Dampak Pemberian Reintegrasi Dan Asimilasi Bagi Narapidana Akibat Pandemi Covid-19/corona Viruses
Dampak Pemberian Reintegrasi Dan Asimilasi Bagi Narapidana Akibat Pandemi Covid-19/corona Viruses
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt atas berkat rahmat dan hidayah-Nya saya dapat
menyelesaikan makalah pengantar ilmu hukum dengan tepat waktu.Shalawat serta salam semog
a tercurahkan kepada Nabi kita Rasulullah SAW.Pembuatan makalah yang berjudul Dampak
Pemberian Reintegrasi dan Asimilasi Bagi Narapidana Akibat Pandemi COVID-19/Corona
Viruses.
Selanjutnya saya ingin menyampaikan ucapan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada Ibu
Dr. Rachmayanthy, Bc.IP.,SH.,M.Si selaku Direktur Politeknik Ilmu Pemasyarakatan, Bapak U
mar Anwar,S.H.,M.Si.,M.H selaku dosen pada mata kuliah pengantar ilmu hukum ini yang telah
memberikan tugas membuat makalah ini,sehingga saya dapat melatih keterampilan menulis agar
kedepannya dapat membuat karya tulisan yang benar .Tak lupa saya ucapakan terimakasih
kepada kedua orangtua saya yang telah mendukung selama saya mengerjakan makalah ini, juga
kepada senior-senior saya serta rekan-rekan dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per
satu yang telah membantu kelancaran dalam proses pembuatan makalah ini, saya yakin tanpa ad
anya bantuan dan dukungan rasanya sulit untuk menyelesaikan makalah ini.
Melalui kata pengantar ini saya terlebih dahulu mengucapkan permohonan maaf bila mana isi m
akalah ini banyak terdapat kekurangan dan tulisan yang kurang tepat.Akhir kata, semoga makala
h ini dapat bermanfaat bagi pembaca ataupun saya sendiri dan semoga Allaw Swt senantiasa mer
idhai segala usaha kita.Amin.
Zalfa Febriana
STB 4258
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
I. PENDAHULUAN.......................................................................................................................4
A. Latar Belakang.......................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................................6
II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................................7
A. Tinjauan Teori........................................................................................................................7
B. Definisi Operasional.............................................................................................................10
III. PEMBAHASAN DAN ANALISIS........................................................................................13
A. Apakah Kebijakah Kebijakan Pemberian Program Asimilasi dan Reintegrasi Efektif Dikala
Masih Berlangsungnya Pandemi Covid-19?........................................................................13
B. Bagaimana Kebijakan Ini Apabila Dilihat dari Perspektif Hukum Indonesia?....................16
IV. PENUTUP..............................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................18
1. Buku..........................................................................................................................................18
2. Jurnal.........................................................................................................................................19
3. Website......................................................................................................................................19
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apakah kebijakan memberikan program asimilasi dan reintegrasi ini efektif di lakukan di
Indonesia dikala masih berlangsungnya atau meluasnya penyebaran pandemi Covid-19?
2. Bagaimana kebijakan ini apabila ditinjau dari perspektif hukum di Indonesia?
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
Kebijakan pelepasan warga binaan dengan didasari dengan adanya pandemi Covid-19
serta bertujuan untuk mencegah meluasnya virus corona di dalam lembaga pemasyarakatan
(Lapas). Fenomena wabah Covid-19 atau Corona sebagai bencana yang mendunia menimbulkan
dampak yang meluas hingga merambah ke aspek kehidupan manusia.Sebagaimana kita ketahui,
Covid-19 sendiri adalah virus jenis baru yang belum pernah ditemukan sebelumnya pada
manusia.Virus ini pertama kali ditemukan di Kota Wuhan, Tiongkok pada bulan Desember 2019
yang menyebabkan pandemi secara global.
Keadaan ekonomi yang sangat kacau, serta sektor publik lain yang tidak karuan
merupakan efek domino dari penyebaran virus corona ini.Berbagai langkah yang dilakukan oleh
pemerintah menyatakan bahwa sebagai salah satu pilihan untuk menanggulangi dan mengurangi
dampak penyebaran virus corona.Sampai saat ini penyebaran virus Corona ini belum juga
menemui titik terang dengan melihat penggambaran situasi pada infografis berikut ini :
(Sumber:covid19.go.id,2021)
Dari informasi yang dapat kita lihat dalam infografis, terlihat jelas kasus penularan virus
corona di Indonesia kian hari kian meningkat, pada kenyataanya tentu pemerintah masih fokus
untuk melakuka berbagai langkah pencegahan dalam menanggulangi penyebaran virus Covid-
19.Dalam berbagai kementerian sama-sama bersinergi untuk membasmi bencana nasional
bahkan global ini, tak terkecuali pada kementerian Hukum dan Ham Republik Indonesia.
Merespon terjadinya wabah Covid-19 yang turut merambah wilayah Indonesia.Menteri
Hukum dan HAM Bapak Yasonna Hamonangan Laoly membuat keputusan untuk kebijakan
pembebasan narapidana secara bersyarat, mengikuti jejak dari berbagai negara laian dalam
menangani keadaan di tengah pandemi Covid-19 ini dengan alasan kemanusiaan serta beliau
mengatakan bahwa hal ini terkait saran dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Untuk membebaskan narapidananya demi mencegah mereka dari wabah yang sedang
terjadi.Hal ini karena warga binaan bisa menjadi korban dari penyebaran virus ini.Sehubungan
dengan hal tersebut apabila dikaitkan dengan kondisi lembaga pemasyarakatan saat ini yang
tidak mampu lagi menampung selruh penghuni yang bisa dikatakan tidak dapat memberikan rasa
kenyamanan maka dikhawatirkan dapat menambah resiko penyebaran Covid-19 secara massal.
Beberapa waktu yang lalu Yasona Laoly selaku Menkumham mengeluarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 10 Tahun 2020 tentang syarat pemberian
asimiliasi dan hak integrasi bagi narapidana dan anak dalam rangka meminimalisir penyebaran
Covid-19, yang telah diundangkan pada bulan Maret 2020.
Terdapat 4 poin yang menyatakan bahwa:
1. Lembaga Pemasyarakatan, Lembaga Pembinaan Khusus Anak , dan Rumah Tahanan Negara
merupakan sebuah institusi tertutup yang memiliki tingkat hunian tinggi sehingga sangat rentan
terhadap penyebaran dan penularan Covid-19
2. Diperlukannya langkah cepat sebagai bentuk usaha terjaminnya tahanan dan warga binaan
pemasyarakatan yang berada di dalam Lapas, Lembaga Pembinaan Khusus Anak, dan Rumah
Tahanan Negara, mengingat Covid-19 telah ditetapkan sebagai bencana global.
3. Untuk melakukan penyelamatan terhadap narapidana dan anak di dalam Lapas, Lembaga
Pembinaan Khusus Anak, dan Rumah Tahanan Negara, maka perlu dilakukan pengeluaran dan
pembebasan melalui asimilasi dan integrasi sebagai langkah pencegahan penyebaran virus
Covid-19.
Ditahun 2020 terjadi pembaharuan tentang Peraturan Menteri Hukum dan Ham
(Permenkumham) Nomor 32 Tahun 2020 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Asimilasi,
Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat
Selain itu, Kementrian Hukum dan HAM selaku pemangku kepentingan juga
mengeluarkan dasar hukum reintegrasi penghuni Lapas dalam rangka meminimalisir penyebaran
Covid-19 berupa Keputusan Menteri Hukum dan HAM No.19 PK.01.04 Tahun 2020 tentang
pengeluaran dan Pembebasan Narapidana Anak melalui Asimilasi dan Integrasi.
B. Definisi Operasional
Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan makalah ini menggunakan studi
literatur sehubungan dengan situasi pandei Covid-19 pada saat ini.Menurut hasil literatur yang
digunakan, program Reintegrasi Sosial bermanfaat untuk Lembaga Pemasyarakatan terlepas dari
kondisi pandemi Covid-19 juga sebenrnya terdapat banyak kekurangan yang terjadi dalam
pelaksanaan program ini.Hasil studi literatur pertama tentang program reintegrasi sosial bagi
narapidana di lapas kelas II A Bogor dalam konteks persepsi narapidana dan residivisme oleh
Yudi Suseno.
Mengatakan bahwa fakta saat ini lembaga pemasyarakatan kelas II A Bogor mengalami
overcrowded dikarenakan jumlah hunian yang sudah melebihi kapasitas yang sebenarnya dan
program reintegrasi sosial dinilai dapat mengurangi over kapasitas yang terjadi di lembaga
pemasyarakatan.Saat ini masih banyak perbaikan dan peningkatan sarana yang diperlukan dalam
menjalani program reintegrasi.
Dapat disimpulkan dari literatur bahwa program reintegrasi sosial satt ini sangat
bermanfaat dalam peranannya menghentikan kluster baru Covid-19 di lingkungan Lembaga
Pemasyarakatan atau Rumah Tahanan juga over kapasitas.Namun banyak perbaikan yang harus
dilakukan salah satunya yaitu masyarakat yang masih menyandang mantan warga binaan
kemasyarakatan masih dipandang sebagai penjahat dengan reaksi sosial yang ditunjukkan
dengan penggerebekan, menangkap, menggiring sampai dengan menjauhi dengan publikasi.
Dengan metode yang digunakan saat ini, tentu terdapat kekurangan sehubungan dengan
sumber informasi.Tentu sangat bergatung sumber informasi yang penulis masukkan ke dalam
data atau website tersebut akan ada resiko kesalahan pada proses penginputan data
informasi.Disamping itu juga adanya ketidak pastian pemberitaan terhadap kebijakan tersebut
yang berpengaruh pada akurasi data yang menjadi berkurang jika dibandingkan dengan keadaan
sebenarnya dilapangan.Saya menyadari atas keterbatasan tersebut , namun saya merasa tetap
penting untuk terus memantau kinerja pemerintah dalam pencegahan penyebaran Covid-19 di
lapas atau rutan.
III. PEMBAHASAN DAN ANALISIS
Beberapa waktu yang lalu Bapak Yasonna Hamonangan Laoly sebagai Menteri Hukum
dan HAM membuat kebijakan baru pada bidang pemasyarakatan yaitu dengan mengeluarkan
kebijakan melalui Keputusan Menteri Hukum dan HAM No M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020,
berisi tentang pengeluaran dan pembebasan narapidana dan anak melalui asimilasi dalam rangka
penanggulangan penyebaran Covid-19.
Respon cepat Kemenkumham dalam mengeluarkan sebuah kebijakan pembebeasan
narapidana yang dinilai sangat mendesak dan penting terhadap kekhawatiran negara terhadap
penyebaran virus yang kini melanda Indonesia dan seluruh negara di dunia, tidak terkecuali di
dalam rumah tahanan ataupun lembaga pemasyarakatan yang ditakutkan akan menulari virus
Covid-19 kepada narapidana karena ini terkait juga dengan HAM, dimana narapidana atau
warga binaan pemasyarakatan juga memiliki hak terhadap keselamatan atas dirinya.Terlebih lagi
bagi narapidana yang sudah berusia lanjut yang termasuk ke dalam kategori rentan terhadap
Covid-19.Berdasarkan pertimbangan dari Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan
Laoly terkait penerbitan peraturan baru ini dilakukan untuk mengurangi resiko penularan Covid-
19 di dalam lembaga pemasyarakatan.Disisi lain memang kondisi tahanan ang ada di Indonesia
yang sudah bukan menjadi rahasia umum lagi sudah mengalami over kapasitas, sehingga sangat
mungkin terjadi kontak fisik antar narapidana tersebut.
Masalah pelik lain yang penting untuk disorot oleh lembaga pemasyrakatan bukan
melulu soal over kapasitas saja, namun ada masalah lain yang lebih krusial.Ya, terkait dengan
kebersihan fasilitas lapas yang buruk dalam menangani wabah penyakit menular di tahanan.Hal
ini timbul juga disebabkan oleh satu faktor tadi yaitu overcrowded atau over kapasitas.
Pada kenyataanya dilapangan mengenai fasilitas kesehatan dan ahli medis di lembaga
pemasyarakatn tidak selalu tersedia.Atau bahkan mungkin beberapa penjara tidak memiiki klinik
dan akeses obat-obatan.Over kapasitas atau berlebihannya jumlah narapidana ini disebabkan
oleh berbagai hal terutama terkait dengan sistem pemasyarakatn itu sendiri.Kenaikan jumlah
narapidana yang menghuni lembaga pemasyarakatan terjadi hampir di seluruh kanwil secara
nasional.
Sebenarnya, tujuan dari pemidanaan ini agar narapidana dan anak didik pemasyarakatan
menyadari atas perbuatannya serta menjadikannya sebagai warga negara yang baik dan taat
hukum serta menjunjung nilai-nilai moral, sosial, dan religi sehingga terciptalah masyarakat
yang tertib.
Penerapan kebijakan pembebasan narapidana di tengah merebaknya pandemi Covid-19
di Indonesia ini bisa dikatakan belum sepenuhnya tepat, mungkin malah akan menimbulkan
permasalahan baru yang mana berkebalikan dari tujuan sebenarnya itu.Namun, Indonesia
sebagai negara hukum harus bisa menjamin hak asasi setiap warga negaranya termasuk dalam
hal narapidana yang berada dalam lembaga pemasyarakatan tanpa memandang ststus sosial dari
warga negara yang bersangkutan.Berdasarkan status dan pengakuan dalam perlindungan hak
asasi manusia tersebut kemudian menjadi bahan dasar bagi pemerintah ketika mengeluarkan
kebijakan-kebijakan yang menyangkut regulasi maupun implementasi regulasi yang
mengedepankan aspek hak asasi manusia.
Menanggapi terlaksananya kebijakan ini masyarakat diresahkan dengan adanya deretan
kasus tindak pidana yang dilakukan oleh narapidana yang baru saja dibebaskan melalui hak
asimilasi serta reintegrasi.Selama ini pengulangan tindak pidana atau residivis bukanlah menjadi
hal yang baru dalam dunia hukum.
Sebenarnya kebijakan ini merupakan suatu hal yang lazim, karena menurut Pasal 14
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995, pada dasarnya narapidana memiliki beberapa hak dan 2
(dua) diantarannya merupakan hak untuk memperoleh asimilasi dan integrasi yang diatur lebih
lanjut dalam Permenkumham No. M.HH-02.PK.05.06 Tahun 2010 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.Dapat
disimpulkan, para narapidana tidak semata-mata dibebaskan, namun haus memenuhi beberapa
syarat (substantif dan administratif) serta ketentuan-ketentuan yang tidak boleh bertentangan
dengan kepentingan umum dan rasa keadilan dalam masyarakat.
Disisi lain juga kebijakan ini memang sudah menjadi program tahunan.Terlebih lagi,
apabila melihat skema tahun ini terdapat 55.000 narapidana yang memang berhak mendapatkan
pembebasan bersyarat.Namun, karena adanya pandemi Covid-19 ini, maka pembebasan tersebut
dilaksanakan dalam waktu bersamaan.Hal inilah yang kemudian menjadi sorotan publik karena
dinilai terlalu tergesa-gesa dalam mengambil sebuah keputusan dalam rangka membebaskan
narapidana, yang berakibat pada angka kriminalitas di situasi yang bisa dibilang sulit karena
dampak dari pandemi Covid-19.
Kebijakan ini juga didasari dengan adanya rekomendasi dari World Health Organization
(WHO), United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC) dan beberapa lembaga lainnya,
tentu saja seperti yang kita ketahui organinsasi ini bersifat internasional maka rekomendasi ini
bukan ditujukan untuk Indonesia saja, melainkan negara di seluruh dunia.Sebelum WHO
merekomedasikan hal ini, mereka telah mengidentifikasi bahwa overcrowding yang terjadi di
dalam lembaga pemasyarakatan atau tempat-tempat penahanan lainnya, justru akan menjadi
salah satu klaster baru penyebaran Covid-19.Oleh karena itu, untuk mencegah pecahnya
penyebaran virus Covid-19.Maka, mau tidak mau pemerintah perlu adanya untuk
mempertimbangkan rekomendasi dan satu-satunya opsi yang dapat dipraktikkan pada saat ini
adalah memebebaskan narapidana.
Hal ini yang mengkhawatirkan ketika dalam keadaan sulit seperti saat ini, di mana
narapidana dibebaskan tidak bisa menjamin keadaan serta kebutuhan hidupnya, karena susahnya
mencari pekerjaan sehingga menimbulkan potensi beasar bagi mantan narapidana untuk
melakukan suatu kejahatan kembali baik berupa pencurian, kekerasan dan tindak pidana yang
lain.Walaupun dengan alasan untuk mencukupi kebutuhan, hal ini tidak dibenarkan bagi mantan
narapidana apalagi bila menimbulkan keresahan di masyarakat.
Faktor lain yang mendorong terjadinya residivis adalah tidak efektifnya fungsi
pengawasan oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas), karena minimnya sumber daya manusia dalam
Bapas ini.Diketahui pula bahwa Bapas saat ini melakukan pembinaan hanya dengan
mengandalkan teknologi yang ada, sehingga dinilai tidak dapat memberikan pelayanan secara
optimal.
Maka dari itu, setiap narapidana yang telah bebas dari lembaga pemasyarakatan
diharapkan untuk mencerminkan dirinya dan berhenti untuk melakukan kembali tindak
pidana.Bentuk asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat
merupakan bagian dari bentuk penghukuman yang berbasis masyarakat atau reintegrasi sosial
yaitu pengembalian narapidana kepada masyarakat.Tidak semua narapidana yang mendapatkan
pembebasan bersyarat itu berarti mendapatkan pengurangan hukuman, melainkan ia menjalani
sisa masa hukumannya di luar penjara.
Perlu diketahui juga bahwa dalam pelaksanaan kebijakan tersebut, tidak semua
narapidana dapat dibebaskan.Tetapi, terdapat kriteria tertentu yang telah diterbitkan dalam surat
edaran Direktur Jenderal Pemasyarakatan No. PAS-497.PK.01.04.04 Tahun 2020 yaitu tentang
Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui Asimilasi dan Integrasi hal ini
dikaitkan dengan pencegahan dan penanggulangan pnyebaran Covid-19 yang sudah ditanda
tangani oleh Plt. Direktur Jenderal Pemasyarakatan.
B. Bagaimana Kebijakan Ini Apabila Dilihat dari Perspektif Hukum
Indonesia?
Terkait dengan kondisi pandemi Covid-19, pelaksanaan asimilasi dalam keadaan seperti
sekarang ini bukan kebijakan yang sepenuhnya tepat, hal ini karena didasari oleh kondisi sosial
serta perekonomian yang memang tidak stabil untuk mendukung pelaksanaan
tersebut.Keputusan ini juga bisa menjadi alibi pemerintah untuk menghemat sebuah
pengeluaran, karena selama narapidana masih menjadi warga binaan negara.Tentu sudah
semestinya menjadi kewajibannegara untuk memenuhi hak narapidana yang sudah diatur dalam
Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995.Tentu hal-hal yang sudah tercantum dalam
Pasal tersebut tidak bisa dijamin pemenuhannya oleh negara jika warga binaan diberikan
asimilasi di tengah pandemi ini.
Selain terkait masalah kesehatan, narapidana yang diberikan asimilasi juga tidak
memiliki mekanisme selain pembinaan dari lembaga pemasyarakatan terkait dengan bagaimana
seorang mantan narapidana memulai sebuah usaha, karena ia dihadapkan dengan situasi sulit
dalam mencari pekerjaan di tengah menyebarnya pandemi Covid-19 ini.Terlebih lagi dari
instansi pemerintah sendiri tidak memberikan kebijakan bantuan pra kerja untuk mantan
narapidana yang telah dibebaskan.Hal inilah yang memicu kembali terjadinya residivis karena
tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Kemudian, pelaksanaan pembebasan ini juga dilatar belakangi karena kapasitas lembaga
pemasyarakatan sudah melebihi daya tampung.Kelebihan kapasitas ini didasari dari kebijakan
pemerintah sendiri yang masih saja mengutamakan penjara sebagai hulu pemberi efek
jera.Jumlah narapidana yang masuk tidak seimbang dengan jumlah narapidana yang keluar serta
sarana dan prasarana yang tidak seimbang.Akan selalu terjadi overcrowded selama tidak ada
perubahan kebijakan dalam penegakan hukum itu sendiri.Yang terjadi pasti pada akhirnya
bermuara pada kelebihan kapasitas.
A. Kesimpulan
Setiap kebijakan dari pemerintah atau pejabat publik pasti tidak akan pernah terbebas
dari sorotan publik.Baik itu berupa kritikan ataupun dukungan.Atas dikeluarkannya Kebijakan
oleh Menteri Hukum dan HAM berupa Keputusan Menteri Hukum dan HAM No. M.HH-
19.PK.01.04.04 Tahun 2020, dan juga Permenkumham No 10 Tahun 2020 merupakan suatu hal
yang tepat apabila dilihat dari kondisi lapangan dalam hal ini lembaga pemasyarakatan yang
mengalami overcrowded untuk memperoleh dampak positif bagi keberlangsungan sistem
pemasyarakatan.Dari pelaksanaan program asimilasi dan integrasi terdapat pengurangan
narapidana di dalam Lapas guna mencegah penyebaran COVID-19 bagi narapidana,berhasil
menurunkan angka overcrowded Lapas, penghematan uang negara dalam jumlah yang cukup
besar, dan peningkatan produktifitas narapidana di Lembaga Pemasyarakatan.
B. Saran
1. Buku
2. Jurnal