Anda di halaman 1dari 85

DIKTAT PEMBELAJARAN

MK. MANAJEMEN PATIEN SAFETY DALAM KEPERAWATAN

Disusun sebagai tugas individu pada mata kuliah


MANAJEMEN PATIEN SAFETY DALAM KEPERAWATAN
Mahasiswa semester II Prodi Keperawatan Bima Poltekkes Kemenkes Mataram
Tahun 2024

Oleh :

TITI SUBIANTI
Nim : P00620223089

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KEMENTRIAN KESEHATAN MATARAM
D-III KEPERAWATAN BIMA
HALAMAN PENGESAHAN

Diktat Pembelajaran mata kuliah


“MANAJEMEN PATIEN SAFETY DALAM KEPERAWATAN”

Kota Bima, 05 Februari 2024


Mahasiswa Penyusun

TITI SUBIANTI
NIM :P00620223089

Mengetahui / Mengesahkan
Penanggung Jawab Mata Kuliah ( PJMK )

H.Syaiful,SPd.S.Kep.Ns.MKes
Nip.196805231989031003
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT,dimana atas segala rahmat dan izin-nya
penyusun dapat menyelesaikan Buku Diktat ini,untuk memenuhi tugas MK. MANAJEMEN
PATIENT SAFETY DALAM KEPERAWATAN

Shalawat serta salam tak lupa penyusun haturkan kepada junjungan kita Nabi semesta alam
Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Alhamdulillah penyusun dapat menyelesaikan buku diktat ini walaupun penyusun


menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan didalam buku diktat ini .Untuk itu
penyusun berharap adanya kritik dan saran untuk dapat menyusun buku diktat lebih baik
kedepannya.

Akhir kata, penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesainya buku diktat ini semoga segala upaya yang telah dicurahkan
mendapat berkah dari Allah SWT. Amin.

Kota Bima,02 Februari 2024

Penyususn
DAFTAR ISI

COVER

HALAMAN PENGESAHAN

KATA PENGANTAR……………………………………………………………..……..…..i

DAFTAR ISI…………………………………………………………..…………………..…ii

BAB I KONSEP DASAR PATIENT SAFETY………………………………………..........1

BAB II INFEKSI NOSOCOMIA…………………………………………………..…........31

BAB III MIKROBIOLOGI DAN PARASITOLOGY.…………………………………....38

BAB IV STERILISASI DAN DISINFEKTAN……………………………..……….…....45

BAB V PENERAPAN 6 SASARAN KESELAMATAN PASIE…………...…………….60

BAB VI PENERAPAN ERALY WARNING SCORE DIRUANG KEPERAWATAN….65

BAB VII PENERAPAN PRINSIP DAN IMPLEMENTAASI UPAYA PENCEGAHAN


PENULARAN…………………...........................................................................................70

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I

KONSEP DASAR PATIENT SAFETY


BAB II
INFEKSI NOSOKOMIAL

A.Definisi Infeksi Nosokomial

Infeksi yang terjadi pada penderita-penderita yang sedang dalam proses


asuhan keperawatan ini disebut infeksi nosokomial. Nosokomial berasal dari
Bahasa Yunani, dari kata nosos yang artinya penyakit dan komeo yang artinya
merawat. Nosokomion berarti tempat untuk untuk merawat/rumah sakit. Jadi,
infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai infeksi yang diperoleh atau terjadi di
rumah sakit (Darmadi, 2008).
Infeksi nosokomial saat ini merupakan salah satu penyebab meningkatnya
angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortility) di rumah sakit
sehingga dapat menjadi masalah kesehatan baru, baik di negara berkembang
maupun di negara maju. Infeksi ini dikenal pertama kali pada tahun 1847 oleh
Semmelweis dan saat ini tetap menjadi masalah yang cukup menyita perhatian
(Nasution, 2012). Di Indonesia, RSUP dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta dan
RSUD dr. Soetomo Surabaya, pada tahun 1983-1984 mulai aktif meneliti dan
menangani infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial tidak hanya merugikan
penderita, tetapi juga merugikan pihak rumah sakit serta perusahaan atau
pemerintah dimana penderita bekerja (Darmadi, 2008).
Penelitian yang dilakukan National Nosokomial Infections Surveillance
(NNIS) dan Centers of Disease Control and Prevention’s (CDCP’s) pada tahun
2002 melaporkan bahwa 5 sampai 6 kasus infeksi nosokomial dari setiap 100
kunjungan ke rumah sakit. Diperkirakan 2 juta kasus infeksi nosokomial terjadi
setiap tahun di Amerika Serikat. Penelitian di berbagai universitas di Amerika
Serikat menyebutkan bahwa pasien yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU)
mempunyai kecenderungan terkena infeksi nosokomial 5-8 kali lebih tinggi dari
pada pasien yang dirawat diruang rawat biasa. Infeksi nosokomial banyak terjadi
di ICU pada kasus pasca bedah dan kasus dengan pemasangan infus dan kateter
yang tidak sesuai dengan prosedur standar pencegahan dan pengendalian infeksi
yang diterapkan di rumah sakit (Salawati, 2012).
Menurut Darmadi (2008), rumah sakit sebagai institusi pelayanan medis tidak
mungkin lepas dari keberadaan sejumlah mikroba pathogen. Hal ini
dimungkinkan karena :
a.Rumah sakit merupakan tempat perawatan segala macam penyakit
b.Rumah sakit merupakan “gudangnya” mikroba pathogen
c.Mikroba pathogen yang ada umumnya sudah kebal terhadap antibotik.

B.Faktor Memengaruhi Proses Infeksi


d.Berikut faktor yang mempengaruhi proses infeksi menurut Hidayat (2006),
yaitu :
1. Sumber Penyakit. Sumber penyakit dapat mempengaruhi apakah infeksi berjalan
dengan cepat atau lambat.
2. Kuman Penyebab. Kuman penyebab dapat menentukan jumlah mikroorganisme,
kemampuan mikroorganisme masuk ke dalam tubuh, dan virulensinya.
3. Cara membebaskan sumber dari kuman. Cara membebaskan kuman dapat
menentukan apakah proses infeksi cepat teratasi atau diperlambat, seperti
tingkat keasaman (pH), suhu, penyinaran (cahaya), dan lain-lain.
4. Cara penularan. cara penularan seperti kontak langsung, melalui makanan atau
udara, dapat menyebabkan penyebaran kuman ke dalam tubuh.
5. Cara masuknya kuman. Proses penyebaran kuman berbeda, tergantung dari
sifatnya. Kuman dapat masuk melalui saluran pernafasan, saluran pencernaan,
kulit, dan lain-lain.
6. Daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh yang baik dapat memperlambat proses
infeksi atau mempercepat proses penyembuhan. Demikian pula sebaliknya, daya
tahan tubuh yang buruk dapat memperburuk proses infeksi.
Selain faktor-faktor diatas, terdapat faktor lain seperti status gizi atau
nutrisi, tingkat stres pada tubuh, faktor usia, dan kebiasaan yang tidak sehat
e.Sedangkan menurut Darmadi dalam bukunya Infeksi Nosokomial
Problematika dan Pengendaliannya (2008), ada sejumlah faktor yang sangat
berpengaruh dalam terjadinya infeksi nosokomial, yang menggambarkan
faktor-faktor yang datang dari luar (extrinsic factors). Faktor-faktor tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Faktor-faktor yang ada dari diri penderita (instrinsic factors) seperti umur, jenis
kelamin, kondisi umum penderita, resiko terapi atau adanya penyakit lain yang
menyertai penyakit dasar (multipatologi) beserta komplikasinya. Faktor-faktor
ini merupakan faktor presdisposisi.
2. Faktor keperawatan seperti lamanya hari perawatan (length of stay), menurutnya
standart pelayanan perawatan, serta padatnya penderita dalam satu ruangan.
3. Faktor mikroba patogen seperti tingkat kemampuan invasi serta tingkat
kemampuan merusak jaringan, lamanya pemaparan (length of exposure) antara
sumber penularan (reservoir) dengan penderita.
C.Proses Terjadinya Infeksi Nosokomial

1. Mekanisme penularan menurut Darmadi (2008)


Penyebab mikroba patogen ketubuh manusia melalui mekanisme tertentu,
yaitu mekanisme penularan (Mode Of Transmission). Dalam garis besarnya,
mekanisme transmisi mikroba patogen ke pejamu yang rentang (Susceptable
Host) melalui dua cara :
a.Transmisi Langsung (Direct Transmission)
Penularan langsung oleh mikroba patogen ke pintu masuk yang sesuai dari
pejamu. Sebagai contoh adalah adanya sentuhan, gigitan, ciuman, batuk,
berbicara, atau saat transfusi darah yang terkontaminasi mikroba patogen.
b.Transmisi tidak langsung (indirect transmision)
Penularan mikroba patogen yang penularanya “media perantara” baik
berupa barang-barang air,udara, makanan/minuman, maupun vektor.
a. Venicle borne
Sebagai media perantara penularan adalah barang/bahan yang
kontaminasi seperti peralatan makan dan minum, instrument
bedah/kebidaan, peratalan laboratorium, peralatan infus atau
transfuse.
b. Vector-borne
Sebagai media prantara penularan adalah vector (serangga), yang
memindakan mikroba pathogen ke pejamu dengan cara berikut.
1. Cara mekanis
Pada kaki serangga melekat kotoran/sputum (mikroba patogen), lalu
hinggap pada makanan atau minuman, di mana akan masuk seluruh cerna
penjamu.
2. Cara biologis
Sebelum masuk ke tubuh pejamu, mikroba mengalami siklus
perkembangbiakan dalam tubuh vector/serangga,selanjutnya mikroba di
pindahkan kedalam tubuh pejamu melalui gigitan.
c. Food-borne
Makanan dan miniman adalah media perantara yang cukup evektif
untuk menyebarkan mikroba pathogen ke pejamu, yaitu melalui pintu
masuk (port d’entree) saluran cerna
d. Water-borne
Tersedianya air bersih baik secara kuantitatif maupun kualitatif-
terutama untuk kebutuhan rumah sakit.
2. Tahapan transmisi mikroba patoghen menurut Darmadi (2008)
Dalam riwayat penyakit, pejamu yang peka (susceptable host) akan
berinteraksi dengan mikroba patogen, yang secara alamiah akan melewati 4
tahap, yaitu :
a. Tahap rentan
Pada tahap ini pejamu masih dalam kondisi relatif sehat, namun peka
atau labil, disertai faktor presdisposisi yang mempermudah terkena
penyakit seperti umur, keadaan fisik, perilaku/ kebiasaan hidup, sosial
ekonomi, dan lain-lain. Faktor-faktor presdisposisi tersebut mempercepat
masuknya agen penyebab penyakit (mikroba patogen) untuk berinteraksi
dengan pejamu.
b. Tahap inkubasi
Setelah masuk ke tubuh pejamu, mikroba patogen mulai beraksi,
namun tanda dan gejala penyakit belum tampak (subklinis). Saat mulai
masuknya mikroba patogen ke tubuh pejamu hingga saat munculnya tanda
dan gejala penyakit lainnya, ada yang hanya beberapa jam, dan ada yang
bertahun-tahun.
c. Tahap klinis
Merupakan tahap terganggunya fungsi organ yang dapat memunculkan
tanda dan gejala (sign and symptoms) penyakit. Dalam perkembangannya,
penyakit akan berjalan secara bertahap. Pada tahap awal, tanda dan gejala
penyakit masih ringan. Penderita masih mampu melakukan aktivitas
sehari-hari dan masih dapat diatasi dengan berobat jalan. Pada tahap
selanjutnya, penyakit tidak dapat diatasi dengan berobat jalan, karena
penyakit bertambah parah, baik secara objektif maupun subjektif. Pada
tahap ini penderita sudah tidak mampu lagi melakukan aktivitas sehari hari
dan jika berobat, umumnya harus memerlukan perawatan.
d. Tahap akhir penyakit
Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir pula. Perjalanan
penyakit tersebut dapat berakhir dengan 5 alternatif, yaitu :
1. Sembuh sempurna : Penderita sembuh secara sempurna, artinya bentuk
dan fungsi sel/jaringan/organ/organ tubuh kembali seperti sedia kala.
2. Sembuh dengan obat : Penderita sembuh dari penyakitnya namun
disertai adanya kecacatan. Cacat dapat berbentuk cacat fisik, cacat
mental, maupun cacat social.
3. Pembawa (carrier) : Perjalanan penyakit seolah-olah berhenti, ditandai
dengan menghilangnya tanda dan gejala penyakit. Pada kondisi ini
agen penyebab penyakit masih ada, dan masih potensial sebagai
sumber penularan.
4. Kronis: Perjalanan penyakit bergerak lambat, dengan tanda dan gajala
yang tetap atau tidak berubah (stagna).
5. Meninggal dunia : Akhir perjalanan penyakit dengan adanya kegagalan
fungsi-fungsi organ.
D.Pencegahan Infeksi Nosokomial

1.Pengertian Pencegahan Infeksi


Pencegahan infeksi adalah mencegah dan mendeteksi infeksi pada pasien
yang beresiko infeksi. Pencegahan infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai
suatu usaha yang dilakukan untuk mencegah terjadinya resiko penularan infeksi
mikroorganisme dari lingkungan rumah sakit (Maryunani, 2011).
Berikut adalah pengertian-pengertian yang perlu diketahui dalam pencegahan
infeksi menurut Hidayat (2006), yaitu :
a. Aseptik, yaitu tindakan yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan.istilah ini
dipakai untuk menggambarkan semua usaha yang dilakukan untuk mencegah
masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang kemungkinan besar akan
mengakibatkan infeksi. Tujuan akhirnya adalah mengurangi atau
menghilangkan jumlah mikroorganisme,baik pada permukaan benda hidup
maupun benda mati agar alat-alat kesehatan dapat dengan aman digunakan.
b. Antiseptik yaitu upaya pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh
lainnya.
c. Dekontaminasi, tindakan yang dilakukan agar benda mati dapat ditangani oleh
petugas kesehatan secara aman,terutama petugas pembersihan medis sebelum
pencucian dilakukan contohnya adalah meja pemeriksaan,alat- alat kesehatan,
dan sarung tangan yang terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh di saat
prosedur bedah/tindakan dilakukan.
d. Pencucian, yaitu tindakan menghilangkan semua darah,cairan tubuh,atau
setiap benda asing seperti debu dan kotoran.
e. Sterilisasi, yaitu tindakan menghilangkan semua mikroorganisme (bakteri,
jamur, parasite, dan virus) termasuk bakteri endospore dari benda mati.
f. Desinfeksi,yaitu tindakan menghilangkan sebagian besar (tidak semua)
mikroorganisme penyebab penyakit dari benda mati .Desinfeksi tingkat tinggi
dilakukan dengan merebus atau menggunakan larutan kimia.Tindakan ini
dapat menghilangkan semua mikroorganisme,kecuali beberapa bakteri
endospore.

2.Cara pencegahan infeksi (Kewaspadaan Isolasi)

Berikut cara pencegahan infeksi menurut Salawati (2012), yaitu :


A. Mencuci tangan
Mencuci tangan sebaiknya dilakukan pada air yang mengalir dan
dengan sabun yang digosokkan selama 15 sampai 20 detik. Mencuci
tangan dengan sabun biasa dan air bersih adalah sama efektifnya mencuci
tangan dengan sabun antimikroba. Ada beberapa kondisi yang
mengharuskan petugas kesehatan menggunakan sabun antiseptik ini, yaitu
saat akan melakukan tindakan invasif, sebelum kontak dengan pasien yang
dicurigai mudah terkena infeksi (misalnya: bayi yang baru lahir dan pasien
yang dirawat di ICU).
B. Penggunaan alat pelindung diri
Alat pelindung diri yang paling baik adalah yang terbuat dari bahan
yang telah diolah atau bahan sintetik yang tidak tembus oleh cairan.
a. Sarung tangan melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan
penyakit dan dapat melindungi pasien dari mikroorganisme yang
terdapat di tangan petugas kesehatan.
b. Masker dipakai untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh
memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan, juga menahan
cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan berbicara, bersin dan
batuk.
c. Pelindung mata dan wajah harus dipakai pada prosedur yang memiliki
kemungkinan terkena percikan darah atau cairan tubuh. Pelindung
mata harus jernih, tidak mudah berembun, tidak menyebabkan distorsi,
dan terdapat penutup disampingnya.
d. Pemakaian gaun pelindung terutama untuk melindungi baju dan kulit
petugas kesehatan dari sekresi respirasi. Gaun pelindung juga harus
dipakai saat ada kemungkinan terkena darah, cairan tubuh.
e. Apron terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air
sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Apron harus
dikenakan dibawah gaun pelindung ketika melakukan perawatan
langsung pada pasien, membersihkan pasien atau melakukan prosedur
saat terdapat risiko terkena tumpahan darah dan cairan tubuh.
C. Praktik keselamatan kerja
Praktik keselamatan kerja berhubungan dengan pemakaian instrumen
tajam seperti jarum suntik, dll.
D. Perawatan pasien
Perawatan pasien yang sering dilakukan meliputi tindakan: pemakaian
kateter urin, pemakaian alat intravaskular, transfusi darah, pemasangan
selang nasogastrik, pemakaian ventilator dan perawatan luka bekas
operasi. Kateterisasi kandung kemih membawa risiko tinggi terhadap
infeksi saluran kemih (ISK). Penggunaan alat intravaskular untuk
memasukkan cairan steril, obat atau makanan serta untuk memantau
tekanan darah sentral dan fungsi hemodinamik meningkat tajam pada
dekade terakhir.
Transfusi darah memiliki kesamaan dalam beberapa hal dengan
penggunaan pemberian pengobatan melalui pembuluh darah. Terdapat
risiko serius bagi pasien yang menerima transfusi darah. Prosedur
pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial dan komplikasi transfusi
meliputi: transfusi dilakukan jika dibutuhkan, seleksi donor potensial
secara penuh untuk menghindari penularan infeksi serius, donor darah
diambil secara aseptik dan dengan sistem tertutup, simpan darah pada suhu
yang tepat, pastikan darah cocok agar tidak membahayakan penerima
donor, terapkan teknik aseptik saat melakukan transfusi, pantau tanda vital
dan reaksi pasien serta hentikan transfusi jika reaksi berlawanan.
E. Penggunaan antiseptic
Larutan antiseptik dapat digunakan untuk mencuci tangan terutama
pada tindakan bedah, pembersihan kulit sebelum tindakan bedah atau
tindakan invasif lainnya. Instrumen yang kotor, sarung tangan bedah dan
barang-barang lain yang digunakan kembali dapat diproses dengan
dekontaminasi, pembersihan dan sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi
(DTT) untuk mengendalikan infeksi.
F. Dekontaminasi
Dekontaminasi dan pembersihan merupakan dua tindakan pencegahan
dan pengendalian yang sangat efektif meminimalkan risiko penularan
infeksi. Proses pembersihan penting dilakukan karena tidak ada prosedur
sterilisasi dan DTT yang efektif tanpa melakukan pembersihan terlebih
dahulu. Pembersihan dapat dilakukan dengan menggunakan sabun cair dan
air untuk membunuh mikroorganisme. Sterilisasi harus dilakukan untuk
alat-alat yang kontak langsung dengan aliran darah atau cairan tubuh
lainnya dan jaringan. Sterilisasi dapat dilakukan dengan menggunakan uap
bertekanan tinggi (autoclafe), pemanasan kering (oven), sterilisasi kimiawi
dan fisik

3. Tujuan pencegahan infeksi


Tujuan pencegahan infeksi dalam pelayanan kesehatan menurut
Maryunani (2011), antara lain :
1. Meminimalkan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme
(misalnya bakteri, virus, jamur).
2. Menurunkan resiko penularan infeksi.
3. Memberikan perlindungan terhadap klien dan tenaga kesehatan dari
penularan penyakit yang mengancam jiwa, misalnya hepatitis dan
HIV/AIDS.
BAB III

MIKROBIOLOGI DAN PARASITOLOGI

Mikrobiologi adalah sebuah cabang dari ilmu biologi yang mempelajari


mikroorganisme. Objek kajiannya biasanya adalah semua makhluk yang perlu dilihat
dengan mikroskop, khususnya bakteri, fungi, alga mikroskopik, protozoa, dan Archaea.

Seperti yang telah diketahui bahwa mikroorganisme terdapat dimana-mana,baik


dalam air, udara, tanah,maupun pada mahluk hidup termasuk pada jaringan tubuh manusia
(kulit dan selaput lendir). Mikroorganisme sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-
hari. Beberapa diantaranya bermanfaat dan yang lainnya merugikan. Mengingat bahwa
mikroorganisme banyak terdapat di alam dan amat besar peranannya, termasuk dalam
bidang kesehatan, maka sudah selayaknya setiap mahasiswa yang belajar ilmu kesehatan
mengetahui hal-hal yang terkait dengan mikrobiologi. Misalnya: ruang lingkup
mikroorganisme, pengendalian, serta pemanfaatannya bagi kesejahteraan umat manusia,
terutama dalam bidang Kedokteran, keperawatan dan kefarmasian.

Sedangkan Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari parasit, inangnya, dan


hubungan di antara keduanya. Sebagai salah satu cabang ilmu biologi, cakupan parasitologi
tak ditentukan oleh organisme atau lingkungan.

Parasit adalah organisme yang hidupnya menumpang (mengambil makanan dan


kebutuhan lainnya) dari makhluk hidup lain. Organisme yang ditumpangi atau mendukung
parasit disebut host atau inang atau tuan rumah. Parasitisme adalah hubungan timbal balik
antara satu organisme dengan organisme lain untuk kelangsungan hidupnya, dimana salah
satu organisme dirugikan oleh organisme lainnya. Parasitologi medis adalah ilmu yang
mempelajari tentang semua organisme parasite pada manusia. Parasit yang termasuk dalam
parasitologi medis ialah protozoa, cacing, dan beberapa arthropoda. Menurut tempat
hidupnya di tubuh manusia, parasit dibedakan menjadi endoparasit dan ektoparasit.

1. Endoparasit adalah parasit yang hidup di dalam tubuh manusia, misalnya: di dalam
darah, otot dan usus, contohnya Plasmodium sp.
2. Ektoparasit adalah parasit yang hidup menempel pada bagian luar kulit dan kadang-
kadang masuk ke dalam jaringan di bawah kulit, misalnya Sarcoptes scabei.
1. Peranan Mikrobiologi dan Parasitologi di Masa Pandemi

Mikrobiologi mencakup pengetahuan tentang virus (virology), pengetahuan tentang


bakteri (bacteriology), dan pengetahuan tentang jamur (mycology). Di masa pandemi ini
mikrobiologi sangat berperan dalam pengendalian penyakit. Mikroorganisme yang berperan
dalam masa pandemic ini adalah cabang dari virology. Nah virus ini sangat berperan aktif
dalam pembuatan vaksin, sebab virus ini akan dibiakkan terlebih dahulu untuk menguji
kekebalan dari vaksin tersebut. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa pandemi covid-
19 telah mewabah ke seluruh dunia sampai sekarang ini, termasuk Indonesia. Hal ini berarti
adanya suatu wabah penyakit yang melanda disuatu daerah yang disebabkan oleh ‘mahluk-
mahluk halus’ atau biasa disebut dengan virus yang merupakan mikroba atau
mikroorganisme sebagai penyebab penyakit infeksi, yang berhasil dideteksi oleh para ahli
Mikrobiologi Kedokteran karena mempunyai tanggung jawab secara profesional untuk
melakukan tindakan pencegahan penyebaran dan penanggulangannya. Mikrobiologi sangat
identik dengan mencari penyebab infeksi. Di rumah sakit juga hasil dari data
mikrobiologinya sangat berperan besar di masa pandemic ini untuk mengetahui dan
memberikan bantuan pengambilan keputusan yang tepat oleh klinisi.

Mikrobiologi sangat berperan dalam penanganan penyakit infeksi yang disebabkan


oleh virus terutama untuk mengetahui penyebab infeksinya sehingga mudah diketahui
berbagai cara penanggulangannya baik yang terjadi di komunitas maupun di rumah sakit.
Mikrobiologi juga sangat berperan pada pada semua tahap proses medis di saat pandemic
ini, mulai tahap pengkajian, tahap analisis dan penegakan diagnosis klinik, penyusunan
rancangan intervensi medis, implementasi rancangan intervensi medis, sampai dengan tahap
evaluasi, dan penetapan tindak lanjut. Nah mikrobiologi juga memiliki pelayanan
mikrobiologi klinik dimasa pandemic ini, dimana pihak laboratorium sedapat mungkin
mengusahakan untuk mengetahui sebanyak mungkin tentang bahan spesimen/material klinik
yang akan diperiksa. Misalnya, apa diagnosis penyakitnya atau diagnosis sementaranya,
bagaimana pemilihan jenis dan jumlah spesimen, hal ini memerlukan pengetahuan
mengenai patofisiologi/patogenesis secara molekuler dan imunologi penyakit infeksi,
kemudian bagaimana cara transportasi spesimen, kapan spesimen diambil dari penderita dan
bagaimana riwayat pengobatan sebelumnya dan sekarang.
Laboratorium harus mampu mempertahankan kualitas sejak bahan diambil dari
penderita, apakah tepat waktunya, apakah cukup jumlahnya, apakah memenuhi syarat untuk
diperiksa, dan sebagainya. Apabila terdapat kekurangan-kekurangan pada kondisi/kualitas
spesimen supaya segera dikomunikasikan dengan klinik mikrob. Karena pada umumnya
hasil pemeriksaan yang sering diperoleh dari laboratorium tidak mencerminkan bakteri
patogen sebagai penyebab infeksi melainkan merupakan kontaminasi dari flora normal yang
sifatnya endogen dan mikroba dari lingkungan. Mikroorganisme dapat menghasilkan
produk senyawa yang dapat melawan bakteri patogen, senyawa tersebut disebut antibiotik.
Antibiotik didefinisikan sebagai senyawa organik alami dengan berat molekul rendah yang
memiliki kemampuan untuk melawan atau membunuh mikroorganisme patogen pada
konsentrasi yang paling kecil. Mikroba ini sebagai sumber senyawa antibiotik, yaitu
senyawa alami yang dapat menghambat atau membunuh mikroorganisme berbahaya,
patogen atau yang dapat menyebabkan penyakit. Mikrobiologi juga berperan dalam
pemeriksaan di saat pandemic ini, yaitu seperti pengambilan swab test, darah, aspirat trakea,
cairan spinal dan sebagainya. Sedangkan untuk Pemeriksaan Mikrobiologi Kliniknya
berperan dalam seluruh tahapan asuhan/pelayanan medis yang berhubungan dengan
tatalaksana perawatan/ pengobatan penderita penyakit infeksi yang meliputi :

Diagnosis Penyakit Infeksi

• Tahap Penapisan
• Tahap Diagnostik
• Pengelolaan penderita (monitoring)/tindak lanjut. (hasil terapi antibiotik)
• Pemeriksaan lanjutan Kultur dan Tes Resistensi

Sedangkan peran parasitology di masa pandemic ini adalah kita dapat mengetahui
tentang siklus hidup parasit serta aspek epidemiologi penyakit yang ditimbulkannya dan kita
akan dapat mengetahui bilamana dan bagaimana kita dapat terinfeksi oleh parasit, serta
bagaimana kemungkinan akibat yang dapat ditimbulkannya. Selanjutnya ditunjang oleh
pengetahuan epidemiologi penyakit, kita akan dapat menentukan cara pencegahan dan
pengendaliannya.

Jadi Mikrobiologi dan Parasitologi sangat berperan penting di masa pandemic ini.
Kita sebagai orang kesehatan sangat wajib untuk mempelajari Mikrobiologi dan
Parasitologi ini, karena sangat berguna untuk kedepannya untuk mengetahui perkembangan
penyakit/infeksi yang ditimbulkan oleh virus tersebut.
Mikrobiologi dan parasitology sangat berperan dalam penanganan penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus terutama untuk mengetahui penyebab infeksinya sehingga
mudah diketahui berbagai cara penanggulangannya baik yang terjadi di komunitas maupun
di rumah sakit. Mikrobiologi dan parasitologi juga sangat berperan pada pada semua tahap
proses medis di saat pandemic ini, mulai tahap pengkajian, tahap analisis dan penegakan
diagnosis klinik, penyusunan rancangan intervensi medis, implementasi rancangan
intervensi medis, sampai dengan tahap evaluasi, dan penetapan tindak lanjut.
BAB IV
MIKROBIOLOGI DAN PARASITOLOGI

1. Mikrobiologi adalah sebuah cabang dari ilmu biologi yang mempelajari mikroorganisme.
Objek kajiannya biasanya adalah semua makhluk yang perlu dilihat dengan mikroskop,
khususnya bakteri, fungi, alga mikroskopik, protozoa, dan Archaea.

Seperti yang telah diketahui bahwa mikroorganisme terdapat dimana-mana,baik dalam air,
udara, tanah,maupun pada mahluk hidup termasuk pada jaringan tubuh manusia (kulit dan
selaput lendir). Mikroorganisme sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
Beberapa diantaranya bermanfaat dan yang lainnya merugikan. Mengingat bahwa
mikroorganisme banyak terdapat di alam dan amat besar peranannya, termasuk dalam
bidang kesehatan, maka sudah selayaknya setiap mahasiswa yang belajar ilmu kesehatan
mengetahui hal-hal yang terkait dengan mikrobiologi. Misalnya: ruang lingkup
mikroorganisme, pengendalian, serta pemanfaatannya bagi kesejahteraan umat manusia,
terutama dalam bidang Kedokteran, keperawatan dan kefarmasian.

Sedangkan Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari parasit, inangnya, dan hubungan di
antara keduanya. Sebagai salah satu cabang ilmu biologi, cakupan parasitologi tak
ditentukan oleh organisme atau lingkungan.

2.Parasit adalah organisme yang hidupnya menumpang (mengambil makanan dan


kebutuhan lainnya) dari makhluk hidup lain. Organisme yang ditumpangi atau mendukung
parasit disebut host atau inang atau tuan rumah. Parasitisme adalah hubungan timbal balik
antara satu organisme dengan organisme lain untuk kelangsungan hidupnya, dimana salah
satu organisme dirugikan oleh organisme lainnya. Parasitologi medis adalah ilmu yang
mempelajari tentang semua organisme parasite pada manusia. Parasit yang termasuk dalam
parasitologi medis ialah protozoa, cacing, dan beberapa arthropoda. Menurut tempat
hidupnya di tubuh manusia, parasit dibedakan menjadi endoparasit dan ektoparasit.

3.Endoparasit adalah parasit yang hidup di dalam tubuh manusia, misalnya: di dalam darah,
otot dan usus, contohnya Plasmodium sp.
4.Ektoparasit adalah parasit yang hidup menempel pada bagian luar kulit dan kadang-
kadang masuk ke dalam jaringan di bawah kulit, misalnya Sarcoptes scabei.
A.Peranan Mikrobiologi dan Parasitologi di Masa Pandemi

Mikrobiologi mencakup pengetahuan tentang virus (virology), pengetahuan tentang


bakteri (bacteriology), dan pengetahuan tentang jamur (mycology). Di masa pandemi ini
mikrobiologi sangat berperan dalam pengendalian penyakit. Mikroorganisme yang berperan
dalam masa pandemic ini adalah cabang dari virology. Nah virus ini sangat berperan aktif
dalam pembuatan vaksin, sebab virus ini akan dibiakkan terlebih dahulu untuk menguji
kekebalan dari vaksin tersebut. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa pandemi covid-
19 telah mewabah ke seluruh dunia sampai sekarang ini, termasuk Indonesia. Hal ini berarti
adanya suatu wabah penyakit yang melanda disuatu daerah yang disebabkan oleh ‘mahluk-
mahluk halus’ atau biasa disebut dengan virus yang merupakan mikroba atau
mikroorganisme sebagai penyebab penyakit infeksi, yang berhasil dideteksi oleh para ahli
Mikrobiologi Kedokteran karena mempunyai tanggung jawab secara profesional untuk
melakukan tindakan pencegahan penyebaran dan penanggulangannya. Mikrobiologi sangat
identik dengan mencari penyebab infeksi. Di rumah sakit juga hasil dari data
mikrobiologinya sangat berperan besar di masa pandemic ini untuk mengetahui dan
memberikan bantuan pengambilan keputusan yang tepat oleh klinisi.

Mikrobiologi sangat berperan dalam penanganan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus terutama untuk mengetahui penyebab infeksinya sehingga mudah diketahui berbagai
cara penanggulangannya baik yang terjadi di komunitas maupun di rumah sakit.
Mikrobiologi juga sangat berperan pada pada semua tahap proses medis di saat pandemic
ini, mulai tahap pengkajian, tahap analisis dan penegakan diagnosis klinik, penyusunan
rancangan intervensi medis, implementasi rancangan intervensi medis, sampai dengan
tahap evaluasi, dan penetapan tindak lanjut. Nah mikrobiologi juga memiliki pelayanan
mikrobiologi klinik dimasa pandemic ini, dimana pihak laboratorium sedapat mungkin
mengusahakan untuk mengetahui sebanyak mungkin tentang bahan spesimen/material
klinik yang akan diperiksa. Misalnya, apa diagnosis penyakitnya atau diagnosis
sementaranya, bagaimana pemilihan jenis dan jumlah spesimen, hal ini memerlukan
pengetahuan mengenai patofisiologi/patogenesis secara molekuler dan imunologi penyakit
infeksi, kemudian bagaimana cara transportasi spesimen, kapan spesimen diambil dari
penderita dan bagaimana riwayat pengobatan sebelumnya dan sekarang.
Laboratorium harus mampu mempertahankan kualitas sejak bahan diambil dari penderita,
apakah tepat waktunya, apakah cukup jumlahnya, apakah memenuhi syarat untuk
diperiksa, dan sebagainya. Apabila terdapat kekurangan-kekurangan pada kondisi/kualitas
spesimen supaya segera dikomunikasikan dengan klinik mikrob. Karena pada umumnya
hasil pemeriksaan yang sering diperoleh dari laboratorium tidak mencerminkan bakteri
patogen sebagai penyebab infeksi melainkan merupakan kontaminasi dari flora normal
yang sifatnya endogen dan mikroba dari lingkungan. Mikroorganisme dapat menghasilkan
produk senyawa yang dapat melawan bakteri patogen, senyawa tersebut disebut antibiotik.
Antibiotik didefinisikan sebagai senyawa organik alami dengan berat molekul rendah yang
memiliki kemampuan untuk melawan atau membunuh mikroorganisme patogen pada
konsentrasi yang paling kecil. Mikroba ini sebagai sumber senyawa antibiotik, yaitu
senyawa alami yang dapat menghambat atau membunuh mikroorganisme berbahaya,
patogen atau yang dapat menyebabkan penyakit. Mikrobiologi juga berperan dalam
pemeriksaan di saat pandemic ini, yaitu seperti pengambilan swab test, darah, aspirat
trakea, cairan spinal dan sebagainya. Sedangkan untuk Pemeriksaan Mikrobiologi
Kliniknya berperan dalam seluruh tahapan asuhan/pelayanan medis yang berhubungan
dengan tatalaksana perawatan/ pengobatan penderita penyakit infeksi yang meliputi :

Diagnosis Penyakit Infeksi

• Tahap Penapisan
• Tahap Diagnostik
• Pengelolaan penderita (monitoring)/tindak lanjut. (hasil terapi antibiotik)
• Pemeriksaan lanjutan Kultur dan Tes Resistensi

Sedangkan peran parasitology di masa pandemic ini adalah kita dapat mengetahui tentang
siklus hidup parasit serta aspek epidemiologi penyakit yang ditimbulkannya dan kita akan
dapat mengetahui bilamana dan bagaimana kita dapat terinfeksi oleh parasit, serta
bagaimana kemungkinan akibat yang dapat ditimbulkannya. Selanjutnya ditunjang oleh
pengetahuan epidemiologi penyakit, kita akan dapat menentukan cara pencegahan dan
pengendaliannya.

Jadi Mikrobiologi dan Parasitologi sangat berperan penting di masa pandemic ini. Kita
sebagai orang kesehatan sangat wajib untuk mempelajari Mikrobiologi dan Parasitologi
ini,
karena sangat berguna untuk kedepannya untuk mengetahui perkembangan penyakit/infeksi
yang ditimbulkan oleh virus tersebut.

Mikrobiologi dan parasitology sangat berperan dalam penanganan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus terutama untuk mengetahui penyebab infeksinya sehingga mudah
diketahui berbagai cara penanggulangannya baik yang terjadi di komunitas maupun di rumah
sakit. Mikrobiologi dan parasitologi juga sangat berperan pada pada semua tahap proses medis
di saat pandemic ini, mulai tahap pengkajian, tahap analisis dan penegakan diagnosis klinik,
penyusunan rancangan intervensi medis, implementasi rancangan intervensi medis, sampai
dengan tahap evaluasi, dan penetapan tindak lanjut.
BAB V

STERILISASI DAN DESINFEKSI

I. Pengertian Sterilisasi dan Desinfeksi


A. Pengertian Sterilisasi
Steralisasi adalah suatu cara untuk membebaskan sesuatu (alat,bahan,media,
dan lain-lain) dari mikroorganisme yang tidak diharapkan kehadirannya baik yang
patogen maupun yang apatogen. Atau bisa juga dikatakan sebagai proses untuk
membebaskan suatu benda dari semua mikroorganisme, baik bentuk vegetative
maupun bentuk spora.

Proses sterilisasi dipergunakan pada bidang mikrobiologi untuk mencegah


pencernaan organisme luar, pada bidang bedah untuk mempertahankan keadaan
aseptis, pada pembuatan makanan dan obat-obatan untuk menjamin keamanan terhadap
pencemaran oleh miroorganisme dan di dalam bidang-bidang lain pun sterilisasi ini
juga penting.

Sterilisasi banyak dilakukan di rumah sakit melalui proses fisik maupun


kimiawi. Steralisasi juga dikatakan sebagai tindakan untuk membunuh kuman patogen
atau kuman apatogen beserta spora yang terdapat pada alat perawatan atau kedokteran
dengan cara merebus, stoom, menggunakan panas tinggi, atau bahkan kimia. Jenis
sterilisasi antara lain sterilisasi cepat, sterilisasi panas kering, steralisasi gas (Formalin
H2 O2), dan radiasi ionnisasi.

1. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam steralisasi di antaranya:


a. Sterilisator (alat untuk mensteril) harus siap pakai, bersih, dan masih berfungsi.
b. Peralatan yang akan di steralisasi harus dibungkus dan diberi label yang jelas
dengan menyebutkan jenis peralatan, jumlah, dan tanggal pelaksanaan
sterilisasi.
c. Penataan alat harus berprinsip bahwa semua bagian dapat steril.
d. Tidak boleh menambah peralatan dalam sterilisator sebelum waktu mensteril
selesai.
e. Memindahklan alat steril ke dalam tempatnya dengan korentang steril.
f. Saat mendinginkan alat steril tidak boleh membuka pembungkusnya, bila
terbuka harus dilakukan steralisasi ulang.

2. Tujuan Sterilisasi
Adapun tujuan dari sterilisasi dan desinfeksi tersebut adalah

a. Mencegah terjadinya infeksi.


b. Mencegah makanan menjadi rusak.
c. Mencegah kontaminasi mikroorganisme dalam industry.
d. Mencegah kontaminasi terhadap bahan- bahan yg dipakai dalam melakukan
biakan murni.
3. Macam-Macam Sterilisasi
Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu secara
mekanik, fisik dan kimiawi:

a. Sterilisai secara mekanik (filtrasi).


menggunakan suatu saringan yang berpori sangat kecil (0.22 mikron atau 0.45
mikron) sehingga mikroba tertahan pada saringan tersebut. Proses ini ditujukan
untuk sterilisasi bahan yang peka panas, misal nya larutan enzim dan antibiotic.

b. Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan pemanasan & penyinaran


1) Pemanasan
a) Pemijaran (dengan api langsung)
membakar alat pada api secara langsung, contoh alat : jarum inokulum,
pinset, batang L, dll. 100 % efektif namun terbatas penggunaanya.

b) Panas kering
sterilisasi dengan oven kira-kira 60-1800C. Sterilisasi panas kering cocok
untuk alat yang terbuat dari kaca misalnya erlenmeyer, tabung reaksi dll.
Waktu relatif lama sekitar 1-2 jam. Kesterilan tergnatung dengan waktu
dan suhu yang digunakan, apabila waktu dan suhu tidak sesuai dengan
ketentuan maka sterilisasipun tidak akan bisa dicapai secara sempurna.
c) Uap air panas
konsep ini mirip dengan mengukus. Bahan yang mengandung air lebih
tepat menggungakan metode ini supaya tidak terjadi dehidrasi Teknik
disinfeksi termurah Waktu 15 menit setelah air mendidih Beberapa bakteri
tidak terbunuh dengan teknik ini: Clostridium perfingens dan Cl.
Botulinum.

d) Uap air panas bertekanan


menggunalkan autoklaf menggunakan suhu 121 C dan tekanan 15 lbs,
apabila sedang bekerja maka akan terjadi koagulasi. Untuk mengetahui
autoklaf berfungsi dengan baik digunakan Bacillus stearothermophilus.
Bila media yang telah distrerilkan, diinkubasi selama 7 hari berturut-turut
apabila selama 7 hari : Media keruh maka otoklaf rusak Media jernih
maka otoklaf baik, kesterilannya, Keterkaitan antara suhu dan tekanan
dalam autoklaf.

e) Pasteurisasi
Pertama kali dilakukan oleh Pasteur, Digunakan pada sterilisasi susu
Membunuh kuman: TBC, Brucella, Streptokokus, Staphilokokus,
Salmonella, Shigella dan Difteri (kuman yang berasal dari sapi/pemerah)
dengan Suhu 65 C/ 30 menit.

2) Penyinaran
a) Penyinaran dengan sinar UV
Sinar Ultra Violet juga dapat digunakan untuk proses sterilisasi, misalnya
untuk membunuh mikroba yang menempel pada permukaan interior
Safety Cabinet dengan disinari lampu UV Sterilisaisi secara kimiawi
biasanya menggunakan senyawa desinfektan antara lain alkohol.

Beberapa kelebihan sterilisasi dengan cara ini :

 Memiliki daya antimikrobial sangat kuat.


 Panjang gelombang: 220-290 nm paling efektif 253,7 nm
b) Sinar Gamma
Daya kerjanya digunakan pada sterilisasi bahan makanan, terutama bila
panas menyebabkan perubahan rasa, rupa atau penampilan Bahan
disposable: alat suntikan cawan petri dpt distrelkan dengan teknik ini.
Sterilisasi dengan sinar gamma disebut juga “sterilisasi dingin”

c. Sterilisasi dengan Cara Kimia


Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada sterilisasi kimia :

1) Rongga (space).
2) Sebaiknya bersifat membunuh (germisid).
3) Waktu (lamanya) disinfeksi harus tepat.
4) Pengenceran harus sesuai dengan anjuran.
5) Solusi yang biasa dipakai untuk membunuh spora kuman biasanya bersifat
sangat mudah menguap.
6) Merawat tangan setelah berkontak dengan disinfekstan, Sebaiknya
menyediakan hand lotion.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sterilisasi dengan cara kimia:

1) Jenis bahan yang digunakan


2) Konsentrasi bahan kimia
3) Sifat Kuman
4) pH
5) Suhu
Beberapa Zat Kimia yang sering digunakan untuk sterilisasi :

1) Alkohol
a) Paling efektif utk sterilisasi dan desinfeksi Halogen
b) Mengoksidasi protein kuman
2) Yodium
a) Konsentrasi yg tepat tdk mengganggu kulit
b) Efektif terhadap berbagai protozoa Klorin
c) Memiliki warna khas dan bau tajam
d) Desinfeksi ruangan, permukaan serta alat non bedah
e) Fenol (as. Karbol)
f) Mempresipitasikan protein secara aktif, merusak membran sel
menurunkan tegangan permukaan
g) Standar pembanding untuk menentukan aktivitas suatu desinfektan
Peroksida (H2O2)
h) Efektif dan nontoksid
i) Molekulnya tidak stabil
j) Menginaktif enzim mikroba Gas Etilen Oksida
k) Mensterilkan bahan yang terbuat dari plastic
B. Pengertian Desinfeksi
Hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadi infeksi dengan jalan membunuh
mikroorganisme patogen. Disinfektan yang tidak berbahaya bagi permukaan tubuh
dapat digunakan dan bahan ini dinamakan antiseptik. Antiseptik adalah zat yang dapat
menghambat atau menghancurkan mikroorganisme pada jaringan hidup, sedang
desinfeksi digunakan pada benda mati. Desinfektan dapat pula digunakan sebagai
antiseptik atau sebaliknya tergantung dari toksisitasnya.

Sebelum dilakukan desinfeksi, penting untuk membersihkan alat-alat tersebut


dari debris organik dan bahan-bahan berminyak karena dapat menghambat proses
disinfeksi.

Disinfektan dapat membunuh mikroorganisme patogen pada benda mati.


Disinfektan dibedakan menurut kemampuannya membunuh beberapa kelompok
mikroorganisme, disinfektan "tingkat tinggi" dapat membunuh virus seperti virus
influenza dan herpes, tetapi tidak dapat membunuh virus polio, hepatitis B atau M.
tuberculosis.

Untuk mendesinfeksi permukaan dapat dipakai salah satu dari tiga desinfektan
seperti iodophor, derifat fenol atau sodium hipokrit. Untuk mendesinfeksi permukaan,
umumnya dapat dipakai satu dari tiga desinfektan diatas. Tiap desinfektan tersebut
memiliki efektifitas "tingkat menengah" bila permukaan tersebut dibiarkan basah untuk
waktu 10 menit.
a. Kriteria desinfeksi yang ideal:
a) Bekerja dengan cepat untuk menginaktivasi mikroorganisme pada suhu kamar.
b) Aktivitasnya tidak dipengaruhi oleh bahan organik, pH, temperatur dan
kelembaban.
c) Tidak toksik pada hewan dan manusia.
d) Tidak bersifat korosif.
e) Tidak berwarna dan meninggalkan noda.
f) Tidak berbau/ baunya disenangi.
g) Bersifat biodegradable/ mudah diurai.
h) Larutan stabil.
i) Mudah digunakan dan ekonomis.
j) Aktivitas berspektrum luas.
b. Tujuan Desinfeksi
Adapun tujuan dari desinfeksi tersebut adalah :

a) Mencegah terjadinya infeksi.


b) Mencegah makanan menjadi rusak.
c) Mencegah kontaminasi mikroorganisme dalam industry.
d) Mencegah kontaminasi terhadap bahan-bahan yg dipakai dalam melakukan
biakan murni.
c. Macam-macam Desinfeksi
Desinfeksi adalah membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dengan
bahan kimia atau secara fisik, hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadi infeksi
dengan jalam membunuh mikroorganisme patogen. Disinfektan yang tidak
berbahaya bagi permukaan tubuh dapat digunakan dan bahan ini dinamakan
antiseptik.

Antiseptik adalah zat yang dapat menghambat atau menghancurkan


mikroorganisme pada jaringan hidup, sedang desinfeksi digunakan pada benda mati.
Desinfektan dapat pula digunakan sebagai antiseptik atau sebaliknya tergantung dari
toksisitasnya.
Sebelum dilakukan desinfeksi, penting untuk membersihkan alat-alat
tersebut dari debris organik dan bahan-bahan berminyak karena dapat menghambat
proses disinfeksi.

f. Desinfeksi permukaan
Disinfektan dapat membunuh mikroorganisme patogen pada benda mati.
Disinfektan dibedakan menurut kemampuannya membunuh beberapa kelompok
mikroorganisme, disinfektan “tingkat tinggi” dapat membunuh virus seperti virus
influenza dan herpes, tetapi tidak dapat membunuh virus polio, hepatitis B atau
M. tuberculosis.

Untuk mendesinfeksi permukaan dapat dipakai salah satu dari tiga


desinfektan seperti iodophor, derivate fenol atau sodium hipokrit :

1) Iodophor dilarutkan menurut petunjuk pabrik. Zat ini harus dilarutkan baru
setiap hari dengan akuades. Dalam bentuk larutan, desinfektan ini tetap efektif
namun kurang efektif bagi kain atau bahan plastik.
2) Derivat fenol (O-fenil fenol 9% dan O-bensil-P klorofenol 1%) dilarutkan
dengan perbandingan 1 : 32 dan larutan tersebut tetap stabil untuk waktu 60
hari. Keuntungannya adalah “efek tinggal” dan kurang menyebabkan
perubahan warna pada instrumen atau permukaan keras.
3) Sodium hipoklorit (bahan pemutih pakaian) yang dilarutkan dengan
perbandingan 1 : 10 hingga 1 : 100, harganya murah dan sangat efektif. Harus
hati-hati untuk beberapa jenis logam karena bersifat korosif, terutama untuk
aluminium. Kekurangannya yaitu menyebabkan pemutihan pada pakaian dan
menyebabkan baru ruangan seperti kolam renang.
Untuk mendesinfeksi permukaan, umumnya dapat dipakai satu dari tiga
desinfektan diatas. Tiap desinfektan tersebut memiliki efektifitas “tingkat
menengah” bila permukaan tersebut dibiarkan basah untuk waktu 10 menit.

Macam-macam desinfektan yang digunakan:

1) Alkohol
Etil alkohol atau propil alkohol pada air digunakan untuk mendesinfeksi kulit.
Alkohol yang dicampur dengan aldehid digunakan dalam bidang kedokteran gigi
unguk mendesinfeksi permukaan, namun ada tidak menganjurkkan pemakaian
alkohol untuk mendesinfeksi permukaan oleh karena cepat menguap tanpa
meninggalkan efek sisa.

2) Aldehid
Glutaraldehid merupakan salah satu desinfektan yang populer pada kedokteran
gigi, baik tunggal maupun dalam bentuk kombinasi. Aldehid merupakan
desinfektan yang kuat. Glutaraldehid 2% dapat dipakai untuk mendesinfeksi alat-
alat yang tidak dapat disterilkan, diulas dengan kasa steril kemudian diulas
kembali dengan kasa steril yang dibasahi dengan akuades, karena glutaraldehid
yang tersisa pada instrumen dapat mengiritasi kulit/mukosa, operator harus
memakai masker, kacamata pelindung dan sarung tangan heavy duty. Larutan
glutaraldehid 2% efektif terhadap bakteri vegetatif seperti M. tuberculosis, fungi,
dan virus akan mati dalam waktu 10-20 menit, sedang spora baru alan mati
setelah 10 jam.

3) Biguanid
Klorheksidin merupakan contoh dari biguanid yang digunakan secara luas dalam
bidang kedokteran gigi sebagai antiseptik dan kontrok plak, misalnya 0,4%
larutan pada detergen digunakan pada surgical scrub (Hibiscrub), 0,2%
klorheksidin glukonat pada larutan air digunakan sebagai bahan antiplak
(Corsodyl) dan pada konsentrasi lebih tinggi 2% digunakan sebagai desinfeksi
geligi tiruan. Zat ini sangat aktif terhadap bakteri Gram(+) maupun Gram(-).
Efektivitasnya pada rongga mulut terutama disebabkan oleh absorpsinya pada
hidroksiapatit dan salivary mucus.

4) Senyawa halogen.
Hipoklorit dan povidon-iodin adalah zat oksidasi dan melepaskan ion halide.
Walaupun murah dan efektif, zat ini dapat menyebabkan karat pada logam dan
cepat diinaktifkan oleh bahan organik (misalnya Chloros, Domestos, dan
Betadine).
5) Fenol
Larutan jernih, tidak mengiritasi kulit dan dapat digunakan untuk membersihkan
alat yang terkontaminasi oleh karena tidak dapat dirusak oleh zat organik. Zat ini
bersifat virusidal dan sporosidal yang lemah. Namun karena sebagian besar
bakteri dapat dibunuh oleh zat ini, banyak digunakan di rumah sakit dan
laboratorium.

6) Klorsilenol
Klorsilenol merupakan larutan yang tidak mengiritasi dan banyak digunakan
sebagai antiseptik, aktifitasnya rendah terhadap banyak bakteri dan
penggunaannya terbatas sebagai desinfektan (misalnya Dettol).

Macam-Macam Desinfektan Dan Antiseptik dari sumber lain

1) Garam Logam Berat


Garam dari beberapa logam berat seperti air raksa dan perak dalam jumlah yang
kecil saja dapat membunuh bakteri, yang disebut oligodinamik. Hal ini mudah
sekali ditunjukkan dengan suatu eksperimen. Namun garam dari logam berat itu
mudah merusak kulit, makan alat-alat yang terbuat dari logam dan lagipula mahal
harganya. Meskipun demikian, orang masih biasa menggunakan
merkuroklorida(sublimat) sebagai desinfektan. Hanya untuk tubuh manusia
lazimnya kita pakai merkurokrom, metafen atau mertiolat.

2) Zat Perwarna
Zat perwarna tertentu untuk pewarnaan bakteri mempunyai daya
bakteriostatis.Daya kerja ini biasanya selektif terhadap bakteri gram positif,
walaupun beberapa khamir dan jamur telah dihambat atau dimatikan, bergantung
pada konsentrasi zatpewarna tersebut. Diperkirakan zat pewarna itu berkombinasi
dengan protein atau mengganggu mekanisme reproduksi sel. Selain violet Kristal
(bentuk kasar, violet gentian), zat pewarna lain yang digunakan sebagai
bakteriostatis adalah hijau malakhit dan hijau cemerlang.

3) Klor dan senyawa klor


Klor banyak digunakan untuk sterilisasi air minum. persenyawaan klor dengan
kapur atau dengan natrium merupakan desinfektan yang banyak dipakai untuk
mencuci alat-alat makan dan minum.

4) Fenol dan senyawa-senyawa lain yang sejenis Larutan fenol 2 – 4% berguna


sebagai desinfektan.
Kresol atau kreolin lebih baik khasiatnya daripada fenol. Lisol ialah desinfektan
yang berupa campuran sabun dengan kresol; lisol lebih banyak digunakan
daripada desinfektan-desinfektan yang lain. Karbol ialah nama lain untuk fenol.
Seringkali orang mencampurkan bau-bauan yang sedap, sehingga desinfektan
menjadi menarik.

5) Kresol
Destilasi destruktif batu bara berakibat produksi bukan saja fenol tetapi juga
beberapa senyawa yang dikenal sebagai kresol. Kresol efektif sebagai
bakterisida,dan kerjanya tidak banyak dirusak oleh adanya bahan organic. Namun,
agen ini menimbulkan iritasi (gangguan) pada jaringan hidup dan oleh karena itu
digunakan terutama sebagai disinfektan untuk benda mati. Satu persen lisol(kresol
dicampur dengan sabun) telah digunakan pada kulit, tetapi konsentrasiyang lebih
tinggi tidak dapat ditolerir.

6) Alkohol
Sementara etil alcohol mungkin yang paling biasa digunakan, isoprofil dan benzyl
alcohol juga antiseptic. Benzyl alcohol biasa digunakan terutama karena
efekpreservatifnya (sebagai pengawet).

7) Formaldehida
Formaldehida adalah disinfektan yang baik apabila digunakan sebagai gas.
Agenini sangat efektif di daerah tertutup sebagai bakterisida dan fungisida. Dalam
larutan cair sekitar 37%, formaldehida dikenal sebgai formalin.

8) Etilen Oksida
Jika digunakan sebagi gas atau cairan, etilen oksida merupakan agen pembunuh
bakteri, spora, jamur dan virus yang sangat efektif. Sifat penting yang membuat
senyawa ini menjadi germisida yang berharga adalah kemampuannya untuk
menembus ke dalam dan melalui pada dasarnya substansi yang manapun yang
tidak tertutup rapat-rapat. Misalnya agen ini telah digunakan secara komersial
untuk mensterilkan tong-tong rempah- rempah tanpa membuka tong tersebut.
Agen ini hanya ditempatkan dalam aparatup seperti drum, setelah sebagian besar
udaranya dikeluarkan dengan pompa vakum, dimasukkanlah etilen oksida.

9) Hidogen Peroksida
Agen ini mempunyai sifat anti septiknya yang sedang, karena kemampuannya
mengoksidasi. Agen ini sangat tidak stabil tetapi sering digunakan dalam
pembersihan luka, terutama luka yang dalam yang di dalamnya kemungkinan
dimasuki organisme aerob.

10) Betapropiolakton
Substansi ini mempunyai banyak sifat yang sama dengan etilen oksida. Agen ini
mematikan spora dalam konsentrasi yang tidak jauh lebih besar daripada yang
diperlukan untuk mematikan bakteri vegetatif. Efeknya cepat, ini
diperlukan,karena betapropiolakton dalam larutan cair mengalami hidrolisis
cukup cepatuntuk menghasilkan asam akrilat, sehingga setelah beberapa jam tidak
terdapat beta propiolakton yang tersisa.

11) Senyawa Amonium Kuaterner


Kelompok ini terdiri atas sejumlah besar senyawa yang empat subtituennya
mengandung karbon, terikat secara kovalen pada atom nitrogen.

II. Perbedaan Sterilisasi dan Desinfeksi


Steralisasi adalah suatu cara untuk membebaskan sesuatu (alat, bahan, media, dan
lain-lain) dari mikroorganisme yang tidak diharapkan kehadirannya baik yang patogen
maupun yang a patogen. Atau bisa juga dikatakan sebagai proses untuk membebaskan
suatu benda dari semua mikroorganisme, baik bentuk vegetative maupun bentuk spora.
Sedangkan desinfeksi adalah membunuh mikroorganisme penyebab penyakit
dengan bahan kimia atau secara fisik, hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadi
infeksi dengan jalam membunuh mikroorganisme patogen.

Dari kedua pengertian di atas bisa kita simpulkan, jika sterilisasi dan desinfeksi
memiliki perbedaan yang khas, walaupun tetap memiliki tujuan yang sama. Namun
sterilisasi memiliki guna yang lebih besar dan desinfeksi secara khusus membunuh
kuman penyebab penyakit.

III. Aplikasi Sterilisasi dan Desinfeksi dalam Keseharian Dunia Kesehatan dan
Keperawatan.
Sterilisasi merupakan upaya pembunuhan atau penghancuran semua bentuk
kehidupan mikroba yang dilakukan dirumah sakit melalui proses fisik maupun kimiawi.
Sterilisasi juga dikatakan sebagai tindakan untuk membunuh kuman pathogen atau
apatogen beserta spora yang terdapat pada alat perawatan atau kedokteran dengan cara
merebus, stoom, menggunakan panas tinggi, atau bahan kimia. Jenis sterilisasi antara lain
sterilisasi cepat, sterilisasi panas kering, sterilisasi gas (formalin, H2O2).

Teknik steril biasanya di gunakan dalam ruangan operasi dan ruang bersalin,
selain menggunakan teknik steril pada tempat tidur pasien untuk prosedur invasive
sepeti :

1. Mengisap jalan napas pasien


2. Memasukkan kateter urinarius
3. Mengganti balutan luka
Daerah steril biasanya dibatasi dengan duk steril atau lapisan tebal kertas berlilin
atau kemasan terbuka tempat bahan-bahan steril dikemas.

Banyak rumah sakit mempunyai pusat penyedian, yaitu tempat kebanyakan


peralatan dan suplai dibersihkan serta desterilkan. Hasil proses ini dimonitor oleh
laboratorium mirobiologi secara teratur.

Kecenderungan di rumah sakit untuk menggunakan alat-alat serta bahan yang


dijual dalam keadaan steril dan sekali pakai, seperti alat suntik, jarum, srung tangan dan
masker, tidak saja mengurangi waktu yang diperlukan untuk membersihkan, menyiapkan,
serta mensterilkan peralatan, tetapi juga mengurangi pemindah sebaran patogen melalui
infeksi silang.

A. Sanitasi lingkungan rumah sakit

Tujuan sanitasi lingkungan ialah membunuh atau menyingkirkan pencemaran oleh


mikrobe dari permukaan. Untuk mengevaluasi prosedur dan cara-cara untuk mengurangi
pencemaran, dilakukan pengambilan contoh mikroorganisme sewaktu-waktu dari
permukaan. Pinggan-pinggan petri yang menunjukan adanya pertumbuhan mikrobe sebelum
dan sesudah pembersihan merupakan alat pengajar yang meyakinkan untuk melatih para
petugas yang baru. Pengurangan kontaminasi oleh mikroba paling baik dicapai dengan
kombinasi pergeseran dan penggsokan, serta air dan deterjen. Ini sudah cukup, kecuali bila
spencemarannya hebat, maka perlu digunakan desinfektan. Agar efektif, desinfektan
digunakan dalam konsentrasi yang cukup selama waktu tertentu. Penggunaan desinfektan,
misalnya, membantu menjaga air untuk mengepel agar tidak tercemar. Kain pel harus di cuci
dan di keringkan baik-baik setiap hari untuk mengurangi pencemaran. Seember larutan dan
kain pel basah sering kali di gunakan untuk membersihkan permukaan benda lain selain
lantai. Bila larutan yang sama dipakai seharian, maka dapat mengakibatkan pencemaran oleh
mikroba yang lebih parah dibandingkan sebelum di bersihkan.

Dengan keadaan yang bersih di rumah sakit maka keadaan asepsis lebih mudah
dicapai.

1. Universal Precaution
Pengendalian infeksi untuk penyakit-penyakit yang menular malalui darah. Berlaku
universal, tidak memandang apa atau siapa yang dirawat, tahu ataupun tidak tahu status
infeksinya. Setiap tenaga medis harus menyadari bahwa semua pasien berpotensi
menularkan berbagai penyakit.

2. Cuci Tangan
Adalah pencegahan infeksi yang paling penting, harus merupakan kebiasaan yang
mendarah daging bagi tenaga kesehatan, selalu dilakukan sebelum dan sesudah melakukan
tindakan keperawatan walaupun memakai sarung tangan atau yang lainya (cuci tangan tidak
bisa digantikan dengan sarung tangan).

Selain itu selalu gunakan alat pelindungan diri secara lengkap ketika melakukan
prosedur invasive, ataupun bedah. Seperti:

Gown/barakschort.

a. Masker
b. Sarung Tangan
c. Kaca mata pelindung/goggles
3. Pengolaan Sampah Medis dan Air Limbah
Perlu diatur sedemikian rupa agar alat atau ruang tetap bersih atau steril, tidak
berdekatan dengan limbah atau sampah medis. Membakar sampah medis sampai menjadi
arang.

4. Sterilisasi dan Desinfeksi alat-alat Medis


a. Sterilisasi :
Upaya pembunuhan atau penghancuran semua bentuk kehidupan mikroba yg
dilakukan di RS melalui proses fisik maupun kimiawi.

Proses yang menghilangkan semua mikroorganisem (bakteri, virus, fungi dan


parasit) termasuk endospora bakteri pada benda mati dengan uap air panas tekanan tinggi
(otoclaf), panas kering (oven), sterilan kimia atau radiasi.

1) Pemprosesan Alat
a) Dekontaminasi :
Proses yg membuat benda mati lebih aman ditangani staff sebelum dibersihkan.
Tujuan dari tindakan ini dilakukan agar benda mati dapat ditangani oleh petugas
kesehatan secara aman, terutama petugas pembersih medis sebelum pencucian
berlangsung.

b) Pencucian/ bilas
Proses yg secara fisik membuang semua debu yg tampak, kotoran, darah, atau cairan
tubuh lainnya dari benda mati ataupun membuang sejumlah mikroorganisme untuk
mengurangi resiko bagi mereka yg menangani objek tersebut. Prosesnya terdiri dari
mencuci sepenuhnya dengan sabun atau detergen dan air, membilas dengan air bersih
dan mengeringkannya.
Sterilisasi/DTT (Desinfeksi Tingkat Tinggi)
c) Desinfekatan :
1) Aseptik/Asepsis :
Suatu istilah umum yg digunakan untuk menggambarkan upaya kombinasi untuk
mencegah masuknya mikroorganisem ke dalam area tubuh manapun yg sering menyebabkan
infeksi.

Tujuannya :

Mengurangi jumlah mikroorganisem baik pada permukaan hidup maupun benda mati
agar alat-alat kesehatan dapat dengan aman digunakan.

2) Antisepsis :
Proses menurunkan jumlah mikroorganisme pada kulit, selaput lendir atau bagian
tubuh lainnya dengan menggunakan bahan antimikrobial (antiseptik)

3) Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT).


Proses yg menghilangkan semua mikroorganisme kecuali beberapa endospora
bakteri pada benda mati dengan merebus, mengukus atau penggunaan desinfektan kimia
BAB VI

SASARAN 5 DAN 6 KESELAMATAN PASIEN

A. SASARAN 5 : MENGURANGI RISIKO INFEKSI TERKAIT PELAYANAN


KESEHATAN

Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan sebuah tantangan di lingkungan fasilitas


kesehatan. Kenaikan angka infeksi terkait pelayanan kesehatan menjadi keprihatinan bagi pasien
dan petugas kesehatan. Secara umum, infeksi terkait pelayanan kesehatan terjadi di semua unit
layanan kesehatan, termasuk infeksi saluran kencing disebabkan oleh kateter, infeksi
pembuluh/aliran darah terkait pemasangan infus baik perifer maupun sentral, dan infeksi paru-
paru terkait penggunaan ventilator.

Upaya terpenting menghilangkan masalah infeksi ini dan infeksi lainnya adalah dengan menjaga
kebersihan tangan melalui cuci tangan. Pedoman kebersihan tangan (hand hygiene) tersedia dari
World Health Organization (WHO). Rumah sakit mengadopsi pedoman kebersihan tangan (hand
hygiene) dari WHO ini untuk dipublikasikan di seluruh rumah sakit. Staf diberi pelatihan
bagaimana melakukan cuci tangan dengan benar dan prosedur menggunakan sabun, disinfektan,
serta handuk sekali pakai (towel), tersedia di lokasi sesuai dengan pedoman.

6 LANGKAH CUCI TANGAN MENURUT STANDART WHO

Prinsip dari 6 langkah cuci tangan antara lain :

1. Dilakukan dengan menggosokkan tangan menggunakan cairan antiseptik (handrub) atau


dengan air mengalir dan sabun antiseptik (handwash). Rumah sakit akan menyediakan kedua ini
di sekitar ruangan pelayanan pasien secara merata.

2. Handrub dilakukan selama 20-30 detik sedangkan handwash 40-60 detik.

3. 5 kali melakukan handrub sebaiknya diselingi 1 kali handwash

6 langkah cuci tangan yang benar menurut WHO yaitu :


1. Tuang cairan handrub pada telapak tangan kemudian usap dan gosok kedua telapak
tangan secara lembut dengan arah memutar.

2. Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian

3. Gosok sela-sela jari tangan hingga bersih

4. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan posisi saling mengunci


5. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian

6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan

6 Waktu Cuci Tangan


 Sebelum kontak dengan pasien
 Sebelum melaksanakan prosedur aseptik
 Setelah menyetuh cairan tubuh pasien
 Setelah kontak dengan pasien
 Setelah kontak dengan sekitar pasien
 Setelah melepas handscoon
B. SASARAN 6 : MENGURANGI RISIKO CEDERA PASIEN AKIBAT TERJATUH

Banyak cedera yang terjadi di unit rawat inap dan rawat jalan akibat pasien jatuh.

Berbagai faktor yang meningkatkan riisiko pasien jatuh antara lain: kondisi pasien; gangguan
fungsional pasien (contoh gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, atau perubahan status
kognitif); lokasi atau situasi lingkungan rumah sakit; riwayat jatuh pasien; konsumsi obat
tertentu; konsumsi alkohol.

Pasien yang pada asesmen awal dinyatakan berisiko rendah untuk jatuh dapat mendadak berubah
menjadi berisiko tinggi. Hal iIni disebabkan oleh operasi dan/atau anestesi, perubahan mendadak
kondisi pasien, serta penyesuaian pengobatan.

Banyak pasien memerlukan asesmen selama dirawat inap di rumah sakit. Rumah sakit harus
menetapkan kriteria untuk identifikasi pasien yang dianggap berisiko tinggi jatuh.

Contoh situasional risiko adalah jika pasien yang datang ke unit rawat jalan dengan ambulans
dari fasilitas rawat inap lainnya untuk pemeriksaan radiologi. Pasien ini berisiko jatuh waktu
dipindah dari brankar ke meja periksa radiologi, atau waktu berubah posisi sewaktu berada di
meja sempit tempat periksa radiologi.

Lokasi spesifik dapat menyebabkan risiko jatuh bertambah karena layanan yang diberikan.
Misalnya, terapi fisik (rawat jalan dan rawat inap) memiliki banyak peralatan spesifik digunakan
pasien yang dapat menambah risiko pasien jatuh seperti parallel bars, freestanding staircases, dan
peralatan lain untuk latihan.
Rumah sakit melakukan evaluasi tentang pasien jatuh dan melakukan upaya mengurangi risiko
pasien jatuh. Rumah sakit membuat program untuk mengurangi pasien jatuh yang meliputi
manajemen risiko dan asesmen ulang secara berkala di populasi pasien dan atau lingkungan
tempat pelayanan dan asuhan itu diberikan.

Rumah sakit harus bertanggung jawab untuk identifikasi lokasi (seperti unit terapi fisik), situasi
(pasien datang dengan ambulans, transfer pasien dari kursi roda atau cart), tipe pasien, serta
gangguan fungsional pasien yang mungkin berisiko tinggi untuk jatuh.

Rumah sakit menjalankan program pengurangan risiko jatuh dengan menetapkan kebijakan dan
prosedur yang sesuai dengan lingkungan dan fasilitas rumah sakit.

Program ini mencakup monitoring terhadap kesengajaan dan atau ketidakkesengajaan dari
kejadian jatuh. Misalnya, pembatasan gerak (restrain) atau pembatasan intake cairan.
BAB VIII

PENERAPAN PRINSIP DAN IMPLEMENTASI UPAYA PENCEGAHAN PENULARAN

A. Prinsip Kontrol
Kontrol dapat diarahkan baik di agen, rute transmisi, host atau lingkungan.
Kadang-kadang perlu untuk menggunakan beberapa strategi kontrol. Metode umum
kontrol adalah sebagai berikut (Webber R. , 2005)

1. Agent
Penghancuran agen dapat dialakukan dengan pengobatan khusus,
menggunakan obat-obatan yang membunuh agen in vivo, atau jika berada di luar
tubuh, dengan menggunakan antiseptik, sterilisasi, pembakaran atau radiasi (Webber
R. , 2005).

2. Transmisi
Transmisi adalah segala cara atau mekanisme dimana agent menular
menyebar dari sumber atau reservoir ke manusia.setelah unsur penyebab telah
meninggalkan reservoir maka untuk mendapatkan potensial yang baru, harus berjalan
melalui suatu lingkaran perjalanan khusus atau suatu jalur khusus yang disebut jalur
penularan (rute transmisi) (Noor, 2013). Ketika agen mencoba untuk melakukan
perjalanan ke sebuah host, host pada posisi yang paling rentan. Oleh karena itu,
banyak metode pengendalian telah dikembangkan untuk mengganggu transmisi
(Webber R. , 2005).

Karantina atau isolasi Menjaga agen di jarak yang cukup dan memadai untuk
lama waktu agar jauh dari host sampai meninggal atau menjadi tidak aktif dapat
efektif dalam mencegah penularan. karantina atau isolasi dapat digunakan untuk
hewan maupun manusia. Yang terlebih dahulu lebih efektif sebab hewan dapat secara
paksa ditahan. Karena sulit untuk mengkarantina manusia, maka tidak banyak
dipraktekkan sebagai metode kontrol, kecuali penyakit ini sangat menular atau pasien
dapat dikendalikan dengan mudah (misalnya di rumah sakit, Lassa fever) (Webber
R. , 2005).

Kontak Orang-orang yang mungkin telah terinfeksi karena dekat mereka


(seseorang yang rentan) untuk kasus disebut kontak. Mereka dapat diisolasi, diberikan
pengobatan profilaksis atau disimpan di bawah pengawasan (Webber R. , 2005).

Kesehatan lingkungan metode higiene perorangan, pasokan air dan sanitasi


yang sangat efektif terhadap semua agen ditularkan oleh fekal-oral baik oleh transmisi
langsung atau parasit yang mengalami siklus kompleks yang melibatkan host
intermediate (Webber R. , 2005).
Hewan baik mereka bertindak sebagai reservoir atau sebagai hewan hospes
perantara dapat dikendalikan oleh kerusakan atau vaksinasi (misalnya terhadap
rabies). Apabila hewan tersebut untuk dimakan, daging hewan yang sudah mati
tersebut harus diperiksa untuk memastikan bahwa mereka bebas dari tahap parasit.
Ekskresi atau jaringan dari hewan dapat menular; pakaian sebagai pelindung dan
sarung tangan harus dipakai saat menangani hewan (Webber R. , 2005).

Memasak secara tepat memasak merupakan proses menjadikan tanaman dan


hewan agar menghasilkan sesuatu yang aman untuk dikonsumsi, meskipun ada
beberapa racun yang tahan panas. Makanan harus disiapkan secara higienis sebelum
memasak dan disimpan dengan benar setelah itu (Webber R. , 2005).

Pengendalian Vektor adalah salah satu metode yang paling sangat maju dari
transmisi menginterupsi karena parasit memanfaatkan Tahap rentan untuk
pengembangan dan transportasi. Serangan terhadap vektor pada saat memasuki tahap
larva dapat dengan menggunakan larvasida dan metode kontrol biologis, atau saat
mereka dewasa dengan adulticides (Webber R. , 2005).

3. Host
Host (pejamu) adalah manusia atau hewan hidup, termasuk burung dan
arthropoda, yang dapat memberikan kehidupan atau tempat tinggal untuk agent
menular (Noor, 2013). host dapat dilindungi oleh metode fisik (kelambu, pakaian,
perumahan, dll), dengan vaksinasi terhadap penyakit tertentu atau dengan
menggunakanl profilaksis rutin (Webber R. , 2005).

4. Lingkungan
Lingkungan dari host dapat ditingkatkan oleh pendidikan, bantuan (pertanian,
bangunan rumah, subsidi, pinjaman, dll), dan peningkatan komunikasi (Untuk
memasarkan hasil buminya, mencapai fasilitas kesehatan, sekolah, dll). Dalam kurun
waktu, ini akan menjadi metode yang paling efektif dalam mencegah kelanjutan dari
siklus penularan (Webber R. , 2005).

B. Metode Pengendalian Lingkungan


Banyak penyakit yang timbul dari kontaminasi lingkungan oleh materi fekal
dengan transmisi rute langsung (misalnya dengan jari), atau melalui makanan dan air.
Berbagai metode kontrol yang tersedia adalah sebagai berikut:

 Menjaga kebersihan pribadi dan rumah tangga;


 Membuat persiapan yang matang dalam kegiatan memasak ataupun penyimpanan
makanan;
 Menggunakan persediaan air dengan baik;
 Mengontrol pembuangan tinja dan limbah;
 Metode lain-lain termasuk pemeriksaan daging dan kebersihan.
1. Kebersihan pribadi
Kebersihan pribadi adalah pemahaman individu tentang bagaimana infeksi
dapat ditularkan kepada mereka atau orang lain melalui kebiasaan, dan menggunakan
metode yang tepat untuk menghindari infeksi tersebut. Infeksi dapat dihindari dengan
mencegah kebiasaan buruk (misalnya buang air besar yang tidak sesuai syarat
kesehatan) atau memperkenalkan kebiasaan baik (misalnya mencuci tangan sebelum
makan). Infeksi yang dapat dikurangi dengan kebersihan pribadi ditunjukkan pada
tabel dibawah ini.

Untuk kategori 1 penyakit dikurangi dengan cara mencuci tubuh dan pakaian
dengan air bersih atau air yang dipanaskan dan dengan penambahan sabun jika
tersedia. Kategori 2 dan 3 penyakit dikurangi dengan cara mencuci tangan
menggunakan sabun setelah buang air besar dan sebelum makan.

Kebersihan pribadi terkait erat dengan ketersediaan air dalam jumlah yang
cukup. Kualitas air kadang kurang penting dan kurang diperhatikan. Mencuci tangan
dapat ditingkatkan dengan menggunakan air hangat dan sabun. Sabun mengurangi
tegangan permukaan dan emulsifies minyak, yang memungkinkan bakteri untuk lebih
mudah dihilangkan. Namun, sejumlah besar air bersih masih bisa efektif tanpa adanya
penggunaan sabun (Webber R. , 2005).

2. Perlindungan makanan
Infeksi makanan-menular dapat menyebar baik melalui kontaminasi atau oleh
hospes perantara tertentu. Dalam hal ini berarti bahwa lalat tidak langsung mencemari
makanan. Perlindungan makanan yang kita konsumsi dapat dilakukandengan hal-hal
berikut:

 Pemeriksaan bahan-bahan mentah;


 Pengemasan dilakukan dengan baik untuk menghindari kontaminasi;
 Kondisi penyimpanan harus sesuai standar dan dalam waktu yang telah
ditentukan;
 Proses pencucian dan persiapan yang dilakukan benar;
 Alat dan bahan harus memadai bahkan untuk memasak;
 Mencegah kontaminasi makanan yang sedang dimasak;
 Makananyang selesai dimasak lebih baik langsung dimakan.

Pada kategori 2, infeksi kontaminasi makanan terjadi sebelum atau setelah


memasak. Dalam hal ini lalat sering terlibat. Bahkan jika kontaminasi telah terjadi,
penyimpanan yang benar dan pembuangan makanan yang dimasak setelah waktu
yang terbatas dapat mencegah multiplikasi yang cukup bagi bakteri untuk mencapai
dosis infektif. Untuk kategori 3b dan 4c diperlukan host intermediate tertentu dalam
transmisi mereka, sehingga pemberantasan dilakukan melaluipemasakan yang tepat.
Memasak harus pada suhu yang cukup tinggi untuk membunuh tahapan dan prosedur
menengah, seperti memanggang di atas panggangan atau memasak daging hingga
benar-benar matang, serta tidak memberikan suhu yang cukup tinggi di dalam daging.
Pemeriksaan daging dapat efektif dalam penanganan infeksi Taenia (3b) (Webber R. ,
2005).

3. Penyediaan Air
Air yang terkontaminasi dapat menjadi media tranmisi beberapa penyakit
karena produksi organime di dalamnya, seperti tempat bagi host perantara dan tempat
pembibitan vektor. Kondisi demikian merupakan manifestasi dari hygene yang
buruk(Weber, 2009).

Syarat Air
Terdapat 4 aspek dalam penyediaan air yang dapat membantu untuk mengendalikan
tranmisi penyakit, yaitu(Weber, 2009):
 Peningkatan kualitas air : Air perlu diolah dan diprifikasi (dimurnikan).
Penegelolaan air diatur oleh PP No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air
 Peningkatan kuantitas air : Kuantitas air harus adekuat untuk memenuhi konsumsi
masyarakat di setiap waktu(Hickey, 2008)
 Mengambil air yang bersumber dari pegunungan atau sumber air bersih lainnya
 Mencegah merembesnya air dengan perawatan drainase yang baik
 Objek utama dalam penyediaan air adalah kuantitasnya yang kemudian diikuti
oleh peningkatan kualitas konstruksi sistem pipa yang baik. Hal yang tidak kalah
penting adalah kontinuitas penyediaan dan kesesuaian sistemnya dengan sosial
budaya masyarakat setempat(Weber, 2009).

Kriteria Perencanaan dan Ekonomi


Setiap orang perlu mendapatkan air sesuia dengan kebutuhannya, namun
keterbatan sumber air menjadikan penyediaanya ditetapkan dalam beberapa segmen
prioritas. Strategi alternatif dalam memenuhi kondisi terebut, antara lain(Weber, 2009):
 Memprioritaskan penyediaan air pada area dengan kelangkaan air dan alasan
kesehatan tertentu
 Penyediaan pada wilayah yang berpotensi tinggi untuk berkembang
 Memprioritaskan pada masyarakat yang dapat berkontribusi dalam dana dan tenaga.
Hal ini dikarenakan penyediaan air membuthkan perwatan dengan dua syarat tersebut
 Penyediaan air yang paling mudah bagi jumlah penduduka yang banyak
 Perancangan proyek utama terkait eksistensi penyediaan air untuk beberapa tahun
berikutnya serta pemanfaatan sumber air alami, seperti pembuatan waduk,
pemanfaatan air danau, sumur, laut, dan teluk (Hickey, 2008).
 Seluruh strategi yang telah disebutkan bergantung pada persiapan negara terhadap
pembayaran harga air. Pengehematn juga tentu perlu mempertimbangkan skala
ekonomi, standar peralatan (teknologi), dan tenaga kerja (Weber, 2009).
Kapasitas Air dan Penggunaannya

 Pemilihan sumber air yang baik harus disesuaikan dengan produksi jumlah air dan
regulasi yang berlaku. Selain itu, permintaan air juga menjadi determinan dalam
penyediaan air, misalnya saja bagi daerah desa yang membutuhkan 20 liter
air/orang/hari (Weber, 2009).
Pemilihan atas Penyediaan Air
Pemilihan sumber air bergantung pada jarak pengguna dengan sumber, kualitas &
kuantitas air, ketersediaan sumber, teknologi, dan lain sebagainya. Berikut adalah
ilustrasi perembasan air hujan yang nantinya dapat menjadi sumber penyediaan air.

Aliran air hujan yang meresap ke tanah dan dapat dimanfaatkan melalui sistem
sumur dangkal ataupun danau. Di dalam level tanah yang lebih dalam, kualitas air akan
lebih terjaga sehingga tehnik pengeboran dapat digunakan untuk menggapai sumber air
tersebut. Sedangakan pemanfaatan air sumur masih terbilang baik selama kontaminasi
dapat dicegah dan memberikan keuntungan dengan posisi yang dekat dengan rumah
(Weber, 2009). Sekali lagi bahwa poin penting dalam penyediaan air adalah kualitas dan
kuantitas, namun bila salah satu syarat tersebut bermasalah, maka tehnik filtrasi,
penambahan sumber air, purfikasi, dan yang lain sebagainya dapat menjadi solusi yang
efektif.

4. Sanitasi
Dengan makanan dan air, penekanannya adalah pada pencegahan kontaminasi,
tapi dengan sanitasi, itu adalah mengurangi sumber kontaminasi. kebiasaan sosial
berkaitan dengan pembuangan tinja sering dipegang teguh dan kecuali ini didekati
dengan cara ible sens-, sistem baru akan gagal. tasi Sani- bukan hanya penyediaan
jamban, tetapi subjek yang kompleks dan saling terkait in- volving orang, pasokan air
dan semua aspek lain dari kesehatan lingkungan. Faktor kesehatan Seperti terlihat
pada Tabel 3.1, dampak utama sanitasi adalah pada kelompok 2, 3a, 4c dan 5c.
Instalasi sanitasi dapat menghasilkan pengurangan infeksi ditunjukkan pada tabel
berikut:

Penyediaan sanitasi Saat memberikan sanitasi, ada kontras tajam dengan


pasokan air. Semua orang ingin pasokan air, tapi tak seorang pun ingin mengubah
kebiasaan buang air besar nya. Hal ini cukup sederhana untuk menjelaskan bahwa zat
yang masuk kedalam tubuh dapat dipahami sebagai penyebab langsung dari penyakit,
sedangkan buang air hal-kadang dari tubuh tidak bisa. Buang air besar adalah masalah
yang diperlu diperhatikan, tetapi kebanyakan orang tidak per dulu dimana ia buang air
besar merasa. Ada juga alasan sosial yaitu agama, ras atau budaya. Ini mungkin
mendikte di mana tempat yang tidak diperbolehkan buang air besar,danmebedakan
tempat berdasarkan masalah jenis kelamin. Dengan semua pola-pola ini dan
kebiasaan yang telah diajarkan sejak kecil, perubahan menjadi proses yang panjang
dan sulit. Jika sebuah keluarga dapat melihat manfaat dari jamban, maka mereka akan
membuat jamban setelah melihat; otoritas kesehatan maka dapat membantu dalam
fikasi spesimen teknis dan mensubsidi biaya. Setiap usaha untuk memaksakan sistem
atau bahkan membangun jamban secara gratis akan menyebabkan kebencian atau
non-penggunaan.

Seperti air, sanitasi juga butuh biaya, tapi di sini biaya kurang diterima oleh
penduduk. Orang-orang hanya siap untuk membayar hargaseminimum mungkin
untuk buang air besar. Hanya di daerah perkotaan akan hal itu dianggap perlu; di
daerah pedesaan, ada ruang yang cukup untuk membuang kotoran. Sebuah skema
subsidi kemudian menjadi cara utama di mana sanitasi dapat ditingkatkan. Misalnya,
dalam konstruksi jamban, penduduk desa akan perlu untuk menggali lubang mereka
sendiri, tapi mungkin diberi subsidi semen dengan harga rendah atau diberikan
lempengan jongkok gratis.

Biaya terkait dengan kenyamanan, yang mengapa orang bersedia membayar


untuk sistem perbaikan, kesediaan mereka untuk membayar biasanya tidak ada
hubungannya dengan kesehatan. Sebuah lubang jamban yang baik dapat efektif
sebagai sistem pembuangan air dilakukan konvensional, yang membedakan
hanyabahwa penampungan kotoran diluar rumah, wc berada di dalam rumah. Biaya
kenyamanan ini biasanya sepuluh kali dari jamban lubang.

Dalam memilih sistem pembuangan yang paling tepat, penekanan harus pada
kesederhanaan. Hanya ketika metode sederhana menjadi ketinggalan zaman karena
meningkatnya standar dan harapan akan sebuah sistem yang lebih canggih menjadi
yang sesuai. Sebuah proses inkremental yang sederhana, seperti yang diilustrasikan
pada gambar berikut :

Tahap pertama adalah untuk mengubur kotoran, yang akan mengarah ke


menggunakan jamban lubang. Jika jamban sudah diterima oleh komunitas, maka
menunjukkan keuntungan dari peningkatan jamban akan menjadi langkah berikutnya.
Jenis fasilitas juga akan ditentukan oleh ketersediaan air. Seperti disebutkan dalam
Bagian 3.3.3, penyediaan air harus mendahului program sanitasi sebagai
berikutkebersihan pribadi hanya.

Penempatan dan kontaminasi Unit harus diletakkan sehingga tidak mencemari


lingkungan dengan cara seperti mengancam kesehatan orang lain. Dengan jamban
lubang, polusi terial bakterial dapat melakukan perjalanan ke bawah untuk jarak
hingga 2 m. Jika kontaminasi mencapai permukaan air, itu akan mengalir
penghitungan horizontal hingga 10m. Ini berarti bahwa setiap jamban harus
diletakkan setidaknya jarak ini jauh dari pasokan air, seperti juga. jamban juga harus
ditempatkan menurun ke sumur, meskipun memompa berlebihan akan menarik air ke
dalam sumur dari segala arah, termasuk mungkin dari kakus. Jika jamban dibangun
kurang dari 10 m dari sungai atau aliran, dapat mencemari itu, sebagai meja air akan
mengalir menuju sungai. Jamban dalam situasi ini dapat menjadi sumber potensial
pencemaran jika sungai digunakan untuk air minum. Pencemaran tanah adalah subjek
yang kompleks dan aturan kasar 10 m jarak antara jamban dan sumber air minum
diberikan sebagai panduan. Kontaminasi tergantung pada berikut:

 . kecepatan aliran air tanah (harus kurang dari 10 m dalam 10 hari);


 . komposisi tanah (tidak fissured, misalnya seperti di batu kapur).
saran ahli harus diperoleh sebelum memulai program jamban.

Dalam sistem tertutup seperti septic tank atau aquaprivy, kontaminasi tanah tidak akan
berlangsung kecuali ada celah dalam struktur. Namun, limbah yang sangat bermuatan
dengan patogen dan harus dibuang dengan benar. Mengalirkannya ke pembuangan banjir,
seperti yang sering terjadi, adalah praktik yang buruk dan menimbulkan ancaman besar
infeksi. Solusi termudah adalah untuk memimpin ke soakaway, tapi tindakan pencegahan
mirip dengan jamban perlu diambil.

C. Pengendalian Vektor
Parasit ditularkan dari satu host kevektor lainnya, sering menggunakan tahap
dalam vektor untuk menjalani penggandaan ataupengembangan. Dalam beberapa parasit
(misalnya malfungsiaria) vektor adalah tuan rumah definitif,sedangkan seperti Wuchereria
bancrofti,itu adalah tuan rumah menengah. Memutus siklus hidup vektor adalah salah satu
yang penting untukparasit sehingga tidak dapat melanjutkan jika vektorhancur atau jumlah
dikurangi menjadi cukup rendah. Ketika berubah dari satuhost ke yang lain adalah saat
yang kritis bagiparasit dan banyak kerugian dapat terjadi.pengembangan gametocyte
Malaria harus bertepatan saatnyamuk mengambil makan darah, gametosit jantan dan
betinayang dibutuhkan untuk pembuahan dan pematanganuntuk mengambil tempat di
dalam perut serangga.W. bancrofti parasit cukup menderitakerugian selama vektor fase.
vektor,tidak harus benar-benarhancur, tetapi harus disimpan pada tingkat terlalurendah.
Sehingga vektor pengendalian vektor berarti pengurangan dan tidakpemberantasan vektor.

1. Pengendalian Nyamuk
Membunuh Nyamuk Dewasa
Menurut Weber (2005) dalam membunuh nyamuk dewasa dapat digunakan 2
macam insektisida yaitu knock-down insektisida dan insektisida residual. Knock-down
insectisides merupakan cara penggunaan insektisida sebagai semprotan ruang yang
umumnya mengandung pyrethrum yang berasal dari spesies krisan. Namun, Knock-down
insectisida ini hanya akan membunuh nyamuk dewasa pada saat aplikasi saja.
Sedangkan, insektisida residual merupakan metode utama dalam pengendalian
penyakit menular yang diakibatkan insektisida karena memiliki efek mematikan untuk
jangka waktu yang cukup lama (6 bulan atau lebih). Insektisida residual ini harus
disemprotkan sebelum awal musim transmisi utama dan dalam penyemprotannya harus
memperhatikan beberapa faktor, yaitu proporsi insektisida, jumlah insektisida yang
dicampur denga fluida, pencampuran (sebelum dan selama aplikasi, jarak penyemprotan,
dan kecepatan (Weber, 2005).
Pencegahan dan Penolakan
Upaya ini dapat berupa asap atau penggunaan krim pada tubuh yang dimaksudkan
untuk mengurangi kemungkinan ditusuk nyamuk bukan membunuh nyamuk. Sedangkan
penolakan paling umum aadalah dengan menggunakan Diethyltoluamide (DEET) yang
diterapkan pada individu, pakaian, tenda, dan kelambu. DEET dapat dilarutan dalam
spiritus atau emulsi dengan air dan diterapkan ke permukaan yang diinginkan. Penolakan
menggunakan DEET dapat berlangsung selama 3-6 bulan. (Weber, 2005)

Perlindungan Tubuh dari Gigitan Nyamuk


Salah satu upaya agar tidak terjangkit penyakit demam berdarah yang terpenting
namun paling sulit dilakukan adalah melindungi tubuh dari gigitan nyamuk. Menurut
Mardihusodo (2003), Upaya perlindungan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara,
Antara lain:
Cara fisik dan mekanis. Menghindari tubuh dari gigitan nyamuk dengan cara
mekanis dapat dilakukan dengan cara : (1) Pemasangan korden pada pintu dan jendela; (2)
Pemasangan kasa penutup lubang angin di dinding rumah; (3) Pemasangan kelambu
tempat tidur
Cara kimia (Repelan). Repelan adalah bahan kimia atau obatkimia yang
mengganggu kemampuan serangga untuk mengenal bahan kimia atraktan dari
hewan/manusia sehingga mencegah serangga untuk menggigit. Dengan demikian, jika kita
menggunakan repelan nyamuk dan nyamuk tidak mau mendekati bukan karena bahan
tersebut berbau dan terasa tidak enak untuk nyamuk. Tetapi, karena bahan itu
menginduksi proses yang secara halusmemblokir fungsi sensori pada nyamuk sasaran.
Jika repelan digunakan secara benar maka repelan nyamuk bermanfaat untuk memberikan
perlindungan pada individu pemakainya dari gigitan nyamuk dalam jangka waktu tertentu.
Repelan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk, antara lain; Bahan kimia repelan
(obat nyamuk dalam bentuk lotion, obat nyamuk bakar, dan obat nyamuk spray) dan
Repelan sistemik, repelan yang berbentuk tablet sehingga dapat ditelan, vitamin B1,
bawangputih, ragi roti dilaporkan dapat juga bekerja sebagai repelan nyamuk setelah
dikonsumsi oleh orang (NC State University,2000).
Cara Biologis. Dengan menempatkan tanaman penghalau nyamuk (tanaman repelan)

Larvasida
Menurut Weber (2005), larvasida merupakan zat yang menghalangi alat bantu pernafasan
jentik nyamuk dan meracuni mereka. Larvasida atau kontrol “fokal” dari aedes aegypti
biasanya terbatas pada wadah yang dipertahankan untuk penggunaan rumah tangga yang
tidak dapat dibuang. Tiga larvasida dapat digunakan untuk mengatasi wadah yang
menyimpan air minum: 1% bubuk granul temephos, regulator pertumbuhan serangga
methoprene dalam bentuk balok, dan BTI (bacillus thuringiensis H-14) yang dianggap di
bawah pengendalian biologis. Ketiga larvasida ini menpunyai toksisitas mamalia sangat
rendah dan penanganan air minum yang tepat aman untuk konsumsi manusia.
Pengendalian Biologis
Intervensi yang didasarkan pada pengenalan organisme pemangsa, parasit, yang
bersaing dengan cara penurunan jumlah Ae. aegypti atau Ae. albopictus masih menjadi
percobaan, dan informasi tentang keampuhannya didasarkan pada hasil operasi lapangan
yang berskala kecil. Ikan pemangsa larva dan biosida Bacillus thuringiensis H-14 (BTI)
adalah dua organisme yang paling sering digunakan. Keuntungan dari tindakan
pengendalian secara biologis mencangkup tidak adanya kontaminasi kimiawi terhadap
lingkungan, kekhususan terhadap organisme target (efek BTI, sebagai contoh, terbatas
pada nyamuk yang berhubungan dengan diptera) dan penyebaran mandiri dari beberapa
preparat ke tempat-tempat yang tidak dapat ditangani dengan mudah oleh cara lain
(Gandahusada, 1998).
Kerugian dari tindakan pengendalian biologis mencakup mahalnya pemeliharaan
organisme, kesulitan dalam penerapan dan produksinya serta keterbatasan penggunaannya
pada tempat-tempat yang mengandung air dimana suhu, pH dan polusi organik dapat
melebihi kebutuhan agen juga fakta bahwa pengendalian biologis ini hanya efektif
tergadap tahap imatur dari nyamuk vector (Gandahusada, 1998).
Beberapa parasit dari golongan nematoda, bakteri, protozoa, jamur dan virus dapat
dipakai sebagai pengendalian larva nyamuk. Arthopoda juga dapat dipakai sebagai
pengendali nyamuk dewasa. Predator atau pemangsa yang baik untuk pengendalian larva
nyamuk terdiri dari beberapa jenis ikan, larva nyamuk yang berukuran lebih besa, larva
capung dan crustaceae (Gandahusada, 1998).
Contoh beberapa jenis ikan pemangsa yang cocok untuk pengendalian nyamuk
vector stadium larva ialah : Panchax panchax (ikan kepala timah), Lebistus retcularis
(Guppy = water ceto), Gambusia affinis (ikan gabus), Poecilia reticulate, Trichogaster
trichopterus, Cyprinus carpio, Tilapia nilotica, Puntious binotatus dan Rasbora
lateristrata. Pemangsa lainnya adalah larva Toxorrhynchites amboinensis, larva culex
furcanus (Gandahusada, 1998).
Penggunaan Odonata sebagai control biologiterhadap vektor penyakit parasitik
atau untuk mengetahui keterkaitan dengan populasi nyamuk sebagai vector penyakit.
Hasil uji preferensi Orthetrum sabina dan Pantala flavescens dewasa terhadap nyamuk
Culex yang sudah peneliti lakukan menunjukkan tingkat pemangsaan yang besar. Hasil
pemangsaan Orthetrumsabinaterhadap nyamuk Culex sebesar 82,76%. Adapun uji
pemangsaan dengan memberikan makanan Odonata yang lebih bervariasi menunjukkan
jumlah pemangsaan yang tetap besar terhadap nyamuk. Kebiasaan Odonata hidup pada
habitat yang bersihdan bersifat sebagai predator dengan tingkat pemangsaan yang besar
terhadap berbagai larva dan nyamuk dewasa memiliki peluang untuk dijadikan control
biologi terhadap vektor nyamuk yang terkait dengan penyakit parasitik (Gandahusada,
1998).
Modifikasi Lingkungan
Pengendalian dilakukan dengan cara mengelola lingkungan (environmental
management) yaitu memodifikasi atau memanipulasi lingkungan, sehingga terbentuk
lingkungan yang tidak cocok (kurang baik) yang dapat mencegah atau membatasi
perkembangan vektor (Gandahusada, 1998).
Modifikasi lingkungan (environmental management) merupakan cara paling aman
terhadap lingkungan, karena tidak merusak keseimbangan alam dan tidak mencemari
lingkungan, tetapi harus dilakukan terus-menerus. Di sini dapat digunakan beberapa cara
antara lain dengan mencegah nyamuk kontak dengan manusia yaitu dengan memasang
kawat kasa pada lubang ventilasi rumah, jendela, pintu. Dan sekarang yang digalakkan
oleh pemerintah yaitu gerakan 3M (Menguras tempat-tempat penampungan air; Menutup
rapat tempat penampungan air; dan Menimbun dalam tanah barang-barang bekas atau
sampah yang dapat menampung air hujan) dan ada cara lain lagi yang disebut autocidal
ovitrap. Di sini digunakan suatu tabung silinder warna gelap dengan garis tengah ± 10 cm,
salah satu ujung tertutup rapat dan ujung yang lain terbuka. Tabung ini diisi air tawar
kemudian ditutup dengan tutup kasa nylon. Nyamuk Ae. aegypti bertelur di sini dan bila
telur menetas menjadi larva dalam air tadi. Bila larva menjadi nyamuk dewasa maka akan
tetap terperangkap di dalam tabung tadi. Secara periodik air dalam tabung ditambah untuk
mengganti penguapan yang terjadi. (Soegeng Soegijanto; 2004).
Sedangkan, Manipulasi Lingkungan (environmental manipulation) merupakan cara
yang berkaitan dengan pembersihan atau pemeliharaan sarana fisik yang telah ada supaya
tidak berbentuk tempat-tempat perindukan atau tempat istirahat nyamuk, sebagai contoh
misalnya: Culex menyukai air yang kotor seperti genangan air, limbah pembuangan
mandi, got (selokan) dan sungai yang penuh sampah terutama pada musim kemarau,
nyamuk ini juga dapat menularkan penyakit kaki gajah (filariasis) bancrofti, sehingga kita
perlu melancarkan air dalam got yang tersumbat agar tidak menjadi tempat perindukan
culex, tidak menggantung baju terutama yang berwarna hitam dikarenakan akan menjadi
tempat perindukannya (Gandahusada,1998)
Manipulasi lingkungan juga dapat dilakukan dengan cara : (1) Membersihkan
tanaman air yang mengapung seperti ganggang dan lumut sehingga menyulitkan
perkembangan; (2) Membuang atau mencabut tumbuhan air di kolam atau rawa; (3)
Melancarkan air got agar tidak jadi tempat perindukan Culex spp; (4) Tidak menggantung
baju di ruangan; (5) Menggunakan baju lengan panjang pada saat malam hari
(Gandahusada, 1998).
2. Insektisida
Menurut Roger Webber (2005:57-59), Insektisida untuk pengendalian vektor meliputi
berikut ini :
 Racun (misalnya paris hijau yang digunakan secara luas sebagai larvasida). Anopheles
gambiae telah diberantas dari Mesir menggunakan metode ini. Mengingat ketahanan
terhadap insektisida yang telah dikembangkan, hal ini dapat dipertimbangkan kembali.
 Fumigan ( contohnya hydrogen sianida, metal bromide, dan format etil) dapat
digunakan pada biji-bijian atau sebagai pembungkus untuk menghancurkan populasi.
 Knock-down (contohnya seperti pyrethrum, bioresmethrin dan bioallethrin).
 Residual, yang dibagi menjadi organofosfat, karbamat, dan piretroid. (organoklorin,
4.4’-dichlorodiphenyl-1,1,1-trichloroethane (DDT), benzene heksaklorida (BHC) dan
dieldrin yang awalnya digunakan secara luas kini tidak lagi tersedia karena efek toksik
dan efek jangka panjang terhadap lingkungan), seperti :
Organofosfat
Organofosfat seperti malathion dan fenthion adalah zat yang mudah menguap
dan membutuhkan pengaplikasian yang sering. Mereka bertindak dengan menghambat
cholinesterase di persimpangan saraf yang dapat menghasilkan kelumpuhan sementara
(gagal pernafasan) pada manusia dan serangga. Mereka tidak melakukan residual
panjang atau bertahan lama dalam lingkungan. Klorpirifos dan temephos merupakan
senyawa beracun rendah yang digunakan secara luas sebagai larvasida.
Karbamat
Karbamat beraksi dengan cara yang mirip dengan organofosfat namun mereka
bekerja berlawanan dengan asetilcholinesterase dan membuat efeknya lebih mudah
disimpan sehingga memberi keuntungan pada manusia. Contohnya yaitu propoxur dan
karbaril.

Piretroid

Piretrum adalah insektisida alami yang diperoleh dari spesies krisanthemum


yang telah disintesis untuk menghasilkan berbagai bentuk yang lebih aktif dengan
kemampuan residual yang baik. Ini adalah zat yang stabil dengan toksisitas rendah dan
digunakan secara luas baik untuk control pertanian maupun kesehatan. Contohnya
adalah permethrin, deltametrin, dan lambda-sihalotrin yang tersedia untuk mengobati
jaring-jaring nyamuk.
3. Resistensi (Perlawanan)
Resistensi adalah karakter genetik dan strain resisten yang terjadi di bawah
tekanan dari insektisida. Resistensi vektor terhadap insektisida ini disebabkan oleh
penggunaan insektisida yang terlalu sering dengan dosis tinggi (Utami, 2013).
Ketika insektisida sedang dipilih untuk program pengendalian, vektor harus diuji
terhadap berbagai kekuatan dari insektisida tersebut untuk menentukan dosis
diskriminatif (ini adalah ketika 99,9% kematian sampel terjadi). Tes ini harus diulang
dari waktu ke waktu selama program, untuk menentukan apakah vektor masih sensitif
terhadap insektisida. Jika vektor tidak sensitif terhadap insektisida, maka perlawanan
terhadap insektisida tersebut dapat terlihat oleh peningkatan jumlah serangga atau kasus
penyakitnya. Hal tersebut mungkin terjadi, apabila program pengendalian menunjukkan
kekurangannya. Aplikasi program yang benar yaitu insektisida diukur terlebih dahulu
seperti program diatas, kemudian dilakukan uji lapangan sederhana untuk uji coba
resistensi dengan cara menempatkan beberapa serangga ke dalam botol kaca yang
kemudian permukaannya disemprot dengan insektisida selama satu menit. Jika mereka
semua terbunuh, maka tidak terjadi resistensi terhadap insektisida (Webber R. , 2005).
Resistensi vektor terhadap insektisida dapat terjadi secara parsial atau lengkap.
Jika parsial, maka peningkatan konsentrasi insektisida mungkin cukup untuk
mengendalikan vektor. Tetapi jika parsial tidak dapat mengendalikan vektor, mungkin
resistensi lengkap mungkin akan dikembangkan.
Resistensi sendiri dapat terjadi karena resistensi bawaan atau resistensi yang di
dapat. Resistensi bawaan dapat terjadi jika adanya perkawinan silang antar sifat yang
sudah resisten yang pada akhirnya akan memunculkan populasi yang sifatnya resisten
dominan atau juga dapat terjadi karena mutasi gen. Resistensi yang di dapat terjadi jika
dalam suatu populasi vektor anggotanya telah mendapatkan insektisida dalam dosis yang
subletal (kurang mematikan) sehingga anggota-anggotanya yang rentanpun dapat
menyesuaikan diri terhadap pengaruh insektisida tersebut, lalu membentuk populasi baru
yang resisten (Utami, 2013).
4. Ektoparasit Kontrol
Ektoparasit hidup di luar tubuh, seperti flea, kutu rambut, kutu busuk, kutu tubuh,
dan tungau. Mereka merupakan penyebab transmisi sejumlah penyakit. Ada berbagai
metode pengendalian yang dilakukan agar ektoparasit tidak menyebabkan penyakit
yaitu :
Kebersihan Pribadi (Hygiene sanitasi)
Ektoparasit ditemukan di tempat-tempat yang gelap dan kotor, mereka mencari
habitat yang cocok pada orang atau tempat yang menguntungkan untuk dijadikan sebagai
rumah bagi mereka. Flea dan kutu tidak dapat mati jika dicuci menggunakan air bersih
saja, tetapi menggunakan air hangat dan sabun. Bila memungkinkan, pakaian dan selimut
harus direbus atau setidaknya di bersihkan dengan air yang sangat panas karena jika kutu
di bersihkan dengan air bersih biasa dan hangat biasanya kutu masih akan menempel
pada pakaian atau selimut yang kita gunakan.
Biasanya, kutu dapat bersarang di kepala manusia. Beberapa orang yang memiliki
rambut lebih panjang, mereka sulit untuk mengendalikan kutu sehingga perlu adanya
pengendalian yang cukup agar kutu-kutu tersebut tidak bersarang di rambut mereka,
sementara bagi orang yang berambut pendek biasanya mereka lebih mudah untuk
mengontrol kutu tersebut.

Mengurangi Kontak Interpersonal dari Kepadatan Penduduk dan Tidak Berbagi


Pakaian
Flea dan kutu menyukai tempat yang sesak, seperti kamp-kamp pengungsian
ataupun tempat tinggal yang kumuh. Upaya pengendalian perlu dilakukan guna untuk
mengurangi kutu di daerah padat penduduk, seperti di bangun rumah laundry agar
mereka tidak mencuci pakaian mereka secara bersamaan. Tetapi di mana hal ini tidak
mungkin, karna adanya keterbatasan ekonomi yang tidak memadai. Banyak dari mereka
mencuci pakaian, mengenakan pakaian, dan menggunakan sisir dengan orang lain
sehingga perilaku tersebut menjadi faktor umum untuk mentransfer ektoparasit dari
orang ke orang.
Cuci Pakaian dan Selimut Secara Personal
Mencuci pakaian dan selimut secara personal agar vektor tidak berpindah tempat
antar pakaian yang sedang di cuci.
Pengusir/Penolak Ektoparasit
Penolak digunakan di daerah di mana infeksi mungkin terjadi, seperti
menggunakan insektisida di daerah timbulnya infeksi akibat kutu tersebut.
Memperbaiki Bangunan Rumah
Kutu jenis lain juga dapat hidup di celah-celah di dinding rumah yang
bangunannya buruk, kutu tersebut keluar pada malam hari untuk menyerang orang ketika
mereka tidur. Sehingga, kita perlu meningkatkan pembangunan rumah atau menerapkan
lapisan plester tak terputus untuk dinding perlu dilakukan agar arthropoda ini hilang
secara permanen. Dan, gunakan kelambu untuk melindungi individu dari gigitan kutu
tersebut.
Insektisida.
Insektisida sangat berguna dalam kondisi epidemi. Solusi insektisida dapat
diterapkan pada rambut untuk membunuh kutu kepala atau pakaian jika pengusir tidak
tersedia. Liang tikus harus ditaburi dengan insektisida untuk membunuh kutu wabah
pembawa sebelum tikus masuk dalam perangkap penangkapan. Benzil benzoat atau BHC
efektif terhadap tungau scabies.

D. Pengobatan dan Pemberian Obat Massal


Filariasis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria yang
ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk. Semua nyamuk dapat menjadi vektor penular
filariasis. Untuk perkembangan nyamuk ialah di sawah, got atau saluran air, rawa rawa
dan tanaman air Terdapat tiga spesies cacing penyebab Filariasis yaitu: Wuchereria
bancrofti; Brugia malayi; Brugia timori. Semua spesies tersebut terdapat di Indonesia,
namun lebih dari 70% kasus filariasis di Indonesia disebabkan oleh Brugia malayi.

Filariasis mempunyai gejala klinis berupa cacing filaria yang hidup di kelenjar
dan saluran getah bening sehingga menyebabkan kerusakan pada sistem limfatik yang
dapat menimbulkan gejala awal (akut) dan lanjut (kronis). Gejala akut berupa demam
berulang, 1 2 kali setiap bulan bila bekerja berat, tetapi dapat sembuh tanpa diobati dan
peradangan kelenjar dan saluran getah bening (adenolimfangitis) terutama di daerah
pangkal paha dan ketiak tapi dapat pula di daerah lain. Sementara gejala kronis terjadi
akibat penyumbatan aliran limfe terutama di daerah yang sama dengan terjadinya
peradangan dan menimbulkan gejala seperti kaki gajah (elephantiasis), dan hidrokel.
(Kemenkes, 2015)
Gambar 1Daur hidup dan gejala klinis Limfatic filariasis atau kaki gajah (Roger
Weber hal 220

Pengobatan adalah ilmu dan seni penyembuhan dari suatu penyakit. Pemberian
obat massal atau Mass Drug Administration (MDA) digunakan sebagai metode
pengendalian filariasis. Namun MDA perlu mencakup seluruh penduduk dimana
penderita filariasis tersebut berada. Untuk dapat mencakup seluruh masyarakat,
pemerintah memerlukan asisten atau kader dari masyarakat tersebut untuk memastikan
pemberian obat missal telah merata dan telah diberikan pada seluruh penduduk.
Pemerintah bertekad mewujudkan Indonesia bebas Kaki Gajah Tahun 2020. Hal tersebut
dilakukan melalui Bulan Eliminasi Penyakit Kaki Gajah (BELKAGA), dimana setiap
penduduk kabupaten/kota endemis Kaki Gajah serentak minum obat pencegahan setiap
bulan Oktober selama 5 tahun berturut-turut (2015-2020) ujar HM Subuh. Saat ini
Filariasis masih menjadi endemi di 241 kabupaten/kota di Indonesia. 46 diantaranya telah
melaksanakan Pemberian Obat Pencegahan Masal (POPM) Filariasis selama 5 tahun.
Sementara 195 kabupaten kota akan melaksanakan POPM sampai dengan tahun 2020
dengan jumlah penduduk sebesar 105 juta jiwa yang merupakan sasaran BELKAGA.

BELKAGA dicanangkan pada tanggal 1 Oktober 2015 oleh Presiden RI di


Cibinong dan serentak diikuti oleh para Gubernur di Provinsi endemic lainnya. Disebut
endemis jika di wilayah tersebut ada 1% atau lebih penduduknya mengidap microfilaria
dalam darahnya. Prosedur pencegahan untuk eliminasi filariasis telah direkomendasikan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1997. Pengobatan massal anti filariasis
juga telah dilakukan di lebih 50 negara di wilayah Afrika, Amerika, Asia Tenggara,
Pasifik Barat dan Mediterania Timur yang mencakup 496 juta orang.

Untuk meningkatkan cakupan MDA diperlukan perencanaan yang baik sebelum


menjalankan program. Tahap awal adalah advokasi dan sosialisasi filariasis ke kabupaten,
kecamatan dan desa. Sleanjutnya dilakukan koordinasi dengan tokoh masyarakat,
puskesmas, pelatihan kader dan pendataan sasaran MDA filariasis. Pengelola program
juga harus melakukan active case detection agar dapat menemukan penderita filariasis dan
dapat memberikan pengobatan dengan segera agar penderita tidak menjadi sumber infeksi
bagi penduduk lain. Faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab rendahnya cakupan MDA
filariasis adalah informasi tidak sampai kepada penduduk ketika akan dilakukan MDA
karena letak rumah penduduk yang berjauhan dan sarana komunikasi yang minim identik
dengan wilayah endemis yang masih murni wilayah desa atau bahkan pedalaman. Faktor
lainnya adalah penduduk tidak berada di tempat pengobatan karena bekerja atau berladang
serta rendahnya pengetahuan dan kesadaran dalam diri masyarakat untuk minum obat
filariasis setiap tahun. Rendahnya cakupan MDA filariasis berdasarkan penduduk total
menunjukkan rendahnya kinerja petugas MDA sedangkan rendahnya cakupan MDA
filariasis berdasarkan jumlah penduduk sasaran menunjukkan rendahnya keberhasilan
pengobatan.
Di Indonesia, filariasis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat hingga
2008 jumlah kasus filariasis kronis mencapai 11.699 kasus di 378 kabupaten/kota.
Berdasarkan hasil pemetaan didapat prevalensi microfilaria di Indonesia 19% dari seluruh
populassi Indonesia yang berjumlah 220 juta orang, berarti terdapat 40 juta orang didalam
tubuhnya mengandung microfilaria yang merupakan sumber penularan penyakit kaki
gajah. (Kemenkes, 2009)

E. Metode Kontrol Lain


Penyakit yang disebabakan atau ditularkan oleh hewan memerlukan metode
pengendalian tertentu untuk mengurangi atau menghilangkan reservoir hewan (Roger
Weber). Mungkin bagi sebagian manusia binatang dapat menjadi bagian dari kehidupan
sehari-hari mereka. Namun apabila perawatan dan kebersihan lingkungannya tidak tepat
maka binatang peliharaannya justru akan menjadi perantara penularan penyakit. Misalnya
anjing, kucing, hamster atau bahkan tikus yang bisa jadi di tubuh mereka menjadi tempat
hidup flea yang dapat menjadi agen penularan penyakit. Tikus adalah perantara penyakit
yang mewabah seperti leptospirosis dan demam Lassa. Metode kontrol tikus dapat dengan
diburu oleh kucing, perangkap atau diberikan racun. Kucing terlatih dapat menjadi
pemburu tikus paling efisien. Perangkap merupakan cara yang efektif untuk pengendalian
tikus jika dilakukan dengan benar. Perangkap dapat dibuat dari potongan potongan logam
dan dibentuk sedemikian rupa dan disediakan umpan didalamnya setelah umpan telah
diambil, maka perangkap akan menjebak tikus didalamnya. Perangkap harus diperiksa
secara teratur, semua tikus yang mati segera dibuang dan diulangi sampai tikus benar-
benar habis. Racun tikus cukup kuat untuk membunuh tikus juga mampu membunuh
hewan lain yang mungkin mengkonsumsinya. Mereka juga berbahaya bagi manusia,
terutama bagi anak-anak, sehingga tindakan pencegahan keselamatan yang tepat harus
diamati. Zinc fosfat adalah racun akut yang berguna dan ampuh. Bahan tersebut dapat
dicampur dengan air dan umpan, kemudian keringkan sebelum mengaplikasikan ke
perangkap. (Roger Weber)

DAFTAR PUSTAKA
Gandahusada, S., & dkk. (1998). Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Kemenkes. (2009). Dipetik Maret 21, 2017, dari
http://www.depkes.go.id/article/print/73/hasil-investigasi-kejadian-ikutan-paska-
pengobatan-massal-filariasis-di-kabupaten-bandung.htm
Kemenkes. (2015). Dipetik Maret 21, 2017, dari
http://www.depkes.go.id/article/view/15073000001/prevalansi-penyakit-kaki-gajah-
filariasis-berhasil-diturunkan.html#sthash.ocM9V6SI.dpuf
Noor, N. N. (2013). pengantar epidemiologi penyakit menular. Jakarta: Rineka Cipta.
Soegijanto, S. (2004). Demam Berdarah Dengue. Surabaya: Universitas Airlangga Press.
Utami, A. (2013, Januari 30). Slide Share Resistensi Insektisida. Dipetik Maret 22, 2017,
dari Slide Share Resistensi Insektisida: https://www.slideshare.net/AriniUtami/resistensi-
insektisida
Webber, R. (2005). Communicable Disease. London School of Hygiene and Tropical
Medicine, UK: CABI Publishing.
Zahrotul, H., & Saleha, S. (2015). Dipetik Maret 21, 2017, dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=425548&val=5027&title=Cakupan
%20Pemberian%20Obat%20Pencegahan%20Massal%20Filariasis%20di%20Kabupaten
%20Sumba%20Barat%20Daya%20Tahun%202012-2013

Anda mungkin juga menyukai