Menjadi konsultan gizi merupakan dambaan bagi setiap sarjana lulusan
gizi. Selain karena kebutuhan materi, menjadi konsultan gizi juga dapat menambah relasi yang memiliki tujuan yang sama dalam hal kesehatan. Banyak orang yang bisa merasakan manfaat karena keberadaan seorang konsultan gizi, terutama di perkotaan. Di kota, banyak orang yang membutuhkan seorang konsultan gizi untuk membantu menunjang kebutuhan asupan harian mereka. Adanya keterbatasan dalam melakukan pola hidup sehat pada mayoritas orang di perkotaan, yang dilatarbelakangi karena faktor pekerjaan, aktivitas fisik, dan juga karena faktor lingkungan sehingga mayoritas orang di perkotaan lebih memilih memesan makanan di luar ataupun membeli makanan siap saji karena tidak punya waktu lebih untuk memasak sendiri. Padahal, makanan siap saji (junk food) sangat buruk jika dikonsumsi secara terus-menerus. Banyak penyakit yang di timbulkan dari seringnya mengonsumsi junk food, dimana junk food ini akan berdampak pada kesehatan tubuh kita dari berbagai kalangan usia terlebih lagi di kalangan anak-anak. Junk food yang dikonsumsi dalam jangka panjang juga berisiko meningkatkan penyakit berbahaya seperti tekanan darah tinggi, stroke, kolesterol, penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, hingga kanker (Ghani et al., 2016; Pamelia, 2018).1 Banyak orang yang menikmati junk food tanpa tahu risiko apa yang mungkin terjadi 5 sampai 10 tahun kedepan.
Selain dibutuhkan untuk membantu memperbaiki pola makanan yang tidak
sehat, biasanya seorang konsultan gizi juga dibutuhkan di lingkungan gym. Bahkan sebagian orang mampu untuk memiliki seorang konsultan gizi pribadi untuk mengatur jumlah kalori harian, baik ketika sedang ingin menurunkan berat badan, menaikkan berat badan, maupun ketika sedang ingin membentuk otot. Karena itulah, peran konsultan gizi sangat dibutuhkan keberadaannya untuk membantu dan juga menopang pola makan yang sehat dan seimbang. Disamping itu, seiring dengan perkembangan zaman serta kerberadaan teknologi yang semakin canggih, dimana pembaharuan akan terus dilakukan termasuk dengan pembaharuan proses produksi makanan yaitu dengan adanya teknologi pangan. Teknologi pangan mempunyai peranan penting dalam pengembangan penganekaragaman pangan; khususnya di tingkat industri. Teknologi pangan, terutama teknologi penanganan bahan hasil pertanian, teknologi penyimpanan, teknologi pengolahan, teknologi pengemasan pangan, teknologi distribusi pangan, dan lain sebagainya mempunyai peran penting dalam menekan kehilangan, meningkatkan keanekaragaman pangan, meningkatkan keamanan pangan, dan meningkatkan nilai gizi pangan.2
Dialetika antara teknologi pangan dengan keberadaan ahli gizi sering
menimbulkan pro dan kontra. Bagi sebagian orang yang berprofesi sebagai ahli gizi khususnya sebagai konsultan gizi, beranggapan jika adanya teknologi pangan akan mempengaruhi mutu suatu bahan makanan. Disamping itu, seorang konsultan gizi sebenarnya tidak membutuhkan teknologi dalam pendistribusian hasil makanannya. Seorang konsultan gizi tidak hanya bertugas sebagai konselor tapi juga bisa berperan dalam pendistribusian makanan, seperti halnya ketika sedang mendampingi klien yang ingin menurunkan berat badan. Tentunya, sebagai konselor ingin mengupayakan agar kliennya bisa mendapatkan berat badan yang ideal dengan jumlah asupan yang seimbang setiap harinya. Dalam hal ini, konselor akan membuat menu dan juga makanan pribadi untuk kliennya. Jadi adanya teknologi pangan kurang membantu seorang konselor dalam pendistribusian makanannya. Karena jumlah kalori harian dan permasalahan tiap klien berbeda-beda, maka seorang konselor harus bisa menyusun menu dan membuat makanan individu yang disesuaikan dengan permasalahan tiap kliennya.
Disamping itu, sebagian konsultan gizi beranggapan jika keberadaan
teknologi pangan sangat beerperan dalam pendistribusian makanan. Contohnya ketika seorang konsultan gizi bekerja di perusahaan yang nantinya hasil olahannya akan didistribusikan di berbagai instansi, misalnya di lingkungan militer. Biasanya pendistribusian makanan di lingkungan militer, makanan per porsi akan disamaratakan antara satu dengan yang lainnya kemudian akan di kemas dengan alumunium dan biasanya berbentuk persegi panjang. Tentunya dalam proses pengolahan sampai jadi makanan siap makan membutuhkan teknologi pangan.
Keberadaaan teknologi pangan ini sangat membantu bagi sebagian
konsultan gizi, sesuai dengan kebutuhannnya. Mengingat peran konsultan gizi yaitu berkontribusi dalam penyuluhan, mendampingi, membimbing, dan memantau pola asupan nutrisi dari kliennya. Implementasi dialektika teknologi pangan berkaitan dengan prinsip paradigma Falsafah Kesatuan Ilmu yaitu berhubungan dengan ilmu-ilmu baru (modern sciences). Konsep dialektika ini membawa pembaharuan dari semakin canggihnya teknologi pangan yang berperan dalam proses pengolahan makanan sumber nutrisi. DAFTAR PUSTAKA
Hariyadi, P. (2010). Penguatan Industri Penghasil Nilai Tambah Berbasis Potensi
Lokal Peranan Teknologi Pangan untuk Kemandirian Pangan. PANGAN, Vol. 19 No. 4 Desember 2010: 295-301, 19(4), 295-301. Romadona, N. F., Aini, S. N., & Gustiana, A. D. (2021). Persepsi Orang Tua Mengenai Junk Food dan Dampaknya terhadap Kesehatan, Fungsi Kognitif, dan Masalah Perilaku Anak. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(3), 1357-1368.