Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH MANAJEMEN KEPERAWATAN PEMANFAATAN

TEKNOLOGI UNTUK MENINGKATKAN MANAJEMEN


KEPERAWATAN DI RUANG ICU RUMAH SAKIT
PROF. Dr. CHAIRUDDIN P. LUBIS USU

OLEH:

SALSABILA NAFI’AH
NIM. 231102032
KELOMPOK 9 PROFESI NERS

DOSEN PEMBIMBING:
RENI ASMARA ARIGA, S.Kp., MARS
NIP: 197502202001122001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penulisan..................................................................................................... 4
1.4.1 Pendidikan Keperawatan .................................................................................. 4
1.4.2 Pelayanan Keperawatan .................................................................................... 4
1.4.3 Penelitian Keperawatan .................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 6
2.1 Konsep Manajemen Keperawatan di Unit Perawatan Kritis ............................... 6
2.2 Peran Teknologi dalam Peningkatan Manajemen Keperawatan ......................... 9
2.3 Studi Kasus Pemanfaatan Teknologi di Lingkungan Perawatan Kritis ............ 11
BAB III PEMBAHASAN ...................................................................................................... 14
3.1 Konsep Analisis ....................................................................................................... 14
3.1.1 Integrasi Teknologi dalam Manajemen Perawatan Pasien ......................... 14
3.1.2 Keuntungan dan Tantangan Pemanfaatan Teknologi di ICU ..................... 15
3.2 Hasil Analisis ........................................................................................................... 16
3.2.1 Temuan Pemanfaatan Teknologi.................................................................... 16
3.2.2 Evaluasi Dampak ............................................................................................. 21
BAB IV KESIMPULAN ........................................................................................................ 23
4.1 KESIMPULAN ............................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 25
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penelitian mengenai teknologi digital dalam layanan keperawatan sedang dilaksanakan
di berbagai negara, dengan harapan bahwa teknologi ini mampu memfasilitasi atau bahkan
menggantikan tugas-tugas keperawatan, yang pada gilirannya dapat membantu mengatasi
kekurangan tenaga perawat dan mengurangi biaya perawatan yang terus meningkat.
Kekurangan tenaga perawat menjadi masalah serius di berbagai negara, dan perkiraan
menunjukkan bahwa masalah ini akan semakin meningkat seiring dengan perubahan
demografi. Penggunaan teknologi informasi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, membuat
layanan kesehatan lebih aman dan efektif, serta meningkatkan kualitas dan hasil pelayanan
(Seibert et al., 2020).

Nursing Management Information Systems efektif dalam menghemat waktu dan


berguna dalam asuhan keperawatan. Rapiditas perkembangan teknologi dalam bidang
kesehatan telah membawa dampak signifikan pada manajemen keperawatan di unit perawatan
kritis (ICU). Saat ini, teknologi telah menjadi bagian integral dalam upaya meningkatkan
efisiensi, akurasi, dan kualitas pelayanan keperawatan. ICU, sebagai lingkungan yang
menuntut perhatian intensif terhadap pasien yang sakit parah, menjadi tempat di mana
pemanfaatan teknologi dapat memberikan dampak positif yang besar. Pemanfaatan sistem
informasi kesehatan, monitoring pasien berbasis teknologi tinggi, dan aplikasi perangkat lunak
khusus telah menciptakan transformasi dalam cara perawat menyediakan perawatan di ICU.
Meskipun demikian, penting untuk menjelajahi lebih dalam tentang bagaimana teknologi dapat
dioptimalkan untuk meningkatkan manajemen keperawatan di unit perawatan kritis. Kondisi
ini mendorong perlunya analisis mendalam terhadap konsep pemanfaatan teknologi,
dampaknya terhadap efisiensi layanan, serta tantangan yang mungkin timbul dalam
implementasinya. Dengan memahami secara lebih mendalam konsep analisis pemanfaatan
teknologi dalam manajemen keperawatan ICU, kita dapat merancang strategi yang lebih efektif
untuk meningkatkan kualitas pelayanan, mengatasi hambatan, dan memanfaatkan potensi
teknologi secara maksimal. Oleh karena itu, makalah ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan
menganalisis secara kritis pemanfaatan teknologi sebagai sarana untuk meningkatkan
manajemen keperawatan di unit perawatan kritis (Choi et al., 2014).
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah “Bagaimana Pemanfaatan Teknologi Untuk
Meningkatkan Manajemen Keperawatan Di Ruang ICU Rumah Sakit Prof. Dr. Chairuddin P.
Lubis USU?”

1.3 Tujuan Penulisan


a. Menganalisis Efektivitas Pemanfaatan Teknologi
Meneliti sejauh mana pemanfaatan teknologi dapat meningkatkan efektivitas
manajemen keperawatan di unit perawatan kritis, dengan fokus pada aspek-aspek seperti
pengawasan pasien, dokumentasi elektronik, dan komunikasi interprofesional.
b. Mengevaluasi Dampak Pemanfaatan Teknologi terhadap Kualitas Pelayanan
Mengukur dampak positif atau negatif penggunaan teknologi dalam meningkatkan
kualitas pelayanan keperawatan di ICU, termasuk aspek keamanan pasien, respons cepat
terhadap perubahan kondisi, dan pengelolaan data pasien.
c. Mengidentifikasi Tantangan dan Hambatan Implementasi
Mengidentifikasi dan menganalisis tantangan yang mungkin muncul dalam
mengimplementasikan teknologi di lingkungan perawatan kritis, termasuk masalah pelatihan,
resistensi pengguna, dan kebijakan organisasional.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Pendidikan Keperawatan
Makalah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada literatur akademis terkait
manajemen keperawatan dan pemanfaatan teknologi di bidang kesehatan, menyediakan bahan
acuan bagi pemakalah lanjutan.

1.4.2 Pelayanan Keperawatan


Dengan memahami dampak teknologi, makalah ini dapat menjadi pendorong inovasi
dalam strategi manajemen keperawatan yang lebih efisien dan efektif di tengah dinamika
perawatan intensif. Hasil makalah dapat memberikan pemahaman lebih lanjut kepada
pengambil kebijakan kesehatan tentang potensi dan tantangan pemanfaatan teknologi dalam
meningkatkan manajemen keperawatan, mendorong perubahan kebijakan yang mendukung
implementasi teknologi di unit perawatan kritis.
1.4.3 Penelitian Keperawatan
Makalah ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang mendalam untuk
mengembangkan praktik terbaik dalam pemanfaatan teknologi untuk manajemen keperawatan
di unit perawatan kritis, membantu meningkatkan kualitas asuhan pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Manajemen Keperawatan di Unit Perawatan Kritis
Konsep manajemen keperawatan di unit perawatan kritis menurut para ahli:
a. Virginia Henderson
Disaat seorang pasien dalam keadaan sakit maka ia akan mengalami penurunan
kekuatan fisik, kemampuan, atau kemauan pasien. Setelah melewati masa tersebut maka
seorang pasien akan berangsur-angsur mendapatkan kemandiriannya kembali walaupun
kemandirian sifatnya relatif karena manusia adalah makhluk sosial atau tidak bisa hidup tanpa
orang lain dan kebutuhan tiap-tiap manusia berbeda. Disinilah peran perawat sebagai penolong
(helper) dalam berusaha mewujudkan kesehatan pasien membantunya mendapatkan kembali
kemandirianya berdasarkan 14 komponen dasar kebutuhan manusia dari bernafas secara
normal, makan dan minum yang cukup, eliminasi (BAB dan BAK), bergerak dan
mempertahankan postur tubuh, tidur dan istirahat, memilih pakaian yang tepat,
mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran yang normal dengan menyesuaikan pakaian yang
digunakan dan memodifikasi lingkungan, menjaga kebersihan diri dan penampilan,
menghindari bahaya dari lingkungan dan menghindari membahayakan orang lain,
berkomunikasi dengan orang lain dalam mengekspresikan emosi, kebutuhan, kekhawatiran dan
opini, beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan, bekerja sedemikian rupa sebagai
modal untuk membiayai kebutuhan hidup, bermain atau berpartisipasi dalam berbagai bentuk
rekreasi, belajar, menemukan, atau memuaskan rasa ingin tahu yang mengarah pada
perkembangan yang normal, kesehatan dan penggunaan fasilitas kesehatan yang tersedia
Henderson menekankan pentingnya perawat dalam membantu pasien mencapai tingkat
kemandirian yang maksimal. Dalam konteks ICU, konsep Henderson menyoroti pentingnya
peran perawat dalam memfasilitasi pemenuhan kebutuhan dasar pasien yang seringkali
kompleks dan intensif. Menurut teori model Virginia Henderson ada 14 komponen kebutuhan
dasar manusia yang dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori, yaitu komponen kebutuhan
biologis, psikologis, sosiologis, dan spiritual. Pada tahap penilaian (pengkajian), perawat
menilai kebutuhan dasar pasien berdasarkan 14 komponen di atas. Dalam mengumpulkan data,
perawat menggunakan metode wawancara, pemeriksaan fisik dan observasi melalui indra
penglihatan, penciuman, peraba, dan pendengaran. Setelah data terkumpul, perawat
menganalisis data tersebut dan membandingkannya dengan pengetahuan dasar tentang sehat-
sakit (Sari & Handayani, 2021).
b. Dorothy Johnson
Teori Dorothy Johnson tentang perilaku manusia menekankan adanya dorongan untuk
mencapai dan mempertahankan keseimbangan. Dalam ICU, perawat memainkan peran krusial
dalam membantu pasien dan keluarga menghadapi stres fisik dan emosional yang berat. Sistem
perilaku berasal dari regulasi respons individu terhadap stimulus lingkungan. Meskipun sistem
menentukan dan mengatur perilaku individu dalam merespons stimulus lingkungan,
menciptakan unit fungsional yang membatasi interaksi antara individu dan lingkungannya,
juga dapat menentukan hubungan individu dengan objek, peristiwa, dan situasi di
lingkungannya. Dengan cara ini, keseimbangan sistem dipertahankan. Menurut Johnson,
praktik keperawatan sebagai ilmu dan seni membantu sebelum dan sesudah destabilisasi
perilaku saat pasien mengalami stres, berperan dalam upaya mengubah unit struktural dengan
cara yang diinginkan, dan menyediakan sumber daya untuk memenuhi persyaratan fungsional
subsistem. Menurut sistem perilaku, individu memiliki lebih dari satu tugas yang harus
dilakukan, dan oleh karena itu, bagian-bagian dari sistem dibagi menjadi subsistem dengan
tugas-tugas khusus. Subsistem adalah sistem kecil dengan tujuan dan fungsi tertentu yang dapat
menopang dirinya sendiri selama hubungannya dengan lingkungan dan subsistem lain tidak
terganggu. Tujuh subsistem yang diidentifikasi oleh Johnson saling berhubungan dan saling
terkait. Subsistem ini berubah melalui pematangan terus menerus, pengalaman, dan
pembelajaran melalui rangsangan. Perilaku yang diamati terkait dengan setiap subsistem,
dipengaruhi oleh variabel bio-psiko-sosial-budaya serta faktor situasional/lingkungan.
Gangguan pada sistem dan subsistem menjadi sumber ketegangan ketika keseimbangan
terganggu. Kembali ke keseimbangan hanya mungkin dengan energi tambahan. Sebagai
elemen lingkungan eksternal, perawat membantu memenuhi kebutuhan setiap subsistem.
Setiap subsistem memiliki tiga persyaratan fungsional; 1) Perlindungan: Setiap subsistem harus
dilindungi dari efek berbahaya. 2) Mendukung: Setiap subsistem harus didukung oleh
rangsangan dan efek. 3) Peringatan: Setiap subsistem harus diperingatkan untuk mencegah
stagnasi dan untuk memastikan pengembangan. Empat konsep utama Model Sistem Perilaku
Dorothy Johnson adalah: 1) Perorangan; didefinisikan sebagai sistem perilaku yang bergantung
pada lingkungannya, dikendalikan oleh faktor biologis dan sosiologis, terdiri dari bagian-
bagian yang saling berhubungan di dalam lingkungannya, dan bagian-bagian ini membutuhkan
harmoni dan pengaturan untuk menjaga keseimbangan. 2) Lingkungan; terdiri dari semua
faktor yang bukan bagian dari sistem perilaku individu, tetapi mempengaruhi sistem dan dapat
diubah oleh perawat dalam beberapa kasus untuk mencapai tujuan kesehatan individu. Selama
individu selaras dengan lingkungan, mereka dapat menunjukkan perilaku yang sukses. 3)
Kesehatan; dianggap sebagai situasi dinamis yang dipengaruhi oleh faktor biologis, psikologis,
dan sosial. Kesehatan dalam model ini dimanifestasikan oleh interaksi, integrasi, dan saling
ketergantungan dari sub-dimensi dari sistem perilaku. Dalam sistem perilaku, kesehatan adalah
hasil dari stabilitas dan keseimbangan. 4) Perawat; adalah individu yang mendeteksi situasi
keseimbangan dan ketidakseimbangan yang dialami oleh individu ketika berada di bawah
tekanan, dan dapat membantu dengan upaya untuk memastikan integritas dan melindunginya
dari lingkungan eksternal. Ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan model sistem
perilaku Johnson dalam memberikan asuhan keperawatan (Pragholapati et al., 2023).
c. Imogene King
Model goal attainment King dapat diterapkan dengan memahami tujuan-tujuan yang
ingin dicapai oleh pasien dan keluarga dalam konteks perawatan kritis. Penerapan model ini
dapat membantu perawat dalam mengidentifikasi dan mencapai tujuan bersama dengan pasien.
Teori pencapaian tujuan King merinci suatu proses interaksi di antara pasien dan perawat yang
saling mengakui, menetapkan tujuan, dan mencapai kesepakatan tentang bagaimana
mencapainya untuk memenuhi tujuan sebelumnya. Fokus utama teori ini adalah pada
penghormatan terhadap pasien, menciptakan hubungan pasien-perawat yang mengapresiasi
pertukaran informasi, penetapan tujuan, dan manajemen perawatan pasien. Oleh karena itu,
penting adanya korelasi positif antara kepercayaan dan kepuasan pasien dalam konteks ini.
Teori ini juga menekankan perlunya interaksi yang mencerminkan nilai-nilai dan kebutuhan
pasien-perawat. Menurut teori ini, mencapai tujuan kesehatan dapat lebih mungkin terjadi
ketika pasien dan perawat berinteraksi secara kooperatif, menetapkan tujuan bersama, dan
melibatkan pasien secara aktif dalam proses pengobatan untuk mencapai perubahan positif.
Dengan demikian, esensi dari teori pencapaian tujuan King adalah memandang strategi
kesehatan sebagai bagian integral dari perawatan pasien (Park, 2021).
d. Madeleine Leininger:
Pendekatan keperawatan budaya Leininger menjadi relevan di unit perawatan kritis
yang sering memiliki populasi pasien beragam. Pemahaman mendalam tentang nilai-nilai dan
kepercayaan pasien dapat membantu perawat memberikan pelayanan yang lebih terpersonal
dan sesuai dengan kebutuhan individu. Konsep teori Leininger, yang diterapkan dalam
penelitian ini, dijelaskan dalam tiga langkah untuk praktik profesional dalam memberikan
asuhan keperawatan (Brandão et al., 2023):
1. Perawatan Pelestarian atau Pemeliharaan Budaya - melibatkan kinerja profesional
dalam mendukung individu dan memberikan pelatihan untuk mendukung pemeliharaan
kesehatan.
2. Akomodasi atau Negosiasi Budaya Perawatan - melibatkan bantuan dalam kegiatan
terkait cara negosiasi, penyesuaian, dan adaptasi kesehatan sesuai dengan budaya yang
bersangkutan.
3. Pola Ulang atau Budaya Perawatan Restrukturisasi - berfokus pada implementasi gaya
hidup yang lebih sehat, membantu individu dalam mengubah gaya hidup dan memenuhi
standar kesehatan.
Dengan demikian, profesional keperawatan dapat memulai pertimbangan terhadap
langkah-langkah ini sebagai bentuk implementasi kepedulian terhadap budaya agama yang
bersangkutan. Kesehatan dipertahankan dengan mengakui dan mendukung praktik berbasis
budaya, termasuk bedah spiritual. Melalui negosiasi atau akomodasi, perawatan dapat
disesuaikan dengan kebutuhan keagamaan, biomedis, atau perawatan lainnya tanpa
mengecualikan apapun. Dengan restandarisasi, keperawatan dapat mengidentifikasi tindakan
yang perlu diambil untuk meningkatkan gaya hidup dan kualitas kesehatan, sesuai dengan
pedoman agama yang diikuti.
Tinjauan teoritis ini memberikan landasan untuk pemahaman konsep manajemen
keperawatan di unit perawatan kritis, mencakup aspek-aspek seperti peran perawat, pemenuhan
kebutuhan pasien, interaksi manusia, pencapaian tujuan bersama, dan sensitivitas budaya.
Integrasi konsep-konsep ini dapat membantu perawat dalam menghadapi kompleksitas
perawatan di lingkungan ICU secara holistik.

2.2 Peran Teknologi dalam Peningkatan Manajemen Keperawatan


Peran Teknologi dalam Peningkatan Manajemen Keperawatan menurut para ahli:
a. Teori Sistem : Ludwig von Bertalanffy
Teori sistem memberikan pandangan bahwa teknologi dapat dianggap sebagai bagian
dari sistem yang kompleks dalam lingkungan keperawatan. Integrasi teknologi dianggap
sebagai cara untuk meningkatkan keterhubungan antar elemen dalam sistem, termasuk
pemantauan pasien, pengelolaan data, dan komunikasi tim perawatan. Kerangka konseptual
adalah sintesis umum dari semua konsep terkait. Saat ini, teorinya merujuk pada teori sistem
umum Ludwig von Bertanffy. Ludwig Von Bertanffy memperkenalkannya sebagai dasar untuk
mengembangkan kerangka konseptual, guna mengevaluasi dampak pelatihan pendidikan
terhadap pengetahuan dan praktik peran teknologi rekam medis elektronik di kalangan staf
perawat di Rumah Sakit tertentu. Komponen teori sistem umum Ludwig von Bertanffy
melibatkan Input, Throughput, Output, Evaluation, dan Feedback, yang memberikan pedoman
yang jelas untuk jalannya penelitian (Pihal, A et Al., 2022)
b. Teori Penerimaan Teknologi: Everett Rogers
Teori penerimaan teknologi membantu memahami bagaimana perawat merespon dan
mengadopsi teknologi baru. Dalam konteks manajemen keperawatan, konsep ini berguna untuk
mengevaluasi faktor-faktor yang memengaruhi penerimaan perawat terhadap solusi teknologi
dan bagaimana mengatasi resistensi perubahan. Inovasi, menurut pandangan Rogers, merujuk
pada gagasan, praktik, atau objek yang dianggap baru oleh individu atau kelompok. Sementara
itu, difusi diartikan sebagai suatu proses di mana inovasi disampaikan melalui saluran tertentu
kepada anggota target suatu sistem dalam rentang waktu tertentu. Proses ini melibatkan
perpindahan dari satu tempat ke tempat lain, dari satu periode waktu ke periode waktu
berikutnya, dan dari satu bidang tertentu ke bidang lainnya dalam rangka mencapai perubahan
di suatu kelompok, organisasi, atau sistem sosial. Tahap persuasi terjadi ketika individu atau
kelompok memiliki sikap positif atau negatif terhadap inovasi, dan secara aktif mencari
informasi mendalam mengenai inovasi tersebut. Rogers menjelaskan bahwa tahap ini lebih
fokus pada adaptasi yang berkaitan dengan karakteristik inovasi itu sendiri, seperti keuntungan
relatif, kesesuaian, keandalan, uji coba, dan observabilitas. Dalam konteks makalah ini,
identifikasi aspek persuasi teori difusi inovasi Rogers melibatkan tiga aspek utama: keuntungan
relatif, kesesuaian, dan kompleksitas. Keuntungan Relatif (relatives advantage) merujuk pada
sejauh mana inovasi memberikan keunggulan dibandingkan dengan inovasi yang sudah ada
atau praktik yang umum. Keuntungan relatif dapat diukur dari berbagai perspektif, seperti
ekonomi, kenyamanan, prestasi sosial, dan kepuasan. Semakin besar keuntungan relatif yang
dirasakan oleh calon pengguna, semakin cepat inovasi dapat diadopsi. Kesesuaian
(compatibility) mengacu pada sejauh mana inovasi sesuai dengan nilai-nilai, kebutuhan, dan
pengalaman yang dimiliki oleh calon pengguna. Jika inovasi tidak sesuai dengan motivasi atau
norma yang berlaku pada penerima inovasi, maka inovasi tersebut mungkin sulit diadopsi.
Kompleksitas (complexity) dari suatu inovasi memainkan peran penting dalam penerimaan
inovasi oleh calon pengguna, yaitu seberapa sulit inovasi dapat diterapkan. Semakin sulit suatu
inovasi dipahami oleh calon pengguna, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk
mengadopsi inovasi tersebut (Kusumastuti et al., 2019).
Tinjauan teoritis dan pandangan dari ahli-ahli ini memberikan dasar untuk memahami
kompleksitas dan dampak peran teknologi dalam peningkatan manajemen keperawatan dan
termasuk aspek penerimaan.
2.3 Studi Kasus Pemanfaatan Teknologi di Lingkungan Perawatan Kritis
a. Penerapan Manajemen Data dan Rekam Medis Elektronik
Pemanfaatan sistem rekam medis elektronik bertujuan untuk efisiensi dalam
penyimpanan dan akses data pasien. Implementasi teknologi ini membantu menyederhanakan
manajemen data, meminimalkan kesalahan pencatatan, dan memungkinkan akses cepat untuk
tim perawatan. Rekam Medis Elektronik (RME) memiliki peranan yang krusial sebagai alat
teknologi dalam perawatan kesehatan. RME berfungsi memodernisasi manajemen informasi
medis, memberikan kontribusi signifikan untuk perawatan pasien berkualitas tinggi, dan
mendukung manajemen yang efisien. Secara lebih khusus, RME dapat didefinisikan sebagai
penyimpanan data pasien dalam format digital yang aman dan dapat diakses oleh banyak
pengguna yang berwenang. RME ini berisi data retrospektif dan informasi prospektif, dengan
tujuan utama mendukung perawatan kesehatan yang terpadu, berkelanjutan, efisien, dan
berkualitas. Implementasi RME berdampak positif pada kepuasan pasien, akurasi
pendokumentasian, percepatan akses data pasien, dan mengurangi kesalahan klinis dalam
pelayanan di fasilitas kesehatan, baik Puskesmas maupun Rumah Sakit (Amin et al., 2021).
b. Penerapan Monitoring Pasien dan Alat
Penerapan perangkat canggih dalam monitoring tanda vital dan kondisi pasien
bertujuan untuk meningkatkan akurasi dan ketepatan waktu dalam pemantauan. Teknologi ini
memungkinkan deteksi dini perubahan yang signifikan dalam kondisi pasien, memungkinkan
respons cepat dari tim perawatan. Metode paling umum untuk mengawasi dan mencatat kondisi
kesehatan atau perubahan yang mungkin terjadi pada pasien seringkali dilakukan melalui
penilaian lima tanda vital, yang mencakup pengukuran tekanan darah (BP), saturasi oksigen
darah (SpO2), denyut nadi, laju pernapasan, dan suhu tubuh. Terkadang, kemunduran
kesehatan pasien dapat didokumentasikan dengan baik, bahkan jika intervensi yang dilakukan
terbatas. Di sisi lain, ada situasi di mana pemantauan dan pencatatan tanda-tanda vital jarang
dilakukan atau tidak lengkap. Dalam upaya untuk memfasilitasi identifikasi dini pasien dengan
gangguan fisiologis dan memungkinkan respons cepat dalam manajemen, penyedia layanan
kesehatan telah memperkenalkan sistem "track and trigger". Meskipun demikian, penggunaan
sistem "track and trigger" belum selalu optimal dalam hal pencatatan tanda-tanda vital,
pengisian formulir pasien, dan aktivasi tim respons. Peristiwa klinis terjadi ketika satu atau
lebih tanda-tanda vital berada di luar rentang yang diharapkan, tidak ditanggapi dengan cepat,
dan berlangsung untuk jangka waktu tertentu. Rentang tanda-tanda vital yang diharapkan dapat
bervariasi untuk setiap pasien, meskipun terdapat beberapa pedoman medis umum yang
menetapkan batas normal dan abnormal untuk berbagai tanda vital (Melyana & Sarotama,
2019).
c. Penerapan Pengambilan Keputusan Klinis
Sistem pendukung keputusan klinis berperan sebagai alat bantu untuk membantu tim
perawatan dalam mengambil keputusan yang tepat. Integrasi teknologi ini dapat menyediakan
informasi klinis terkini, evidensiasi ilmiah, dan rekomendasi untuk mendukung proses
pengambilan keputusan yang informasional. Salah satu langkah yang ditempuh dalam
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan adalah melalui manajemen data pasien yang efisien,
dengan memanfaatkan teknologi informasi. Dalam hal ini, penggunaan fungsi-fungsi pada
sistem informasi diharapkan dapat meminimalkan kesalahan dalam penginputan data pasien.
Selain itu, diperlukan penerapan sistem pendukung keputusan klinis yang dapat memberikan
bantuan yang signifikan kepada dokter dalam membuat keputusan medis bagi pasien.
Pemanfaatan aplikasi Rekam Medis Elektronik (RME) diharapkan dapat terintegrasi dengan
baik antar layanan kesehatan dan memiliki peran sebagai alat pendukung keputusan klinis. Saat
ini, rekam medis masih umumnya berbentuk kertas, yang rentan hilang, rusak, dan tidak
mendukung pengambilan keputusan klinis. Pengembangan RME yang ada saat ini terbatas
pada kebutuhan administratif seperti pembayaran dan pendaftaran pasien (Erawantini &
Wibowo, 2019).
d. Penerapan Komunikasi Interprofesional
Teknologi komunikasi interprofesional digunakan untuk meningkatkan efektivitas dan
koordinasi antar anggota tim perawatan. Penggunaan platform komunikasi elektronik
memfasilitasi pertukaran informasi secara real-time, meminimalkan kesalahan komunikasi,
dan mendukung kolaborasi yang sinergis di antara tenaga kesehatan. Untuk meningkatkan
keselamatan pasien, diperlukan suatu upaya yang melibatkan langkah-langkah yang dinamis
dan sejalan antara berbagai klinis dan disiplin keilmuan. Tujuannya adalah membangun tim
pelayanan yang memiliki tatanan dan budaya yang terintegrasi melalui pendekatan kolaborasi
interprofesional. Kolaborasi interprofesional adalah proses di mana dua atau lebih profesi
bekerja sama, meskipun dengan latar belakang pendidikan yang berbeda, untuk mencapai
tujuan bersama. Pendekatan ini menjadi sarana untuk menyelesaikan berbagai masalah dengan
saling koordinasi. Kolaborasi interprofesional melibatkan berbagai profesi kesehatan, termasuk
staf medis seperti dokter dan dokter spesialis, staf klinis keperawatan (perawat dan bidan), ahli
gizi, dan farmasi, yang secara rutin berinteraksi dengan pasien. Selain itu, profesi lain seperti
analis laboratorium, penata rontgen, fisioterapis, dan psikolog juga memiliki peran penting
dalam memberikan asuhan penunjang. Elemen-elemen penting dalam kolaborasi
interprofesional meliputi nilai/etika, komunikasi, klarifikasi peran, refleksi diri, penyelesaian
konflik, dan pengambilan keputusan bersama. Efektivitas suatu tim dalam kerangka kolaborasi
interprofesional sangat tergantung pada disiplin kesehatan yang bekerja sama, pembagian tugas
berdasarkan ruang lingkup masing-masing, serta berbagi informasi untuk saling mendukung
dan berkoordinasi guna memenuhi kebutuhan pasien. Adanya lingkungan praktik kolaborasi
interprofesional dapat mengurangi konflik di antara staf, memperkuat sistem kesehatan,
mendukung upaya kemanusiaan, serta menghasilkan hasil yang lebih baik bagi pasien dalam
mencapai penyembuhan dan peningkatan kualitas hidup. Hal ini juga dapat mengurangi insiden
keselamatan pasien, mengurangi lama rawat pasien, meningkatkan efisiensi biaya, dan
mengoptimalkan proses perawatan yang dilakukan oleh tim perawatan kesehatan melalui
kolaborasi interprofesional (Keumalasari et al., 2021).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Konsep Analisis
3.1.1 Integrasi Teknologi dalam Manajemen Perawatan Pasien
Pemilihan teknologi yang sesuai ini melibatkan penilaian berbagai solusi teknologi
yang dapat mengatasi kebutuhan yang telah diidentifikasi. Pertimbangan melibatkan
kemampuan teknologi, integrasi dengan sistem yang sudah ada, dan kebutuhan khusus unit
perawatan. Sistem Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) telah menjadi bagian integral
dari berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam sektor pelayanan kesehatan. Penggunaan
Rekam Medis/Kesehatan Elektronik (RMKE) merupakan salah satu implementasi TIK dalam
sistem pelayanan kesehatan melalui komputerisasi data pasien (Askari-Majdabadi et al., 2019).
RMKE mencakup berbagai bentuk, seperti Rekam Medis Elektronik (Electronic Medical
Record) (EMR), Rekam Kesehatan Elektronik (Electronic Health Record), dan Rekam
Kesehatan Pribadi (Personal Health Record). Rekam medis elektronik (RME) merupakan versi
digital dari rekam medis konvensional yang biasanya terdapat dalam bentuk kertas di fasilitas
kesehatan. RME berisi catatan dan informasi yang dikumpulkan oleh dan untuk dokter di
fasilitas layanan kesehatan, digunakan untuk diagnosis dan perawatan kesehatan pasien. Fungsi
RME melibatkan pelacakan data pasien dari waktu ke waktu, identifikasi pasien untuk
kunjungan pencegahan dan skrining, pemantauan kondisi pasien, serta peningkatan kualitas
perawatan kesehatan. Dalam segi biaya, RME terbukti lebih efisien karena tidak memerlukan
biaya pencetakan status dan tidak membutuhkan ruang penyimpanan fisik. Sementara itu,
Rekam Kesehatan Elektronik (RKE) dirancang untuk lebih lengkap daripada data klinis standar
yang terdapat dalam RME di fasilitas kesehatan. RKE mencakup semua perawatan dan
pemeriksaan yang pernah dialami pasien, termasuk kunjungan ke klinik layanan primer,
spesialis, rumah sakit, atau laboratorium klinis. Dengan RKE, terjadi pertukaran informasi
yang terintegrasi antara penyedia layanan kesehatan, mendukung kerja sama tim, dan
memberikan pandangan yang lebih komprehensif tentang perawatan pasien (Gunawan &
Christianto, 2020).
Penggunaan Teknologi Informasi (TI) dalam pencatatan rekam medis menghasilkan
kinerja yang sangat baik dan hasil yang luar biasa. Peningkatan dalam proses penerapan
laporan ilmiah elektronik dikaitkan secara positif dengan efisiensi dan efek yang memuaskan,
sebagaimana dilaporkan oleh perawat yang menyatakan bahwa tidak ada kekurangan dalam
pengisian data pasien yang datang ke rumah sakit. Pemanfaatan teknologi informasi dapat
membantu perawat meningkatkan kolaborasi dan klinis dengan tenaga profesional lainnya,
termasuk dokter dan tenaga kesehatan lainnya (Wang et al., 2021).
3.1.2 Keuntungan dan Tantangan Pemanfaatan Teknologi di ICU
a. Keuntungan Pemanfaatan Teknologi (Novrianda et al., 2022)
1. Pemantauan Pasien yang Lebih Akurat
Teknologi memungkinkan pemantauan pasien secara real-time, memberikan informasi
yang lebih akurat tentang kondisi pasien dan memungkinkan respons cepat terhadap
perubahan.
2. Optimisasi Proses Dokumentasi:
Sistem informasi kesehatan dapat meningkatkan efisiensi dan akurasi dokumentasi,
mengurangi beban kerja perawat dan memastikan catatan pasien yang terintegrasi dengan baik.
3. Komunikasi Interprofesional yang Ditingkatkan
Aplikasi komunikasi digital memfasilitasi kolaborasi antara anggota tim perawatan,
menyediakan platform untuk pertukaran informasi yang efisien dan pemecahan masalah
bersama.
4. Peningkatan Keamanan Pasien
Teknologi membantu dalam pengelolaan dan monitoring obat, mengurangi risiko
kesalahan dan meningkatkan keamanan pasien dalam pengelolaan terapi farmakologis.
5. Analisis Big Data untuk Perbaikan Berkelanjutan
Pengumpulan dan analisis big data dari teknologi dapat memberikan wawasan
mendalam tentang tren pasien, membantu dalam pengambilan keputusan berbasis bukti dan
perbaikan berkelanjutan.
b. Tantangan Pemanfaatan Teknologi
Walaupun terdapat berbagai keunggulan Teknologi Informasi (TI) dalam bidang
keperawatan, tetapi keberadaan tantangan dalam implementasi TI adalah sebuah kenyataan.
Adanya kesenjangan yang teridentifikasi perlu diatasi untuk memastikan bahwa Teknologi
Informasi dapat diterima, diadopsi, dan digunakan dengan cara yang efektif dan efisien (Singh
& Masango, 2020).
1. Biaya Implementasi dan Pemeliharaan
Pengenalan teknologi memerlukan investasi awal yang signifikan, termasuk biaya
perangkat keras, perangkat lunak, dan pelatihan staf. Pemeliharaan dan pembaruan juga dapat
menjadi tantangan.
2. Resistensi dan Pelatihan Staf
Tantangan melibatkan resistensi dari staf yang mungkin belum terbiasa dengan
teknologi baru. Pelatihan yang cukup dan pendekatan yang mendukung diperlukan untuk
mengatasi hambatan ini.
3. Ketidaksempurnaan Teknologi
Tidak semua teknologi selalu berfungsi dengan sempurna. Tantangan melibatkan
penanganan ketidaksempurnaan teknologi, mulai dari bug hingga downtime, untuk mencegah
gangguan pada pelayanan pasien.
4. Isu Keamanan dan Privasi Data
Pemanfaatan teknologi dapat membawa risiko keamanan dan privasi data. Tantangan
melibatkan pengembangan dan penerapan langkah-langkah keamanan yang ketat untuk
melindungi informasi sensitif pasien.
5. Integrasi dengan Sistem yang Sudah Ada
ICU mungkin sudah memiliki sistem dan infrastruktur tertentu. Tantangan melibatkan
integrasi teknologi baru dengan sistem yang sudah ada tanpa menghambat operasional dan
efektivitas.
Analisis yang holistik terhadap keuntungan dan tantangan pemanfaatan teknologi di
ICU memerlukan pendekatan yang cermat untuk memaksimalkan manfaat teknologi sambil
mengatasi hambatan yang mungkin muncul dalam implementasinya.
3.2 Hasil Analisis
3.2.1 Temuan Pemanfaatan Teknologi dalam Praktik Manajemen Keperawatan
a. Penerapan Manajemen Data dan Rekam Medis Elektronik di Ruang ICU Rumah Sakit
Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis USU
Instalasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) adalah suatu sistem
informasi terintegrasi yang dirancang untuk menangani seluruh proses manajemen rumah sakit,
mencakup layanan diagnosa dan tindakan untuk pasien, rekam medis, apotek, gudang farmasi,
serta aspek komputerisasi lainnya seperti hardware dan software rumah sakit. Ini mencakup
sistem jaringan komputer/internet rumah sakit, website, billing sistem untuk layanan pasien,
dan perbaikan komputer/printer (Dedy Setyawan, 2016). Kualitas data output komputer, yang
harus baik, benar, akurat, dan lengkap serta dapat dipertanggungjawabkan, sangat bergantung
pada disiplin setiap unit dalam memasukkan data pelayanan kepada pasien. Pengelolaan sistem
komputerisasi melibatkan pengembangan dan pemeliharaan program aplikasi SIMRS serta
pengolahan data/perbaikan data pasien rumah sakit. Pengelolaan sistem jaringan
komputer/internet melibatkan pengembangan, pemeliharaan, pengecekan, dan perbaikan
jaringan komputer/internet di rumah sakit (Putra et al., 2020). Pengelolaan website mencakup
perencanaan dan evaluasi website rumah sakit, pelaksanaan pembuatan berita rumah sakit,
pembuatan/entri artikel, pembaruan data rumah sakit, dan pengelolaan email. Pengelolaan
komputer/printer jaringan melibatkan pengecekan dan perbaikan komputer/printer jaringan di
rumah sakit (Devy Igiany, 2019).
Rumah Sakit Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis USU telah mengadopsi rekam medis
elektronik dari Periksa.id. Sebagai perusahaan teknologi kesehatan, Periksa.id menyediakan
Sistem Informasi Manajemen berbasis cloud untuk Faskes. Platform ini dilengkapi dengan
berbagai fitur yang memudahkan pengelolaan informasi dan sumber daya, menjadikannya
solusi yang andal, akurat, dan efisien bagi fasilitas kesehatan. Pendekatan ini bertujuan
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Indonesia. SIMRS Periksa.id adalah platform
komprehensif yang mencakup modul pendaftaran pasien, manajemen perawatan, backoffice,
dan berbagai fitur lainnya. Selain itu, Periksa.id juga terintegrasi dengan pihak ketiga seperti
gerbang pembayaran, BPJS, SATUSEHAT, Whatsapp Bisnis, dan lainnya. Rumah Sakit Prof.
Dr. Chairuddin P. Lubis USU telah menggunakan rekam medis elektronik dari Periksa.id yang
dapat diakses melalui perangkat elektronik di mana saja dan kapan saja tanpa batasan waktu.
Gambar 1. Rekam Medis Elektronik Rumah Sakit Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis USU
b. Penerapan Monitoring Pasien dan Alat di Ruang ICU Rumah Sakit Prof. Dr.
Chairuddin P. Lubis USU
Penerapan monitoring pasien dan alat di ruang ICU (Intensive Care Unit) suatu rumah
sakit merupakan bagian kritis dari perawatan pasien yang membutuhkan perhatian intensif.
Meskipun setiap rumah sakit dapat memiliki kebijakan dan teknologi yang berbeda, umumnya,
berikut adalah beberapa aspek yang umumnya terkait dengan penerapan monitoring pasien dan
alat di ruang ICU:
Gambar 2.Alat Monitoring Rumah Sakit Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis USU

1. Pemantauan Tanda Vital: Alat pemantau monitor yang terkoneksi dengan komputer di
nurse station, memungkinkan perawat untuk memonitor secara kontinu kondisi pasien,
termasuk pengukuran tekanan darah, denyut nadi, laju pernapasan, dan suhu tubuh.
Monitor elektrokardiogram (ECG) untuk memantau aktivitas jantung.
2. Monitoring Oksigenasi: Penggunaan oksimetri nadi untuk memantau tingkat saturasi
oksigen dalam darah.
3. Alat Pemantau Respirasi: Ventilator mekanis untuk membantu atau menggantikan
fungsi pernapasan pasien.
4. Sistem Alarm: Sistem alarm untuk memberi peringatan jika ada perubahan signifikan
dalam kondisi pasien.
5. Infus dan Pemantauan Cairan: Alat infus pump, syringe pump dan pemantauan cairan
intravena untuk memastikan pasien mendapatkan kebutuhan cairan yang adekuat.
Penting untuk diingat bahwa teknologi dan praktik medis terus berkembang, dan setiap
rumah sakit dapat memiliki pendekatan yang sedikit berbeda tergantung pada kebijakan
internal dan peralatan yang tersedia. Untuk informasi yang lebih spesifik, direkomendasikan
untuk menghubungi pihak rumah sakit yang bersangkutan.
c. Penerapan Pengambilan Keputusan Klinis di Ruang ICU Rumah Sakit Prof. Dr.
Chairuddin P. Lubis USU
Penerapan pengambilan keputusan klinis di ruang ICU (Intensive Care Unit)
merupakan suatu proses penting yang melibatkan evaluasi dan analisis mendalam terhadap
kondisi pasien yang memerlukan perhatian medis intensif. Berikut adalah beberapa aspek yang
terkait dengan penerapan pengambilan keputusan klinis di ruang ICU:
1. Evaluasi Pasien: Perawat dan tim medis mengumpulkan informasi lengkap mengenai
riwayat medis, tanda vital, hasil pemeriksaan, dan respons terhadap perawatan yang
telah diberikan.
2. Pemantauan Tanda Vital: Pengukuran tekanan darah, denyut nadi, laju pernapasan,
suhu tubuh, dan parameter lainnya secara berkala atau kontinu untuk memantau
perkembangan kondisi pasien.
3. Analisis Data Laboratorium: Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium seperti analisis
darah, elektrolit, dan fungsi organ untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang
kondisi fisiologis pasien.
4. Penggunaan Skala Klinis: Penerapan skala klinis seperti Glasgow Coma Scale (GCS)
untuk mengukur tingkat kesadaran pasien.
5. Konsultasi Tim Medis: Kolaborasi antara dokter spesialis, perawat, dan ahli lainnya
untuk mendiskusikan kondisi pasien dan merumuskan rencana perawatan yang optimal.
6. Penggunaan Protokol dan Panduan: Adopsi protokol dan panduan klinis yang telah
ditetapkan untuk memandu proses pengambilan keputusan dan standar perawatan.
7. Pertimbangan Etika: Pertimbangan etika dalam pengambilan keputusan klinis,
termasuk diskusi dengan keluarga pasien tentang opsi perawatan dan keputusan penting
terkait perawatan hidup atau akhir hayat.
8. Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS): Pemanfaatan sistem informasi
manajemen rumah sakit untuk mengakses rekam medis elektronik dan informasi pasien
dengan cepat.
9. Sistem Alarm dan Monitoring: Memanfaatkan sistem alarm dan pemantauan terhubung
untuk memberikan peringatan dini terhadap perubahan kondisi pasien yang signifikan.
10. Pelatihan dan Pengembangan Profesional: Memastikan tim medis terus mengikuti
pelatihan dan pengembangan profesional untuk menjaga kecakapan dalam mengambil
keputusan klinis yang kompleks.
11. Keterlibatan Pasien dan Keluarga: Melibatkan pasien dan keluarga dalam proses
pengambilan keputusan untuk memahami nilai-nilai dan preferensi mereka terkait
perawatan.
Pengambilan keputusan klinis di ruang ICU memerlukan koordinasi yang baik antara
anggota tim medis, pemanfaatan teknologi, dan pendekatan holistik terhadap perawatan pasien
yang memerlukan perhatian khusus.

d. Penerapan Komunikasi Interprofesional di Ruang ICU Rumah Sakit Prof. Dr.


Chairuddin P. Lubis USU
Penerapan komunikasi interprofesional di ruang ICU (Intensive Care Unit) merupakan
langkah krusial untuk memastikan koordinasi yang efektif antara anggota tim medis dengan
latar belakang keilmuan yang berbeda. Berikut adalah aspek-aspek yang terkait dengan
penerapan komunikasi interprofesional di ruang ICU:
1. Tim Multidisiplin: Kolaborasi antara dokter, perawat, ahli terapi respirasi, ahli gizi, dan
spesialis lainnya dalam merancang dan melaksanakan perawatan pasien.
2. Rapat Tim Berkala: Penyelenggaraan rapat tim rutin untuk membahas kondisi pasien,
memperbarui rencana perawatan, dan berbagi informasi antarprofesi.
3. Komunikasi Terbuka dan Jelas: Mendorong komunikasi terbuka dan jelas antara
anggota tim medis untuk menghindari miskomunikasi yang dapat berdampak pada
perawatan pasien.
4. Sistem Informasi Terintegrasi: Pemanfaatan sistem informasi terintegrasi untuk berbagi
data dan rekam medis elektronik pasien secara efisien antarprofesi.
5. Pelatihan Komunikasi: Melibatkan anggota tim medis dalam pelatihan komunikasi
interprofesional untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi dan pemahaman
terhadap peran masing-masing.
6. Pertemuan Kasus: Mengadakan pertemuan kasus yang melibatkan anggota tim medis
untuk membahas kasus-kasus khusus, mengevaluasi hasil perawatan, dan
merencanakan langkah selanjutnya.
7. Sistem Notifikasi dan Alarm: Menggunakan sistem notifikasi dan alarm yang
terintegrasi untuk memberikan peringatan dini kepada seluruh tim terkait perubahan
kondisi pasien yang signifikan.
8. Pembagian Tugas yang Jelas: Menetapkan pembagian tugas yang jelas dan pemahaman
peran masing-masing anggota tim medis untuk memastikan tanggung jawab
terkoordinasi.
9. Komunikasi dengan Pasien dan Keluarga: Melibatkan pasien dan keluarga dalam
proses komunikasi, memberikan informasi yang jelas, serta mendengarkan
kekhawatiran dan kebutuhan mereka.
10. Rencana Perawatan Bersama: Merancang rencana perawatan bersama antarprofesi
dengan mempertimbangkan masukan dari seluruh anggota tim medis.
11. Evaluasi Rutin: Melakukan evaluasi rutin terhadap efektivitas komunikasi
interprofesional dan identifikasi area perbaikan yang mungkin diperlukan.
12. Kultur Keselamatan Pasien: Membangun kultur keselamatan pasien yang mendorong
laporan insiden, diskusi terbuka, dan pembelajaran bersama dari pengalaman yang
terjadi.
Penerapan komunikasi interprofesional di ruang ICU bertujuan untuk meningkatkan
perawatan pasien secara holistik, mengurangi risiko kesalahan, dan mencapai hasil perawatan
yang optimal melalui kerjasama tim yang solid.
3.2.2 Evaluasi Dampak Penggunaan Teknologi pada Efisiensi dan Keamanan Pasien
Evaluasi dampak penggunaan teknologi pada efisiensi dan keamanan pasien
melibatkan penilaian terhadap sejauh mana teknologi memberikan kontribusi positif terhadap
kualitas perawatan, efisiensi proses, dan keselamatan pasien di lingkungan pelayanan
kesehatan. Berikut adalah aspek-aspek yang perlu dievaluasi:
1. Efisiensi Operasional: Mengukur sejauh mana teknologi telah meningkatkan efisiensi
dalam penyediaan perawatan, pengelolaan data, dan proses administratif di unit
perawatan.
2. Pengelolaan Informasi: Menilai kemampuan teknologi dalam mengelola dan
menyajikan informasi pasien dengan cepat dan akurat, termasuk rekam medis
elektronik, sistem informasi manajemen, dan integrasi data.
3. Keamanan Data Pasien: Memastikan bahwa teknologi yang digunakan mematuhi
standar keamanan data kesehatan untuk melindungi informasi pribadi pasien dari akses
yang tidak sah atau potensi pelanggaran keamanan.
4. Pencegahan Kesalahan Medis: Mengevaluasi dampak teknologi dalam mengurangi
risiko kesalahan medis, seperti pemberian obat yang salah, diagnosa yang tidak tepat,
atau kekeliruan lainnya melalui sistem pendukung keputusan klinis dan peringatan dini.
5. Integrasi Sistem: Menilai sejauh mana integrasi sistem teknologi di berbagai
departemen atau unit pelayanan, memastikan alur informasi yang mulus antarprofesi
dan antarpelayanan.
6. Sistem Pemantauan Pasien: Mengukur dampak penggunaan teknologi pemantauan
pasien yang terhubung pada deteksi dini perubahan kondisi, memungkinkan respons
cepat dari tim perawatan.
7. Pelatihan dan Penggunaan Sistem: Menilai efektivitas pelatihan bagi staf kesehatan
dalam penggunaan teknologi dan sejauh mana penerapannya dalam praktik sehari-hari.
8. Umpan Balik Pasien dan Staf: Mengumpulkan umpan balik dari pasien dan staf terkait
pengalaman mereka dengan penggunaan teknologi, baik dalam aspek efisiensi maupun
pengalaman pengguna.
9. Ketahanan dan Ketersediaan Sistem: Memeriksa ketahanan dan ketersediaan sistem
teknologi untuk memastikan bahwa layanan kesehatan dapat terus beroperasi tanpa
gangguan yang signifikan.
10. Biaya dan Nilai: Mengevaluasi biaya dan manfaat dari implementasi teknologi,
termasuk potensi penghematan biaya jangka panjang dan nilai tambah dalam
penyediaan perawatan.
11. Kepatuhan Regulasi: Memastikan bahwa penggunaan teknologi mematuhi regulasi
kesehatan dan standar keamanan pasien yang berlaku.
12. Perbaikan Berkelanjutan: Menilai kemampuan sistem dalam memberikan data untuk
analisis dan perbaikan berkelanjutan, termasuk langkah-langkah untuk meningkatkan
efisiensi dan keamanan pasien secara terus-menerus.
Evaluasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa teknologi yang diterapkan tidak hanya
meningkatkan efisiensi operasional tetapi juga memberikan dampak positif pada keamanan dan
kualitas perawatan pasien.
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 KESIMPULAN
a. Manajemen Data dan Rekam Medis Elektronik di Ruang ICU Rumah Sakit Prof. Dr.
Chairuddin P. Lubis USU:
Instalasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) adalah sistem informasi
terintegrasi yang mencakup seluruh proses manajemen rumah sakit, mulai dari pelayanan
diagnosa hingga manajemen informasi seperti rekam medis, apotek, gudang farmasi, serta
aspek komputerisasi lainnya. Kualitas output komputer sangat bergantung pada disiplin setiap
unit dalam memasukkan data pelayanan pasien. Pengelolaan sistem mencakup pengembangan
dan pemeliharaan program aplikasi SIMRS serta pengolahan data dan perbaikan data pasien
rumah sakit. Pengelolaan sistem jaringan komputer dan internet melibatkan pengembangan,
pemeliharaan, pengecekan, dan perbaikan jaringan. Pengelolaan website mencakup
perencanaan, evaluasi, pembuatan berita dan artikel, pembaruan data, dan pengelolaan email.
Adopsi rekam medis elektronik dari Periksa.id oleh Rumah Sakit Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis
USU meningkatkan efisiensi dan aksesibilitas data pasien.
b. Monitoring Pasien dan Alat di Ruang ICU Rumah Sakit Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis
USU:
Penerapan monitoring pasien di ruang ICU melibatkan penggunaan alat pemantau yang
terhubung dengan komputer di nurse station. Ini memungkinkan perawat untuk memantau
kondisi pasien secara terus-menerus, termasuk tekanan darah, denyut nadi, laju pernapasan,
suhu tubuh, dan aktivitas jantung melalui monitor elektrokardiogram (ECG). Sistem ini juga
mencakup ventilator mekanis, sistem alarm, pemantauan cairan intravena, serta pemantauan
oksigenasi. Teknologi ini memastikan perawatan intensif dan pemantauan yang optimal bagi
pasien yang membutuhkan perhatian khusus di ICU.
c. Pengambilan Keputusan Klinis di Ruang ICU Rumah Sakit Prof. Dr. Chairuddin P.
Lubis USU:
Pengambilan keputusan klinis di ruang ICU melibatkan evaluasi menyeluruh terhadap
kondisi pasien. Ini mencakup pemantauan tanda vital, analisis data laboratorium, penggunaan
skala klinis, konsultasi tim medis, penggunaan protokol dan panduan, serta pertimbangan etika.
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) digunakan untuk mengakses rekam medis
elektronik dan informasi pasien dengan cepat. Pelatihan dan pengembangan profesional,
keterlibatan pasien, serta komunikasi yang efektif menjadi aspek penting dalam memastikan
pengambilan keputusan yang optimal.
d. Komunikasi Interprofesional di Ruang ICU Rumah Sakit Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis
USU:
Penerapan komunikasi interprofesional di ruang ICU melibatkan tim multidisiplin yang
terdiri dari dokter, perawat, ahli terapi respirasi, ahli gizi, dan spesialis lainnya. Rapat tim
berkala, komunikasi terbuka dan jelas, serta penggunaan sistem informasi terintegrasi
mendukung kolaborasi antarprofesi. Pembagian tugas yang jelas, pelatihan komunikasi,
pertemuan kasus, dan evaluasi rutin menjadi bagian dari strategi untuk memperkuat koordinasi
dan keterlibatan pasien dalam proses pengambilan keputusan. Kultur keselamatan pasien
ditekankan untuk meningkatkan laporan insiden dan pembelajaran bersama tim medis.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, M., Setyonugroho, W., & Hidayah, N. (2021). ImPujihastuti. (2010). Isti Pujihastuti
Abstract. Prinsip Penulisan Kuesioner Penelitian, 2(1), 43–56.plementasi Rekam Medik
Elektronik: Sebuah Studi Kualitatif. JATISI (Jurnal Teknik Informatika Dan Sistem
Informasi), 8(1), 430–442.
Askari-Majdabadi, H., Valinejadi, A., Mohammadpour, A., Bouraghi, H., Abbasy, Z., & Alaei,
S. (2019). Use of health information technology in patients care management: A mixed
methods study in Iran. Acta Informatica Medica, 27(5), 311–317.
https://doi.org/10.5455/aim.2019.27.311-317
Brandão, J. de L., Gomes, A. M. T., de Melo, L. D., Marques, S. C., Pereira, G. L., Spezani, R.
dos S., de Melo, V. M., & Moço, A. da S. (2023). Social representation of spiritual
surgeries in Umbanda: culture, religion and contributions of nursing theory. Revista
Brasileira de Enfermagem, 76(6), 1–6. https://doi.org/10.1590/0034-7167-2022-0787
Choi, M., Yang, Y. L., & Lee, S. M. (2014). Effectiveness of nursing management information
systems: A systematic review. Healthcare Informatics Research, 20(4), 249–257.
https://doi.org/10.4258/hir.2014.20.4.249
Dedy Setyawan. (2016). Analisis Implementasi Pemanfaatan Sistem Informasi Manajemen
Rumah Sakit (SIMRS) Pada RSUD Kardinah Tegal. Indonesian Journal on Computer
and Information Technology, 1(2), 54–61.
http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/ijcit/article/view/1503
Devy Igiany, P. (2019). Systematic Review: Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Sistem
Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS). Seminar Nasional INAHCO, 2019.
Erawantini, F., & Wibowo, N. S. (2019). Implementasi Rekam Medis Elektronik dengan
Sistem Pendukung Keputusan Klinis. Jurnal Teknologi Informasi Dan Terapan, 6(2), 75–
78. https://doi.org/10.25047/jtit.v6i2.115
Gunawan, T. S., & Christianto, G. M. (2020). Rekam Medis/Kesehatan Elektronik (RMKE):
Integrasi Sistem Kesehatan. Jurnal Etika Kedokteran Indonesia, 4(1), 27.
https://doi.org/10.26880/jeki.v4i1.43
Keumalasari, K., Yetti, K., & Hariyati, R. T. S. (2021). Penerapan Model Kolaborasi
Interprofesional dalam Upaya Meningkatkan Keselamatan Pasien: a Systematic Review.
REAL in Nursing Journal, 4(2), 65. https://doi.org/10.32883/rnj.v4i2.1222
Kusumastuti, W., Sriatmi, A., Arso, S. P., & Pramana, J. A. (2019). Beban Unit Rekam Medis
Paska Sistem Vedika BPJS di RSUD Ungaran. Jurnal Manajemen Kesehatan Indonesia,
7(1), 46–54. https://doi.org/10.14710/jmki.7.1.2019.46-54
Melyana, & Sarotama, A. (2019). Implementasi Peringatan Abnormalitas Tanda-Tanda Vital
pada Telemedicine Workstation. Jurnal Universitas Muhammadiyah Jakarta, 16, 1–9.
Novrianda, D., Haryanti, F., Supriyadi, E., Lazuardi, L., & Herini, E. S. (2022). Development
and Evaluation of Internet-based Health Technology in Pediatric Oncology: A Scoping
Review. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention, 23(4), 1125–1135.
https://doi.org/10.31557/APJCP.2022.23.4.1125
Park, B. M. (2021). Development and effect of a fall prevention program based on king’s theory
of goal attainment in long-term care hospitals: An experimental study. Healthcare
(Switzerland), 9(6). https://doi.org/10.3390/healthcare9060715
Pihal, A., Debora, S. J., & Singh, S. (2022). Commingling Conceptual Framework to Ludwig
Von Bertalanffy’s General System Theory in Evidence Based Research.
Pragholapati, A., Hidayati, E., Suprayitno, E., & Anggorowati. (2023). Aplikasi Model Sistem
Perilaku Johnson Dalam Asuhan Keperawatan. 15(September), 1299–1308.
http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/Keperawatan%0AAPLIKASI
Putra, A. D., Dangnga, M. S., & Majid, M. (2020). DENGAN METODE HOT FIT DI RSUD
ANDI MAKKASAU KOTA PAREPARE Evaluation of Hospital Management System (
SIMRS ) With HOT FIT Method in RSUD Andi Makkasau Parepare City Hospital.
Sari, A. A. P., & Handayani, T. S. (2021). Aplikasi Theory Virginia Henderson Dalam Asuhan
Keperawatan Pada Kasus Post-Sectio Caesaria Di Rsud Argamakmur Bengkulu. Nursing
Inside Community, 4(1), 18–24.
Seibert, K., Domhoff, D., Huter, K., Krick, T., Rothgang, H., & Wolf-Ostermann, K. (2020).
Application of digital technologies in nursing practice: Results of a mixed methods study
on nurses’ experiences, needs and perspectives[Formula presented]. Zeitschrift Fur
Evidenz, Fortbildung Und Qualitat Im Gesundheitswesen, 158–159, 94–106.
https://doi.org/10.1016/j.zefq.2020.10.010
Singh, F., & Masango, T. (2020). Information Technology in Nursing Education: Perspectives
of Student Nurses. The Open Nursing Journal, 14(1), 18–28.
https://doi.org/10.2174/1874434602014010018
Wang, Z. Y., Zhang, L. J., Liu, Y. H., Jiang, W. X., Jia, J. Y., Tang, S. L., & Liu, X. Y. (2021).
The effectiveness of E-learning in continuing medical education for tuberculosis health
workers: a quasi-experiment from China. Infectious Diseases of Poverty, 10(1), 1–11.
https://doi.org/10.1186/s40249-021-00855-y

Anda mungkin juga menyukai