Anda di halaman 1dari 17

Peningkatan Budaya Sadar Bencana Bagi Masyarakat Aceh

Pasca Gempa Bumi dan Tsunami Tahun 2004

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengetahuan Kebencanaan dan


Lingkungan

Dosen Pengampu : Dr. Rida Safuan Selian, S.Pd, M.Pd

Disusun Oleh:
Hairani Rezeki
2306104040091

UNIVERSITAS SYIAH KUALA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
2023
KATA PENGANTAR

Dengan penuh rasa hormat, saya ingin menyampaikan makalah berjudul

"Peningkatan Budaya Sadar Bencana bagi Masyarakat Aceh Pasca Gempa Bumi

dan Tsunami Tahun 2004". Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas

mata kuliah "Pengetahuan Kebencanaan dan Lingkungan" yang di ampu oleh Dr.

Rida Safuan Selian, S.Pd, M.Pd.

Gempa bumi dan tsunami tahun 2004 telah meninggalkan dampak yang

mendalam bagi masyarakat Aceh. Oleh karena itu, peningkatan budaya sadar

bencana menjadi sangat penting dalam upaya meminimalkan risiko dan

mempersiapkan masyarakat menghadapi ancaman bencana di masa depan.

Melalui makalah ini, diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih

mendalam mengenai upaya peningkatan budaya sadar bencana bagi masyarakat

Aceh. Semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam

pemahaman kita akan pentingnya kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana alam.

Terima kasih kepada Dr. Rida Safuan Selian, S.Pd, M.Pd atas bimbingan dan

dukungannya dalam penyusunan makalah ini.

Hormat saya,

Hairani Rezeki
2306104040091

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..........................................................................................................i

Daftar Isi...................................................................................................................ii

BAB I Pendahuluan..................................................................................................1

1.1. Latar Belakang...................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah..............................................................................................2

1.3. Tujuan Penulisan................................................................................................3

BAB II Pembahasan..................................................................................................4

2.1. Peningkatan Budaya Sadar Bencana..................................................................4

2.1.1. Definisi Budaya Sadar Bencana..............................................................4

2.1.2. Pentingnya Budaya Sadar Bencana.........................................................6

2.2. Dampak Gempa Bumi dan Tsunami Tahun 2004 di Aceh................................6

2.2.1. Kerugian yang Ditimbulkan....................................................................7

2.2.2. Perubahan Sosial Masyarakat Pasca Bencana.........................................9

2.3. Upaya Peningkatan Budaya Sadar Bencana.....................................................10

2.3.1. Program Pendidikan dan Pelatihan.........................................................10

2.3.2. Peran Masyarakat dalam Peningkatan Budaya Sadar Bencana..............11

BAB III Penutup......................................................................................................12

3.1. Kesimpulan.......................................................................................................12

3.2. Saran.................................................................................................................13

Daftar Pustaka..........................................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setelah gempa bumi dan tsunami yang melanda Aceh pada tahun 2004,

masyarakat Aceh telah mengalami peningkatan budaya sadar bencana. Tsunami

ini telah menjadi modal penting bagi masyarakat Aceh untuk membangun tata

kehidupan yang lebih baik. Pusat Studi Tsunami dan Mitigasi Bencana (TDMRC)

Universitas Syiah Kuala didirikan pada tahun 2006 dengan tujuan meningkatkan

sumber daya riset kebencanaan yang berkualitas, memberikan advokasi pada

pemerintah dalam membuat kebijakan, serta mengumpulkan dan menyediakan

data terbaik berkaitan dengan dampak dari bencana.

Seiring dengan peningkatan kejadian bencana alam selama dua dasawarsa

terakhir, masyarakat Aceh telah memahami strategi penanggulangan bencana

dengan lebih baik. Hal ini tercermin dalam upaya peningkatan kesadaran

masyarakat terhadap mitigasi bencana, yang didefinisikan sebagai serangkaian

upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun

penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Selain itu, Indonesia telah memasukkan edukasi bencana ke dalam

kurikulum pendidikan, dan pelatihan evakuasi tsunami atau "tsunami drill" rutin

dilakukan sejak tahun 1995. Upaya penanganan pasca gempa bumi dan tsunami di

Aceh juga telah dilakukan oleh pemerintah, termasuk rencana rekonstruksi

infrastruktur untuk pemulihan kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat.

1
2

Dengan demikian, pasca gempa bumi dan tsunami tahun 2004, masyarakat

Aceh telah mengalami peningkatan budaya sadar bencana melalui berbagai upaya

mitigasi, edukasi, dan rekonstruksi infrastruktur.

Makalah ini akan membahas tentang upaya peningkatan kesadaran

masyarakat Aceh terhadap bencana alam setelah terjadinya gempa bumi dan

tsunami pada tahun 2004. Bencana tersebut menyebabkan kerusakan yang sangat

besar dan menimbulkan banyak korban jiwa. Oleh karena itu, penting untuk

meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya bencana dan cara

menghadapinya agar dapat meminimalkan kerugian dan korban jiwa di masa

depan.

Makalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang kondisi

masyarakat Aceh pasca bencana dan upaya-upaya yang dilakukan untuk

meningkatkan budaya sadar bencana di wilayah tersebut. Dalam makalah ini, akan

dibahas berbagai program dan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan

masyarakat Aceh untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya bencana dan cara

menghadapinya, serta tantangan dan hambatan yang dihadapi dalam proses

tersebut.

Diharapkan makalah ini dapat memberikan wawasan dan pemahaman

yang lebih baik tentang pentingnya budaya sadar bencana bagi masyarakat Aceh

dan wilayah lainnya yang rawan terhadap bencana alam.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari latar belakang di atas di buat dalam

beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa definisi dari budaya sadar bencana?


3

2. Mengapa budaya sadar bencana penting?

3. Apa saja kerugian yang di timulkan oleh gempa bumi dan tsunami tahun 2004

di Aceh?

4. Bagaimana perubahan social masyarakat pasca bencana tersebut?

5. Apa saja upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan budaya sadar

bencana?

6. Apa program pendidikan dan pelatihan yang dapat di lakukan untuk

meningkatkan budaya sadar bencana oleh Pemerintah?

7. Apa peran masyarakat dalam meningkatkan budaya sadar bencana?

1.3. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah berdasarkan rumusan di atas adalah

sebagai berikut:

1. Memberikan Definisi Budaya Sadar Bencana

2. Menjelaskan Pentingnya Budaya Sadar Bencana

3. Menganalisis Kerugian Gempa Bumi dan Tsunami Tahun 2004 di Aceh

4. Mendiskusikan Perubahan Sosial Masyarakat Pasca Bencana

5. Mengajukan Upaya Peningkatan Budaya Sadar Bencana

6. Menjelaskan Program Pendidikan dan Pelatihan Oleh Pemerintah

7. Menggali Peran Masyarakat dalam Peningkatan Budaya Sadar Bencana

Dengan tujuan ini, diharapkan makalah ini dapat memberikan gambaran

yang komprehensif tentang budaya sadar bencana dan bagaimana

pengembangannya dapat menjadi kunci dalam mengurangi risiko serta dampak

bencana di masa depan.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Peningkatan Budaya Sadar Bencana

2.1.1. Definisi Budaya Sadar Bencana

Menurut Harini (2010) bencana merupakan pristiwa atau rangkaian

pristiwa yang mengancam dan mengganggu dalam kehidupan normal masyarakat,

serta menyebabkan kerugian-kerugian besar terhadap jiwa, harta dan struktur

sosial masyarakat yang melebihi kemampuan dari masyarakat yang tertimpa

bencana untuk menanggulanginya sehingga membutuhkan perlindungan dan

bantuan dari pihak lain. Beberapa faktor yang dianggap sebagai penyebab

terjadinya bencana adalah kemiskinan, pertumbuhan penduduk, urbanisasi yang

cepat, transisi kultural atau perubahan dalam masyarakat, proses alam (proses

geologi, geomorfologis dan klimatologi), degradasi lingkungan, kurangnya

kesadaran dan informasi yang ada dalam masyarakat, peristiwa perang atau

kerusuhan masyarakat.

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan wilayah yang terletak pada

pertemuan tiga lempeng tektonik yang saling bertabrakan, terletak pada the ring of

fire, terletak di antara dua benua dan dua samudra, terletak pada lintang rendah di

daerah iklim tropika basah, dihuni oleh berbagai ras dan suku bangsa dengan

karakter yang berbeda-beda, dapat dikatakan sebagai negeri dengan “seribu

bencana”. Pada tahun 2005, UNESCO telah menempatkan Indonesia pada urutan

ke tujuh negara yang paling rawan di dunia.

Indonesia seakan akan tidak pernah terlepas dari kejadian bencana.

Berbagai bencana datang silih berganti, dan menimbulkan korban dan kerugian

4
5

yang tidak sedikit jumlahnya. Setiap tahun tercatat ribuan orang meninggal dunia,

luka-luka, dan mengungsi dari tempat tinggalnya, serta banyak lagi kerugian-

kerugian lain yang diakibatkan oleh bencana. Berbagai fasilitas umum dan hasil

hasil pembangunan yang dilaksanakan selama bertahun tahun roboh dan rusak

sehingga memerlukan biaya perbaikan yang cukup banyak. Sejumlah bencana

alam tragis yang menghantam Indonesia selama beberapa tahun terakhir seperti

gempa bumi, letusan gunung merapi, kekeringan, banjir, tanah longsor, stunami

tidak hanya membawa kesedihan karena kehilangan nyawa dan harta benda, tetapi

meninggalkan trauma yang luar biasa pada orang-orang yang terkena bencana.

Berdasarkan definisi bencana di atas, masyarakat Indonesia sangat perlu di

bekali dengan informasi atau ilmu tentang kebencanaan atau di sebut dengan

budaya sadar bencana . Budaya sadar bencana adalah suatu upaya untuk

meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menghadapi bencana. Hal ini penting

dilakukan mengingat Indonesia merupakan negara yang rawan bencana, baik

bencana alam maupun bencana buatan manusia. Budaya sadar bencana meliputi

pengenalan dan pemantauan risiko bencana, perencanaan partisipatif

penanggulangan bencana, dan pengembangan budaya. Pendidikan kebencanaan

merupakan suatu upaya untuk menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan

bencana, dalam rangka untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman,

ketrampilan, dan kepedulian masyarakat agar memiliki kesadaran untuk bersikap

dan melakukan adaptasi di wilayah yang rawan bencana dengan sebaik-baiknya,

sehingga dapat berpartisipasi secara aktif dalam meminimalisir terjadinya bencana

atau mengatasi dampak apabila terjadi bencana. Salah satu hal penting yang perlu

dilakukan adalah membangun masyarakat Indonesia "sadar bencana".


6

2.1.2. Pentingnya Budaya Sadar Bencana

Budaya sadar bencana sangat penting untuk meningkatkan kesadaran

masyarakat dalam hal penanggulangan bencana dan kesiapsiagaan mereka.

Budaya sadar bencana dapat membantu masyarakat untuk menghindari kebiasaan

yang berisiko menimbulkan bencana dan meminimalkan risiko bencana yang ada

di sekitarnya. Pemerintah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)

memiliki tanggung jawab untuk mengurangi risiko bencana dan perlu strategi agar

kawasan yang menjadi destinasi wisata tetap aman. Namun, muaranya adalah

masyarakat yang memiliki peranan penting untuk menjaga lingkungan dan

membangun budaya sadar bencana. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu

dilakukan pelatihan-pelatihan kesiapsiagaan secara teratur dan berkelanjutan.

Selain itu, gerakan untuk merubah budaya dan paradigma sadar bencana juga

perlu diinisiasi. Pembentukan Desa Tangguh Bencana, Rencana Konstijensi

Renkon, Pemetaan Partisipatif, Pembangunan/Pemasangan Sistem Peringatan

Dini (Longsor dan Banjir), Sekolah Madrasah Aman Bencana (SMAB), dan

drama radio adalah beberapa kegiatan yang dilakukan untuk mengkampanyekan

budaya sadar bencana di tengah masyarakat.

2.2. Dampak Gempa Bumi dan Tsunami Tahun 2004 di Aceh

Tsunami yang terjadi pada tahun 2004 lalu merupakan salah satu tsunami

pada abad modern yang gempa bumi nya berskala sangat besar. Beberapa literatur

melaporkan besaran gempa bumi yang memicu tsunami ini berada antara 9.1

sampai 9.3 Mw. Meskipun, demikian United States Geological Survey (USGS)

lebih cenderung merekomendasikan besar gempa bumi yang memicu tsunami

tersebut sebesar 9.1 Mw. Penyebab tsunami dapat saja karena gempa bumi,
7

letusan gunung api,longsor, atau jatuhnya meteor. Tsunami karena sebab gempa

bumi merupakan tsunami yang paling sering terjadi. Provinsi Aceh yang terletak

antara lempeng benua Eurasia dan lempeng benua Indo-Australia, menjadikan

wilayah ini sebagai kawasan tektonik aktif. Gempa bumi dengan Magnitudo 9.1

Mw terjadi pada Pukul 07.59 WIB pagi tanggal 26 Desember 2004 juga

menjangkau tempat yang paling jauh di pantai timur benua Afrika.

Indonesia merupakan negara yang menerima dampak tsunami terbesar

pada tahun 2004. Provinsi Aceh merupakan salah satu provinsi yang menerima

dampak tersebut. Dampak tsunami 2004 terparah dilaporkan terjadi di Kota Banda

Aceh, Aceh Besar, Aceh Barat, dan Aceh Jaya. Tsunami 2004 ini juga menerjang

beberapa wilayah lain yang berada di sebelah timur Aceh sep Pantai Barat-Selatan

Aceh.

Gempa dan tsunami yang memporak-porandakan Aceh pada tahun 2004

menimbulkan berbagai masalah dan memerlukan waktu panjang untuk

memulihkannya kembali. Pemulihan dari dampak tsunami tersebut bukan hanya

terjadi pada pemulihan struktural namun juga pada pemulihan non-struktural.

2.2.1. Kerugian Yang Ditimbulkan

Pasca tsunami Aceh 2004, terdapat berbagai sektor yang mengalami

dampak dan kerugian yang signifikan. Berdasarkan penelitian, sektor-sektor yang

terdampak secara signifikan meliputi:

1. Sektor Sosial dan Budaya

Tsunami menyebabkan kerusakan perumahan yang merupakan

kerusakan terbesar, dengan dampak kerugiannya mencapai Rp. 13,4

triliun, serta kerugian pada sektor pendidikan dan kesehatan.


8

2. Sektor Infrastruktur

Dampak tsunami Aceh di sektor infrastruktur ditandai dengan

kerusakan transportasi yang mendominasi dampak total, diikuti oleh

kerusakan irigasi, pengendalian banjir, perlindungan pantai, energi, air,

sanitasi, dan komunikasi[1].

Gempa bumi pada 26 Desember 2004 yang diikuti dengan tsunami telah

menempatkan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) ke dalam krisis

kemanusiaan. Kerusakan besar menimpa 14 kabupaten pantai Provinsi NAD,

mengakibatkan 600.000 perempuan dan laki-laki kehilangan mata pencaharian

dan pekerjaan mereka, serta meluluhlantakkan sarana infrastruktur di sektor

publik maupun swasta. Produktivitas akibat bencana tsunami dan gempa bumi ini

mencapai 68%., tingkat kerusakan dan kesulitan yang dialami perusahaan,

khususnya dalam memulai kembali kegiatan kerja, signifikan, di mana sekitar

40% staf dan 60% peralatan kantor ataupun pabrik hilang dan hancur (Boulton,

2005).

Selain itu, total nilai kerugian ditaksir mencapai US$4,5 miliar pada saat

itu, dengan korban meninggal mencapai 230.000 jiwa lebih dan 500.000 orang

kehilangan tempat tinggal. Proses rehabilitasi dan rekonstruksi berlangsung sejak

2005 hingga 2009 berhasil memulihkan kondisi Aceh, namun dampak bencana ini

tetap terasa hingga saat ini.

Dengan demikian, tsunami Aceh 2004 telah menyebabkan kerugian yang

besar pada berbagai sektor, termasuk sosial, budaya, infrastruktur, dan

kemanusiaan secara keseluruhan. Upaya rehabilitasi dan rekonstruksi telah

dilakukan untuk memulihkan kondisi Aceh pasca bencana tersebut.


9

2.2.2. Perubahan Sosial Masyarakat Pasca Bencana

Perubahan sosial secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses

pergeseran atau berubahnya struktur/tatanan didalam masyarakat, meliputi pola

pikir yang lebih inovatif, sikap, serta kehidupan sosialnya untuk mendapatkan

penghidupan yang lebih bermartabat. Pada tingkat makro, terjadi perubahan

ekonomi, politik, sedangkan ditingkat mezo terjadi perubahan kelompok,

komunitas, dan organisasi, dan ditingkat mikro sendiri terjadi perubahan interaksi,

dan perilaku individual. Masyarakat bukan sebuah kekuatan fisik (entity), tetapi

seperangkat proses yang saling terkait bertingkat ganda (Sztompka, 2008).

Perubahan sosial merupakan suatu kepastian yang akan dialami oleh setiap

masyarakat, hal ini merujuk pada dinamisitas struktur masyarakat yang akan

mengikuti arus nilai maupun temuan-temuan baru. Menurut John Lewin Gillin

dan John Phillip Gillin, perubahan sosial adalah suatu variasi dari cara-cara hidup

yang diterima yang disebabkan oleh perubahan-perubahan kondisi geografis,

kebudayaan materii, komposisi penduduk, ideologi, maupun karena adanya difusi

dan penemuaan baru dalam masyarakat tersebut.

Bencana alam seperti yang gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Kota

banda Aceh pada 2004 lalu, menjadi sebuah indikator yang disebut sebagai sebab

geografis yang menyebabkan terjadinya sebuah perubahan sosial. Korelasi antara

bencana dan perubahan sosial dilihat dari bagaimana masyarakat sebelum

terjadinya bencana gempa dan tsunami, saat kejadian, dan pasca kejadian tersebut

bergerak menuju perubahan. Perubahan-perubahan tersebut lihat melalui

bagaimana cara menghadapi bencana saat sebelum dan sesudah terjadi bencana
10

gempa dan tsunami hingga membuat masyarakat benar-benar berubah kearah

yang lebih baik dalam hal penaggulangan bencana.

2.3. Upaya Peningkatan Budaya Sadar Bencana

Setelah bencana tsunami Aceh 2004, diperlukan upaya serius untuk

meningkatkan budaya sadar bencana agar masyarakat lebih siap menghadapi

potensi bencana di masa mendatang. Beberapa langkah konkret telah diambil

untuk mencapai tujuan ini.

2.3.1. Program Pendidikan dan Pelatihan

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui berbagai

program kegiatanya terus melakukan berbagai upaya pengurangan risko bencana,

membangun kesadaran, kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi

bencana, untuk meminimalisir jumlah korban akibat bencana.

Pada 26 April 2017 lalu, BNPB menginisiasi pencanangan Hari

Kesiapsiagaan Bencana 2017, melalui berbagai kegiatan, diantaranya simulasi

kesiapsiagaan bencana yang diikuti oleh warga masyarakat di seluruh Indonesia

mulai dari Sabang sampai Merauke, peserta terdiri dari individu, keluarga,

lingkungan masyarakat, komunitas/NGO, institusi pemerintah, swasta/dunia

suaha, lingkungan pendidikan/akademisi, dll. Berdasarkan data BNPB jumlah

peserta/partisipan mencapai kurang lebih 11 juta orang. Dan untuk tahun 2018,

Hari Kesiapsiagaan Bencana ini diusulkan kepada Presiden R.I. untuk ditetapkan

sebagai Gerakan Nasional yang akan diperingati setiap tanggal 26 April, melalui

berbagai kegiatan simulasi kesiapsiagaan bencana yang terprogram dan terarah,

agar budaya sadar bencana semakin melekat ditengah-tengah warga masyarakat.


11

Selain itu, setiap bulan Oktober, BNPB juga menyelenggarakan Bulan

Pengurangan Risiko Bencana (Bulan PRB) dengan melakukan berbagai kegiatan,

pemberian penghargaan kepada pihak-pihak yang konsen, dan memiliki

kepedulian serta berjasa besar terhadap upaya-upaya pengurangan rsisko bencana,

sesuai kriteria yang telah ditetapkan oleh pihak panitia. Berbagai kegiatan lain

dalam Bulan PRB tersebut juga selalu melibatkan masyarakat secara luas,

sehingga kampanye pengurangan risiko bencana benar-benar dirasakan oleh

warga masyarakat.

2.3.2. Peran Masyarakat dalam Peningkatan Budaya Sadar Bencana

Setelah terjadinya tsunami di Aceh pada tahun 2004, masyarakat

memegang peran penting dalam peningkatan budaya sadar bencana. Salah satu hal

penting yang perlu dilakukan adalah membangun masyarakat Indonesia "sadar

bencana". Pengembangan kesadaran masyarakat melalui pendidikan kebencanaan

menjadi penting dalam upaya membekali masyarakat dalam menjalani hidup

berdampingan dengan ancaman bencana. Dengan bekal kesadaran yang ada,

masyarakat dapat bertindak, berpartisipasi aktif dan melakukan upaya-upaya

pengurangan risiko bencana sejak dini. Adapun peran masyarakat pada saat

bencana antara lain memberikan informasi kejadian bencana ke BPBD atau

instansi terkait, melakukan kegiatan penanggulangan bencana, dan memberikan

informasi yang benar kepada publik tentang penanggulangan bencana. Oleh

karena itu, perlu adanya gerakan untuk merubah budaya dan paradigma sadar

bencana, perlunya dilakukan pelatihan-pelatihan kesiapsiagaan secara teratur dan

berkelanjutan.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dalam menghadapi dampak gempa bumi dan tsunami tahun 2004 di Aceh,

peningkatan budaya sadar bencana menjadi suatu aspek yang krusial. Budaya

sadar bencana tidak hanya mencakup pemahaman terhadap potensi risiko

bencana, tetapi juga melibatkan keterlibatan aktif masyarakat dalam upaya

mitigasi dan penanggulangan. Dalam penelitian ini, ditemukan beberapa aspek

penting terkait peningkatan budaya sadar bencana di masyarakat Aceh pasca

bencana tersebut.

1. Pentingnya Budaya Sadar Bencana

Pentingnya budaya sadar bencana menjadi semakin jelas

mengingat dampak besar yang ditimbulkan oleh gempa bumi dan tsunami

tahun 2004 di Aceh. Masyarakat yang memiliki budaya sadar bencana

memiliki daya tahan yang lebih baik, mampu merespon dengan cepat, dan

berkontribusi pada upaya pemulihan pasca-bencana. Selain itu, budaya

sadar bencana juga berperan dalam meningkatkan keberlanjutan

pembangunan dan melindungi lingkungan.

2. Upaya Peningkatan Budaya Sadar Bencana

Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan budaya sadar

bencana di Aceh. Program pendidikan dan pelatihan menjadi salah satu

instrumen penting untuk menyebarkan pengetahuan dan keterampilan

terkait bencana kepada masyarakat. Peran pemerintah dan LSM juga

terbukti signifikan dalam mengkoordinasikan upaya peningkatan budaya

12
13

sadar bencana, baik dalam aspek pendanaan, pengembangan kebijakan,

maupun pelaksanaan program-program konkrit.

3. Peran Masyarakat dalam Peningkatan Budaya Sadar Bencana

Peran aktif masyarakat dalam peningkatan budaya sadar bencana

tidak dapat diabaikan. Masyarakat Aceh telah menunjukkan ketangguhan

dan solidaritas pasca-bencana, tetapi perlu terus ditingkatkan melalui

partisipasi dalam berbagai kegiatan mitigasi dan penanggulangan bencana.

Keterlibatan masyarakat menjadi kunci keberhasilan dalam menciptakan

budaya sadar bencana yang berkelanjutan.

3.2. Saran

Dalam upaya meningkatkan budaya sadar bencana di Aceh pasca gempa

bumi dan tsunami tahun 2004, beberapa saran dapat diimplementasikan. Pertama,

perlu dikembangkan program pendidikan dan pelatihan yang terstruktur dan

relevan untuk masyarakat Aceh, termasuk integrasi materi-materi tersebut dalam

kurikulum sekolah. Kedua, perlu diperkuat peran pemerintah dan LSM dengan

peningkatan alokasi anggaran, koordinasi yang lebih efektif, dan pemberdayaan

LSM lokal di lapangan. Ketiga, masyarakat perlu didorong untuk berperan aktif

dalam peningkatan budaya sadar bencana melalui kampanye kesadaran,

lokakarya, dan dukungan terhadap inisiatif lokal. Dengan implementasi saran-

saran ini, diharapkan dapat dibangun fondasi yang kuat untuk menciptakan

budaya sadar bencana yang tangguh dan berkelanjutan di Aceh.


DAFTAR PUSTAKA

Boulton, Alan. (2005). Dampak Tsunami dan Gempa Bumi Pada 26 Desember

2004 Terhadap Perusahaan-Perusahaan Anggota Apindo di Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam. [Internet]. Tersedia di

https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-

jakarta/documents/publication/wcms_123632.pdf

BPBD Bogor Kabupaten. (2020). Gerakan Budaya Sadar Bencana, Mulailah dari

Diri dan Keluarga. Diakses pada 17 November 2023, pukul 11:00 WIB,

dari https://bpbd.bogorkab.go.id/gerakan-budaya-sadar-bencana-mulailah-

dari-diri-dan-keluarga/

Harini, Sri. (2010). Membangun Masyarakat Sadar Bencana. Jurnal Ilmiah, 11(2),

157-158.

Radhianto, P.R.Y., & Khairulyadi. (2017). Perubahan Sosial Masyarakat Kota

Banda Aceh Dalam Mitigasi Bencana: Pelajaran Sosial dari Bencana

Tsunami. Jurnal Ilmiah Vol. 1(1), 1-18.

Syamsidik, Agus Nugroho, Rina Suryani Oktari, & Mirza Fahmi. (2019). Aceh

Pasca Lima Belas Tahun Tsunami. Banda Aceh: Tsunami and Disaster

Mitigation Research Center (TDMRC) Universitas Syiah Kuala

Sztompka, Piötr. (2008). Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada.

14

Anda mungkin juga menyukai