Anda di halaman 1dari 19

TUGAS AKHIR

KUAT GESER DINDING BATA MERAH DENGAN


TEKNOLOGI FEROSEMEN

Disusun Oleh :
SYAHNUN FUADI

NIM. 211061128

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2023
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................... 1
Daftar isi .............................................................................................................. 2
BAB I .................................................................................................................. 3
PENDAHULUAN ............................................................................................... 5
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 5
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 7
1.3 Batasan Masalah .................................................................................... 8
1.4 Tujuan ................................................................................................... 8
1.5 Manfaat penelitian ................................................................................. 8
BAB II ................................................................................................................. 9
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 9
2.1 Pengertian Bata Merah........................................................................... 9
2.2 Teknologi ferosemen dan alpikasinya .................................................. 11
2.3 Studi Pendahuluan tentang Ferosemen ................................................. 12
2.4 Pola retak............................................................................................. 14
BAB III ............................................................................................................. 15
METODOLOGI PENELITIAN ......................................................................... 15
3.1 Umum ................................................................................................. 15
3.2 Material Penelitian ............................................................................... 16
3.3 Rancangan Penelitian........................................................................... 16
3.4 Site-up pengujian ................................................................................. 17
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Roadmap pengembangan penelitian teknologi ferosemen............... 13


Gambar 2. 2 Pola Retak Dinding Bata Merah ..................................................... 14
Gambar 3. 1 Rancangan Tahapan Penelitian ...................................................... 15
Gambar 3. 2 Variasi Benda Uji .......................................................................... 16
Gambar 3. 3. Site Up Pengujian diagonal geser Panel dinding bata merah .......... 17
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Ukuran Batu Bata (SNI-15-2094-2000) ............................................. 10


BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kejadian bencana gempa bumi di Indonesia merupakan peristiwa yang


sering terjadi. Hal ini disebabkan karena Negara Indonesia terletak pada cincin api
atau ring of fire, sehingga aktivitas vulkanik menjadi sangat potensial menimbulkan
bencana gempa. Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di
permukaan bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan
aktif, akitivitas gunung api atau runtuhan batuan (Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007) . Jika dilihat dari penyebabnya, gempa bumi terbagi menjadi dua, yaitu
gempa tektonik dan juga gempa vulkanik. Gempa tektonik yaitu gempa yang terjadi
karena aktivitas lempeng-lempeng bumi, sedangkan gempa vulkanik yaitu gempa
yang terjadi karena aktivitas vulkanik gunung berapi, gempa vulkanik ini dapat
terjadi ratusan kali pada gunung berapi(Fandy et al., 2021).

Permasalahan yang terjadi di Indonesia ini adalah pasca gempa masyarakat


Indonesia sering terfokus hanya memperkuat komponen-komponen struktur
rumahnya seperti kolom, balok, dan pelat saja, sehingga tidak memperhatikan
komponen lainnya. Padahal jika diamati pada saat terjadinya gempa bumi, para
korban jiwa yang meninggal tersebut adalah mereka yang tertimpa puing-puing dari
reruntuhan atap dan dinding. Menurut Pranata, dkk (2013) pengaruh kekuatan dan
kekakuan dinding bata sering tidak diperhitungkan karena fungsi dinding sebagai
komponen non-struktural dalam peraturan tingkat nasional (SNI 2847-2013).

Dinding merupakan bagian elemen non-struktural yang berfungsi untuk


menyekat ruangan, menahan beban dari atap, dan melindungi penghuni rumah dari
bahaya luar. Saat ini, komponen penyusun dinding biasanya atau hampir
kebanyakan rumah menggunakan batu bata merah yang terbuat dari tanah liat
dikarenakan harga yang lebih terjangkau dan mudah di temukan masyarakat
khususnya di pedesaan beberapa keunggulan dari bata merah itu adalah harganya
relatif terjangkau, lebih nyaman, kokoh, sejuk, dinding rumah yang terbuat dari
bata merah juga tahan terhadap api sehingga lebih nyaman dan tidak membutuhkan
perawatan khusus. Tetapi jika menerapkan teknologi ferosemen pada dinding
maka kontruksi tersebut memiliki kekuatan, daya lentur dan ketahanan yang baik
dibandingkan teknologi beton pada umumnya.
Pengembangan teknologi ferosemen di Indonesia telah dilakukan lebih
dari 40 tahun lalu. Pada mulanya ferosemen diterapkan pada bangunan-bangunan
tepi pantai seperti bangunan pemecah gelombang. Setelah tahun 1978, teknologi
ferosemen telah mengalami banyak perkembangan yaitu diterapkannya ferosemen
sebagai bahan untuk konstruksi dinding rumah, masjid, bangunan monumental,
irigasi, dan pada pembangunan rumah pracetak

Pada umumnya ferosemen dibuat dari campuran semen, pasir, air dan
kawat baja jala halus serta tulangan baja sebagai penguat. Namun, proses
pembuatannya sedikit berbeda dengan teknik pengerjaan beton bertulang. Selain
itu, pembuatan ferosemen hanya memerlukan volume bahan yang relatif lebih
sedikit dibandingkan dengan beton bertulang. Fungsi kawat jala halus sebagai
penahan mortar pada saat masih basah dan penahan beban tarik setelah kering.
Umumnya kawat jala halus persegi banyak digunakan karena dapat menahan
beban tarik pada arah longitudinal, transversal, maupun arah diagonal 45o.
Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dunia maka kebutuhan tempat
tinggal juga semakin meningkat sehingga ferosemen juga mulai digunakan
untuk konstruksi bangunan rumah sebagai pengganti dinding batu bata. Oleh
karena itu, Selain waktu pengerjaannya yang lebih singkat, biaya yang lebih
murah, ferosemen juga memiliki kekuatan yang lebih besar bila dibandingkan
dengan dinding batu bata dan juga mudah dalam proses pembuatan dan
perbaikan. Pembangunan 500 unit rumah dengan bahan ferosemen pernah
dilakukan di 2 kota, yaitu Tabasco dan Sonora di negara Mexico.

Ferosemen yang memiliki karakteristik baik terhadap beban kejut dan


penyebaran keretakan mulai digunakan untuk berbagai aplikasi lain seperti
lapisan elemen struktur, perkuatan struktur beton bertulang atau juga dinding
bata dan lantai. Selain digunakan dalam membuat struktur bangunan, ferosemen
juga berpotensi untuk bahan alternatif konstruksi menyerupai balok baja.
Ferosemen juga bisa digunakan untuk perkuatan struktur kolom Pada penelitian
tersebut diperoleh hasil bahwa penggunaan ferosemen pada bagian luar kolom
beton bertulang dapat meningkatkan kekuatan beban aksial dan mengubah pola
kehancurannya. Studi karakteristik lentur ferosemen untuk struktur pontoon
yang bersentuhan terus dengan air juga sudah dilakukan Rismawan dkk (2014).
Salah satu kelemahan ferosemen untuk struktur di atas air ini adalah mesh
(kawat jala) berbahan bajanya mudah berkarat pada saat kondisi lembab atau
basah. Salah satu cara mengatasi kelemahan ini adalah dengan penggunaan mesh
bahan polypropyline yang tidak mengalami karat akibat air.

Mortar ferosemen yang terbuat dari campuran pasir, semen dan air
memiliki kelemahan dalam menahan tegangan tarik. Tegangan tarik ini bisa
terjadi akibat beban dinamis dari getaran, perubahan suhu, dan penyusutan.
Apabila tegangan tarik tersebut melampaui kekuatan mortar, maka akan
mengakibatkan retak dan mortar tidak lagi kedap air. Untuk mengontrol
penyebaran retak ini agar tidak meluas, maka digunakan fiber sebagai tulangan
mikronya. Salah satu upaya mengatasi ini adalah dengan penambahan serat
polypropyline dalam adukan mortar.

Penelitian ini membahas pengembangkan ilmu pengetahuan tentang


kinerja geser pasangan dinding dengan teknologi ferosemen. Penelitian ini
merupakan bagian dari roadmap pengembangan teknologi ferosemen dan
aplikasinya. Dari penelitian tersebut dapat digunakan sebagai pertimbangan para
praktisi konstruksi dalam merencanakan dan menggunakan pasangan dinding
ferosemen untuk struktur dinding batu bata merah.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat di peroleh rumusan masalah sebagai


berikut :

1. Bagaimanakah kuat geser diagonal dinding pasangan bata merah dengan


teknologi ferosemen?
2. Bagaimanakah kapasitas geser diagonal dinding pasangan bata merah
dengan perkuatan teknologi ferosemen?
3. Bagaimankah pola retak dan keruntuhan dinding teknologi ferosemen
akibat beban geser diagonal?
Batasan Masalah

Agar penelitian ini tidak meluas dan fokus pada permasalahan yang
diinginkan. Maka diperlukan adanya batasan masalah yang dirumuskan sebagai
berikut :

1. Penelitian ini hanya membahas pasangan dinding ferosemen yang


menggunakan bahan batu bata merah,

2. Penelitian ini hanya membahas tentang dengan pengujian kuat geser diagonal
untuk 6 prototipe yaitu menggunakan wiremesh 1 mm, wiremesh 2 mm,
campuran spasi 1/4, campuran 1/6, dan pasangan batu bata merah tanpa
wiremesh

3. Pengujian dilakukan dilaboratorium untuk mengetahui kapasitas kuat geser


diagonal pada dinding bata merah menggunakan teknologi ferosemen

Tujuan

1. Untuk menentukan kuat tekan mortar khusus yang terbuat dari campuran-
campuran, semen, dan pasir yang digunakan sebagai bahan perekatantara
bata merah.
2. Untuk menentukan nilai kekuatan geser diagonal dinding pasangan bata
merah.

3. Untuk menentukan nilai kekuatan geser diagonal dinding pasangan bata


merah tanpa perkuatan.
4. Untuk menentukan nilai kekuatan tekan dan modulus elastisitas dinding
pasangan bata merah.
Manfaat penelitian

Harapan dari proposal tugas akhir ini adalah untuk memberikan


manfaat dalam meningkatan pemahaman, serta memperoleh informasi
eksperimental mengenai kuat geser diagonal pada dinding bata merah
menggunakan teknologi ferosemen.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Bata Merah

Batu bata merah adalah jenis material bahan bangunan yang terbuat dari
tanah liat yang dicetak kemudian dibakar dengan suhu tinggi sehingga menjadi
keras dan berwarna kemerahan(Medika et al., 2019).

Batu bata merupakan salah satu bahan material sebagai bahan pembuat
dinding. Batu bata terbuat dari tanah liat yang dibakar sampai berwarna kemerah
merahan. Seiring perkembangan teknologi, penggunaan batu bata semakin
menurun. Munculnya material-material baru seperti gipsum, bambu yang telah
diolah, cenderung lebih dipilih karena memiliki harga lebih murah dan secara
arsitektur lebih indah. Batu bata juga merupakan bahan bangunan yang telah lama
dikenal dan dipakai oleh masyarakat baik di pedesaan maupun di perkotaan yang
berfungsi untuk bahan bangunan konstruksi. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya
pabrik batu bata yang dibangun masyarakat untuk memproduksi batu bata.
Sifat fisik Batu Bata
Sifat fisik batu bata adalah sifat fisik yang dilakukan tanpa merubah
bentuk atau tanpa pemberian beban kepada batu bata itu sendiri. Pengujian ini
dilakukan dengan menggunakan standar yang baku, pengujian ini dilakukan
dengan mengambil sampel 10 tempat penjual batu bata, setiap tempat
mengambil 15 buah batu bata secara acak. Adapun syarat-syarat batu bata
dalam SNI 15-2094-2000 sebagai berikut ini.
2.1.1.1 Sifat Tampak
Batu bata untuk pasangan dinding harus berbntuk prisma segi
empat panjang, warna, mempunyai rusuk-rusuk yang siku, bidang-bidang
datar yang rata dan tidak menunjukkan retak.
2.1.1.2 Dimensi Atau Ukuran Batu Bata
Batu bata mempunyai banyak variasinya. Ukuran batu bata yang
telah diizinkan dalam peraturan SNI 15-2094- 2000 dapat dilihat pada
Tabel 1. Pemeriksaan ini merupakan pengukuran pada batu bata dengan
menggunakan jangka sorong. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
menggunakan 15 sampel bata yang diambil secara acak

Tabel 2. 1 Ukuran Batu Bata (SNI-15-2094-2000)


Modul Tebal Lebar Panjang
(mm) (mm) (mm)
M-5a 65±2 90±3 190±4
M-5b 65±2 100±3 190±4
M-6a 52±3 110±4 230±4
M-6b 55±3 110±6 230±5
M-6c 70±3 110±6 230±5
M-6d 80±3 110±6 230±5

2.1.1.3 Garam Yang Dapat Membahayakan


SNI 15-2094-2000 tentang cara pengujian kandungan garam
digunakan tidak kurang dari 5 buah bata utuh. Tiap bata ditempatkan
berdiri pada bidang datar, dalam masing-masing bejana dituangakan air
suling ± 250 ml. Bejana-bejana beserta benda-benda uji dibiarkan dalam
ruang yang mempunyai penggantian udara yang baik. Hasil penglihatan
dinyatakan sebagai berikut ini.
a. Bila kurang dari 50% permukaan bata tertutupi oleh lapisan tipis
berwarna putih, karena pengkristalan garam-garam yang dapat larut.
b. Bila 50% atau lebih dari permukaan bata tertutup oleh lapisan putih
yang agak tebal karena pengkristalan garam-garam yang dapat larut,
tetapi bagian-bagian dari permukaan bata tidak menjadi bubuk atau
terlepas.
c. Bila lebih dari 50% permukaan bata tertutup oleh lapisan putih yang
tebal karena pengkristalan gram-garam yang dapat larut dan bagian-
bagian dari permukaan bata menjadi bubuk atau terlepas. Bata dengan
kandungan garam yang tinggi secara langsung akan berpengaruh pada
lekatan antara bata dengan mortar pengisi, dimana dengan
terganggunya lekatan antara bata dan mortar pengisi akan
menurunkan kualitas batu bata.
Nur (2008) melakukan penelitian tentang warna batu bata,
dimensi, idensitas, dan tekstur dan bentuk di Sumatera Barat.
Menggunakan peraturan pada Civil Engeneering Material.
Disimpulkan bawa batu bata dari daerah Padang panjang memenuhi
standar warna yang umum untuk batu bata yaitu orange kecoklatan.
Batu bata dari daerah Lubuk Alung dan Batusangkar yang berwarna
merah banyak mengandung oksida besi. Warna yang dihasilkan oleh
batu bata dipengaruhi oleh bahan campuran yang digunakan dalam
campuran batu bata, komposisi bahan campuran, lamanya proses
pembakaran dan posisi batu bata dalam pembakaran. Ukuran harus
memiliki panjang maksimal (40,0 cm dan lebar berkisar antara 7,50-
30,0 cm , tebal berkisar antara 5-20 cm) disimpulkan dari daerah
Padang Panjang memiliki ukuran yang paling besar, diikuti oleh
daerah Batusangkar dan Lubuk Alung.
Teknologi ferosemen dan alpikasinya

Ferosemen merupakan salah satu teknologi konstruksi bidang teknik sipil


yang cocok untuk diterapkan dalam berbagai bentuk konstruksi. Ferosemen dibuat
dari mortar (campuran semen dan pasir) dan tulangan berupa jaring kawat (mesh
reinforced) yang dikerjakan menggunakan tenaga manusia (manual) membentuk
suatu konstruksi tipis (2–5 cm) (Naaman, 2000). Beberapa keunggulan dari
ferosemen diantaranya adalah : tahan lama sebab bahan yang digunakan tidak
mudah busuk , berkarat atau retak; tahan terhadap beban kejut dan ledakan karena
flexibilitas ferosemen yang besar, mampu menahan retak karena menggunakan
tulangan jaring (Lalaj et al, 2015). Selain keuntungan teknis, ferosemen sangat
cocok diterapkan di negara berkembang karena bahan dasarnya mudah diperoleh,
mudah dibentuk sesuai dengan keinginan pengguna, teknologi ferosemen mudah
dipelajari, dan bila terjadi kerusakan sebagian struktur akan mudah dan cepat
memperbaikinya. Dengan demikian teknologi ferosemen sangat memungkinkan
untuk diterapkan pada mayarakat sebagai salah satu bentuk konstruksiyang mudah
dikerjakan dan relatif murah (Djausal et al, 2001).

Bahan penyusun atau pembentuk ferosemen pada umumnya dapat dibagi


menjadi duakomponen utama, yaitu matriks dan tulangan (Djausal, 2004). Matriks
adalah pengikatsemen hidrolis yang mengandung agregat halus, pada umumnya
disebut dengan mortar. Matriks memiliki fungsi untuk mengendalikan susut,
menetapkan waktu, dan meningkatkan ketahanan terhadap korosi. Matriks terdiri
dari semen portland, agregat halus (pasir), air, dan bahan tambah (addmixtures).
Sedangkan komponen utama lainnya yaitu tulangan untuk ferosemen umumnya
berbentuk lapisan kawat jala (wiremesh). Karakter dari setiap komponen ini dapat
dilihat pada Tabel 1.
Penerapan teknologi ferosemen di Indonesia terus berkembang untuk
berbagai jenis konstruksi. Pada mulanya digunakan pada bangunan-bangunan
pantai, tetapi setelah tahun 1978, mengalami perkembangan hingga ke sektor
irigasi. Penerapan lainnya dapat dilihat pada beberapa bangunan kubah masjid,
konstruksi kapal atau ponton, bangunan monumental dan rumah pracetak (Naaman,
2000; Djausal et. al, 2001; Helmi dan Alami, 2006; Lalaj et al, 2015).
Penggunaan ferosemen untuk atap masjid pada umumnya berbentuk kubah,
sedangkan aplikasi untuk atap yang berbentuk datar atau rata masih jarang.
Kemungkinan besar penyebab masih jarangnya atap ferosemen untuk atap datar
karena kesulitan pelaksanaan melepa mortar ferosemen ke kerangka strukturnya.
Oleh karena itu perlu upaya pengembangan teknik konstruksinya agar dapat
menyederhanakan pelaksanaanatap ferosemen di lapangan.
Studi Pendahuluan tentang Ferosemen

Ferosemen yang sudah banyak dikenal memiliki keunggulan dalam


menahan beban kejut dan mampu memperlambat proses penyebaran keretakan
banyak diteliti dalam berbagai macam variabel bahan, komposisi, elemen struktur
atau juga cara pembebanan. Meskipun teknologi ferosemen tidak banyak
diaplikasikan dalam berbagai konstruksi modern, namun konstruksi ferosemen ini
seringkali digunakan sebagai salah satu cara menyelesaikan permasalahan dalam
mewujudkan bentukkonstruksi yang diinginkan arsiteknya (Lalaj et al, 2015).

Penelitian ferosemen terkait sifat mekanik biasanya dilakukan dalam bentuk


uji lenturuntuk menganalisis kekuatan, lendutan, pola retak atau kehancuran dengan
berbagai perlakuan tambahan bahan atau dikombinasikan dengan jenis bahan
lainnya (Rahmandkk, 13; Rismawan dkk, 14; Simatupang, 2017). Hasil penelitian
mereka menunjukkanbahwa kekuatan ferosemen terhadap lentur dipengaruhi oleh
ketebalan mortar, komposisi material dan jumlah lapisan kawat jala. Penambahan
fiber polypropyline pada mortar ferosemen juga dapat meningkatkan kuat lentur
dan mengubah pola kehancurannya menjadi lebih daktail (Afridi et al, 2019).
Pengembangan teknologi ferosemen di Unila dilakukan sebagai penelitian
bagi dosen dan mahasiswa. Keluaran dari penelitain tersebut berupa publikasi,
skripsi dan paten serta aplikasi. Pada saat ini Universitas Lampung sudah memiliki
3 tentang rumah pracetak ferosemen, matras ferosemen, dan jalan di atas tanah
lunak (Helmi, 2015; Helmi, 2017; Helmi, 2020). Secara garis besar ada 2 jenis
konstruksi ferosemen yangsedang dikembangkan di Unila, yaitu untuk konstruksi
di atas permukaan tanah yang dipengaruhi beban dan konstruksi di bawah
permukaan tanah atau air yang dipengaruhi oleh sifat tanah sebagaimana
diilustrasikan pada Gambar 1 (Masdar et al., 2021).

Gambar 2.1 Roadmap pengembangan penelitian teknologi ferosemen


Ferrocement adalah komposit yang di hasilkan dari semen, pasir, wire mesh,
baja rangka dan campuran mineral tertentu seperti flyash. studi penggunaan
ferosemen yang dilakukan oleh Al-kubaisy. menunjukkan bahwa perilaku retak
pelat yang terbuat dari ferosemen meningkat dengan sangat baik, Penggunaan
ferosemen terbukti layak dalam hal ruang retak yang kecil dan lebar (Chithambaram
& Kumar, 2017).

Pola retak pada dinding

Retak pada dinding memiliki pola yang berbeda-beda akibat faktor tertentu
yang terjadi pada dinding.. Retak yang terjadi perlu menjadi perhatian karena dapat
mengurangi daya layan dari dinding itu sendiri. Menurut SNI 03-2847-2002 lebar
retak ijin dibatasi tidak boleh melebihi 0,4 mm untuk penampang di dalam ruangan
dan 0,3 mm untuk penampang yang dipengaruhi cuaca luar. Adapun penyebab
terjadinya keretakan pada dinding diantaranya penurunan tanah, perbedaan
penurunan tanah, susut, timbulnya perbedaan tegangan tarik dan tekan pada dua
bagian pada saat satu sisi dinding yang berlawanan, serta akibat gempa yang
menimbulkan perilaku seperti gambar berikut.(Chasanah et al., 2014)

Gambar 2. 2 Pola Retak Dinding Bata Merah


Sumber : (Hutajulu et al., 2019)
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
Umum

Untuk mempermudah perencanaan penyusunan tugas akhir ini, maka


diperlukan suatu metodologi/diagram alir agar Analisa pola retak dan kuat geser
diagonal panel dinding bata merah berteknologi ferosemen berjalan sesuai dengan
harapan. Adapun tahapan penelitian disajikan secara sistematis dalam Gambar 3.1
dibawah ini :
Mulai

Studi Pustaka
Jurnal dan teori dasar

Uji bahan bata merah


berat jenis, dan penyerapan air

Membuat benda uji

Rencangan campuran Panel dinding


- Campuran 1/4 - panel dinding bata merah normal
- Campuran 1/6 - panel dinding bata wiremesh 1 mm
- - panel dinding bata wiremesh 2 mm

Pengujian sampel
 Uji kuat geser diagonal panel dinding
 Uji kuat tekan bata

Analisis dan pembahasan hasil Pengujian


- Kapasitas kuat geser panel
- Pola rertak wall panel

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3. 1 Rancangan Tahapan Penelitian


Material Penelitian

Material yang digunakan pada penelitian meliputi :

1. Semen
2. Agregat Halus (Pasir)
3. Batu bata merah
4. Wiremesh 1 mm dan 2 mm

Rancangan Penelitian

Benda uji terdiri dari 3 benda uji mempunyai dimensi 600 mm x 600 mm x
150 mm.

a. Dinding bata merah b. Dinding bata merah c. Dinding bata merah


normal wiremesh diameter 1 mm wiremesh diameter 2 mm
jarak 1cm jarak 2 cm
b.

Gambar 3.2 Variasi Benda Uji


Site-up pengujian

LOADING
FRAME

Hidroli jack
Test object of
panel

600 mm

LVDT LVDT

600 mm Data Logger

Wiremesh
Acian

Pompa

Gambar 3. 3 Site Up Pengujian diagonal geser Panel


dinding bata merah

Pada pengujian diagonal geser panel dinding bata merah dibutuhkan


beberapa alat pengujian sebagai berikut:

1. Loading frame
2. Plat besi
3. LVDT
4. Dongkrak hidrolik
5. Loadcell
6. Data logger

Pengujian diagonal geser panel dinding ini menggunakan loading dan


loading cell dengan kapasistas 200 kN,setting alat dapat dilihat pada Gambar 3.3
1. Meletakkan panel dinding bata merah secara diagonal secara diagonal
pada alat uji dengan batuan plat besi yang sudah didesain
2. Memasang kabel untuk pembacaan LVDT pada bagian samping panel
dengan 2 buah kanan dan kiri untuk pembacaan geser
3. Memasang Load cell, dan kabel LVDT pada data logger, untuk
mengetahui kapasitas beban yang terjadi pada saat pengujian dapat
tercatat pada data logger.
DAFTAR PUSTAKA

Chasanah, U., Wijatmiko, I., Teknik, J., Fakultas, S., & Universitas, T. (2014).
JARING KAWAT BAJA TIGA DIMENSI DENGAN VARIASI RASIO
TINGGI DAN LEBAR ( Hw / Lw ) TERHADAP. E Journal, 1, 1–9.
Chithambaram, S. J., & Kumar, S. (2017). Flexural behaviour of bamboo based
ferrocement slab panels with flyash. Construction and Building Materials,
134, 641–648. https://doi.org/10.1016/j.conbuildmat.2016.12.205
Fandy, A., Pamungkas, A., Studi, P., Sipil, T., Teknik, F., Dan, S., & Indonesia,
U. I. (2021). BETON BERTULANG ( The Influence of Square Wiremesh to
Flexural and Shear Reinforced Concrete Beams ) BETON BERTULANG (
The Influence of Square Wiremesh to Flexural and Shear Reinforced
Concrete Beams ).
Hutajulu, M., Tarigan, J., & Tarigan, P. (2019). Analisa Pushover dan Eksperimen
Struktur Portal dengan Dinding Batubata dengan Menggunakan Angkur pada
Kolom dan Balok pada Non Engineered Building. Media Komunikasi Teknik
Sipil, 24(2), 158. https://doi.org/10.14710/mkts.v24i2.19914
Masdar, H., Agustriana, V., Badaruddin, M., & Akmal, J. (2021). Laporan
Penelitian Professorship Universitas Lampung Sifat Mekanik Dan Fatigue
Panel Ferosemen Pracetak Program Studi Teknik Sipil Universitas Lampung
Halaman Pengesahan Laporan Penelitian Professorship.
Medika, Y. P., Elhusna, E., & Wahyuni, A. S. (2019). Pengaruh Proses
Pengadukan Tanah Liat Terhadap Kuat Tekan Bata Merah. Inersia, Jurnal
Teknik Sipil, 10(2), 29–34. https://doi.org/10.33369/ijts.10.2.29-34

Anda mungkin juga menyukai