Anda di halaman 1dari 4

JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN

A. Fact (Peristiwa)
Pendidikan Guru Penggerak dilaksanakan selama 6 bulan. Selama 6 bulan itu, CGP mempelajari
3 paket modul. Paket modul 1 Paradigma dan Visi Guru Penggerak. Paket modul ini berisi 3
buah modul, yaitu: Modul 1.1 Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional- Ki Hajar Dewantara.
Modul 1.2 Nilai- nilai dan Peran Guru Penggerak. Modul 1.3 Visi Guru Penggerak dan modul
1.4 Budaya Positif. Kemudian, paket modul 2 Praktik Pembelajaran yang Berpihak pada Murid,
berisi 3 modul.
Modul 2.1 Pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid, modul 2.2 pembelajaran
sosial dan emosional, modul 2.3 coaching untuk supervisi akademik. Sedangkan paket modul
terakhir, yaitu paket modul 3 Pemimpin Pembelajaran dalam Pengembangan Sekolah, berisi 3
modul. Modul 3.1 Pengambilan keputusan berbasis nilai- nilai kebajikan sebagai pemimpin,
modul 3.2 Pemimpin dalam pengelolaan sumber daya, dan modul 3.3 Pengelolaan program yang
berdampak positif bagi murid. Setiap paket modul diadakan tes awal/ pre test dan tes akhir/ post
test.
Tes awal dilakukan untuk mengukur kemampuan awal sebelum pembelajaran, sedangkan tes
akhir dilakukan setelah mengikuti serangkaian pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran dilakukan secara sinkronus dan asinkronus, menggunakan LMS. Setiap
modul dilakukan menggukan alur MERDEKA, yang merupakan akronim dari Mulai dari diri,
Elaborasi konsep, Ruang kolaborasi, Demonstrasi kontekstual, Elaborasi pemahaman, Koneksi
antarmateri dan Aksi nyata. Mulai dari diri, CGP melakukan refleski terhadap pengalaman
belajar di masa lalu. Eksplorasi konsep, dilakukan dengan kegiatan membaca, diskusi dan
refleksi.
Ruang kolaborasi, CGP bekerja dalam kelompok untuk membuat dan mempresentasikan materi
yang dipelajari. Demonstrasi kontekstual, CGP membuat prakarsa perubahan. Elaborasi
pemahaman, dilakukan dengan berdiskusi dan melakukan tanya jawab dengan instruktur untuk
mengelaborasi pemahaman. Koneksi antarmateri, membuat koneksi/ keterkaitan antar materi
yang telah dipelajari dari modul sebelumnya untuk membuat sintesa pemahaman. Dan terakhir
aksi nyata, menjalankan pemahaman pada sebuah aksi nyata di sekolah.
Selain kegiatan secara sinkron, CGP juga melakukan kegiatan lokakarya yang dilakukan selama
8 kali. Lokakarya Orientasi, Pengembangan kompetensi dengan melibatkan ekosistem sekolah.
Lokakarya 1, Komunitas praktisi dalam menggerakkan ekosistem Pendidikan. Lokakarya 2 Visi
untuk Prakarsa perubahan lingkungan belajar. Lokakarya 3 Peran pemimpin dalam pembelajara.
Lokakarya 4 Penguatan praktik coaching. Lokakarya 5 Kolaborasi dalam pengelolaan program
yang berpihak pada murid. Lokakarya 6 Keberlanjutan pengembangan diri dan sekolah.
Lokakarya 7 Panen raya.

B. Feelings (Perasaan)
Saya bersyukur kepada Tuhan YME, karena saya diberikan kesempatan untuk mengikuti
Program Guru Penggerak yang diselenggarakan oleh Kemdikbud. Perasaan saya senang, saya
mendapatkan ilmu pengetahuan, wawasan, serta perubahan mindset dan pola pikir selama ini.
Mulai dari modul 1 sampai modul terakhir, saya mendapatkan ilmu yang notabene sangat
diperlukan bagi seorang guru. Dimana setiap hari kita bertemu dengan murid, teman sejawat dan
stake holder sekolah. Bagaimana cara kita memperlakukan murid, cara kita membangun
kolaborasi dengan stake holder sekolah dan bahkan pengambilan keputusan, saya dapatkan dari
Pendidikan guru penggerak ini.

C. Findings (Pembelajaran)
Banyak ilmu yang saya dapatkan dari pembelajaran yang saya lakukan, antara lain:
Modul 1.1 Filosofi Ki Hajar Dewantara, pendidikan itu adalah menuntun segala kodrat yang ada
pada anak- anak agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi- tingginya
baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
Guru bertugas untuk mengarahkan kodrat yang ada pada anak sehingga mereka berbahagia dan
selamat sebagai anggota masyarakat. Dalam membuat kegiatan atau program sekolah, kita
sebagai guru hendaknya melibatkan murid dengan mempertimbangkan potensi dan kodrat murid.
Melibatkan murid dengan menumbuhkembangkan kepemimpinan pada murid, yaitu
memperhatikan suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership). Dalam
memperhatikan kodrat murid, guru hendaknya merancang program yang berdampak positif pada
murid.
Modul 1.2, Nilai dan peran guru penggerak. Nilai-nilai guru penggerak yaitu mandiri, reflektif,
kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid. Nilai dan peran guru penggerak tersebut bercita-
cita mewujudkan merdeka belajar dan profil pelajar pancasila. Profil pelajar Pancasila meliputi:
1) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, 2)
berkebhinekaan global, 3) bergotong royong 4) mandiri 5) bernalar kritis, 6) kreatif. Seorang
guru bukan hanya pemimpin pembelajaran di kelas, guru juga bertanggung jawab sebagai
pemimpin dalam pengelolaan program sekolah yang berpihak pada murid.
Modul 1.3, Visi guru penggerak. Dalam pengelolan program sekolah yang berpihak pada murid,
guru menggunakan pendekatan inkuiri apresiatif BAGJA (Buat pertanyaan utama, Ambil
pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana, Atur eksekusi).
Langkah pertama yang dilakukan memetakan aset atau sumber daya sekolah dahulu. Ada 7
macam aset yang dimiliki sekolah antar alain: 1) modal manusia, 2) aset sosial, 3) aset politik, 4)
aset lingkungan 5) aset finansial 6) aset fisik 7) aset agama dan budaya. Setelah mengidentifikasi
aset, barulah mengembangkan program sekolah yang berdampak pada murid. Program tersebut
dilakukan menggunakan pendekatan inkuiri apresiatif BAGJA yang melibatkan semua pihak dan
mengoptimalkan semua aset yang ada.
Modul 1.4, budaya positif, proses menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan
potensi, minat dan profil belajar murid ketika di sekolah. Sehingga lingkungan belajar menjadi
nyaman, aman dan menyenangkan untuk memaksimalkan kekuatan kodrat anak. Guru
hendaknya mengembangkan budaya positif, penggunaan hukuman dan penghargaan sebisa
mungkin diminimalisir. Karena dampak penggunaan hukuman dan penghargaan tidak baik bagi
anak.
Akan lebih efektif dengan menggunakan penerapan segitiga restitusi. Segitiga restitusi meliputi :
1) menstabilkan identitas, 2) validasi tindakan yang salah, 3) menanyakan keyakinan. Dengan
pembiasaan budaya positif, maka tujuan murid yang memiliki profil pelajar Pancasila akan
terwujud. Dalam melaksanakan program yang berpihak pada murid, seorang guru sebaiknya
tidak menggunakan hukuman dan penghargaan lagi.
Modul 2.1, praktik pembelajaran yang berpihak pada murid. Guru menggunakan pembelajaran
berdiferensiasi untuk memfasilitasi pembelajaran yang berpihak pada murid. Pembelajaran
berdiferensiasi memperhatikan beraneka ragam karakteristik murid.Guru melaksanakan asasmen
diagnostic dahulu sebelum melaksanakan pembelajaran. Guru memetakan kebutuhan belajar,
minat dan profil belajar murid. Pembelajaran berdiferensiasi meliputi:
1) diferensiasi proses, 2) diferensiasi konten dan 3) diferensiasi produk. Pembelajaran
berdiferensiasi memberikan kebahagiaan untuk murid dalam belajar, guru pun nyaman dalam
mengajar. Demikian pula dalam membuat program/ kegiatan yang berpihak pada murid, murid
diberikan kesempatan untuk menyuarakan(voice), memilih (choice) dan kepemilikan
(ownership). Hal ini sesuai dengan entitas pembelajaran berdiferensiasi.
Modul 2.2, Pembelajaran sosial emosional. Guru dilatih untuk melaksanakan pembelajaran sosial
dan emosional pada diri murid. Pemeblajaran sosial emosional memperhatikan 5 kompetensi
sosial emosional yaitu: 1) kesadaran diri, 2) pengelolaan diri, 3)kesadaran sosial- empati, 4)
keterampilan membangun relasi dan 5)pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Teknik
STOP dan mindfullness merupakan strategi pemembangan kompetensi sosial emosional murid.
Pada program yang berpihak pada murid, guru juga memperhatikan kompetensi sosial emosional
murid.
Modul 2.3, praktik coaching dalam supervise
akademik.
Merupakan strategi guru sebagai seorang pemimpin pembelajaran untuk menggali potensi yang
dimiliki oleh anak. Setiap anak mempunyai potensi, bakat, dan minat yang berbeda- beda.
Praktik coaching dirasa mampu mengoptimalkan potensi coachee, coache menemukan solusi
dari permasalahan yang dialaminya. Dalam pengelolaan program yang berdampak pada murid,
praktik coaching dapat digunakan untuk mengembangkan kepemimpinan murid.
Modul 3.1, pengambilan yang berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin. Dalam
mengambil keputusan, guru sebaiknya memperhatikan 3 prinsip, yaitu berbasis hasil akhir,
berpikir berbasis peraturan dan berpikir berbasis rasa peduli.
Keputusan yang diambil selalu berpihak pada murid, menerapkan 4 paradigma pengambilan
keputusan, 3 prinsip penyelesaian dilema, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.
Dalam pengelolaan program yang berdampak pada murid, murid menentukan program kegiatan
yang akan dilakukannya. Guru sebagai pemimpin mengambil keputusan yang berpihak pada
murid, sesuai nilai kebajikan universal, dan bertanggung jawab
Modul 3.2, pengelolaan sumber daya, guru sebagai pemimpin pembelajaran dan pengelola
program sekolah, harus dapat memetakan dan mengidentifikasi aset-aset yang ada di sekolah.
Pendekatan berbasis aset akan lebih dapat mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh sekolah
sebagai komunitas belajar, dibandingkan dengan pendekatan berbasis masalah. Paradigma
berpikir melihat segi positif, segi keebihan, aset/ modal yang dimiliki oleh sekolah. Apabila kita
berfokus pada aset yang ada, maka pengelolaan program yang berdampak pada murid pasti
terlaksana dengan maksimal dan berkembang semakin optimal.
Modul 3.3, pengelolaan program yang berdampak pada murid. Jika kita mampu memahami,
menerapkan, menjalankan sesuai modul dalam pendidikan guru penggerak maka merdeka belajar
akan tercapai.

D. Future (Penerapan ke depan)


Setelah menjalani serangkaian Pendidikan pada Program guru penggerak ini, saya akan berusaha
semaksimal mungkin untuk menerapkan dikelas saya. Saya akan melaksanakan pembelajaran
yang memenuhi kebutuhan murid dengan mengintegrasikan pembelajaran sosial dan emosional
mereka, dalam pengelolaan program yang berdampak positif bagi murid, saya lebih sering untuk
melakukan berdiskusi dengan murid untuk memunculkan potensi kepemimpinan murid.
Potensi kepemimpinan murid dapat berkembang ketika mereka diberikan kesempatan untuk
berpendapat (voice), memilih (choice) dan merasakan kepemilikan (ownership). Saya akan
memberikan kebebasan (yang bertanggung jawab) kepada murid, agar murid mampu belajar dan
berkembang dengan optimal.
Begitu pula ketika saya berhadapan dengan kepala sekolah, teman sejawat dan stake holder
sekolah, saya akan lebih banyak berkolaborasi, membangun komunikasi efektif, membangun
relasi positif dan menciptakan well- being agar perasaan aman, nyaman dan menyenangkan
dapat dicapai.

Anda mungkin juga menyukai