Anda di halaman 1dari 23

Laporan Praktikum

EVALUASI GIZI

USM

Disusun oleh :

1. Cahyo Kurniawan (D.1111.19.0037)


2. Inas Aulia Fadhna (D.111.19.0042)

Kelas FTP A (pagi)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS SEMARANG

SEMARANG

2021
Acara 1
Uji Vitamin C

A. Tujuan

Untuk mengetahui perbedaan vitamin C pada produk pangan dan pengolahannya

B. Dasar Teori

Vitamin merupakan suatu molekul organik yang sangat diperlukan tubuh untuk proses
metabolisme dan pertumbuhan yang normal. Vitamin bukan karbohidrat, protein
maupun lipid. Tubuh tidak dapat mensintesis vitamin-vitamin. Vitamin berdasarkan
kelarutannya di dalam air, ada dua yaitu vitamin yang larut di dalam air (vitamin B
dan vitamin C) dan vitamin yang tidak larut di dalam air (vitamin A, D, E, dan K).
Karena larut dalam air, vitamin C mudah diserap dalam usus halus, dari mana ia
langsung masuk ke dalam darah vena porta ke hati dan dari sana ke seluruh tubuh.
Vitamin ini disimpan dalam banyak jaringan, tetapi terutama banyak sekali dalam
organ yang berhubungan dengan aktivitas metabolisme (Tarrant, 1989).Struktur kimia
vitamin C terdiri dari rantai 6 atom C dan kedudukannya tidak stabil (C6H8O6),
karena mudah bereaksi dengan O2 di udara menjadi asam dehidroaskorbat.
(Lehninger, 1982)
Vitamin dibagi ke dalam dua golongan. Golongan pertama oleh Kodicek (1971)
disebut prakoenzim (procoenzyme), dan bersifat larut dalam air, tidak disimpan oleh
tubuh, tidak beracun, diekskresi dalam urine. Yang termasuk golongan ini adalah
tiamin, riboflavin, asam nikotinat, piridoksin, asam kolat, biotin, asam pantotenat,
vitamin B12 (disebut golongan vitamin B) dan vitamin C. Golongan kedua yang larut
dalam lemak disebutnya alosterin, dan dapat disimpan dalam tubuh. Apabila vitamin
ini terlalu banyak dimakan, akan tersimpan dalam tubuh, dan memberikan gejala
penyakit tertentu (hipervitaminosis), yang juga membahayakan. Kekurangan vitamin
mengakibatkan terjadinya penyakit difisiensi, tetapi biasanya gejala penyakit akan
hilang kembali apabila kecukupan vitamin tersebut sudah terpenuhi (Poedjiadi,
1994).Vitamin C mudah larut dalam air sehingga apabila vitamin C yang dikonsumsi
melebihi yang dibutuhkan, kelebihan tersebut akan dibuang dalam urine. Karena tidak
disimpan dalam tubuh, vitamin C sebaiknya dikonsumsi setiap hari. Dosis rata-rata
yang dibutuhkan bagi orang dewasa adalah 60-90 mg/hari. Tetapi masih bisa melebihi
dosis yang dianjurkan, tergantung pada kondisi tubuh dan daya tahan tubuh masing-
masing orang yang berbeda-beda (Sudarmadji, 1989).
Salah satu fungsi utama dari vitamin C adalah mencegah sariawan dan gusi berdarah,
dengan cara pembentukan kolagen. Kolagen adalah protein yang fungsinya seperti
lem, merekatkan sel-sel kulit tulang dan otot, sehingga luka dan patah tulang atau
memar biru cepat sembuh. Pada pria dampak lanjut kekurangan vitamin C adalah
menurunnya kesuburan dan meningkatnya resiko kerusakan gen pada sperma yang
dapat menyebabkan cacat pada bayi. Fungsi utama dari vitamin C sebagai antioksidan
yaitu menetralkan racun dan radikal bebas dalam darah maupun cairan sel tubuh.
Dengan cara ini peran vitamin C mencegah terjadinya oksidasi kolesterol LDL dan
mencegah tersumbatnya pembuluh darah sehingga tidak menyebabkan hypertensi dan
penyakit jantung, juga menjaga kesehatan paru-paru karena menetralkan radikal bebas
yang masuk melalui pernafasan.
Vitamin C juga meningkatkan sel-sel darah putih yang dapat melawan infeksi
sehingga flu sembuh lebih cepat,membantu mengaktifkan asam folat,meningkatkan
penyerapan zat besi sehingga mencegah anemia,meregenerasi vitamin E sehingga bisa
dipakai lagi sebagai antioksidan.Vitamin c ada yang alami juga ada yang sintetik.asal
keduanya berbentuk L-ascorbic acid dan tidak memiliki perbedaan kinerja pada
keduanya (Siregar, 2009).Vitamin C sangat mudah dirusak oleh pemanasan, karena ia
mudah dioksidasi. Dapat juga hilang dalam jumlah yang banyak pada waktu
mencincang sayur-sayuran seperti kol atau pada menumbuk kentang (Harper, 1979).

Vitamin C dapat hilang karena hal-hal seperti:


1. Pemanasan, yang menyebabkan rusak/berbahayanya struktur
2. Pencucian sayuran setelah dipotong-potong terlebih dahulu
3. Adanya alkali atau suasana basa selama pengolahan
4. Membuka tempat berisi vitamin C, sebab oleh udara akan terjadi oksidasi yang
tidak reversible. Penambahan tomat atau jeruk nipis dapat mengurangi kadar
vitamin C (Poedjiadi, 1994).

C. Alat dan Bahan


Alat:
1. Beaker glass 600 mL (8 buah)
2. Pipet tetes (8 buah)
3. Pisau (1 buah)
4. Talenan (1 buah)
5. Kompor (1 buah)
6. Mortir stamper (1 buah)
7. Erlenmeyer 250 mL (8 buah)
8. Panci
9. pH universal
10. refractometer

Bahan:

1. cabai rawit hijau (segar dan blanching)


2. jeruk kuning & jeruk hijau
3. minuman nutrisari jeruk bali & ABC orange
4. tomat merah beef (segar dan blanching)
5. amilum
6. aquadest
7. larutan iodium 0,1N

D. Cara Kerja
1. Disiapkan sampel yang akan dilakukan pengujian:
2. Masing-masing sampel dipipet 5 mL dimasukan dalam Erlenmeyer, kemudian
ditambah aquadest 40 mL dan amylum 0,5 mL
3. Ditambah tetes demi tetes Iodium 0,1 N hingga berubah warna menjadi biru
tua.

E. Hasil Pengamatan
No Sampel Hasil pengamatan
1 Cabai rawit hijau segar 9 tetes
2 Cabai rawit hijau blanching 6 tetes
3 Minuman nutrisari jeruk madu 2 tetes
4 Minuman ABC orange 4 tetes
5 Jeruk hijau 8 tetes
6 Jeruk kuning 4 tetes
7 Tomat merah beef segar 2 tetes
8 Tomat merah beef blanching 2 tetes

F. Perhitungan
1. Cabe rawit segar = 0,45 X 8,8064 X 19,5 X 100 = 7,2%
2. Cabe rawit blanching = 0,3 X 8,8064 X 22,5 X 100 = 5,9%
3. Nutrisari jeruk = 0,1 X 8,8064 X 35 X 100 = 3,0%
4. ABC jeruk = 0,2 X 8,8064 X 35 X 100 = 6,1%
5. Jeruk hijau = 0,4 X 8,8064 X 35 X 100 = 12,3%
6. Jeruk kuning = 0,2 X 8,8064 X 35 X 100 = 6,1%
7. Tomat segar beef = 0,1 X 8,8064 X 222,3 X 100 = 19,5%
8. Tomat blanching beef = = 0,1 X 8,8064 X 252,1 X 100 = 22,2%

G. Pembahasan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan vitamin C pada produk pangan
dan pengolahannya. Adapun langkah percobaan yang dilakukan adalah kegiatan
pertama praktikan menghancurkan bahan makanan yang akan diuji dengan
menggunakan mortar. Langkah kedua praktikan membuat ekstrak bahan makanan
dengan menggunakan penyaring dan kertas saring kemudian mengisi tabung reaksi
masing masing dengan hasil filtratsi bahan makanan dengan volume sama lalu
menetesi filtrat bahan makanan dengan ±5 tetes larutan lugol dan praktikan
mengamati perubahan warnanya.Vitamin merupakan suatu molekul organik yang
sangat diperlukan tubuh untuk proses metabolisme dan pertumbuhan yang normal.
Vitamin bukan karbohidrat, protein maupun lipid. Tubuh tidak dapat mensintesis
vitamin-vitamin. Vitamin berdasarkan kelarutannya di dalam air, ada dua yaitu
vitamin yang larut di dalam air (vitamin B dan vitamin C) dan vitamin yang tidak
larut di dalam air (vitamin A, D, E, dan K). Karena larut dalam air, vitamin C mudah
diserap dalam usus halus, dari mana ia langsung masuk ke dalam darah vena porta ke
hati dan dari sana ke seluruh tubuh. Vitamin ini disimpan dalam banyak jaringan,
tetapi terutama banyak sekali dalam organ yang berhubungan dengan aktivitas
metabolisme (Tarrant, 1989).
Vitamin C merupakan asam askorbat, senyawa kimia yang larut dalam air (Perricone,
2007:117). Pengujian kadar vitamin C dilakukan dengan menggunakan betadine
sebagai indikator adanya vitamin C. Pada kemasan betadine tertera kandungan
betadine berupa povidone iodine 10% yang setara dengan iodine 1%. Disinilah iodine
berperan sebagai indikator yang bereaksi dengan asam askorbat setetes demi setetes
untuk menghilangkan warna iodine. Oleh karena itu metode ini disebut metode titrasi
iodometri.
Dalam praktikum ini, digunakan 8 sampel produk pangan yaitu cabai rawit hijau
segar,cabai rawit hijau blanching,minuman nutrisari jeruk madu, minuman ABC
orange,jeruk hijau, jeruk kuning,tomat merah beef segar dan tomat merah beef
blanching. Ke delapan bahan tersebut akan di uji kandungan vitamin c. Dari
kedelapan pengujian diatas, larutan iodine (betadine) jika ditetesi dengan vitamin C
atau asam askorbat akan menghasilkan molekul asam askobat yang mengikat molekul
iodine. Hal itu terjadi karena molekul vitamin C lebih besar daripada molekul
iodine.Semakin banyak vitamin C yang terkandung pada bahan makanan, maka dia
akan mengikat molekul zat warna iodine lebih banyak juga. Jadi warna yang
dihasilkan pada bahan makanan yang mengandung banyak vitamin C menjadi bening
atau keruh menunjukkan tidak ada lagi molekul zat warna iodine bebas karena sudah
diikat oleh molekul vitamin C. Sedangkan apabila kandungan vitamin C pada larutan
sedikit, maka zat warna iodine tidak dapat terikat sempurna.
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan semua bahan makanan yang diuji
menggunakan larutan iodine menghasilkan perubahan warna setelah di tetesi dengan
larutan penguji, yaitu setelah di tetesi dengan larutan iodine, warna larutan iodine
menghilang atau memudar, hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada lagi molekul zat
warna iodine bebas karena sudat terikat oleh molekul vitamin C. sehingga semua
bahan makanan yang di ujikan mengandung vitamin C. Akan tetapi praktikan tidak
dapat menentukan kuantitas vitamin C dari setiap bahan makanan yang di ujikan,
dikarenakan percobaan ini menggunakan variable kontrol jumlah tetesan larutan
iodine atau lugol. Dimana larutan lugol ini sebenarnya dapat menjadi indikator dalam
menentukan perbandingan seberapa besar kandungan vitamin C dalam bahan
makanan yang diujikan seperti cabai rawit hijau segar,cabai rawit hijau
blanching,minuman nutrisari jeruk madu, minuman ABC orange,jeruk hijau, jeruk
kuning,tomat merah beef segar dan tomat merah beef blanching.
Percobaan kuantitas kandungan vitamin C bisa dilakukan dengan menjadikan jumlah
tetesan larutan lugon menjadi sebuah variable bebas yang digunakan dalam
percobaan, namun dalam percobaan ini praktikan tidak melakukan uji kuantitas
kandungan vitamin C pada setiap bahan uji.Selama ini, sebagian besar dari kita
berpikir sumber vitamin C paling utama terdapat pada buah jeruk. Cabai adalah salah
satu jenis makanan yang kaya akan gizi. Cabai memiliki kadar vitamin C dan
betakaroten (provitamin A) yang lebih tinggi daripada buah-buahan seperti jeruk,
nanas, mangga, dan semangka.Di antara berbagai jenis cabai, cabai hijau adalah jenis
cabai yang paling banyak mengandung vitamin C. Kandungan vitamin C pada cabai
hijau diketahui jauh lebih tinggi dari kandungan vitamin C pada cabai merah dan
cabai rawit
H. Kesimpulan
Pada praktikum kali ini dapat ditarik kesimpulan bahwa kadar vitamin C paling tinggi
yaitu pada buah tomat merah beef yang diblanching dengan hasil 22.2%.l
(Fatchurrozak, dkk., 2013). Vitamin C adalah vitamin yang dapat larut dalam air.
Vitamin C tidak disimpan melainkan dikeluarkan oleh system pembuangan tubuh.
Sehingga membutuhkan asupan vitamin tersebut setiap hari. Vitamin C langsung
diserap melalui saluran darah dan ditransportasikan ke hati, dan mekanisme
penyerapan dalam usus halus difusi pasif (lambat) (Rahayu, 2010). Adapun beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi kadar vitamin C pada setiap jenis buah-buahan
sehingga tiap jenis buah dan setiap daerah memiliki kadar vitamin C yang berbeda :
Faktor dalam atau faktor pembawaan (genetik) yang berpengaruh terhadap hasil
panen yaitu rasa, bau (aroma), komposisi kimia, nilai gizi dan kemampuan
produksinya (produktivitas).

I. Daftar Pustaka

Harjadi, W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: PT Gramedia.


Harper, H.A. 1979. Biokimia. Diterjemahkan oleh Martin M. EGC, Jakarta: PT
Imma, N. 2009. Penentuan Kadar Vitamin C. Jakarta: UI Press.
Lehninger. 1982. Dasar – Dasar Biokimia. Jakarta. Erlangga.
Perricone, N. 2007. The Perricone Perscription. Serambi Ilmu Semesta: Jakarta.
Diambil dari
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI-Press.
Sudarmaji, Slamet. Dkk. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta:
Penerbit Liberty.
Tarrant, 1989. Basic Collage Chemistry. London: Harper and Row Publisher.
J. Lampiran
Acara 2
Uji Keasaman (pH)

A. Tujuan
Untuk mengetahui perbedaan keasaman pada produk pangan dan pengolahannya

B. Dasar Teori
pH merupakan skala yang menunjukkan kadar hidrogen yang melarut dalam suatu
larutant li mana:

pH = -log[H+]

pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman


atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Ia didefinisikan sebagai
kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut. Koefisien aktivitas ion
hidrogen tidak dapat diukur secara eksperimental, sehingga nilainya didasarkan
pada perhitungan teoretis. Skala pH bukanlah skala absolut. Ia bersifat relatif
terhadap sekumpulan larutan standar yang pH-nya ditentukan berdasarkan
persetujuan internasional (Chang, 2003)

Rahayu (2009) berpendapat bahwa larutan dengan harga pH rendah dinamakan


"asam” sedangkan yang harga pH-nya tinggi dinamakan "basa". Skala pH
terentang dari 0 (asam kuat) sampai 14 (basa kuat) dengan 7 adalah harga tengah
mewakili air murni (netral).
Konsep pH pertama kali diperkenalkan oleh kimiawan Denmark Søren Peder
Lauritz Sorensen pada tahun 1909. Tidaklah diketahui dengan pasti makna
singkatan "p" pada "PH". Beberapa rujukan mengisyaratkan bahwa p berasal dari
singkatan untuk power p (pangkat), yang lainnya merujuk kata bahasa Jerman
Potenz (yang juga berarti pangkat), dan ada pula yang merujuk pada kata
potential. Jens Norby mempublikasikan sebuah karya ilmiah pada tahun 2000
yang berargumen bahwa p adalah sebuah tetapan yang berarti "logaritma negatif"
(Devi, 2009).

Air murni bersifat netral, dengan pH-nya pada suhu 25 °C ditetapkan sebagai 7,0.
Larutan dengan pH kurang daripada tujuh disebut bersifat asam, dan larutan
dengan pH lebih daripada tujuh dikatakan bersifat basa atau alkali. Pengukuran
pH sangatlah penting dalam bidang yang terkait dengan kehidupan atau industri
pengolahan kimia seperti kimia, biologi, kedokteran, pertanian, ilmu pangan,
rekayasa (keteknikan), dan oseanografi. Tentu saja bidang-bidang sains dan
teknologi lainnya juga memakai meskipun dalam frekuensi yang lebih rendah
(Devi, 2009).

C. Alat dan Bahan


Alat:
1. Beaker glass 600 mL (8 buah)
2. Pipet tetes (8 buah)
3. Pisau (1 buah)Talenan (1 buah)
4. Kompor (1 buah)
5. Mortir stamper (1 buah)
6. Erlenmeyer 250 mL (8 buah)
7. Panci
8. pH universal
9. refractometer

Bahan:
1. cabai rawit hijau (segar dan blanching)
2. jeruk kuning & jeruk hijau
3. minuman nutrisari jeruk bali & ABC orange
4. tomat merah beef (segar dan blanching)
5. amilum
6. aquadest
7. larutan iodium 0,1N

D. Cara Kerja
a. Disiapkan sampel yang akan dilakukan pengujian:
- Jeruk diambil dua sampel yang berbeda, satu yang kulitnya berwarna hijau
dan satu lagi yang kulitnya berwarna kuning, kemudian keduanya diperas
dalam wadah yang berbeda
- tomat dengan kulit berwarna orange dilakukan dua perlakuan: tomat segar
dan tomat yang di blenching pada suhu 80℃ selama 5 menit
- tomat dengan kulit berwarna hijau dilakukan dua perlakuan: tomat segar
dan tomat yang di blenching pada suhu 80℃ selama 5 menit
- minuman dalam kemasan: sari buah jambu merk “Country Choice” dan
sari buah jeruk merk “Superindo”
b. Masing-masing sampel diukur pH nya dengan kertas pH universal
c. Dicatat hasil pH nya

E. Hasil Pengamatan
No Sampel Hasil pengamatan
1 Cabai rawit hijau segar 5
2 Cabai rawit hijau blanching 6
3 Minuman nutrisari jeruk madu 3
4 Minuman ABC orange 4
5 Jeruk hijau 5
6 Jeruk kuning 5
7 Tomat merah beef segar 4-5
8 Tomat merah beef blanching 4-5

F. Pembahasan
Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui kandungan pH pada beberapa macam
sampel. Pada praktikum kali ini digunakan delapan macam sampel yang berbeda,
yaitu cabai rawit hijau (segar), cabai rawit hijau (blanching) ,minuman nutrisari
jeruk madu, minuman ABC orange,jeruk hijau,jeruk kuning tomat merah beef
(segar) dan tomat merah beef (blanching). Analisis pH menggunakan indikator
universal. Indikator universal adalah gabungan dari beberapa indikator. Semakin
rendah nilai pH pada bahan maka semakin asam rasa buah tersebut. Pada hasil
pengamatan pH sampel cabai rawit hijau (segar) yaitu 5 yang berarti lebih asam
dari sampel cabai rawit yang diblanching yaitu 6. Pada sampel minuman nutrisari
jeruk bali memiliki pH 3 sedikit lebih asam dari sampel minuman ABC orange.
Pada sampel jeruk hijau dan jeruk kuning memiliki pH sama yaitu 5. Pada sampel
tomat beef baik segar maupun blanching memiliki pH yang sama yaitu 4-5 .

G. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan dapat ditarik simpulan bahwa perbedaan nilai pH pada
sampel disebabkan karena tiap sampel tersebut memiliki karakteristik dan
kandungan yang beragam sehingga membuat kandungan zat yang terdapat
didalamnya juga berbeda – beda.

H. Daftar Pustaka
Chang, Raymond. 2003. Kimia Dasar: Konsep - Konsep Inti Edisi Ketiga. Jakarta:
Penerbit Erlangga
David Harvey, (2000). Modern Analytical Chemistry. Toronto: John Wiley &
Sons
Devi, P.K.. (2009), kimia 1, Penerbit Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Mikarjudin. 2007. IPA TERPADU. Jakrta: ESIS.
Parning, (2006), Kimia, Penerbit Yudhistira, Jakarta Rahayu, Iman., (2009),
Praktis Belajar Kimia 1. Penerbit Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Sutresna, N., (2008). Cerdas Belajar Kimia, Grafindo. Bandung.
Syarifudin. 2008. Kimia. Tangerang : Scientific Press.
Syukri. 1999. Kimia Dasar I. Bandung: ITB.
I. Lampiran
Acara 3
Uji Indeks Bias

A. Tujuan
Untuk mengetahui perbedaan indeks bias pada produk pangan dan
pengolahannya

B. Dasar Teori
Karbohidrat merupakan salah satu zat kebutuhan pokok manusia dalam
kehidupan sehari-hari. Fungsinya sebagai bahan baku atau bahan sumber
energi, baik untuk mikroorganisme, tumbuhan maupun hewan. Karbohidrat
adalah polisakarida aldehida. Nama karbohidrat berasal dari kenyataan bahwa
kebanyakan senyawa dari golongan ini mempunyai rumus empiris yang
menunjukkan bahwa senyawa tersebut adalah karbon “hidrat”. Berdasarkan
panjang rantainya, karbohidrat digolongkan menjadi monosakarida,
disakarida, dan polisakarida. Monosakarida adalah karbohidrat paling
sederhana, dimana salah satu contohnya ialah glukosa.
Refraktometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur kadar/ konsentrasi
bahan terlarut. Misalnya gula, garam, protein, dsb. Prinsip kerja dari
refraktometer sesuai dengan namanya adalah memanfaatkan refraksi cahaya.
Refraktometer ditemukan oleh Dr. Ernest Abbe seorang ilmuan dari German
pada permulaan abad 20. Indeks bias adalah perbandingan kecepatan cahaya
dalam udara dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Indeks bias
berfungsi untuk identifikasi zat kemurnian, suhu pengukuran dilakukan pada
suhu 20oC dan suhu tersebut harus benar-benar diatur dan dipertahankan
karena sangat mempengaruhi indeks bias. Harga indeks bias dinyatakan dalam
farmakope Indonesia edisi empat dinyatakan garis (D) cahaya natrium pada
panjang gelombang 589,0 nm dan 589,6 nm. Umumnya alat dirancang untuk
digunakan dengan cahaya putih. Alat yang digunakan untuk mengukur indeks
bias adalah refraktometer ABBE. Untuk mencapai kestabilan, alat harus
dikalibrasi dengan menggunakan plat glass standart.
Refraktometer Abbe adalah refraktometer untuk mengukur indeks bias cairan,
padatan dalam cairan atau serbuk dengan indeks bias dari 1,300 sampai 1,700
dan persentase padatan 0 sampai 95%, alat untuk menentukan indeks bias
minyak, lemak, gelas optis, larutan gula, dan sebagainnya, indeks bias antara
1,300 dan 1,700 dapat dibaca langsung dengan ketelitian sampai 0,001 dan
dapat diperkirakan sampai 0,0002 dari gelas skala di dalam.Pengukurannya
didasarkan atas prinsip bahwa cahaya yang masuk melalui prisma-cahaya
hanya bisa melewati bidang batas antara cairan dan prisma kerja dengan suatu
sudut yang terletak dalam batas-batas tertentu yang ditentukan oleh sudut
batas antara cairan dan alas. Faktor-faktor penting yang harus diperhitungkan
pada semua pengukuran refraksi ialah temperatur cairan dan jarak gelombang
cahaya yang dipergunakan untuk mengukur n. Pengaruh temperatur terhadap
indeks bias gelas adalah sangat kecil, tetapi cukup besar terhadap cairan dan
terhadap kebanyakan bahan plastik yang perlu diketahui indeksnya. Karena
pada suhu tinggi kerapatan optik suatu zat itu berkurang, indeks biasnya akan
berkurang. Perubahan per oC berkisar antara 5.10-5sampai 5.10-4.
Pengukuran yang seksama sampai desimal yang ke-4 hanya berarti apabila
suhu diketahui dengan seksama pula.Indeks refraksi larutan gula tergantung
jumlah zat-zat yang terlarut, dan densitas suatu zat cair, meskipun demikian
dapat digunakan untuk mengukur kandungan gula. Cara ini valid untuk
pengukuran gula murni, karena adanya zat selain gula mempengaruhi refraksi
terhadap sukrosa. Oleh sebab itu, pengukuran indeks refraksi dapat digunakan
untuk memperkirakan penentuan kandungan zat kering larutan terutama
sukrosa.

C. Alat dan Bahan


Alat:
1. Beaker glass 600 mL (8 buah)
2. Pipet tetes (8 buah)
3. Pisau (1 buah)Talenan (1 buah)
4. Kompor (1 buah)
5. Mortir stamper (1 buah)
6. Erlenmeyer 250 mL (8 buah)
7. Panci
8. pH universal
9. refractometer

Bahan:
1. cabai rawit hijau (segar dan blanching)
2. jeruk kuning & jeruk hijau
3. minuman nutrisari jeruk bali & ABC orange
4. tomat merah beef (segar dan blanching)
5. amilum
6. aquadest
7. larutan iodium 0,1N

D. Cara Kerja
a. Disiapkan sampel yang akan dilakukan pengujian:
- Jeruk diambil dua sampel yang berbeda, satu yang kulitnya berwarna
hijau dan satu lagi yang kulitnya berwarna kuning, kemudian keduanya
diperas dalam wadah yang berbeda
- Cabai rawit hijau dilakukan dua perlakuan yaiu cabai segar dan cabai
blanching
- Tomat merah beef dilakukan dua perlakuan: tomat segar dan tomat
yang di blenching pada suhu 80℃ selama 3 menit
- Minuman dalam kemasan: nutrisari jeruk bali dan ABC orange
b. Diambil air dari sampel kemudian diteteskan ke alat refractometer
c. Dibaca skala yang terlihat, dicatat hasilnya.

E. Hasil Pengamatan
N Sampel Hasil pengamatan
o
1 Cabai rawit hijau segar 3%
2 Cabai rawit hijau blanching 2%
3 Minuman nutrisari jeruk madu 9%
4 Minuman ABC orange 12%
5 Jeruk hijau 9%
6 Jeruk kuning 10%
7 Tomat merah beef segar 3%
8 Tomat merah beef blanching 4%
F. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pemeriksaan uji kadar gula pada beberapa
sampel yaitu cabai rawit hijau (segar dan blanching), minuman nutrisari jeruk
madu,minuman ABC orange, jeruk hijau,jeruk kuning dan tomat merah beef
(segar dan blanching) dengan menggunakan alat refraktometer. Percobaan ini
berdasarkan pada prinsip bahwa penentuan kadar atau konsentrasi larutan gula
didasarkan pada indeks bias larutan gula dengan menggunakan alat
refraktometer. Refraktometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
kadar atau konsentrasi bahan menggunakan alat refraktometer. Refraktometer
merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kadar atau konsentrasi bahan
terlarut dengan memanfaatkan reaksi cahaya, nilai indeks bias dengan
menggunakan refreksimeter ini memilikisatuan %brix.Pada pengukuran nilai
% brix larutan gula pada sampel minuman kemasan ini dilakukan dengan cara
refraktometer dikalibrasi terlebih dahulu ke 0 dengan meneteskan 2 hingga 3
tetes aquades ke permukaan kaca optik. Kemudian diihat sehingga angka %
brixnya menunjukkan 0. Kemudian cairan aquades tadi dibersihkan
menggunakan tisu tanpa menekan permukaan kaca optik. Sampel diteteskan
ke permukaan kaca optik 2 hingga 3 tetes, lalu ditutup agar tidak terkena
cahaya dari luar lalu dilihat nilai % brix sampel minuman tersebut. Untuk
menguji nilai % brix konsentrasi sampel berikutnya, maka cairan larutan gula
sebelumnya dibersihkan menggunakan tisu. Semakin besar nilai konsentrasi
larutan gula pada sampel maka nilai %brix yang diperoleh semakin besar.
Setelah dilakukan percobaan ini diperoleh bahwa pada sampel cabai rawit
hijau segar indeks bias sebesar 2% brix, lalu pada sampel cabai rawit hijau
blanching indeks biasnya sebesar 2 % brix, pada sampel minuman nutrisari
memiliki indeks bias 9 % brix, pada sampel minuman ABC orange memiliki
indeks bias sebesar 12% brix, pada sampel jeruk hijau memiliki indeks bias
9% brix, pada sampel jeruk kuning memiliki indeks bias sebesar 10%
brix ,pada sampel tomat merah beef segar memiliki indeks bias sebesar 3%
brix dan terakhir pada sampel tomat merah beef blanching memiliki indeks
bias sebesar 4% brix .
Adapun kesalahan-kesalahan yang dapat terjadi selama praktikum ini adalah
kurang memperhatikan kebersihan dari alat refraktometer terutama pada
bagian kaca optik karena jika pada kaca optic tidak bersih dari sisa-sisa larutan
sebelumnya maka akan dapat mempengaruhi hasil dari larutan yang akan diuji
berikutnya.

G. Kesimpulan
Setelah dilakukan praktikum uji kadar gula pada sampel menggunakan alat
refraktometer dengan sampel cabai rawit hijau (segar dan blanching),
minuman nutrisari jeruk madu,minuman ABC orange, jeruk hijau,jeruk kuning
dan tomat merah beef (segar dan blanching) diperoleh bahwa pada sampel
cabai rawit hijau segar indeks bias sebesar 2% brix, lalu pada sampel cabai
rawit hijau blanching indeks biasnya sebesar 2 % brix, pada sampel minuman
nutrisari memiliki indeks bias 9 % brix, pada sampel minuman ABC orange
memiliki indeks bias sebesar 12% brix, pada sampel jeruk hijau memiliki
indeks bias 9% brix, pada sampel jeruk kuning memiliki indeks bias sebesar
10% brix, pada sampel tomat merah beef segar memiliki indeks bias sebesar
3% brix dan terakhir pada sampel tomat merah beef blanching memiliki
indeks bias sebesar 4% brix . Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan sampel
yang memiliki kadar gula yang tinggi adalah minuman ABC orange karena
memiliki indeks bias yang paling tinggi sedangkan kadar gula paling rendah
yaitu pada sampel cabai rawit hijau blanching karena memiliki nilai indeks
bias yang paling kecil.

H. Daftar Pustaka
Barus, T. A, 2003. Pengantar Limnologi. Jurusan Biologi FMIPA USU.
Medan
Hidayanto, Eko dkk. 2010. Aplikasi Portable Brix Meter untuk Pengukuran
Indeks
Bias. Jurnal Berkala Fisika. Vol. 13. No. 4. Semarang
Karyono dkk. 2010. Penyetaraan Nilai Viskositas terhadap Indeks Bias pada
Zat Cair
Bening.Jurnal Berkala Fisika. Vol. 13. No. 4. Yogyakarta
Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta.
Marzuki, Ahmad dkk. 2012. Sensor Fiber Optik dari Bahan Fiber Optik
Polimer
Untuk Pengukuran Refracrive Index Larutan Gula. Indonesian Journal of
Applied Physich. Vol. 2. No. 1. Surakarta

I. Lampiran
Acara 4
Uji Indeks Bias

A. Tujuan
Untuk mengetahui protein yang terkandung dalam berbagai bahan pangan sumber
protein hewani dan nabati.

B. Dasar Teori
Protein merupakan pondasi utama bagi tubuh, karena fungsinya yang vital, karena
fungsinya yang vital dalam memelihara jaringan tubuh, termasuk didalamnya
diperbaiki sel-sel tubuh yang rusak. Protein dapat ditemukan pada bahan makanan,
baik makanan hewani maupun nabati, contohnya makanan yang mengandung protein,
antara lain telur, ikan, daging, susu, dan kacang-kacangan. Protein merupakan
biopolimer yang terdiri atas banyak asam amino yang berhubungan satu dengan
lainnya lewat ikatan amida (peptida). Protein merupakan suatu koloid elektrolit yang
bersifat amfoter. Dengan sifat ini protein dapat bersifat asam atau basa. Struktur
protein tersusun oleh gabungan asam amino pada gugus karbonil dan asam amino
dengan ikatan peptida (Okta, 2015).
Protein merupakan senyawa polipeptida kompleks yang disusun oleh
kumpulan asama amino dan dihubungkan oleh satuan ikatan peptida atau aida. Protein
merupakan sumber gizi utama yaitu sumber asam amino. Terdapat 8 dan 20 jenis
asam amino penyusun protein yang merupakan zat nutrisi esensial yang bedasarkan
uraian tersebut maka sangat penting untuk memastikan kandungan protein dari
makanan yan dikonsumsi. Salah satunya melalui uji kualitatif. Uji kualitatif protein
dapat diakukan dengan beberapa cara antara lain uji biuret, reaksi dengan logam, uji
koagulasi protein, uji kelarutan protein dan reaksi demham asam dan basa.
Uji biuret digunakan untuk menunjukkan adanya ikatan peptida dalam suatu
zat yang diuji. Adanya ikatan peptida mengindikasikan adanya protein, karena asam
amino berikatan dengan asam amino yang lain melalui ikatan peptida membentuk
protein. Ikatan peptida merupakan ikatan yang terbentuk ketika atom karbon dari
gugus karboksil suatu molekul berikatan dengan atom nitrogen dari gugus amina
molekul lain. Reaksi tersebut melepaskan molekul air sehingga disebut reaksi
kondensasi .Metode biuret didasarkan pada prinsip zat yang mengandung dua atau
lebih ikatan peptida dapat membentuk kompleks berwarna ungu dengan garam Cu
dalam larutan alkali. Metode biuret ini merupakan metode yang baik untuk
menentukan kandungan larutan protein karena seluruh protein mengandung ikatan
peptida.

C. Alat dan Bahan


Alat :
- Pipet tetes
- Beaker glass
- Tabung alkali
- Rak tabung
- Penjepit tabung
- Spirtus
- Lampu spirtus
Bahan :
- Susu kedelai atau soya ( sampel )
- Susu sapi ( sampel )
- Biuret A
- Biuret B

D. Cara Kerja
1. Disiapkan masing-masing sampel dalam dua tabung reaksi berbeda, masing-
masing tabung di beri 3 ml sampel
2. Masing-masing sampel diberi perlakuan yang berbeda yaitu, satu tabung tanpa
pemanasan, satu tabung dengan pemanasan
3. Sampel tanpa pemanasan ditambah 3 ml biuret B, dihomogenkan
4. Kemudian ditambah biuret A sebanyak 2 ml melalui dinding tabung dilihat
perubahan warnanya.
5. Diulangin lagi dengan cara yang sama pada tabung dengan pemanasan
6. Diamati perubahannya

E. Hasil Pengamatan
Sampel + Biuret B + Biuret A
Susu sapi segar Putih susu 3 lapisan, berwarna putih,
ungu, dan biru
Susu sapi mendidih Kuning kehijauan 3 lapisan, berwarna kuning,
ungu dan biru
Susu kedelai segar Putih kekuningan atau 3 lapisan, berwarna kuning
kuning pucat pucat, ungu, dan biru
Susu kedelai Kuning keruh 3 lapisan, berwarna purtih
mendidih kekuningan, ungu, dan biru

F. Pembahasan
Protein merupakan senyawa polipeptida kompleks yang disusun oleh kumpulan
asama amino dan dihubungkan oleh satuan ikatan peptida atau aida.Uji biuret
digunakan untuk menunjukkan adanya ikatan peptida dalam suatu zat yang diuji.
Adanya ikatan peptida mengindikasikan adanya protein, karena asam amino berikatan
dengan asam amino yang lain melalui ikatan peptida membentuk protein. Pada
praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui protein yang terkandung dalam
berbagai bahan pangan sumber protein hewani dan nabati yaitu dengan melakukan uji
biuret. Dengan menyiapkan tabung reaksi untuk diberi sampel yang akan di uji
cobakan sebanyak 4 tabung reaksi, 2 tabung reaksi untuk susu sapi segar dan susu
sapi mendidih dan 2 tabung reaksi untuk susu kedelai segar dan susu kedelai
mendidih, kemudian sampel susu segar ditambah dengan larutan biuret B sebanyak 3
mL lalu di homogenkan, kemudian ditambahkan larutan biuret A sebanyak 2 mL
namun penuangannya dengan cara menetes dikan di dinding tabung reaksi lalu dilihat
perubahan warnanya, pada percobaan sampel susu mendidih dilakukan hal tersebut
sama seperti sampel susu segar, kemudian diamati perubahannya.
• Uji Biuret
Pada hasil pengamatan ke-1 sampel yang didapat pada percobaan susu sapi
segar berwarna putih susu setelah di tambahkan dengan larutan biuret B sebanyak 3
mL kemudian di homogenkan menghasilkan warna tetap sama masih putih susu
karena tidak mengalami perubahan atau warna yang dihasilkan tidak menunjukan
adanya peptida pada larutan protein biuret B. Kemudian setelah di tambahkan kan
larutan biuret B ditambahkan larutan biuret A sebanyaknya 2 mL dengan
menempekan larutan pada dinding tabung reaksi menghasilkan 3 lapisan yang
berwarna putih, ungu dan biru, perubahan warna menjadi 3 lapisan ini pada warna
ungu dan biru ini menunjukan bahwa adanya peptida pada larutan protein tersebut.
Karena semakin kuat intensitas warna ungu yang dihasilkan menunjukan semakin
panjang dan semakit kuat peptidanya.
Pada hasil pengamatan ke-2 sampel yang didapat pada percobaan susu sapi
mendidih berwarna putih susu dan menghasilkan gumpalan diperoleh melalui
denaturasi protein yang diakibatkan oleh panas dan koagulan. Setelah di tambahkan
dengan larutan biuret B sebanyak 3 mL kemudian di homogenkan menghasilkan
kuning kehijauan karena warna yang dihasilkan tidak menunjukan adanya peptida
pada larutan protein biuret B dan pemanasan yang mengakibatkan terpecah dan
terpisahnya kasein dengan iar pada susu sapi. Kemudian setelah di tambahkan kan
larutan biuret B lalu ditambahkan larutan biuret A sebanyaknya 2 mL dengan
menempekan larutan pada dinding tabung reaksi menghasilkan 3 lapisan yang
berwarna kuning, ungu dan biru, perubahan warna menjadi 3 lapisan ini pada warna
ungu dan biru ini menunjukan bahwa adanya peptida pada larutan protein tersebut.
Karena semakin kuat intensitas warna ungu yang dihasilkan menunjukan semakin
panjang dan semakit kuat peptidanya.
Pada hasil pengamatan ke-3 sampel yang didapat pada percobaan susu kedelai
segar berwarna putih susu setelah di tambahkan dengan larutan biuret B sebanyak 3
mL kemudian di homogenkan menghasilkan warna putih kekuningan atau kuning
pucat karena warna yang dihasilkan tidak menunjukan adanya peptida pada larutan
protein biuret B. Kemudian setelah di tambahkan kan larutan biuret B ditambahkan
lalu ditambah larutan biuret A sebanyaknya 2 mL dengan menempelkan larutan pada
dinding tabung reaksi menghasilkan 3 lapisan yang berwarna kuning pucat, ungu dan
biru, perubahan warna menjadi 3 lapisan ini pada warna ungu dan biru ini
menunjukan bahwa adanya peptida pada larutan protein tersebut. Karena semakin
kuat intensitas warna ungu yang dihasilkan menunjukan semakin panjang dan semakit
kuat peptidanya.
Pada hasil pengamatan ke-4 sampel yang didapat pada percobaan susu kedelai
mendidih berwarna putih susu setelah di tambahkan dengan larutan biuret B sebanyak
3 mL kemudian di homogenkan menghasilkan warna kuning keruh karena warna
yang dihasilkan tidak menunjukan adanya peptida pada larutan protein biuret B.
Kemudian setelah di tambahkan kan larutan biuret B ditambahkan lalu ditambah
larutan biuret A sebanyaknya 2 mL dengan menempelkan larutan pada dinding tabung
reaksi menghasilkan 3 lapisan yang berwarna putih kekuningan, ungu dan biru,
perubahan warna menjadi 3 lapisan ini pada warna ungu dan biru ini menunjukan
bahwa adanya peptida pada larutan protein tersebut. Karena semakin kuat intensitas
warna ungu yang dihasilkan menunjukan semakin panjang dan semakit kuat
peptidanya.

G. Kesimpulan
Pada hasil pengamatan menghasilkan warna yang berbeda dari setiap percobaan pada
sampel susu kedelai maupun sapi. Pada warna yang dihasilkan pada sampel dapat
disimpulkan jika perubahan warna ungu ini menunjukan bahwa uji protein ini positif
terhadap biuret dan pada larutan biuret A mengandung peptida. Karna menghasilkan
warna ungu pada sampel setelah pemberian larutan biuret.

H. Daftar Pustaka
Hadi, Abdul. (2013). Pengertian, Fungsi, dan Struktur Protein. [Online]. Diakses dari:
https://www.softilmu.com/2013/07/pengertian-dan-fungsi-protein.html
(30 November 2021)
Panji. (2013). Uji Biuret. [Online]. Diakses dari:
https://www.edubio.info/2013/11/uji-biuret.html (30 November 2021)
Okta, Vina. (2015). Uji Protein (Uji Biuret). [Online]. Diakses dari:
https://vinaoktap2015.wordpress.com/2015/08/03/uji-proteinuji-biuret/ (30
November 2021)
I. Lampiran

Anda mungkin juga menyukai