Oleh :
TITI SUBIANTI
Nim : P00620223089
KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KEMENTRIAN KESEHATAN MATARAM
D-III KEPERAWATAN BIMA
HALAMAN PENGESAHAN
TITI SUBIANTI
NIM :P00620223089
Mengetahui / Mengesahkan
Penanggung Jawab Mata Kuliah ( PJMK )
H.Syaiful,SPd.S.Kep.Ns.MKes
Nip.196805231989031003
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT,dimana atas segala rahmat dan izin-nya
penyusun dapat menyelesaikan Buku Diktat ini,untuk memenuhi tugas MK. MANAJEMEN
PATIENT SAFETY DALAM KEPERAWATAN
Shalawat serta salam tak lupa penyusun haturkan kepada junjungan kita Nabi semesta alam
Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Akhir kata, penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesainya buku diktat ini semoga segala upaya yang telah dicurahkan
mendapat berkah dari Allah SWT. Amin.
Penyususn
DAFTAR ISI
COVER
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..……..…..i
DAFTAR ISI…………………………………………………………..…………………..…ii
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
1. Endoparasit adalah parasit yang hidup di dalam tubuh manusia, misalnya: di dalam
darah, otot dan usus, contohnya Plasmodium sp.
2. Ektoparasit adalah parasit yang hidup menempel pada bagian luar kulit dan kadang-
kadang masuk ke dalam jaringan di bawah kulit, misalnya Sarcoptes scabei.
1. Peranan Mikrobiologi dan Parasitologi di Masa Pandemi
• Tahap Penapisan
• Tahap Diagnostik
• Pengelolaan penderita (monitoring)/tindak lanjut. (hasil terapi antibiotik)
• Pemeriksaan lanjutan Kultur dan Tes Resistensi
Sedangkan peran parasitology di masa pandemic ini adalah kita dapat mengetahui
tentang siklus hidup parasit serta aspek epidemiologi penyakit yang ditimbulkannya dan kita
akan dapat mengetahui bilamana dan bagaimana kita dapat terinfeksi oleh parasit, serta
bagaimana kemungkinan akibat yang dapat ditimbulkannya. Selanjutnya ditunjang oleh
pengetahuan epidemiologi penyakit, kita akan dapat menentukan cara pencegahan dan
pengendaliannya.
Jadi Mikrobiologi dan Parasitologi sangat berperan penting di masa pandemic ini.
Kita sebagai orang kesehatan sangat wajib untuk mempelajari Mikrobiologi dan
Parasitologi ini, karena sangat berguna untuk kedepannya untuk mengetahui perkembangan
penyakit/infeksi yang ditimbulkan oleh virus tersebut.
Mikrobiologi dan parasitology sangat berperan dalam penanganan penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus terutama untuk mengetahui penyebab infeksinya sehingga
mudah diketahui berbagai cara penanggulangannya baik yang terjadi di komunitas maupun
di rumah sakit. Mikrobiologi dan parasitologi juga sangat berperan pada pada semua tahap
proses medis di saat pandemic ini, mulai tahap pengkajian, tahap analisis dan penegakan
diagnosis klinik, penyusunan rancangan intervensi medis, implementasi rancangan
intervensi medis, sampai dengan tahap evaluasi, dan penetapan tindak lanjut.
BAB IV
MIKROBIOLOGI DAN PARASITOLOGI
1. Mikrobiologi adalah sebuah cabang dari ilmu biologi yang mempelajari mikroorganisme.
Objek kajiannya biasanya adalah semua makhluk yang perlu dilihat dengan mikroskop,
khususnya bakteri, fungi, alga mikroskopik, protozoa, dan Archaea.
Seperti yang telah diketahui bahwa mikroorganisme terdapat dimana-mana,baik dalam air,
udara, tanah,maupun pada mahluk hidup termasuk pada jaringan tubuh manusia (kulit dan
selaput lendir). Mikroorganisme sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
Beberapa diantaranya bermanfaat dan yang lainnya merugikan. Mengingat bahwa
mikroorganisme banyak terdapat di alam dan amat besar peranannya, termasuk dalam
bidang kesehatan, maka sudah selayaknya setiap mahasiswa yang belajar ilmu kesehatan
mengetahui hal-hal yang terkait dengan mikrobiologi. Misalnya: ruang lingkup
mikroorganisme, pengendalian, serta pemanfaatannya bagi kesejahteraan umat manusia,
terutama dalam bidang Kedokteran, keperawatan dan kefarmasian.
Sedangkan Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari parasit, inangnya, dan hubungan di
antara keduanya. Sebagai salah satu cabang ilmu biologi, cakupan parasitologi tak
ditentukan oleh organisme atau lingkungan.
3.Endoparasit adalah parasit yang hidup di dalam tubuh manusia, misalnya: di dalam darah,
otot dan usus, contohnya Plasmodium sp.
4.Ektoparasit adalah parasit yang hidup menempel pada bagian luar kulit dan kadang-
kadang masuk ke dalam jaringan di bawah kulit, misalnya Sarcoptes scabei.
A.Peranan Mikrobiologi dan Parasitologi di Masa Pandemi
Mikrobiologi sangat berperan dalam penanganan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus terutama untuk mengetahui penyebab infeksinya sehingga mudah diketahui berbagai
cara penanggulangannya baik yang terjadi di komunitas maupun di rumah sakit.
Mikrobiologi juga sangat berperan pada pada semua tahap proses medis di saat pandemic
ini, mulai tahap pengkajian, tahap analisis dan penegakan diagnosis klinik, penyusunan
rancangan intervensi medis, implementasi rancangan intervensi medis, sampai dengan
tahap evaluasi, dan penetapan tindak lanjut. Nah mikrobiologi juga memiliki pelayanan
mikrobiologi klinik dimasa pandemic ini, dimana pihak laboratorium sedapat mungkin
mengusahakan untuk mengetahui sebanyak mungkin tentang bahan spesimen/material
klinik yang akan diperiksa. Misalnya, apa diagnosis penyakitnya atau diagnosis
sementaranya, bagaimana pemilihan jenis dan jumlah spesimen, hal ini memerlukan
pengetahuan mengenai patofisiologi/patogenesis secara molekuler dan imunologi penyakit
infeksi, kemudian bagaimana cara transportasi spesimen, kapan spesimen diambil dari
penderita dan bagaimana riwayat pengobatan sebelumnya dan sekarang.
Laboratorium harus mampu mempertahankan kualitas sejak bahan diambil dari penderita,
apakah tepat waktunya, apakah cukup jumlahnya, apakah memenuhi syarat untuk
diperiksa, dan sebagainya. Apabila terdapat kekurangan-kekurangan pada kondisi/kualitas
spesimen supaya segera dikomunikasikan dengan klinik mikrob. Karena pada umumnya
hasil pemeriksaan yang sering diperoleh dari laboratorium tidak mencerminkan bakteri
patogen sebagai penyebab infeksi melainkan merupakan kontaminasi dari flora normal
yang sifatnya endogen dan mikroba dari lingkungan. Mikroorganisme dapat menghasilkan
produk senyawa yang dapat melawan bakteri patogen, senyawa tersebut disebut antibiotik.
Antibiotik didefinisikan sebagai senyawa organik alami dengan berat molekul rendah yang
memiliki kemampuan untuk melawan atau membunuh mikroorganisme patogen pada
konsentrasi yang paling kecil. Mikroba ini sebagai sumber senyawa antibiotik, yaitu
senyawa alami yang dapat menghambat atau membunuh mikroorganisme berbahaya,
patogen atau yang dapat menyebabkan penyakit. Mikrobiologi juga berperan dalam
pemeriksaan di saat pandemic ini, yaitu seperti pengambilan swab test, darah, aspirat
trakea, cairan spinal dan sebagainya. Sedangkan untuk Pemeriksaan Mikrobiologi
Kliniknya berperan dalam seluruh tahapan asuhan/pelayanan medis yang berhubungan
dengan tatalaksana perawatan/ pengobatan penderita penyakit infeksi yang meliputi :
• Tahap Penapisan
• Tahap Diagnostik
• Pengelolaan penderita (monitoring)/tindak lanjut. (hasil terapi antibiotik)
• Pemeriksaan lanjutan Kultur dan Tes Resistensi
Sedangkan peran parasitology di masa pandemic ini adalah kita dapat mengetahui tentang
siklus hidup parasit serta aspek epidemiologi penyakit yang ditimbulkannya dan kita akan
dapat mengetahui bilamana dan bagaimana kita dapat terinfeksi oleh parasit, serta
bagaimana kemungkinan akibat yang dapat ditimbulkannya. Selanjutnya ditunjang oleh
pengetahuan epidemiologi penyakit, kita akan dapat menentukan cara pencegahan dan
pengendaliannya.
Jadi Mikrobiologi dan Parasitologi sangat berperan penting di masa pandemic ini. Kita
sebagai orang kesehatan sangat wajib untuk mempelajari Mikrobiologi dan Parasitologi
ini,
karena sangat berguna untuk kedepannya untuk mengetahui perkembangan penyakit/infeksi
yang ditimbulkan oleh virus tersebut.
Mikrobiologi dan parasitology sangat berperan dalam penanganan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus terutama untuk mengetahui penyebab infeksinya sehingga mudah
diketahui berbagai cara penanggulangannya baik yang terjadi di komunitas maupun di rumah
sakit. Mikrobiologi dan parasitologi juga sangat berperan pada pada semua tahap proses medis
di saat pandemic ini, mulai tahap pengkajian, tahap analisis dan penegakan diagnosis klinik,
penyusunan rancangan intervensi medis, implementasi rancangan intervensi medis, sampai
dengan tahap evaluasi, dan penetapan tindak lanjut.
BAB V
2. Tujuan Sterilisasi
Adapun tujuan dari sterilisasi dan desinfeksi tersebut adalah
b) Panas kering
sterilisasi dengan oven kira-kira 60-1800C. Sterilisasi panas kering cocok
untuk alat yang terbuat dari kaca misalnya erlenmeyer, tabung reaksi dll.
Waktu relatif lama sekitar 1-2 jam. Kesterilan tergnatung dengan waktu
dan suhu yang digunakan, apabila waktu dan suhu tidak sesuai dengan
ketentuan maka sterilisasipun tidak akan bisa dicapai secara sempurna.
c) Uap air panas
konsep ini mirip dengan mengukus. Bahan yang mengandung air lebih
tepat menggungakan metode ini supaya tidak terjadi dehidrasi Teknik
disinfeksi termurah Waktu 15 menit setelah air mendidih Beberapa bakteri
tidak terbunuh dengan teknik ini: Clostridium perfingens dan Cl.
Botulinum.
e) Pasteurisasi
Pertama kali dilakukan oleh Pasteur, Digunakan pada sterilisasi susu
Membunuh kuman: TBC, Brucella, Streptokokus, Staphilokokus,
Salmonella, Shigella dan Difteri (kuman yang berasal dari sapi/pemerah)
dengan Suhu 65 C/ 30 menit.
2) Penyinaran
a) Penyinaran dengan sinar UV
Sinar Ultra Violet juga dapat digunakan untuk proses sterilisasi, misalnya
untuk membunuh mikroba yang menempel pada permukaan interior
Safety Cabinet dengan disinari lampu UV Sterilisaisi secara kimiawi
biasanya menggunakan senyawa desinfektan antara lain alkohol.
1) Rongga (space).
2) Sebaiknya bersifat membunuh (germisid).
3) Waktu (lamanya) disinfeksi harus tepat.
4) Pengenceran harus sesuai dengan anjuran.
5) Solusi yang biasa dipakai untuk membunuh spora kuman biasanya bersifat
sangat mudah menguap.
6) Merawat tangan setelah berkontak dengan disinfekstan, Sebaiknya
menyediakan hand lotion.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sterilisasi dengan cara kimia:
1) Alkohol
a) Paling efektif utk sterilisasi dan desinfeksi Halogen
b) Mengoksidasi protein kuman
2) Yodium
a) Konsentrasi yg tepat tdk mengganggu kulit
b) Efektif terhadap berbagai protozoa Klorin
c) Memiliki warna khas dan bau tajam
d) Desinfeksi ruangan, permukaan serta alat non bedah
e) Fenol (as. Karbol)
f) Mempresipitasikan protein secara aktif, merusak membran sel
menurunkan tegangan permukaan
g) Standar pembanding untuk menentukan aktivitas suatu desinfektan
Peroksida (H2O2)
h) Efektif dan nontoksid
i) Molekulnya tidak stabil
j) Menginaktif enzim mikroba Gas Etilen Oksida
k) Mensterilkan bahan yang terbuat dari plastic
B. Pengertian Desinfeksi
Hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadi infeksi dengan jalan membunuh
mikroorganisme patogen. Disinfektan yang tidak berbahaya bagi permukaan tubuh
dapat digunakan dan bahan ini dinamakan antiseptik. Antiseptik adalah zat yang dapat
menghambat atau menghancurkan mikroorganisme pada jaringan hidup, sedang
desinfeksi digunakan pada benda mati. Desinfektan dapat pula digunakan sebagai
antiseptik atau sebaliknya tergantung dari toksisitasnya.
Untuk mendesinfeksi permukaan dapat dipakai salah satu dari tiga desinfektan
seperti iodophor, derifat fenol atau sodium hipokrit. Untuk mendesinfeksi permukaan,
umumnya dapat dipakai satu dari tiga desinfektan diatas. Tiap desinfektan tersebut
memiliki efektifitas "tingkat menengah" bila permukaan tersebut dibiarkan basah untuk
waktu 10 menit.
a. Kriteria desinfeksi yang ideal:
a) Bekerja dengan cepat untuk menginaktivasi mikroorganisme pada suhu kamar.
b) Aktivitasnya tidak dipengaruhi oleh bahan organik, pH, temperatur dan
kelembaban.
c) Tidak toksik pada hewan dan manusia.
d) Tidak bersifat korosif.
e) Tidak berwarna dan meninggalkan noda.
f) Tidak berbau/ baunya disenangi.
g) Bersifat biodegradable/ mudah diurai.
h) Larutan stabil.
i) Mudah digunakan dan ekonomis.
j) Aktivitas berspektrum luas.
b. Tujuan Desinfeksi
Adapun tujuan dari desinfeksi tersebut adalah :
f. Desinfeksi permukaan
Disinfektan dapat membunuh mikroorganisme patogen pada benda mati.
Disinfektan dibedakan menurut kemampuannya membunuh beberapa kelompok
mikroorganisme, disinfektan “tingkat tinggi” dapat membunuh virus seperti virus
influenza dan herpes, tetapi tidak dapat membunuh virus polio, hepatitis B atau
M. tuberculosis.
1) Iodophor dilarutkan menurut petunjuk pabrik. Zat ini harus dilarutkan baru
setiap hari dengan akuades. Dalam bentuk larutan, desinfektan ini tetap efektif
namun kurang efektif bagi kain atau bahan plastik.
2) Derivat fenol (O-fenil fenol 9% dan O-bensil-P klorofenol 1%) dilarutkan
dengan perbandingan 1 : 32 dan larutan tersebut tetap stabil untuk waktu 60
hari. Keuntungannya adalah “efek tinggal” dan kurang menyebabkan
perubahan warna pada instrumen atau permukaan keras.
3) Sodium hipoklorit (bahan pemutih pakaian) yang dilarutkan dengan
perbandingan 1 : 10 hingga 1 : 100, harganya murah dan sangat efektif. Harus
hati-hati untuk beberapa jenis logam karena bersifat korosif, terutama untuk
aluminium. Kekurangannya yaitu menyebabkan pemutihan pada pakaian dan
menyebabkan baru ruangan seperti kolam renang.
Untuk mendesinfeksi permukaan, umumnya dapat dipakai satu dari tiga
desinfektan diatas. Tiap desinfektan tersebut memiliki efektifitas “tingkat
menengah” bila permukaan tersebut dibiarkan basah untuk waktu 10 menit.
1) Alkohol
Etil alkohol atau propil alkohol pada air digunakan untuk mendesinfeksi kulit.
Alkohol yang dicampur dengan aldehid digunakan dalam bidang kedokteran gigi
unguk mendesinfeksi permukaan, namun ada tidak menganjurkkan pemakaian
alkohol untuk mendesinfeksi permukaan oleh karena cepat menguap tanpa
meninggalkan efek sisa.
2) Aldehid
Glutaraldehid merupakan salah satu desinfektan yang populer pada kedokteran
gigi, baik tunggal maupun dalam bentuk kombinasi. Aldehid merupakan
desinfektan yang kuat. Glutaraldehid 2% dapat dipakai untuk mendesinfeksi alat-
alat yang tidak dapat disterilkan, diulas dengan kasa steril kemudian diulas
kembali dengan kasa steril yang dibasahi dengan akuades, karena glutaraldehid
yang tersisa pada instrumen dapat mengiritasi kulit/mukosa, operator harus
memakai masker, kacamata pelindung dan sarung tangan heavy duty. Larutan
glutaraldehid 2% efektif terhadap bakteri vegetatif seperti M. tuberculosis, fungi,
dan virus akan mati dalam waktu 10-20 menit, sedang spora baru alan mati
setelah 10 jam.
3) Biguanid
Klorheksidin merupakan contoh dari biguanid yang digunakan secara luas dalam
bidang kedokteran gigi sebagai antiseptik dan kontrok plak, misalnya 0,4%
larutan pada detergen digunakan pada surgical scrub (Hibiscrub), 0,2%
klorheksidin glukonat pada larutan air digunakan sebagai bahan antiplak
(Corsodyl) dan pada konsentrasi lebih tinggi 2% digunakan sebagai desinfeksi
geligi tiruan. Zat ini sangat aktif terhadap bakteri Gram(+) maupun Gram(-).
Efektivitasnya pada rongga mulut terutama disebabkan oleh absorpsinya pada
hidroksiapatit dan salivary mucus.
4) Senyawa halogen.
Hipoklorit dan povidon-iodin adalah zat oksidasi dan melepaskan ion halide.
Walaupun murah dan efektif, zat ini dapat menyebabkan karat pada logam dan
cepat diinaktifkan oleh bahan organik (misalnya Chloros, Domestos, dan
Betadine).
5) Fenol
Larutan jernih, tidak mengiritasi kulit dan dapat digunakan untuk membersihkan
alat yang terkontaminasi oleh karena tidak dapat dirusak oleh zat organik. Zat ini
bersifat virusidal dan sporosidal yang lemah. Namun karena sebagian besar
bakteri dapat dibunuh oleh zat ini, banyak digunakan di rumah sakit dan
laboratorium.
6) Klorsilenol
Klorsilenol merupakan larutan yang tidak mengiritasi dan banyak digunakan
sebagai antiseptik, aktifitasnya rendah terhadap banyak bakteri dan
penggunaannya terbatas sebagai desinfektan (misalnya Dettol).
2) Zat Perwarna
Zat perwarna tertentu untuk pewarnaan bakteri mempunyai daya
bakteriostatis.Daya kerja ini biasanya selektif terhadap bakteri gram positif,
walaupun beberapa khamir dan jamur telah dihambat atau dimatikan, bergantung
pada konsentrasi zatpewarna tersebut. Diperkirakan zat pewarna itu berkombinasi
dengan protein atau mengganggu mekanisme reproduksi sel. Selain violet Kristal
(bentuk kasar, violet gentian), zat pewarna lain yang digunakan sebagai
bakteriostatis adalah hijau malakhit dan hijau cemerlang.
5) Kresol
Destilasi destruktif batu bara berakibat produksi bukan saja fenol tetapi juga
beberapa senyawa yang dikenal sebagai kresol. Kresol efektif sebagai
bakterisida,dan kerjanya tidak banyak dirusak oleh adanya bahan organic. Namun,
agen ini menimbulkan iritasi (gangguan) pada jaringan hidup dan oleh karena itu
digunakan terutama sebagai disinfektan untuk benda mati. Satu persen lisol(kresol
dicampur dengan sabun) telah digunakan pada kulit, tetapi konsentrasiyang lebih
tinggi tidak dapat ditolerir.
6) Alkohol
Sementara etil alcohol mungkin yang paling biasa digunakan, isoprofil dan benzyl
alcohol juga antiseptic. Benzyl alcohol biasa digunakan terutama karena
efekpreservatifnya (sebagai pengawet).
7) Formaldehida
Formaldehida adalah disinfektan yang baik apabila digunakan sebagai gas.
Agenini sangat efektif di daerah tertutup sebagai bakterisida dan fungisida. Dalam
larutan cair sekitar 37%, formaldehida dikenal sebgai formalin.
8) Etilen Oksida
Jika digunakan sebagi gas atau cairan, etilen oksida merupakan agen pembunuh
bakteri, spora, jamur dan virus yang sangat efektif. Sifat penting yang membuat
senyawa ini menjadi germisida yang berharga adalah kemampuannya untuk
menembus ke dalam dan melalui pada dasarnya substansi yang manapun yang
tidak tertutup rapat-rapat. Misalnya agen ini telah digunakan secara komersial
untuk mensterilkan tong-tong rempah- rempah tanpa membuka tong tersebut.
Agen ini hanya ditempatkan dalam aparatup seperti drum, setelah sebagian besar
udaranya dikeluarkan dengan pompa vakum, dimasukkanlah etilen oksida.
9) Hidogen Peroksida
Agen ini mempunyai sifat anti septiknya yang sedang, karena kemampuannya
mengoksidasi. Agen ini sangat tidak stabil tetapi sering digunakan dalam
pembersihan luka, terutama luka yang dalam yang di dalamnya kemungkinan
dimasuki organisme aerob.
10) Betapropiolakton
Substansi ini mempunyai banyak sifat yang sama dengan etilen oksida. Agen ini
mematikan spora dalam konsentrasi yang tidak jauh lebih besar daripada yang
diperlukan untuk mematikan bakteri vegetatif. Efeknya cepat, ini
diperlukan,karena betapropiolakton dalam larutan cair mengalami hidrolisis
cukup cepatuntuk menghasilkan asam akrilat, sehingga setelah beberapa jam tidak
terdapat beta propiolakton yang tersisa.
Dari kedua pengertian di atas bisa kita simpulkan, jika sterilisasi dan desinfeksi
memiliki perbedaan yang khas, walaupun tetap memiliki tujuan yang sama. Namun
sterilisasi memiliki guna yang lebih besar dan desinfeksi secara khusus membunuh
kuman penyebab penyakit.
III. Aplikasi Sterilisasi dan Desinfeksi dalam Keseharian Dunia Kesehatan dan
Keperawatan.
Sterilisasi merupakan upaya pembunuhan atau penghancuran semua bentuk
kehidupan mikroba yang dilakukan dirumah sakit melalui proses fisik maupun kimiawi.
Sterilisasi juga dikatakan sebagai tindakan untuk membunuh kuman pathogen atau
apatogen beserta spora yang terdapat pada alat perawatan atau kedokteran dengan cara
merebus, stoom, menggunakan panas tinggi, atau bahan kimia. Jenis sterilisasi antara lain
sterilisasi cepat, sterilisasi panas kering, sterilisasi gas (formalin, H2O2).
Teknik steril biasanya di gunakan dalam ruangan operasi dan ruang bersalin,
selain menggunakan teknik steril pada tempat tidur pasien untuk prosedur invasive
sepeti :
Dengan keadaan yang bersih di rumah sakit maka keadaan asepsis lebih mudah
dicapai.
1. Universal Precaution
Pengendalian infeksi untuk penyakit-penyakit yang menular malalui darah. Berlaku
universal, tidak memandang apa atau siapa yang dirawat, tahu ataupun tidak tahu status
infeksinya. Setiap tenaga medis harus menyadari bahwa semua pasien berpotensi
menularkan berbagai penyakit.
2. Cuci Tangan
Adalah pencegahan infeksi yang paling penting, harus merupakan kebiasaan yang
mendarah daging bagi tenaga kesehatan, selalu dilakukan sebelum dan sesudah melakukan
tindakan keperawatan walaupun memakai sarung tangan atau yang lainya (cuci tangan tidak
bisa digantikan dengan sarung tangan).
Selain itu selalu gunakan alat pelindungan diri secara lengkap ketika melakukan
prosedur invasive, ataupun bedah. Seperti:
Gown/barakschort.
a. Masker
b. Sarung Tangan
c. Kaca mata pelindung/goggles
3. Pengolaan Sampah Medis dan Air Limbah
Perlu diatur sedemikian rupa agar alat atau ruang tetap bersih atau steril, tidak
berdekatan dengan limbah atau sampah medis. Membakar sampah medis sampai menjadi
arang.
1) Pemprosesan Alat
a) Dekontaminasi :
Proses yg membuat benda mati lebih aman ditangani staff sebelum dibersihkan.
Tujuan dari tindakan ini dilakukan agar benda mati dapat ditangani oleh petugas
kesehatan secara aman, terutama petugas pembersih medis sebelum pencucian
berlangsung.
b) Pencucian/ bilas
Proses yg secara fisik membuang semua debu yg tampak, kotoran, darah, atau cairan
tubuh lainnya dari benda mati ataupun membuang sejumlah mikroorganisme untuk
mengurangi resiko bagi mereka yg menangani objek tersebut. Prosesnya terdiri dari
mencuci sepenuhnya dengan sabun atau detergen dan air, membilas dengan air bersih
dan mengeringkannya.
Sterilisasi/DTT (Desinfeksi Tingkat Tinggi)
c) Desinfekatan :
1) Aseptik/Asepsis :
Suatu istilah umum yg digunakan untuk menggambarkan upaya kombinasi untuk
mencegah masuknya mikroorganisem ke dalam area tubuh manapun yg sering menyebabkan
infeksi.
Tujuannya :
Mengurangi jumlah mikroorganisem baik pada permukaan hidup maupun benda mati
agar alat-alat kesehatan dapat dengan aman digunakan.
2) Antisepsis :
Proses menurunkan jumlah mikroorganisme pada kulit, selaput lendir atau bagian
tubuh lainnya dengan menggunakan bahan antimikrobial (antiseptik)
Upaya terpenting menghilangkan masalah infeksi ini dan infeksi lainnya adalah dengan menjaga
kebersihan tangan melalui cuci tangan. Pedoman kebersihan tangan (hand hygiene) tersedia dari
World Health Organization (WHO). Rumah sakit mengadopsi pedoman kebersihan tangan (hand
hygiene) dari WHO ini untuk dipublikasikan di seluruh rumah sakit. Staf diberi pelatihan
bagaimana melakukan cuci tangan dengan benar dan prosedur menggunakan sabun, disinfektan,
serta handuk sekali pakai (towel), tersedia di lokasi sesuai dengan pedoman.
Banyak cedera yang terjadi di unit rawat inap dan rawat jalan akibat pasien jatuh.
Berbagai faktor yang meningkatkan riisiko pasien jatuh antara lain: kondisi pasien; gangguan
fungsional pasien (contoh gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, atau perubahan status
kognitif); lokasi atau situasi lingkungan rumah sakit; riwayat jatuh pasien; konsumsi obat
tertentu; konsumsi alkohol.
Pasien yang pada asesmen awal dinyatakan berisiko rendah untuk jatuh dapat mendadak berubah
menjadi berisiko tinggi. Hal iIni disebabkan oleh operasi dan/atau anestesi, perubahan mendadak
kondisi pasien, serta penyesuaian pengobatan.
Banyak pasien memerlukan asesmen selama dirawat inap di rumah sakit. Rumah sakit harus
menetapkan kriteria untuk identifikasi pasien yang dianggap berisiko tinggi jatuh.
Contoh situasional risiko adalah jika pasien yang datang ke unit rawat jalan dengan ambulans
dari fasilitas rawat inap lainnya untuk pemeriksaan radiologi. Pasien ini berisiko jatuh waktu
dipindah dari brankar ke meja periksa radiologi, atau waktu berubah posisi sewaktu berada di
meja sempit tempat periksa radiologi.
Lokasi spesifik dapat menyebabkan risiko jatuh bertambah karena layanan yang diberikan.
Misalnya, terapi fisik (rawat jalan dan rawat inap) memiliki banyak peralatan spesifik digunakan
pasien yang dapat menambah risiko pasien jatuh seperti parallel bars, freestanding staircases, dan
peralatan lain untuk latihan.
Rumah sakit melakukan evaluasi tentang pasien jatuh dan melakukan upaya mengurangi risiko
pasien jatuh. Rumah sakit membuat program untuk mengurangi pasien jatuh yang meliputi
manajemen risiko dan asesmen ulang secara berkala di populasi pasien dan atau lingkungan
tempat pelayanan dan asuhan itu diberikan.
Rumah sakit harus bertanggung jawab untuk identifikasi lokasi (seperti unit terapi fisik), situasi
(pasien datang dengan ambulans, transfer pasien dari kursi roda atau cart), tipe pasien, serta
gangguan fungsional pasien yang mungkin berisiko tinggi untuk jatuh.
Rumah sakit menjalankan program pengurangan risiko jatuh dengan menetapkan kebijakan dan
prosedur yang sesuai dengan lingkungan dan fasilitas rumah sakit.
Program ini mencakup monitoring terhadap kesengajaan dan atau ketidakkesengajaan dari
kejadian jatuh. Misalnya, pembatasan gerak (restrain) atau pembatasan intake cairan.
BAB VIII
A. Prinsip Kontrol
Kontrol dapat diarahkan baik di agen, rute transmisi, host atau lingkungan.
Kadang-kadang perlu untuk menggunakan beberapa strategi kontrol. Metode umum
kontrol adalah sebagai berikut (Webber R. , 2005)
1. Agent
Penghancuran agen dapat dialakukan dengan pengobatan khusus,
menggunakan obat-obatan yang membunuh agen in vivo, atau jika berada di luar
tubuh, dengan menggunakan antiseptik, sterilisasi, pembakaran atau radiasi (Webber
R. , 2005).
2. Transmisi
Transmisi adalah segala cara atau mekanisme dimana agent menular
menyebar dari sumber atau reservoir ke manusia.setelah unsur penyebab telah
meninggalkan reservoir maka untuk mendapatkan potensial yang baru, harus berjalan
melalui suatu lingkaran perjalanan khusus atau suatu jalur khusus yang disebut jalur
penularan (rute transmisi) (Noor, 2013). Ketika agen mencoba untuk melakukan
perjalanan ke sebuah host, host pada posisi yang paling rentan. Oleh karena itu,
banyak metode pengendalian telah dikembangkan untuk mengganggu transmisi
(Webber R. , 2005).
Karantina atau isolasi Menjaga agen di jarak yang cukup dan memadai untuk
lama waktu agar jauh dari host sampai meninggal atau menjadi tidak aktif dapat
efektif dalam mencegah penularan. karantina atau isolasi dapat digunakan untuk
hewan maupun manusia. Yang terlebih dahulu lebih efektif sebab hewan dapat secara
paksa ditahan. Karena sulit untuk mengkarantina manusia, maka tidak banyak
dipraktekkan sebagai metode kontrol, kecuali penyakit ini sangat menular atau pasien
dapat dikendalikan dengan mudah (misalnya di rumah sakit, Lassa fever) (Webber
R. , 2005).
Pengendalian Vektor adalah salah satu metode yang paling sangat maju dari
transmisi menginterupsi karena parasit memanfaatkan Tahap rentan untuk
pengembangan dan transportasi. Serangan terhadap vektor pada saat memasuki tahap
larva dapat dengan menggunakan larvasida dan metode kontrol biologis, atau saat
mereka dewasa dengan adulticides (Webber R. , 2005).
3. Host
Host (pejamu) adalah manusia atau hewan hidup, termasuk burung dan
arthropoda, yang dapat memberikan kehidupan atau tempat tinggal untuk agent
menular (Noor, 2013). host dapat dilindungi oleh metode fisik (kelambu, pakaian,
perumahan, dll), dengan vaksinasi terhadap penyakit tertentu atau dengan
menggunakanl profilaksis rutin (Webber R. , 2005).
4. Lingkungan
Lingkungan dari host dapat ditingkatkan oleh pendidikan, bantuan (pertanian,
bangunan rumah, subsidi, pinjaman, dll), dan peningkatan komunikasi (Untuk
memasarkan hasil buminya, mencapai fasilitas kesehatan, sekolah, dll). Dalam kurun
waktu, ini akan menjadi metode yang paling efektif dalam mencegah kelanjutan dari
siklus penularan (Webber R. , 2005).
Untuk kategori 1 penyakit dikurangi dengan cara mencuci tubuh dan pakaian
dengan air bersih atau air yang dipanaskan dan dengan penambahan sabun jika
tersedia. Kategori 2 dan 3 penyakit dikurangi dengan cara mencuci tangan
menggunakan sabun setelah buang air besar dan sebelum makan.
Kebersihan pribadi terkait erat dengan ketersediaan air dalam jumlah yang
cukup. Kualitas air kadang kurang penting dan kurang diperhatikan. Mencuci tangan
dapat ditingkatkan dengan menggunakan air hangat dan sabun. Sabun mengurangi
tegangan permukaan dan emulsifies minyak, yang memungkinkan bakteri untuk lebih
mudah dihilangkan. Namun, sejumlah besar air bersih masih bisa efektif tanpa adanya
penggunaan sabun (Webber R. , 2005).
2. Perlindungan makanan
Infeksi makanan-menular dapat menyebar baik melalui kontaminasi atau oleh
hospes perantara tertentu. Dalam hal ini berarti bahwa lalat tidak langsung mencemari
makanan. Perlindungan makanan yang kita konsumsi dapat dilakukandengan hal-hal
berikut:
3. Penyediaan Air
Air yang terkontaminasi dapat menjadi media tranmisi beberapa penyakit
karena produksi organime di dalamnya, seperti tempat bagi host perantara dan tempat
pembibitan vektor. Kondisi demikian merupakan manifestasi dari hygene yang
buruk(Weber, 2009).
Syarat Air
Terdapat 4 aspek dalam penyediaan air yang dapat membantu untuk mengendalikan
tranmisi penyakit, yaitu(Weber, 2009):
Peningkatan kualitas air : Air perlu diolah dan diprifikasi (dimurnikan).
Penegelolaan air diatur oleh PP No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air
Peningkatan kuantitas air : Kuantitas air harus adekuat untuk memenuhi konsumsi
masyarakat di setiap waktu(Hickey, 2008)
Mengambil air yang bersumber dari pegunungan atau sumber air bersih lainnya
Mencegah merembesnya air dengan perawatan drainase yang baik
Objek utama dalam penyediaan air adalah kuantitasnya yang kemudian diikuti
oleh peningkatan kualitas konstruksi sistem pipa yang baik. Hal yang tidak kalah
penting adalah kontinuitas penyediaan dan kesesuaian sistemnya dengan sosial
budaya masyarakat setempat(Weber, 2009).
Pemilihan sumber air yang baik harus disesuaikan dengan produksi jumlah air dan
regulasi yang berlaku. Selain itu, permintaan air juga menjadi determinan dalam
penyediaan air, misalnya saja bagi daerah desa yang membutuhkan 20 liter
air/orang/hari (Weber, 2009).
Pemilihan atas Penyediaan Air
Pemilihan sumber air bergantung pada jarak pengguna dengan sumber, kualitas &
kuantitas air, ketersediaan sumber, teknologi, dan lain sebagainya. Berikut adalah
ilustrasi perembasan air hujan yang nantinya dapat menjadi sumber penyediaan air.
Aliran air hujan yang meresap ke tanah dan dapat dimanfaatkan melalui sistem
sumur dangkal ataupun danau. Di dalam level tanah yang lebih dalam, kualitas air akan
lebih terjaga sehingga tehnik pengeboran dapat digunakan untuk menggapai sumber air
tersebut. Sedangakan pemanfaatan air sumur masih terbilang baik selama kontaminasi
dapat dicegah dan memberikan keuntungan dengan posisi yang dekat dengan rumah
(Weber, 2009). Sekali lagi bahwa poin penting dalam penyediaan air adalah kualitas dan
kuantitas, namun bila salah satu syarat tersebut bermasalah, maka tehnik filtrasi,
penambahan sumber air, purfikasi, dan yang lain sebagainya dapat menjadi solusi yang
efektif.
4. Sanitasi
Dengan makanan dan air, penekanannya adalah pada pencegahan kontaminasi,
tapi dengan sanitasi, itu adalah mengurangi sumber kontaminasi. kebiasaan sosial
berkaitan dengan pembuangan tinja sering dipegang teguh dan kecuali ini didekati
dengan cara ible sens-, sistem baru akan gagal. tasi Sani- bukan hanya penyediaan
jamban, tetapi subjek yang kompleks dan saling terkait in- volving orang, pasokan air
dan semua aspek lain dari kesehatan lingkungan. Faktor kesehatan Seperti terlihat
pada Tabel 3.1, dampak utama sanitasi adalah pada kelompok 2, 3a, 4c dan 5c.
Instalasi sanitasi dapat menghasilkan pengurangan infeksi ditunjukkan pada tabel
berikut:
Seperti air, sanitasi juga butuh biaya, tapi di sini biaya kurang diterima oleh
penduduk. Orang-orang hanya siap untuk membayar hargaseminimum mungkin
untuk buang air besar. Hanya di daerah perkotaan akan hal itu dianggap perlu; di
daerah pedesaan, ada ruang yang cukup untuk membuang kotoran. Sebuah skema
subsidi kemudian menjadi cara utama di mana sanitasi dapat ditingkatkan. Misalnya,
dalam konstruksi jamban, penduduk desa akan perlu untuk menggali lubang mereka
sendiri, tapi mungkin diberi subsidi semen dengan harga rendah atau diberikan
lempengan jongkok gratis.
Dalam memilih sistem pembuangan yang paling tepat, penekanan harus pada
kesederhanaan. Hanya ketika metode sederhana menjadi ketinggalan zaman karena
meningkatnya standar dan harapan akan sebuah sistem yang lebih canggih menjadi
yang sesuai. Sebuah proses inkremental yang sederhana, seperti yang diilustrasikan
pada gambar berikut :
Dalam sistem tertutup seperti septic tank atau aquaprivy, kontaminasi tanah tidak akan
berlangsung kecuali ada celah dalam struktur. Namun, limbah yang sangat bermuatan
dengan patogen dan harus dibuang dengan benar. Mengalirkannya ke pembuangan banjir,
seperti yang sering terjadi, adalah praktik yang buruk dan menimbulkan ancaman besar
infeksi. Solusi termudah adalah untuk memimpin ke soakaway, tapi tindakan pencegahan
mirip dengan jamban perlu diambil.
C. Pengendalian Vektor
Parasit ditularkan dari satu host kevektor lainnya, sering menggunakan tahap
dalam vektor untuk menjalani penggandaan ataupengembangan. Dalam beberapa parasit
(misalnya malfungsiaria) vektor adalah tuan rumah definitif,sedangkan seperti Wuchereria
bancrofti,itu adalah tuan rumah menengah. Memutus siklus hidup vektor adalah salah satu
yang penting untukparasit sehingga tidak dapat melanjutkan jika vektorhancur atau jumlah
dikurangi menjadi cukup rendah. Ketika berubah dari satuhost ke yang lain adalah saat
yang kritis bagiparasit dan banyak kerugian dapat terjadi.pengembangan gametocyte
Malaria harus bertepatan saatnyamuk mengambil makan darah, gametosit jantan dan
betinayang dibutuhkan untuk pembuahan dan pematanganuntuk mengambil tempat di
dalam perut serangga.W. bancrofti parasit cukup menderitakerugian selama vektor fase.
vektor,tidak harus benar-benarhancur, tetapi harus disimpan pada tingkat terlalurendah.
Sehingga vektor pengendalian vektor berarti pengurangan dan tidakpemberantasan vektor.
1. Pengendalian Nyamuk
Membunuh Nyamuk Dewasa
Menurut Weber (2005) dalam membunuh nyamuk dewasa dapat digunakan 2
macam insektisida yaitu knock-down insektisida dan insektisida residual. Knock-down
insectisides merupakan cara penggunaan insektisida sebagai semprotan ruang yang
umumnya mengandung pyrethrum yang berasal dari spesies krisan. Namun, Knock-down
insectisida ini hanya akan membunuh nyamuk dewasa pada saat aplikasi saja.
Sedangkan, insektisida residual merupakan metode utama dalam pengendalian
penyakit menular yang diakibatkan insektisida karena memiliki efek mematikan untuk
jangka waktu yang cukup lama (6 bulan atau lebih). Insektisida residual ini harus
disemprotkan sebelum awal musim transmisi utama dan dalam penyemprotannya harus
memperhatikan beberapa faktor, yaitu proporsi insektisida, jumlah insektisida yang
dicampur denga fluida, pencampuran (sebelum dan selama aplikasi, jarak penyemprotan,
dan kecepatan (Weber, 2005).
Pencegahan dan Penolakan
Upaya ini dapat berupa asap atau penggunaan krim pada tubuh yang dimaksudkan
untuk mengurangi kemungkinan ditusuk nyamuk bukan membunuh nyamuk. Sedangkan
penolakan paling umum aadalah dengan menggunakan Diethyltoluamide (DEET) yang
diterapkan pada individu, pakaian, tenda, dan kelambu. DEET dapat dilarutan dalam
spiritus atau emulsi dengan air dan diterapkan ke permukaan yang diinginkan. Penolakan
menggunakan DEET dapat berlangsung selama 3-6 bulan. (Weber, 2005)
Larvasida
Menurut Weber (2005), larvasida merupakan zat yang menghalangi alat bantu pernafasan
jentik nyamuk dan meracuni mereka. Larvasida atau kontrol “fokal” dari aedes aegypti
biasanya terbatas pada wadah yang dipertahankan untuk penggunaan rumah tangga yang
tidak dapat dibuang. Tiga larvasida dapat digunakan untuk mengatasi wadah yang
menyimpan air minum: 1% bubuk granul temephos, regulator pertumbuhan serangga
methoprene dalam bentuk balok, dan BTI (bacillus thuringiensis H-14) yang dianggap di
bawah pengendalian biologis. Ketiga larvasida ini menpunyai toksisitas mamalia sangat
rendah dan penanganan air minum yang tepat aman untuk konsumsi manusia.
Pengendalian Biologis
Intervensi yang didasarkan pada pengenalan organisme pemangsa, parasit, yang
bersaing dengan cara penurunan jumlah Ae. aegypti atau Ae. albopictus masih menjadi
percobaan, dan informasi tentang keampuhannya didasarkan pada hasil operasi lapangan
yang berskala kecil. Ikan pemangsa larva dan biosida Bacillus thuringiensis H-14 (BTI)
adalah dua organisme yang paling sering digunakan. Keuntungan dari tindakan
pengendalian secara biologis mencangkup tidak adanya kontaminasi kimiawi terhadap
lingkungan, kekhususan terhadap organisme target (efek BTI, sebagai contoh, terbatas
pada nyamuk yang berhubungan dengan diptera) dan penyebaran mandiri dari beberapa
preparat ke tempat-tempat yang tidak dapat ditangani dengan mudah oleh cara lain
(Gandahusada, 1998).
Kerugian dari tindakan pengendalian biologis mencakup mahalnya pemeliharaan
organisme, kesulitan dalam penerapan dan produksinya serta keterbatasan penggunaannya
pada tempat-tempat yang mengandung air dimana suhu, pH dan polusi organik dapat
melebihi kebutuhan agen juga fakta bahwa pengendalian biologis ini hanya efektif
tergadap tahap imatur dari nyamuk vector (Gandahusada, 1998).
Beberapa parasit dari golongan nematoda, bakteri, protozoa, jamur dan virus dapat
dipakai sebagai pengendalian larva nyamuk. Arthopoda juga dapat dipakai sebagai
pengendali nyamuk dewasa. Predator atau pemangsa yang baik untuk pengendalian larva
nyamuk terdiri dari beberapa jenis ikan, larva nyamuk yang berukuran lebih besa, larva
capung dan crustaceae (Gandahusada, 1998).
Contoh beberapa jenis ikan pemangsa yang cocok untuk pengendalian nyamuk
vector stadium larva ialah : Panchax panchax (ikan kepala timah), Lebistus retcularis
(Guppy = water ceto), Gambusia affinis (ikan gabus), Poecilia reticulate, Trichogaster
trichopterus, Cyprinus carpio, Tilapia nilotica, Puntious binotatus dan Rasbora
lateristrata. Pemangsa lainnya adalah larva Toxorrhynchites amboinensis, larva culex
furcanus (Gandahusada, 1998).
Penggunaan Odonata sebagai control biologiterhadap vektor penyakit parasitik
atau untuk mengetahui keterkaitan dengan populasi nyamuk sebagai vector penyakit.
Hasil uji preferensi Orthetrum sabina dan Pantala flavescens dewasa terhadap nyamuk
Culex yang sudah peneliti lakukan menunjukkan tingkat pemangsaan yang besar. Hasil
pemangsaan Orthetrumsabinaterhadap nyamuk Culex sebesar 82,76%. Adapun uji
pemangsaan dengan memberikan makanan Odonata yang lebih bervariasi menunjukkan
jumlah pemangsaan yang tetap besar terhadap nyamuk. Kebiasaan Odonata hidup pada
habitat yang bersihdan bersifat sebagai predator dengan tingkat pemangsaan yang besar
terhadap berbagai larva dan nyamuk dewasa memiliki peluang untuk dijadikan control
biologi terhadap vektor nyamuk yang terkait dengan penyakit parasitik (Gandahusada,
1998).
Modifikasi Lingkungan
Pengendalian dilakukan dengan cara mengelola lingkungan (environmental
management) yaitu memodifikasi atau memanipulasi lingkungan, sehingga terbentuk
lingkungan yang tidak cocok (kurang baik) yang dapat mencegah atau membatasi
perkembangan vektor (Gandahusada, 1998).
Modifikasi lingkungan (environmental management) merupakan cara paling aman
terhadap lingkungan, karena tidak merusak keseimbangan alam dan tidak mencemari
lingkungan, tetapi harus dilakukan terus-menerus. Di sini dapat digunakan beberapa cara
antara lain dengan mencegah nyamuk kontak dengan manusia yaitu dengan memasang
kawat kasa pada lubang ventilasi rumah, jendela, pintu. Dan sekarang yang digalakkan
oleh pemerintah yaitu gerakan 3M (Menguras tempat-tempat penampungan air; Menutup
rapat tempat penampungan air; dan Menimbun dalam tanah barang-barang bekas atau
sampah yang dapat menampung air hujan) dan ada cara lain lagi yang disebut autocidal
ovitrap. Di sini digunakan suatu tabung silinder warna gelap dengan garis tengah ± 10 cm,
salah satu ujung tertutup rapat dan ujung yang lain terbuka. Tabung ini diisi air tawar
kemudian ditutup dengan tutup kasa nylon. Nyamuk Ae. aegypti bertelur di sini dan bila
telur menetas menjadi larva dalam air tadi. Bila larva menjadi nyamuk dewasa maka akan
tetap terperangkap di dalam tabung tadi. Secara periodik air dalam tabung ditambah untuk
mengganti penguapan yang terjadi. (Soegeng Soegijanto; 2004).
Sedangkan, Manipulasi Lingkungan (environmental manipulation) merupakan cara
yang berkaitan dengan pembersihan atau pemeliharaan sarana fisik yang telah ada supaya
tidak berbentuk tempat-tempat perindukan atau tempat istirahat nyamuk, sebagai contoh
misalnya: Culex menyukai air yang kotor seperti genangan air, limbah pembuangan
mandi, got (selokan) dan sungai yang penuh sampah terutama pada musim kemarau,
nyamuk ini juga dapat menularkan penyakit kaki gajah (filariasis) bancrofti, sehingga kita
perlu melancarkan air dalam got yang tersumbat agar tidak menjadi tempat perindukan
culex, tidak menggantung baju terutama yang berwarna hitam dikarenakan akan menjadi
tempat perindukannya (Gandahusada,1998)
Manipulasi lingkungan juga dapat dilakukan dengan cara : (1) Membersihkan
tanaman air yang mengapung seperti ganggang dan lumut sehingga menyulitkan
perkembangan; (2) Membuang atau mencabut tumbuhan air di kolam atau rawa; (3)
Melancarkan air got agar tidak jadi tempat perindukan Culex spp; (4) Tidak menggantung
baju di ruangan; (5) Menggunakan baju lengan panjang pada saat malam hari
(Gandahusada, 1998).
2. Insektisida
Menurut Roger Webber (2005:57-59), Insektisida untuk pengendalian vektor meliputi
berikut ini :
Racun (misalnya paris hijau yang digunakan secara luas sebagai larvasida). Anopheles
gambiae telah diberantas dari Mesir menggunakan metode ini. Mengingat ketahanan
terhadap insektisida yang telah dikembangkan, hal ini dapat dipertimbangkan kembali.
Fumigan ( contohnya hydrogen sianida, metal bromide, dan format etil) dapat
digunakan pada biji-bijian atau sebagai pembungkus untuk menghancurkan populasi.
Knock-down (contohnya seperti pyrethrum, bioresmethrin dan bioallethrin).
Residual, yang dibagi menjadi organofosfat, karbamat, dan piretroid. (organoklorin,
4.4’-dichlorodiphenyl-1,1,1-trichloroethane (DDT), benzene heksaklorida (BHC) dan
dieldrin yang awalnya digunakan secara luas kini tidak lagi tersedia karena efek toksik
dan efek jangka panjang terhadap lingkungan), seperti :
Organofosfat
Organofosfat seperti malathion dan fenthion adalah zat yang mudah menguap
dan membutuhkan pengaplikasian yang sering. Mereka bertindak dengan menghambat
cholinesterase di persimpangan saraf yang dapat menghasilkan kelumpuhan sementara
(gagal pernafasan) pada manusia dan serangga. Mereka tidak melakukan residual
panjang atau bertahan lama dalam lingkungan. Klorpirifos dan temephos merupakan
senyawa beracun rendah yang digunakan secara luas sebagai larvasida.
Karbamat
Karbamat beraksi dengan cara yang mirip dengan organofosfat namun mereka
bekerja berlawanan dengan asetilcholinesterase dan membuat efeknya lebih mudah
disimpan sehingga memberi keuntungan pada manusia. Contohnya yaitu propoxur dan
karbaril.
Piretroid
Filariasis mempunyai gejala klinis berupa cacing filaria yang hidup di kelenjar
dan saluran getah bening sehingga menyebabkan kerusakan pada sistem limfatik yang
dapat menimbulkan gejala awal (akut) dan lanjut (kronis). Gejala akut berupa demam
berulang, 1 2 kali setiap bulan bila bekerja berat, tetapi dapat sembuh tanpa diobati dan
peradangan kelenjar dan saluran getah bening (adenolimfangitis) terutama di daerah
pangkal paha dan ketiak tapi dapat pula di daerah lain. Sementara gejala kronis terjadi
akibat penyumbatan aliran limfe terutama di daerah yang sama dengan terjadinya
peradangan dan menimbulkan gejala seperti kaki gajah (elephantiasis), dan hidrokel.
(Kemenkes, 2015)
Gambar 1Daur hidup dan gejala klinis Limfatic filariasis atau kaki gajah (Roger
Weber hal 220
Pengobatan adalah ilmu dan seni penyembuhan dari suatu penyakit. Pemberian
obat massal atau Mass Drug Administration (MDA) digunakan sebagai metode
pengendalian filariasis. Namun MDA perlu mencakup seluruh penduduk dimana
penderita filariasis tersebut berada. Untuk dapat mencakup seluruh masyarakat,
pemerintah memerlukan asisten atau kader dari masyarakat tersebut untuk memastikan
pemberian obat missal telah merata dan telah diberikan pada seluruh penduduk.
Pemerintah bertekad mewujudkan Indonesia bebas Kaki Gajah Tahun 2020. Hal tersebut
dilakukan melalui Bulan Eliminasi Penyakit Kaki Gajah (BELKAGA), dimana setiap
penduduk kabupaten/kota endemis Kaki Gajah serentak minum obat pencegahan setiap
bulan Oktober selama 5 tahun berturut-turut (2015-2020) ujar HM Subuh. Saat ini
Filariasis masih menjadi endemi di 241 kabupaten/kota di Indonesia. 46 diantaranya telah
melaksanakan Pemberian Obat Pencegahan Masal (POPM) Filariasis selama 5 tahun.
Sementara 195 kabupaten kota akan melaksanakan POPM sampai dengan tahun 2020
dengan jumlah penduduk sebesar 105 juta jiwa yang merupakan sasaran BELKAGA.
DAFTAR PUSTAKA
Gandahusada, S., & dkk. (1998). Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Kemenkes. (2009). Dipetik Maret 21, 2017, dari
http://www.depkes.go.id/article/print/73/hasil-investigasi-kejadian-ikutan-paska-
pengobatan-massal-filariasis-di-kabupaten-bandung.htm
Kemenkes. (2015). Dipetik Maret 21, 2017, dari
http://www.depkes.go.id/article/view/15073000001/prevalansi-penyakit-kaki-gajah-
filariasis-berhasil-diturunkan.html#sthash.ocM9V6SI.dpuf
Noor, N. N. (2013). pengantar epidemiologi penyakit menular. Jakarta: Rineka Cipta.
Soegijanto, S. (2004). Demam Berdarah Dengue. Surabaya: Universitas Airlangga Press.
Utami, A. (2013, Januari 30). Slide Share Resistensi Insektisida. Dipetik Maret 22, 2017,
dari Slide Share Resistensi Insektisida: https://www.slideshare.net/AriniUtami/resistensi-
insektisida
Webber, R. (2005). Communicable Disease. London School of Hygiene and Tropical
Medicine, UK: CABI Publishing.
Zahrotul, H., & Saleha, S. (2015). Dipetik Maret 21, 2017, dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=425548&val=5027&title=Cakupan
%20Pemberian%20Obat%20Pencegahan%20Massal%20Filariasis%20di%20Kabupaten
%20Sumba%20Barat%20Daya%20Tahun%202012-2013