Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

“PENENTUAN KADAR ALBUMIN URINE”

DI SUSUN OLEH :

NAMA : DASRI

NIM : N10122029

KELOMPOK :3

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2024
DAFTAR ISI

SAMPUL.....................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1

1.1 Latar Belakang.........................................................................................1


1.2 Tujuan Praktikum....................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................4

BAB III METODE PRAKTIKUM.............................................................................8

3.1 Waktu dan Tempat....................................................................................8

3.2 Alat...........................................................................................................8

3.3 Bahan........................................................................................................8

3.4 Prosedur....................................................................................................8

3.4.1 Pembuatan Fraksi Albumin dan Globulin......................................8

3.4.1 Pembuatan Standar, Sampel, dan Blanko.......................................9

BAB IV HASIL PERCOBAAN...............................................................................10

4.1 Tabel Hasil Pengamatan.........................................................................10

4.2 Perhitungan ............................................................................................11

BAB V PEMBAHASAN..........................................................................................12

BAB VI PENUTUP..................................................................................................16

5.1 Kesimpulan.............................................................................................16

5.2 Saran.......................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Albumin adalah salah satu protein paling melimpah dalam plasma dan
melayani banyak fungsi vital. Albumin mewakili setengah dari total kandungan
protein plasma yaitu 3,5 g/dl hingga 5 g/dl pada manusia yang sehat. Albumin
disintesis oleh hepatosit hati dan dengan cepat diekskresikan ke dalam aliran
darah dengan kecepatan sekitar 10 gram sampai 15 gram per hari. Sangat sedikit
albumin yang disimpan di hati, dan sebagian besar dengan cepat dikeluarkan ke
dalam aliran darah (Moman, 2020).
Albumin merupakan protein utama dalam plasma manusia dan menyusun
sekitar 60% dari total protein plasma. Albumin memiliki massa molekul yang
relatif rendah dan konsentrasi yang tinggi sehingga albumin bertanggung jawab
atas 75-80% dari tekanan osmotik plasma manusia. Albumin yang merupakan
sebuah komponen protein yang ada di dalam darah, dan peran utama protein yang
diproduksi oleh organ hati ini adalah mengatur tekanan osmotik dalam darah.
Serta jumlah albumin harus seimbang agar tidak menyebabkan cairan dalam
darah menyebar kebagian tubuh yang lain. (Luvriyani, 2019).
Albumin terdapat diruangan ekstravaskuler atau di luar sirkulasi darah,
antara lain cairan limfe, cairan empedu, dan cairan lambung. Albumin disentesa
dalam sel hati dengan jumlah sekitar 13,6 gram per hari, dengan waktu paruh
albumin dalam tubuh sekitar 14-20 hari. Albumin juga merupakan protein utama
yang dibuat oleh sel hati, sampai sekarang hati masih diduga yang merupakan
satu-satunya organ pembuat albumin, sehingga kerusakan dari sel-sel hati akan
mempengaruhi produksi albumin tersebut. (Bakri, 2021).
Albumin dalam tubuh manusia sekitar 55-60% dan total kadar protein
serum normal 3,8- 5,0 g/dl, yang mana merupakan protein plasma terbanyak 2
dalam tubuh. Albumin tersusun atas rantai tunggal polipeptida, bobot molekul
66,4 kDa lalu tersusun atas 585 asam amino. Jika albumin dikategorikan dari

iii
asam amino penyusunannya, albumin ikan gabus tergolong protein lengkap, di
susun dari asam amino esensial dan non esensial, Kandungan Albumin banyak
terkandung pada bahan makanan yaitu telur, (albumin telur), susu (laktal
albumin) dan darah (albumin serum) (Jamaluddin, 2020).
Ikan gabus mengandung asam amino dan asam lemak dengan kadar yang
tinggi dan memiliki kemampuan bagus dalam proses penyembuhan luka. ekstrak
daging ikan gabus mengandung asam amino dan asam lemak yang penting dalam
sintesis serat kolagen, terutama glisin, selama proses penyembuhan luka. asam
amino yang dikandung dalam daging ikan gabus di antaranya asam amino arginin
(3,55%), valin (7,58%), isoleusin (5,36%), asam aspartat (16,09%), tirosin
(1,99%), alanin (15,62%), dan tirosin (2,68%). Albumin yang dikandung dalam
daging ikan gabus berperan penting dalam peredaran dan farmakodinamik obat
antikanker. Jumlah albumin dalam plasma darah manusia kurang lebih 60% atau
4,5 g tiap 100 mL plasma darah. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan
albumin dalam tubuh adalah dengan pemberian albumin serum manusia (Human
Serum Albumin, HSA) (Alviodinasyari, 2019).
Pada manusia, albumin serum berfungsi sebagai modulator yang signifikan
dari tekanan onkotik plasma dan pengangkut ligan endogen dan eksogen (obat-
obatan). Dalam pengobatan klinis, albumin serum dapat diukur melalui pengujian
laboratorium serum standar, dan ukuran ini telah digunakan sebagai penanda
yang sangat sensitif untuk status gizi pasien secara individu (Moman, 2020).
Albumin juga merupakan cairan koloid yang diberikan kepada pasien yang
membutuhkan resusitasi cairan, terutama dalam keadaan trauma (yaitu syok
hipovolemik) atau dalam keadaan paracentesis volume besar. Sebagai nilai
laboratorium, albumin serum juga dapat membantu dokter mengenai wawasan
fungsi hati pasien atau kemampuan untuk biosintesis protein dan faktor penting
untuk homeostasis tubuh total (Moman,2020).

iv
1.2. Tujuan Praktikum
1. Mampu menjelaskan prinsip pengujian albumin urin
2. Mampu mengukur kadar albumin urin

v
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Plasma Darah mengandung berbagai bentuk garam mineral didalamnya.


Fungsi garam mineral adalah untuk dapat mengatur suatu tekanan osmotik dan
juga PH darah. Protein yang terdapat didalam darah (protein darah) tersebut terdiri
dari albumin, globulin, dan juga fibrinogen (Thomy, 2018).
Albumin adalah protein yang ada dalam darah yang diperlukan oleh tubuh untuk
memelihara dan memperbaiki jaringan. Albumin adalah protein plasma utama yang
berperan penting dalam menimbulkan tekanan osmotik koloid plasma dan juga
merupakan protein yang larut dalam air dan larutan garam konsentrasi sedang. Albumin
berperan sebagai protein transport untuk anion organik besar seperti bilirubin, asam
lemak, obat, dan juga hormon ketika globulin pengikat spesifik mereka tersaturasi.
Albumin merupakan komponen protein plasma. Albumin serum manusia (HSA) adalah
reaktif fase akut dengan sifat antioksidan. (Triana, 2018)
Albumin merupakan protein terbanyak dalam serum. Lebih separuh dari
protein serum adalah albumin. Ini berarti, konsentrasi albumin serum adalah
antara 3,86 g/dL 4,14 g/dL. Albumin serum adalah suatu protein. Protein ini suatu
monomer, artinya protein yang terdiri atas satu rantai polipeptida saja. Perubahan
konsentrasi albumin serum biasanya terjadi dalam bentuk penurunan
(hipoalbuminemia). Berbagai keadaan dapatme nyebabkan hipoalbuminemia
dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar. Kelompok pertama ialah
hypoalbuminemia yang disebabkan oleh kurangnya ketersediaan bahan mentah
sintesis protein, yaitu asam –asam amino yang berasal dari makanan. Kelompok
kedua ialah yang disebabkan oleh gangguan tempat sintesis, yaitu organ hati.
Kelompok ketiga disebabkan oleh terjadinya kehilangan albumin melalui alat
pembuangan atau ekskresi (Purba,2020).
Albumin adalah protein yang dapat larut dalam air dapat di endapkan
dengan penambahan amonium sulfat hingga jenuh. Albumin berperan penting
dalam kesehatan dan penyakit, albumin merupakan penyumbang utama Oncotic
Kaloid Tekanan (COP) yang mengikat molekul endogen dan eksogen, koagulasi
6
menengahi dan membantu untuk mempertahankan permeabilitas mikrovaskular
normal dibidang kesehatan, tingkat sintesis di pengaruhi secara dominan oleh
COP. ketika COP menurun, meningkatkan sintesis albumin (memang koreksi hipo
albuminemia oleh sintesis infus kaloid secara signifkan dapat menekan sintesis
albumin) peradangan berkurang albumin (Syarif,2019).
Albumin merupakan protein terbesar di darah. Jumlah albumin di dalam
protein serum darah hewan sekitar 35 –50 % . Albumin juga berfungsi sebagai
alat transportmineral seperti Zn yang akan mengaktifkan enzim untuk
pembentukan produk ternak. Albumin berikatan kuat dengan 60% hormon
estradiol dan 38% hormon testosteron yang berfungsi sebagai hormon reproduksi
pada Penurunan dan kenaikan kadar albumin darah dipengaruhi oleh asupan
protein ke dalam tubuh, kondisi saluran pencernaan, dan penyakit
(Iskandar,2020).
Albumin dalam tubuh manusia dewasa disintesa oleh hati sekitar 100 – 200
mikrogram per gram jaringan hati per hari, didistribusikan secara vaskuler dalam
plasma dan secara ekstravaskuler dalam kulit sebesar 40-60%, dihati 15%, ginjal
sekitar 10 %, dan 10 % sisanya merembes ke dalam saluran cerna melalui dinding
lambung. Sintesa albumin dalam sel hati dilakukan dalam dua tempat, tempat
pertama pada polisom bebas dimana dibentuk albumin untuk keperluan
intravaskuler. Tempat yang kedua berada di dalam poliribosom yang berkaitan
dengan retikulum endoplasma dimana dibentuk albumin untuk didistribusikam ke
seluruh tubuh.Sintesa albumin pada orang sehat memiliki kecepatan 194
mg/kg/hari. Keadaan normal hanya 20-30 % hepatosit yang memproduksi
albumin (Iskandar,2020).
Albumin urine adalah protein dominan pada Sebagian besar penyakit ginjal,
sehingga semua faktor yang memengaruhi ACR urine juga memengaruhi PCR
(Susianti, 2019).
Mikroalbuminuria berarti pengeluaran albumin dalam jumlah yang sangat
sedikit di urine sehingga tidak terdeteksi dengan cara yang biasa. Kadarnya

7
bervariasi dari 2-20 mg/dL atau dari 20-200 mg/L. Kadar yang kurang 15 mg/L
dianggap normal dan bila > dari 20 mg/L dianggap patologis. Pengukuran kadar
albumin memakai antibodi spesifik terhadap albumin yang kemudian dikat
dengan konjugat enzim yang akan mengubah warna substrat dari putih sampai
merah. Metode yang sering dipakai berupa imunochromatography atau lateral
flow test. Adanya mikroalbuminuria pada penderita diabetes menunjukkan
terjadinya komplikasi nefropati, yang harus segera dicegah progresivitas
glomerulopatinya agar tidak jatuh ke dalam gagal ginjal. Ekskresi albumin ini
dapat juga dilaporkan sebagai rasio terhadap kreatinin urine sehingga didapatkan
rasio albumin: kreatinin urine dalam satuan mg/g kreatinin (Nugraha, 2019).
Nefropati diabetik merupakan komplikasi mikrovaskular diabetes yang
secara klinis ditandai dengan manifestasi mikroalbuminuria yang terus
berkembang menjadi albuminuria di ikuti dengan penurunan laju filtrasi
glomerulus yang berlangsung selama jangka waktu yang panjang, sering selama
10 sampai 20 tahun. Nefropati diabetik merupakan penyebab ketiga jatuhnya
gagal ginjal ke stadium akhir (Faradilla, 2017). Mikroalbuminuria penting untuk
dikontrol karena menjadi indikator perjalanan penyakit Diabetes Melitus tipe 2
(Ritonga, 2018).
Proteinuria adalah adanya protein dalam urine yang melebihih 300 mg.
Proteinuria berarti konsentrasi protein melebihi 0,3 g/L dalam urin 24 jam, atau
pemeriksaan kualitatif menunjukkan +1 atau +2 atau 1 g/L atau lebih dalam urine
yang dikeluarkan kateter atau midstream yang diambil minimal dua kali dengan
jarak 6 jam. Proteinuria merupakan gejala umum penyakit ginjal namun tidak
spesifik. Proteinuria ortostatik dapat terjadi disebabkan oleh peningkatan
sementara albuminuria. Proteinuria benigna terjadi pada orang dewasa muda dan
dapat disebabkan setelah melakukan olahraga yang berat (Tandra, 2018).
Proteinuria adalah ciri khas penyakit ginjal. Oleh karena itu, pengukuran
kandungan protein urin memainkan peran sentral dalam setiap pekerjaan
diagnostik untuk penyakit ginjal. Dalam banyak kasus, analisis proteinuria

8
terbatas pada pengukuran kandungan protein total karena mengetahui bahwa
kadar proteinuria (proteinuria nefrotik) yang sangat tinggi merupakan
karakteristik penyakit glomerulus. Meski begitu, proteinuria juga bisa menjadi
manifestasi dari gangguan reabsorpsi protein tubular atau bahkan fisiologis.
Ulasan ini akan membahas fisiologi penanganan protein ginjal dan memberikan
panduan tentang analisis yang lebih canggih dari proteinuria yang membedakan
albumin, protein dengan berat molekul rendah dan imunoglobulin (Bökenkamp,
2020).
Tes non-invasif ini tersedia di sebagian besar laboratorium klinis rutin dan
dapat memandu dokter dalam proses diagnostik sebelum memesan diagnostik
yang jauh lebih mahal (tes genetik molekuler) dan / atau invasif (biopsi ginjal).
Sementara ada hubungan antara proteinuria nephrotic range dan penyakit
glomerular, ada banyak tumpang tindih dengan penyakit non-glomerular yang
juga dapat menyebabkan proteinuria besar dan albuminuria. Proteinuria patologis
dapat terjadi akibat dua mekanisme utama (atau kombinasi keduanya):
(i) permeabilitas yang berlebihan dari penghalang glomerulus untuk
protein
(ii) gangguan reabsorpsi protein di tubulus proksimal (Bökenkamp, 2020).

9
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat Praktikum


Hari/Tanggal : Selasa, 06 Februari 2024

Waktu : 10.00 – 11.50 WITA

Tempat : Lab Biokimia Fakultas Kedokteran Untad

3.2. Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini, yaitu:

1. Dua buah tabung sentrifuse


2. Tiga buah tabung reaksi
3. Pipet volumetri
4. Sentrifuge
5. Spektrofotometer
6. Inkubator
3.3. Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini, yaitu:

1. Sampel urin yang didiamkan selama 24 jam


2. Aquades
3. Reagen biuret (berisi CuSO4, Na-K Tartrat, NaOH, dan KJ)
4. Albumin standard (0,5 g/100 mL)
3.4. Prosedur
3.4.1. Pemisahan Fraksi Albumin dan Globulin

1. Dimasukkan 4,5 mL aquades ke dalam tabung sentrifuse


2. Ditambahkan 0,5 mL urin ke dalam tabung sentrifuse yang telah
berisi aquades
3. Larutan disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit
10
4. Setelah disentrifugasi selama 10 menit, supernatan yang berisi
albumin dipindahkan ke dalam tabung baru
3.4.2. Pembuatan Standar, Sampel, dan Blanko
1. Dimasukkan 3 mL larutan biuret ke dalam tabung reaksi yang
masing-masing telah diberi label sampel, standard, dan blanko
2. Ditambahkan 2 mL albumin standard ke dalam tabung standard
3. Diambil 2 mL suspensi sampel dan dipindahkan ke dalam
tabung sampel
4. Ditambahkan 2 mL aquades ke dalam tabung blanko
5. Ketiga tabung reaksi diinkubasi pada suhu 37oC selama 10
menit
6. Absorbansi tabung sampel, standard dan blanko diukur
dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 540 nm

11
BAB IV
HASIL PERCOBAAN

4.1. Tabel Hasil Pengamatan

No. Larutan Hasil Gambar

Supernatan
mengandung
Pemisahan Albumin albumin sedangkan
1.
dan Globulin presipitat
mengandung
globulin

2. Standar 0,0523

3. Sampel 0,018

4.2. Perhitungan

12
A Sampel− A Blanko
Konsentrasi Albumin = x Standar x pengenceran
A Standar− A Blanko

0,018
Konsentrasi Albumin = x 0 ,5 x 10
0,0523

Konsentrasi Albumin = 0,172 gr/ 100 ml

13
BAB V
PEMBAHASAN

Urine sebagai produk metabolisme memiliki kandungan berbagai zat yang


sudah tidak digunakan lagi oleh tubuh. Contoh zat yang terkandung dalam urin
yaitu nitrogen, urea dan amonia. Kandungan urin menjadi indikasi berbagai fungsi
organ dalam tubuh yang berkaitan dengan metabolisme dan ekskresi misalnya
pemeriksaan kondisi ginjal, liver, dan pankreas. Keberadaan zat yang masih
berguna dalam urin menandakan bahwa adanya kesalahan fungsi organ ekskresi
atau adanya gangguan pada ginjal yang berperan sebagai filter. Salah satu zat
yang masih berguna bagi tubuh yang sering terdapat dalam urin yaitu protein.
Dalam pemeriksaan protein dalam urin, ada 3 jenis spesimen urin yang
dapat digunakan yaitu urin sewaktu, urin pagi dan urin 24 jam. Urin sewaktu
adalah jenis urin yang diambil tanpa memperhatikan waktu-waktu yang
ditentukan secara khusus. Urin sewaktu ini biasanya cukup baik untuk
pemeriksaan badan tanpa pendapat khusus dan tidak akan berguna juga digunakan
untuk menentukan proses-proses metabolik dalam tubuh.
Urin pagi adalah urin pertama yang dikeluarkan setelah bangun tidur yang
komposisinya lebih pekat dibandingkan dengan urin yang dikeluarkan pada siang
hari. Urin pagi baik digunakan untuk pemeriksaan sedimen, berat jenis, tes
kehamilan dan protein. Urin 24 jam merupakan urin yang telah diambil dan
disimpan selama 24 jam. Dalam 24 jam komposisi dan konsentrasi urin dapat
berubah secara terus menerus yang variasi konsentrasi urin dapat ditentukan oleh
waktu pengambilan dan aktivitas sebelum pengambilan urin. Pada praktikum kali
ini jenis urin yang digunakan adalah urin 24 jam, karena dalam melakukan
pemeriksaan albumin dalam urin diperlukan pula urin yang memiliki komposisi
yang baik atau yang telah dikumpulkan dalam waktu tertentu atau 24 jam.
Albumin merupakan salah satu protein utama dalam plasma manusia dan
menyusun sekitar 60% dari total protein plasma. Kadar albumin normal dalam
urin berkisar antara 0-1 g/mL atau 0-100 g/100 mL. Keberadaan albumin dalam
air dengan jumlah yang melebihi batas normal, dapat mengindikasikan terjadinya

14
gangguan dalam proses metabolisme tubuh. Selain kondisi normal, ada keadaan
dimana kadar albumin di dalam urin berada dalam kadar yang tidak normal yang
disebut dengan albuminuria. Albuminuria atau biasa juga disebut sebagai
proteinuria adalah gejala penyakit ginjal dimana kadar albumin di dalam urin
berada jumlah yang berlebih. Ginjal yang tidak sehat akan membiarkan albumin
mengalir dari darah ke urin. Ginjal yang rusak memungkinkan beberapa albumin
masuk ke dalam urin. Semakin sedikit albumin yang terdapat di dalam di dalam
urin, maka akan semakin baik.
Apabila ginjal mengalami gangguan atau bahkan rusak, maka fungsi
penyaring ginjal pun akan terganggu. Kondisi inilah yang membuat albumin tidak
tersaring dan bocor. Albumin inilah nantinya akan terbuang bersama urin.
Pemeriksaan albumin bersama dengan kreatin pada urin dilakukan untuk
mendeteksi gangguan atau penyakit pada ginjal yang diakibatkan oleh adanya
komplikasi diabetes atau hipertensi. Seseorang yang kadar albumin dan kreatinnya
meningkat dalam kadar yang sedikit, ada kemungkinan mengidap penyakit ginjal
tahap awal. Namun, apabila kadar albumin dan kreatinin menjadi sangat tinggi,
maka hal tersebut mengindikasikan penyakit ginjal yang lebih parah.
Dalam melakukan pemeriksaan protein dalam urin, ada beberapa metode
yang digunakan, namun metode alternatif yang sering digunakan dalam
pemeriksaan kadar albumin urin dengan metode carik celup. Metode carik celup
ini merupakan metode yang sangat efektif karena hasilnya lebih cepat, biayanya
lebih murah, lebih mudah dilakukan dan dapat dipercaya. Hasil pemeriksaanya 16
dapat dibaca secara manual maupun secara semiautomatik. Namun metode ini
merupakan metode pemeriksaan yang peka terhadap fluktuasi kandungan air
dalam urin sehingga kepekatan dalam urin dapat menyebabkan hasil pemeriksaan
yang tinggi palsu dan rendah palsu. Selain itu berbagai variasi sensitivitas dan
spesifisitas yang luas yang didapat bergantung dari waktu pengambilan sampel
dan kondisi probandus.
Pada praktikum kali ini, dilakukan pemeriksaan albumin dari sampel urin
dengan menggunakan Reagen biuret (berisi CuSO₄, Na-K Tartrat, NaOH, dan
KJ). Untuk pemeriksaan albumin, hal pertama yang harus dilakukan adalah

15
mengambil sampel urin yang telah dicampurkan dengan aquades kemudian
disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Setelah itu, diambil
supernatan yang berisi albumin. Kemudian dilakukan pembuatan blanko, dengan
cara memasukkan 3 mL larutan biuret ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan
lagi dengan 2 mL aquades lalu di inkubasi pada suhu 37 oC selama 10 menit.
Untuk pembuatan sampel dan standard, prosedur yang dilakukan hampir sama
dengan pembuatan blanko, yang membedakan hanyalah sampelnya. Untuk
pembuatan standard, maka sampel yang digunakan adalah albumin standard.
Sedangkan untuk pembuatan sampel, maka sampel yang digunakan adalah sampel
urin. Setelah semuanya di inkubasi pada suhu 37 derajat C selama 10 menit, maka
sampel, standard dan blanko diukur absorbansinya menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm.
Pada praktikum kali ini, terkhusus probandus kelompok 3 didapatkan nilai,
absorbansi standar 0,0523 dan nilai abrosbansi sampel 0,018. Kemudian
dimasukkan ke dalam rumus perhitungan kosentrasi albumin didapatkan nilai
akhir 0,172 gr/100 ml yang termasuk dalam kategori normal. Dengan
diperolehnya kadar albumin pada sampel urin probandus yang normal, maka
dapat dikatakan bahwa probandus tidak mengalami gangguan dalam proses
metabolisme tubuh.
Albuminuria di bagi menjadi mikroalbuminuria dan makroalbuminuria.
Mikroalbuminuria terjadi apabila laju ekskresi albumin berada diantara 2 hingga
200 µg/menit atau 30-300 mg/24 jam. Sedangkan makroalbuminuria terjadi
apabila laju ekskresi albumin melebihi 200 µg/menit atau 30-300 mg/24 jam.
Mikroalbuminuria merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
peningkatan sedang dalam tingkat albumin urin. Ini terjadi pada saat ginjal
membocorkan sedikit albumin ke dalam urin, atau dengan kata lain, pada saat
terjadi permeabilitas tinggi albumin di glomerulus ginjal. Mikroalbuminuria
diakibatkan oleh asupan protein hewani, lemak hewani, dan kolesterol dalam
makanan yang tinggi, infeksi, demam, gagal jantung kongestif, hiperglikemia,
hipertensi, dan penyebab lainnya yang dapat mengubah kedua pengiriman protein
dan hemodinamik glumerulus. Mikroalbuminuria merupakan prediktor merugikan

16
yang penting dari hasil glikemik pada pradiabetes. Orang dengan pradiabetes
dengan peningkatan mikroalbuminuria bahkan dalam kisaran yang disebut normal
dikaitkan dengan peningkatan perkembangan menjadi diabetes dan penurunan
pembalikan menjadi normoglikemia. Oleh karena itu, individu pradiabetes dengan
mikroalbuminuria memerlukan intervensi yang lebih agresif untuk mencegah
diabetes di dalamnya. Diabetes melitus menyebabkan perubahan progresif ke arah
ginjal sehingga menyebabkan diabetik renal nefropati. Gejala awal yang terjadi
pada penderita nefropati adalah peningkatan kadar albumin urin.

17
BAB VI
PENUTUP

6.1. Kesimpulan

1. Rentang normal kadar albumin urin yaitu 0-1 g/mL atau 0-100 g/100 mL.
2. Albumin merupakan salah satu protein utama dalam plasma manusia dan
menyusun sekitar 60% dari total protein plasma
3. Keberadaan albumin dalam air dengan jumlah yang melebihi batas
normal, dapat mengindikasikan terjadinya gangguan dalam proses
metabolisme tubuh.
4. Albuminuria di bagi menjadi mikroalbuminuria dan makroalbuminuria.
5. Mikroalbuminuria terjadi apabila laju ekskresi albumin berada diantara 2
hingga 200 µg/menit atau 30-300 mg/24 jam
6. Makroalbuminuria terjadi apabila laju ekskresi albumin melebihi 200
µg/menit atau 30-300 mg/24 jam

6.2. Saran

Percobaan yang dilakuakan harus sesuai dengan prosedur dan dengan


ketelitian yang baik, karena apabila tidak dilakukan dengan baik dan teliti,
maka akan berpengaruh terhadap hasil akhir percobaan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Alviodinasyari, R., Pribadi, E. S., Soejoedono, R. D. 2019. Kadar Protein


Terlarut Dalam Albumin Ikan Gabus (Channa Striata Dan Channa
Micropeltes) Asal Bogor Soluble Rotein Concentration In Snakehead Fish
Albumin Bogor Origin (Channa Striata And Channa Micropeltes). Jurnal
Veteriner, 20(3): 436-444 Viewed on 7 Februari 2024. Available at :
https://ojs.unud.ac.id

Bakri, S. H. 2021. Upaya Peningkatan Kesehatan dan Gizi Ibu Hamil. Bandung:
Media Sains Indonesia.

Bökenkamp, A. 2020. Proteinuria—take a closer look. Pediatric Nephrology,


35(4). Viewed on 7 Februari 2024. Available at : https://ncbi.nlm.nih.gov

Iskandar. 2020. Pengaruh Multinutrisi Blok (MNB) sebagai Pakan Pelengkap


terhadap Kadar Albumin, Globulin dan Perbandingan A/G pada Kambing
Lokal. Journal Sains Peternakan Indoensia, 15(2). . Viewed on 7 Februari
2024. Available at : https://ejornal.unib.ac.id

Jamaluddin, J., Gunawan, G., Nurhafsah, S., Jerni, P. A., Okvhyanitha, D.,
Mantika, A. F., Widodo, A. 2020. Kadar Albumin Pada Ikan Sidat Anguilla
marmorata Q Gaimard dan Anguilla bicolor Asal Sungai Palu dan Danau
Poso. Ghidza: Jurnal Gizi dan Kesehatan, 4(1): 60-68. . Viewed on 7
Februari 2024. Available at : https://https://scholar.google.com

Luvriyani, Eva. 2019. Gambaran Kadar Albumin Pada Ibu Hamil Trimester III di
Puskesmas Watubelah Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon. Jurnal An
nasher, 1(1): 1-8. . Viewed on 7 Februari 2024. Available at :
https://ejournal.aakannasher.ac.id

Moman, R. N., Gupta, N., & Varacallo, M. 2020. Physiology, Albumin. Treasure
Island: StatPearls Publishing.

19
Nugraha et al. 2019. Analisis Cairan Tubuh dan Urine. Surabaya: Airlangga
University Press dengan PIPS Unair.

Purba, H., Purba, S., K., R., Napitupulu, L. 2020. Pemeriksaan Kadar Albumin
pada Pasien Penderita Diabetes Melitus Tipe II yang Rawat Inap di Rumah
Sakit Adam Malik. The Indonesian Journal of Medical Laboratory, 1(1): 19-
25. Viewed on 7 Februari 2024. Available at: https://ijml.jurnalsenior.com

Ritonga, E. E. P., Lim, H., & Silangit, T. 2018. Hubungan Diabetes Melitus Tipe
2 Dengan Mikroalbuminuria Pada Usia Dewasa Di Klinik Prodia Medan
Pada Tahun 2017. Jurnal Kedokteran Methodist, 11(1): 115-118. . Viewed
on 7 Februari 2024 From: www.methodist.ac.id.

Susianti, H. 2019. Memahami Interpretasi Pemeriksaaan Laboratorium Penyakit


Ginjal Kronis. Malang: Universitas Brawijaya Press.

Syarif, J., Indrawati, A., & Marselina, M. 2019. Gambaran Kadar Albumin Darah
pada Usia Lanjut yang Tinggal di Jalan Bung Lorong 10 Kecamatan
Tamalanrea Makassar. Jurnal Media Laboran, 9(2): 44-48. Viewed on 7
Februari 2024. Available at : https://uit.e-journal.id

Tandra, H. 2018. Petunjuk Praktis Mencegah dan Mengalahkan Sakit Ginjal


dengan Diet Benar dan Hidup Sehat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Thomy, Z. dan Harnelly, E., 2018. Buku Ajar Dasar-Dasar Biologi Sel Dan
Molekuler: Buku Untuk Mahasiswa. Aceh: Syiah Kuala University Press.

Triana, N. 2018. Interprofessional Education Di Institusi Dan Rumah Sakit. Sleman : Cv


Budi Utama.

20

Anda mungkin juga menyukai