Anda di halaman 1dari 15

The Application of Planned Behaviour Towards Costumer Loyalty & Costumer

Satisfaction

Disusun untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester (UTS) mata kuliah Ilmu
Keperilakuan di Bidang Manajemen

Dosen Pengampu :
Dr. Dra. Andarwati, M.E.

Oleh :
Muhammad Rizky Andhika Pratama 236020200111026

MAGISTER MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERISTAS BRAWIJAYA
MALANG
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu keprilakuan adalah sebuah ilmu multidisiplin yang menggabungkan wawasan dari
berbagai ilmu sosial, antara lain psikologi, sosiologi, ekonomi, dan antropologi, guna
memahami perilaku manusia. Ilmu perilaku dapat diterapkan ke berbagai bidang praktik dalam
suatu organisasi melalui serangkaian taktik desain dan pengukuran. Hal ini dapat
mempengaruhi strategi dan desain seluruh organisasi, termasuk bidang-bidang seperti desain
produk, pemasaran dan komunikasi, keterlibatan karyawan dan pelanggan, dan pengambilan
keputusan strategis. Dalam praktiknya, orang sering kali berakhir dengan spesialisasi di satu
bidang atau lainnya, namun ilmu perilaku terapan mencakup perancangan saat ini (domain
dorongan dan bias kognitif) serta menciptakan konteks yang lebih luas untuk membentuk
pikiran, emosi, dan pola perilaku. karyawan dan pelanggan.
Ilmu perilaku adalah metodologi untuk lebih memahami stakeholders. Baik itu
pelanggan, karyawan, atau mitra. Ilmu perilaku memberi kita alat untuk mengungkap wawasan
jujur tentang bagaimana orang sebenarnya berperilaku. Bukan bagaimana mereka harus
berperilaku untuk memaksimalkan utilitas ekonomi mereka, tapi bagaimana mereka benar-
benar berperilaku, dalam segala nuansa psikologisnya. Beberapa teori dan model telah
dikembangkan untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku konsumen. Berikut beberapa di
antaranya yang paling berpengaruh:
• Theory of Planned Behavior (TPB)
• Maslow’s Hierarchy of Needs
• Consumer Decision-Making Process
• Theory of Cognitive Dissonance
• Cultural, Social, and Psychological Factors
• Diffusion of Innovation
• Consumer Buying Styles
• Online Consumer Behavior
Teori perilaku konsumen adalah bidang dinamis yang terus berkembang seiring perubahan
teknologi dan masyarakat. Ini adalah alat penting bagi bisnis dan pemasar untuk
mengembangkan strategi efektif untuk pengembangan produk, penetapan harga, promosi, dan
distribusi.
Ilmu perilaku dapat digunakan untuk memperkuat dan meningkatkan berbagai Area
Praktik di seluruh organisasi. Erik Johnson menjelaskan penerapannya pada Pemasaran. Pada
intinya, pemasaran adalah disiplin ilmu yang sederhana. Bisnis memiliki produk atau layanan
yang mereka yakini dapat memecahkan masalah konsumen, dan pemasar berupaya
menghubungkan penjual tersebut dengan pembeli potensial. Ilmu perilaku dapat dimasukkan
ke dalam strategi pemasaran dalam berbagai cara. Psikologi target konsumen harus menjadi
titik awal. Seperti strategi bisnis lainnya, pemasaran akan gagal jika pemasaran bersifat picik
dan bersifat top-down, bukan berfokus pada pelanggan dan bersifat bottom-up.
Pemasar harus memahami kebutuhan dan tantangan pelanggan mereka terlepas dari
produk atau layanan yang dijual dan menggunakannya sebagai landasan strategi. Misalnya,
saluran pemasaran harus dipilih berdasarkan preferensi konsumen, bukan berdasarkan apa
yang biasanya digunakan oleh bisnis. Sebagai bonus, pengetahuan pelanggan yang mendalam
meningkatkan konsistensi pengalaman merek. Pemahaman ini dapat dikembangkan dengan
alat riset pasar dan analisis perilaku dan preferensi segmen konsumen di masa lalu. Hal ini juga
dapat dilakukan melalui kerja sama dengan upaya riset pengguna tim produk. Ada banyak
metode pengujian dan pengukuran dalam pemasaran. Pemasar pertama-tama harus
menentukan dua faktor: berapa banyak waktu yang mereka miliki untuk menjalankan
pengujian dan tingkat kepastian yang mereka perlukan dari data yang dihasilkan. Pada
akhirnya, pengujian adalah alat untuk mengurangi ketidakpastian. Semakin canggih dan tepat
pengujian yang dilakukan, semakin yakin pemasar bahwa hasilnya akan benar jika diterapkan
secara penuh. Namun, pengujian semacam ini sulit dilakukan, dan dalam banyak kasus,
pengorbanan antara upaya dan hasil tidak sepadan.
Oleh karena itu ilmu keperilakuan dapat menjadi kunci bagi seorang pemasar untuk
menentukan strategi terbaik untuk memasarkan produknya. Pada bab dua penulis akan
menghadirkan teori-teori tentang ilmu keperilakuan yang dapat mempengaruhi strategi
pemasaran seorang pemasar agar konsumen berkunjung kembali. Pada bab tiga penulis akan
menyajikan jurnal dan mereviewnya, jurnal tersebut tentunya menggambarkan bagaimana
penentuan strategi pemasaran diciptakan oleh uji coba berdasarkan perilaku konsumen.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Manajemen Pemasaran (Marketing Management)


Menurut (Philip Kotler & Kerin Lane Keller, 2016) definisi dari manajemen pemasaran
(marketing management) adalah proses sosial yang melibatkan individu maupun kelompok
untuk mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran,
serta pertukaran produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain secara bebas.
Dalam bukunya, (Philip Kotler & Kerin Lane Keller, 2016) mengungkapkan bahwa
manajemen pemasaran merupakan suatu proses yang melibatkan pelanggan dan mengelola
hubungan pelanggan yang menguntungkan. Tujuan ganda pemasaran adalah untuk menarik
pelanggan baru dengan menjanjikan nilai superior dan untuk mempertahankan dan
menumbuhkan pelanggan saat ini dengan memberikan nilai dan kepuasan.
Di dalam pemasaran, menurut (Jeff Tanner & Marry Anne, 2012) terdapat empat
aktivitas atau komponen untuk menghasilkan nilai bagi pelanggan, yaitu:
Creating: Proses kolaborasi antara pemasok dan konsumen untuk membuat sebuah
penawaran yang memiliki nilai berarti.
Communicating: Secara garis besar, menjelaskan penawaran yang diberikan serta bertujuan
untuk memahami keinginan konsumen.
Delivering: Menyampaikan penawaran yang ingin ditawarkan dengan memaksimalkan
nilai yang ingin diberikan.
Exhanging: Bertukar nilai untuk penawaran yang ingin diberikan.

Gambar 0.1 Empat Komponen dalam Kegiatan Pemasaran


Sumber: Principles of Marketing (Jeff Tanner & Marry Anne, 2012)
Berdasarkan tiga definisi manajemen pemasaran menurut para ahli di atas, maka dapat
penulis simpulkan bahwa manajemen pemasarana merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh
organisasi atau perusahaan untuk mengelola hubungan dengan pelanggan melalui empat
aktivitas utama yaitu creating, communicating, delivering, dan exchanging produk atau jasa
sehingga dapat menarik pelanggan baru dan mempertahankan serta menumbuhkan pelanggan
yang sudah dengan memberikan nilai dan kepuasan kepada pelanggan.

2.1 Theory of Consumer Behavior


Theory of consumer behaviour atau teori perilaku konsumen berkaitan dengan
bagaimana konsumen mengalokasikan dan membelanjakan pendapatan mereka pada produk
atau jasa tertentu. Dalam karyanya, (Kardes et al., 2011) menjelaskan bahwa perilaku
konsumen mencakup semua aktivitas yang terkait dengan pembelian, penggunaan, dan
eliminasi produk dan jasa, termasuk respons emosional, mental, dan perilaku konsumen yang
mendahului atau mengikuti aktivitas ini. Perilaku konsumen berkaitan dengan:
Purchase Activities: Bagaimana konsumen memperoleh produk atau jasa tertentu, serta semua
aktivitas yang mengarah pada keputusan pembelian, termasuk pencarian
informasi, evaluasi barang dan layanan, serta metode pembayaran
termasuk pengalaman pembelian.
Use Activities: Berkaitan dengan siapa, di mana, kapan dan bagaimana konsumsi dan
pengalaman penggunaan, termasuk asosiasi simbolis dan cara produk atau
jasa didistribusikan dalam unit konsumsi.
Disposal Activities: Berkaitan dengan cara konsumen mengeliminasi produk atau jasa yang
selesai dipakai. Dalam aktivitas ini, juga mencakup penjualan barang
bekas.
Dalam prosesnya, respon konsumen yang mungkin terjadi sebelum, sesaat, dan sesudah
menentukan keputusan pembelian adalah:
Emotional: Respon afektif yang mengacu pada emosi seperti perasaan atau suasana hati
konsumen dalam menentukan keputusan pembelian..
Mental: Respon kognitif yang mengacu pada proses berpikir konsumen dalam
menentukan keputusan pembelian.
Behavourial: Respon konatif yang mengacu pada tanggapan konsumen yang dapat diamati
sehubungan dengan pembelian terhadap barang atau jasa yang telah diputuskan
oleh konsumen.
Berdasarkan penjabaran di atas, maka dapat peneliti simpulkan bahwa theory of
consumer behavior merupakan teori yang mengidentifikasi tentang bagaimana seorang
individu membuat keputusan membeli dan mendukung suatu bisnis. Pelaku bisnis
memanfaatkan perlaku ini dengan memprediksi bagaimana dan kapan konsumen akan
melakukan pembelian. Theory of consumer behavior ini dapat membantu pelaku bisnis dalam
mengidentifikasi apa yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen, serta fokus
menyusun strategi untuk secara proaktif memicu konsumen untuk membeli produk atau jasa
yang ditawarkan.

2.3 Theory of Planned Behavior


Theory of Planned Behaviour menjelaskan mengenai perilaku yang dilakukan individu
karena niat dari individu tersebut untuk berperilaku. Niat ini dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor internal dan eksternal. Sikap individu terhadap perilaku meliputi kepercayaan mengenai
suatu perilaku, evaluasi terhadap hasil perilaku, norma subyektif, kepercayaan normatif dan
motivasi untuk patuh (Sulistomo et al., 2011). Menurut (Ajzen, 1991) Theory of Planned
Behavior (TPB) niat individu untuk berperilaku ditentukan oleh tiga faktor, yaitu : attitude
toward the behavior, norma subyektif dan persepsi kontrol perilaku. Dari beberapa definisi
Theory of Planned Behaviour menurut beberapa peneliti diatas maka dapat disimpulkan bahwa
Theory of Planned Behaviour adalah niat yang timbul dari individu untuk berperilaku dan niat
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor dari internal maupun eksternal dari individu tersebut.
Niat untuk melakukan suatu perilaku tersebut dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu attitude
toward the behavior, norma subyektif dan persepsi kontrol perilaku.

2.3.1 Attitudes
Fishbein dan Ajzen dalam (Koay & Cheah, 2022), mendefinisikan sikap (attitude)
sebagai jumlah dari afeksi (perasaan) yang dirasakan seseorang untuk menerima atau menolak
suatu obyek atau perilaku dan diukur dengan suatu prosedur yang menempatkan individual
pada skala evaluatif dua kutub, misalnya baik atau jelek, setuju atau menolak, dan lainnya.
Menurut (Sulistomo et al., 2011) attitude toward the behavior adalah penilaian seseorang
ketika melihat atau mengetahui suatu perilaku yang dilakukan. Seseorang akan memberikan
suatu penilaian terhadap perilaku yang dilakukan seseorang. Penilaian yang diberikan dapat
berupa penilaian yang positif ataupun negatif.
(Fishbein & Ajzen, 1975) menjelaskan dalam konteks attitude toward the behavior,
keyakinan yang paling kuat (salient beliefs) menghubungkan perilaku untuk mencapai hasil
yang berharga baik positif atau negatif. Attitude toward the behavior yang dianggapnya positif
itu yang nantinya akan dipilih individu untuk berperilaku dalam kehidupannya. Secara umum,
seseorang akan melakukan suatu perilaku tertentu yang diyakini dapat memberikan hasil positif
(sikap yang menguntungkan) dibandingkan melakukan perilaku yang diyakini akan
memberikan hasil yang negatif (sikap yang tidak menguntungkan). Keyakinan yang mendasari
sikap seseorang terhadap perilaku yang disebut dengan keyakinan perilaku (behavioural
beliefs) (Fishbein & Ajzen, 1975). Selain itu faktor kedua yang menentukan sikap adalah
evaluasi hasil (outcome evaluation). Evaluasi hasil yang dimaksud ialah pertimbangan pribadi
bahwa konsekuensi atas perilaku yang diambil itu disukai atau tidak disukai (Suryono, 2014).
Konsekuensi yang disukai atas tindakan perilaku tertentu, cenderung meningkatkan intensi
seseorang untuk melakukan perilaku tersebut (Trongmateerut & Sweeney, 2013).

2.3.2 Subjective Norms


Menurut (Ajzen, 1991) mengartikan bahwa norma subyektif adalah keadaan
lingkungan seorang individu yang menerima atau tidak menerima suatu perilaku yang
ditunjukkan. Sehingga seseorang akan menunjukkan perilaku yang dapat diterima oleh orang-
orang atau lingkungan yang berada di sekitar individu tersebut. Seorang individu akan
menghindari dirinya menunjukkan suatu perilaku jika lingkungan disekitarnya tidak
mendukung perilaku tersebut. (Sulistomo et al., 2011) menyatakan bahwa norma subyektif
adalah seorang individu yang akan melakukan suatu perilaku tertentu jika perilakunya dapat
diterima oleh orang-orang yang dianggapnya penting dalam kehidupannya dapat menerima apa
yang akan dilakukannya. Sehingga, normative beliefes menghasilkan kesadaran akan tekanan
dari lingkkungan sosial atau norma subyektif. Menurut (Jogiyanto, 2007) norma-norma
subyektif adalah persepsi atau pandangan seseorang terhadap kepercayaan-kepercayaan orang
lain yang akan mempengaruhi niat untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang
sedang dipertimbangkan. Alasan untuk efek langsung dari norma subjektif terhadap niat adalah
bahwa orang dapat memilih untuk melakukan suatu perilaku, walaupun mereka sendiri tidak
menyukai terhadap perilaku tersebut atau konsekuensi-konsekuensinya (Venkatesh & Davis,
2000).

2.3.3 Perceived Behavioral Control


Persepsi kontrol perilaku (perceived behavioral control) didefinisikan oleh Ajzen
(1991) dalam (Jogiyanto, 2007) sebagai kemudahan atau kesulitan persepsian untuk melakukan
perilaku, “the perceived ease or difficulty of performing the behavior”. Persepsi kontrol
perilaku adalah bagaimana seseorang mengerti bahwa perilaku yang ditunjukkannya
merupakan hasil pengendalian yang dilakukan oleh dirinya. Menurut (Ghufron et al., 2010),
menyatakan kendali perilaku merupakan suatu kecakapan individu dalam kepekaan membaca
situasi diri dan lingkungannya. Selain itu juga kemampuan untuk mengontrol dan mengelola
faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk mengendalikan perilaku,
kecendrungan menarik perhatian, keinginan mengubah perilaku agar sesuai untuk orang lain,
menyenangkan orang lain. Pernyataan tersebut dapat dinyatakan bahwa persepsi kontrol
perilaku ditunjukkan kepada persepsi orang-orang terhadap kemudahan atau kesulitan untuk
menunjukkan sikap yang diminati. Jadi, seseorang akan memiliki niat untuk melakukan suatu
perilaku ketika mereka memiliki persepsi bahwa perilaku tersebut mudah untuk ditunjukkan
atau dilakukan, karena adanya hal-hal yang mendukung perilaku tersebut (Dewi, 2016).

2.3.4 Perceived Authenticity


Authenticity juga di definisikan sebagai kredibilitas yang tercipta akibat memiliki hubungan
yang tepat dengan sumber awalnya (Rudinow & Barry, 1994). Authenticity dalam industri
makanan sering didefinisikan sebagai persepsi yang tercipta dari citra sebuah masakan
tradisional dan telah di kenal masyarakat sejak dahulu yang dapat membantu memperkuat
pandangan konsumen terhadap berbagai jenis spesialisasi makanan dengan melihat tempat asal
produksi makanan tersebut, metode produksi serta kualitas dan waktu dalam memproduksi
makanan tersebut (Sidali & Hemmerling, 2014). Dalam dunia kuliner, authenticity
digambarkan sebagai keaslian dari elemen – elemen yang berada di dalam restoran dalam hal
makanan, dekorasi 34 menu makanan, pengaturan meja, perabotan dan dekorasi (lukisan,
pajangan) di sebuah restoran Jang dalam (Koay & Cheah, 2022). Authenticity merupakan nilai
yang berperan penting dalam menggerakan motif atau minat konsumen dalam melakukan
pembelian terhadap suatu barang atau jasa Kolar dan Zakbar dalam (ENCATC, 2017).
Authenticity memiliki 3 dimensi yang saling terkait di dalamnya yaitu food, culture dan
employee. Food authenticity mencerminkan suatu makanan yang memiliki nilai karakteristik
tertentu dari suatu budaya. Kemudian untuk cultural authenticity di artikan sebagai komponen
penting yang menunjang pengalaman konsumen ketika menyantap makanannya langsung di
restoran, dengan melihat apakah restoran tersebut berhasil mewakilkan karakteristik dari
budaya asli asal makanan tersebut kedalam restorannya. Authenticity juga bisa terbentuk
melalui hubungan yang terjalin dengan orang – orang di sekitar. Dalam usaha restoran,
hubungan yang tercipta antara konsumen dengan pelayan restoran dapat menciptakan
employee authenticity. Employee authenticity disini adalah keadaan dimana ketika konsumen
yang berkunjung ke restoran dapat merasakan keaslian dari sebuah restoran ketika mereka
dilayani oleh pelayan yang memiliki karakteristik sesuai dengan produk yang ditawarkan oleh
restoran tersebut seperti cara berpenampilan dan atribut yang dikenakan (K. Kim & Baker,
2017b).
BAB III
REVIEW JOURNAL
3.1 Review Artikel

Judul The influence of sellers’ ethical behaviour on customer’s


loyalty, satisfaction and trust
Jurnal International Conference on Business and Industrial Research
Halaman 5
Tahun 2023
Penulis Muhammad Rizky Andhika Pratama, Muhammad Kevin
Adam, Nela Ayu Larassati, Yuniarty

3.1.1 Latar Belakang Penelitian


Mengkonsumsi kopi sebelum beraktivitas sudah menjadi trend yang cukup populer di
kalangan masyarakat, hal ini berdampak pada pertumbuhan produksi kopi di Indonesia,
berdasarkan penelitian dari databoks.katadata.co.id terjadi peningkatan produksi kopi selama
ini. lima tahun terakhir. Indonesia meningkat 1,62% menjadi 774,60 ribu ton pada tahun 2021,
padahal tahun sebelumnya produksi kopi tahun 2020 tercatat hanya 762,20 ribu ton.
Bisnis kuliner merupakan salah satu bisnis yang paling berkembang pesat di Malang.
Salah satu jenis usaha kuliner yang perkembangannya paling pesat adalah bisnis kedai kopi.
Menurut Ketua Asosiasi Ketua Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia
(APKRINDO) Kota Malang Indra setiyadi (2021), kedai kopi saat ini menjadi salah satu
sumber pendapatan daerah. Menurut BPS (2020), PDRB sektor akomodasi makanan dan
minuman Kota Malang sebesar Rp. 3.317.651.900.000. hal ini akan terus meningkat seiring
dengan semakin berkembangnya kedai kopi di Malang. Para pebisnis kedai kopi harus memutar
otak untuk terus bertahan dalam persaingan ini. Salah satu caranya adalah dengan
menggunakan strategi pemasaran yang tepat.

3.1.2 Tujuan
Dengan ketatnya persaingan di dunia, pemilik kedai kopi harus mencari solusi yang
lebih baik untuk mempertahankan pelanggan yang sudah ada. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi niat konsumen untuk mengunjungi kembali
kedai kopi. Penelitian sebelumnya mengenai manajemen kualitas dan perilaku konsumen
dalam penelitian makanan dan minuman telah banyak dilakukan. Namun, belum banyak
penelitian yang dilakukan pada usaha kopi. Penelitian ini mengembangkan dan menguji secara
empiris model untuk memprediksi dan memahami niat konsumen untuk mengunjungi kembali
kedai kopi berdasarkan teori perilaku terencana (TPB). TPB yang terdiri dari sikap, norma
subjektif dan kontrol perilaku yang dirasakan dipilih karena penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa TPB berguna dalam menjelaskan niat konsumen untuk mengunjungi toko
dan restoran (Jang et al., 2015); (Bulan, 2021); (Teng et al., 2015)), selain itu peneliti
menambahkan faktor lain yang dirasakan keasliannya untuk digunakan sebagai salah satu
faktor pengukur untuk membantu menjelaskan niat berkunjung kembali pelanggan.

3.1.3 Desain/Metodelogi/Pendekatan
Penelitian ini mengambil metode kuantitatif dan asosiatif dengan horizon waktu cross-
sectional. Kami hanya menggunakan soal tertutup dan jawaban dengan menjawab pertanyaan
berdasarkan jawaban yang diberikan. Dengan menggunakan likert sebagai skala pengukuran,
skala lima poin dapat berkisar dari “sangat tidak setuju” hingga “sangat setuju”. Non-
probability sampling dengan purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel
dalam penelitian ini. Target responden yang harus diperoleh dalam penelitian ini minimal 186
responden. Responden yang diperoleh sebanyak 263 orang, 24 orang diantaranya dibuang
karena tidak memenuhi pertanyaan screening, sehingga yang digunakan hanya 239 responden.
Unit analisis penelitian ini mencakup partisipan berusia 17 hingga 55 tahun yang berdomisili
di Malang dan pernah mengunjungi kedai kopi berbasis UKM di Malang. Peneliti tertarik untuk
memusatkan penelitiannya di Malang, karena Malang dikenal sebagai kota pelajar, dan banyak
terdapat bisnis makanan dan minuman khususnya kedai kopi. Responden harus memenuhi
kriteria yaitu pernah mengunjungi kedai kopi berbasis UKM minimal satu kali agar
mendapatkan responden yang mempunyai pengalaman untuk menjawab pengukuran dalam
kuesioner.
Penelitian ini memadukan pendekatan analisis SEM dengan metode PLS Path
Modeling. Analisis data menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) dengan metode
pemodelan jalur Partial Least Squares (PLS) atau biasa dikenal dengan PLS-SEM. PLS-SEM
merupakan pendekatan prediktif kausal pada SEM yang menekankan pada prediksi dalam
memperkirakan model statistik, yang strukturnya dirancang untuk memberikan penjelasan
kausal. Dengan demikian, teknik ini mengatasi dikotomi antara penjelasan seperti yang
biasanya ditekankan dalam penelitian akademis – dan prediksi, yang merupakan dasar untuk
mengembangkan implikasi manajerial. Proses SEM tidak bisa dilakukan secara manual. Selain
karena keterbatasan kemampuan manusia, juga disebabkan oleh kompleksitas model dan alat
statistik yang digunakan. Ada perangkat lunak pemodelan jalur PLS modern yang mudah
digunakan dengan Antarmuka pengguna grafis, seperti PLS-Graph, SmartPLS, dan paket yang
lebih kompleks untuk lingkungan perangkat lunak komputasi statistik, seperti R (R
Development Core Team 2012) yaitu SmartPLS yang dapat juga menjalankan PLS-SEM (Hair,
Risher, Sarstedt, & Ringle, 2019). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan software
SmartPLS versi 3.3.5 sebagai alat analisis, pendekatan ini dinilai rumit oleh model konseptual
penelitian ini.

3.1.4 Temuan
Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa pelaku usaha kedai kopi yang baik mampu
memberikan kualitas produk yang baik dan mewakili sebagian besar konsumennya.
Selanjutnya ada faktor kewajaran harga bagi konsumen kedai kopi. Konsumen akan menilai
apakah kualitas produk yang disajikan oleh kedai kopi tersebut sesuai dengan harga yang
diberikan, dan dengan sendirinya konsumen akan memunculkan sikap apa yang ditunjukkan.
Selain itu kenyamanan konsumen ketika berada di sebuah kedai kopi juga berpengaruh
signifikan terhadap perilaku atau sikap yang akan ditunjukkan konsumen. Ada pula faktor yang
tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku atau sikap konsumen yaitu kualitas pelayanan
di kedai kopi. Kemudian, faktor sikap atau perilaku konsumen yang berimplikasi positif
terhadap minat berkunjung kembali ke kedai kopi sama dengan penelitian sebelumnya ((Koay
& Cheah, 2022b); (Huang & Hsu, 2009); (Zeithaml et al., 2009)). Berikutnya adalah faktor
norma subjektif (subjective norm) dan kontrol perilaku (perceived behavioral control) yang
ternyata tidak mempunyai interaksi positif terhadap minat berkunjung kembali (intention to
revisit) sama seperti penelitian sebelumnya (Tanggara et al., n.d.), dan diketahui bertentangan
dengan penelitian sebelumnya ((Fishbein & Ajzen, 1975); (Koay & Cheah, 2022b)). Penelitian
ini juga mengungkapkan bahwa faktor keaslian atau persepsi keaslian, seperti bagaimana
konsumen dapat mempersepsikan suatu nilai berhubungan langsung secara positif dengan
bagaimana konsumen akan melakukan kunjungan kembali ke kedai kopi, hasil ini serupa
dengan penelitian sebelumnya ((K. Kim & Baker, 2017 ); (Meng & Choi, 2017); (Youn &
Kim, 2017); (J.-H. Kim, 2019)).

3.2 Penerapan Teori yang ada di Artikel


Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa keputusan konsumen untuk
melakukan kunjungan kembali ke kedai kopi dapat ditentukan dari faktor keaslian dan perilaku
konsumen, dimana perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti kualitas
produk, harga produk, dan suasana kedai kopi. Pelaku usaha di bidang kedai kopi diharapkan
untuk terus memperhatikan hal besar hingga terkecil dalam usahanya, sehingga dapat
mengembangkan usahanya dan menjadi pelaku usaha yang terus memperhatikan konsumennya
dalam tindakannya. Penelitian ini menambah isi literatur dengan memahami konsumen secara
lebih detail, mengenai perilakunya dan dampaknya terhadap keputusan untuk kembali. Temuan
ini memiliki relevansi yang signifikan terhadap bagaimana sebuah kedai kopi dapat terus
mengembangkan bisnisnya, dengan strategi yang dibuat.
BAB IV
KESIMPULAN

Penggunaan Theory of Consumer Behavior dan Theory of Planned Behavior sebagai


dasar strategi marketing didukung oleh hasil dari penelitian yangh dilakukan jurnal yang di
lampirkan pada bab 3, hasil rinci dari penelitian jurnal tersebut adalah :
- Kualitas pelayanan tidak mempengaruhi sikap. Nilai pengaruh sebesar 0,013
menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Temuan penelitian ini identik dengan
penelitian sebelumnya (Koay & Cheah, 2022b).
- Kualitas produk mempengaruhi sikap. Nilai pengaruh sebesar 0,23 menunjukkan hasil
yang signifikan. Temuan penelitian ini identik dengan penelitian sebelumnya ((Koay &
Cheah, 2022b); (Alam & Noor, 2020); (Zeithaml, Bitner, & Gremler, 2009)).
- Keadilan harga mempengaruhi sikap. Nilai pengaruh sebesar 0,272 menunjukkan hasil
yang signifikan. Temuan penelitian ini identik dengan penelitian sebelumnya ((Koay &
Cheah, 2022b); (Zhong & Moon, 2020).
- Suasana toko mempengaruhi sikap. Nilai pengaruh sebesar 0,437 menunjukkan hasil
yang signifikan. Temuan penelitian ini identik dengan penelitian sebelumnya (Koay &
Cheah, 2022b); (Meldarianda, Lisan, Kristen, & Bandung, 2010); (Purnomo, Dpw, &
Ay, 2019); (Julianti, Nuridja, & Meitriana, 2014)).
- Efek sikap mengunjungi kembali niat. Nilai pengaruh sebesar 0,494 menunjukkan hasil
yang signifikan. Temuan penelitian ini identik dengan penelitian sebelumnya (Koay &
Cheah, 2022b); (Huang & Hsu, 2009); (Zeithaml dkk., 2009).
- Norma subyektif tidak berpengaruh terhadap niat berkunjung kembali. Nilai pengaruh
sebesar 0,049 menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Temuan penelitian ini identik
dengan penelitian sebelumnya (Tanggara et al., n.d.).
- Kontrol perilaku yang dirasakan tidak berpengaruh terhadap niat berkunjung kembali.
Nilai pengaruh sebesar 0,059 menunjukkan hasil yang signifikan. Temuan penelitian
ini identik dengan penelitian sebelumnya ((Tanggara et al., n.d.); (Arimbawan &
Warmika, 2014).
- Keaslian yang dirasakan mempengaruhi niat mengunjungi kembali. Nilai pengaruh
sebesar 0,323 menunjukkan hasil yang signifikan. Temuan penelitian ini identik dengan
penelitian sebelumnya ((K. Kim & Baker, 2017); (Meng & Choi, 2017); (Youn & Kim,
2017); (J.-H. Kim, 2019)).
Dalam jurnal tersebut disebutkan ada empat faktor yang dimasukkan ke dalam variabel
attitudes, hasil dari penelitan ini menjawab bahwa penggunaan kedua teori itu dinilai valid
menjadi dasar penentuan strategi pemasaran.

Anda mungkin juga menyukai