Anda di halaman 1dari 21

10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Konsep

1. Pengertian Belajar Matematika

a. Pengertian Belajar

Belajar tidak dapat lepas dari kehidupan manusia, karena

manusia merupakan subjek belajar. Dengan belajar dapat membuat

seseorang dari sesuatu yang tidak diketahui menjadi tahu. Sejalan

dengan pendapat Sumiati dan Asra (2016:38) “Secara umum belajar

dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi

individu dengan lingkungan. Jadi perubahan tingkah laku adalah hasil

belajar. Artinya, seseorang dikatakan telah belajar, jika ia dapat

melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukannya sebelumnya”.

Khususnya untuk siswa, belajar sangatlah berguna untuk

perkembangan siswa itu sendiri. Kemudian dengan belajar dapat

membuat siswa mendapat berbagai pengalaman yang ditemui dari hasil

belajarnya, dengan begitu pengalaman-pengalaman tersebut dapat

menjadi acuan untuk mengubah potensi peserta didik tersebut menjadi

lebih baik. Menurut Gage dalam Sagala (2013:13) “belajar adalah

sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya

sebagai akibat dari pengalaman”. Slameto (2010:2) menyatakan

“belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi


11

dengan lingkungannya”. Sehingga dari pendapat para ahli diatas dapat

disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan potensi ataupun

tingkah laku peserta didik melalui latihan yang dilakukan secara

sengaja dan disadari, sehingga dari latihan-latihan tersebut menjadi

suatu pengalaman bagi peserta didik itu sendiri dalam berinteraksi

dengan lingkungannya serta bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun

lingkungan dimana pun peserta didik itu berada.

b. Belajar Matematika

Matematika merupakan salah satu bidang studi yang ada pada

semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga

perguruan tinggi. Pembelajaran matematika sering dipandang sebagai

mata pelajaran pasti dengan hasil yang jelas. Menurut Hudojo

(2003:107) menyatakan bahwa “Belajar matematika berarti belajar

tentang konsep-konsep dan struktur-struktur yang terdapat dalam

bahasan yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara

konsep-konsep, dan struktur-struktur tersebut”. Menurut Vershaffel

dan corte dalam Turmudi (2009:9) mengistilahkan matematika sebagai

“mathematics as human sense-making and problem solving activity

(matematika sebagai pembentukan akal sehat dan kegiatan pemecahan

masalah)”. Didalam matematika membahas tentang simbol-simbol

yang dapat membuat siswa kurang mengerti. Dalam matematika

dibutuhkan penalaran yang bagus, untuk memahami suatu

permasalahan, dan membutuhkan langkah-langkah pengkajian yang


12

tepat dalam menyelesaikannya. Menurut Winarni dan Harmini

(2012:1) “Untuk memahami matematika dan dapat menggunakannya

dalam menyelesaikan masalah diperlukan penguasaan konsep yang

lebih baik. Supaya dapat menyelesaikan soal-soal dengan benar

diperlukan kemampuan, antara lain memahami masalah dan dapat

mengungkapkan kembali masalah yang sedang dipelajari, membuat

rencana penyelesaian, mengkaji langkah-langkah penyelesaian, dan

mengadakan dugaan dari informasi yang tidak lengkap”. Jadi dapat

disimpulkan bahwa belajar matematika adalah kegiatan penguasaan

konsep dengan benar sehingga dapat menyelesaikan permasalahan

dengan tepat. Dengan demikian, dalam matematika diharapkan siswa

mampu menguasai konsep pembelajarannya, tetapi kenyataannya

seringkali siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep dan

bahkan tidak dapat menggunakan konsep dengan benar. Karena

kesulitan tersebut membuat mata pelajaran matematika dipandang

sebagai mata pelajaran yang sulit untuk dipelajari, karena kebanyakan

individu khususnya peserta didik beranggapan bahwa matematika mata

pelajaran yang kaku yang hanya mempelajari keterkaitan konsep dan

rumus-rumus. Pemahaman tersebut membuat peserta didik sulit

mempelajari matematika dan bahkan sangat sulit menggunakan

algoritma dalam memecahkan soal.

Dalam pembelajaran matematika, siswa dituntut dapat

memahami konsep yang digunakan, karena dalam matematika


13

pemahaman konsep sangatlah berpengaruh pada penyelesaian soal

yang akan diselesaikan. Jika peserta didik tidak dapat memahami

konsep yang digunakannya, maka akan terjadi miskonsepsi. Oleh

karena itu, penyebab kebanyakan peserta didik mengalami kesalahan-

kesalahan dalam pemecahan soal karena tidak dapat memahami

konsep yang akan digunakan. Kemudian karena kegagalan tersebut

membuat peserta didik sulit mempelajari matematika, dan bahkan

tidak menyukai pembelajaran matematika.

c. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran adalah suatu aktivitas yang dapat menciptakan

suasana untuk siswa bisa belajar. Pembelajaran dapat dilaksanakan di

manapun peserta didik berada, baik dilingkungan keluarga, masyarakat

maupun sekolah. Menurut Majid (2013:4) “Secara sederhana istilah

pembelajaran (instruction) bermakna sebagai “upaya untuk

membelajarkan seseorang atau kelompok orang melalui berbagai

upaya (effort) dan berbagai strategi, metode dan pendekatan kearah

pencapaian tujuan yang telah direncanakan”. Pembelajaran disekolah

diberikan tanggung jawab kepada guru untuk menciptakan suasana

belajar dengan baik, sehingga peserta didik memiliki minat untuk

belajar dan dapat mengikutinya dengan baik. Selain itu juga guru harus

menyediakan media pembelajaran yang sesuai dengan materi yang

akan diajarkan. Menurut Dimyati dan Mudjiono dalam sagala

(2017:62) “Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram


14

dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar lebih aktif,

yang menekankan pada penyediaan sumber belajar”.

UUSPN No.20 Tahun 2003 “menyatakan pembelajaran adalah

proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada

suatu lingkungan belajar”. Menurut Sagala (2017:61) “pembelajaran

merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh

pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar yang dilakukan oleh

peserta didik atau murid”. Pembelajaran juga dapa ditemukan siswa

melalui lingkungannya (masyarakat), didalam lingkungan siswa dapat

menumukan berbagai pengalaman-pengalaman. Menurut Slameto

(2010:69-70) “masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga

berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena

keberadaannya siswa dalam masyarakat”. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan yang ditemukan siswa

melalui pembelajaran di keluarga (orangtua), lingkungan masyarakat

dan sekolah, yang dapat membantu perkembangan potensinya.

Dalam pembelajaran, khususnya pembelajaran matematika

sangat dibutuhkan pemahaman materi dan pemahaman konsep belajar,

jika siswa tidak dapat memahami materi dan konsep yang akan

digunakan maka peserta didik tersebut akan mengalami miskonsepsi.

Hal utama yang harus diperhatikan dalam pembelajaran, harus paham

atau mengerti konsep pembelajaran, jika tidak maka peserta didik

tersebut tidak akan memahami akan materi yang akan disampaikan


15

oleh guru. Selain tidak dapat memahami materinya, peserta didik juga

akan mengalami salah konsep yang membuat hasil pembelajarannya

gagal. Dalam pembelajaran juga, guru harus mampu melakukan

hubungan interaksi yang baik kepada peserta didik, selain itu guru

harus mampu melakukan komunikasi yang baik dengan peserta didik,

sehingga peserta didik nyaman akan pembelajaran yang dilaksanakan

guru tersebut.

2. Miskonsepsi

a. Pengertian Miskonsepsi

Miskonsepsi siswa berawal dari kesulitan siswa dalam

memahami konsep. Pemahaman konsep sangatlah berpengaruh dalam

mencapai keberhasilan pembelajaran siswa. Menurut Fowler dalam

Suparno (2013:34) “Miskonsepsi adalah sesuatu yang tidak akurat

akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh yang

salah, kekacauan konsep dan hubungan hierarkis konsep-konsep yang

tidak benar. Oleh karena kesulitan tersebut, kebanyakan siswa tidak

dapat memecahkan permasalahan dengan benar”. Menurut Novak

(1984:140) “Miskonsepsi sebagai suatu interprestasi konsep-konsep

dalam suatu pernyataan yang tidak bisa diterima”. Menurut Sukirman

(1985:16) “Kesalahan merupakan penyimpangan terhadap yang benar

dan bersifat sistematis, konsisten atau insidental”. Didalam matematika

siswa tidak hanya belajar matematika dengan cara mengetahui

algoritma-algoritma, tetapi siswa juga harus menggunakan algoritma-


16

algoritma tersebut dengan benar sesuai dengan pemahamannya sendiri

dan dapat dimengerti oleh orang lain.

b. Faktor Penyebab Miskonsepsi

Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang dapat

membuat siswa dapat memahami materi ajarnya dengan benar. Jika

pembelajaran tidak berlangsung dengan baik maka siswa dapat

mengalami miskonsepsi. Sanjaya (2011:52-56) juga mengemukakan

bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan proses

sistem pembelajaran, di antaranya sebagai berikut:

1) Faktor Guru
Guru adalah komponen yang sangat menentukan
dalam implementasi suatu strategi pembelajaran.
Guru dalam proses pembelajaran memegang peran
yang sangat penting, tidak hanya berperan sebagai
model atau teladan bagi siswa yang diajarnya, tetapi
juga sebagai pengelola pembelajaran (manager of
learning).
2) Faktor Siswa
Siswa adalah organisme yang unik yang
berkembang sesuai dengan tahap
perkembangannya. Siswa yang memiliki
pengetahuan yang memadai tentang penggunaan
bahasa standar, misalnya, akan mempengaruhi
proses pembelajaran mereka dibandingkan dengan
siswa yang tidak memiliki tentang hal itu.
3) Faktor Sarana dan Prasarana
Saran adalah segala sesuatu yang mendukung secara
langsung terhadap kelancaran proses pembelajaran,
misalnya media pembelajaran, alat-alat pelajaran,
dan lain-lain. sedangkan prasarana adalah segala
sesuatu yang secara tidak langsung dapat
mendukung keberhasilan proses pembelajaran.
Kelengkapan sarana dan prasarana akan membantu
guru dalam penyelenggaraan proses pembelajaran.
4) Faktor Lingkungan
Dilihat dari dimensi lingkungan ada dua faktor yang
dapat mempengaruhi proses pembelajaran, yaitu
17

faktor organisasi kelas dan faktor iklim sosial-


psikologis. Faktor organisasi kelas yang di
dalamnya meliputi jumlah siswa dalam satu kelas
merupakan aspek penting yang bisa mempengaruhi
proses pembelajaran. Dan faktor iklim sosial-
psikologis. Maksudnya keharmonisan hubungan
antara orang yang terlibat dalam proses
pembelajaran.

c. Miskonsepsi dalam Pembelajaran Matematika

Konsep yang tidak lengkap akan berpengaruh pada saat siswa

memecahkan masalah sehingga siswa mengalami miskonsepsi. Tanpa

penguasaan pembelajaran maka siswa tidak dapat mengikuti proses

pembelajaran dengan baik. Proses pembelajaran yang baik adalah

proses pembelajaran yang disusun secara teratur yang tujuannya untuk

membuat siswa aktif dalam pembelajaran dan tidak mengalami

kesulitan dalam memahami materi yang diajarkan atau tidak

mengalami miskonsepsi. Sejalan dengan yang disampaikan Dimyati

dan Mudjiono (1999:297) “pembelajaran adalah kegiatan guru secara

terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar

secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Jadi

dapat dikatakan bahwa miskonsepsi dalam pembelajaran matematika

terjadi apabila siswa tidak menguasai materi pembelajaran dan

pembelajaran tidak terstruktur dengan baik.

Apabila siswa melakukan kesalahan yang sama dalam banyak

soal yang berbeda, maka ada kesalahan struktur dalam otak siswa yang

disebut dengan salah konsep atau miskonsepsi. Siswa dengan


18

miskonsepsi cenderung salah dalam banyak soal yang berbeda

konteksnya tetapi dasar konseptualnya sama.

Kesalahan-kesalahan dalam menyelesaikan soal matematika

yang sering terjadi karena kurang memahami langkah-langkah dalam

menyelesaikan masalah. Menurut Polya dalam Winarni dan Harmini,

(2011:124-125) langkah-langkah yang perlu diperhatikan untuk

pemecahan masalah sebagai berikut :

a. Pemahaman terhadap masalah, maksudnya mengerti


masalah dan melihat apa yang dikehendaki.
Cara memahami suatu masalah antara lain sebagai
berikut :
1) Masalah harus dibaca berulang-ulang agar dapat
dipahami kata demi kata, kalimat demi kalimat.
2) Menentukan/mengidentifikasi apa yang
diketahui dari masalah.
3) Menentukan/mengindentifikasi apa yang
ditanyakan/apa yang dikehendaki dari masalah.
4) Mengabaikan hal-hal yang tidak relevan dengan
masalah.
5) Sebaiknya tidak menambah hal-hal yang tidak
ada agar tidak menimbulkan masalah yang
berbeda dengan masalah yang seharusnya
diselesaikan.
b. Perencanaan pemecahan masalah, maksudnya
melihat bagaimana macam soal yang dihubungkan
dan bagaimana ketidakjelasan dihubungkan dengan
data agar memperoleh ide membuat suatu rencana
pemecahan masalah. Untuk itu dalam menyusun
perencanaan pemecahan masalah, dibutuhkan suatu
kreativitas dalam menyusun strategi pemecahan
masalah.
c. Melaksanakan perencanaan pemecahan masalah.
d. Melihat kembali kelengkapan pemecahan masalah,
maksudnya sebelum menjawab permasalahan, perlu
mereview apakah penyelesaian masalah sudah
sesuai dengan melakukan kegiatan sebagai berikut :
mengecek hasil, menginterprestasi jawaban yang
diperoleh, meninjau kembali apakah ada cara lain
19

yang dapat digunakan untuk mendapat penyelesaian


yang sama, dan meninjau kembali apakah ada
penyelesaian yang lain sehingga dalam
memecahkan masalah dituntut tidak cepat puas dari
satu hasil penyelesaian saja, tetapi perlu dikaji
dengan beberapa penyelesaian.
Hal yang perlu diingat bahwa harus ada unsur penemuan dalam

menentukan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Maksudnya

agar siswa menemukan sendiri apa yang diketahui dan apa yang

ditanyakan dari soal cerita, guru hanya memberikan bimbingan. Jika

dirasakan masalah yang dihadapi terlalu sulit bagi siswa, maka dapat

dimulai dengan memberikan contoh yang lebih sederhana kepada

siswa. Apabila siswa sudah paham tentang masalah tersebut, baru

kemudian kembali ke masalah semula.

Pemahaman terhadap masalah dapat dikembangkan lagi dengan

menerjemahkan seluruh kalimat soal ke dalam bahasa yang lebih

mudah dipahami atau jika mungkin meminta siswa untuk memerankan

atau mendemonstrasikan soal cerita. Jika siswa mengalami kesulitan

dalam membuat model matematika, guru dapat bertukar pendapat

dengan siswa mengenai masalah tersebut, memberi kesempatan kepada

siswa untuk belajar mengadakan penyelidikan, menganalisis serta

mendemonstrasikan keterampilannya, sehingga diharapkan siswa dapat

menemukan model matematika dari masalah yang dihadapi.

Menyelesaikan model matematika yang telah dibuat merupakan

langkah yang tidak kalah penting. Disini diperlukan keterampilan


20

siswa dalam melakukan komputasi yang melibatkan konsep-konsep

matematika.

3. Cara Mengatasi Miskonsepsi

Penelitian mengenai beberapa cara untuk mengoreksi miskonsepsi

belum berhasil secara memuaskan. Ternyata miskonsepsi awet dan sulit

diubah, kadang-kadang guru berhasil mengoreksi miskonsepsi sehingga

siswa dapat menyelesaikan soal jenis tertentu, tetapi apabila siswa diberi

soal yang sedikit menyimpang, konsepsi yang salah muncul lagi.

Meskipun demikian langkah-langkah yang diuraikan di bawah ini dapat

menjadi pertimbangan guru sebelum proses pembelajaran berlangsung.

a. Prinsip utama dalam koreksi miskonsepsi adalah siswa diberi

pengalaman belajar yang menunjukkan pertentangan antara konsep

siswa dengan konsep yang sebenarnya. Pertentangan antara

pengalaman baru dengan konsep yang lama akan menyebabkan

konsepsi.

b. Memberikan latihan soal untuk melatih konsep baru. Pertanyaan dan

soal yang diberikan kepada siswa harus dipilih sedemikian rupa

sehingga perbedaan antara konsepsi yang benar dan konsepsi yang

salah akan muncul dengan jelas.

Dalam menangani miskonsepsi yang dimiliki siswa, kiranya perlu

terlebih dahulu konsep-konsep alternatif apa saja yang dipunyai siswa dan
21

dari mana siswa mendapatkan miskonsepsi tersebut. Dengan demikian

guru dapat memikirkan bagaimana mengatasi miskonsepsi siswa.

4. Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

Sistem persamaan linear dua variabel adalah suatu sistem yang

memiliki dua variabel dengan derajat satu, kemudian jika digambarkan

dengan grafik akan membentuk garis lurus. Persamaan umum dari sistem

persamaan linear dua variabel adalah :

ax +by =c atau a 1 x +b1 y=c 1

px+ qy=c a 2 x +b2 y=c 2

Contoh :

Persamaan h = 2.000.000 + 150.000s menyatakan h (dalam rupiah) biaya

yang dikeluarkan untuk studi lapangan sebanyak s siswa. Berapakah

banyak siswa yang mengikuti studi lapangan jika biaya yang harus

dikeluarkan adalah Rp.7.700.000,00 ?

Jawab:

Gunakan persamaan untuk menentukan nilai s dengan h = 7.700.000.

h = 2.000.000 + 150.000s

7.700.000 = 2.000.000 + 150.000s

7.700.000 - 2.000.000 = 150.000s


22

5.700.000 = 150.000s

5.700.000
=s
150.000

38 = s

s = 38

Jadi, banyak siswa yang ikut dalam studi wisata adalah 38 siswa.

Di dalam penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel, terdapat 4

cara, yaitu : menggunakan grafik, substitusi, eliminasi dan gabungan.

a. Menyelesaikan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dengan


Menggambar Grafik

Contoh :

Tentukan selesaian dari sistem persamaan linear dua variabel berikut.

{ y=−4 x−1 }
y =2 x +5

Jawab:

Langkah I :

Gambar grafik kedua persamaan.

Langkah II :

Perkirakan titik potong kedua grafik. Titik potongnya berada di (-1,3).

Langkah III :

Periksa titik potong.

Persamaan I : Persamaan II :

y=2 x +5 y=−4 x−1

3 = 2(−1)+5 3 = −4(−1)−1

3 = 3 (benar) 3 = 3 (benar)
23

Gambar 2.1
Grafik Selesaian dari Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

Sumber : Buku Siswa Matematika Kelas VIII Semester I

Jadi, selesaian dari sistem persamaan linear dua variabel diatas adalah

(-1,3).

b. Menyelesaikan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dengan


Substitusi

Contoh :

Perhatikan bagaimana menentukan selesaian dari sistem persamaan

linear dua variabel {2x−3x+ yy=5


=3
}
Jawab :

Dari persamaan 2 x+ y=3 ,kita dapat menentukan nilai x dengan

mengganti (mensubstitusi) bentuk persamaan y seperti berikut.


24

Ubah persamaan 2 x+ y=3 menjadi 3- 2x.

Substitusikan 3- 2x untuk y ke persamaan x – 3y = 5, sehingga

x – 3y =5

x – 3(3 – 2x) = 5

7x – 9 + 9 = 5 + 9

7x = 14

x =2

Setelah itu, substitusikan nilai x = 2 ke persamaan y = 3 – 2x, sehingga

y = 3 – 2(2)

y=3–4

y = -1

Untuk memeriksa apakah x = 2 dan y = -1 adalah selesaian dari sistem

persamaan linear dua variabel, kita harus memeriksanya.

Jika x = 2 dan y = -1, maka 2 x+ y=3

2(2)+(−1)=3

3 = 3 (benar)

Jika x = 2 dan y = -1, maka x – 3y = 5

2 – 3(-1) = 5

5 = 5 (benar)

Jadi, selesaian dari sistem persamaan linear dua variabel adalah (2,-1).

c. Menyelesaikan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dengan


Eliminasi

Contoh :
25

Tentukan selesaian dari sistem persamaan linear dua variabel

{x+3
x−3 y =16 }
y =−2

Jawab :

Perhatikan bahwa koefisien y pada kedua persamaan sama dan sudah

berlawanan. Sehingga kita bisa menjumlahkannya.

x +3 y=−2
x−3 y=16 +

2x = 14

x=7

Substitusikan x = 7 ke salah satu persamaan semula dan tentukan nilai

y.

x +3 y=−2

7+3 y =−2

3 y=−2−7

3 y=−9

y=−3

Jadi, selesaian sistem persamaan, {x+3


x−3 y =16 }
y =−2 adalah ( 7 ,−3 ) .

B. Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan didapat dari penelitian-penelitian yang

telah dilakukan sebelumnya. Hasil penelitian inilah yang akan mendukung

dilakukannya penelitian ini. Penelitian yang dilakukan Martiriang Wau (2010)

pada siswa kelas VII SMP Negeri 8 Madiun. Menyatakan bahwa miskonsepsi

atau salah konsep terjadi pada siswa secara konsisten atau terus-menerus
26

dalam butir soal yang berbeda tetapi mempunyai dasar konseptual yang sama.

Edwaldus Dedeng, dkk (2020), berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan

maka dapat disimpulkan berdasarkan three tier test sebagai berikut :

Miskonsepsi yaitu siswa yang memilih jawaban yang salah, memberikan

alasan yang salah serta meyakini jawaban yang diberikan. Selain itu, siswa

yang mengalami miskonsepsi merupakan siswa yang mampu memilih

jawaban yang benar, namun tidak bisa memberikan alasan yang benar serta

meyakini jawaban yang diberikan. Miskonsepsi yang dialami siswa sebagian

besar terjadi pada soal menyelesaikan permasalahan sehari-hari yang berkaitan

dengan sistem persamaan linear dua variabel yaitu siswa kurang mampu

menerjemahkan soal cerita ke bentuk matematika, sehingga tidak mampu

menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan sistem persamaan linear

dua variabel.

Ferdianto dan Leonardus Yesino (2019), berdasarkan hasil penelitian

dan pembahasan diatas, maka peneliti dapat menyimpulkan:

1. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal

pada materi SPLDV yaitu: kesalahan siswa dalam memahami soal dan

mengubah bentuk soal tersebut ke dalam model matematika, kesalahan

siswa dalam membuat grafik dari model matematika yang telah dibuat,

kesalahan membuat kalimat matematika yaitu kesalahan siswa dalam

memodelkan sebuah permasalahan yang telah diberikan, kesalahan

menarik kesimpulan yaitu kesalahan siswa dalam menyimpulkan jawaban

yang telah dikerjakan sebelumnya.


27

2. Penyebab terjadinya kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan

soal pada materi SPLDV yaitu: penyebab terjadinya kesalahan dalam

mengorganisasikan data dan memodelkan data adalah masih terjadinya

miskonsepsi pada siswa. Siswa masih pada tahap belajar, belum sampai

pada tahap pemahaman maupun analisis, penyebab kesalahan dalam

memodelkan sebuah permasalahan ini adalah siswa masih kurang berlatih

soal. Jadi, ketika siswa diberikan permasalahan yang lebih baru dan belum

pernah dikerjakan sebelumnya, ia merasa kesulitan dalam mengerjakan

soal, penyebab dari kesalahan menarik sebuah kesimpulan ini adalah siswa

tergesagesa dalam mengerjakan soal, sehingga fokus siswa terhadap apa

yang dipikirkan sebelumnya dengan yang dituliskan setelahnya.

3. Persentase kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal

pada materi SPLDV yaitu: kesalahan yang dilakukan siswa dalam

memahami masalah sebesar 43,1%, kesalahan yang dilakukan siswa dalam

merencanakan penyelesaian dan menyelesaikan masalah sesuai rencana

sebesar 53,3%, kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan

masalah sesuai rencana sebesar 39,8%, kesalahan yang dilakukan siswa

dalam membuat model matematika, menyelesaikan dan melakukan

pengecekan jawaban sebesar 61,1%.

Rani Pratiwi, Data penelitian menyimpulkan bahwa Siswa dengan

kemampuan awal tinggi pada setiap tahap proses berpikir kritis tahap

pengenalan, tahap analisis, tahap evaluasi dan tahap alternatif penyelesaian

tidak mengalami miskonsepsi. Meskipun pada tahap analisis siswa sempat


28

ragu memberikan penjelasannya, siswa mampu mengaitkan dengan konsep

operasi bilangan bulat yang benar.

C. Kerangka Berpikir

Matematika merupakan suatu ilmu yang berhubungan dengan

penalaran, bentuk-bentuk atau strukturnya yang abstrak, sehingga tidak dapat

dipahami sehingga dianggap sulit dan ditakuti oleh para siswa. Miskonsepsi

(salah konsep) siswa dalam menyelesaikan soal sistem persamaan linear dua

variabel dapat dilihat dari proses pemecahan masalah yang dilakukan siswa

pada saat menyelesaikan soal. Sebelum menyelesaikan soal, hendaknya siswa

betul-betul memahami kalimat soal tersebut, sehingga dapat menentukan apa

yang diketahui dan apa yang ditanya, kemudian siswa harus dapat mencari

hubungan antara apa yang tertuang dalam soal dengan konsep-konsep materi

yang telah dipelajari siswa. Selanjutnya menggunakan konsep itu

menyelesaikan soal.

Untuk dapat mengetahui jenis-jenis miskonsepsi dan bagaimana proses

berpikir siswa dalam menyelesaikan soal sistem persamaan linear dua variabel

dapat dilakukan dengan memberikan perhatian pada cara mereka

menyelesaikan soal, lalu mendengarkan strategi dan konsep apa yang mereka

gunakan dalam menyelesaikan soal tersebut. Soal yang diberikan adalah soal
29

yang dapat dikerjakan dengan berbagai cara sesuai dengan kehendak siswa,

kemudian siswa dianalisis. Analisis tersebut dilakukan untuk mengetahui

jenis-jenis miskonsepsi siswa dan cara berpikir siswa dalam menyelesaikan

soal sistem persamaan linear dua variabel, sehingga siswa mengalami

miskonsepsi.

Gambar 2.2
Kerangka Berpikir

Peran Guru
Pendidikan
Matematika

Pembelajaran Matematika

Materi Pokok Sistem Persamaan


Linear Dua Variabel

Miskonsepsi Siswa dalam


Menyelesaikan Soal

Tes Wawancara

Analisis Data

Kesimpulan
30

Sumber: Desain Peneliti 2021

Anda mungkin juga menyukai