri dari ramus tympanicus/nervus

tympanicus dari nervus glossopharyngeal [IX] dan cabang-cabang

dari plexus carotis internus. Struktur ini menyuplai membrana

mukosa auris media, daerah mastoideus, dan tuba

pharyngotympanica/tuba auditive, dan memberi cabang ke nervus

petrosus minor yang memasuki fossa kranii media. Struktur-struktur

lain berhubungan dengan pars labyrinthicus adalah dua celah yaitu

fenestra vestibuli/jendela oval dan fenestra cochlea/jendela bulat.4,5

Gambar 8. Dinding media paries labyrinthicus cavitas tympani6

Fenestra vestibuli terletak di posterosuperior dari

promontorium dan merupakan titik perlekatan untuk basis stapedis

(lempeng dasar) dan merupakan ujung rangkaian ossikula auditus

yang mengirim getaran dan diawali oleh membrana timpani menuju

koklea auris interna. Fenestra cochleae berada di posteroinferior

12
dari promontorium. Posterior dan superior dari fenestra vestibuli

pada pars labyrinthicus/dinding medial ada prominentia canalis

facialis, yang merupakan rigi tulang yang dihasilkan oleh nervus

fasialis [VII] dalam salurannya, saat nervus tersebut berjalan melalui

tulang temporale. Tepat di atas dan posterior dari prominentia

canalis facialis terdapat rigi tulang yang lebih luas (prominentia

canalis semicircularis lateralis) yang disebabkan adanya canalis

semicircularis lateralis, yang merupakan sebuah struktur yang

terlibat untuk mendeteksi gerak.5

Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum.

Tonjolan kanalis semisirkularis lateralis menonjol ke dalam antrum.

Antrum mastoideum merupakan sebuah cavitas yang berlanjut ke

kumpulan ruang yang dipenuhi udara (cellulae mastoideae), pada

seluruh pars mastoidea tulang temporale, termasuk prosessus

mastoideus. Antrum mastoideum dipisahkan dari fossa kranii media

di atasnya hanya oleh tegmen timpani yang tipis. Di bawah kedua

patokan ini berjalan saraf fasialis dalam kanalis tulangnya untuk

keluar dari tulang temporal melalui foramen stilomastoideus di

ujung anterior krista yang dibentuk oleh insersio otot digastrikus.

Dinding lateral mastoid adalah tulang subkutan yang dengan mudah

dapat dipalpasi di posterior aurikula. 4,5

Tuba eustakius atau tuba pharyngotympanica menghubungkan

rongga telinga tengah dengan nasofaring. Bagian lateral tuba

13
eustakius adalah yang bertulang (pars osseae tubae auditivae)

sementara duapertiga bagian medial bersifat kartilaginosa (pars

cartilaginea). Origo otot tensor timpani terletak di sebelah atas

bagian bertulang rawan berjalan melintasi dasar tengkorak untuk

masuk ke faring di atas otot konstriktor superior. Bagian ini biasanya

tertutup tapi dapat dibuka melalui kontraksi otot levator palatinum

dan tensor palatinum yang masing-masing disarafi pleksus

faringealis dan saraf mandibularis. 4,5

Vaskularisasi untuk tuba eustakius berasal dari cabang-cabang

arteria pharyngea ascendens (sebuah cabang arteri karotis interna)

dan dari dua cabang arteria maxillaris (arteria meningea media dan

arteria kanalis pterygoidei). Drainase vena tuba auditivae menuju

pleksus venosus pterygoideus di dalam fossa infratemporalis.

Innervasi membrana mukosa yang membatasi tuba terutama berasal

dari plexus tympanicus karena struktur ini berlanjut dengan

membrana mukosa yang melapisi cavitas timpani, permukaan dalam

membrana timpani, dan antrum mastoideum dan cellulae

mastoideae. Pleksus ini menerima sebagian besar komponennya dari

nervus tympanicus, cabang nervus glossopharyngeus. 4,5

Ossiculae auditus terdiri dari maleus, inkus dan stapes.

Tulang-tulang ini membentuk sebuah rantai tulang yang

menyebrangi auris media, dari membrana tympani ke fenestra

vestibuli auris interna. Maleus merupakan ossiculae auditus yang

14
terbesar dan melekat pada membrane timpani, sementara stapes

merupakan tulang yang terletak paling medial pada rangkaian

ossiculae auditus dan melekat ke fenestra vestibuli melalui basis

stapedis. Terdapat dua muskulus yang berhubungan dengan ossicula

auris media, yaitu muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius.

Muskulus tensor timpani diinervasi oleh cabang nervus mandibularis

dan berfungsi untuk kontraksi menarik manubrium mallei ke medial

serta menegangkan membrana timpani. Muskulus stapedius

diinervasi oleh nervus fasialis dan berfungsi untuk kontraksi menarik

stapes ke posterior dan mencegah getaran yang berlebihan. 4

Gambar 9. Potongan oblik telinga tengah7

Dua cabang terbesar arteri yang menyuplai struktur-struktur di

dalam auris media adalah cabang tympanica posterior arteria

maxillaris dan ramus mastoideus arteria occipitalis atau arteria

auricularis posterior. Cabang yang lebih kecil berasal dari arteria

meningea media, arteria faringea asendens, arteria kanalis

pterigoidei dan cabang-cabang timpanika/ arteriae

15
caroticotympanicae dari arteri karotis interna. Drainase vena auris

media menuju ke plexus venosus pterygoideus dan sinus petrosus

superior.4

Plexus tympanicus mempersarafi membrana mukosa yang

melapisi dinding dan isi auris media, termasuk daerah mastoidea dan

tuba pharyngotympanica. Pleksus ini dibentuk oleh ramus/nervus

timpanikus, sebuah cabang nervus glossofaringeus, dan dari cabang-

cabang plexus caroticus internus. Ketika nervus glossopharyngeus

keluar dari cranium melalui foramen jugulare, nervus ini memberi

cabang ramus/nervus tympanicus. Cabang ini masuk kembali ke

cranium melalui suatu foramen kecil dan berjalan melalui tulang

menuju auris media.4

Di dalam auris media, nervus tympanicus membentuk plexus

tympanicus, bersama dengan cabang-cabang dari pleksus nervorum

di sekeliling arteri karotis interna (nervi caroticotympanici).

Cabang-cabang dari plexus tympanicus menyuplai membrana

mukosa auris media, termasuk tuba eustakius. Plexus tympanicus

juga memberi cabang utama nervus petrosus minor yang menyuplai

serabut-serabut parasimpatikum preganglionares menuju ganglion

otkcum. Nervus petrosis minor meninggalkan daerah promontorium,

keluar dari auris media, berjalan melalui pars petrosa tulang

temporale, dan keluar pada permukaan anterior pars petrosa tulang

temporale melalui lubang/hiatus tepat di bawah lubang/hiatus untuk

16
nervus petrosus major. Nervus ini berlanjut ke arah diagonal

menyebrangi permukaan anterior tulang temporal, sebelum keluar

dari fossa kranii media melalui foramen oval. Sesaat setelah berada

di luar cranium, nervus ini memasuki ganglion oticum. 4

Gambar 10. Vaskularisasi dan innervasi auris media7

c. Telinga dalam (auris interna)

Bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga

disebut sebagai labirin. Derivat vesikel otika membentuk suatu

rongga tertutup yaitu labirin membran yang terisi endolimfe, satu-

satunya cairan ekstraseluler dalam tubuh yang tinggi kalium dan

rendah natrium. Labirin membran dikelilingi oleh cairan perilimfe

(tinggi natrium, rendah kalium) yang terdapat dalam kapsula otika

bertulang. Labirin tulang dan membran memiliki bagian vestibular

dan bagian koklear. Bagian vestibularis (pars superior) berhubungan

17
dengan keseimbangan, sementara bagian koklearis (pars inferior)

merupakan organ pendengaran kita.8 Semua struktur auris interna

berada dalam pars petrosa tulang temporale, diantara auris media di

lateral dan meatus acusticus internus di medial. 4

Gambar 11. Labyrinthus Osseus Cochlea tampak lateral6

Koklea melingkar seperti rumah siput dengan dua dan satu-

setengah putaran. Aksis dari spiral tersebut dikenal sebagai

modiolus, berisi berkas saraf dan suplai arteri dari arteri vertebralis.

Serabut saraf kemudian berjalan menerobos suatu lamina tulang

yaitu lamina spiralis osseus untuk mencapai sel-sel sensorik organ

korti. Rongga koklea bertulang dibagi menjadi tiga bagian oleh

ductus koklearis yang panjangnya 35 mm dan berisi endolimfe.

Bagian atas adalah skala vestibuli, berisi perilimfe dan dipisahkan

dari ductus koklearis oleh membran Reissner yang tipis. Bagian

bawah adalah skala timpani juga mengandung perilimfe dan

dipisahkan dari duktus koklearis oleh lamiina spiralis oseus dan

membrana basilaris. Perilimfe pada kedua skala berhubungan pada

apeks koklea spiralis tepat setelah ujung buntu ductus koklearis

18
melalui suatu celah yang dikenal sebagai helicotrema. Membrana

basilaris sempit pada basisnya (nada tinggi) dan melebar pada

basisnya (nada tinggi) dan melebar pada apeks (nada rendah). 5

Gambar 12. Struktur interna koklea6

Terletak di atas membran basilaris dari basis ke apeks adalah

organ korti, yang mengandung organel-organel penting untuk

mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ korti terdiri dari satu

baris sel rambut dalam (3.000) dan tiga baris sel rambut luar

(12.000). Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang lengan

horizontal dari suatu jungkat-jungkit yang dibentuk oleh sel-sel

penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung

bawah sel rambut. Pada permukaan sel-sel rambut terdapat

stereosilia yang melekat pada suatu selubung di atasnya yang

cenderung datar, bersifat gelatinosa dan aselular, dikenal sebagai

19
membrana tektoria. Membrana tektoria disekresi dan disokong oleh

suatu panggung yang terletak di medial disebut sebagai limbus. 5

Gambar 13. Organum spirale (Organ of Corti)6

Labyrinthus membranaceus merupakan sistem berkelanjutan

dari duktus dan sakus di dalam labyrinthus osseus. Struktur ini diisi

oleh endolimfe dan dipisahkan dari periosteum yang menutupi

dinding labyrinthus osseus oleh perilimfe. Terdiri dari dua sakus

(utrikulus dan sakulus) dan empat duktus (tiga ductus semisircularis

dan ductus cochlearis).4 Utrikulus dan sakulus mengandung macula

yang diliputi oleh sel-sel rambut. Menutupi sel-sel rambut ini adalah

suatu lapisan gelatinosa yang ditembus oleh silia, dan pada lapisan

ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dan dengan berat

jenis yang lebih besar daripada endolimfe. Karena pengaruh

gravitasi, maka gaya dari otolit akan membengkokkan silia sel-sel

rambut dan menimbulkan rangsangan pada reseptor.5

20
Gambar 14. Labyrinthus membranaceous5

Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus

sempit yang juga merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus.

Makula utrikulus terletak pada bidang yang tegak lurus terhadap macula

sakulus. Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus. Masing-

masing kanalis mempunyai suatu ujung yang melebar membentuk

ampula dan mengandung sel-sel rambut krista. Sel-sel rambut menonjol

pada suatu kapula gelatinosa. Gerakan endolimfe dalam kanalis

semisirkularis akan menggerakkan kupula yang selanjutnya akan

membengkokkan silia sel-sel rambut krista dan merangsang sel

reseptor.5

Gambar 15. Struktur Krista Ampullaris6

21
Vaskularisasi menuju auris interna terbagi antara pembuluh-

pembuluh darah yang menyuplai labyrinthus osseus dan labyrinthus

membranaceus. Labyrinthus osseus disuplai oleh arteriae yang sama

dengan yang menyuplai sekeliling tulang temporale – termasuk arteria

tympanica anterior, cabang arteri maxillaris, arteri stilomastoidea,

cabang dari arteria auricularis posterior dan ramus petrosis dari arteria

meningea media.4

Labyrinthus membranaceus disuplai oleh arteria labyrinthi yang

berasal dari arteria cerebelli inferior anterior atau merupakan cabang

langsung arteria basilaris- apapun asalnya, arteria ini masuk ke meatus

akustikus internus bersama dengan nervus fasialis [VII] dan nervus

vestibulokoklearis [VIII] dan akhirnya terbagi menjadi ramus koklearis,

yang berjalan melalui modiolus dan menyuplai duktus koklearis, dan

satu atau dua ramus vestibularis, yang menyuplai apparatus vestibularis.

Drainase vena dari labyrinthus membranaceus melalui vena vestibularis

dan vena koklearis yang mengikuti arterinya. Vena tersebut bergabung

membentuk venae labyrinthi yang akhirnya bermuara ke dalam sinus

petrosis inferior atau sinus sigmoideus.4

22
Gambar 16. Vaskularisasi Auris Interna6

Nervus vestibulocochlearis [VIII] serabut-serabut aferen khusus

untuk pendengaran (komponen koklearis) dan keseimbangan

(komponen vestibularis). Nervus ini memasuki permukaan lateral

truncus encephali, di antara pons dan medulla oblongata, setelah keluar

dari tulang temporale melalui meatus acusticus internus dan

menyebrangi fossa cranii posterior. Di dalam tulang temporal, pada

ujung distal meatus akustikus internus, nervus vestibulokoklearis

terbagi membentuk nervus koklearis dan nervus vestibularis. Nervus

koklearis memasuki basis koklea dan berjalan ke atas melalui modiolus.

Sel-sel ganglion nervus koklearis adalah ganglion spiral pada basis

lamina modioli yang berputar mengelilingi modiolus. Cabang-cabang

nervus koklearis berjalan melalui lamina modioli untuk mempersarafi

reseptor-reseptor dalam organum spiral. Nervus vestibularis membesar

untuk membentuk ganglion vesibular, sebelum terbagi menjadi pars

superior/rostralis dan inferior/caudalis, yang didistribusikan ke tiga

duktus semisirkularis, utrikulus serta sakulus.4

23
Gambar 17. Innervasi Auris Interna6.

B. FISIOLOGI

a. Fisiologi Pendengaran

Pendengaran adalah persepsi energi suara oleh saraf. Gelombang

suara adalah getaran udara yang merambat. Gelombang suara dapat

merambat melalui udara, air maupun benda padat. Sel-sel reseptor

khusus untuk pendengaran terletak di telinga dalam yang berisi cairan.

Karena itu, gelombang suara di udara harus dapat disalurkan ke arah dan

dipindahkan ke telinga dalam.9

24
Gambar 18. Mekanisme pendengaran7

1. Mekanisme Pendengaran Telinga Luar dan Tengah

Aurikula berfungsi untuk mengetahui arah dan lokasi suara dan

membedakan tinggi rendah suara. Aurikula bersama meatus akustikus

eksternus dapat menaikkan tekanan akustik pada membran timpani

pada frekuensi 1,5 – 5 kHz yaitu daerah frekuensi yang penting untuk

presepsi bicara, selanjutnya gelombang bunyi ini diarahkan ke meatus

austikus eksternus menyebabkan naiknya tekanan akustik sebesar 10-

15 dB pada membran timpani.10

Meatus akustikus eksternus adalah tabung yang terbuka pada

satu sisi tertutup pada sisi yang lain. Meatus akusticus eksternus

meresonansi ¼ gelombang. Frekuensi resonansi ditentukan dari

panjang tabung, lengkungan tabung tidak berpengaruh. Tabung 2,5

cm, frekuensi resonansi kira-kira 3,5 kHz.10

25
Gelombang suara kemudian diteruskan ke membrane timpani

dimana pars tensa. Membran timpani merupakan medium yang ideal

untuk transmisi gelombang suara ke rantai osikular. Hubungan

membrane timpani dan sistem osikuler menghantarkan suara

sepanjang telinga tengah ke koklea.10

Tangkai maleus terikat erat pada pusat membran timpani,

maleus berikatan dengan inkus, inkus berikatan dengan stapes dan

basis stapes berada pada foramen oval. Sistem tersebut sebenarnya

mengurangi jarak tetapi meningkatkan tenaga pergerakan 1,3 kali,

selain itu luas daerah permukaan membrane timpani 55 milimeter

persegi sedangkan daerah permukaan stapes rata-rata 3,2 milimeter

persegi.10

Rasio perbedaan 17 kali lipat ini dibandingkan 1,3 kali dari

sistem pengungkit menyebabkan penekanan sekitar 22 kali pada

cairan koklea. Hal ini diperlukan karena cairan memiliki inersia yang

jauh lebih besar dibandingkan udara, sehingga dibutuhkan tekanan

besar untuk menggetarkan cairan, selain itu didapatkan mekanisme

reflek penguatan, yaitu sebuah reflek yang timbul apabila ada suara

yang keras yang ditransmisikan melalui sistem osikuler ke dalam

sistem saraf pusat, reflek ini menyebabkan konstraksi pada otot

stapedius dan otot tensor timpani.10

Otot tensor timpani menarik tangkai maleus ke arah dalam

sedangkan otot stapedius menarik stapes ke arah luar. Kondisi yang

26
berlawanan ini mengurangi konduksi osikular dari suara berfrekuensi

rendah dibawah 1.000 Hz. Fungsi dari mekanisme ini adalah untuk

melindungi koklea dari getaran merusak disebabkan oleh suara yang

sangat keras, menutupi suara berfrekuensi rendah pada lingkungan

suara keras dan menurunkan sensivitas pendengaran pada suara orang

itu sendiri.10

2. Mekanisme Pendengaran Telinga Dalam

Koklea mempunyai dua fungsi yaitu menerjemahkan energi

suara ke suatu bentuk yang sesuai untuk merangsang ujung saraf

auditorius yang dapat memberikan kode parameter akustik sehingga

otak dapat memproses informasi dalam stimulus suara. Koklea di

dalamnya terdapat proses transmisi hidrodinamik yaitu perpindahan

energi bunyi dari foramen ovale ke sel-sel bersilia dan proses

transduksi yaitu pengubahan pola energi bunyi pada organ korti

menjadi potensial aksi dalam nervus auditorius.10

Mekanisme transmisi terjadi karena stimuli bunyi

menggetarkan perilimfe dalam skala vestibuli dan endolimfe dalam

skala media sehingga menggetarkan membrana basilaris. Membrana

basilaris merupakan suatu kesatuan yang berbentuk lempeng-lempeng

getar sehinga bila mendapat stimuli bunyi akan bergetar seperti

gelombang disebut travelling wave. Proses transduksi terjadi karena

perubahan bentuk membran basilaris. Perubahan tersebut karena

27
bergesernya membrana retikularis dan membrana tektorial akibat

stimulis bunyi.10

Amplitudo maksimum pergeseran tersebut akan mempengaruhi

sel rambut dalam dan sel rambut luar sehinga terjadi loncatan

potensial listrik. Potensial listrik ini akan diteruskan oleh serabut saraf

aferen yang berhubungan dengan sel rambut sebagai impuls saraf ke

otak untuk disadari sebagai sensasi mendengar. Koklea di dalamnya

terdapat 4 jenis proses bioelektrik, yaitu: potensial endokoklea

(endocochlear potential), mikrofoni koklea (cochlear microphonic),

potensial sumasi (summating potensial), dan potensial seluruh saraf

(whole nerve potensial). Potensial endokoklea selalu ada pada saat

istirahat, sedangkan potensial lainnya hanya muncul apabila ada suara

yang merangsang. Potensial endokoklea terdapat pada skala media

bersifat konstan atau direct current (DC) dengan potensial positif

sebesar 80 – 100 mV.10

Stria vaskularis merupakan sumber potensial endokoklea yang

sangat sensitif terhadap anoksia dan zat kimia yang berpengaruh

terhadap metabolisme oksidasi. Mikrofoni koklea adalah alternating

current (AC) berada di koklea atau juga di dekat foramen rotundum,

dihasilkan area sel indera bersilia dan membrana tektoria oleh

pengaruh listrik akibat vibrasi suara pada silia atau sel inderanya. 10

Potensial sumasi termasuk DC tidak mengikuti rangsang suara

dengan spontan, tetapi sebanding dengan akar pangkat dua tekanan

28
suara. Potensial sumasi dihasilkan sel-sel indera bersilia dalam yang

efektif pada intensitas suara tinggi. Sedangkan mikrofoni koklea

dihasilkan lebih banyak pada outer hair cell. Bila terdapat rangsangan

diatas nilai ambang, serabut saraf akan bereaksi menghasilkan

potensial aksi. Serabut saraf mempunyai penerimaan terhadap

frekuensi optimum rangsang suara pada nilai ambangnya, dan tidak

bereaksi terhadap setiap intensitas.10

Gambar 19. Jaras pendengaran9

29
Potensial seluruh saraf adalah potensial listrik yang

dibangkitkan oleh serabut saraf auditori. Terekam dengan elektroda di

daerah foramen rotundum atau di daerah saraf auditori, memiliki

frekuensi tinggi dan onset yang cepat. Rangsangan suara dari koklea

diteruskan oleh nervus kranialis VIII ke korteks melalui nukleus

koklearis ventralis dan dorsalis. Jaras tersebut merupakan sistem

pendengaran sentral.10

b. Fisiologi Keseimbangan

1. Fungsi Vestibular

Sistem vestibular berfungsi mendeteksi posisi dan pergerakan

kepala kita dalam ruang. Hal ini memungkinkan terjadinya koordinasi

gerakan mata, postur, dan keseimbangan. Alat vestibular yang

terdapat di telinga bagian dalam membantu menyelesaikan tugas ini

dengan mengirimkan sinyal saraf aferen dari masing-masing

komponennya. Utrikulus dan sakulus bertanggung jawab untuk

merasakan percepatan linier, gaya gravitasi, dan kemiringan kepala. 8

Neuroepithelium yang ditemukan di utrikulus dan sakula adalah

makula yang memberikan umpan balik saraf tentang gerakan

horizontal dari utrikulus dan gerakan vertikal dari sakulus. Tertanam

di dalam membran otolitik makula terdapat kristal kalsium karbonat

kecil yang dikenal sebagai otolit yang membantu respons sel rambut

terhadap hambatan inersia endolimfe. 10

30
Akselerasi sudut dan rotasi kepala pada berbagai bidang

dirasakan oleh tiga saluran setengah lingkaran yang berorientasi tegak

lurus satu sama lain. Masing-masing saluran setengah lingkaran berisi

pelebaran di dekat pembukaan utrikulus. Pelebaran ini disebut

ampulla yang mengandung struktur neuroepitel yang disebut “crista

ampullaris”. Krista ampullaris dilapisi oleh zat protein polisakarida

agar-agar yang dikenal sebagai cupula yang menahan sel-sel rambut

di tempatnya. 10

Berbeda dengan makula, krista ampularis tidak mengandung

otolit. Selain fungsi yang terkait dengan sistem vestibular perifer,

sistem vestibular sentral memungkinkan pemrosesan dan interpretasi

sinyal aferen serta keluaran sinyal eferen. Sinyal eferen meliputi

refleks vestibulo-okular, yang memungkinkan mata tetap tertuju pada

suatu objek saat kepala bergerak. 10

Gambar 20. Anatomi Makroskopik Aparatus Vestibularis. 8

Hal ini dilakukan dengan mengkoordinasikan gerakan antara

kedua mata yang melibatkan formasio retikuler parapontin dan

31
menyalurkannya ke berbagai otot mata ekstraokular yang melibatkan

saraf okulomotor dan abducens. Refleks vestibulospinal menjaga

keseimbangan dan postur tubuh melalui koordinasi otot tulang

belakang dengan gerakan kepala. 8

Fungsi kognitif yang melibatkan sistem vestibular sentral

didasarkan pada jalur saraf yang sudah ada, meskipun banyak jalur

yang masih belum diketahui. Koneksi vestibular sentral yang

diketahui meliputi saluran vestibulothalamokortikal, inti tegmental

dorsal ke saluran korteks entorhinal, dan inti reticularis pontis oralis

ke saluran hipokampus. Saluran-saluran ini membentuk serangkaian

koneksi kompleks yang memainkan peran fungsional dalam persepsi

gerak diri. 8

2. Mekanisme Sistem Vestibular

Mekanisme yang terkait dengan fungsi sistem vestibular perifer

melibatkan percepatan endolimfe dalam berbagai struktur aparatus

vestibular. Pergerakan kepala ke berbagai arah bertanggung jawab

atas percepatan yang menghasilkan rangsangan stereosilia sel rambut.

Ketika kepala berhenti berakselerasi, sel-sel rambut kembali ke posisi

semula yang memungkinkan mereka merespons perubahan lebih

lanjut dalam percepatan endolimfe. 8

32
Gambar 21. Aktivitas Sel Rambut di Kanalis Semisrkularis. 8

Bergantung pada arah percepatan, gaya hambat inersia

endolimfe akan mendorong stereosilia ke arah atau menjauhi

kinocilium yang terfiksasi. Pergerakan menuju kinocilium

menyebabkan ujung tautan menarik saluran kation terbuka sehingga

mengakibatkan depolarisasi sel rambut melalui masuknya ion kalium.

Pergerakan menjauh dari kinocilium mengakibatkan penutupan

saluran kation dan hiperpolarisasi serta penurunan laju pembakaran

aferen. 8

Depolarisasi menghasilkan pembukaan saluran kalsium.

Pembukaan saluran kalsium menyebabkan pelepasan

neurotransmitter melintasi celah sinaptik, menyebabkan transmisi

saraf ke ganglion vestibular. Sinyal saraf melewati 20.000 neuron

bipolar di ganglion vestibular dan keluar di sepanjang saraf vestibular.

Saraf vestibular bergabung dengan saraf koklea dan memasuki batang

otak di persimpangan pontomedullar. 8

33
Pemroses utama sinyal vestibular adalah kompleks nukleus

vestibular yang membentang dari medula rostral hingga pons ekor.

Banyak sinyal dikirim dari nukleus vestibular ke talamus, korteks,

atau otak kecil yang membantu memproses dan menyesuaikan sinyal

eferen ke otot postural atau mata. Sebagai catatan, hipokampus

memainkan peran penting dalam memori spasial, termasuk fungsi

navigasi dan orientasi. 8

C. DEFINISI

Otitis media supuratif kronik yaitu infeksi kronis (>2 bulan) di telinga

tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari

telinga tengah secara terus menerus atau hilang timbul. Sekret yang

dihasilan dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah. 11 Otitis media

supuratif kronik terbagi atas 2 jenis yaitu OMSK TIPE mukosa/tipe benigna

dan OMSK tipe tulang/tipe maligna. Proses peradangan pada OMSK tipe

benigna terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak mengenai tulang.

Perforasi terletak di sentral dan umumnya jarang menimbulkan komplikasi

yang berbahaya.11

D. EPIDEMIOLOGI

OMSK menjadi salah satu penyakit yang paling banyak terjadi di

negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia. Terdapat 65-330 juta

orang menderita OMSK dengan otorea menurut survey epidemiologi di

seluruh dunia dimana 60% (39-200 juta) mengalami gangguan pendengaran

yang signifikan. Prevalensi OMSK tertinggi dari data epidemiologi terjadi

34
pada anak-anak Eskimo Alaska, Indian Amerika, Greenland dan Aborigin

Australia dengan prevalensi berkisar 7-40%. Di Negara-negara berkembang

yaitu India, Cina, Mesir, Rusia, Iran, dan Nigeria prevalensinya 5,1-10 %.

Di negara industri seperti Amerika Serikat dan Inggris prevalensinya lebih

kecil yaitu kurang dari 1%.12

Berdasarkan data World Health Organization (WHO), Indonesia

termasuk dalam negara dengan prevalensi tinggi (2 - 4%), Survei Nasional

oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada 7 provinsi di

Indonesia tahun 1996 menunjukkan angka kejadian OMSK di Indonesia

sebesar 3.8% dari populasi. Helmi melaporkan bahwa pasien OMSK

merupakan 25% dari pasien di poliklinik THT RSCM pada tahun 1993 -

1996. Jumlah pasien OMSK per tahun mencapai 1300 - 2000 kasus dan 90%

dari pasien tersebut menjalani prosedur operasi12.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Poliklinik THT-

KL RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado didapatkan usia 18-40 tahun

yang paling banyak menderita OMSK, yaitu 30 penderita (38%), diikuti usia

41-65 tahun sebanyak 18 orang (23%); usia 12-17 tahun dengan 9 orang

(12%), usia 6-11 tahun dengan 8 orang (10%); usia >65 tahun dengan 7

orang (9%); dan yang terakhir <5 tahun dengan 6 orang (8%). Dari data

yang telah dikumpulkan, didapatkan 6 gejala yang paling sering menjadi

keluhan yang membawa pasien berobat ke Poliklinik THT-KL RSUP Prof.

Dr. R. D. Kandou Manado. Sebanyak 68 penderita (87%) mengalami otore,

diikuti oleh berkurangnya pendengaran pada 28 orang (35%), otalgia pada

35
26 orang (33%), nyeri kepala dialami oleh 13 orang (17%), demam pada 11

orang (14%), batuk serta pilek dialami 10 orang (12%), dan gejala lainnya

yang dialami oleh 12 orang (15%).12

E. ETIOLOGI

Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa gejala klinis

dan terjadinya komplikasi Otitis media supuratif kronis (OMSK) tergantung

dengan tipe bakteri penyebabnya. Pola infeksi bakteri di telinga tengah

adalah proses translokasi bakteri dari liang telinga dan nasofaring. Pada

penelitian didapatkan bakteri yang diisolasi dari telinga tengah sama dengan

bakteri pada liang telinga. Pada pasien OMSK ditemukan adanya bakteri

aerob atau anaerob, dan beberapa laporan terjadi infeksi campuran. dari

seluruh sampel didapatkan bakteri penyebab terbanyak secara berturut-turut

adalah Proteus sp, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aureginosa,

Streptococcus sp. dan Klebsiella sp. Pseudomonas aeruginosa paling sering

ditemukan dari hasil kultur. Pada isolasi dari otitis media kronis, kuman

aerobik dan anaerobik terlibat pada sebagian kasus. Kuman aerob yang

sering dijumpai adalah Pseudomonas aeruginosa, Streptococcus aureus dan

basil gram negatif seperti Escherichia coli, Proteus Sp, dan Klebsiella sp.

Kuman anaerobik seperti Bacteroides Sp. dan Fusobakterium Sp. Selain

Pseudomonas sp, Staphylococcus sp. ditemukan pada beberapa penelitian

sebagai penyebab terbanyak otitis media supuratif kronik (OMSK). Otitis

Media Akut dengan perforasi membran timpani dapat menjadi OMSK

apabila prosesnya lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor yang menyebabkan

36
OMA menjadi OMSK ialah trerapi yang terlambat diberikan, terapi yang

tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah (gizi

kurang) atau higiene buruk13.

F. PATOFISIOLOGI

Patogensis OMSK adalah multifaktorial. Faktor lingkungan, genetik,

anatomi dan karakteristik tuba eustachius berkaitan dengan patogenesis

OMSK. Mekanisme pertahanan telinga tengah berhubungan dengan

anatomi dan karakteristik tuba eustachius. Tuba eustachius memiliki 3

fungsi utama yaitu : (1) proteksi telinga tengah terhadap perubahan tekanan

di nasofaring; (2) drainase sekresi telinga tengah ke nasofaring; (3) ventilasi

telinga tengah untuk menjaga keseimbangan tekanan udara di telinga tengah

dengan tekanan atmosfer, gangguan pada fungsi tuba eustachius

menyebabkan inflamasi telinga tengah. Anatomi tuba eustachius pada anak-

anak berdiameter lebih kecil dan lebih horizontal dibanding dewasa. Hal ini

memungkinkan kejadian infeksi telinga tengah lebih tinggi pada anak-

anak14.

Otitis media awalnya dimulai sebagai proses inflamasi setelah infeksi

saluran pernapasan atas yang melibatkan mukosa hidung, nasofaring, dan

Tuba Eustachius. Karena ruang anatomi yang sempit, edema yang

disebabkan oleh proses inflamasi menghalangi bagian tersempit dari tabung

Eustachius yang menyebabkan penurunan ventilasi. Hal ini menyebabkan

kaskade peristiwa seperti peningkatan tekanan negatif di telinga tengah dan

penumpukan sekresi mukosa yang memungkinkan kolonisasi organisme

37
bakteri dan virus di telinga tengah. Pertumbuhan mikroba ini di telinga

tengah kemudian mengarah ke nanah yang ditunjukkan sebagai tanda-tanda

klinis otitis media akut seperti membran timpani yang membuncit atau

eritematosa dan cairan telinga tengah kemudian berjalan seiringnya waktu

hingga menjadi infeksi kronis (>2 bulan) di telinga tengah dengan perforasi

membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah secara terus

menerus atau hilang timbul.15

G. MANIFESTASI KLINIS

Tipe benigna adalah tipe tubotimpanik karena biasanya didahului

dengan gangguan fungsi tuba yang menyebabkan kelainan di kavum

timpani, disebut juga tipe mukosa karena proses peradangan biasanya hanya

di mukosa telinga16.

Gejala Klinik OMSK Tipe Benigna yaitu keluar cairan dari liang

telinga, bisa encer sampai kental berwarna kekuningan, keluar sedikit-

sedikit, tidak berbau busuk, tidak disertai gatal, bisa terus menerus atau

hilang timbul, bisa disertai demam atau tidak, pendengaran menurun, bisa

konduktif saja, bisa campuran, Pusing/vertigo. Bila ada komplikasi bisa

timbul sakit didaerah telinga atau sakit kepala. Jika Nervus Fasial terkena,

maka wajah jadi asimetris. Pada pemeriksaan otoskopi didapatkan perforasi

membran timpani pada pars tensa, bisa sentral atau para sentral, bisa kecil

sampai dengan total. Pada pemeriksaan audiometri ditemukan tuli konduktif

atau campuran17.

38
Gambar 22. Temuan klinis pada pemeriksaan otoskopi 17

Pasien kadang mengalami sakit tenggorokan dan pilek yang hilang

timbul. Faktor predisposisi OMSK yang ditemukan adalah adanya ISPA

yang berulang. Infeksi ini menyebabkan tuba Eustachius tersumbat akibat

edema. Karena fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman

ke dalam telinga tengah terganggu sehingga kuman masuk ke dalam telinga

tengah dan terjadi peradangan. Penurunan daya tahan tubuh juga merupakan

salah satu faktor predisposisinya16.

H. DIAGNOSIS

1. Anamnesis

OMSK biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita datang disertai

gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang paling sering

dijumpai adalah telinga berair. Riwayat keluar cairan telinga hilang

timbul atau terus menerus lebih dari 2 bulan. Pada tipe benigna

(tubotimpani) sekretnya lebih banyak dan seperti benang, tidak berbau

busuk, dan intermiten. Penderita mengeluh Gangguan pendengaran,

nyeri telinga, tinitus dan dapat disertai dengan gangguan keseimbanga 18.

39
2. Pemeriksaan Fisik

Gambar 23. Perforasi Sentral Membran Timpani19

Pemeriksaan otoskopi ditemukan 19:

a) Perforasi membran timpani berupa perforasi sentral, atau subtotal

tanpa ada kolesteatoma

b) Dapat disertai atau tanpa sekret

c) Bila terdapat sekret dapat berupa :

1) Warna: jernih, mukopurulen atau bercampur darah

2) Jumlah: sedikit (tidak mengalir keluar liang telinga) atau

banyak (mengalir atau menempel pada bantal saat tidur)

3) Bau: tidak berbau atau berbau (karena adanya kuman

anaerob)

Gradding Perforasi membran timpani

Pemeriksaan telinga rinci dan membran timpani penilaian

perforasi dilakukan dengan menggunakan otoskop dan otomikroskop.

Penilaian perforasi gendang telinga adalah dibuat dengan

memperkirakan ukuran relatif perforasi19:

40
a) Grade 1 didefinisikan sebagai point-point or robekan linier hingga

2 mm

b) Grade 2 didefinisikan sebagai kecil perforasi <25% dari membran

timpani

c) Grade 3 didefinisikan sebagai perforasi sedang 25% -50% dari

membran timpani

d) Grade 4 besar perforasi >50% membran timpani

3. Pemeriksaan Penunjang

a) Pure Tone Audiometry

Gambar 24. Permeriksaan Audiometri20

Audiometri nada murni adalah suatu cara pemeriksaan untuk

mengukur sensitifitas pendengaran dengan alat audiometer yang

menggunakan nada murni (pure tone). Ambang nada murni diukur

dengan intensitas minimum yang dapat didengar selama satu atau dua

detik melalui hantaran udara ataupun hantaran tulang. Frekuensi yang

dipakai berkisar antara 125 – 8000 Hz dan diberikan secara bertingkat.

Hasil Penelitian menunjukkan hasil pemeriksaan audiometry pada

pasien otitis media supurratid kronik adalah jenis gangguan

41
pendengaran konduktif ringan sampai sedang. Pasien otitis media

supuratif kronik dapat berkembang menjadi gangguan pendengaran

campuran (konduktif dan sensorineural). Gangguan pendengaran

tergantung pada ukuran perforasi membran timpani hal tersebut dapat

meningkat karena ukuran perforasi yang meningkat. Audiometri

adalah skrining penting dan alat diagnostik untuk menilai derajat

gangguan pendengaran. Ini juga memberikan ide untuk diagnosis dini

dan perencanaan yang tepat untuk operasi agar memperbaiki cacat di

membran timpani dan untuk meningkatkan kualitas hidup 20.

Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya

didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli

sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi

membran timpani serta keutuhan dan mobilitas.20

Derajat ketulian nilai ambang pendengaran

• Normal : -10 dB sampai 26 dB

• Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB

• Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB

• Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB

• Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB

• Tuli total : lebih dari 90 dB.

b) CT Scan

Efektifitas CT scan tulang temporal dalam mengevaluasi

pasien-pasien dengan kasus OMSK terutama dengan kolesteatoma.

42
Berdasarkan hasil-hasil penelitian mengenai hubungan dan peran

CT scan tulang temporal dengan temuan hasil operasi OSMK

dikatakan bahwa CT scan preoperatif memiliki keakuratan diagnosis

yang tinggi serta dapat menilai perluasan penyakit sehingga

bermanfaat untuk perencanaan pendekatan tindakan bedah.

Pemeriksaan pencitraan tulang temporal dapat memberikan panduan

konfirmasi pada kasus-kasus gambaran atipikal (tidak khas) dari

kolesteatoma, melihat perluasan penyakit serta diagnosis esensial

pertumbuhan kolesteatoma dibalik membran timpani yang tertutup.

tetapi salah satu keterbatasannya ialah tidak dapat menentukan

apakah jaringan tersebut inflamasi, fibrotik atau kolestea-toma.

Kolestatomapada CT scan akan terlihat sebagai soft tissue mass pada

telinga tengah yang disertai erosi atau destruksi tulang

baikosikula, skutum, kanalis semisirkularis lateral atau

puntegmen timpani21. Foto polos mastoid Schuller masih dapat

dilakukan bila fasilitas CT-Scan tidak tersedia

Gambar 25. CT scan tulang temporal irisan aksial (A) dan koronal

(B) yang menujukkan soft tissue densitypada area epitimpani

telinga kiri yang menyebabkan erosi pada skutum (panah hitam)

serta pendesakan ke medial dan erosi osikula, yakni headmaleus

43
dan bodyinkus (panah putus-putus)yang dikonfirmasi sebagai

kolesteatoma21.

c) Otomikroskopi atau Otoendoskopi

Gambar 26. Pemeriksaan Otomikroskopi

Otomikroskopi merupakan pemeriksaan untuk

mengidentifikasi kelainan di liang telinga dan membran timpani

menggunakan mikroskop otologi binokular untuk mendapatkan

gambaran telinga tengah yang diperbesar dan 3 dimensi. Alat ini

berguna dalam menilai kondisi liang telinga, kelainan di membran

timpani seperti perforasi, atrofi, timpanosklerosis, atau atelektasis,

serta ada atau tidaknya sekret di telinga tengah. Pemeriksaan

otomikroskopi dan otoendoskopi digunakan untuk mengevaluasi

mobilitas tulang pendengaran, refleks tingkap bundar, dan erosi

tulang pendengaran. Farahani F, dkk meneliti mengenai

perbandingan pemeriksaan endoskopik dan mikroskopik secara

potong lintang untuk mendeteksi kondisi patologis di telinga tengah

pada pasien otitis media kronik. Hasilnya didapatkan bahwa

44
otoendoskopi lebih unggul dalam menilai struktur epitimpanum dan

posterior mesotympanum, serta kolesteatoma jika dibandingkan

otomikroskop. 1

Gambar 27. Pemeriksaan Otoendoskopi

I. DIAGNOSA BANDING

1. Acute Supurative Otitis Media

Otitis media akut yaitu sebuah peradangan yang terjadi pada telinga

tengaj akibat dari disfungsi tuba eustaius sehingga terjadi invasi kuman

pada telinga tengah. Pencetus terjadinya OMA yaitu infesksi saluran

napas atas. Pada anak, makin sering anak terserang ingeksi saluran napas,

makin besar kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi, terjadinya OMA

dipermudah oleh karena tuba eustachius yang pemndek, lebar dan

letaknya agak horizontal3. OMA dikaitkan dengan tanda dan gejala

peradangan akut yang muncul dengan cepat. Otalgia disertai demam

merupakan geja yang paling banyak yang terlihat pada OMA22.

2. Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Maligna

45
Otitis media supuratif kronik tipe maligna yaitu OMSK yang disertai

kolesteotoma (kista epiterial yang berisi deskuamasi eputel/keratin.

Deskuamasi terbentuk terus menerus lalu menumpuk sehingga

kolesteatoma makin membesar), dikenal juga dengan OMSK tipe

tulang/tipe bahaya. Perforasi pada OMSK tipe bahaya letaknya lebih

marginal atau atik, kadang-kadang terdapat juga kolesteatoma pada

perforasi subtotal.24

J. TATALAKSANA

a. Konservatif

Prinsip terapi OMSK tipe benigna ialah konservatif atau dengan

medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus menerus, maka diberikan obat

pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret

berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga

yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid. Banyak ahli berpendapat

bahwa semua obat tetes yang dijual di pasaran saat ini mengandung

antibiotika yang bersifat ototoksik. Oleh sebab itu dianjurkan agar obat tetes

telinga jangan diberikan secara terus menerus lebih dari 1 atau 2 minggu

atau pada OMSK yang sudah tenang. Secara oral diberikan antibiotika dari

golongan ampisilin, atau eritromisin, (bila pasien alergi terhadap penisilin),

sebelum hasil tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena

penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin

asam klavulanat.24

Antibiotik dapat digunakan ada setiap fase aktif dan disesuaikan

46
dengan kuman penyebab. Patogen OMSK terutama kuman gram yaitu

Pseudomonas aeruginosa yang tidak sensitif lagi terhadap antibiotik klasik

seperti penisilin G, amoksisilin, eritromisin, tetrasiklin dan kloramfenikol.

Kotrimoksazol juga kurang paten tetapi masih lebih baik. Antibiotik

sistemik pertama dapat langsung dipilih yang sesuai dengan keadaan klinis,

penampilan sekret yang keluar serta riwayat pengobatan sebelumnya. Sekret

hijau kebiruan menandakan Pseudomonas sebagai kuman penyebab, sekret

kuning pekat sering kali disebabkan oleh Staphylococcus, sekret berbau

busuk sering kali mengandung golongan anaerob. Kotrimoksazol atau

ampisilin-sulbaktam dapat dipakai bila tidak ada kecurigaan terhadap

Pseudomonas sebagai kuman penyebab. Dari penelitian sebelumnya

kebanyakan kuman tersebut masih sensitif terhadap fluoroquinolon

(ofloksacin atau siprofloksasin), sehingga dapat dipakai pada orang dewasa

bila tidak ada kecurigaan terhadap kuman anaerob sebagai penyebab. Bila

diduga ada kuman anaerob dapat dipilih metronidazol, klindamisin atau

kloramfenicol. Bila sukar menentukan kuman penyebab, dapat dipakai

campuran trimetoprim + sulfametoksazol atau amoksisillin + klavulanat.

Pada penderita berusia lebih dari 18 tahun dapat dipilih siprof1okksacin atau

oflokksacin. Bila ingin diberikan aminoglikosida, dapat dimulai dengan

gentamisin, sedangkan amikasin, netilmisin atau tobramisin sebagai pilihan

kedua.11

Dengan tujuan antara lain untuk mengobati infeksi campuran atau

untuk mencapai sinergisme, dapat diberikan kombinasi 2 atau lebih

47
antimikroba. Dalam kombinasi tersebut harus dipilih kombinasi

antimikroba yang efeknya sinergistik (efeknya lebih besar dari penjumlahan

efek masing-masing obat), misalnya pemberian golongan penisilin dengan

aminoglikosida. Penisilin yang bekerja pada dinding sel bakteri akan

meningkatkan penetrasi aminoglikosida ke dalam sel bakteri. Contoh

sinergisme yang lain dengan cara kerja yang berbeda adalah kombinasi

amoksisilin dengan asam klavulanat, ampisilin dengan sulbaktam untuk

membunuh kuman penghasil b-laktamase, kombinasi trimetoprim dengan

sulfometoksazol, dsb11.

Kombinasi obat bisa juga bersifat antagonistik (efeknya kurang dari

efek masing-masing obat), misalnya kombinasi kloramfenikol dengan

preparat penisilin, yang merupakan kombinasi bakteriostatik dengan

bakterisid. Bila kloramfenikol tiba lebih dulu, maka efek penisilin akan

berkurang. Bila kedua obat tersebut ingin diberikan bersama-sama misalnya

pada infeksi multipel, maka penisilin harus diberikan lebih dahulu. Bila

dalam 7 hari tidak tampak perbaikan klinis, sebaiknya diusahakan

pemriksaan mikrobiologik guna memilin antibiotik yang lebin tepat

pemeriksaan mikrobiologi sekret telinga, apabila dapat dilakukan akan

bantu menentukan antibiotik yang sesuai, tetapi pengobatan antibiotik lini

pertama tidak harus menunggu hasil pemeriksa.11

b. Operatif

Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah

diobservasi selama 2 bulan. maka idealnya dilakukan miringoplasti atau

48
timpanoplasti, Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara

permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah

terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta

memperbaiki pendengaran. Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan

infeksi tetap ada, atau terjadinya infeksi berulang, maka sumber infeksi itu

harus diobati terlebih dahulu, mungkin juga perlu melakukan pembedahan,

misalnya adenoidektomi dan tonsilektomi24.

Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat

dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau

maligna, antara lain:

1. Mastoidektomi sederhana

Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang dengan

pengobatan konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini,

dilakukan dengan cara korteks mastoid dibuka dari arah permukaan

luarnya, lalu pembersihan ruang mastoid dan jaringan patologis

dibuang. Tujuannya ialah agar infeksi tenang dan telinga tidak berair

lagi. Pada operasi ini, fungsi pendengaran tidak diperbaiki. 23

2. Miringoplasti

Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan,

dikenal juga dengan nama timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya

dilakukan pada membran timpani. Tujuan operasi ialah untuk mencegah

berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe benigna dengan

perforasi yang menetap, memperbaiki membran timpani, memperbaiki

49
pendengaran dan juga untuk mencegah keluarnya cairan dari telinga

berulang. Opearasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang sudah

tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi

membran timpani.24

3. Timpanoplasti

Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe benigna dengan kerusakan

yang lebih berat atau OMSK tipe benigna yang tidak bisa ditenangkan

dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi ialah operasi pada

telinga tengah yang bertujuan untuk memperbaiki sistem aerasi dari

tuba ke tulang temporal dan juga memperbaiki sistem penghantaran

mekanik gelombang suara dan menciptakan kondisi yang kering dan

bersih pada telinga.23

Pada operasi ini, dilakukan rekonstruksi membran timpani dan

rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi

tulang pendengaran yang dilakukan, maka dikenal istilah timpanoplasti

tipe II, III, IV, dan V. Sebelum rekonstruksi dikerjakan, dilakukan

terlebih dahulu eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa

mastoidektomi untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang

operasi ini terpaksa dilakukan dua tahap dengan jarak waktu 6 – 12

bulan.24

4. Pendekatan kombinasi timpanoplasti (Combined approach

tympanoplasty).

50
Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan

pada kasus OMSK tipe maligna atau OMSK tipe benigna dengan

jaringan granulasi yang luas. Tujuannya ialah untuk menyembuhkan

penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik

mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior lubang

telinga).24

Pembersihan kolesteatoma dan jaringan granulasi di kavum timpani,

dikerjakan melalui dua jalan (combined approach), yaitu melalui lubang

telinga dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior.

Teknik operasi ini pada OMSK tipe maligna belum disepakati oleh para

ahli, karena sering terjadi kolesteatoma kambuh kembali. 24

c. PROGNOSIS

Perforasi mungkin menutup secara spontan pada sebagian kasus yang

tidak diketahui, namun tetap ada pada kasus lain yang menyebabkan

gangguan pendengaran ringan hingga sedang (peningkatan ambang

pendengaran sekitar 26–60 dB), berdasarkan survei pada anak-anak di

negara berkembang, OMSK merupakan penyebab paling umum dari

gangguan pendengaran tingkat sedang. Gangguan pendengaran yang terus-

menerus selama 2 tahun pertama kehidupan dapat meningkatkan

ketidakmampuan belajar dan kinerja skolastik yang buruk. Gangguan

pendengaran yang progresif dapat terjadi pada mereka yang infeksinya

menetap dan keluarnya cairan lagi. Pada kasus yang lebih jarang,

penyebaran infeksi dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa

51
seperti infeksi intrakranial dan mastoiditis akut. Frekuensi komplikasi serius

turun dari 20% pada tahun 1938 menjadi 2,5% pada tahun 1948 di seluruh

dunia dan saat ini diperkirakan sekitar 0,7% hingga 3,2% di seluruh dunia.

Hal ini diyakini terkait dengan peningkatan penggunaan pengobatan

antibiotik, timpanoplasti, dan mastoidektomi.25

52
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman nasional pelayanan kedokteran:

Tatalaksana otitis media supuratif kronik. P5-19 Jakarta: Kemenkes RI;

2018

2. Laisitawati, A., Ghanie, A. Suciati, T. Hubungan otitis media supuratif

kronik dengan derajat gangguan pendengaran di departemen THT-KL

RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 2014-2015. Majalah

Kedokteran Sriwijaya. 2017: 48(2): 58

3. Soepardi, Efiaty Arsyad., et al. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung

tenggorok kepala dan leher 6th ed. p69-74. Jakarta: FK UI; 2012.

4. Nugroho, P. S., & Wiyadi, H. M. S. 2009. Anatomi Dan Fisiologi

Pendengaran Perifer. Jurnal THT-KL; 2(2): 76-85.

5. Casale, J., Browne, T., Murray, I., & Gupta, G. 2018. Physiology, Vestibular

System.

6. Paulsen F & Waschke J. 2010. Sobotta Atlas of Human Anatomy: Head,

Neck and Neuroanatomy 23rd edition. Munich: Elsevier

7. Netter FH. 2019. Atlas of Human Anatomy, Seventh Edition. Philadelphia:

Elsevier.

8. Casale, J., Browne, T., Murray, I., & Gupta, G. 2018. Physiology, Vestibular

System.

9. Sherwood, L. 2013. Introduction to Human Physiology 8th Edition. China:

Brooks/Cole Cengage Learning.

53
10. Nugroho, P. S., & Wiyadi, H. M. S. 2009. Anatomi Dan Fisiologi

Pendengaran Perifer. Jurnal THT-KL; 2(2): 76-85.

11. Helmi. 2005. Otitis media supuratif kronis. Jakarta:Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; p55, p65-67

12. Debora M., Pangemanan, Oraetlabora I., Palandeng, Olivia C. P., Pelealu.

2018. Otitis Media Supuratif Kronik di Poliklinik THT-KL RSUP Prof. Dr.

R. D. Kandou Manado. Manado: Bagian Ilmu THT-KL Fakultas

Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Jurnal e-Clinic (eCl), Vol 6(1) :31-

35.

13. Amelia, Maya Rizki. Literature review: Identifikasi mikroorganisme

penyebab otitis media supuratif kronik dan kepekaannya terhadap

antibiotik. Jurnal Kesehatan Sandi Husada. 2020.9(1):581-582.

14. Edward, Y., Novianti, Dini. Biofilm pada otitis media supuratif kronik.
Jambi Medical Journal. 2015. 3(1): 69-70
15. Danisyar A, Ashurst JV. Acute Otitis Media. [Akses 22 Januari 2020] dapat

diakses pada : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470332/

16. Soepardi, Efiaty Arsyad., et al. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung

tenggorok kepala dan leher 6th ed. p69-74. Jakarta: FK UI; 2012.

17. Dewim YA., Irwandanon.,Jenny., Deviana., Bekti Darmasti., Teppy

Hartubi Djahar, et al. West jawa otorhinolaryngology head & neck surgery

update in daily and emergency setting. p60. Perhati-KL Cabang Jawa Barat;

2020.

18. Trimartani., Bambang,H., Dharmabakti U, S., et al. Panduan praktik klinis


bidang telinga hidung tenggorokan kepala leher Vol.2. p9. Jakarta: Balai

54
penerbit pusat Perhati-KL; 2015
19. Olajide, G., Oyebanji, AO.,Clamet, N. Pattern of tympanic membrane

perforation in a tertiary hospital in nigeria. Ekiti State: Medicine and Health

Sciences. 2018. 21(8): 1045-1048.

20. Shariff, Eajaz. Analysis of hearing loss by pure tone audiometry in patients
with chronic suppurative otitis media. National Journal and Physiology,
Pharmacy and Pharmacology. 2019.9(6):515-517
21. Muhibbah, A.Fitrah., et al. Akurasi gambaran ct scan tulang temporal

preoperatif dalam menilai kolesteatoma pada penderita otitis media

supuratif kronis (OMSK). E-CliniC Journal. 2021.9(2): 351-359.

22. Jamal, Abdullah., et al. Etiology, diagnosis, complications, and


management of acute otitis media in children. Journal Cureus. 2022. 14(8):
2.
23. Triola. S., Indriyani. C., Pitra, D.A.H., Ashan. H. 2023. Otitis Media

Supuratif Kronik (OMSK) Sebagai Penyebab Gangguan Pendengaran.

Journal SCIENA Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah. Vol 2(2) : 83-

94.

24. Soepardi, Efiaty Arsyad., et al. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung

tenggorok kepala dan leher 6th ed. p69-74. Jakarta: FK UI; 2012.

25. Moris, Peter. Chronic suppurative otitis media. BMJ Publishing Goup.
2012.212(0507): 2-3.

55

Anda mungkin juga menyukai