Anda di halaman 1dari 8

REKOMENDASI STRATEGI PENGENDALIAN HAMA

PENYAKIT SECARA TERPADU PADA TERONG


(Tugas Teknologi Aplikasi Pengendalian Biologi)

M Renaldi
2110512310003

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJAR BARU
2023
Rekomendasi Strategi Pengendalian Hama Penyakit Secara
Terpadu Pada Terong

I. Opt Pada Tanaman Terong

Berdasarkan kondisi lahan pada soal, maka OPT yang menyerang tanaman
terong terbagi menjadi dua, yaitu kondisi di mana lahan itu basah dan kondisi di
mana lahan itu kering. pada kondisi kering OPT yang biasa menyerang tanaman
terong adalah jamur Verticilliumspp. jamur ini menyebabkan penyakit layu pada
terong. Penyakit ini dapat menyebar dengan cepat. Keparahan penyakit ini dapat
mencapai 80%. Selanjutnya pada kondisi basah OPT yang menyerang adalah
bakteri Pseudomonas syringae, bakteri ini menyebabkan penyakit bercak bakteri
pada daun dan buah terong. Penyakit ini dapat menyebar dengan cepat. Keparahan
penyakit ini dapat mencapai 60%.

Verticilliumspp.

Verticilliumspp. adalah jenis jamur patogen tanah yang dapat menyerang


berbagai jenis tanaman, termasuk tanaman terong. Jamur ini dapat hidup di dalam
tanah dan menyebar melalui air, angin, dan pergerakan tanah. Verticilliumspp.
menyebabkan penyakit Verticilliumwilt pada tanaman terong yang dapat
menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan pada petani.
Penyakit Verticilliumwilt disebabkan oleh infeksi jamur Verticilliumspp. pada
sistem perakaran tanaman terong. Jamur akan menyebar melalui pembuluh air dan
menyebabkan penyumbatan pembuluh tersebut. Hal ini mengganggu aliran air dan
nutrisi dari akar ke bagian atas tanaman, sehingga menyebabkan layu pada daun
dan ranting. Penyakit Verticilliumwilt dapat menyebabkan tanaman terong mati
dan menurunkan produktivitas tanaman secara signifikan.

Bakteri Pseudomonas syringae

Pseudomonas syringae adalah bakteri patogenik yang dapat menyerang


berbagai jenis tanaman, termasuk tanaman terong. Bakteri ini dapat menyebar
melalui air, angin, atau melalui serangga yang berkunjung ke tanaman yang
terinfeksi. Pseudomonas syringae menyebabkan penyakit bercak bakteri pada
tanaman terong yang dapat menyebabkan kerusakan ekonomi pada petani.
Penyakit bercak bakteri pada tanaman terong disebabkan oleh infeksi
bakteri Pseudomonas syringae pada daun dan ranting tanaman terong. Bakteri
tersebut memasuki jaringan tanaman melalui luka pada tanaman atau melalui
mulut serangga penghisap. Setelah masuk ke dalam tanaman, bakteri
Pseudomonas syringae akan mengalami pertumbuhan dan berkembang biak di
dalam jaringan tanaman, menyebabkan lesi atau bercak pada daun dan ranting.
Gejala serangan penyakit bercak bakteri pada tanaman terong meliputi adanya
bercak berwarna coklat atau hitam pada daun dan ranting tanaman, kehilangan
kekencangan pada batang tanaman, dan kemunduran kualitas buah. Serangan
penyakit bercak bakteri pada tanaman terong umumnya terjadi pada musim hujan
atau saat suhu yang lembap. Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan
cara memilih bibit tanaman yang tahan terhadap Pseudomonas syringae,
memperbaiki sanitasi lingkungan, dan meminimalkan cedera pada tanaman.

II. Faktor Tanaman Terserang Opt

Jamur Verticilliumspp.

Beberapa faktor dapat mempengaruhi keparahan serangan Verticilliumspp.


pada tanaman terong, di antaranya adalah faktor lingkungan, genetika tanaman,
dan praktik budidaya. Pertama-tama, faktor lingkungan seperti suhu dan
kelembaban tanah dapat mempengaruhi keparahan serangan Verticilliumspp. pada
tanaman terong. Jamur ini lebih sering menyerang tanaman pada suhu yang lebih
rendah dan kelembaban yang tinggi, terutama pada awal musim tanam. Suhu yang
rendah membuat tanaman terong lebih rentan terhadap serangan jamur karena
pertumbuhan tanaman menjadi lebih lambat dan sistem pertahanannya tidak
berfungsi dengan baik. Kelembaban yang tinggi juga dapat mempercepat
perkembangan jamur dan menyebabkan infeksi lebih cepat menyebar. Kedua,
faktor genetika tanaman juga dapat mempengaruhi keparahan serangan
Verticilliumspp. pada tanaman terong. Beberapa varietas tanaman terong diketahui
lebih tahan terhadap jamur ini daripada varietas lainnya. Ketika tanaman terong
diserang Verticilliumspp., tanaman yang tahan dapat memiliki sistem pertahanan
yang lebih kuat dan dapat menahan serangan jamur lebih baik daripada tanaman
yang kurang tahan.

Bakteri Pseudomonas syringae

Bakteri Pseudomonas syringae dapat menyebabkan penyakit bakterial


pada tanaman terong. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan tanaman
terong terserang bakteri ini, di antaranya : kondisi lingkungan yang tidak sesuai,
Salah satu faktor utama yang menyebabkan tanaman terong terserang bakteri
Pseudomonas syringae adalah kondisi lingkungan yang tidak sesuai. Bakteri ini
lebih mudah menyebar dan berkembang biak pada tanaman yang tumbuh pada
suhu yang rendah dan kelembaban yang tinggi. Selain itu, kondisi lingkungan
yang lembap dan basah dapat membuat tanaman terong menjadi lebih rentan
terhadap infeksi bakteri ini. Tanaman terong yang ditanam pada lahan yang
kurang terkena sinar matahari juga memiliki risiko lebih tinggi terkena serangan
bakteri ini. Tanah yang tidak sehat, tanah yang tidak sehat juga dapat
menyebabkan tanaman terong terserang bakteri Pseudomonas syringae. Tanah
yang tercemar atau terlalu asam atau basa dapat membuat tanaman terong menjadi
lebih rentan terhadap serangan bakteri ini. Selain itu, penggunaan pupuk atau
bahan kimia tanaman yang tidak tepat atau berlebihan dapat membuat tanaman
terong menjadi lebih mudah terserang bakteri Pseudomonas syringae. Faktor
genetik juga dapat mempengaruhi kerentanan tanaman terong terhadap serangan
bakteri Pseudomonas syringae. Beberapa varietas tanaman terong memiliki
kekebalan yang lebih tinggi terhadap serangan bakteri ini, sedangkan varietas
lainnya lebih rentan. Oleh karena itu, pemilihan varietas tanaman terong yang
tahan terhadap bakteri ini dapat membantu mengurangi risiko serangan dan
kerusakan pada tanaman.

III. Kondisi Agroekosistem

Agroekosistem yang baik untuk budidaya terong akan memperhatikan


kebutuhan tanaman terong untuk tumbuh dan berkembang dengan optimal, serta
menjaga keseimbangan ekosistem sekitarnya. Beberapa kondisi agroekosistem
yang baik untuk budidaya terong antara lain:
a. Tanah yang Sehat: Tanah yang sehat dan subur dengan struktur yang baik
dan kandungan nutrisi yang cukup adalah penting untuk mendukung
pertumbuhan dan produksi tanaman terong. Tanah yang ideal untuk
budidaya terong adalah tanah yang memiliki pH antara 5,5 hingga 7,5 dan
tingkat kelembapan yang cukup.
b. Drainase yang Baik: Tanaman terong membutuhkan air yang cukup untuk
tumbuh dan berkembang, namun terlalu banyak air dapat memengaruhi
kualitas tanah dan ketersediaan oksigen bagi akar tanaman. Maka penting
untuk memastikan sistem drainase yang baik pada lahan budidaya terong.
c. Iklim yang Sesuai: Terong membutuhkan iklim yang hangat dan lembap
untuk tumbuh dengan optimal, dengan suhu optimal antara 20-30 derajat
Celsius dan kelembaban yang tinggi (70-80%).
d. Keanekaragaman Hayati: Agroekosistem yang memiliki keanekaragaman
hayati yang tinggi akan membantu menjaga keseimbangan ekosistem dan
meminimalisasi risiko serangan hama dan penyakit pada tanaman terong.

IV. Strategi Pengendalian

Jamur Verticilliumspp.

Strategi pengendalian yang saya rekomendasikan terhadap OPT (Verticillum


yang menyerang terong) agar dapat menekan kehilangan hasil dan
memaksimalkan hasil panen yaitu :
a. Penggunaan Agens Pengendali Hayati: Beberapa jenis mikroba seperti
Trichoderma spp. dan Bacillus spp. dapat menghambat pertumbuhan
Verticillium spp. pada tanaman. Mikroba ini dapat diterapkan pada tanah
secara langsung atau diaplikasikan ke permukaan biji sebelum penanaman.
Verticillium spp adalah patogen tanaman yang dapat menyebabkan
penyakit layu pada tanaman.
b. Pengendalian Verticillium spp dengan agen pengendali hayati dapat
dilakukan dengan cara Penggunaan Trichoderma spp: Trichoderma spp
adalah salah satu agen pengendali hayati yang dapat mengendalikan
Verticillium spp. Trichoderma dapat menghambat pertumbuhan
Verticillium spp dengan melepaskan senyawa-senyawa antifungal. Selain
itu, Trichoderma juga dapat memicu respon sistem pertahanan tanaman
sehingga tanaman menjadi lebih tahan terhadap serangan patogen.

Bakteri Pseudomonas syringae

Pseudomonas syringae merupakan bakteri patogen pada tanaman yang


dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan tanaman, yang akhirnya akan
berdampak pada produksi tanaman. Pengendalian terhadap bakteri ini dapat
dilakukan dengan menggunakan agensi hayati. Salah satu strategi pengendalian
dengan agensi hayati adalah menggunakan bakteri antagonis. Bakteri antagonis
adalah bakteri yang dapat memproduksi senyawa yang menghambat pertumbuhan
atau membunuh bakteri patogen. Beberapa bakteri antagonis yang dapat
digunakan untuk mengendalikan Pseudomonas syringae adalah Pseudomonas
fluorescens atau Bacillus subtilis.

V. Prosedur Kerja

Jamur Verticillium spp.

Untuk mengaplikasikan Trichoderma spp sebagai agen pengendali hayati


Verticilliumspp, ada beberapa cara yang bisa dilakukan, yaitu:
a. Aplikasi langsung ke tanah: Trichoderma spp dapat diaplikasikan
langsung ke tanah dalam bentuk bubuk, granul, atau cairan. Aplikasi
dilakukan dengan menyebarkan atau menyiramkan Trichoderma spp di
sekitar akar tanaman. Aplikasi melalui benih: Trichoderma spp dapat
dicampurkan dengan benih sebelum tanam. Dengan demikian,
Trichoderma spp akan membentuk koloni pada akar tanaman sejak awal
dan melindungi tanaman dari serangan patogen Verticilliumspp.
b. Aplikasi pada media tanam: Trichoderma spp juga dapat dicampurkan
dengan media tanam seperti kompos, sekam padi, atau pupuk kandang.
Dengan demikian, Trichoderma spp akan menyebar ke seluruh bagian
media tanam dan membentuk koloni pada akar tanaman.
Bakteri Pseudomonas syringae

Cara aplikasi agen pengendali hayati Pseudomonas fluorescens atau


Bacillus subtilis pada tanaman tergantung pada produk yang digunakan. Beberapa
produk pengendali hayati biasanya tersedia dalam bentuk cair atau bubuk yang
dapat dicampur dengan air dan disemprotkan ke tanaman. Cara pengaplikasian ini
dapat dilakukan pada saat bibit atau tanaman masih muda, maupun pada saat
tanaman sudah terinfeksi penyakit.

VI. Ledakan Hama

Jika terjadi ledakan hama pada tanaman terong, pilihan pengendalian yang
tepat bergantung pada situasi dan kondisi yang ada. Namun, secara umum
pengendalian hayati dan pengendalian kimia dapat digunakan bersama-sama
untuk mencapai pengendalian yang lebih efektif dan berkelanjutan. Pengendalian
hayati lebih cocok digunakan dalam jangka panjang karena tidak menghasilkan
efek instan seperti pengendalian kimia. Penggunaan agen pengendali alami,
seperti predator, parasitoid, atau mikroba patogen, memerlukan waktu untuk
membangun populasi dan mencapai efek pengendalian yang cukup signifikan.
Namun, pengendalian hayati memiliki beberapa keunggulan, seperti lebih aman
dan ramah lingkungan serta membantu mencegah terjadinya resistensi hama
terhadap pestisida kimia.
Sementara itu, pengendalian kimia dapat memberikan efek instan dalam
mengendalikan populasi hama. Penggunaan pestisida kimia memiliki keuntungan
dalam memberikan efek pengendalian yang cepat dan efektif dalam
mengendalikan hama pada tanaman terong. Namun, penggunaan pestisida kimia
harus dilakukan dengan hati-hati karena dapat membahayakan lingkungan dan
kesehatan manusia. Selain itu, penggunaan pestisida kimia yang berlebihan juga
dapat menyebabkan terjadinya resistensi hama terhadap pestisida kimia tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Song, H. J., Lee, D. H., Kang, B. R., Kim, J. G., Seo, Y. S., Lee, H. Y., ... & Lee,
J. S. (2017). Characterization of a bacteriophage and its use as a biocontrol
agent against Pseudomonas syringae. Journal of Microbiology and
Biotechnology, 27(6), 1127-1136.

Park, J. M., Park, H. J., Lee, Y. S., & Ahn, J. H. (2016). Biocontrol efficacy of
Pseudomonas sp. UPB01 against Pseudomonas syringae and Xanthomonas
oryzae. Plant Pathology Journal, 32(6), 517-523.

Koo, J. Y., Park, M. S., Kim, T. H., Kim, D. G., Kim, K. M., Kim, B. W., ... &
Ryu, J. G. (2018). Biocontrol potential of Bacillus subtilis KCTC 13219
against Pseudomonas syringae and its use in the field. Plant Pathology
Journal, 34(2), 127-134.

Thakur, D., Pandey, A. K., & Pandey, R. (2019). Exploration of plant growth-
promoting bacteria as biocontrol agents against bacterial canker of tomato
caused by Pseudomonas syringae pv. tomato. Biocontrol Science and
Technology, 29(1), 10-28.

Venkateshwaran, M., & Ramanathan, A. (2017). Efficacy of Pseudomonas


fluorescens CHAO as a biocontrol agent against Pseudomonas syringae in
tomato plants. Journal of Applied Microbiology, 122(1), 1-12.

Singh, D., Singh, D., & Singh, R. (2017). Biological control of Verticillium wilt
of tomato caused by Verticillium dahliae by Trichoderma spp. and
Pseudomonas fluorescens. Journal of Plant Protection Research, 57(4),
339-346.

Yan, D., Ran, W., Liang, Y., & Gao, Y. (2016). Effects of biocontrol agents on
control of Verticillium wilt and growth of cotton. Journal of Integrative
Agriculture, 15(9), 2123-2131.

Kim, Y. H., Kim, J. G., Seo, Y. S., Lee, H. Y., & Lee, J. S. (2019). Control of
Verticillium wilt of pepper using a microbial consortium of Bacillus spp.
and Streptomyces spp. Journal of Microbiology and Biotechnology, 29(3),
466-473.

Li, M., Huang, H., Li, X., & Li, Y. (2018). Biocontrol potential of Pseudomonas
fluorescens strain PJZ9 against Verticillium wilt of cotton. Biocontrol
Science and Technology, 28(1), 1-14.

Wang, Y., Wang, R., Sun, Y., & Yu, H. (2019). Biocontrol of Verticillium wilt of
cotton by Bacillus velezensis strain BAC03. Biological Control, 136, 1-10.
Setyawan, A. D., & Istijono, B. (2021). Agroekosistem dan Lingkungan: Konsep
dan Aplikasinya di Indonesia. Jurnal Sumberdaya Lahan, 15(1), 1-10. doi:
10.21082/jsl.v15n1.2021.1-10

Masyhuri, M., Mulyani, A., & Miftahudin, M. (2019). Potensi agroekosistem


dalam meningkatkan kesejahteraan petani dan lingkungan. Jurnal
Agroekoteknologi, 7(2), 80-88. doi: 10.31186/j.agroekotek.7.2.80-88

Saputra, A. D., & Anggraeni, A. (2020). Analisis agroekosistem untuk


peningkatan produktivitas dan keberlanjutan pertanian di era revolusi
industri 4.0. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, 22(1), 1-8.

Suhartini, T., & Indrawati, R. (2018). Analisis agroekosistem terintegrasi dalam


meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan usaha tani. Jurnal
Agroekoteknologi Tropika, 2(1), 1-7.

Anda mungkin juga menyukai