Anda di halaman 1dari 5

TUGAS MAKALAH

PENELITIAN SAMPAH DI KEPULUAN

DI SUSUN OLEH:
 DEVINA FITRIANI
 FRANSISKA ESTER NATALIAN PURBA
 IRHAM SAPUTRA
 PUTRI ADELINA
 REYNA RAHAYU
 SALMA HAJRAH ANJANI
 SARTIKA RIAU LINA
 TASYA KAROLINA

DOSEN PEMBIMBING: ULFA HANUM, S.KM

POLITEKNIK KEMENTERIAN KESEHATAN TANJUNG PINANG


PENGOLAHAN SAMPAH
1A SANITASI
2024/2025

ii
KATA PENGANTAR

Puji yukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana, dengan judul
“Pengelolaan sampah di kepulauan seribu”.Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.

Tujuan Pembuatan makalah ini adalah sebagai salah satu syarat penilaian pada Mata
Kuliah Pengelolahan sampah. Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi kami, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untukmemberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalahini.

Tanjungpinang, 12 Februari 2024


Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Halaman
COVER............................................................................................................ i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah.......................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................... 2
1.4 Batasan Penulisan.................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3
2.1.................................................................................................. 3
2.2.................................................................................................. 4
2.3.................................................................................................. 5
2.4.................................................................................................. 5
2.5................................................................................................6
BAB III PENUTUP........................................................................................ 7
3.1 Kesimpulan.............................................................................. 7
3.2 Saran........................................................................................ 7
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 8

iv
Studi kasus
Menyusuri Kampung Terapung Penuh Sampah di Batam

Bau busuk menyengat masuk ke rongga hidung ketika memasuki pesisir kampung terapung
Agas, Kelurahan Tanjung Uma, Lubuk Baja, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Sampah
plastik berserakan di bawah pelantar rumah-rumah panggung warga. Ada juga yang ikut
bersama air limbah berwarna hitam pekat menuju laut. Orang-orang berlalu lalang di
jembatan beton dan kayu diantara rumah-rumah panggung masyarakat di kampung itu. Tidak
jarang juga terlihat anak-anak bermain kartu gambar di antara sampah yang berserakan.
Jika kita masuk lebih jauh ke dalam, terdapat Pasar Kampung Agas. Pedagang makanan
hingga sayur-sayuran berjejer di sepanjang jalan di pasar ini. “Bagi kami sudah biasa (hidup
dengan sampah berserakan) ini, sudah puluhan tahun sampah disini,” ujar Yuliarti (61 tahun)
salah seorang warga Tanjung Uma kepada Mongabay Indonesia beberapa waktu lalu.
Mongabay Indonesia menelusuri sumber sampah dan limbah yang mencemari pesisir
kampung ini. Hingga mencari solusi agar kampung Tanjung Uma tidak menjadi jalur
pencemaran laut yang terus dibiarkan.

Masih jelas dalam ingatan Yuliarti pada kurun 1980-an lalu. Di bawah rumah panggungnya,
air laut pesisir Tanjung Uma berwarna biru. Tetapi kondisi sekarang hanyalah tinggal
tumpukan sampah yang menyisakan bau busuk. “Dulu ini laut pesisir, biru dan pantainya
putih, kalau logam kita lemparkan, kita menyelam masih nampak (itu logam),” kenangnya
sambil berdiri di pelantar rumah panggungnya sore itu.

Di depan rumah panggung Yuli terlihat beraneka ragam sampah, mulai dari botol minuman,
baju bekas, hingga styrofoam. Tidak sedikitpun menyisakan air laut yang biru dan bersih itu.
Semua pesisir sudah berubah menjadi tumpukan sampah. Sampah itu sudah menumpuk
setinggi satu meter. Setiap tahun tumpukan itu terus naik menjangkau ke lantai rumah warga.
Ketika air laut pasang, kata Yuli, tidak jarang air dan sampah masuk sampai ke rumah warga.
“Kalau rumah saya masih aman. Rumah lain sudah kemasukan air,” kata Yuli sambil
menunjuk beberapa rumah panggung yang sedikit lebih rendah dari rumahnya.

Rata-rata Kampung Agas dihuni oleh warga di atas rumah panggung. Rumah-rumah itu
berada cukup rapat dari satu rumah ke rumah yang lain. Bangunan ini ditopang dengan kayu
yang dipancang rapat di bawah rumah. Letak Kampung Tanjung Uma tepat di sebelah utara
Pulau Batam, mengarah ke selat Singapura. Kampung ini bersebelahan dengan kawasan pusat
perbelanjaan Kota Batam, mulai dari mall-mall hingga pasar tradisional terbesar di Batam
(Pasar Tos 3000). Dari kawasan inilah diduga sampah darat masuk ke pesisir Tanjung Uma
melalui sungai.

5
Abdul menyimpulkan, 60 persen sampah yang masuk ke Tanjung Uma dari luar, baik dari
daratan maupun terbawa laut. Sekitar 40 persennya berasal dari masyarakat di Tanjung Uma
yang membuang sampah sembarangan. “Begitu juga sampah yang ada di TPS (tempat
penampungan sementara), 80 persen dari kelurahan lain,” katanya.

Berbagai macam upaya sudah dilakukan pemerintah dan warga sekitar Tanjung Uma. Mulai
dari memasang jaring, memungut sampah, mengadakan TPS hingga gotong royong. “Tetapi
tetap saja sampahnya datang kembali,” kata Abdul.

Rusaknya pesisir Tanjung Uma berdampak kepada nelayan pesisir di sekitar kampung ini.
Sebelum tercemari oleh sampah, nelayan masih bisa menangkap ikan di sekitar pesisir. Tetapi
sekarang nelayan harus menangkap ikan jauh ke laut perbatasan Indonesia dan Singapura.
Edi juga menggambarkan betapa jernihnya air laut di Tanjung Uma sebelum banyaknya
perumahan. “Dulu jernih sekali, mata pancing kita bisa nampak kalau masuk laut, disini
banyak ikan lebam dan dingkis,” katanya.

Ia juga mengatakan, ikan di Singapura masih banyak karena tidak banyak nelayan yang
menangkap ikan di perairan negara ‘Singa Putih’ itu. “Tetapi kalau perairan kita, lihatlah
kapal-kapal itu, nelayan banyak sekali dah macam lebah di laut,” kata Edi. Edi juga
mengatakan, solusi membersihkan sampah di Tanjung Uma adalah dengan memindahkan
rumah panggung warga kampung tua disini. Setelah itu baru dibersihkan secara keseluruhan.

Anda mungkin juga menyukai