Anda di halaman 1dari 117

Implementasi Protokol Kesehatan Pada Pembelajaran Tatap

Muka Berdasarkan Surat Edaran Kemdikbud No 3 Tahun 2020


tentang Pencegahan Corona Virus Disease (Covid-19) Pada
Satuan Pendidikan Di Pondok Pesantren Nurul Karomah
Bangkalan

TESIS

OL

Oleh:
SAKDI
NIM. F02218054

PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2022
Implementasi Protokol Kesehatan Pada Pembelajaran Tatap Muka
Berdasarkan Surat Edaran Kemdikbud No 3 Tahun 2020 tentang
Pencegahan Corona Virus Disease (Covid-19) Pada Satuan Pendidikan Di
Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan

TESIS

Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
dalam Menyelesaikan Progam Magister Hukum Tata Negara

Oleh:
Sakdi
NIM: F02218054

PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2022

ii
PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Sakdi

NIM : F02218054

Fakultas/Jurusan/Prodi : Pascasarjana/Magister Hukum Tata Negara

Judul Tesis : Implementasi Protokol Kesehatan Pada


Pembelajaran Tatap Muka Berdasarkan Surat
Edaran Kemdikbud No 3 Tahun 2020 tentang
Pencegahan Corona Virus Disease (Covid-19)
Pada Satuan Pendidikan Di Pondok Pesantren
Nurul Karomah Bangkalan

Menyatakan bahwa Tesis ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya

sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.

Surabaya, 15 Juni 2022


Saya yang menyatakan

Sakdi
NIM: F02218054

iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis yang ditulis oleh Sakdi NIM. F02218054 ini telah diperiksa dan disetujui

untuk di munaqasahkan.

Oleh:

PEMBIMBING I

Dr. Hj. Anis Farida, S.Sos., S.H., M.Si.


NIP: 197208062014112001

PEMBIMBING II

Dr. Khoirul Yahya, M.Si


NIP: 197202062007101003

iv
PENGESAHAN TIM PENGUJI UJIAN TESIS

Tesis yang berjudul “Implementasi Protokol Kesehatan Pada Pembelajaran Tatap


Muka Berdasarkan Surat Edaran Kemdikbud No 3 Tahun 2020 tentang
Pencegahan Corona Virus Disease (Covid-19) Pada Satuan Pendidikan Di
Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan” yang ditulis oleh Sakdi NIM
F02218054 ini telah dipertahankan di depan sidang Tim Penguji Tesis
Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya pada hari Selasa tanggal, 7 Juni 2022.

Tim Penguji:
1 Dr. Hj. Anis Farida, S.Sos, S.H., M.Si (Ketua Penguji)

……………
2 Dr. Khoirul Yahya, M.Si (Sekretaris
Penguji)
……………

3 Dr. H. Priyo Handoko, SS, SH, M.Hum (Penguji 1)

……………
4 Dr. Sanuri, S.Ag., M.Fil. (Penguji 2)

……………

Surabaya, 15 Juni 2022


Direktur,

Prof. Dr. H. Aswadi, M.Ag


NIP.196004121994031001

v
KEMENTERIAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
PERPUSTAKAAN
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika UIN Sunan Ampel Surabaya, yang bertanda tangan di
bawah ini, saya:

Nama : Sakdi
NIM : F02218054
Fakultas/Jurusan : Pascasarjana/ Magister Hukum Tata Negara
E-mail address : Sakdiaziz96@gmail.com

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif
atas karya ilmiah :
Skripsi Tesis Desertasi Lain-lain
(……………………………)
yang berjudul : Implementasi Protokol Kesehatan Pada Pembelajaran Tatap Muka
Berdasarkan Surat Edaran Kemdikbud No 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan
Corona Virus Disease (Covid-19) Pada Satuan Pendidikan Di Pondok Pesantren
Nurul Karomah Bangkalan.
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan Hak Bebas Royalti Non-
Ekslusif ini Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya berhak menyimpan,
mengalih-media/format-kan, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data
(database), mendistribusikannya, dan menampilkan/mempublikasikannya di
Internet atau media lain secara fulltext untuk kepentingan akademis tanpa perlu
meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan atau penerbit yang bersangkutan.
Saya bersedia untuk menanggung secara pribadi, tanpa melibatkan pihak
Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, segala bentuk tuntutan hukum yang
timbul atas pelanggaran Hak Cipta dalam karya ilmiah saya ini.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Surabaya, 15 Juni 2022


Penulis

Sakdi
NIM : F02218054

vi
ABSTRAK

Dimasa pandemi, pelaksanaan pendidikan Pondok pesantren menemui


berbagai tantangan dan masalah-masalah dalam penerapannya, salah satunya
metode pembelajaran tatap muka (muka) yang berpotensi menularkan virus
Covid-19 yang sangat berbahaya. Untuk menekan laju penyebaran Covid-19 pada
institusi pendidikan maka pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan mengeluarkan Surat Edaran No. 3 Tahun 2020 yang dapat dijadikan
pedoman tentang bagaimana pelaksanaan PTM dilakukan. Salah satu bentuk
pelanggaran protokol kesehatan yang terjadi pada PTM di Pondok Pesantren
Nurul Karomah Bangkalan adalah banyak siswa yang tidak menggunakan masker,
serta jaga jarak yang sulit untuk diterapkan.
Jenis penelitian hukum ini merupakan jenis penelitian empiris dengan
pendekatan hukum sosial studies (socio-legal research) dengan obyek penelitian
nya adalah penerapan protokol kesehatan di Pondok Pesantren Nurul Karomah
Bangkalan berdasarkan Surat Edaran Kemendikbud Nomor 3 tahun 2020 tentang
pencegahan COVID-19 Pada satuan Pendidikan. Adapun rumusan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Bagaimana Implementasi Protokol
Kesehatan Berdasarkan Surat Edaran Kemendikbud No 3 Tahun 2020 Pada PTM
di Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan? Dan Bagaimana Tingkat
Kesadaran Hukum Siswa Dan Santri Dalam Pelaksanaan Protokol Kesehatan
Berdasarkan Surat Edaran Kemendikbud No 3 Tahun 2020 Pada PTM di Pondok
Pesantren Nurul Karomah Bangkalan?
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pondok Pesantren Nurul
Karomah Bangkalan telah berusaha menerapkan protokol kesehatan secara
maksimal, namun dalam prakteknya tidak semua protokol kesehatan dapat
terlaksana secara baik oleh karenanya pelanggaran terhadap protokol kesehatan
pada PTM di Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan merupakan jenis
pelanggaran ringan. tingkat kesadaran hukum siswa dan santri Pondok Pesantren
Nurul Karomah Bangkalan dalam menerapkan protokol kesehatan pada saat PTM
ditentukan dari sikap kepribadian, keyakinan mayoritas, lingkungan sehingga para
pihak dapat percaya, menerima, dan melaksanakan protokol kesehatan sesuai
yang ditentukan.
Adapun saran yang diberikan dari hasil penelitian ini adalah Diperlukan
sarana dan prasarana yang menunjang pelaksanaan protokol kesehatan secara
maksimal di area pondok pesantren Nurul Karomah Bangkalan serta ketaatan
untuk mengikuti pedoman dan arahan sebagaimana yang telah tertuang dalam
Surat Edaran Kemendikbud No 3 tahun 2020. Serta dibutuhkan kesadaran mulai
dari santri, pengasuh, asatidz, pemerintah daerah dan seluruh stakeholder untuk
untuk menjamin dan memastikan terlaksananya penerapan protokol kesehatan
pada saat PTM di Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan demi keamanan
dan kenyamanan proses belajar mengajar yang masih berada dimasa pandemi

vii
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah atas segala limpahan rahmat, taufik, karunia, dan


inayahnya sehingga penulis masih diberikan kesehatan yang tiada artinya sampai
saat ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi kita
Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus yakni
agama islam. Sehingga penulis dapat menulis dan menyelesaikan Tesis ini yang
berjudul “Implementasi Protokol Kesehatan Pada Pembelajaran Tatap Muka
Berdasarkan Surat Edaran Kemdikbud No 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan
Corona Virus Disease (Covid-19) Pada Satuan Pendidikan Di Pondok Pesantren
Nurul Karomah Bangkalan” Tesis ini merupakan bagian dari satu persyaratan
memperoleh gelar Magister Hukum (M.H) Pada Progam Pascasarjana, UIN Sunan
Ampel Surabaya.
Dalam penulisan Tesis ini tentu tidak dapat terselesaikan dengan baik
tanpa bantuan malaikat-malaikat yang setiap hari memberikan bimbingan dan
arahan kepada penulis. Oleh karena itu, penulis haturkan terimakasih yang
sebesar-bersarnya kepada:
1. Prof. H. Masdar Hilmy, S.Ag., MA., Ph.D selaku Rektor UIN Sunan
Ampel Surabaya
2. Prof. Dr. H. Aswadi, M.Ag selaku Direktur Pascasarjana UIN Sunan
Ampel Surabaya
3. Dr. Khoirul Yahya, M.Si Selaku Ketua Progam Studi Magister Hukum
Tata Negara Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya sekaligus
Dosen Pembimbing II yang selalu memberikan arahan dan petunjuk
dalam proses penyelesaian tesis ini
4. Dr. Hj. Anis Farida, S.Sos., S.H, M.Si selaku Sekretaris Program Studi
Magister Hukum Tata Negara Pascasarjana UIN Sunan Ampel
Surabaya sekaligus Dosen Pembimbing I yang selalu memberikan
arahan dan petunjuk dalam proses penyelesaian tesis ini
5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Program Studi Magister Hukum
Tata Negara Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya
6. Keluarga tercinta yang senantiasa memberikan dukungan dan
semangat dan doa sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak banyak kekurangan,
sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan agar lebih
baik dalam penulisan karangan berikutnya.

Surabaya, 15 Juni 2022

Penulis

viii
MOTTO
_Man Jadda Wa Jadda_

ix
TRANSLITERASI

A. Pedoman Transliterasi

a = ‫ا‬ z = ‫ز‬ f = ‫ف‬

b = ‫ب‬ s = ‫س‬ q = ‫ق‬

t = ‫ت‬ sh = ‫ش‬ k = ‫ك‬

th = ‫ث‬ s} = ‫ص‬ l = ‫ل‬

j = ‫ج‬ d} = ‫ض‬ m = ‫م‬

h} = ‫ح‬ t} = ‫ط‬ n = ‫ن‬

kh = ‫خ‬ z} = ‫ظ‬ h = ‫ه‬

d = ‫د‬ ‘ = ‫ع‬ w = ‫و‬

dh = ‫ذ‬ gh = ‫غ‬ ’ = ‫ء‬

r = ‫ر‬ y = ‫ي‬

1. Vokal tunggal (monoftong) yang dilambangkan dengan h}arakat,

ditranslitersikan sebagai berikut :

a. Tanda fathah ( َ ) dilambangkan dengan huruf “a”

b. Tanda kasrah ( ِ ) dilambangkan dengan huruf “I”

c. Tanda dammah ( ُ ) dilambangkan dengan huruf “u”

2. Vokal rangkap (diftong) yang dilambangkan secara gabungan antara h}arakat

dan huruf, ditransliterasikan sebagai berikut :

a. vokal rangkap ( ‫ ) أو‬dilambangkan dengan huruf au seperti: syaukani, al

yaum

b. vokal rangkap ( ‫ ) أي‬dilambangkan dengan huruf ai, seperti ‘umairi, zuhaili.

x
3. Vokal panjang (madd) ditransliterasikan dengan menuliskan huruf vokal

disertai coretan horizontal (macron) di atasnya, contoh : Fala>h}, h}aki>m,

mans}u>r.

4. Syaddah ditransliterasikan dengan menuliskan huruf yang bertanda syaddah

dua kali (dobel) seperti, t}ayyib, sadda, zuyyina dsb.

5. Alif-Lam (lam ta‘rif) tetap ditransliterasikan mengikuti teks (bukan bacaan)

meskipun bergabung dengan huruf syamsiyyah, antara Alif-Lam dan kata

benda, dihubungkan dengan tanda penghubung, misalnya, al-qalam, al-kitab,

al-syams, al-ra‘d dsb.

Catatan: Istilah Arab yang sudah diserap Bahasa Indonesia, termasuk nama Surat

Alquran, tidak perlu ditransliterasikan, misalnya: salat, berwudu, tayamum, qori-

qoriah, hadis, Alquran, Az Zalzalah dll.

B. Cara Penggunaan Tipe Huruf

Teks skripsi menggunakan tipe huruf Times New Roman, tetapi penandaan

transliterasi harus menggunakan tipe huruf Times New Arabic. Karena itu tipe

huruf ini harus di install ldalam office (cara paling mudah adalah copy font dan

dimasukkan folder windows – font).

Untuk menggunakannya, ketik huruf yang akan ditandai, kemudian ketik

karakter khusus ini. Berikut ini disajikan beberapa pola.

1. Untuk menggunakan dot pada huruf kapital, ketik (S, D, T, H, Z );

kemudian{ = (S{ D{ T{ H{ Z{)

xi
2. Untuk menggunakan dot pada huruf kecil, ketik (s, d, t, h, z ); kemudian}

= ( s} d} t} h} z} )

3. Untuk menggunakan coretan atas pada huruf kapital, ketik (A, U)

kemudian< = ( A< U< )

4. Untuk menggunakan coretan atas pada huruf kecil, ketik (u, i, a)

kemudian> = ( u>i> a> )

5. Untuk menggunakan coretan atas pada huruf kapital I, ketik@ = ( I@ )

6. Untuk menggunakan ğ, ketik g kemudian^ = ( g^ )

7. Untuk menggunakan Ğ, ketik G kemudian# = ( G# )

8. Untuk menggunakan H~, ketik H kemudian~ = ( H~ )

9. Untuk menggunakan h`, ketik h kemudian` = ( h` )

10. Untuk menggunakan g\, ketik g kemudian\ = ( g\ )

11. Untuk menggunakan G|, ketik G kemudian| = ( G| )

xii
DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM...............................................................................................ii

PERNYATAAN KEASLIAN...............................................................................iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING.........................................................................iv

PENGESAHAN PENGUJI...................................................................................v

PERSETUJUAN PUBLIKASI..............................................................................vii

ABSTRAK............................................................................................................viii

KATA PENGANTAR...........................................................................................x

MOTTO.................................................................................................................xii

TRANSLITERASI................................................................................................xiii

DAFTAR ISI.........................................................................................................xvi

BAB I PENDAHULUAN................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah................................................................1


B. Identifikasi dan Batasan Masalah..................................................8
C. Rumusan Masalah..........................................................................9
D. Tujuan Penelitian...........................................................................10
E. Kegunaan Penelitian......................................................................10
F. Kerangka Teoritik..........................................................................11
G. Penelitian Terdahulu......................................................................16
H. Metode Penelitian..........................................................................19
I. Sistematika Pembahasan................................................................25

BAB II IMPLEMENTASI PENERAPAN PROTOKOL KESEHATAN


BERDASARKAN SURAT EDARAN KEMENDIKBUD NO 3
TAHUN 2020 PADA PTM DI PONDOK PESANTREN NURUL
KAROMAH BANGKALAN
...............................................................................................................
27
A. Pendidikan sebagai Hak Asasi Manusia.........................................27
B. Pengaturan mengenai pembelajaran di masa pandemi Covid-19...33

xiii
C. Tinjuan Umum mengenai Protokol Kesehatan...............................37
D. Mekanisme Penerapan Protokol Pembelajaran Tatap Muka
Berdasarkan Surat Edaran Kemdikbud No 3 Tahun 2020 Tentang
Pencegahan Corona Virus Disease (Covid-19)
.........................................................................................................
46
E. Parameter Tingkat Kepatuhan Terhadap Penerapan Protokol
Kesehatan Pada PTM di Masa Pandemi
.........................................................................................................
50

BAB III TINGKAT KESADARAN HUKUM SISWA DAN SANTRI


DALAM PELAKSANAAN PROTOKOL KESEHATAN
BERDASARKAN SURAT EDARAN KEMENDIKBUD NO 3
TAHUN 2020 PADA PTM DI PONDOK PESANTREN NURUL
KAROMAH BANGKALAN
...............................................................................................................
55
A. Tinjauan Umum Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan....55
B. Implementasi Penerapan Prokes di Pondok Pesantren Nurul
Karomah Bangkalan
.........................................................................................................
60
C. Upaya-Upaya Penerapan Protokol Kesehatan Di Pondok
Pesantren Nurul Karomah Bangkalan
.........................................................................................................
67
D. Faktor Penghambat Penerapan Prokes Di Pondok Pesantren
Nurul Karomah Bangkalan
.........................................................................................................
71
E. Ketaatan Dalam Menerapkan Protokol Kesehatan Dalam
Prespektif Islam
.........................................................................................................
73

xiv
BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI PROTOKOL KESEHATAN
PEMBELAJARAN TATA MUKA (PTM) SELAMA MASA
PANDEMI COVID-19 DI PONDOK PESANTREN NURUL
KAROMAH BANGKALAN
...............................................................................................................
78
A. Analisis Implementasi Protokol Kesehatan Berdasarkan Surat
Edaran Kemendikbud No 3 Tahun 2020 Pada PTM di Pondok
Pesantren Nurul Karomah Bangkalan
.........................................................................................................
78
B. Analisis Tingkat Kesadaran Hukum Siswa Dan Santri Dalam
Pelaksanaan Protokol Kesehatan Berdasarkan Surat Edaran
Kemendikbud No 3 Tahun 2020 Pada PTM di Pondok Pesantren
Nurul Karomah Bangkalan
.........................................................................................................
86

BAB V PENUTUP..........................................................................................93
A. Kesimpulan...................................................................................93
B. Saran.............................................................................................94
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................96

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan saat ini seharusnya menjadi cerminan untuk pendidikan

masa yang akan datang, karena sejatinya pendidikan itu dapat dan harus

dilakukan kapanpun dan dimanapun selama manusia masih hidup. Hal ini

membuat pendidikan harus senantiasa mengikuti perkembangan zaman

dari generasi ke generasi berikutnya. Sehingga pendidikan akan menjadi

jawaban akan kebutuhan dari segala tantangan zaman. Secara garis besar,

pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga jenis. Selain pendidikan formal

di sekolah, kita juga mengenal pendidikan in-formal dan pendidikan Non-

formal. Pendidikan non-formal merupakan pendidikan dengan peraturan-

peraturan yang ketat dan pasti tidak terlalu diikuti tapi tetap teratur dan

dilakukan dengan sadar. Dengan adanya batasan pengertian di atas

rupanya pendidikan non-formal berada diantara pendidikan in-formal dan

pendidikan formal1.

Di Indonesia, ada banyak lembaga-lembaga pendidikan non-formal

yang didirikan, namun lembaga pendidikan non-formal yang hingga saat

ini masih menjadi pilihan utama dalam pembinaan kepribadiaan yang

sesuai dengan ajaran agama Islam ialah pondok pesantren. Namun dalam

perkembangannya, banyak pondok pesantren yang juga mengadakan

pendidikan secara formal di samping non-formal. Hal ini memmungkinkan

karena telah diatur dalam PP Nomor 55 tahun

1
Nilna azizatus shofiyah, model Pondok Pesantren di Era milenial,(jurnal Pendidikan islam.
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, 2019) Volume 4, No. 1

1
2

2007 pasal 14 yang menyatakan bahwa pesantren dapat menyelenggarakan

satu atau berbagai satuan pendidikan pada jalur formal, in-formal, dan

non-formal.

Dalam prosesnya, santri Pondok Pesantren di arahkan untuk selalu

mematuhi aturan-aturan yang sudah ditetapkan oleh sebuah lembaganya,

termasuk di Pondok Pesantren Nurul Karomah sebuah lembaga non formal

yang ada di kabupaten Bangkalan dan menjadi obyek penelitian yang akan

dilakukan nantinya. Dimana Pondok Pesantren Nurul Karomah ini

dijadikan suatu metode atau wadah untuk membentuk karekteristik peserta

didik untuk menjadi insan kamil, selain memiliki ilmu pengetahuan juga

diarahkan selalu mengedepankan akhlakul karimah dan kebiasan yang

baik.

Oleh karena itu, pendidikan non-formal di Pondok Pesantren

menjadi sebuah wadah atau Lembaga yang sangat penting karena memiliki

beberapa keutamaan. Namun dalam pelaksanaanya, pembelajaran di

Pondok Pesantren atau kegiatan santri lainnya seringkali ditemui berbagai

masalah-masalah baru yang harus dihadapi. Baik masalah yang timbul dari

dari dalam lembaga maupun dari luar lembaga pesantren. Beberapa

masalah yang dihadapi menarik untuk dibahas lebih lanjut.

Seperti diketahui bersama bahwasanya dunia saat ini mengalami

pandemi virus corona. Pandemi Corona Virus Disease (covid-19) menerpa

dunia sejak awal tahun 2020 telah berdampak signifikan pada segala aspek

termasuk dunia Pendidikan. Mudahnya penularan virus corona dan

dampak kematian tinggi bagi penderitanya telah mengubah pembelajaran


3

tatap muka yang semula mendominasinya, dihentikan sementara dan

didesak untuk bermigrasi ke pembelajaran berbasis jaringan internet atau

lebih dikenal dengan daring, sesuai dengan Surat Edaran Sekretaris Jendral

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan nomor 15 Tahun 2020 tentang

pedoman penyelenggaraan belajar dari rumah dalam masa darurat

penyebaran corona virus discase (covid-19). Kebijakan ini di lakukan

sebagai upaya untuk mencegah penyebaran dan penularan virus corona

covid-19 di lingkungan semua pendidikan. Selain iu, Kementrian

Pendidikan dan Kebudayaan (kemendikbud) juga mengeluarkan surat

edaran mendikbud nomor 4 tahun 2020 berisi arahan mengenai belajar dari

rumah melalui pembelajaran jarak jauh dengan rincian sebagai berikut (1)

memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa, tanpa

terbebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum kenaikan kelas

maupun kelulusan (2) memfokuskan pada Pendidikan kecakapan hidup

antara lain mengenai pandemi covid-19 (3) memberikan variasi aktifitas

dan juga pembelajaran pelajar dari rumah antar siswa, sesuai minat dan

kondisi masing-masing termasuk mempertimbangkan kesenjangan

akses/fasilitas belajar dari rumah. (kemendikbud)2.

Pembelajaran jarak jauh (PJJ) merupakan sistem pembelajaran

yang tidak berlangsung dalam suatu ruangan kelas sehingga tidak ada

interaksi langsung secara tatap muka antara pengajar dan pembelajarnya.

Pembelajaran jarak jauh (distance learning) merupakan pelatihan yang di

berikan kepada peserta atau siswa yang tidak berkumpul bersama di satu

2
Endang kartini, Lalu Mimbar, Izrawati, tantangan dalam pembelajaran perguruan Tinggi dan
implementasi merdeka belajar di masa pandemi covid-19, (journal ilmiah rinjani, Universitas
gunung Rinjani, 2021) Volume 9 No. 2 tahuun 2021
4

tempat secara rutin untuk menerima pelajaran secara langsung dari

instruktur. Bahan-bahan dan intruksi-intruksi detail yang bersifat khusus

atau di sediakan untuk peserta yang selanjutnya melaksanakan tugas yang

akan di evaluasi oleh instruktur. Dalam kenyataannya dapat di

mungkinkan instruktur dan peserta tersebut terpisah tidak hanya secara

geografis namun juga waktu, dalam pembelajaran jarak jauh ini, interaksi

antara pendidik dan siswa dilakukan menggunakan media teknologi dan

komunikasi.

Melalui teknologi dan komunikasi, interaksi antar pendidik dan

siswa dapat di lakukan dengan bentuk waktu nyata (real time) dan waktu

tidak nyata (a real time). pembelajaran jarak jauh menggunakan waktu

nyata (real time/synchronous) dapat melalui daring zoom, googlemeet,

webex, dan sebagainya. Sedangkan untuk pembelajaran menggunakan

waktu tidak nyata (a real time/asynchronous) dapat melalui e-learning

seperti moodle, google classroom, Edmodo, schoology, dan sebagainya.

Pembelajaran jarak jauh merupakan pembelajaran yang sudah ada sejak

abad ke-18, di Indonesia pun sebenarnya, model pembelajaran jarak jauh

ini sudah tidak asing lagi karena di berbagai universitas/pendidikan tinggi

sudah di lakukan seperti di universitas terbuka3.

Dengan adanya pandemi Covid-19 ini, sangat berdampak terhadap

proses pembelajaran yang sebelumnya dilakukan dengan tatap muka

menjadi pebelajaran jarak jauh. Beigtu pula di wilayah Madura, khususnya

di daerah kabupaten Bangkalan. Pemerintah kabupaten Bangkalan telah

3
Nur hayati, pembelajaran arak jauh selama masa pandemi di pondok pesantren, Resiprokal,
Universitas terbuka, 2020 ) Volume No. 2 Desember 2020
5

memberikan kebijakan mengenai pencegahan Covid-19 secara sigap dan

tegas. Kebijakan tersebut adalah ditutupnya seluruh aktifitas pembelajaran

diseluruh sekolah dan pesantren. Semenjak kebijakan tersebut diedarkan

melalui surat resmi pemerintah kabupaten, seluruh lembaga Pendidikan

terpaksa meliburkan para santri dan siswa-siswinya hingga waktu yang

belum ditentukan. Beberapa Lembaga juga mulai melakukan pembelajaran

online4.

Namun beda halnya dengan Pondok Pesantren Nurul karomah

yang terletak di daerah paterongan galis Bangkalan, meskipun adanya

pandemi covid-19 Pondok Pesantren Nurul karomah tetap melakukan

aktivitas seperti biasanya dengan tetap menerapkan sistem pembelajaran

atau kegiatan secara offline. Seperti yang di katakan oleh Ustadz Qomar

selaku ketua Pondok Pesantren, beliau mengatakan dengan adanya

pandemi ini, kegiatan di Pondok Pesantren tetap dilakukan dengan sistem

tatap muka, tetapi tetap diwajibkan untuk memakai masker ketika santri

melakukan aktifitas di luar area pesantren, seperti halnya berbelanja di

koperasi, sekolah di Pendidikan formal dan lain-lain.

Namun ketika kegiatan di dalam area pesantren santri tidak di

wajibkan untuk memakai masker. Beliau juga menuturkan bahwa

walaupun pemerintah mewajibkan untuk pembelajaran secara online,

tetapi hal itu tidak bias diterapkan di Pondok Pesantren dikarenakan

beberapa alasan yang tidak memungkinkan untuk melakukan aktifitas

secara online, di antaranya tidak adanya fasilitas yang mendukung adanya

4
Fikri Annur, Ach. Maulidi, Pembelajaran Tatap Muka di masa pandemi Covid-19, Journal Of
Islamic Education, Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien, 2021) Volume 5 No. 1, januari 2021
6

kegiatan secara online tersebut seperti handphone, di karenakan semua

santri yang bwermukim di Pondok Pesantren tidak boleh membawa

handphone, karena ketika santri diberikan akses tersebut di takutkan

membuat para santri tidak fokus dalam melaksanakan kegiatan dan

menyalahgunakan fasilitas tersebut.

Lebih lanjut ustadz Qomar menjelaskan, pelaksanaan kegiatan di

Pondok Pesantren lebih efektif dilakukan secara offline atau tatap muka

ketimbang dilakuan secara online, hal ini dikarenakan santri yang menetap

di Pondok Pesantren bisa menjaga kesehatannya secara penuh dengan

selalu di kontrol oleh pengurus dalam seluruh kegiatannya serta tidak

adanya interaksi dengan orang selain dengan para santri dan majelis

keluarga Pondok Pesantren Nurul karomah, terlebih adanya keluhan dari

para wali santri ketika waktu liburan pesantren bahwa anak-anak mereka

ada di rumah sulit dikontrol, sebab mereka lebih memilih keluyuran

daripada di rumah, hal itu menjadi mengakibatkan keresahan serta

kekhawatiran orang tua atau wali santri akan anak mereka terinfeksi virus

covid-19 dengan banyaknya berinteraksi dengan orang banyak. Sehingga

bagi para wali santri merasa anaknya akan lebih baik dan efisien ketika

berada di Pondok Pesantren5.

Terlebih lagi pada Pendidikan Pondok Pesantren terdapat empat

pilar Pendidikan yang digagas oleh UNESCO, yakni: (1) learning to know

(belajar untuk mengetahui), (2) learning to do (belajar untuk terampil

untuk melakukan sesuatu), (3) learning to be (belajar untuk menjadi

seseorang), dan (4) learning to live together (belajar untuk menjadi


5
Nurul Qomar, Wawancara, Pondok pesantren Nurul Karomah Sabtu 05 Februari 2022
7

kehidupan bersama). Pada learning to know kita temukan pada proses

pembelajaran di mana ustadz tidak hanya mengajar tetapi juga berdialog,

dan menuntun, serta membimbing santrib menguasai pengetahuan

keagaman, pilar, learning to do, dapat dilihat pada apa yang sudah dikaji,

dipelajari, dan dibiasakan untuk diaktualisasikan. Pesantren juga sangat

memperhatikan bakat dan minat santri yang merupakan dari pilar learning

to be. Sementara learning to live live together dapat dilihat pada

kehidupan asrama santri, sejak awal mereka sudah dibiasakan untuk hidup

bersama, saling menghargai perbedaan, dalam konteks hidup bersama itu

para santri dibiasakan memperaktekkan nilai-nilai keagamaan dan nilai-

nilai luhur bangsa.

Pola pendidikan seperti itu, tidak bisa dilakukan secara daring atau

pembelajaran jarak jauh. Proses belajar mengajar di pesantren secara

normatif memang tidak terlalu berbeda dengan belajar mengajar non

pesantren. Tetapi, pembelajaran secare living Islam secar tidak langsung

menerapkan empat pilar pendidikan UNESCO, yakni belajar hidup

bersama tidak bisa diwakili atau digantikan oleh pembekalan jarak jauh.

Penerapan pembelajaran living Islam dan learning to live together dalam

bingkai nilai-nilai keislaman dan nilai-nilai nasionalisme tidak bisa dilatih

dan dilakukan secara online atau daring, tetapi harus dipraktekkan

langsung di pesantren. Praktik pembelajaran semacam itu juga tidak dapat

ditunda hingga masa pandemi covid-19 yang tidak ada kepastian kapan

berakhir6.

6
Achmad Muchaddam Fahham, pembelajaran Di Pesantren pada Masa Pandemi Covid-19 (pusat
Penelitian Badan keahlian) Volume 12 No. 14, Jakarta Pusat, Juli 2020
8

Sedangkan berdasarkan Surat Edaran Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan No 3 Tahun 2020 Tentang Pencegahan Corona Virus Disease

(Covid-19) Pada Satuan Pendidikan mengintruksikan bahwasannya perlu

memastikan kesediaan sarana untuk cuci tangan pakai sabun, adanya alat

pembersih satu kali pakai di berbagai lokasi strategis di satuan

pendiidikan, adanya pembersihan ruangann secara rutin dan lain

sebagainya. Namun hal ini berbeda penerapannya dalam penyelenggaraan

pembelajaran di Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan.

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas tentang

permasalahan permasalahan pembelajaran tatap muka di kabupaten

Bangkalan khususnya di ranah Pondok Pesantren yang kemudian menjadi

hal ketertarikan penulis untuk melakukan sebuah penelitian dengan judul

“Implementasi Protokol Kesehatan Pada Pembelajaran Tatap Muka

Berdasarkan Surat Edaran Kemdikbud No 3 Tahun 2020 tentang

Pencegahan Corona Virus Disease (Covid-19) Pada Satuan Pendidikan Di

Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan”. Penelitian ini diharapkan

bisa mengimplementasikan kesadaran hukum di kalangan pesantren

sehingga pembelajaran bisa berjalan dengan baik dan bisa memutus mata

rantai penyebaran covid-19 di Indonesia khususnya di Kabupaten

Bangkalan.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Identifikasi masalah bertujuan untuk menjelaskan untuk

menejlaskan kemungkinan-kemungkinan cakupan masalah dalam

melakukan penelitian dengan melakukan identifkasi dan inventarisasi


9

sebanyak-banyaknya yang kemudian diduga sebagai masalah. Berdasarkan

latar belakang masalah diatas maka identifkasi masalah yang dapat

dimunculkan dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah pemberlakuan protokol kesehatan PTM selama masa pandemi

covid-19 sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku di Indonesia

2. Apa saja upaya yang bisa dilakukan untuk mengoptimalkan proses

kegiatan belajar mengajar di dunia Pendidikan khususnya di kalangan

pesantren pada saat masa pandemi covid-19

3. Bagaimana implementasi protokol ksehatan PTM di Pondok Pesantren

Nurul karomah dengan adanya surat edaran Kemendikbud nomor 3

tahun 2020

Dari identifikasi masalah diatas, penulis membatasai ruang lingkup

permasalahan yang hendak dikaji atau diteliti, yakni:

1. Program kesehatan PTM di masa pandemi covid-19 sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku di indonesia

2. Implementasi program kesehatan PTM di ranah Pondok Pesantren.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah

yang akan dikaji oleh penulis sebagai berikut:

1. Bagaimana Implementasi Protokol Kesehatan Berdasarkan Surat

Edaran Kemendikbud No 3 Tahun 2020 Pada PTM di Pondok

Pesantren Nurul Karomah Bangkalan?


10

2. Bagaimana Tingkat Kesadaran Hukum Siswa Dan Santri Dalam

Pelaksanaan Protokol Kesehatan Berdasarkan Surat Edaran

Kemendikbud No 3 Tahun 2020 Pada PTM di Pondok Pesantren Nurul

Karomah Bangkalan?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dihasilkan dari penelitian ini antara lain sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui dan menganalisa peraturan Perundang-undangan

yang berlaku di Indonesia tentang protokol kesehatan PTM di masa

Pandemi covid-19

2. Untuk mengetahui dan menganlisa Implementasi protokol kesehatan

PTM di Pondok Pesantren Nurul Karomah.

E. Kegunaan Penelitian

1. Secara teoritis

a. Penelitian ini bentuk dari salah satu upaya untuk mengembangkan

aspek teori keilmuan dalam bidang hukum tata negara dan secara

khusus dapat memberikan gambaran tentang Implementasi

protokol kesehatan PTM di Pondok Pesantren Nurul karomah

Bangkalan

b. Pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan sebuah

pengetahuan dalam memperkaya khazanah keilmuan hukum untuk

masyarakat luas khususnya bagi kalangan pesantren, terutama

mahasiswa dalam hal yang berhubungan dengan pokok-pokok


11

permasalahan tentang protokol Kesehatan yang sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku

2. Secara Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui implementasi Program

kesehatan pembelajaran tatap muka di Pondok Pesantren Nurul

karomah Bangkalan

b. Dari penelitian ini diharapkan dapat menjadikan masukan bagi

lembaga-lembaga Pesantren dalam membuat kebijakan Program

kesehatan di masa pandemi covid-19 baik dalam hal pembelajaran

atau hal lain secara komperhensif sesuai dengan ideologi berbangsa

dan bernegara.

F. Kajian teoritik

1. Kesadaran hukum

Hukum adalah suatu aturan yang mengikat dan harus di patuhi oleh

masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Hukum menuntut kesadaran

dari masyarakat untuk dipatuhi. Banyak teori kum yang di jelaskan

oleh para ahli dengan masing pendapat yang mereka kemukakan,

seperti yang dijelaskan oleh J.C.T Simorangkir:

“Hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa,

yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat

yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib pelanggaran

mana terhadap peraturan tadi berakbiat diambilnya tindakan yaitu

dengan hukum tertentu”.


12

Kesadaran dan kepatuhan hukum pada dasarnya merupakan suatu

nilai-nilai yang harus dimiliki masyarakat untuk dapat tunduk dan taat

terhadap hukum. Menurut Soerjono Soekanto, kesadaran hukum

adalah suatu penilaian terhadap hukum yang ada atau diharapkan.

Sedangkan menurut Selo Sumarjan, kesadaran hukum berkaitan erat

dengan factor-faktor sebagai berikut:

a. Usaha-usaha menanamkan hukum dalam masyarakat, yaitu

menggunakan tenaga manusia, alat-alat, organisasi, dan metode

agar masyarakat mengetahui, menghargai, mengakui, dan

mentaati hukum.

b. Reaksi masyarakat yang didasarkan pada system nilai-nilai

yang berlaku.

c. Jangka waktu penanaman hukum di harapkan membuahkan

hasil7.

Prof. soerjono soekanto mengemukakan empat indikator kesadaran

hukum yang secara beuntun (tahap demi tahap), yaitu sebagai berikut:

a. Pengetahuan tentang hukum merupakan pengetahuan seseorang

berkenaan dengan periaku yang diatur oleh hukum tertulis

yakni tentang apa yang dilarang dan apa yang diperbolehkan.

b. Pemahaman tentang hukum adalah sejumlah informasi yang

dimiliki oleh seseorang mengenai isi dari aturan (tertulis),

yakni mengenai isi, tujuan, manfaat, dari peraturan tersebut.

7
MegafuryApriandhini, Yeni Santi, Emayanti Nur Widhi, Kesadaran Dan Kepatuhan Hukum
Terhadap Penerapan Protokol Kesehatan Masa Pandemi Covid-19, (Jurnal Hukum, Universitas
Terbuka, 2021) Volume 1 No. 1, 2021
13

c. Sikap terhadap hukum adalah suatu kecendrungan untuk

menerima atau menolak hukum karena adanya penghargaan

atau keinsyafan bahwa hukum tersebut bermanfaat bagi

kehidupan manusia dalam hal ini sudah ada elemen apresiasi

terhadap aturan hokum

d. Perilaku hukum adalah tentang berlaku atau tidaknya suatu

aturan hukum dalam masyarakat, Jika berlaku suatu aturan

hukum, sejauh mana berlakunya itu dan sejauh mana

masyarakat mematuhinya8 (soerjono soekanto, 1982:150).

Beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat tidak sadar akan

pentingnya hukum adalah sebagai berikut:

a. Tidak adanya kepastian hokum

b. Peraturan-peraturan bersifat statis

c. Tidak efisienya cara-cara masyarakat untuk mepertahankan

peraturan yang berlaku.

Membentuk suatu kesadaran hukum tidaklah mudah, tidak semua

masyarakat mampu memiliki sifat kesadaran hukum, untuk itu perlu

menanamkan nilai-nilai hukum untuk membentuk kesadaran

masyarakat sehingga dapat dilaksanakan melalui autran-aturan yang

telah dibentuk sehingga timbul sikap patuh terhadap hukum yang

berlaku.

8
Soerjono Seokanto, Kesadaran Hukum dan kepatuhan Hukum, Edisi pertama (Jakarta: Rajawali,
1982), hal. 150
14

Kesadaran hukum sangat berkaitan dengan bagaimana hukum akan

ditegakkan di masyarakat. Atas alasan bahwa kesadaran hukum

berkaitan dengan penegakan hukum, maka muncul diskursus bahwa

hukum harus sesuai dengan kehendak, lebih-lebih dengan kebutuhan

masyarakat9.

Peranan kesadaran hukum masyarakat sebagaimana tujuan hukum

itu sendiri adalah menjamin kepastian dan keadilan. Dalam kehidupan

masyarakat, senantiasa terdapat perbedaan antara pola-pola perilaku

atau tata kelakuan yang berlaku di masyarakat dengan pola-pola

perilaku yang dikehendaki oleh norma-norma (kaidah) hukum. Hal ini

dapat menyebabkan timbulnya suatu masalah berupa kesenjangan

sosisal sehingga pada waktu tertentu cendrung terjadi konflik dan

ketegangan sosial yang tentunya dapat mengganggu jalannya

perubahan masyarakat sebagaimana arah yang dikehendaki. Keadaan

demikian terjadi oleh karena adanya hukum yang diciptakan,

diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam bertindak bagi masyarakat

tidak ada kesadaran hukum, sehingga cendrung tidak ada ketaatan

hukum

Kesadaran hukum dalam masyarakat perlu dipupuk dan di

tanamkan agar masyarakat akan lebih patuh terhadap hukum yang ada,

baik itu hukum yang tertulis maupun hukum yang tumbuh dan

9
Anajeng Esri Edhi Mahanani, dkk, Kualitas kesadaran dan budaya hukum dalam membentuk
kepatuhan hukum kebijakan penaggulangan covid-19, (Jurnal Wdya Pranata Hukum, Universitas
Pembangunan nasional Jawa Timur, 2021) Volume 3 No. 2, September 2021
15

berkembang di masyarakat dan keberadaannya pun diakui oleh

masyarakat.

Kesadaran hukum merupakan hasil proses penilaian terhadap

keharusan bersikap dan bertindak sesuai dengan cara tertentu yang

disyaratkan oleh hukum. Pada proses penilaian ini terjadi identifikasi

kehendak pribadi dengan kehendak hukum yang dilanjutkan dengan

sinkronisasi antara keduanya, proses ini berakhir pada penyesuaian

kehendak pribadi terhadap sikap dan tindak sesuai hukum.

Penyesuaian ini terjadi karena adanya kepercayaan terhadap tujuan

hukum yakni menciptakan rasa keadilan dan ketertiban masyarakat

(kondisi masyarakat yang memungkinkan manusia menjalani

kehidupan secara wajar sesuai dengan harkat dan martabatnya). Jadi

orang yang memiliki kesadaran hukum adalah orang yang memahami

kebenaran kaidah hukum yang mengatur perilakunya, melaksanakan

kepatuhan pada kaidah hukum, meyakini akan keadilan hukum yang

sesuai dengan martabat semuanya.

Kesadaran hukum dapat dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu

kesadaran hukum pribadi (individual) dan kesadaran hukum umum

(kesadaran hukum rakyat/masyarakat. Kesadaran hukum pribadi

merupakan kesadaran hukum yang tercermin pada sikap dan perilaku

pribadi yang identic dengan kaedah hukum yang mengikatnya.

Kesadaran ini muncul sebagai akibat penialain pribadi terhadap rasa

adil dan tidak adil atas suatu kaedah hukum bagi diri seseorang.

Misalnya ketika seseorang mengambil keputusan hukum sesuai dengan


16

kewajiban hukum yang harus dilaksanakannya maka pada saat itu ia

meniali bahwa keputusannya adalah sesuai dengan rasa keadilan

hukum.

Kesadaran hukum masyarakat mengandung arti kesadaran hukum

kolektif sesuai dengan kehidupan bersama yang dicita-citakan hukum.

Disini kesadaran hukum rakyat pada umumnya yang menjadi ukuran

penilaian. Bagi negara yang dalam kehidupan kenegaraannya

menempatkan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi,

kesadaran rakyat pada umumnya menjadi penting, mengingat hukum

disini merupakan alat untuk membentuk masyarakat ke dalam kondisi

tertentu. Hukum akan menarik kemauan masyarakat agar mwengikuti

kemauan hukum, dan masyarakat akan di bawa oleh hukum ke dalam

kondisi yang dicita-citakan hukum. Pada saat rakyat telah berada pada

kondisi masyarakat yang dicita-citakan hukum, di situlah kesadaran

hukum masyarakat tercipta10.

G. Penelitian Terdahulu

Di dalam bagian ini, bertujuan untuk menjelaskan beberapa kajian

terdahulu atau penelitian terdahulu yang memiliki hubungan dengan

penelitian ini. Tujuan dari pemaparan kajian terdahulu ini agar

menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap obyek yang sama

serta untuk mengindari anggapan plagiasi karya tertentu, mak perlu adanya

pengkajian terhadap karya terdahulu, diantara penelitian yang dimaksud

tersebut adalh sebagai berikut:


10
Rini Maria, Pemahaman tentang hukum dan kesadaran Hukum Masyarakati, (Era Hukum,
2001), Th. 9 no. 1 september 2001
17

1. Ahmad Muchaddam fahham, dengan jurnal yang berjudul “

Pembelajaran di pesantren pada masa pandemi covid-19”.

Penelitan ini menjelaskan urgensi pembelajaran tatap muka di

pesantren pada masa pandemi covid-19. Pelaksanaan

pembelajaran tatap muka di pesantren merupakn hal yang tidak

bisa dihindari atau pun di wakilkan dengan metode

pembelajaran lain, hal itu dikarenakan Pendidikan pesantren

tidak hanya menerapkan pembelajaran yang bertujuan

transformasi pengetahuan semata tetapi juga menerapkan

pembelajaran praktik langsung atas pengetahuan yang sudah

dan sedang diajarkan kepada para santri, lebih lanjut penulis

menjelaskan bahwa pembelajaran tatap muka di pesantren tidak

perlu di khawatirkan, seba adanya pengawasan dari DPR RI

Komisi VIII yang membidangi pendidikan keagamaan didalam

mendorong kementrian agama untuk membantu 21.173

pesantren diseluruh Indonesia dapat dilaksanakan dengan cepat

dan tepat sarasan sesuai dengan anggaran yang diberikan

pemerintah sebesar 2,599 triliun. Sedangkan penelitian yang

akan kami lakukan lebih fokus pada Implementasi Protokol

kesehatan PTM di pesantren selama masa pandemi covid-19.

Sehingga titik perbedaan penelitian ini iyalah obyek

penelitiannya yang lebih fokus pada urgensinya PTM di


18

pesantren sedangkan penelitian yang akan kami lakukan lebih

pada bagaimana mengimplementasikannya11.

2. Shofiyullahul kahfi, Ria Kasanova, jurnal yang berjudul

“Manajemen Pondok Pesantren di Masa Pandemi covid-19

(studi Pondok Pesantren mambaul ulum kedungadem

Bojonegoro). Penelitian ini menjelaskan bahwa adanya

pandemi ini menyebabkan lemahnya kegiatan belajar mengajar,

administrasi kelembagaan dan terguncangnya perekonomian

pesantren. Maka dari tu penulis memaparkan perlunya adanya

manajemen pembelajaran sehingga kegiatan pesantren tetap

berjalan dengan tetap mengikuti arahan dari pemerintah dan

kebijakan dari pengasuh serta pengurus pondok sebagai bentuk

pencegahan dari penyebaran covid-19 seperti pembelajaran

daring. Bisa di simpulkan bahwa penelitian ini fokus pada

bagaimana Pondok Pesantren me-manajemen proses

pembelajaran di masa pandemi covid-19 sedangkan penelitian

yang akan kami lakukan membahas tentang bagaimana

kesadaran hukum warga pesantren dalam menghadapipandemi

covid-1912.

3. Rice Mei Sinviani Rahmadi Putri, yang berjudul “problematika

santri dalam pembelajaran daring pada masa pandemi di

Ma’had Al-Mubarokah MTSN 1 Lamongan”. Penulis

11
Achmad Muchaddam Fahham, pembelajaran Di Pesantren pada Masa Pandemi Covid-19
(pusat Penelitian Badan keahlian) Volume 12 No. 14, Jakarta Pusat, Juli 2020
12
Shofiyullahul kahfi, ria kasnova, manajemen Pondok pesantren di masa pandemi covid-19,
(Jurnal Pendidikan berkarakter, IAINU Tuban, Universitas Madura, 2020), Volume 3 No. 1, April
2021
19

menjelaskan bahwa problematika pembelajaran daring yang di

hadapi para santri pada masa pandemi covid-19 sangat

berdampak pada proses pembelajaran di Ma’had diantaranya

keterbatas wajtu yang diberikan oleh pihak Ma’had dan juga

banyak nya penyalahgunaan fasilitas pembelajaran seperti

kedisiplinan santri yang memegang handphone untuk

mengerjakan tugas tapi malah di gunakan untuk kerperluan

diluar tugas sehingga tugas yang diberikan oleh para

ustadz/ustadzah terbengkalai maka dari itu perlunyaz sinergi

antara lembaga, tenaga pengajar, serta santri agar pembelajaran

di masa pandemi bisa berjalan dsesuai dengan yang diharpkan

bersama. Penelitian ini sangat lah berbeda dengan penelitian

yang akan kami lakukan karena penelitian ini menjelaskan

problematika pembelajaran daring di pesantren sedangkan

penelitian yang kami lakukan menjelaskan implementasi

prokes PTM dan kesadaran hukum seluruh santri selama masa

pandemi covid-1913.

H. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum empiris dengan

pendekatan hukum sosial studies (socio-legal research), yaitu

penelitian yang dilakukan dengan cara atau prosedur yang

13
Rice Mei Sinviani Rahmadi Putri, Problematika Santri dalam Pembelajaran Daring Masa
Pandemi di Ma’had Al-Mubarokah MTSn Lamongan, (Skripsi, UIN Sunan Ampel Surabaya),
2021
20

digunakan untuk memecahkan masalah dengan terlebih dahulu

meneliti data sekunder yang ada kemudian dilakukan dengan

sebuah penelitian terhadap data primer di lapangan. 14Dengan

melihat bagaimana pelaksanaan ketentuan hukum yang kemudian

ditemukan sebuah persoalan hukum tentang penerapan Protokol

kesehatan PTM di Pondok Pesantren Nurul karomah Bangkalan

b. Objek Penelitian

Pada penelitian ini tentang implikasi sebuah kebijakan Protokol

Kesehatan PTM di Pondok Pesantren Nurul karomah Bangkalan

berdasarkan Surat Edaran Kemendikbud Nomor 3 tahun 2020

tentang pencegahan COVID-19 Pada satuan Pendidikan. Penelitian

ini mengambil lokasi di lembaga Pondok Peesantren Nurul

karomah Bangkalan .

2. Sumber Data

Sumber data pada penelitian ini berdasarkan pada data primer dan

data sekunder. Data primer melalui wawancara dengan responden,

sedangkan data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelitian

kepustakaan yang berupa bahan-bahan hukum.15

a. Sumber Data Primer, yaitu sumber data yang diperoleh dari

hasil observasi secara langsung di lapangan yang tertuju pada

sebuah objek penelitian. Observasi yang dilakukan meliputi

wawancara dengan narasumber atau responden dan hasil

kuisioner yang berhubungan dengan objek penelitian ini.


14
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga (Jakarta: UI Press, 1984), 52
15
Soerjono Soekanto dan Sri Mammudji, Penelitian Hukum Pengantar Singkat, (Jakarta: Rajawali
Press, 1990), 14.
21

Narasumber penelitian yaitu seseorang yang dipandang mampu

dan memiliki informasi berupa data yang terkait dengan banyak

hal mengenal objek yang sedang diteliti kemudian dimintai

informasi yang berhubungan dengan objek penelitian.16 Adapun

narasumber dalam penelitian ini yaitu:

1) Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan

2) Pengurus Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan

3) Kepala sekolah MTs Nurul Karomah Bangkalan

4) Ketua Satgas Covid-19 Di Bangkalan

b. Sumber Data Sekunder, yaitu: sumber data yang memberikan

penjelasan dan petunjuk terhadap bahan data primer yang

diperoleh dari buku-buku, majalah, artikel, makalah, hasil

penelitian, jurnal, surat kabar, dokumen, data-data dari internet

dan pendapat narasumber yang berkaitan dengan penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif secara umum

dapat dikelompokan kedalam dua cara yaitu teknik pengumpulan data

yang bersifat interaktif dan non interaktif.17 Pada penelitian ini

menggunakan Teknik interaktif yang di dalamnya menggunakan

sebagai berikut:

a. Wawancara

Umumnya dalam penelitian kualitatif wawancara tidak

dilakukan secara terstruktur ketat. Wawancara dilakukan

16
Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, (Jakarta: Rajawali, 1990), hlm. 4
17
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 2
22

dengan pertanyaan yang mengarah pada kedalaman informasi

serta dilakukan dengan cara tidak secara formal terstruktur.

Wawancara mendalam dapat dilakukan pada waktu dan kondisi

konteks yang dianggap paling tepat gunu mendapat data yang

rinci, jujur dan mendalam.

b. Observasi

Observasi merupakan rangkaian langkah untuk menggali data

dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi, dan

benda serta rekaman gambar. Pada observasi yang dilakukan

yaitu dengan melihat secara langsung aktivitas. Dalam hal pada

penelitian ini yaitu melihat implementasi dari Protokol

Kesehatan PTM di Pondok Pesantren Nurul Karomah

Bangkalan

c. Dokumentasi

Kajian pustaka adalah sebuah data yang digunakan dalam

penelitian ini. Peneliti telah mengumpulkan data berupa bahan

kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data merupakan proses pengumpulan data secara

sistematis untuk mempermudah surveyor dalam memperoleh sebuah

kesimpulan. Menurut Miles dan Huberman, analisis data adalah

serangkaian dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yakni

reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. 18

Adapun penjelasan dari ketiga alur tersebut adalah sebagai berikut :


18
Miles dan Huberman, Analisis Data Kualitatif, (Jakarta: UI Press, 1992), 16
23

a. Reduksi Data

Reduksi data merupakan sebagian dari proses pemilihan,

pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan

transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan

tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung secara terus-

menerus selama proyek yang berorientasi penelitian kualitatif

berlangsung. Antisipasi adanya reduksi data sudah tampak

waktu penelitiannya memutuskan (seringkali tanpa disadari

sepenuhnya) kerangka konseptual penelitan, permasalahan

penelitian, dan pendekatan pengumpulan data mana yang akan

dipilih. Selama pengumpulan data berlangsung, terjadilah

tahapan reduksi selanjutnya (membuat ringkasan, mengkode,

menelusuri tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi,

membuat memo). Reduksi data/transformasi ini berlanjut terus

sesudah penelitian lapangan hingga laporan akhir lengkap

tersistematika rapi.

Reduksi data yaitu bagian dari analisi. Reduksi data adalah

suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,

mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi

data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-

kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Dengan

reduksi data peneliti tidak perlu mengartikan kuantifikasi. Data

kualitatif dapat di sederhanakan dan di transformasikan dalam

aneka macam cara, yakni melalui seleksi yang ketat, melalui


24

uraian singkat, mengelompokan dalam satu pola yang lebih

luas, dan lain sebagainya.

b. Penyajian Data

Menurut Miles dan Huberman, penyajian data adalah Batasan

terhadap penyajian sekumpulan informasi tersusun yang

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Mereka meyakini bahwa penyajian-

penyajian yang lebih baik merupakan suatu cara yang utama

bagi analisis kualitatif yang valid diantaranya meliputi berbagai

jenis matrik, grafik, jaringan, dan bagan.

Secara keseluruhan dirancang untuk menggabungkan informasi

yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan seirama untuk

muda diperoleh. Sehingga seorang penganalisis dapat melihat

apa yang sedang terjadi dan menetukan bagaimana caranya

menentukan kesimpulan yang benar atau terus melangkah

melakukan analisis yang menurut saran yang dinarasikan oleh

penyajian sebagai sesuatu yang mungkin berguna.

c. Menarik kesimpulan

Dalam menarik sebuah kesimpulan Miles dan Huberman

berpendapat bahwa penarikan kesimpulan hanyalah sebagaian

dari kegiatan kongfigurasi yang utuh. Keseluruhan simpulan

yang kemudian diverifikasi selama penelitian berlangsung.

Verifikasi diibaratkan sebuah pemikiran singkat yang melintas

pada pemikiran peneliti saat menulis, suatu tinjauan ulang pada


25

catatan lapangan, atau dengan seksama teman sejawat

berdiskusi berbagai tukar pemikiran untuk mengembangkan

kesepakatan yang subjektif atau mengupayakan temuan inovasi

data yang lain. Makna-makna yang muncul dari data yang lain

harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya

yakni yang disebut validitas data. Sebuah kesimpulan akhir

tidak hanya terjadi pada waktu proses pengumpulan data saja,

akan tetapi perlu diverifikasi agar benar-benar dapat

dipertanggungjawabkan.

I. Sistematika Pembahasan

Penelitian ini ditulis dalam beberapa Bab yang bertujuan untuk

memberikan kemudahan dalam pembahasan materi. Adapun penyusunan

penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I, Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi

dan Batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

penelitian, kerangka teoritik, penelitian terdahulu, metode penelitian, dan

sistematika penulisan

BAB II, Bab ini akan menjelaskan tentang landasan-landasan teori

yang akan menjadi dasar dalam melaksanakan analisis permasalahan teori-

teori yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dikaji, yaitu tinjauan

umum tentang protokol kesehatan selama masa pandemi covid-19 di

Indonesia khususnya di lembaga pesantren dan instrumen hukumnya, serta

Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan yang mengimplementasikan

protokol kesehatan PTM selama masa pandemi covid-19


26

BAB III, Bab ini berisi data-data observasi tentang Surat Edaran

Kemendikbud No 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Corona Virus

Disease (Covid-19) Pada Satuan Pendidikan terhadap protokol kesehatan

pembelajaran tatap muka di lembaga Pondok Pesantren nurul karomah

Bangkalan serta implementasinya.

BAB IV, Bab ini memaparkan tentang hasil penelitian dan

pembahasan tentang Prokes pembelajaran Tatap muka di Pondok

Pesantren Nurul Karomah Bangkalan selama masa pandemi covid-19

sesuai dengan surat edaran Kemendikbud nomor 3 tahun 2020 tentang

pencegahan covid-19 dalam satuan Pendidikan.

BAB V, Bab ini berisi penutup dimana penulis akan memberikan

kesimpulan dan saran berdasarkan analisis dari penulis tentang Protokol

Kesehatan Pembelajaran Tatap muka di Pondok Pesantren Nurul Karomah

selama masa pandemi covid-19 .


BAB II

Implementasi Penerapan Protokol Kesehatan Berdasarkan Surat Edaran


Kemendikbud No 3 Tahun 2020 Pada PTM di Pondok Pesantren Nurul
Karomah Bangkalan
A. Pendidikan sebagai Hak Asasi Manusia

Dalam Universal Declaration of Human Rights, persamaan hak

bagi setiap warga negara untuk memperoleh pengajaran / pendidikan ini

dapat dijumpai pada pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) yang menyatakan: (1)

Setiap orang berhak mendapat pendidikan. Pendidikan harus gratis,

setidak-tidaknya untuk tingkat sekolah dasar dan pendidikan dasar.

Pendidikan dasar harus diwajibkan. Pendidikan teknik dan kejuruan harus

tersedia secara umum, dan pengajaran tinggi harus secara adil dapat

diakses oleh semua orang, berdasarkan kepantasan. (2) Pendidikan harus

ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta

memperkokoh rasa penghargaan terhadap hak-hak manusia dan kebebasan

asasi. Pendidikan harus mempertinggi saling pengertian, toleransi, dan

persahabatan di antara semua bangsa, kelompok ras, maupun agama, serta

harus memajukan kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam memelihara

perdamaian.19

Jaminan bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk

memperoleh pengajaran/pendidikan juga terdapat dalam Perjanjian

Internasional tentang HakHak Ekonomi, Sosial, Budaya (International

Covenant on Economic, Social and Cultural Rights), yakni pada 13 ayat

(1) yang menyatakan bahwa negara-negara peserta perjanjian mengakui

19
Affandi, Idrus dan Suryadi, Karim. Hak Asasi Manusia. (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007),
23.

27
28

hak setiap orang akan pendidikan. Mereka sepakat bahwa pendidikan

hendaknya diarahkan kepada perkembangan sepenuhnya atas kepribadian

manusia dan pengertian mengenai martabatnya, dan akan memperkuat

penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan yang hakiki.

Mereka selanjutnya sepakat bahwa pendidikan akan memungkinkan setiap

orang berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat yang bebas,

meningkatkan pengertian, toleransi dan persahabatan di antara semua

bangsa dan kelompok suku, etnis atau agama, dan lebih jauh kegiatan

Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memelihara perdamaian.20

Penegakan HAM di lingkungan pendidikan mewujud dalam bentuk

hak untuk mengikuti pendidikan. Hak itu dimiliki oleh setiap orang

sehingga pemenuhan hak tersebut berimplikasi luas. Untuk dapat

memenuhi hak tersebut diperlukan adanya pemerataan pendidikan, dalam

pengertian memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang

untuk dapat mengikuti pendidikan. Dalam hal ini, Tomaševski melihat

bahwa isu pemerataan ini berkaitan dengan kewajiban pemerintah untuk

bisa melaksanakan pendidikan yang memenuhi skema 4 A, yaitu available

(tersedia), accessible (terjangkau), acceptable (diterima), dan adaptable

(bisa beradaptasi). Ketersediaan berhubungan dengan pengadaan sekolah-

sekolah yang cukup untuk menampung seluruh anak yang akan

bersekolah. Penyediaan sekolah demikian akan terkait dengan masalah

dana yang disediakan, ketersediaan tenaga guru, dan penjagaan mutu

pendidikan. Pemerintah juga perlu menyelenggarakan pendidikan yang

bisa dijangkau oleh masyarakat yang membutuhkannya. Dalam hal ini,


20
Kaelan, Pendidikan Pancasila Edisi Reformasi, (Yogyakarta: Paradigma, 2003), 50.
29

kemiskinan tidak bisa dijadikan alasan seorang anak untuk tidak bisa

bersekolah. Karena itu, penyelenggaraan pendidikan yang gratis

merupakan suatu hal yang diperlukan untuk bisa tercapainya pemerataan

ini.21

Hal lain yang berkaitan dengan keterjangkauan adalah masalah

tempat dan waktu penyelenggaraan pendidikan. Ini berarti jangan sampai

anak tidak bisa menjangkau sekolah karena letaknya terlalu jauh dan

jangan sampai waktu anak untuk bersekolah terhalang oleh kegiatan lain,

seperti saat ia diharuskan bekerja sambil bersekolah. Keterjangkauan juga

berkaitan dengan masalah diskriminasi. Pendidikan hendaknya tidak

terhalang oleh diskriminasi terhadap ras, suku, agama, atau golongan yang

bersifat minoritas. Penerimaan terhadap pendidikan berkaitan dengan

kualitas serta media dan isi dari pengajaran. 22 Kualitas pengajaran

dipengaruhi oleh kurikulum yang diterapkan serta kualitas guru yang

mengajar.

Sementara media dan isi pengajaran berhubungan dengan

bagaimana pengajaran tersebut bisa diterima dan dipahami oleh peserta

didik. Masyarakat akan lebih mudah menerima pendidikan yang

berkualitas dan sesuai dengan pemahaman mereka. Namun di sisi lain

pendidikan juga perlu dilindungi dari halangan akibat perbedaan pendapat

atau situasi politik. Oleh karena itu, dalam pendidikan perlu dijamin

adanya kebebasan berpendapat yang disebut kebebasan mimbar akademik.

21
Bahagijo, Sugeng, “Ketidakmauan Atau Ketidakmampuan: Memikirkan Indikator bagi
Pemenuhan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya”, diakses pada tanggal 15 Mei 2022,
melalui: http://pushamuii.org/upl/article/id_ekosob1sugeng.pdf.
22
Rozali, Abdullah dan Syamsir, Perkembangan HAM dan Keberadaan Peradilan Ham di
Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), 78.
30

Pendidikan juga perlu dilaksanakan dengan cara yang memungkinkannya

untuk beradaptasi dengan situasi di tempat berlangsungnya pendidikan

tersebut. Adaptasi tersebut misalnya saja berupa pengakomodasian

terhadap keragaman dalam budaya dan adat kebiasaan sehari-hari di

masyarakat. Hal lain yang berhubungan dengan adaptasi ini adalah

relevansi tujuan dengan kebutuhan masyarakat.23

Lembaga pendidikan perlu menghasilkan lulusan yang siap untuk

berkiprah di masyarakat. Masyarakat dan pemerintah suatu negara

berupaya untuk menjamin kelangsungan hidup serta kehidupan generasi

penerusnya secara berguna (berkaitan dengan kemampuan spiritual) dan

bermakna (berkaitan dengan kemampuan kognitif, afektif, dan

psikomotor). Generasi penerus tersebut diharapkan akan mampu

mengantisipasi hari depan mereka yang senantiasa merubah dan selalu

terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa, negara, dan hubungan

internasional. Semua itu tidak lain dilalui melalui pendidikan baik itu

formal maupun non formal.

Seperti yang tercantum dalam UUD 1945 persamaan setiap hak

warga negara untuk mendapatkan pengajaran dijamin berdasarkan pasal

28C ayat (1) yang berbunyi: “Setiap orang berhak mengembangkan diri

melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan

memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan

budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan

umat manusia.”

23
Sudirta, I Wayan, Isu-isu HAM di Indonesia, (Jakarta: Departemen Filsafat Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006), 33.
31

Pernyataan ini sesuai dengan salah satu tujuan negara kita

sebagaimana yang diungkapkan dalam pembukaan UUD 1945, yaitu

mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam mendapatkan pendidikan itu

tidak hanya diperoleh oleh orangorang yang normal saja, melainkan dapat

diperoleh juga oleh mereka yang fisik nya mempunyai kelebihan, seperti

yang tertuang di dalam UU HAM No. 39 pasal 54 yang berbunyi, setiap

anak yang cacat fisik dan/atau mental berhak memperoleh perawatan,

pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk

menjamin kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaaan

meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam

kehidupan bermasayarakat, bangsa dan negara.24

Sesuai dengan pernyataan di atas UUSPN No. 20 Tahun 2003

Pasal 5, menegaskan tentang kesamaan kesempatan mengikuti pendidikan

dengan menyatakan bahwa (1) Setiap warga negara mempunyai hak yang

sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu; (2) Warga negara yang

memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial

berhak memperoleh pendidikan khusus; (3) Warga negara di daerah

terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak

memperoleh pendidikan layanan khusus; (4) Warga negara yang memiliki

potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan

khusus; (5) Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan

meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.25

24
Persatuan Bangsa-Bangsa, Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia. (Versi
Indonesa. Penerjemah: United Nations Information Centre, 1948), 22.
25
Lemhanas, Pendidikan Kewarganegaraan. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2002), 52.
32

Selain itu, UUSPN juga memperbesar kemungkinan bagi rakyat

untuk mengikuti pendidikan dasar dengan mewajibkan pendidikan pada

jenjang tersebut, sekaligus menggugah kesadaran masyarakat untuk

terlibat dalam pendidikan seperti tercantum dalam pasal 6 yang berbunyi:

1) Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun

wajib mengikuti pendidikan dasar. (2) Setiap warga negara bertanggung

jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan. Dalam

pelaksanaannya, maka pelayanan pendidikan secara adil dan merata bagi

setiap warga negara kita dilaksanakan melalui pendekatan sistem

pendidikan persekolahan dan luar sekolah. Hal ini dimaksudkan agar

setiap warga negara yang tidak memiliki kesempatan (keterbatasan jarak,

waktu, dan usia) dan tidak mampu secara ekonomis untuk mengikuti

pendidikan jalur sekolah, mereka tetap mendapatkan pelayanan hak

pendidikannya, yang diberikan melalui jalur pendidikan luar sekolah.

Penerimaan seseorang sebagai peserta didik dalam suatu satuan

pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin,

agama, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat kemampuan ekonomi, dan

dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang

bersangkutan.26

B. Pengaturan mengenai pembelajaran di masa pandemi Covid-19

26
Jamaludin, Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam Bidang Pendidikan Bagi Anak Penghuni
Rumah Tahanan Negara: Studi Kasus Rumah Tahanan Negara Jakarta Timur, 2007) diakses pada
tanggal 16 Mei 2022, Melalui: http://www.digilib.ui.edu/opac/themes/libri2/detail.jsp?
id=98668&lokasi= local.
33

Indonesia telah mengatur secara cukup jelas tentang hak-hak asasi

manusia di dalam hukum dasar negara Indonesia, yaitu UUD NRI 1945

khususnya pada amandemen kedua. Hak-hak yang diatur mencakup pula

hak-hak warga negara untuk memperoleh dan memilih pendidikan dan

pengajaran yang merupakan bagian dari kelompok hak-hak politik,

ekonomi, sosial dan budaya.27 Pemenuhan hak atas pendidikan pada masa

pandemi Covid-19 di Indonesia berbeda dengan kondisi normal, sebab

pendidikan dilakukan tidak sepenuhnya di sekolah atau di kelas, tetapi

dengan metode lain. Dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Panduan

Pembelajaran Tahun Akademik Baru di Masa Pandemi Covid-19,

disebutkan bahwa kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik,

tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat merupakan prioritas utama

dalam menetapkan kebijakan pembelajaran.

Pada surat keputusan tersebut, ditetapkan bahwa tahun ajaran baru

tahun 2020/2021 dimulai pada bulan Juli 2020, dimana untuk daerah yang

berada di zona kuning, oranye dan merah tetap melanjutkan belajar dari

rumah, sehingga dengan kata lain dilarang melakukan tatap muka di

satuan pendidikan atau sekolah, sedangkan untuk zona hijau, pembelajaran

tatap muka dimungkinkan, namun pelaksanaannya harus didasarkan

pertimbangan kemampuan peserta didik dan mengikuti protokol kesehatan

yang ada.28 Pengertian pembelajaran jarak jauh dapat ditemukan dari

27
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, 1st ed. (Jakarta: Rajawali Pers, 2013),
363.
28
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan et al., “Keputusan Bersama Tanggal 15 Juni 2020
Tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Tahun Ajaran Dan Tahun Akademik Baru
Di Masa Pandemi Covid-19,” in Keputusan Bersama Tanggal 15 Juni 2020 Tentang Panduan
Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Tahun Ajaran Dan Tahun Akademik Baru Di Masa Pandemi
Covid-19 (Jakarta, 2020)
34

beberapa literatur antara lain oleh Schlosser dan Simonson dalam

Teaching and Learning at a Distance (2012) yang mendefinisikan

pendidikan jarak jauh sebagai proses pengajaran dimana sebagian besar

proporsi pembelajarannya dilakukan oleh seseorang (pengajar) yang

terpisah dengan peserta belajar baik dari sisi jarak maupun waktu.29

Mc Kenzie merumuskan pembelajaran jarak jauh sebagai suatu

metode pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan korespondensi

sebagai alat komunikasi antara pengajar dengan siswa di tambah dengan

adanya interaksi antar siswa didalamnya. 30 Moore lebih lanjut

menambahkan pengertian pembelajaran jarak jauh sebagai proses

pengajaran yang terjadi secara terpisah dari proses belajar sehingga

komunikasi antara tenaga pengajar dan siswa harus difasilitasi melalui

bahan cetak, media elektronik, dan media-media lain.31

Pembelajaran jarak jauh itu sendiri sebenarnya dikembangkan

sebagai sebuah upaya untuk mengatasi masalah pendidikan berupa adanya

keterbatasan antara pengajar (tutor) dengan peserta didik untuk bertatap

muka dengan mengadakan pembelajaran yang memisahkan antara tenaga

pengajar dengan peserta didik dengan bantuan media cetak maupun

elektronik seperti email, video konverensi, softfile yang berisi materi yang

dapat diakses oleh peserta didik tanpa adanya batasan waktu dan letak

geografis, dan semua itu dikoordinir oleh lembaga penyelenggara


29
Hasmiati Sessu, “Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh Bagi Tenaga Bidan Lulusan
Diploma I Kebidanan Di Poltekkes Kemenkes Kupang Tahun 2015” (Universitas Indonesia,
2015), 8.
30
O. MacKenzie, E. Christensen, and Rigby P.H., Correspondence Instruction in the United
States: A Study of What It Is, How It Functions, and What Its Potential May Be. (New York:
McGraw-Hill Book Co., 1968).
31
M.G. Moore, “Toward a Theory of Independent Learning and Teaching,” Journal of Higher
Education 44 (1973): 66–79.
35

pendidikan jarak jauh untuk melakukan perencanana, pengorganisasian,

dan monitoring terhadap berjalannya proses pendidikan jarak jauh itu

sendiri.32

Sebagai lembaga yang netral, tidak berpihak, berdiri di atas semua

golongan masyarakat dan mengabdi pada kepentingan umum, Indonesia

sebagai negara hukum menghendaki segala tindakan atau perbuatan

penguasa mempunyai dasar hukum yang jelas atau ada legalitasnya baik

berdasarkan hukum tertulis maupun berdasarkan hukum tidak tertulis oleh

sebab itu, penyelenggaraan pembelajaran jarak jauh pun diatur

berdasarkan norma-norma dalam hukum positif Indonesia.33

Peraturan yang mengatur tentang pendidikan jarak jauh (PJJ)

diantaranya UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan

Penyelenggaraan Pendidikan serta Permendikbud Tahun 119 Tahun 2014

tentang Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh Pada Jenjang Pendidikan

Dasar dan Menengah. Dengan demikian, diketahui bahwa sistem PJJ telah

diatur di Indonesia bahkan sebelum adanya pandemi Covid-19, namun

sistem ini hanya bersifat alternatif yang menjadi pilihan bagi peserta didik

maupun institusi pendidikan untuk dilaksanakan atau tidaknya. Tetapi

setelah Covid-19 menyebar di Indonesia sejak bulan Maret 2020 yang lalu,

pemerintah menutup sekolah-sekolah untuk mencegah penyebaran virus,

32
Irfan Rahman Nurdin, “Penerapan Sistem Pembelajaran Jarak Jauh Berbasis Massive Open
Online Course (MOOC) Di Universitas Ciputra Enterpreunership Online (UCEO)” (Universitas
Negeri Semarang, 2017).
33
Arief Budiman, Teori Negara: Negara, Kekuasaan Dan Ideologi (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1996), 1.
36

terutama sekolah yang berada di zona merah, sehingga proses belajar

mengajar dilakukan dari jarak jauh.

Hal ini sudah ditegaskan oleh pemerintah, khususnya melalui Surat

Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (SE Mendikbud) Nomor 3

Tahun 2020 tentang Pencegahan Corona Virus Disease (Covid-19) pada

satuan Pendidikan. dan Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan (SE Sekjen Kemendikbud) Nomor 15 Tahun

2020 Pedoman Penyelenggaraan Belajar dari Rumah dalam Masa Darurat

Penyebaran Covid-19 memperjelas tentang tata cara pelaksanaan

pendidikan jarak jauh. Pada Pasal 1 angka 15 UU Nomor 20 Tahun 2003,

disebutkan bahwa Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta

didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan

berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan

media lain.34 Selanjutnya PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan

dan Penyelenggaraan Pendidikan, menyebutkan kembali definisi yang

sama, yaitu PJJ sebagai “pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari

pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar

melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain.” 35 Kemudian

dalam peraturan turunannya, Peraturan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 119 Tahun 2014 tentang

Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh Pada Jenjang Pendidikan Dasar

dan Menengah, disebutkan bahwa pendidikan jarak jauh menggunakan

34
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
35
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan
Penyelenggaraan Pendidikan.
37

berbagai sumber belajar melalui penerapan prinsip-prinsip teknologi

pendidikan/pembelajaran.36

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, tidak disebutkan bahwa

pembelajaran yang berbasis teknologi komunikasi dan informasi mewajibkan

menggunakan perangkat lunak tertentu maupun kewajiban pembelajaran

bertatap muka secara daring ataupun menggunakan platform tertentu, justru

UU Nomor 20 Tahun 2003 dan Permendikbud Nomor 119 Tahun 2014

memberikan kebebasan untuk menggunakan berbagai sumber belajar, sesuai

dengan kondisi pada masing-masing institusi pendidikan dan siswa. Dengan

demikian, buku pelajaran elektronik, modul, siaran televisi dan siaran radio

dapat dijadikan sebagai pilihan siswa maupun sekolah untuk pembelajaran

jarak jauh.

lebih jauh lagi ketentuan Pasal 12 Permendikbud Nomor 119 Tahun

2014 sendiri menyatakan bahwa mekanisme pelaksanaan pembelajaran

melalui pendidikan jarak jauh dapat dilaksanakan dengan pemberian

penugasan, pengumpulan, dan penilaian tugas baik secara online (dalam

jaringan/daring) maupun offline (luar jaringan/luring) oleh karena itu, sudah

seharusnya penyelenggaraan pembelajaran disesuaikan dengan keadaan

tiaptiap institusi pendidikan dan kemampuan para peserta didik dalam

mengakses pembelajaran serta penugasan yang diberikan.37

C. Tinjuan Umum mengenai Protokol Kesehatan

36
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Peraturan Menteri Nomor 119 Tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh Pada Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah, 2014.
37
Ibid,
38

Masyarakat memiliki peran penting dalam memutus mata rantai

penularan Covid-19 agar tidak menimbulkan sumber penularan

baru/cluster pada tempat-tempat dimana terjadinya pergerakan orang,

interaksi antar manusia dan berkumpulnya banyak orang. Masyarakat

harus dapat beraktivitas kembali dalam situasi pandemi Covid-19 dengan

beradaptasi pada kebiasaan baru yang lebih sehat, lebih bersih, dan lebih

taat, yang dilaksanakan oleh seluruh komponen yang ada di masyarakat

serta memberdayakan semua sumber daya yang ada. Peran masyarakat

untuk dapat memutus mata rantai penularan Covid-19 (risiko tertular dan

menularkan)harus dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan.

Protokol kesehatan secara umum harus memuat:38

1. Perlindungan Kesehatan Individu Penularan Covid-19 terjadi

melalui droplet yang dapat menginfeksi manusia dengan

masuknya droplet yang mengandung virus SARSCoV-2 ke

dalam tubuh melalui hidung, mulut, dan mata. Prinsip

pencegahan penularan Covid-19 pada individu dilakukan

dengan menghindari masuknya virus melalui ketiga pintu

masuk tersebut dengan beberapa tindakan, seperti:

a. Menggunakan alat pelindung diri berupa masker yang

menutupi hidung dan mulut hingga dagu, jika harus keluar

rumah atau berinteraksi dengan orang lain yang tidak

diketahui status kesehatannya (yang mungkin dapat

menularkan Covid-19). Apabila menggunakan masker

kain, sebaiknya gunakan masker kain 3 lapis,


38
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2020.
39

b. Membersihkan tangan secara teratur dengan cuci tangan

pakai sabun dengan air mengalir atau menggunakan cairan

antiseptik berbasis alkohol/handsanitizer. Selalu

menghindari menyentuh mata, hidung, dan mulut dengan

tangan yang tidak bersih (yang mungkin terkontaminasi

droplet yang mengandung virus),

c. Menjaga jarak minimal 1meter dengan orang lain untuk

menghindari terkena droplet dari orang yang bicara, batuk,

atau bersin, serta menghindari kerumunan, keramaian, dan

berdesakan. Jika tidak memungkinkan melakukan jaga

jarak maka dapat dilakukan berbagai rekayasa administrasi

dapat berupa pembatasan jumlah orang, pengaturan

jadwal, dan sebagainya. Sedangkan rekayasa teknis antara

lain dapat berupa pembuatan partisi, pengaturan jalur

masuk dan keluar, dan lain sebagainya,

d. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan menerapkan

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) seperti

mengkonsumsi gizi seimbang, aktivitas fisik minimal 30

menit sehari dan istirahat yang cukup (minimal 7 jam),

serta menghindari faktor risiko penyakit. Orang yang

memiliki komorbiditas/penyakit penyerta/kondisi rentan

seperti diabetes, hipertensi, gangguan paru, gangguan

jantung, gangguan ginjal, kondisi

immunocompromised/penyakit autoimun, kehamilan,


40

lanjut usia, anak-anak, dan lain lain, harus lebih berhati-

hati dalam beraktifitas di tempat dan fasilitas umum.

2. Perlindungan Kesehatan Masyarakat Perlindungan kesehatan

masyarakat merupakan upaya yang harus dilakukan oleh semua

komponen yang ada di masyarakat guna mencegah dan

mengendalikan penularan Covid-19. Potensi penularan Covid-

19 di tempat dan fasilitas umum disebabkan adanya

pergerakan, kerumunan, atau interaksi orang yang dapat

menimbulkan kontak fisik. Dalam perlindungan kesehatan

masyarakat peran pengelola, penyelenggara, atau penanggung

jawab tempat dan fasilitas umum sangat penting untuk

menerapkan sebagai berikut:39

a. Unsur pencegahan (prevent) meliputi: 1) Kegiatan promosi

kesehatan (promote) dilakukan melalui sosialisasi, edukasi,

dan penggunaan berbagai media informasi untuk

memberikan pengertian dan pemahaman bagi semua orang,

serta keteladanan dari pimpinan, tokoh masyarakat, dan

melalui media mainstream. 2) Kegiatan perlindungan

(protect) antara lain dilakukan melalui penyediaan sarana

cuci tangan pakai sabun yang mudah diakses dan memenuhi

standar atau penyediaan handsanitizer, upaya penapisan

kesehatan orang yang akan masuk ke tempat dan fasilitas

umum, pengaturan jaga jarak, disinfeksi terhadap

permukaan, ruangan, dan peralatan secara berkala, serta


39
Ibid,
41

penegakkan kedisplinan pada perilaku masyarakat yang

berisiko dalam penularan dan tertularnya Covid-19 seperti

berkerumun tidak menggunakan masker, merokok di tempat

dan fasilitas umum dan lain sebagainya.

b. Unsur penemuan kasus (detect) meliputi: 1) Fasilitasi dalam

deteksi dini untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19,

yang dapat dilakukan melalui berkoordinasi dengan dinas

kesehatan setempat atau fasilitas pelayanan kesehatan. 2)

Melakukan pemantauan kondisi kesehatan (gejala demam,

batuk, pilek, nyeri tenggorokan, dan/atau sesak nafas)

terhadap semua orang yang ada di tempat dan fasilitas

umum.

c. Unsur penanganan secara cepat dan efektif (respond)

melakukan penanganan untuk mencegah terjadinya

penyebaran yang lebih luas, antara lain berkoordinasi

dengan dinas kesehatan setempat atau fasilitas pelayanan

kesehatan untuk melakukan pelacakan kontak erat,

pemeriksaan rapid test atau Real Time Polymerase Chain

Reaction (RT-PCR), serta penanganan lain sesuai

kebutuhan. Terhadap penanganan bagi yang sakit atau

meninggal di tempat dan fasilitas umum merujuk pada

standar yang berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Substansi protokol kesehatan pada

masyarakat harus memperhatikan titik kritis dalam


42

penularan Covid-19 yang meliputi jenis dan karakteristik

kegiatan/aktivitas, besarnya kegiatan, lokasi kegiatan

(outdor/indoor), lamanya kegiatan, jumlah orang yang

terlibat, kelompok rentan seperti ibu hamil, balita, anak-

anak, lansia, dan penderita komorbid, atau penyandang

disabilitas yang terlibat dan lain sebagainya. Dalam

penerapan protokol kesehatan harus melibatkan peran

pihak-pihak yang terkait termasuk aparat yang akan

melakukan penertiban dan pengawasan.

Selain itu Masker merupakan salah satu alat yang berfungsi

melindungi pengguna dari partikel berbahaya serta kontaminan yang dapat

masuk melalui mulut dan hidung. Fakta bahwa Covid-19 menyebar lewat

droplet membuat masker menjadi salah satu alat pelindung diri (APD)

yang dapat diandalkan karena masker bisa digunakan untuk menahan

percikan tersebut menyebar. Dalam bidang kesehatan, masker memiliki

fungsi secara umum untuk mencegah kontaminasi virus ataupun penyakit.

Pada pemakaian sehari-hari, masker digunakan untuk mengurangi paparan

debu dan polusi udara saat berada di luar ruangan. 40 Salah satu cara

melindungi diri dari penularan Covid-19 adalah dengan menggunakan Alat

Pelindung Diri (APD). Beberapa jenis APD yang diwajibkan atau

disarankan untuk mencegah penularan Covid-19 adalah masker (mask),

pelindung wajah (face shield), dan sarung tangan (gloves).

40
Yansen Theopilus, “Analisis Risiko Produk Alat Pelindung Diri (APD) Pencegah Penularan
Covid-19 Untuk Pekerja Informal di Indonesia, Jurnal Rekayasa Sistem Industri, Vol 9, No. 2,
(2020).
43

APD tersebut bertujuan untuk mencegah paparan virus ke dalam

tubuh ataupun menularkan virus ke orang lain. Meskipun seluruh APD

tersebut bermanfaat dalam mencegah penularan, APD dapat memiliki

risiko yang mengancam keselamatan pekerja selama penggunaan.

Berdasarkan penelitian pendahuluan, terdapat beberapa fenomena terkait

risiko APD, seperti desain tidak ergonomis, pemakaian berlebihan

menimbulkan sakit di beberapa bagian tubuh, penyimpanan dan

pembuangan yang membahayakan, dan lainnya. Minimnya kajian dan

pemahaman mengenai APD yang baik menimbulkan potensi pekerja tidak

sadar akan risiko yang muncul dalam pemakaian APD. Secara umum,

masker dapat dibedakan menjadi masker medis (surgical mask) dan

masker non medis atau banyak yang menyebutkan sebagai cloth mask atau

masker kain dan N95 respirator.

Masker medis dan N95 lebih disarankan digunakan oleh petugas

kesehatan. Menurut asosiasi Food and Drug Administration (FDA) di

Amerika, masker medis atau surgical mask merupakan alat pelindung

yang longgar, mudah digunakan, dan untuk penggunaan sekali pakai. 41

Masker medis ini memiliki lapisan filter yang berfungsi untuk melindungi

pengguna dari partikel, percikan, semprotan yang mungkin saja

mengandung bakteri, virus yang dapat ditularkan melalui batuk, bersin,

ataupun prosedur medis lainnya. Masker medis lainnya, yaitu N95

merupakan masker yang berfungsi untuk melindungi pengguna dari

partikel berbahaya seperti partikel aerosol, droplet, dan juga 95% filtrasi

41
Ibid,
44

dari partikel airborne yang ada.42 Adapun jenis-jenis masker menurut

Khairuddin antara lain sebagai berikut:43

a. Masker penyaring debu Masker penyaring debu adalah masker

yang digunakan untuk menyaring dan menangkal partikel debu

pengamplasan atau penggergajian dan pengamplasan kayu.

Penggunaan maker ini sangat mudah dan murah karena terbuat

dari kain kasa ringan dan dapat dipakai lagi setelah dicuci

dengan sabun pembersih.

b. Masker berhidung Masker ini dapat menyaring debu sampai

0,5 mikron, apabila sudah sulit bernafas maka disarankan untuk

melepasnya, karena filter telah rusak atau kebanyakan debu.

Masker berhidung digunakan pada lingkungan yang

menggunakan bahan kimia berbahaya. Masker berhidung dapat

disebut juga dengan respirator. Respirator adalah alat yang

bekerja dengan menarik udara yang dihirup melalui suatu

medium yang akan membuang sebagian kontaminan.44

c. Masker bertabung Masker ini lebih baik dari pada masker

berhidung, karena dilengkapi dengan tabung oksigen akan

tetapi sangat dirasa tidak nyaman saat memakainya karena

terlalu besar dan tabung yang dipakai biasanya mempengaruhi

apa-apa yang terkandung didalam tabung tersebut.45

42
Khoiruddin, Disease Control and Prevention: Factors Affecting Indonesian Nurse Behavior in
Applying Universal Precaution, South East Asia Nursing Research, 2019.
43
Ibid,
44
Harrianto, R, Buku ajar kesehatan kerja, (Jakarta: EGC, 2009), 22.
45
Soedjono, Kesehatan kerja, (Jakarta: Bratara Karya Aksara, 2005), 38.
45

Saat terjadi kelangkaan masker medis untuk tenaga medis, masker

non medis atau masker kain menjadi alternatif yang mudah didapatkan,

ekonomis, dan sustainable karena bisa dipakai beberapa kali dengan

pembersihan yang tepat.46 Kementerian Kesehatan mengeluarkan surat

edaran baru yang mendukung penggunaan masker non medis berbahan

dasar kain. WHO pun turut menyarankan penggunaan masker non medis

berbahan dasar kain tiga lapis, yaitu bagian luar yang kedap air (water

resistant), bagian tengah yang berfungsi sebagai filter, dan lapisan dalam

yang bersifat menyerap air.47 Masker kain diharapkan bisa mengurangi

potensi perpindahan droplets dari pengguna masker. Center for Disease

Control and Prevention (CDC) mengeluarkan petunjuk praktis dalam

melindungi diri dan orang lain dari Covid-19, yaitu menutup mulut dan

hidung saat berinteraksi dengan orang lain dan mewajibkan penggunaan

masker kain jika hendak bepergian. Masker kain tidak disarankan untuk

anak berusia di bawah 2 tahun dan pengguna yang memiliki gangguan

pernafasan. Selain untuk melindungi diri, penggunaan masker kain

merupakan cara untuk melindungi orang lain jika seseorang terinfeksi

virus.48

WHO mengeluarkan panduan singkat mengenai cara penggunaan

masker kain yang efektif sebagai berikut:49

46
Harrington & F.S Gill, Buku ajar kesehatan kerja (Jakarta: EGC, 2002), 27.
47
Dede Khairuddin, “Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) Masker Pada Petugas Bagian Port Operation Dan Transshipment Pt. Mifa Aceh Barat
Tahun 2015”, Skripsi Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Teuku Umar 2015.
48
Depatemen Kesehatan Republik Indonesia, Perencanaan strategis program kesehatan kerja.
Jakarta, 2003.
49
Dede Khairuddin, “Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) Masker Pada Petugas Bagian Port Operation Dan Transshipment PT. Mifa Aceh Barat
,”, Skripsi Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
46

1. Mencuci tangan sebelum menyentuh masker.

2. Inspeksi jika masker rusak ataupun kotor.

3. Menggunakan masker tanpa ada celah.

4. Memastikan masker menutup mulut, hidung, dan dagu.

5. Menghindari menyentuh masker dan jika tidak sengaja tersentuh,

pengguna mencuci tangan terlebih dahulu.

6. Mencuci tangan sebelum melepaskan masker.

7. Melepaskan masker dari tali pengait yang ada di belakang telinga.

8. Menarik masker dari tali pengait untuk mengeluarkan masker.

9. Menyimpan masker pada plastik dan wadah yang bersih jika masker

masih bersih dan layak digunakan kembali.

10. Mencuci masker dengan sabun atau detergen, sebaiknya dengan air

panas minimal sekali sehari.

11. Mencuci tangan setelah melepaskan masker.

D. Mekanisme penerapan Protokol Pembelajaran Tatap Muka

Berdasarkan Surat Edaran Kemdikbud No 3 Tahun 2020 tentang

Pencegahan Corona Virus Disease (Covid-19).

Pendidikan merupakan salah satu sektor yang terdampak dari

adanya pandemi ini, Karena dalam proses pendidikan terdapat hal yang di

khawatirkan menjadi penyebab penularan wabah Covid-19 ini, sehingga

pemerintah berupaya memberikan solusi supaya pendidikan tidak menjadi

salahsatu sarana penyebaran virus corona. Salah satu upaya pemerintah

adalah dengan adanya Surat Edaran Kemendikbud No. 3 Tahun 2020

tentang pencegahan perkembangan dan penyebaran Corona Virus Disease


Teuku Umar Tahun 2015.
47

(Covid-l9). Pedoman ini dibuat dengan tujuan untuk memastikan

pemenuhan hak anak dalam mendapat layanan pendidikan selama darurat

Covid-19, melindungi tenaga satuan pendidikan dari dampak buruk Covid-

19, mencegah penyebaran dan penularan Covid 19, serta memastikan

pemenuhan dukungan psikososial bagi pendidik, peserta didik, dan orang

tua atau wali. Dalam rangka pencegahan perkembangan dan penyebaran

Corona Virus Disease (Covid-l9) di lingkungan satuan pendidikan, dengan

hormat kami mengimbau Saudara agar segera menginstruksikan kepada

satuan pendidikan di wilayah kerja Saudara untuk:50

1. mengoptimalkan peran Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) atau

unit layanan kesehatan di perguruan tinggi dengan cara

berkoordinasi dengan fasilitas pelayanan kesehatan setempat

dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19;

2. berkomunikasi dengan Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan

dan/atau Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi setempat untuk

mengetahui apakah Dinas Kesehatan telah memiliki semacam

rencana atau persiapan dalam menghadapi Covid-19;

3. memastikan ketersediaan sarana untuk cuci tangan pakai sabun

(CTPS) dan alat pembersih sekali pakai (tissue) di berbagai

lokasi strategis di satuan pendidikan;

4. memastikan bahwa warga satuan pendidikan menggunakan

sarana CTPS (minimal 20 detik) dan pengering tangan sekali

50
Surat Edaran Kemdikbud No 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Corona Virus Disease (Covid-
19)
48

pakai sebagaimana mestinya, dan perilaku hidup bersih sehat

(PHBS) lainnya;

5. memastikan satuan pendidikan melakukan pembersihan

ruangan dan lingkungan satuan pendidikan secara rutin,

khususnya handel pintu, saklar lampu, komputer, papan tik

(kegboard) dan fasilitas lain yang sering terpegang oleh

tangan. Gunakan petugas yang trampil menjalankan tugas

pembersihan dan gunakan bahan pembersih yang sesuai untuk

keperluan tersebut;

6. memonitor absensi (ketidakhadiran) warga satuan pendidikan;

7. memberikan izin kepada warga satuan pendidikan yang sakit

untuk tidak datang ke satuan pendidikan;

8. tidak memberlakukan hukuman/sanksi bagi yang tidak masuk

karena sakit, serta tidak memberlakukan kebijakan insentif

berbasis kehadiran fiika ada);

9. melaporkan kepada Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan

dan/atau Lernbaga Layanan Pendidikan Tinggi jika terdapat

ketidakhadiran dalam jumlah besar karena sakit yang berkaitan

dengan pernafasan;

10. mengalihkan tugas pendidik dan tenaga kependidikan yang

absen kepada pendidik dan tenaga kependidikan lain yang

mampu;

11. berkonsultasi dengan Dinas Pendidikan atau Lembaga

Layanan Pendidikan Tinggi jika level ketidakhadiran dianggap


49

sangat menganggu proses belajar-mengajar untuk

mendapatkan pertimbangan apakah kegiatan belqjar-mengajar

perlu diliburkan sementara;

12. sah:an pendidikan tidak harus mampu mengidentifikasi Covid-

19. Kementerian Kesehatan yang akan melakukannya,

sehingga satuan pendidikan harus melaporkan dugaan Covid-

19 kepada Kementrian Kesehatan setempat untuk dilakukan

pengujian. Perlu diingat bahwa, mayoritas penyakit terkait

dengan pernafasan bukan merupakan Covid-19;

13. memastikan makanan yang disediakan di satuan pendidikan

merupakan makanan yang sudah dimasak sampai matang;

14. mengingatkan seluruh warga satuan pendidikan untuk tidak

berbagi makanan, minuman, dan alat musik tiup;

15. mengingatkan warga satuan pendidikan untuk menghindari

kontak fisik langsung (bersalaman, cium tangan, berpelukan,

dan sebagainya);

16. menunda kegiatan yang mengumpulkan banyak orang atau

kegiatan di lingkungan luar satuan pendidikan (berkemah,

studi wisata);

17. membatasi tamu dari luar satuan pendidikan;

18. warga satuan pendidikan dan keluarga yang berpergian ke

negara-negara terjangkit yang dipublikasikan World Health

Organization (WHO) diminta untuk tidak melakukan


50

pengantaran, penjemputan, dan berada di area satuan

pendidikan untuk 14 hari saat kembali ke tanah air.

E. Parameter Tingkat Kepatuhan Terhadap Penerapan Protokol

Kesehatan Pada PTM di Masa Pandemi

Kata kepatuhan atau ketaatan memiliki hubungan dengan kata

“mendengarkan”, definisi dari kata ketaatan adalah “mentaati”. 51

Kepatuhan didefinisikan sebagai perilaku yang mengikuti pedoman yang

telah ditetapkan, dan dapat berkisar dari menghormati setiap detail

rekomendasi hingga mematuhinya. Ian & Marcus menyatakan bahwa

seseorang yang dikatakan patuh apabila mengarah pada tindakannya dalam

mematuhi suatu aturan atau anjuran yang telah ditetapkan. Kepatuhan

adalah sikap yang dikembangkan orang sebagai reaksi terhadap sesuatu

yang tertulis dalam aturan dan harus dipatuhi.52 Ketika seorang individu

dihadapkan pada suatu stimulus yang memerlukan respon individu, maka

sikap ini muncul. Kepatuhan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

adalah sikap yang mengikuti aturan.

Kepatuhan atau compliance menurut WHO adalah kecenderungan

pasien untuk mengikuti rekomendasi pengobatan yang disarankan,

sebagaimana disebutkan dalam pertemuan yang diadakan pada bulan Juni

2001.53 Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti dapat menyimpulkan

bahwa kepatuhan adalahh sikap atau aktivitas seseorang terhadap

51
Purnamasari, I., & Ell Raharyani, A, Tingkat Pengetahuan Dan Perilaku Masyarakat Kabupaten
Wonosobo Tentang Covid -19. Living Islam: Journal of Islamic Discourses, 3(1), (2020), 125.
52
Anggreni, D., & Safitri, C. A. Hubungan Pengetahuan Remaja tentang COVID-19 dengan
Kepatuhan dalam Menerapkan Protokol Kesehatan di Masa New Normal. Hospital Majapahit,
12(2), (2020), 134–142
53
Putra, I. mirzaya. “Analisis Determinan Kepatuhan Masyarakat Kecamatan Percut Sei Tuan ,
Kabupaten Deli : Ilham Mirzaya Putra”. 2019).
51

mengikuti suatu aturan yang harus dipatuhi. Menurut.Tomas Blass, ada

tiga faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan seseorang, seperti

yang dijelaskan oleh Millgram dalam wacana eksperimentalnya:54

1. Sikap Kepribadian seseorang merupakan faktor internal. Latar tempat

seseorang dibesarkan, fungsi pendidikan yang diperolehnya, dan

kondisi lingkungan sosial budaya setempat, semuanya mempengaruhi

kepribadian seseorang. Nilai-nilai dan tindakan seseorang yang dapat

dimanfaatkan sebagai panutan atau panutan berdampak pada

kepribadian seseorang. Metode pendidikan yang dipilih memiliki

dampak pada kepribadian juga. Pendidikan adalah kegiatan manusia

yang bertujuan untuk mengembangkan kepribadian seseorang atau

mengubah tingkah laku seseorang.

2. Keyakinan Mayoritas tindakan seseorang ditentukan oleh ide-ide

mereka. Pengambilan keputusannya akan dipengaruhi oleh sikap

kepatuhannya terhadap keyakinannya. Keyakinan seseorang akan

memudahkan mereka untuk mengikuti peraturan.

3. Lingkungann Proses internalisasi yangg dilakukan oleh individu

dipengaruhi oleh nilai-nilaii yang tumbuh dalam suatu.lingkungan.

Individu akan dapat belajar tentang suatu aturan dan menetapkannya

dalam diri mereka sendiri melalui perilaku jika mereka berada dalam

lingkungan yang cocok dan komunikatif.

Individu akan melalui proses internalisasi yang dipaksakan jika

mereka hidup dalam lingkungan yang otoriter. HBM (Health Belief

54
Ibid.
52

Model) digunakan untuk menjelaskan berbagai variabel penyebab

masyarakat tidak mengikuti protokol, antara lain:55

a. Kurangnya kesadaran masyarakat akan betapa rentannya

mereka untuk tertular penyakit tersebut.

b. Kesan masyarakat tentang keparahan penyakit.

c. Kurangnya kesadaran masyarakat akan manfaat membuat

inisiatif yang berhubungan dengan kesehatan.

d. Ketidakmampuan untuk bertindak sebagai tindakan

pencegahan kesehatan karena kurangnya instruksi.

e. Ada hambatan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

f. Munculnya efikasi diri membuatnya meragukan

kemampuannya dalam melakukan perbuatannya. Berdasarkan

uraian unsur-unsur yang mempengaruhi kepatuhan, dapat

disimpulkan bahwa baik faktor eksternal maupun faktor

internal mempengaruhi kepatuhan seseorang. Informasi dan

faktor eksternal lainnya adalah contoh dari pengaruh eksternal

(pengetahuan). Sedangkan faktor eksternal adalah hal-hal yang

terjadi di luar diri seseorang, seperti lingkungan (sosial

budaya). Selain itu, faktor demografi berdampak pada

kepatuhan.

Menurut Hanifa & Muslikah mematuhi otoritas yang berwenang

adalah salah satu karakteristik yang dapat meningkatkan kepatuhan,

55
Putra, I. mirzaya. “Analisis Determinan Kepatuhan Masyarakat Kecamatan Percut Sei Tuan ,
Kabupaten Deli : Ilham Mirzaya Putra”. 2019).
53

mengutip penelitian Stanley Milgram Sears (1985). 56 Adanya keyakinan

atau kepercayaan kepada penguasa yang memiliki hak dan yurisdiksi

untuk menuntut ketaatan dari mereka yang diperintahkan untuk mengikuti

aturan yang berlaku. Teknik kedua untuk membuat seseorang patuh adalah

dengan menekan mereka untuk melaksanakan apapun yang tidak ingin

mereka lakukan, ini dapat dilakukan dengan hadiah, penalti, atau ancaman.

Pemerintah atau tokoh masyarakat merupakan otoritas yang berwenang

yang dapat mempengaruhi masyarakat dengan memantau perilaku

masyarakat dan menetapkan peraturan yang memuat sanksi atas

pelanggaran pelaksanaan protokol kesehatan dalam pencegahan dan

penanganan Covid-19.

Berdasarkan paparan yang telah dijelaskan diatas, peneliti dapat

memberi kesimpulan bahwa kepatuhan hukum, adanya penghargaan,

hukuman, dan ancaman, serta upaya pemerintah dalam memerangi

pandemi Covid-19, merupakan semua elemen yang dapat mendorong

kepatuhan masyarakat dalam menerapkan peraturan Kesehatan. Jika

dilihat dari dimensi ketaatan, menurut Blass yang dirujuk oleh Septi

Kusumadewi seseorang dikatakan patuh kepada orang lain jika memiliki

tiga dimensi kepatuhan yang berkaitan dengan sikap dan perilaku. Dimensi

kepatuhan adalah sebagai berikut:57

56
Hanifa, H. P., & Muslikah, M. Hubungan Antara Konformitas Teman Sebaya Ditinjau Dari
Jenis Kelamin Dengan Kepatuhan Terhadap Tata Tertib Sekolah. JURNAL EDUKASI: Jurnal
Bimbingan Konseling, 5(2), (2019), 136. https://doi.org/10.22373/je.v5i2.5092
57
Ester Fransisca Z, “Tingkat Kepatuhan Masyarakat dalam Menerapkan Protokol Kesehatan
Covid-19 di Kota Sibolga, Sripsi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, 2021.
54

1. Percaya (Belief) Terlepas dari opini atau nilai terhadap organisasi atau

pemegang otoritasnya, atau pengawasan, keyakinan pada tujuan norma

saat ini.

2. Menerima (Accept) Terima arahan atau permintaan dari orang lain

dengan sepenuh hati atau sungguh-sungguh.

3. Memenuhi Perintah (Act) Secara sadar memenuhi arahan atau

permintaan dari orang lain. Menurut definisi di atas, seseorang

dianggap patuh ketika dia percaya, menerima, dan mengikuti perintah

dari orang lain.


BAB III

Tingkat Kesadaran Hukum Siswa Dan Santri Dalam Pelaksanaan Protokol


Kesehatan Berdasarkan Surat Edaran Kemendikbud No 3 Tahun 2020 Pada
PTM di Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan
A. Tinjauan Umum Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan

1. Sejarah Pondok Pesantren Nurul Karomah

Banyak cerita unik melatar belakangi berdirinya Pondok Pesantren

(ponpes) di Madura. Rata-rata, pendirian pesantren dilatar belakangi

isyarah melalui mimpi. Seperti Ponpes Nurul Karomah di Desa

Paterongan, Galis. Pengasuh Ponpes Nurul Karomah KH Abdul

Fattah Afaq, menjelaskan berdirinya pesantren diawali isyarah mimpi

mendiang ayahnya. Saat itu, dia baru selesai menuntut ilmu agama di

Ponpes asaidogiri, Pasuruan. “Saya awalnya tinggal di Desa Tanah

Merah Laok, kecamatan Tanah Merah. Sepulang mondok, saya diberi

kepercayaan untuk tinggal di Paterongan. Karena ayah saya

mendapatkan petunjuk dari Istikharahnya agar saya tinggal dan

mendirikan pesantren disini (Desa Paterongan, Res),” kata KH Abdul

Fattah Afaq mengawali ceritanya. Mendapat petunjuk seperti itu.

Kiai Fattah langsung pindah dan menempati rumah sederhana di

Desa Paterongan, Galis. Apa yang disampaikan sang ayah dia

sampaikan kepada penduduk setempat di tempat tinggal barunya.

Penduduk desapun tertarik untuk turut serta membangun ponpes.

Mereka menganggap petunjuk yang disampaikan pada ayahnya

merupakan petunjuk dari Allah SWT. “Di luar dugaan. Ternyata

masyarakat mendukung penuh. Mereka ingin disekitar mereka di

55
56

bangun pesantren. Selain tempat belajar anak-anak, mereka juga

berharap ponpes bisa memberi pengetahuan berguna sebagai bekal

hidup generasi penerus mereka kelak”, tuturnya. Keinginan warga

semakin tinggi ketika Kiai Fattah menentukan lokasi tanah yang akan

didirikan ponpes.

Tanpa ada pembicaraan sebelumnya, warga sudah menyiapkan

material untuk membangun ponpes. Maka, pada hari yang sudah

ditentukan, pembangunan ponpes dimulai. “Saya bersyukur.

Bayangkan, ponpes itu bisa berdiri (dibangun) dalam waktu sehari.

Ternyata warga merancang kebutuhan untuk pembangunan ponpes di

rumah mereka masing-masing. Jadi, saat dibangun semua material

yang dibutuhkan sudah ada,” terang kiai murah senyum ini. Resminya,

kata Kiai Fattah, Ponpes Nurul Karomah dibangun pada 1991. 58 Dan

santri pertama yang masuk berjumlah satu orang, namun semakin hari

jumlahnya terus bertambah. Bahkan santri yang mondok di pesantren

ini bukan hanya berasal dari desa lain yang jaraknya puluhan

kilometer dari pesantren.

2. Identitas Pondok Pesantren

Nama Pondok Pesantren : Nurul Karomah

Alamat Pondok Pesantren : Paterongan Galis Bangkalan

3. Kondisi Lingkungan Pondok Pesantren

Kondisi lingkungan Pondok Pesantren Nurul Karomah ini terbilang

cukup nyaman, meskipun berada di salah satu Desa terpencil tetapi

58
Dilansir dari Website Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan,
https://nurulkaromah.ponpes.id/ diakses pada tanggal 27 April 2022.
57

mayarakatnya selalu antusias pada setiap kegiatan yang diadakan di

Pondok Pesantren Nurul Karomah. Sehingga hubungan silaturrahmi

antara masyarakat dengan keluarga dan Santri Pondok Pesantren

Nurul Karomah terjalin dengan baik.

Masyarakat di sekitar Pondok Pesantren Nurul Karomah mayoritas

berprofesi sebagai tukang Pandai Besi dan Petani. Meski dengan

pekerjaan yang demikian mereka selalu menyempatkan diri untuk

mengikuti kajian rutinan di Pondok Pesantren Nurul Karomah, bahkan

tak jarang dari mereka yang bersedekah makanan untuk para Santri.

Seiring berjalannya waktu sistem pendidikan di Pondok Pesantren

Nurul Karomah semakin berkembang, sehingga para Santri tidak

ketinggalan jaman terkait pengetahuan modern karena setiap pagi

selalu ada Koran baru yang terpasang di madding Pondok Pesantren.

Metode pengajarannya pun susah berbasis IT.59

4. Struktur Pondok Pesantren Nurul Karomah

a. Pengasuh

Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Karomah adalah KH. Abd.

Fattah Ahmad Faqih, lahir di Bangkalan, 31 Maret 1961 M. beliau

dikarunia empat orang istri yaitu Nyai Hj. Maslihah, Nyai Hj.

Zumairah, Nyai Siti Nurhayati, dan Nyai Uswatun Hasanah yang

masing-masing mempunyai beberapa putra dan putri. Beliau

adalah sosok yang tegas dan berwibawa dalam setiap mengambil

keputusan. Berkat kealiman ilmu beliau, para masyarakat begitu

menghormati dan menyegani setiap dawuhan dan keputusan


59
Ibid
58

beliau. Dalam menyiarkan agama islam kepada masyarakat sekitar

Pondok Pesantren Nurul Karomah beliau berhasil mengajak

masyarakat untuk lebih giat mencari ilmu meskipun sudah lanjut

usia, dan juga menjadikan Desa Paterongan sebagai Desa Santri.

b. Pengurus Yayasan Pondok Pesantren Nurul Karomah

Ketua Yayasan : Lora Sholahuddin

Sekretaris Yayasan : Imam Syahroni, S.Pd

Jumlah anggota Pengurus : 6 Orang

c. Pengurus Pondok Pesantren Nurul Karomah

Ketua Pondok Putri : Nafilatul Aamaliyah

Sekretaris Pondok Putri : Rafitatuz Zahro

Jumlah Anggota Pengurus : 31 Orang

d. Masyarakat (Santri)

5. Sarana dan Prasarana

Pondok Pesantren Nurul Karomah mempunyai 2 musholla yang

sangat luas, yaitu musholla santri putra dan musholla santri putri.

Musholla Pondok Pesantren difungsikan tidak hanya sebagai tempat

sholat berjamaah, tetapi juga difungsikan sebagai kegiatan yang

bermanfaat lainnya, seperti kajian kitab kuning, khitobah, batsul

masail, sholawat diba’ dll.

Sedangkan untuk Sarana dan Prasarana Pendidikan, Pondok

Pesantren Nurul Karomah Bangkalan memiliki beberapa gedung

diantaranya :

a. Gedung TK Nurul Karomah : 1 buah


59

b. Gedung MDT Nurul Karomah : 1 buah

c. Gedung Amtsilati Nurul Karomah : 1 buah

d. Gedung MTs Nurul Karomah : 1 buah

e. Gedung MA Nurul Karomah : 1 buah

f. Gedung SMK Nurul Karomah : 1 buah

Prasarana Asrama Pondok Pesantren memiliki :

a. Kamar Tidur Santriwati : 10 kamar

b. Kamar mandi Santriwati : 7 kamar mandi

c. Dapur : 1 buah

d. Koperasi Santriwati : 1 buah

e. Ruang Pengiriman Santriwati : 1 buah

f. Aula Pondok Putri : 1 buah

6. Potensi Pengembangan Pondok Pesantren

Saat ini ada beberapa program pengembangan Pondok Pesantren

Nurul Karomah untuk para Santri yang semula tidak ada dan sedang

dikembangkan untuk membantu para santri mengembangkan

potensinya sebagai berikut:60

a. Program Amtsilati untuk seluruh Santri baru sebelum masuk

Madrasah Diniyah Taklimiyah Nurul Karomah. Sehingga para

Santri mampu memahami kitab kuning bahkan sebelum mereka

sekolah ke jenjang MDT;

b. Program Pasca Amtsilati untuk seluruh Santri yang sudah lulus

Amtsilati. Pada tahap program ini Santri wajib melakukan

setoran kitab Fathul Qorib hingga hatam kemudian dilanjut


60
Ibid
60

dengan setoran kitab Fathul Mu’in. hal ini bertujuan agar

materi hafalan amtsilati tidak dilupakan dan bisa tetap diingat;

c. Program Tartil Qur’an untuk seluruh Santri yang dijadwalkan

setiap hari jum’at pagi untuk Santri Putri dan jum’at siang

untuk Santri Putra. Selain mengasah kemampuan di bidang

kitab kuning, program tartil Qur’an juga menambah wawasan

kepada para Santri seputar Al-Qur’an dan cara membaca

dengan tajwid yang benar;

d. Program Sholawat Habsyi Al-Jabaliyah yang dicover oleh

Santri Putra untuk membudayakan bersholawat kepada

masyarakat sekitar Pondok Pesantren. Selain itu Sholawat

Habsyi Al-Jabaliyah ini merupakan salah satu hiburan bagi

para Santri untuk melepas penat dari padatnya jadwal

pendidikan di Pondok Pesantren.

B. Implementasi Penerapan Prokes di Pondok Pesantren Nurul

Karomah Bangkalan

Adanya pandemi Covid-19 ini telah memberikan dampak yang

besar dalam kehidupan dilihat dari berbagai aspek. Dari segi pendidikan,

siswa tidak dapat melakukan pembelajaran tatap muka sebagai langkah

penyebaran Covid-19 kemudian dari segi ekonomi banyak took-toko yang

harus tutup selama kegiatan PPKM dan dari segi sosial, masyarakat

dihimbau untuk mengurangi kegiatan yang mendatangkan banyak orang

(berkerumun). Tentunya ini bukanlah persoalan yang mudah masyarakat


61

harus menjalani kehidupan dengan gaya hidup baru atau yang biasa

disebut dengan “New Normal”.

Menindaklanjuti permasalahan ini pemerintah menghimbau

seluruh masyarakat untuk selalu menerapkan protokol kesehatan dengan 3

M (memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan). Dan kemudian

perkembangan terkini berubah menjadi 5 M dengan diberi tambahan 2 M

yakni menjauhi kerumunan serta membatasi mobilitas. Dengan

menerapkan protokol kesehatan ini, diharapkan dapat mencegah

penyebaran Covid-19. Salah satu kebijakan pemerintah yang muncul

dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19 ini adalah penerbitan

edaran tentang penerapan protokol kesehatan 5M (memakai masker,

mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak, menjauhi kerumunan,

membatasi mobilitas). Hal ini tertulis dalam edaran Menteri Agama No 20

tahun 2021 tentang penerapan protokol kesehatan 5M dan pembatasan

kegiatan peribadatan/keagamaan.

Salah satu contoh kegiatan masyarakat di era new normal adalah

kegiatan pembelajaran yang berada di Pondok Pesantren Nurul Karomah

Bangkalan sebagai sebuah Yayasan Pendidikan dibidang keagamaan.

Kegiatan pembelajaran di Pondok Pesantren ini sempat terhenti karena

adanya larangan untuk melakukan kegiatan tatap muka di masa pandemi

Covid-19. Namun dengan mengikuti kebijakan-kebijakan baru dari

pemerintah, kini Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan sudah

mendapatkan izin untuk melakukan kegiatan pembelajaran secara tatap

muka dengan mengupayakan untuk menerapkan protokol kesehatan yakni


62

menjalankan 5 M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun,

menjaga jarak, menjauhi kerumunan, membatasi mobilitas).

Penerapan protokol kesehatan dengan 5M ini merupakan suatu

ikhtiar untuk menghindari penyebaran Covid-19 yang semakin merajalela.

Penerapan protokol kesehatan ini menjadi sangat penting dimasa pandemi

mengingat ganasnya penyebaran virus tersebut. Saat di wawancara,

seluruh informan mengetahui benar adanya kewajiban mematuhi protokol

kesehatan di kawasan Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan,

Namun tidak seutuhnya kegiatan tersebut dijalankan dengan baik

sebagaimana yang disampaikan oleh Abdul Latif yang menyatakan :

“Kalau sudah masuk ke kamar, rasanya tidak bisa menjaga jarak

minimal 1 meter kepada sesama teman. Justru kami sering bercanda

Bersama biasanya kalau belajar kami tetap berkerumun bersama. Rasanya

tidak ada rasa kebersamaan sesama santri kalo tidak dilakukan secara

bersama sama”61

Kegiatan 5M yang diberlakukan di Pondok Pesantren Nurul

Karomah Bangkalan telah berjalan sesuai dengan peraturan yang diberikan

oleh pengasuh pondok dan pengurus pondok juga telah mengupayakan

penerapan protokol kesehatan secara efektif. Salah satu contohnya adalah

sebelum santri memasuki gerbang Pondok Pesantren, terlebih dahulu

santri harus menunjukkan hasil tes rapid serta surat keterangan tidak

bepergian ke luar kota dalam waktu dekat dari pemerintah daerah asal

masing-masing santri. Setelah itu santri akan diperbolehkan masuk setelah

61
Wawancara dengan Abdul Latif salah satu asatidz Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan,
pada tanggal 21 April 2022.
63

menggunakan Hand sanitizer, cek suhu badan serta barang-barang bawaan

santri terlebih dahulu di semprot dengan cairan disinfektan. Baru setelah

itu santri dapat memasuki area Pondok Pesantren.

Selain itu waktu dalam pembelajaran kini di jadikan lebih singkat

dibanding pembelajaran sebelum masa pandemi. Sedangkan, untuk

mengurangi mobilitas, setiap santri tidak diizinkan untuk keluar dari area

Pondok Pesantren dan dalam waktu yang ditentukan, wali santri tidak

diizinkan untuk datang ke Pondok Pesantren. Setiap wali santri yang ingin

mengetahui perkembangan putra atau putrinya dapat dilakukan via online.

Hasil dari penggalian data primer oleh peneliti ditemukan beberapa

hal mengenai Kesadaran Santri Pondok Pesantren Nurul Karomah

Bangkalan Dalam Menerapkan Protokol Kesehatan Pada Masa Pandemi

Covid-19. Informan yang dituju ada lima orang dengan kriteria yang telah

ditentukan sebelumnya di metode penelitian. dua informan tersebut

merupakan santri Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan yang

menjalankan aktivitas diniyah di masa pandemi, baik yang menerapkan

protokol kesehatan maupun jarang menerapkan protokol kesehatan.

Informan pertama bernama Syahrul, saat ini ia berusia 15 tahun.

Mulai mengikuti kegiatan pembelajaran di Pondok Pesantren Nurul

Karomah Bangkalan sejak kelas 1 SMP, artinya sekitar 3 tahun lamanya

sudah menjadi santri Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan. Ia

menjelaskan bahwa kegiatan diniyah sudah berjalan sejak bulan oktober

kurang lebih sudah berjalan selama 5 bulan. Kegiatan pembelajaran yang

dilaksanakan sudah berjalan normal seperti sebelumnya, tidak ada


64

perbedaan sistem pemebalajran di masa pandemi dengan sebelumnya.

Bagian yang membedakan kegiatan masjid di masa pandemi dengan

sebelumnya hanyalah pada atribut yang digunakan, dimana di masa

pandemi santri wajib menggunakan masker untuk dapat mengikuti

kegiatan pembelajaran.62

Sedangkan saat sebelum masa pandemi tidak ada kewajiban untuk

menggunakan masker seperti saat ini. Informan menjelaskan bahwa, saat

ini masker menjadi salah satu syarat wajib untuk dapat mengikuti kegiatan

pembelajaran masjid di masa pandemi. Sebagai salah satu bentuk

melaksanakan protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah. Meskipun

telah menggunakan masker selama berada di masjid, akan tetapi jaga jarak

tidak di terapkan saat berada dalam kelas. Informan menjelaskan tidak ada

jaga jarak yang ditentukan oleh masjid saat berada dalam kelas, jika ada

jaga jarak itu tergantung pada individu masing-masing. Biasanya ada

santri yang ingin jaga jarak dan ia memilih untuk menjauh dari teman-

temannya.

Dalam satu kelas diisi dengan 15- 20 santri. Kemudian, tidak ada

pengurangan jumlah santri yang mengikuti kegiatan masjid di masa

pandemi. Selama masa pandemi, kegiatan pembelajaran yang

dilaksanakan tidak memiliki perbedaan yang sangat berarti dari

sebelumnya. Namun, hal yang membedakan terletak pada sistem

pembelajran di masa pandemi ini di percepat. Saat ini, santri Pondok

Pesantren Nurul Karomah Bangkalan. sedang melaksanakan ujian.

62
Wawancara dengan Syahrul, Santri Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan pada tanggal
30 April 2022.
65

Padahal baru saja masuk 3 bulan penuh. Kegiatan pembelajaran dipercepat

karena mulai kegiatan yang telat dan waktu yang tersedia singkat,

sehingga proses pembelajran di kebut untuk tuntas dalam satu semester.

Terkait protokol kesehatan, yang dipahami oleh informan bahwa protokol

kesehatan itu menggunakan masker atau face shield, mencuci tangan

menggunakan sabun atau hand sanitizer, serta jaga jarak.

Informan kedua bernama Lutfi, saat ini ia kelas 2 SMA berusia 17

tahun. Masuk dalam Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan sejak

usia 13 tahun. Sampai saat ini ia masih menjadi bagian dari santri Pondok

Pesantren Nurul Karomah Bangkalan. Mengikuti kegiatan pembelajaran

Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan sejak usia 13 tahun hingga

saat ini membuatnya jadi mengetahui bagaimana pembelajaran yang

dilaksanakan dimasa pandemi dengan sebelum pandemi. Saat pandemi,

kegiatan di pesantren berhenti untuk sementara. Sampai pada akhirnya,

pada bulan september kegiatan berjalan kembali dengan syarat

menjalankan kegiatan di masa pandemi. Sejak bulan september hingga

saat ini kegiatan berjalan seperti biasanya, tidak ada perbedaan antara

sebelum pandemi dengan saat pandemi.63

Informan menjelaskan, kegiatan yang berjalan di masa pandemi

kurang efektif. Menurutnya, di masa pandemi kegiatan dilaksanakan

dengan mengurangi jumlah jam belajar, baik itu hari ataupun durasi waktu.

Jika biasanya pertemuan dilaksanakan 5 kali dalam seminggu yaitu pada

hari senin sampai jumat, di masa pandemi kegiatan dilaksanakan secara

63
Wawancara dengan Lutfi, Santri Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan, pada tanggal 30
April 2022.
66

bergantian. Dalam satu minggu hanya ada 3 kali pertemuan. Selain itu,

jam pembelajaran yang dikurangi juga menjadi kurang efektif dan efisien.

Biasanya, kegiatan dilaksakan mulai jam 2 siang, namun di masa pandemi

kegiatan hanya dilaknakan pada sore hari yaitu jam 4.

Ia menambahkan, pengurangan jam tersebut membuat pelajaran

yang di dapat menjadi sedikit, terlebih sistem pembelajaran yang

dipercepat karena akan libur akhir tahun. Saat ini santri sedang

melaknakan ujian, sedangkan pembelajaran baru saja dilaksanakan.

Kemudian, selama masa pandemi syarat untuk mengikuti kegiatan

pembelajaran di masjid adalah selalu menggunakan masker. Saat berada di

dalam kelas, informan menjelaskan bahwa jaga jarak tetap diterapkan.

Duduk di berdempet-dempetan, sehingga ada jarak yang memisahkan

meskipun tidak mencapai batas minimum jaga jarak. Setidaknya ada jarak

saat berada dalam kelas. Dalam satu kelas, diisi dengan 20 santri. Jika

dilihat kelas tidak terlalu penuh dan tidak menyebabkan berkumpul tanpa

jarak. Di masa pandemi jumlah santri dalam satu kelas tidak dikurangi,

sama seperti biasanya.

Terkait protokol kesehatan, informan menjelaskan protokol

kesehatan yaitu mengikuti arahan pemerintah agar diri terjaga dari

penyakit, melalui soscial distancing, tidak berdempet-dempetan, selalu

menggunakan masker dimanapun berada, karena menjadi hal yang penting

di masa pandemi untuk menjaga kesehatan diri. Sedangkan, menerapkan

protokol kesehatan yang baik dan benar menurut informan dengan selalu
67

menggunakan masker saat melakukan aktifitas diluar rumah, dan

mengikuti anjuran pemerintah untuk melakukan social distancing.

C. Upaya-Upaya Penerapan Protokol Kesehatan Di Pondok Pesantren

Nurul Karomah Bangkalan

Berdasarkan hasil dan diskusi dalam penelitian tentang

Implementasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Covid-19 di Pondok

Pesantren Nurul Karomah Bangkalan, terdapat upaya-upaya yang

sebenarnya telah dijalankan diantaranya sebagai berikut:

Pertama, Upaya pencegahan. Upaya pencegahan yang dilakukan

oleh Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan sesuai dengan

kebijakan yang diambil oleh pemerintah yang terdiri atas tindakan berikut:

Kegiatan promosi kesehatan merupakan salah satu bentuk kegiatan

pencegahan berdasarkan buku panduan yang diterbitkan oleh Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, kegiatan promosi kesehatan dalam rangka

melakukan perlindungan kesehatan di lingkungan Pondok Pesantren Nurul

Karomah Bangkalan dilakukan melalui berbagai media informasi untuk

memberikan pengertian dan pemahaman bagi semua orang khususnya

Sumber Daya Manusia yang terkait langsung dengan Pondok Modern

Selamat, terkait perihal tersebut beberapa media promosi kesehatan yang

berupa spanduk-spanduk informasi pencegahan Covid-19 yang tersebar di

sebagian besar lingkungan maupun gedung Pondok Pesantren Nurul

Karomah Bangkalan.
68

Kegiatan Perlindungan (Protect) merupakan kegiatan perlindungan

atas penyebaran Covid-19 di lingkungan Pondok Pesantren Nurul

Karomah Bangkalan yang dilakukan melalui berbagai upaya, antara lain:

Pertama, penyediaan sarana cuci tangan dengan memakai sabun yang

mudah di akses dan memenuhi standar atau penyediaan handsanitizer.

Dalam kaitan ini, Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan

menyediakan sarana cuci tangan yang ditempatkan di semua bagian yang

diletakkan di bagian depan setiap gedung yang ada di lingkungan Pondok

Nurul Karomah Bangkalan, Baik Gedung Kantor, Sekretariat Yayasan,

Gedung Kelas, Asrama Santri, Masjid, Serta di Pintu Masuk Lingkungan

Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan semua tersedia pasilitas cuci

tangan sesuai dengan buku pedoman pencegahan dan pengendalian

Corona Virus Disease (Covid-19) yang diterbitkan oleh Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia.

Upaya penapisan kesehatan orang yang akan masuk ke wilayah

Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan yang dilakukan dengan

bentuk kegiatan pemeriksaan suhu tubuh oleh petugas keamanan di

lingkungan Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan dan memberikan

fasilitas pemeriksaan kesehatan (Swab Test) yang dilakukan rutin setiap

bulan bagi semua Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di lingkungan

Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan. Kegiatan pemeriksaan

kesehatan yang dilakukan bekerjasama dengan Rumah Sakit Bangkalan

dan beberapa klinik kesehatan yang ada di Kabupaten Bangkalan.


69

Selain itu juga terdapat penyemprotan desinfektan. Berkaitan

dengan protokol kesehatan yang ketiga ini, penyemprotan desinfektan

dilakukan pada semua fasilitas yang ada di Pondok Pesantren Nurul

Karomah Bangkalan, mulai dari di masjid PMS, Ruang kelas, Aula,

Auditorim, kantin dan berbagai fasilitas lainnya sehingga tujuan utama

melakukan penekanan dan pengendalian terhadap penularan Covid-19

dapat teratasi.

Upaya penemuan kasus sesuai dengan buku pedoman pencegahan

dan pengendalian Covid-19 yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia dapat dilakukan dengan cara-cara seperti berikut ini:

Pertama, Melakukan deteksi dini untuk mengantisipasi penyebaran Covid-

19 di lingkungan Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan melalui

upaya koordinasi dengan dinas kesehatan setempat, dalam hal ini

koordinasi selalu dilakukan antara Gugus Tugas Penanganan Covid-19.

Kedua, Melakukan pemantauan kondisi kesehatan (gejala demam,

batuk, pilek, nyeri tenggorokan, dan/atau sesak napas) terhadap semua

Sumber Daya Manusia yang ada di lingkungan Pondok Pesantren Nurul

Karomah Bangkalan. Pemantauan ini dilakukan rutin oleh petugas

kesehatan yang dimiliki oleh Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan

terhadap semua sumber daya manusia yang ada di lingkungan Pondok

Pesantren Nurul Karomah Bangkalan.

Terkaait dengan Penanganan secara cepat dan responsif yang telah

dilakukan maka terdapat beberapa upaya yang telah dilakukan oleh

Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan diantaranya :


70

1. Pembatasan Fisik dan Pembatasan Sosial. Untuk penanganan

terkait respon yang pertama ini, sudah dilakukan dan

diberlakukan pada semua unsur terkait penggunaan alat

pelindung wajah para petugas yang berinteraksi dengan banyak

orang. Selain itu, bentuk pelayanan yang menerapkan protokol

kesehatan physical distancing juga di lakukan pada sebagian

besar pos pelayanan di lingkungan Pondok Pesantren. Perihal

tersebut ditunjukkan dengan adanya penyekatan jarak antara

petugas pelayanan dengan mengikuti standar yang dianjurkan

seperti pada fasilitas pelayanan;

2. Kedua, penerapan etika batuk dan bersin. Pada unsur yang

kedua ini, semua hal yang terkait dengan penerapan etika batuk

dan bersin sesuai dengan buku pedoman pencegahan Covid-19

yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia sudah disosialisasikan terhadap semua unsur sumber

daya manusia yang ada di lingkungan Pondok Pesantren Nurul

Karomah Bangkalan;

3. Isolasi Mandiri. Isolasi mandiri atau perawatan dirumah sesuai

dengan buku pedoman pencegahan dan pengendalian Covid-19

dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dilakukan

terhadap orang yang bergejala ringan terpapar Covid-19 dan

tanpa kondisi penyerta seperti (penyakit paru, jantung, ginjal

dan kondisi immunocompromise). Tindakan ini dapat

dilakukan pada pasien dalam pengawasan, orang dalam


71

pemantauan, dan kontak erat yang bergejala dengan tetap

memperhatikan kemungkinan perburukan.

4. Pelaksanaan Tindakan Karantina Terhadap Populasi Beresiko.

Mengutip buku pedoman pencegahan dan pengendalian Covid-

19 yang di terbitkan oleh Kementerian Kesehatan, Tindakan

karantina dilakukan untuk mengurangi risiko penularan dan

identifikasi dini Covid-19 melalui upaya pemisahan individu

yang sehat dengan yang memiliki riwayat kontak , berpergian

ke wilayah yang sudah terjadi transmisi lokal atau individu

yang telah terdeteksi memiliki gejala terpapar Covid-19.

D. Faktor penghambat penerapan Prokes di Pondok Pesantren Nurul

Karomah Bangkalan

Seluruh warga Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan

berkomitmen untuk menjalankan protokol kesehatan 5M sebagai upaya

pencegahan Covid-19 walau terdapat beberapa hambatan. Salah satu

hambatan yang muncul adalah tidak adanya rasa tanggung jawab dalam

diri santri terhadap protokol kesehatan ketika berada di luar ruang

pembelajaran seperti di kamar atau tempat istirahat lainnya. Ini mungkin

terjadi karena tidak adanya sanksi yang tegas yang diberikan oleh

pengurus pondok kepada santri yang melanggar peraturan dengan tidak

menerapkan protokol kesehatan seperti kutipan berikut:

“Terkadang saya dan teman-teman tidak menjaga jarak di beberapa

kegiatan, namun tidak ada sanksi yang diberikan kepada kami, kami
72

mengakui tidak dapat mengawasi santri full 24 jam terutama ketika santri

berada di luar kegiatan pembelajaran”64 Dari pernyataan tersebut

menunjukkan kurangnya motivasi terhadap santri mengenai tanggung

jawab dalam pelaksanaan protocol kesehatan 5M serta kurangnya evaluasi

dalam pelaksanaan protokol kesehatan tersebut.

Ahmad Muzani menyebutkan bahwa aktor yang mempengaruhi

santri Pondok Pesantren tidak menerapkan protocol Kesehatan adalah :

1. Faktor kurangnya informasi

Faktor kesulitan mendapatkan informasi yang lengkap dan

cepat tentang penyebaran dan cara-cara mencegah dan

mengendalikan serta menanggulangi dampak pandemi Covid-

19 dirasakan oleh masyarakat sebagai salah satu faktor yang

menyebabkan masyarakat tidak taat pada peraturan dan

protokol kesehatan. Hanya masyarakat yang memiliki akses

internet memungkinkan untuk mendapatkan informasi yang

lengkap tentang cara-cara melindungi diri yang sesuai dengan

saran-saran otoritas kesehatan, pendidikan daring, dan

informasi lainnya. Tentu saja, adopsi internet berkaitan erat

dengan ketersediaan teknologi maupun faktor-faktor lain,

seperti tingkat pendidikan dan penghasilan pengguna,

pembangunan infrastruktur teknologi informasi, ketersediaan

konten yang relevan, serta berbagai faktor kultural maupun

struktural lainnya.

64
Wawancara dengan Budi Setyabudi, Santri Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan, pada
tanggal 30 April 2022.
73

2. Faktor sosial budaya

Masyarakat kita dikenal memiliki ikatan sosiologis yang

kuat melalui pola hidup gotong-royong sebagai bentuk

kepedulian dan empati sosial kepada sesama. Ikatan sosiologis

tersebut seringkali dimanifestasikan melalui sentuhan fisik

seperti beribadah secara berjamaah, bersalaman, berpelukan,

cium pipi, dan semacamnya. Menghentikan, setidaknya untuk

sementara waktu saja manifestasi komunitarian tersebut demi

mencegah persebaran Covid-19 tentu saja bukan persoalan

mudah bagi masyarakat kita. Tentu saja ada perasaan ganjil,

kikuk, dan tidak lazim ketika harus mengabaikan “ritual sosial”

sebagaimana biasanya. Pasti ada sesuatu yang hilang ketika

masyarakat kita dipaksa menanggalkan kebiasaan sosial

tersebut karena ada kontradiksi kognitif antara nalar kesehatan

seperti menjaga jarak sosial (social distancing) dengan nalar

komunitarian tersebut, yaitu kebiasaan bersosialisasi.

E. Ketaatan Dalam Menerapkan Protokol Kesehatan Dalam Prespektif

Islam

Membahas mengenai efektivitas sistem pembelajaran tata muka di

Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan di era pandemi covid-19

berarti membahas mengenai tanggung jawab negara dalam pemenuhan hak

atas pendidikan yang merupakan bagian dari hak asasi manusia. Negara

dalam hal ini adalah pemerintah sebagai institusi yang memiliki


74

kewenangan untuk mengatur segala aspek kehidupan manusia dalam suatu

Negara termasuk juga didalamnya pelaksanaan pendidikan.

Dalam konteks hak asasi pendidikan, ajaran Islam sangat menaruh

perhatian terhadap umatnya yang menuntut ilmu pengetahuan. Banyak ayat-

ayat al Qur’an dan hadis yang menganjurkan setiap orang untuk berilmu.

Bahkan hukum menuntut ilmu atau Thalabul ‟Ilmi itu wajib bagi setiap

manusia. Kewajiban tersebut menunjukkan bahwa ada hak yang sama bagi

umat manusia, baik laki-laki, perempuan, anak-anak maupun dewasa dalam

memperoleh pendidikan. Beberapa hadis nabi yang berhubungan dengan hak

asasi pendidikan yaitu, “Mencari ilmu itu wajib atas setiap muslim baik laki-

laki maupun perempuan”.

Hak berpendidikan berarti bahwa setiap orang di dunia ini berhak

mendapatkan ilmu pengetahuan sesuai dengan kemampuannya. Negara atau

pemerintah (daulah) sebagai pengemban amanat publik (ummat) tidak boleh

melarang atau menghalangi seseorang untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.

Sebaliknya, pemerintah bertanggung jawab menyediakan, memfasilitasi dan

menjamin setiap warga negara mendapatkan pendidikan yang layak, bermutu,

tanpa diskriminasi. Dengan cara ini, arah maqashid syariah telah dirubah dan

dikembangkan dari sekedar gmenjaga struktur akal (hifdz alaql) untuk

mengoptimalkan fungsi akal tersebut.

Tanggung jawab ini bersifat kodrati, maknanya tanggung jawab

menjadi bagian dari kehidupan manusia dan melekat didalamnya. setiap

manusia pasti akan dibebankan tanggung jawab. Apabila ia tidak mau

bertanggung jawab maka akan ada pihak lain yang memaksakan kehendak
75

itu. Dengan demikian tanggung jawab dapat dilihat dari aspek yang berbuat

atau pelaku dan aspek orang lain yang berkepentingan.

Pemerintah dalam hal ini pelaksana eksekutif (sultah tanfdziyah)

dalam hukum islam memiliki hak dan tanggung jawab yang sangat besar,

baik karena fungsi maupun tujuan suatu negara. Imam al mawaradi dan Ibnu

taymiyah berpandangan bahwa pada prinsipnya pemerintah berkewajiban

menjaga agama agar terwujudnya syariah dalam kehidupan manusia. Ibnu

Taymiyah menegaskan bahwa pemerintah haruslah bersikap amanah dan

berlaku adil.

Pemegang kekuasaan pemerintahan dalam hal ini adalah imamah

dalam kedudukannya sebagai kepala negara. selama umat tetap menempatkan

dirinya pada jabatan tertinggi tersebut. Jabatan ini dimaksudkan agar ia dapat

mengatur umat manusia dengan hukum Allah dan Syari‟at-Nya serta

membimbingnya ke jalan kemaslahatan dan kebaikan, mengurus

kepentingannya secara jujur dan adil, serta memimpin kehidupan umat

manusia ke arah kehidupan mulia dan terhormat.

Imam yang menurut al-Mawardi sebagai “pengganti rasul” memiliki

sejumlah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh kepala negara. Kewajiban-

kewajiban itu menurut al-Mawardi meliputi65:

1. Melindungi keutuhan agama agar agama tetap terlindungi dari segala

praktek penyimpangan dan ummat terlindungi dari segala usaha

penyesatan;

2. Mengupayakan kesejahteraan rakyatnya dalam bidang ekonomi,

sosial, dan pendidikan;


65
Ibid, hal 24.
76

3. Menerapkan hukum kepada dua pihak yang berperkara, dan

menghentikan perseteruan antara dua pihak yang berselisih, agar

keadilan menyebar secara merata, dan orang orang yang kuat tidak

bersikap sewenang-wenang terhadap orang yang lemah;

4. Melindungi wilayah negara dan tempat-tempat suci agar manusia

dapat leluasa bekerja dan berpergian dengan aman;

5. Menerapkan supremasi hukum (hudud) untuk menjaga agar larangan-

larangan Allah tidak dikerjakan atau dilakukan oleh warga negara;

6. Melindungi daerah-daerah perbatasan dengan benteng yang kokoh,

dan menyiapkan kekuatan yang tangguh hingga musuh tidak mampu

mendapatkan tempat untuk menerobos perbatasan;

7. Mengambil fai (harta yang didapatkan kaum muslimin tanpa

pertempuran) dan sedekah sesuai yang diwajibkan syariat;

8. Menentukan gaji, mengatur keperluan baitul mal tanpa berlebihan;

9. Mengangkat orang-orang terlatih dan orang orang yang jujur untuk

menjalankan tugas mengurus keuangan agar masalah keuangan

dipegang orang-orang yang ahli dan jujur;

10. Terjun langsung menangani persoalan agar ia sendiri apa yang sedang

terjadi sebenernya dilapangan.

Sekalipun demikian, seorang imam tetap merupakan salah seorang

dari warga itu sendiri, tetapi ia dipercayai untuk mengurus agama dan

mengatur dunia. Oleh karena itu, ia merupakan orang yang paling banyak

tanggung jawab dan bebannya. Disamping itu pula, seorang khalifah atau

kepala negara bertanggung jawab langsung kepada Allah, juga bertanggung


77

jawab kepada umat yang telah mendelegasikan kekhalifahan kepada dirinya.

Oleh sebab itu, ia tidak dapat semena-mena memerintah orang lain dan

beranggapan tak ada lagi

kekuasaan yang melebihi dirinya serta merasa sebagai sumber kekuasaan.

Kaidah fiqih mengenai tindakan seorang imam haruslah dihubungkan

dengan kemaslahatan. Maksud dari kaidah tersebut adalah bahwa tindakan

dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemimpin atau penguasa harus sejalan

dengan kepentingan umum dan bukan untuk golongan tertentu atau diri

sendiri karena penguasa merupakan pengayom dan pengemban kesengsaraan

umat.

Hadirnya hukum islam adalah untuk mencegah adanya kemudharatan

sehingga kehidupan bermasyarakat bisa menjadi aman, damai dan tentram.

Dengan kata lain tujuan diterapkannya hukum islam adalah untuk

mewujudkan kemaslahatan bagi sebanyak banyaknya orang. Tak terkecuali

segala tindakan dan perbuatan penguasa harusnya berorientasi pada

kemaslahatan.
BAB IV

Analisis Implementasi Protokol Kesehatan Pembelajaran Tata Muka (PTM)

Selama Masa Pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Nurul Karomah

Bangkalan

A. Analisis Implementasi Protokol Kesehatan Berdasarkan Surat

Edaran Kemendikbud No 3 Tahun 2020 Pada PTM di Pondok

Pesantren Nurul Karomah Bangkalan

Covid-19 sebgai sebuah virus berbahaya pertama kali ditemukan di

Negara Cina tepatnya di daerah Wuhan pada akhir 2019 lalu dan telah

memicu pandemi global di hampir seluruh dunia. Virus ini mendadak

menjadi momok mengerikan bagi seluruh dunia Bahkan World Health

Organization atau yang disingkat WHO sebagai organisasi kesehatan

dunia, pada pertengahan Desember telah memperingatkan berpotensi

untuk menyebar dengan cepat. Penyebaran virus ini terjadi antara manusia

secara cepat dan meluas.66 Kini, Covid-19 telah menyebar ke seluruh dunia

dengan tingkat penyebaran yang bisa dikatakan sangat luar biasa cepatnya.

Dan pada 11 Maret 2020 WHO telah mengumumkan Covid-19 sebagai

pandemi global dan menetapkan bahwa Covid-19 sebagai Public Health

Emergency

Pada tanggal 27 Mei 2020, dalam rapat terbatas, Presiden Jokowi

meminta agar dilakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang protokol

tatanan normal baru, atau biasa disebut dengan New Normal. Harapan

Pemerintah mengadakan adanya New Normal, agar bisa mencegah

66
Novita Listyaningrum, “Penegakan Hukum Protokol Kesehatan di Masa Pandemi”, Jurnal
binawakya, Vol 15, No. 7 (2021), 47.

78
79

dampak yang lebih luas disegala bidang. Tidak bisa dipungkiri dengan

adanya pembatasan aktivitas masyarakat, maka pertumbuhan ekonomi di

Indonesia cenderung menurun. Awal Juni 2020, Bank Dunia

memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah 0% pada

2020. Bahkan,dalam skenario terburuk pertubuhan ekonomi di Indonesia

bisa minus hingga 3,5%. 67

Untuk mengatur mobilitas warga dengan protokol aman, beberapa

Dirjen di bawah Kementerian Pendidikan segera mengeluarkan surat

edaran yang mengatur tentang Pencegahan Corona Virus Disease Pada

Satuan Pendidikan. Kebijakan pemerintah dalam menerapakan normal

baru ini diharapkan bebarengan dengan kesadaran masyarakat untuk tetap

menjaga protokol kesehatan secara ketat sebab Covid-19 belum

sepenuhnya sirna. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemerintah

dengan segala upayanya telah membuat kebijakan untuk mengatasi

penyebaran virus corona ini sehingga dibutuhkan kerjasama yang solid

antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar konsisten dalam

mengimplementasikan kebijakan yang telah disepakati bersama guna

menekan angka kematian akibat virus ini.penerapan protokol kesehatan

sulit diterapkan apabila tidak dilengkapi dengan sanksi yang diberikan

melalui mekanisme penegakan hukum terhadap penerapan protokol

kesehatan.

Penegakan hukum sendiri merupakan suatu aturan yang wajib

untuk dilaksanakan oleh masyarakat dalam menjalankan kehidupan.

Pengertian penegakan hukum juga dapat diartikan sebagai penyelenggaran


67
Ibid,
80

hukum oleh aparat penegak hukum dan setiap orang yang memiliki

kepentingan sesuai dengan kewenangnya masing-masing serta disertai

dengan saksi yang mengikutinya.68

Berdasarkan aturan hukum yang berlaku. Penegakan hukum

tidaklah semata-mata hanya pada pelaksanaan perundang-undangan atau

berupa keputusan-keputusan hakim saja, mengingat Penegakan hukum

juga tidak terlepas dari masalah pokok yang melanda yakni terdapat

faktor-faktor yang mempengaruhinya baik secara langsung maupun tidak

langsung. Faktor-faktor tersebut memiliki arti yang netral sehingga dapat

menyebabkan dampak yang positif maupun negatif. Faktor-faktor

penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto, sebagai berikut :69

a. Faktor Hukumnya Sendiri

Secara umum dapat dikatakan bahwa peraturan hukum

yang baik adalah peraturan hukum yang berlaku secara yuridis,

sosiologis, dan filosofis. Dimana semakin baik suatu peraturan

hukum yang diberlakukan akan semakin memungkinkan

penegakannya. Sebaliknya, semakin tidak baik peraturan

hukum yang berlaku maka semakin sukar penegakannya.

b. Faktor Penegak Hukum

Pihak-pihak yang terkait secara langsung dalam proses

penegakan hukum yakni Kepolisian, kejaksaan, peradilan,

advokat, dan lembaga pemasyarakatan mempunyai peranan

68
Darmika Ika, Budaya Hukum (Legal Culture) dan Pengaruhnya Terhadap Penegakan Hukum di
Indonesia, Jurnal Hukum, Vol. 2 No.3.2016.
69
Soekanto Soerjono, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta, Rajawali
Pers. 2016.
81

yang sangat penting dan menentukan dalam keberhasilan usaha

penegakan hukum dalam masyarakat. Di dalam penegakan

hukum diskresi, aparat penegak hukum sangat penting,

dikarenakan :

1. Tidak ada perundang-undangan yang sedemikian

lengkapnya, sehingga mampu mengatur semua tingkah

laku manusia.

2. Adanya keterlambatan untuk menyesuaikan perundang-

undangan dengan perkembangan di dalam masyarakat,

sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum.

3. Kurangnya biaya untuk menerapkan perundang-

undangan sebagaimana yang dikehendaki oleh

pembentuk undang-undang.

4. Adanya kasus-kasus individual yang memerlukan

penangan secara khusus.

Aparat penegak hukum dalam melaksanakn tugasnya harus

bersikap profesional. Menurut Ceril O. Houla dalam bukunya Continuing

Learning in the Professions, di deskripsikan bahwa terdapat 9 (sembilan)

ciri yang melekat profesionalisme, yaitu :70

1. Adanya landasan pengetahuan yang kuat;

2. Adanya kompetensi individual;

3. Adanya sistem seleksi dan sertifikasi;

4. Adanya kerjasama dan kompetisi yang sehat antar sejawat;

70
Saraswati Putus Sekarwangi, Kebijakan Hukum Terhadap Penanganan Pandemi Covid-19 di
Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati, Kertha Wicaksana : Sarana Komunikasi
Dosen dan Mahasiswa, 2020.
82

5. Memiliki kesadaran profesi;

6. Adanya kode etik profesi;

7. Adanya sanksi profesional;

8. Adanya militansi individual; dan

9. Adanya organisasi anggota yang memiliki profesi serupa.

Sedangkan Menurut Lawrence M. Friedman dalam penegakan

hukum tidak terlepas dari sistem hukum yang ada. Dimana sistem hukum

tersebut harus memenuhi unsur-unsur sistem hukum seperti struktur

hukum, substansi hukum, dan budaya hukum. Ketiga unsur sistem hukum

tersebut, seperti yang dijelaskan oleh Lawrence M. Friedman mempunyai

perannya masing-masing dalam pelaksanaan penegakan hukum sebagai

berikut:71

a. Substansi Hukum (Legal Subtance)

Pertama-tama, sistem hukum mempunyai substansi. Yang

dimaksud dengan substansi adalah aturan, norma, dan pola

perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu. Substansi

juga berarti “produk” yang dihasilkan oleh orang yang berada

di dalam sistem hukum itu, keputusan yang mereka keluarkan,

aturan baru yang mereka susun. Dengan demikian substansi

hukum, yaitu norma-norma dan aturan-aturan yang digunakan

secara institusional, beserta pola perilaku para pelaku dalam

sistem hukum.

71
Friedman Lawrence M., American Law An Introduction, Terj. Wishnu Basuki, Jakarta, PT.
Tatanusa.2001.
83

Penekanan substansi disini bukan hanya pada aturan dalam

kitab hukum (law books) namun juga terleta pada hukum yang

hidup (living law). Di Indonesia Undang-Undang adalah

substansi yang merupakan peraturan yang dibuat pemerintah

yang harus dipatuhi oleh seluruh masyarakat, aparat, maupun

pemerintah itu sendiri. Namun, untuk peningkatan disiplin

dalam pencegahan dan pengendalian Covid-19 tidak ada

Undang-Undang yang mengatur secara khusus terkait dengan

disiplin dalam pencegahan dan pengendalian Covid-19. Maka

diterbitkanlah Inpres Nomor 6 Tahun 2020 tentang

Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol

Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus

Disease 2019.

b. Struktur Hukum (Legal Stucture)

Aspek lain sistem hukum adalah struktur. Sistem hukum

terus berubah, namun bagianbagian sistem itu berubah dalam

kecepatan yang berbeda, dan setiap berubah tidak secepat

bagian tertentu lainnya. Ada pola jangka panjang yang

berkesinambungan, aspek sistem yang berada disini kemaren

(atau bahkan pada abad yang terakhir) akan berada disitu dalam

jangka panjang. Inilah struktur sistem hukum, kerangka atau

rangkanya, bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberi

semacam bentuk dan Batasan terhadap keseluruhan. Struktur

yang berperan dalam peningkatan disiplin dalam pencegahan


84

dan pengendalian Covid-19 adalah pihak Kepolisian. Dimana

dalam peningkatan disiplin dalam pencegahan dan

pengendalian Covid-19 tugas Kepolisian telah diatur dalam

Inpres Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan

Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan

Pengendalian Corona Virus Disease 2019.

c. Budaya Hukum (Legal Culture)

Yang dimaksud dengan budaya hukum adalah sikap

manusia terhadap hukum dan sistem hukum, kepercayaan,

nilai, pemikiran, serta harapannya. Dengan kata lain, bagian

dari budaya umum itulah yang menyangkut sistem hukum.

Pemikiran dan pendapat ini sedikit banyak menjadi penentu

jalannya proses hukum. Kita berbicara budaya hukum setiap

saat tanpa sadar. Dengan kata lain, budaya hukum adalah

suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan

bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan.

Tanpa budaya hukum sistem hukum itu sendiri tidak akan

berdaya, seperti ikan mati yang tidak berdaya di dalam

keranjang, bukan seperti ikan hidup yang berenang di lautnya.

Jadi, budaya hukum, yaitu kebiasaan, pandangan, cara

bertindak dan berpikir dalam masyarakat umum yang dapat

mempengaruhi kekuatan-kekuatan sosial menurut arah

perkembangan tertentu. Ada kalanya, suatu komponen

substansi dan struktur sangat baik atau dapat dikatakan modern,


85

dalam kenyataannya tidak selalu menghasilkan output

penegakan hukum yang tinggi, karena kultur masyarakat tidak

mendukung prosedur formal yang telah ditetapkan. Padahal

penegakan hukum akan selalu berinteraksi dan berinterelasi

dengan lingkungan sosialnya.

Pelaksanaan penegakan hukum terhadap pelanggaran protokol

kesehatan akan dapat mencapai tujuan sebagaimana telah ditentukan

melalui fungsi dari bekerjanya proses dan kekuatan-kekuatan dalam

masyarakat, yaitu kekuatan sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan.

Adanya klasifikasi penegakan hukum diatas karena penegakan hukum

tidak akan dapat berjalan begitu saja hanya dengan mengandalkan

komponen sturktur dan substansi, karena terdapat asumsi bahwa peraturan

perundang-undangan tidak lengkap mengatur tingkah laku manusia. Yang

diatur oleh undang-undang adalah manusia yang mempunyai perbedaan

dalam mentalitas, latar belakang budaya, pendidikan, dan sebagainya.

Surat Edaran Mendikbud telah memberikan pedoman tentang

bagaimana pendidikan dijalankan di masa pandemi, semua proses dan

prosedur yang tertuang telah memperhatikan faktor kebutuhan dan

tantangan secara umum dimasing-masing institusi pendidikan. Oleh

karenanya pelanggaran terhadap protokol kesehatan merupakan suatu

bentuk pelanggaran yang akan memperparah situasi pandemi di Indonesia.

Kunci keberhasilan dari penerapan protokol kesehatan di Pondok

Pesantren Nurul Karomah Bangkalan terletak dari Satgas Covid-19 dalam

hal memberikan teguran maupun sanksi terhadap para pelanggar protokol


86

kesehatan, serta melibatkan aspek sosio kultur kebudayaan masyarakat di

Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan.

B. Analisis Tingkat Kesadaran Hukum Siswa Dan Santri Dalam

Pelaksanaan Protokol Kesehatan Berdasarkan Surat Edaran

Kemendikbud No 3 Tahun 2020 Pada PTM di Pondok Pesantren

Nurul Karomah Bangkalan

Agar peraturan dan kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah dapat

berjalan dengan efektif dan efisien untuk mengatasi penyebaran covid-19,

Masyarakatlah yang menjadi kunci dari keberhasilan tersebut, karenanya

diperlukan adanya kesadaran hukum dari dalam diri masyarakat dengan

mendisiplinkan diri untuk taat kepada peraturan dan kebijakan yang telah

ditetapkan Pemerintah tersebut. Jika masyarakat dengan kesadaran diri

sendiri tanpa adanya tekanan dan paksaan yang melahirkan kepatuhan

terhadap peraturan dan kebijakan yang ditetapkan Pemerintah tersebut

maka hukum tidak perlu memberikan sanksi.72

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa masyarakatlah yang menjadi

kunci dan memegang peranan penting untuk patuh menjalankan peraturan

dan kebijakan Pemerintah dalam menekan rantai penyebaran covid-19

misalnya seperti menggunakan masker, menjaga kebersihan, mencuci

tangan, dan lain-lain. Namun kerap kali ditemukan masyarakat yang tidak

melakukan peraturan dan kebijakan yang ditetapkan pemerintah

khususnya mengenai pelaksanaan protokol kesehatan, misalnya seperti

72
Husnul Abdi, “Kebijakan Pemerintah dalam Menangani Covid-19 Beserta Efeknya, dari PSBB
hingga PPKM,” https://hot.liputan6.com/read/4685420/kebijakan-pemerintah dalam-menangani-
Covid-19-beserta-efeknya-daripsbb-hingga-ppkm, diakses 18 Mei 2022.
87

tidak memakai masker, masyarakat masih saja berkerumun, malas

mencuci tangan dan lain-lain, akibatnya penanganan kasus covid-19 di

Indonesia menjadi terhambat dan menyebabkan kenaikan angka terhadap

kasus covid-19 di Indonesia.73

Kesadaran hukum yang dimaksud di sini adalah kesadaran diri

sendiri tanpa tekanan dan paksaan, atau perintah dari luar untuk tunduk

pada hukum yang berlaku. Membangun kesadaran hukum masyarakat

bukanlah hal yang mudah terlebih dengan latar belakang masyarakat

Indonesia yang berbeda-beda baik itu perbedaan suku, agama, ekonomi,

budaya dan pendidikan. Hal ini disebabkan membangun kesadaran hukum

itu menyangkut proses batin seseorang dan proses batin antara tiap orang

berbeda-beda karena menyangkut dengan pengalaman, pengetahuan,

pergaulan hidup, penghayatan terhadap norma hukum dan latar belakang

tiap-tiap orang.

Kesadaran hukum (legal awareness) akan timbul jika ada legal

feeling (perasaan hukum) di mana kesadaran hukum tersebut akan tumbuh

seiring dengan moralitas hukum yang ada dalam sistem hukum yang

dibangun dalam kultur hukum yang aware. Perasaan hukum ini dapat

diartikan sebagai penilaian hukum yang timbul secara serta merta dari

masyarakat. Apabila kesadaran hukum di masyarakat telah berjalan maka

hukum tidak perlu menjatuhkan sanksi. Ada empat indikator yang dapat

dilakukan untuk mengukur kesadaran hukum masyarakat:74


73
Eva Safitri, “Menkes Terawan: Pasien Virus Corona Perawatannya Seperti Orang Kena Flu,”
https://news.detik. com/berita/d-4922331/menkes-terawan-pasien-virus-corona-perawatannya-
seperti-orang-kena-flu, diakses 17 Mei 2021.
74
Roland, “Pentingnya Masyarakat Memiliki Kesadaran Hukum Dalam Masa Pandemi Agar
Angka Penyebaran Virus Covid-19 Dapat Ditekan, Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana,
2022.
88

1. Pengetahuan hukum yang merupakan Pengetahuan sederhana

mengenai tindakantindakan yang dilarang hukum. Misalnya

kita menyadari bahwa membunuh itu dilarang hukum;

2. Pemahaman kaidah hukum merupakan Proses di mana kita

sudah mulai mengetahui tujuan dibentuknya hukum;

3. Sikap terhadap norma hukum merupakan di mana kita menilai

apakah suatu peraturan itu baik/buruk, pantas/tidak yang

mempengaruhi perilaku kita sehari-hari; dan

4. Perilaku hukum merupakan Ketika seseorang individu sudah

mulai menaati hukum setelah melewati tiga tahapan di atas.

Kesadaran hukum masyarakat mempunyai kaitan dengan sila ke-4

Pancasila yaitu mengenai kerakyatan dan demokrasi, di mana keberhasilan

penanganan covid-19 ditentukan oleh masyarakat itu sendiri. Indonesia

memiliki jumlah penduduk yang banyak serta beragam. Sehingga tiap

penduduk tersebut harus saling bekerja sama saling melengkapi agar

terbentuk suatu Civil Society yang merupakan The Real Democracy. Sebab

demokrasi bukanlah suara terbanyak/mayoritas suara melainkan suatu

partisipasi keadaban rakyat.75

Oleh karena itu, kesadaran hukum masyarakat harus ditingkatkan

agar terbentuk Civil Society dalam penanganan dan penanggulangan

pandemi covid-19 di Indonesia. Oleh karena itu, kesadaran hukum

masyarakat Indonesia merupakan faktor primer dalam penanganan

pandemi covid-19 di Indonesia.Terbentuknya kesadaran hukum

75
Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2002), 215.
89

masyarakat untuk melaksanakan peraturan Pemerintah dipengaruhi oleh

faktor-faktor yang dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain

mencakup sudut pengetahuan dan pemahamannya terhadap hukum, serta

dari sudut sikapnya terhadap hukum. Menurut pendapat Zainuddin Ali,

hal-hal yang menentukan kesadaran hukum yaitu:76

1. Pengetahuan hukum. Bila suatu perundang-undangan telah

diundangkan dan diterbitkan menurut prosedur yang sah dan

resmi, maka secara yuridis peraturan perundang-undangan itu

berlaku. Kemudian timbul asumsi bahwa setiap warga

masyarakat dianggap mengetahui adanya undang-undang

tersebut;

2. Pemahaman hukum. Apabila pengetahuan hukum saja yang

dimiliki oleh masyarakat, hal itu belumlah memadai, masih

diperlukan pemahaman atas hukum yang berlaku. Melalui

pemahaman hukum, masyarakat diharapkan memahami tujuan

peraturan perundang-undangan serta manfaatnya bagi pihak-

pihak yang kehidupannya diatur oleh peraturan perundangan-

undangan dimaksud;

3. Penaatan hukum. Seorang warga masyarakat menaati hukum

karena berbagai sebab: Takut karena sanksi negatif, apabila

melanggar hukum dilanggar, untuk menjaga hubungan baik

dengan penguasa, untuk menjaga hubungan baik dengan rekan-

rekan sesamanya;

4. Karena hukum tersebut sesuai dengan nilai-nilai yang dianut;


76
Zainuddi Ali, Sosiologi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), 50.
90

5. Kepentingannya terjamin Secara teoritis, faktor keempat

merupakan hal yang paling baik. Hal itu disebabkan pada

faktor pertama, kedua, dan ketiga, penerapan hukum senantiasa

di dalam kenyataannya;

6. Pengharapan Terhadap Hukum Suatu norma hukum akan

dihargai oleh warga masyarakat apabila ia telah mengetahui,

memahami, dan menaatinya; dan

7. Peningkatan kesadaran hukum seyogyanya dilakukan melalui

penerangan dan penyuluhan hukum yang teratur atas dasar

perencanaan yang mantap. Tujuan utama dari penerangan dan

penyuluhan hukum adalah agar warga masyarakat memahami

hukum-hukum tertentu, sesuai masalah-masalah hukum yang

sedang dihadapi pada suatu saat. Penerangan dan penyuluhan

hukum menjadi tugas dari kalangan hukum pada umumnya,

dan khususnya mereka yang mungkin secara langsung

berhubungan dengan warga masyarakat, yaitu petugas hukum.

Kesadaran hukum terbentuk adalah persoalan “hukum sebagai

perilaku” dan bukan “hukum sebagai aturan norma atau asas” dengan

demikian tidak dimiliki secara otomatis oleh setiap orang. Dengan

demikian, masyarakat memerlukan institusi untuk memenuhi kebutuhan-

kebutuhannya dan memperlancar jalannya pemenuhan kebutuhan-

kebutuhan tersebut. Kesadaran hukum masyarakat tidaklah identik dengan

ketaatan hukum masyarakat itu sendiri. Pada hakikatnya ketaatan hukum

adalah “kesetiaan” seseorang atau subjek hukum terhadap hukum yang


91

diwujudkan. Dalam bentuk perilaku yang nyata, sedang “kesadaran hukum

masyarakat” masih bersifat abstrak belum merupakan bentuk perilaku

yang nyata yang mengakomodir kehendak hukum itu sendiri.77

Kesadaran seseorang tentang hukum ternyata tidak serta merta

membuat seseorang taat pada hukum karena banyak indikator-indikator

sosial lain yang mempengaruhinya misalnya masalah finansial yang

mengimpit masyarakat tidak mampu di mana untuk makan seharihari saja

sulit apalagi membeli masker dan kurang tegasnya aparat hukum dalam

menindak orang yang melanggar protokol kesehatan dan masih banyak

lagi indikator lainnya. Ketaatan hukum merupakan dependen variabel

maka untuk membangun masyarakat patuh hukum perlu dicari independen

variabel atau intervening variabel agar program Pemerintah yang

menghendaki terciptanya masyarakat sadar hukum hasilnya dapat dilihat

dalam bentuk ketaatan masyarakat tersebut pada hukum itu sendiri,

sehingga tidak diperlukan alat pemaksa yang membuat masyarakat takut

agar mereka patuh pada hukum. Membangun masyarakat yang sadar

hukum merupakan hal penting yang diharapkan akan membentuk dan

menjadikan masyarakat menjunjung tinggi institusi/aturan sebagai

pemenuhan kebutuhan dan pengharapan akan ketaatan serta ketertiban.78

Berbicara mengenai kepatuhan hukum, HC Kelman memberikan

pandangan tentang faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat mematuhi

hukum antara lain sebagai berikut: 79 Pertama adalah compliance yaitu


77
Satjipto Rahardjo, Hukum Dalam Jagat Ketertiban (Bacaan Mahasiswa Program Doktor Ilmu
Hukum Universitas Diponegoro), (Jakarta: UKI Press, 2006),55.
78
Pudjo Utomo, “Membangun Kesadaran Hukum Masyarakat Menuju Green City,” Nurani
Hukum: Jurnal Ilmu Hukum vol. 1, no. 1 (2018), 17, http://dx.doi.org/10.51825/nhk.v1i1.4812
79
Sukardi, “Kesadaran Hukum atau Kepatuhan Hukum di Masa Pandemi Covid-19.”
https://investor.id/opinion/257689/kesadaran-hukum-atau-kepatuhan-hukum-di-masa-pandemi-
92

suatu kepatuhan yang didasarkan pada harapan akan suatu imbalan dan

usaha untuk menghindarkan diri dari hukuman atau sanksi yang mungkin

dikenakan apabila seseorang melanggar ketentuan hukum. Kepatuhan

hukum seperti ini cenderung didasarkan kepada sikap mental yang takut

akan sanksi, ada pengendalian dari pemegang kekuasaan. Kepatuhan baru

terwujud apabila ada pengawasan yang ketat dari aparat penegak hukum.

Kedua, identification, yaitu suatu kepatuhan yang terjadi karena adanya

keinginan anggota masyarakat untuk menjaga agar keanggotaannya dalam

suatu kelompok serta adanya upaya untuk menjaga hubungan baik dengan

aparat penegak hukum. Kepatuhan ini didasarkan pada rasa malu jika tidak

mengikuti kelompoknya. Ketiga, internalization, yaitu kepatuhan yang

terjadi karena kaidahkaidah hukum tersebut sesuai dengan nilai-nilai yang

berlaku dalam masyarakat. Kepatuhan jenis ini didasarkan pada kesadaran

akan fungsi dan manfaat dari apa yang dilakukan.

Covid19, diakses 17 Mei 2022.


BAB V
Penutup
A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang Implementasi Protokol

Kesehatan Pada Pembelajaran Tatap Muka Berdasarkan Surat Edaran

Kemdikbud No 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Corona Virus Disease

(Covid-19) Pada Satuan Pendidikan Di Pondok Pesantren Nurul Karomah

Bangkalan, maka dapat disimpukan bahwa :

1. Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan sebagai salah

satu institusi pendidikan kegamaan dalam melaksanakan

pembelajaran tatap muka telah berusaha menerapkan protokol

kesehatan kepada seluruh orang yang berada didalamnya

sebagai sebuah ikhtiar untuk melindungi segenap orang-orang

yang berada didalamnya serta upaya untuk mencegah

penyebaran Covid-19 dikawasan Pondok Pesantren, namun

dalam prakteknya tidak semua protokol kesehatan dapat

terlaksana secara maksimal seperti tempat duduk siswa yang

kadang tidak berjarak, beberapa siswa yang tidak

menggunakan masker saat proses belajar mengajar

berlangsung dan sebagainya. dengan demikian pelanggaran

terhadap protokol kesehatan pada saat PTM di Pondok

Pesantren Nurul Karomah merupakan jenis pelanggaran

ringan.

2. Parameter tingkat kesadaran hukum siswa dan santri Pondok

Pesantren Nurul Karomah Bangkalan dalam menerapkan

93
94

protokol kesehatan pada saat PTM ditentukan dari sikap

kepribadian, keyakinan mayoritas, lingkungan sehingga para

pihak dapat percaya, menerima, dan memenuhi pedoman

berdasarkan Surat Edaran Kemendikbud No. 3 tahun 2020

dalam melakukan PTM di Pondok Pesantren Nurul Karomah

Bangkalan. Adapun faktor yang mempengaruhi tingkat

kesadaran dalam mematuhi protokol kesehatan dapat berupa

kurangnya informasi mengenai serta faktor sosial budaya

B. Saran

Adapun solusi yang ditawarkan untuk memecahkan problematika

hukum penerapan protokol kesehatan pada saat PTM di Pondok Pesantren

Nurul Karomah Bangkalan berdasarkan Surat Edaran Kemendikbud No 3

tahun 2020 antara lain :

3. Diperlukan sarana dan prasarana yang menunjang pelaksanaan

protokol kesehatan secara maksimal di area Pondok Pesantren

Nurul Karomah Bangkalan serta ketaatan untuk mengikuti

pedoman dan arahan sebagaimana yang telah tertuang dalam

Surat Edaran Kemendikbud No 3 tahun 2020.

4. Dibutuhkan kesadaran mulai dari santri, pengasuh, asatidz,

pemerintah daerah dan seluruh stakeholder untuk untuk

menjamin dan memastikan terlaksananya penerapan protokol

kesehatan pada saat PTM di Pondok Pesantren Nurul Karomah


95

Bangkalan demi keamanan dan kenyamanan proses belajar

mengajar yang masih berada dimasa pandemi;


96

Daftar Pustaka

Achmad Muchaddam Fahham, pembelajaran Di Pesantren pada Masa Pandemi

Covid-19 (pusat Penelitian Badan keahlian) Volume 12 No. 14, Jakarta

Pusat, Juli 2020

Affandi, Idrus dan Suryadi, Karim. Hak Asasi Manusia. Jakarta: Universitas

Terbuka, 2007.

Anajeng Esri Edhi Mahanani, dkk, Kualitas kesadaran dan budaya hukum dalam

membentuk kepatuhan hukum kebijakan penaggulangan covid-19, (Jurnal

Wdya Pranata Hukum, Universitas Pembangunan nasional Jawa Timur,

2021) Volume 3 No. 2, September 2021

Anggreni, D., & Safitri, C. A. Hubungan Pengetahuan Remaja tentang COVID-19

dengan Kepatuhan dalam Menerapkan Protokol Kesehatan di Masa New

Normal. Hospital Majapahit, 12(2), (2020).

Arief Budiman, Teori Negara: Negara, Kekuasaan Dan Ideologi (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 1996).

Bahagijo, Sugeng, “Ketidakmauan Atau Ketidakmampuan: Memikirkan Indikator

bagi Pemenuhan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya”, diakses pada tanggal

15 Mei 2022,

Darmika Ika, Budaya Hukum (Legal Culture) dan Pengaruhnya Terhadap

Penegakan Hukum di Indonesia, Jurnal Hukum, Vol. 2 No.3.2016.

Dede Khairuddin, “Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat

Pelindung Diri (APD) Masker Pada Petugas Bagian Port Operation Dan

Transshipment Pt. Mifa Aceh Barat Tahun 2015”, Skripsi Program Studi
97

Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Teuku Umar 2015.

Depatemen Kesehatan Republik Indonesia, Perencanaan strategis program

kesehatan kerja. Jakarta, 2003.

Dilansir dari Website Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan,

https://nurulkaromah.ponpes.id/ diakses pada tanggal 27 April 2022.

Endang kartini, Lalu Mimbar, Izrawati, tantangan dalam pembelajaran perguruan

Tinggi dan implementasi merdeka belajar di masa pandemi covid-19,

(journal ilmiah rinjani, Universitas gunung Rinjani, 2021) Volume 9 No. 2

tahuun 2021

Ester Fransisca Z, “Tingkat Kepatuhan Masyarakat dalam Menerapkan Protokol

Kesehatan Covid-19 di Kota Sibolga, Sripsi Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara, 2021.

Eva Safitri, “Menkes Terawan: Pasien Virus Corona Perawatannya Seperti Orang

Kena Flu,” https://news.detik. com/berita/d-4922331/menkes-terawan-

pasien-virus-corona-perawatannya-seperti-orang-kena-flu, diakses 17 Mei

2021.

Fikri Annur, Ach. Maulidi, [embelajaran Tatap Muka di masa pandemi Covid-19,

Journal Of Islamic Education, Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien, 2021)

Volume 5 No. 1, januari 2021

Friedman Lawrence M., American Law An Introduction, Terj. Wishnu Basuki,

Jakarta, PT. Tatanusa.2001.

Hanifa, H. P., & Muslikah, M. Hubungan Antara Konformitas Teman Sebaya

Ditinjau Dari Jenis Kelamin Dengan Kepatuhan Terhadap Tata Tertib


98

Sekolah. JURNAL EDUKASI: Jurnal Bimbingan Konseling, 5(2), (2019),

136. https://doi.org/10.22373/je.v5i2.5092

Harrianto, R, Buku ajar kesehatan kerja, Jakarta: EGC, 2009.

Harrington & F.S Gill, Buku ajar kesehatan kerja, Jakarta: EGC, 2002.

Hasmiati Sessu, “Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh Bagi Tenaga

Bidan Lulusan Diploma I Kebidanan Di Poltekkes Kemenkes Kupang

Tahun 2015” (Universitas Indonesia, 2015)

Husnul Abdi, “Kebijakan Pemerintah dalam Menangani Covid-19 Beserta Efeknya,

dari PSBB hingga PPKM,” https://hot.liputan6.com/read/4685420/kebijakan-

pemerintah dalam-menangani-Covid-19-beserta-efeknya-daripsbb-hingga-ppkm,

diakses 18 Mei 2022.

Irfan Rahman Nurdin, “Penerapan Sistem Pembelajaran Jarak Jauh Berbasis

Massive Open Online Course (MOOC) Di Universitas Ciputra

Enterpreunership Online (UCEO)” (Universitas Negeri Semarang, 2017).

Jamaludin, Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam Bidang Pendidikan Bagi Anak

Penghuni Rumah Tahanan Negara: Studi Kasus Rumah Tahanan Negara

Jakarta Timur, 2007) diakses pada tanggal 16 Mei 2022, Melalui:

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, 1st ed. Jakarta: Rajawali

Pers, 2013.

Kaelan, Pendidikan Pancasila Edisi Reformasi, Yogyakarta: Paradigma, 2003.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan et al., “Keputusan Bersama Tanggal 15

Juni 2020 Tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Tahun

Ajaran Dan Tahun Akademik Baru Di Masa Pandemi Covid-19,” in

Keputusan Bersama Tanggal 15 Juni 2020 Tentang Panduan


99

Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Tahun Ajaran Dan Tahun Akademik

Baru Di Masa Pandemi Covid-19 (Jakarta, 2020)

Khoiruddin, Disease Control and Prevention: Factors Affecting Indonesian Nurse

Behavior in Applying Universal Precaution, South East Asia Nursing

Research, 2019.

Lemhanas, Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Gramedia Pustaka, 2002.

M.G. Moore, “Toward a Theory of Independent Learning and Teaching,” Journal

of Higher Education 44, 1973.

MegafuryApriandhini, Yeni Santi, Emayanti Nur Widhi, Kesadaran Dan

Kepatuhan Hukum Terhadap Penerapan Protokol Kesehatan Masa

Pandemi Covid-19, (Jurnal Hukum, Universitas Terbuka, 2021) Volume 1

No. 1, 2021.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Peraturan Menteri Nomor 119 Tahun

2014 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh Pada Jenjang

Pendidikan Dasar Dan Menengah, 2014.

Miles dan Huberman, Analisis Data Kualitatif, Jakarta: UI Press, 1992.

Nilna azizatus shofiyah, model Pondok Pesantren di Era milenial,(jurnal

Pendidikan islam. Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung,

2019) Volume 4, No. 1

Novita Listyaningrum, “Penegakan Hukum Protokol Kesehatan di Masa Pandemi”,

Jurnal binawakya, Vol 15, No. 7 (2021), 47.

Nur hayati, pembelajaran arak jauh selama masa pandemi di pondok pesantren,

Resiprokal, Universitas terbuka, 2020 ) Volume No. 2 Desember 2020


100

Nurul Qomar, Wawancara, Pondok pesantren Nurul Karomah Sabtu 05 Februari

2022

O. MacKenzie, E. Christensen, and Rigby P.H., Correspondence Instruction in the

United States: A Study of What It Is, How It Functions, and What Its

Potential May Be. New York: McGraw-Hill Book Co., 1968.

Persatuan Bangsa-Bangsa, Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia.

(Versi Indonesa. Penerjemah: United Nations Information Centre, 1948.

Pudjo Utomo, “Membangun Kesadaran Hukum Masyarakat Menuju Green City,”

Nurani Hukum: Jurnal Ilmu Hukum vol. 1, no. 1 (2018).

Purnamasari, I., & Ell Raharyani, A, Tingkat Pengetahuan Dan Perilaku

Masyarakat Kabupaten Wonosobo Tentang Covid -19. Living Islam:

Journal of Islamic Discourses, 3(1), (2020).

Putra, I. mirzaya. “Analisis Determinan Kepatuhan Masyarakat Kecamatan Percut

Sei Tuan , Kabupaten Deli : Ilham Mirzaya Putra”. 2019).

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 Tentang

Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional.

Rice Mei Sinviani Rahmadi Putri, Problematika Santri dalam Pembelajaran

Daring Masa Pandemi di Ma’had Al-Mubarokah MTSn Lamongan,

(Skripsi, UIN Sunan Ampel Surabaya), 2021

Rini Maria, Pemahaman tentang hukum dan kesadaran Hukum Masyarakati, (Era

Hukum, 2001), Th. 9 no. 1 september 2001


101

Roland, “Pentingnya Masyarakat Memiliki Kesadaran Hukum Dalam Masa

Pandemi Agar Angka Penyebaran Virus Covid-19 Dapat Ditekan, Fakultas

Hukum Universitas Krisnadwipayana, 2022.

Rozali, Abdullah dan Syamsir, Perkembangan HAM dan Keberadaan Peradilan

Ham di Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002.

Saraswati Putus Sekarwangi, Kebijakan Hukum Terhadap Penanganan Pandemi

Covid-19 di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati, Kertha

Wicaksana : Sarana Komunikasi Dosen dan Mahasiswa, 2020.

Satjipto Rahardjo, Hukum Dalam Jagat Ketertiban (Bacaan Mahasiswa Program

Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro), (Jakarta: UKI Press, 2006).

Shofiyullahul kahfi, ria kasnova, manajemen Pondok pesantren di masa pandemi

covid-19, (Jurnal Pendidikan berkarakter, IAINU Tuban, Universitas

Madura, 2020), Volume 3 No. 1, April 2021.

Soedjono, Kesehatan kerja, Jakarta: Bratara Karya Aksara, 2005.

Soekanto Soerjono, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,

Jakarta, Rajawali Pers. 2016.

Soerjono Seokanto, Kesadaran Hukum dan kepatuhan Hukum, Edisi pertama

(Jakarta: Rajawali, 1982.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, Jakarta: UI

Press, 1984.

Sudirta, I Wayan, Isu-isu HAM di Indonesia, Jakarta: Departemen Filsafat Fakultas

Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006.

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2009.


102

Sukardi, “Kesadaran Hukum atau Kepatuhan Hukum di Masa Pandemi Covid-19.”

https://investor.id/opinion/257689/kesadaran-hukum-atau-kepatuhan-

hukum-di-masa-pandemi-Covid19, diakses 17 Mei 2022.

Surat Edaran Kemdikbud No 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Corona Virus

Disease (Covid-19)

Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta: Rajawali, 1990.

Wawancara dengan Abdul Latif salah satu asatidz Pondok Pesantren Nurul

Karomah Bangkalan, pada tanggal 21 April 2022.

Wawancara dengan Budi Setyabudi, Santri Pondok Pesantren Nurul Karomah

Bangkalan, pada tanggal 30 April 2022.

Wawancara dengan Lutfi, Santri Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan,

pada tanggal 30 April 2022.

Wawancara dengan Syahrul, Santri Pondok Pesantren Nurul Karomah Bangkalan

pada tanggal 30 April 2022.

Yansen Theopilus, “Analisis Risiko Produk Alat Pelindung Diri (APD) Pencegah

Penularan Covid-19 Untuk Pekerja Informal di Indonesia, Jurnal Rekayasa

Sistem Industri, Vol 9, No. 2, (2020).

Zainuddi Ali, Sosiologi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007).

Anda mungkin juga menyukai