Anda di halaman 1dari 7

VAGINOSIS BAKTERIAL

Vaginosis Bakterial

Vaginosis Bakterial – VB seringkali disebut sebagai vaginal bacteriosis 1 adalah penyakit pada vagina
yang disebabkan oleh bakteri. Oleh CDC-centre of disease control tidak dimasukkan kedalam
golongan IMS-Infeksi Menular Seksual 2 . VB disebabkan oleh gangguan kesimbangan flora bakteri
vagina dan seringkali dikacaukan dengan infeksi jamur (kandidiasis) atau infeksi trikomonas 3,4

Gejala & Tanda


Gejala utama VB adalah keputihan homogen yang abnormal (terutama pasca sanggama) dengan bau
tidak sedap.5
Cairan keputihan berada di dinding vagina dan tidak disertai iritasi, nyeri atau eritema.
Tak seperti halnya dengan keputihan vagina normal, keputihan pada VB jumlahnya bervariasi dan
umumnya menghilang sekitar 2 minggu sebelum haid.

Etiologi

Pada vagina normal, terdapat sejumlah mikroorganisme ; diantaranya adalah Lactobacillus crispatus
dan Lactobacillus jensenii.
Laktobasilus adalah spesies penghasil hidrogen peroksidase yang mampu mencegah pertumbuhan
mikroorganisme vagina lain. Mikroorganisme yang terkait dengan VB sangat beragam dan
diantaranya adalah Gardnerella vaginalis, Mobiluncus, Bacteroides, dan Mycoplasma
Perubahan dalam flora vagina normal antara lain adalah berkurangnya laktobasilus akibat
penggunaan antibiotika atau gangguan keseimbangan pH sehingga terjadi pertumbuhan berlebihan
dari bakteri lain.
Meskipun VB berhubungan dengan aktivitas seksual, tidak ada bukti jelas mengenai adanya
penularan seksual. Pada pasien yang tidak memiliki aktivitas seksual aktif dapat pula terjadi VB. VB
merupakan gangguan keseimbangan biologi dan kimiawi dari flora normal vagina. Penelitian akhir
meneliti hubungan antara pengobatan pasangan seksual dan eradikasi VB berulang. Ibu hamil dan
wanita dengan IMS memiliki resiko tinggi menderita VB. Kadang-kadang VB terjadi pada pasien pasca
menopause. Anemia defisiensi zat besi merupakan prediktor kuat adanya VB pada ibu hamil.7

Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis VB harus dilakukan hapusan vagina yang selanjutnya diperiksa
mengenai :

1. Bau khas “fishy odor” pada preparat basah yang disebut sebagai “whiff test” yang dilakukan
dengan meneteskan potassium hydroxide-KOH pada microscopic slide yang sudah ditetesi
dengan cairan keputihan.
2. Hilangnya keasaman vagina. Seperti diketahui, bahwa untuk mengendalikan pertumbuhan
bakteri, pH vagina berkisar antara 3.8 – 4.2. Pemeriksaan dengan kertas lakmus yang
memperlihatkan adanya pH > 5 memperlihatkan terjadinya VB.
3. Adanya clue cells . Cara pemeriksaan adalah dengan meneteskan larutan NaCl pada
microscop slide yang telah dibubuhi dengan cairan keputihan. Clue cell adfalah sel epitel
yang dikelilingi oleh bakteria
“Clue Cell”

Diagnosa Banding :

 Keputihan normal.
 Kandidiasis (infeksi jamur).
 Trikomoniasis, yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis.

GAMBARAN KLINIK
Diagnosa VB atas dasar Kriteria Amsel:9

1. Cairan vagina berwarna putih kekuningan, encer dan homogen


2. Clue cells pada pemeriksaan mikroskopik
3. pH vagina >4.5
4. Whiff Test positif (bau amis timbul setelah pada cairan vagina diteteskan larutan KOH -
potassium hydroxide

Konfirmasi diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 4 kriteria diatas 2


Pengecatan Gram
Alternatif diagnosis adalah dengan melakukan pengecatan gram pada hapusan vagina dengan
kriteria Hay/Ison atau Kriteria Nugent.10
Kriteria Hay/Ison : (Hay et al., 1994)

 Grade 1 (normal) : predominasi dari morfotipe laktobasilus


 Grade 2 (intermediate) : Flora campuran dengan sejumlah kecil laktobasilus dan Gardnerella
dan Mobiluncus
 Grade 3 (vaginosis bakterial) : predominasi dari Gardnerella dan atau morfotipe Mobiluncus.
Latobasilus minimal atau tak ditemukan

Standard untuk penelitian adalah menggunakan Kriteria Nugent.11 Kriteria ini menggunakan skoring 0
– 10

 Skore 0 – 3 , diagnosis VB negatif


 Skore 4 – 6 , intermediate
 Skore > 7 , diagnosis VB positif
Penelitian terbaru12 membandingkan antara pengecatan gram dengan kriteria Nugent dan Hibridisasi
DNA Affirm VPIII dalam penegakkan diagnosa VB.
Test Affirm VPIII dapatb mendeteksi 93% sediaan vagina yang positif VB melalui pemeriksaan
pengecatan Gram.
Sensitivitas Affirm VPIII test adalah 87.7% dan spesifisitas nya 96% dan dapat digunakan untuk
penegakkan diagnosa VB secara cepat pada penderita VB.

Terapi

Antibiotika

Metronidazole atau clindamycin peroral atau lokal adalah trerapi yang efektif13 Namun angka
kekambuhan juga cukup tinggi 6
Regimen medikamentosa umum adalah Metronidazol 500 mg 2 dd 1 (setiap 12 jam) selama 7 hari 14
Dosis tunggal tidak dianjurkan oleh efektivitasnya erendah.
Tidak diperlukan terapi pada pasangan seksual.

Komplikasi

Meningkatnya kepekaan terhadap IMS termasuk infeksi HIV dan komplikasi pada ibu hamil.

Epidemiologi

Diperkirakan 1 dari 3 wanita terserang dengan VB dalam satu episode kehidupan mereka 18

Rujukan

1. ^ "Vaginal Infections — How to Diagnose and Treat Them: Bacterial Vaginosis or Vaginal
Bacteriosis". Medscape. Retrieved 10 October 2009.
2. ^ a b c "National guideline for the management of bacterial vaginosis (2006)". Clinical
Effectieness Group, British Association for Sexual Health and HIV (BASHH).
3. ^ Terri Warren, RN (2010). "Is It a Yeast Infection?". Retrieved 2011-02-23.
4. ^ Ferris DG, Nyirjesy P, Sobel JD, Soper D, Pavletic A, Litaker MS (March 2002). "Over-the-
counter antifungal drug misuse associated with patient-diagnosed vulvovaginal candidiasis".
Obstetrics and Gynecology 99 (3): 419–425. doi:10.1016/S0029-7844(01)01759-8. PMID
11864668.
5. ^ http://www.fda.gov/downloads/Drugs/GuidanceComplianceRegulatoryInformation/
Guidances/ucm070969.pdf
6. ^ a b Bradshaw CS, Morton AN, Hocking J, et al. (2006). "High recurrence rates of bacterial
vaginosis over the course of 12 months after oral metronidazole therapy and factors
associated with recurrence". J. Infect. Dis. 193 (11): 1478–86. doi:10.1086/503780. PMID
16652274.
7. ^ Verstraelen H, Delanghe J, Roelens K, Blot S, Claeys G, Temmerman M (2005). "Subclinical
iron deficiency is a strong predictor of bacterial vaginosis in early pregnancy". BMC Infect.
Dis. 5: 55. doi:10.1186/1471-2334-5-55. PMC 1199597. PMID 16000177.
8. ^ Nansel TR, Riggs MA, Yu KF, Andrews WW, Schwebke JR, Klebanoff MA (February 2006).
"The association of psychosocial stress and bacterial vaginosis in a longitudinal cohort". Am.
J. Obstet. Gynecol. 194 (2): 381–6. doi:10.1016/j.ajog.2005.07.047. PMC 2367104. PMID
16458633.
9. ^ a b Amsel R, Totten PA, Spiegel CA, Chen KC, Eschenbach D, Holmes KK (1983). "Nonspecific
vaginitis. Diagnostic criteria and microbial and epidemiologic associations". Am. J. Med. 74
(1): 14–22. doi:10.1016/0002-9343(83)91112-9. PMID 6600371.
10. ^ Ison, CA; Hay, PE (2002). "Validation of a simplified grading of Gram stained vaginal smears
for use in genitourinary medicine clinics". Sex Transm Infect 78 (6): 413–5.
doi:10.1136/sti.78.6.413. PMC 1758337. PMID 12473800.
11. ^ a b Nugent RP, Krohn MA, Hillier SL (1991). "Reliability of diagnosing bacterial vaginosis is
improved by a standardized method of gram stain interpretation". J. Clin. Microbiol. 29 (2):
297–301. PMC 269757. PMID 1706728.
12. ^ Gazi H, Degerli K, Kurt O, et al. (2006). "Use of DNA hybridization test for diagnosing
bacterial vaginosis in women with symptoms suggestive of infection". APMIS 114 (11): 784–
7. doi:10.1111/j.1600-0463.2006.apm_485.x. PMID 17078859.
13. ^ a b Oduyebo OO, Anorlu RI, Ogunsola FT (2009). "The effects of antimicrobial therapy on
bacterial vaginosis in non-pregnant women". Cochrane Database Syst Rev (3): CD006055.
doi:10.1002/14651858.CD006055.pub2. PMID 19588379.
14. ^ http://www.cdc.gov/std/treatment/2006/vaginal-discharge.htm
15. ^ Potter J (November 1999). "Should sexual partners of women with bacterial vaginosis
receive treatment?". Br J Gen Pract 49 (448): 913–8. PMC 1313567. PMID 10818662.
16. ^ Senok AC, Verstraelen H, Temmerman M, Botta GA (2009). "Probiotics for the treatment of
bacterial vaginosis". Cochrane Database Syst Rev (4): CD006289.
doi:10.1002/14651858.CD006289.pub2. PMID 19821358.
17. ^ "STD Facts — Bacterial Vaginosis (BV)". CDC. Retrieved 2007-12-04.
18. ^ "The Family Planning Association".

Diposkan oleh Bambang W di 08.30


Label: Ginekologi, Ginekologi Umum, Infeksi Saluran Urogenital Bagian Bawah
Pengertian Vaginitis

Vaginitis adalah infeksi atau inflamasi yang terjadi pada vagina. Kondisi ini umumnya
disertai dengan indikasi yang meliputi munculnya keputihan atau perubahan warna, jumlah
keputihan yang Anda alami, bau yang ditimbulkan, iritasi atau gatal-gatal pada vagina, rasa
sakit saat berhubungan seks atau buang air kecil, serta flek atau pendarahan ringan.

Meski demikian, ada juga pengidap yang mungkin merasakan gejala lain, misalnya bau tidak
sedap pada vagina (terutama setelah berhubungan seks) atau bahkan sama sekali tidak
merasakan gejala.

Vaginitis memang bisa ditangani sendiri tanpa ke dokter, misalnya jika Anda sudah mengenal
gejala-gejalanya karena pernah mengalami vaginitis dan sembuh sepenuhnya. Tetapi
periksakanlah diri Anda ke dokter ketika Anda merasakan gejala-gejala yang tidak biasa atau
perubahan pada vagina Anda, khususnya yang jika Anda:

 Belum pernah mengalami infeksi vagina.


 Merasakan gejala-gejala yang berbeda dengan infeksi vagina yang pernah Anda alami
sebelumnya.
 Berhubungan seks dengan lebih dari satu orang. Gejala vaginitis terkadang mirip dengan
penyakit menular seksual.
 Tetap mengalami infeksi vagina meski sudah menggunakan obat antijamur yang dijual
bebas.
Penyebab dan Faktor Risiko Vaginitis

Jenis vaginitis yang dialami pasien umumnya ditentukan berdasarkan penyebabnya yang
sebagian besar dapat berupa:

 Infeksi jamur atau bakteri. Pada kondisi normal, vagina memang memiliki sebagian kecil sel-
sel jamur atau bakteri tanpa menyebabkan gangguan apa pun. Tetapi infeksi akan terjadi jika
jamur atau bakteri tersebut berkembang biak tanpa terkendali.
 Penyakit menular seksual, seperti trikomoniasis, chlamydia (klamidia), dan herpes genital.
 Iritasi akibat bahan-bahan kimia, misalnya karena kandungan sabun, pewangi pakaian, atau
kondom yang memicu reaksi alergi.
 Membasuh bagian dalam vagina.
 Atrofi vagina, yaitu penipisan dinding vagina karena penurunan kadar estrogen setelah
menopause.

Selain penyebabnya yang beragam, terdapat banyak faktor lain yang bisa meningkatkan
risiko Anda untuk mengidap vaginitis. Faktor-faktor risiko tersebut meliputi:

 Perubahan hormon, misalnya karena menopause, hamil, atau menggunakan metode


kontrasepsi hormonal.
 Aktif berhubungan seks, terutama jika Anda memiliki lebih dari satu pasangan.
 Mengidap penyakit menular seksual.
 Efek samping obat-obatan, contohnya antibiotik dan kortikosteroid.
 Penyakit diabetes yang tidak diobati dengan baik.
 Menggunakan produk pembersih daerah intim, misalnya sabun sirih.
 Mengenakan pakaian lembap atau ketat.

Diagnosis dan Pengobatan Vaginitis

Langkah awal dalam proses diagnosis vaginitis adalah dengan menanyakan gejala-gejala
yang dialami, riwayat kesehatan pasien, serta memeriksa kondisi vagina. Dokter kemudian
akan mengambil sampel cairan vagina untuk diperiksa di laboratorium. Proses ini dilakukan
untuk mendeteksi penyebabnya.

Setelah mengonfirmasi hasil diagnosis, dokter akan memberikan metode pengobatan yang
sesuai dengan penyebab di balik vaginitis yang dialami pasien. Langkah pengobatan yang
diberikan biasanya meliputi obat antijamur dan/atau antibiotik.

Sesuai namanya, obat antijamur diberikan untuk mengatasi infeksi vagina akibat jamur.
Sementara antibiotik dianjurkan untuk pengidap vaginitis yang disebabkan oleh bakteri.

Jika vaginitis yang dialami pasien adalah akibat penurunan hormon estrogen, dokter akan
merekomendasikan terapi penggantian hormon. Terapi ini akan menggantikan hormon
estrogen alami tubuh.

Sedangkan dalam menangani vaginitis akibat reaksi alergi terhadap bahan-bahan kimia,
pasien disarankan untuk menghindari substansi pemicu alerginya. Dokter juga terkadang
memberikan obat oles estrogen untuk meredakan gejala-gejala vaginitis.
Selain obat-obatan, ada beberapa cara yang dapat Anda lakukan untuk meringankan gejala,
sekaligus mempercepat proses penyembuhan. Langkah-langkah sederhana tersebut meliputi:

 Menjaga agar vagina dan sekitarnya tetap bersih serta kering. Pastikan Anda menggunakan
sabun tanpa bahan pewangi dan menyekanya hingga benar-benar kering. Hindari berendam
air hangat selama infeksi belum pulih sepenuhnya.
 Jangan membasuh bagian dalam vagina.
 Gunakan kompres air dingin untuk mengurangi ketidaknyamanan pada vagina.
 Kenakan pakaian dalam yang tidak ketat dan berbahan katun.

Vaginitis memang tidak berakibat fatal. Meski demikian, vaginitis yang dibiarkan dapat
menyebabkan komplikasi-komplikasi tertentu, misalnya lebih rentan terinfeksi penyakit
menular seksual seperti klamidia dan HIV. Bagi pengidap yang sedang hamil, vaginitis akibat
trikomoniasis dan vaginosis bakteri diduga dapat memicu kelahiran prematur dan bayi yang
lahir berisiko memiliki berat badan yang tidak memadai.

Anda mungkin juga menyukai