ENDOKRIN
Nurdhani Hi Djafar
Departemen Patologi Anatomik
FK-UNKHAIR
§ Sistem endokrin dibentuk oleh
organ yang terdistribusi secara luas
di seluruh tubuh untuk menjaga
keseimbangan metabolik à
homeostasis.
§ Untuk menjaga homeostasis, sel-
sel sistem endokrin mengeluarkan
molekul yang di sebut hormon.
§ Hormon à dibawa oleh darah, dari
kelenjar endokrin ke jaringan
targetnya.
§ Hormon dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori
berdasarkan sifat reseptornya:
Ø Hormon yang bekerja dengan cara mengikat reseptor
permukaan sel, kelas besar senyawa ini terdiri dari dua
kelompok:
(1) Hormon peptida à hormon pertumbuhan dan insulin
(2) Molekul kecil à epinefrin.
Ø Hormon yang bekerja dengan mengikat reseptor intraseluler à
Steroid (misalnya, estrogen, progesteron, glukokortikoid),
retinoid (vitamin A), dan tiroksin.
Produksi hormon yang
1
kurang atau berlebihan
Ø Penyakit endokrin
umumnya disebabkan 2 Resistensi organ akhir
oleh : terhadap efek hormon; atau
3 Neoplasma
1
Pituitari
Pituitari (Kelenjar Hipofisis)
§ Kelenjar hipofisis merupakan struktur kecil berbentuk seperti kacang
yang terletak di dasar otak pada sella tursika.
§ Hipofisis berhubungan erat dengan hipotalamus melalui suatu tangkai,
terdiri dari akson dan pleksus vena yang membentuk suatu sirkulasi
portal.
§ Hipofisis terdiri atas dua komponen yang berbeda secara morfologik dan
fungsi, yaitu:
Ø Lobus anterior (adenohipofisis)
Ø Lobus posterior (neurohipofisis)
• Hipofisis anterior à menghasilkan hormon trofik yang merangsang
produksi hormon dari kelenjar tiroid, adrenal dan kelenjar lainnya.
• Terdiri atas sel epitelial yang secara embriologik berasal dari
perkembangan rongga mulut.
• Pada sediaan histologis rutin à kelompok sel yang beraneka warna, yang
sitoplasma basofilik, eosinofilik atau sedikit terwarnai (kromofobik)
(Gambar 20.1).
• Hipofisis posterior atau neurohipofisis, terdiri atas sel glia yang dimodifikasi
(disebut pituisit) à antidiuretik (ADH) dan oksitosin.
Adenoma Hipofisis
§ Penyebab tersering kelainan hipofisis anterior adalah tumor
hipofisis à adenoma jinak.
§ Penyebab hiperpituitarisme adalah adenoma penghasil hormon
yang timbul pada lobus hipofisis anterior.
§ Penyebab lain yang lebih jarang à hiperplasia dan karsinoma
hipofisis anterior, sekresi hormon oleh beberapa tumor
ekstrahipofisis, dan kelainan hipotalamus tertentu.
Adenoma Hipofisis
Beberapa gambaran adenoma hipofisis antara lain:
§ Adenoma hipofisis diklasifikasikan berdasarkan hormon yang dihasilkan
oleh sel neoplastik, yang dapat dideteksi dengan pulasan imunohistokimia
pada jaringan tumor.
§ Adenoma hipofisis dapat bersifat :
Ø Fungsional (sel neoplasma dapat memproduksi hormon dalam jumlah yang
cukup untuk menimbulkan gejala klinis)
Ø Non-fungsional (sel neoplasma tidak memproduksi hormon) atau silent/tenang
§ Adenoma hipofisis disebut mikroadenoma apabila diameternya <1 cm dan
makroadenoma jika berdiameter >1 cm.
Patogenesis :
§ Mutasi protein G à memiliki peran dalam transduksi sinyal,
mentransmisikan sinyal dari reseptor permukaan sel à growth
hormone–releasing hormone (GHRH)
§ G-protein adalah protein heterotrimerik, terdiri dari subunit 𝛼, 𝛽 dan 𝛾
§ Sekitar 5% adenoma hipofisis timbul karena faktor keturunan.
§ Sampai sejauh ini telah diidentifikasi empat gen sebagai penyebab
adenoma hipofisis familial, yaitu MEN1, CDKN1B, PRKAR1A, dan AIP
§ Kelainan molekuler.
Morfologi :
§ Lesi lunak dan berbatas tegas.
§ Tumor kecil dapat terbatas pada sella tursika, sedangkan lesi yang lebih besar
dapat menekan chiasma opticum dan struktur di sekitarnya.
§ Sekitar 30% kasus, adenoma tidak berkapsul dan dapat menginfiltrasi tulang,
dura, dan (kadang-kadang) otak.
§ Adenoma hipofisis terdiri atas sel-sel poligonal yang relatif uniform
(monoton), tersusun dalam lembaran, memanjang, atau papiler.
§ Inti sel dapat uniform atau pleomorfik dan aktivitas mitosis biasanya rendah
dan sitoplasma sel bisa asidofilik, basofilik, atau kromofobik.
Gambar 20.4 Adenoma hipofisis.
Adenoma non-fungsional yang berukuran
besar, berkembang jauh melewati batas
sella tursika dan merusak bagian otak di
atasnya. Adenoma non-fungsional
cenderung lebih besar pada saat
terdiagnosis dibandingkan dengan tumor
yang menyekresi hormon
Gambar 20.1 Arsitektur normal hipofisis anterior. Kelenjar Gambar 20.5 Adenoma hipofisis. Monomorfisme sel-sel ini
tersusun oleh beberapa jenis sel yang berbeda, yang kontras dengan campuran sel-sel yang terlihat pada kelenjar
mengekspresikan hormone peptide yang berbeda pula. hipofisis anterior normal pada Gambar 20.1. Perhatikan juga
Hormon ini dapat bersifat basofilik (biru), eosinofilik (merah), tidak adanya jaringan retikulin.
atau tidak menyerap warna pada pulasan HE. Perhatikan juga
keberadaan jaringan retikulin halus di antara sel
2
Tiroid
§ Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus lateral
besar yang dihubungkan oleh isthmus yang
relatif tipis.
§ secara embriologis kelenjar tiroid
berkembang dari evaginasi epitel faring
yang sedang berkembang yang turun dari
foramen cecum di pangkal lidah ke posisi
normalnya di leher anterior.
§ Tiroid dibagi menjadi lobulus, masing-
masing terdiri dari sekitar 20 - 40 folikel
yang tersebar merata.
§ Folikel dilapisi oleh epitel kuboid hingga
kolumnar rendah, yang berisi tiroglobulin,
yaitu protein prekursor beryodium dari
hormon tiroid aktif
Gambar 20.6 Homeostasis pada aksis hipotalamus-
hipofisis-tiroid dan mekanisme kerja hormon tiroid. Sekresi
hormon tiroid (T3 dan T4) dikendalikan oleh faktor trofik
yang disekresikan oleh hipotalamus dan kelenjar hipofisis
anterior. Penurunan kadar T3 dan T4 merangsang
pelepasan thyrotropin-releasing hormone (TRH) dari
hipotalamus dan thyroid-stimulating hormone (TSH) dari
hipofisis anterior, menyebabkan kadar T3 dan T4
meningkat. Peningkatan kadar T3 dan T4, akan menekan
sekresi TRH dan TSH. Hubungan ini disebut lingkaran
umpan balik negatif. TSH berikatan dengan reseptor TSH
pada epitel folikel tiroid, yang menyebabkan aktivasi
protein G, pelepasan AMP siklik (cAMP), dan sintesis yang
dimediasi cAMP serta pelepasan hormon tiroid (yaitu, T3
dan T4). Di bagian perifer, T3 dan T4 berinteraksi dengan
reseptor hormon tiroid (TR) dan membentuk kompleks
yang mentranslokasi ke inti sel dan berikatan dengan apa
yang disebut "thyroid response elements" (TREs) pada gen
target, sehingga memulai transkripsi.
Kelainan Tiroid
Hipertiroidisme Penyakit Tiroid
1 2
& Hipotiroidisme Autoimun
Hipertiroidisme Hipotiroidisme
ü Kadar TSH ü Kadar TSH
à
à
à
à
Penyakit Tiroid Autoimun
Tiroiditis Limfositik Kronis
1
(Penyakit Hashimoto)
Tiroiditis Granulomatosa
2
Subakut (de Quervain)
Tiroiditis Limfositik
3
Subakut
1. Tiroiditis Limfositik Kronis (Penyakit Hashimoto)
• Penyebab hipotiroidisme yang paling sering ditemukan di tempat yang kadar
yodiumnya cukup.
• Tiroiditis Hashimoto merupakan penyakit autoimun à disebabkan oleh
respon kekebalan terhadap autoantigen tiroid.
• Usia 45 dan 65 tahun dan >> wanita à dengan rasio 10: 1 - 20: 1 à dapat
terjadi pada semua usia, termasuk masa kanak-kanak.
• Klinis : pembesaran tiroid disertai nyeri, simetris dan difus, namun kadang-
kadang dapat terlokalisir à neoplasma.
• Tiroiditis Hashimoto à menderita penyakit autoimun lainnya dan memiliki
risiko yang lebih tinggi untuk berkembang menjadi limfoma non-Hodgkin sel B
Patogenesis :
• Kematian sel epitel tiroid yang
dimediasi sel T sitotoksik CD8+.
• Kematian sel yang dimediasi
sitokin. Aktivasi sel T
menyebabkan produksi sitokin
inflamasi seperti interferon-𝛾 pada
kelenjar tiroid, yang mengaktivasi
makrofag dan kerusakan folikel.
• Pengikatan antibodi anti-tiroid
(anti-tiroglobulin, dan antibodi
anti-tiroid peroksidase), diikuti Gambar 20.8 Patogenesis tiroiditis Hashimoto. Turunnya toleransi
oleh antibody-dependent cell– kekebalan tubuh terhadap auto-antigen tiroid menghasilkan kerusakan
mediated cytotoxicity progresif tirosit oleh karena proses autoimun dengan infiltrasi sel T
sitotoksik, sitokin yang dilepaskan secara lokal, atau antibody-dependent
cytotoxicity
Morfologi
● Penampang tiroid tampak pucat dan
coklat kelabu, kenyal dan agak rapuh.
● Mikroskopik menunjukkan infiltrasi
parenkim secara luas oleh infiltrat
radang mononuklear yang mengandung
sel limfosit kecil, sel plasma dan sentrum
germinativum yang berkembang baik
(Gbr. 20.9).
● Folikel tiroid atrofi dan dilapisi sel epitel
yang berbeda, dengan ciri sitoplasma Gambar 20.9 Tiroiditis Hashimoto. Parenkim tiroid
mengandung infiltrat limfositik padat dengan sentrum
banyak, granuler, dan eosinofilik à sel germinativum. Sisa folikel tiroid yang dilapisi oleh sel
Hurthle atau sel oksifil. Hürthle yang sangat eosinofilik juga terlihat.
2. Tiroiditis Granulomatosa Subakut (de Quervain)
● Lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan penyakit Hashimoto.
● Usia antara 30 dan 50 tahun à wanita dibanding pada pria.
● Penyebab à infeksi virus atau oleh suatu proses inflamasi yang dipicu
oleh infeksi virus
● Memiliki riwayat infeksi sesaat sebelum timbulnya tiroiditis.
● Sembuh secara spontan
● Klinis : timbulnya tiroiditis granulomatosa bersifat akut, yang ditandai
oleh nyeri leher (terutama saat menelan), demam, malaise, dan
pembesaran ukuran tiroid yang bervariasi.
MORFOLOGI
• Kelenjarnya padat, dengan kapsul
yang utuh, dan membesar unilateral
atau bilateral.
• Pemeriksaan histologis : gangguan
folikel tiroid, ekstravasasi koloid, dan
infiltrasi neutrofil, yang digantikan
oleh limfosit, sel plasma, dan
makrofag.
• Ekstravasasi koloid memicu reaksi
granulomatosa yang disertai sel datia.
Tiroiditis subakut: infiltrasi sel radang yang terdiri dari
• Penyembuhan tercapai à meredanya limfosit, sel plasma, foamy histiosit, histiosit epiteloid,
inflamasi dan terjadinya fibrosis. multinucleated giant cells, dan neutrofil. Latar belakang
fibrosis bervariabel.
https://www.pathologyoutlines.com/topic/thyroidgranuloma.html
3. Tiroiditis Limfositik Subakut
• Dikenal à tiroiditis yang tenang (silent) dan tanpa rasa sakit
• Sebagian pasien, onsetnya terjadi setelah kehamilan (tiroiditis
pascapersalinan).
• Kemungkinan besar etiologinya autoimun à karena ditemukan antibodi
anti-tiroid yang bersirkulasi pada sebagian besar pasien.
• Wanita paruh baya.
• Fase awal tirotoksikosis (yang kemungkinan terjadi karena kerusakan
jaringan tiroid) akan diikuti oleh keadaan eutiroid dalam beberapa bulan.
• Gambaran histologis terdiri dari infiltrasi limfositik dan hyperplasia
sentrum germinativum pada parenkim tiroid.
Graves Disease
• Pada tahun 1835, Robert Graves melaporkan pengamatannya tentang penyakit yang
ditandai dengan "palpitasi berat dan terus-menerus pada wanita" yang
berhubungan dengan pembesaran kelenjar tiroid.
• Graves disease à penyebab tersering hipertiroidisme endogen, ditandai oleh
manifestasi trias :
Ø Tirotoksikosis, disebabkan oleh pembesaran tiroid dengan hiperfungsional
tiroid
Ø Terdapat oftalmopati infiltratif yang mengakibatkan eksoftalmus à 40% pasien
Ø Dermopati infiltratif lokal (kadang-kadang berupa miksedema pretibia) à
sebagian kecil kasus
• Insiden puncak antara 20 dan 40 tahun, wanita hingga 7x lebih sering daripada pria.
• Faktor genetik memegang peranan penting
MORFOLOGI
Ø Kelenjar tiroid membesar (biasanya simetris) karena hipertrofi dan
hyperplasia difus sel epitel folikel tiroid.
Ø Pemeriksaan mikroskopis :
§ Kasus Graves disease yang tidak diobati menunjukkan sel epitel folikel
berbentuk kolumnar dan lebih padat.
§ Penumpukan sel ini sering membentuk papil kecil yang menonjol ke dalam
lumen folikel (Gbr. 20.10).
§ Koloid dalam lumen folikel terlihat pucat, dengan tepi bergerigi
menyerupai renda (scalloping).
§ Infiltrat limfoid, yang didominasi oleh sel T, dan sedikit sel B serta sel
plasma matur
§ Sentrum germinativum sering ditemukan.
Gambar 20.10 Penyakit Graves. Folikel dilapisi oleh sel epitel kolumnar tinggi yang secara aktif
menyerap koloid di bagian tengah/lumen folikel, menghasilkan tampilan koloid scalloping
Struma Difus dan Multinodular
• Pembesaran tiroid, atau struma (goiter) à manifestasi paling
sering.
• Struma difus dan multinodular disebabkanoleh gangguan
sintesis hormon tiroid à defisiensi yodium.
• Penurunan sintesis hormon tiroid menimbulkan kompensasi ↑
TSH serum à mendorong hipertrofi dan hiperplasia sel folikel
tiroid à pembesaran kelenjar tiroid.
• Derajat pembesaran tiroid sebanding dengan tingkat dan durasi
kekurangan hormon tiroid.
Patogenesis :
Struma endemik
• Terjadi pada wilayah geografik tertentu à dietnya mengandung
sedikit yodium
• Istilah endemik digunakan à lebih dari 10% populasi di wilayah
tertentu à daerah pegunungan
Struma sporadik
• Lebih jarang terjadi dan sering pada wanita dengan puncak
insiden pada usia pubertas atau dewasa muda à peningkatan
kebutuhan fisiologis akan T4.
• Struma sporadik dapat disebabkan konsumsi berlebih yang
dapat menganggu sistesis hormon tiroid à kalsium dan sayuran
yang tergolong dalam family Brassicaceae (contoh, kubis,
kembang kol, kubis Brussel, lobak Cina).
MORFOLOGI
• Hipertrofi dan hiperplasia sel-sel folikel tiroid yang diinduksi TSH à pembesaran
kelenjar yang difus dan simetris (struma difus).
• Folikel dilapisi sel-sel kolumnar yang padat (crowded), menumpuk à mirip yang
terlihat pada Graves disease.
• Jika peningkatan yodium dalam makanan, atau hormon tiroid menurun, epitel
folikel mengalami involusi membentuk suatu kelenjar besar dan kaya koloid
(struma koloid).
• Pada irisan, penampang tiroid biasanya berwarna coklat, menyerupai kaca,
mengkilat dan jernih.
• Pada mikroskopik à epitel folikel bisa hiperplastik pada stadium awal penyakit
atau menjadi gepeng dan kuboid selama periode involusi.
• Dengan berjalannya waktu, episode hiperplasia dan involusi yang berulang à
pembesaran tiroid yang lebih tidak teratur à struma multinodular.
Gambar 20.11 Struma multinodular. (A) gambaran makroskopis. Kelenjar bernodul kasar mengandung area fibrosis dan
perubahan kistik. (B) Fotomikrograf spesimen dari nodul hiperplastik, dengan kompresi sisa parenkim tiroid di perifer. Folikel
hiperplastik mengandung banyak "koloid" merah muda di dalam luminnya. Perhatikan tidak adanya kapsul yang nyata, ciri
yang membedakan lesi tersebut dari neoplasma tiroid. (B, Atas perkenan Dr. William Westra, Departemen Patologi,
Universitas Johns Hopkins, Baltimore, Maryland.)
Neoplasma Tiroid
• Tumor tiroid bervariasi mulai dari adenoma jinak berbatas tegas hingga karsinoma
anaplastik yang sangat agresif.
• Mayoritas nodul soliter tiroid terbukti merupakan suatu adenoma jinak atau kondisi
non-neoplastik terlokalisir.
• Karsinoma tiroid, sebaliknya, jarang terjadi à terhitung kurang dari 1% dari nodul tiroid
soliter.
• Beberapa kriteria klinis memberikan petunjuk sifat suatu nodul tiroid :
Ø Nodul soliter : secara umum, lebih condong neoplastik daripada nodul multipel.
Ø Nodul pada pasien yang sangat muda (<20 tahun) atau sangat tua (>70 tahun) lebih cenderung
bersifat neoplastik.
Ø Nodul pada laki-laki lebih cenderung bersifat neoplastik daripada wanita.
Ø Riwayat paparan radiasi dikaitkan dengan peningkatan insiden keganasan tiroid.
Ø Nodul yang menyerap yodium radioaktif dalam pemeriksaan pencitraan (nodul panas) lebih
cenderung jinak.
Adenoma
• Adenoma tiroid adalah neoplasma jinak yang berasal dari epitel folikel
à biasanya soliter.
• Secara klinis dan morfologik adenoma sulit dibedakan dari nodul pada
struma multinodular, atau yang lebih jarang ditemukan karsinoma
folikuler.
• Secara umum, adenoma folikuler bukan merupakan lesi awal dari
karsinoma; akan tetapi, adanya kelainan genetik yang serupa pada
keduanya, mendukung kemungkinan bahwa setidaknya suatu kelompok
karsinoma folikuler timbul dari adenoma yang telah ada sebelumnya.
• Mutasi penggerak (driver mutation) pada jalur pensinyalan reseptor TSH
memegang peran penting dalam pathogenesis adenoma toksik.
MORFOLOGI
• Khas à lesi berbentuk bulat soliter yang menekan jaringan tiroid non-neoplastik di
sekitarnya.
• Sel-sel neoplastik dipisahkan dari parenkim sekitarnya oleh suatu kapsul utuh yang
berbatas tegas (Gbr. 20.12A).
• Pemeriksaan mikroskopis : sel pembentuknya tersusun dalam folikel seragam yang
mengandung koloid (lihat Gambar 20.12B).
• Adenoma folikel kadang menunjukkan fokus pleomorfik inti, atypia, dan nukleolus
yang menonjol (endokrin atypia).
• Ciri khas dari adenoma folikular adalah adanya kapsul utuh yang mengelilingi
tumor.
• Evaluasi kapsul yang cermat sangat penting untuk membedakan adenoma folikular
dari karsinoma folikular.
Gambar. 20.12 Adenoma folikel kelenjar tiroid. (A) Nodul soliter, berbatas tegas terlihat pada spesimen makroskopis
ini. (B) Foto mikrografis menunjukkan folikel yang berdiferensiasi baik menyerupai parenkim tiroid normal.
Gambaran Klinis
• Sebagian besar adenoma tiroid bermanifestasi sebagai nodul yang tidak nyeri,
sering ditemukan sewaktu pemeriksaan fisik rutin.
• Massa yang lebih besar dapat menimbulkan gejala lokal à kesulitan menelan.
• Pasien adenoma toksik dapat disertai tirotoksikosis
• Pemeriksaan penting preoperatif untuk mengevaluasi adenoma yang
mencurigakan adalah ultrasonografi dan biopsi aspirasi jarum halus.
• Oleh karena pentingnya evaluasi keutuhan kapsul à diagnosis definitif
adenoma tiroid ditegakan à pemeriksaan mikroskopis spesimen yang direseksi.
• Adenoma tiroid à memiliki prognosis yang sangat baik dan tidak kambuh
kembali atau bermetastasis.
Karsinoma
• Karsinoma tiroid relatif jarang di Amerika
Serikat à sekitar 1,5% dari seluruh kanker.
• Karsinoma tiroid terjadi terutama pada
wanita berusia dewasa muda dan
menengah.
• Sebaliknya, kasus pada anak-anak dan
dewasa tua tersebar merata antara pria
dan wanita.
• Kebanyakan karsinoma tiroid (kecuali
karsinoma meduler) berasal dari epitel
folikel tiroid, dan sebagian besar dari
karsinoma ini berdiferensiasi baik.
v Subtipe utama karsinoma tiroid dan frekuensi relatifnya adalah sebagai
berikut :
2 Karsinoma Pankreas
Pankreatitis Akut
• Pankreatitis akut à gangguan inflamasi
reversibel yang bervariasi dalam tingkat
keparahan, mulai dari edema fokal dan
nekrosis lemak hingga nekrosis hemoragik
luas.
• Insiden 10 - 20 per 100.000 orang pertahun di
negara Barat
• Penyebab tersering di Amerika Serikat à
batu empedu à menghambat aliran enzim
pankreas ke ampula Vateri ("pankreatitis
batu empedu").
• >80% pankreatitis akut à disebabkan batu
empedu dan alkoholisme, sisanya
disebabkan oleh berbagai faktor.
PATOGENESIS :
MORFOLOGI :
Ø Perubahan dasar pada pankreatitis akut adalah:
(1) kebocoran mikrovaskuler yang menyebabkan edema
(2) nekrosis lemak oleh enzim lipase
(3) reaksi inflamasi akut
(4) proses proteolysis yang mendestruksi parenkim pankreas
(5) kerusakan pembuluh darah yang menyebabkan perdarahan interstisial.
Ø Dalam bentuk ringan, terdapat edema interstisial dan nekrosis lemak fokal di pankreas
dan lemak peripankreas (Gbr. 17.2A).
Ø Bentuk yang lebih berat, seperti pankreatitis nekrotikans akut, kerusakan juga
melibatkan sel asinar dan sel duktal, pulau Langerhans, dan pembuluh darah.
Ø Makroskopis à pankreas menunjukkan daerah perdarahan berwarna merah-hitam
diselingi oleh area kuning-putih, yaitu nekrosis lemak seperti kapur (Gbr. 17.2B).
Fig. 17.2 Pankreatitis akut. A. Gambaran mikroskopis menunjukkan daerah dengan nekrosis lemak (kanan) dan
nekrosis parenkim pankreas fokal (tengah). B. Pankreas yang dipotong longitudinal untuk memperlihatkan
area gelap perdarahan dalam jaringan pankreas dan area fokal nekrosis lemak yang pucat pada lemak
peripankreas (kiri atas).
Pankreatitis Kronik
60% 5%