Anda di halaman 1dari 6

2.

Sifat-sifat Karbohidrat
a. Sifat-Sifat Monosakarida
1) Berupa zat padat berwarna putih

Monosakarida merupakan unit dasar dari karbohidrat, yang dikenal sebagai


gula sederhana. Salah satu sifat monosakarida yang dapat kita bahas adalah
keberadaannya dalam bentuk padat dan berwarna putih. Monosakarida yang
paling umum dikenal dengan sifat tersebut adalah glukosa dan fruktosa.
Glukosa adalah monosakarida yang berbentuk padat dan memiliki kristal
putih. Warna putih pada glukosa menunjukkan kebersihan dan kemurnian zat
tersebut. Glukosa terbentuk dalam proses fotosintesis oleh tanaman, di mana
cahaya matahari diubah menjadi energi kimia. Gula darah manusia juga
mengandung glukosa, yang menjadi sumber energi utama bagi sel-sel tubuh.
Fruktosa juga merupakan monosakarida yang berwujud zat padat berwarna
putih. Fruktosa dapat ditemukan secara alami dalam buah-buahan dan madu.
Sama seperti glukosa, fruktosa juga memiliki struktur kristal yang
memberikan penampilan berwarna putih pada bentuk padatnya. Fruktosa
memiliki rasa manis yang lebih tinggi dibandingkan glukosa, sehingga sering
digunakan sebagai pemanis tambahan dalam makanan dan minuman.
Sifat padat dan berwarna putih dari monosakarida menunjukkan kemurnian
dan keberlanjutan zat tersebut.

Glukosa Fruktosa
2) Rasanya manis (Fruktosa>glukosa>galaktosa)
Rasa manis yang dirasakan pada monosakarida, seperti fruktosa,
glukosa, dan galaktosa, terkait dengan respons reseptor rasa manis di lidah.
Ada beberapa faktor yang memengaruhi tingkat keberanian rasa manis dari
monosakarida tersebut.
Fruktosa memiliki struktur kimia yang lebih kompleks dibandingkan
dengan glukosa dan galaktosa. Gugus hidroksil tambahan pada fruktosa
memberikan lebih banyak kemungkinan interaksi dengan reseptor rasa manis
di lidah. Meskipun glukosa dan galaktosa juga memiliki gugus hidroksil,
struktur kimianya lebih sederhana dibandingkan fruktosa.
Fruktosa lebih efektif dalam berinteraksi dengan reseptor rasa manis
pada lidah. Gugus hidroksil tambahan dan struktur sikliknya memungkinkan
fruktosa untuk lebih baik "mengikat" dengan reseptor rasa manis,
menghasilkan sensasi rasa manis yang lebih intens.

Preferensi rasa manis dapat bervariasi antar individu dan budaya.


Meskipun fruktosa dianggap memiliki rasa manis yang lebih intensif dalam
banyak kasus, penggunaan dan preferensi terhadap monosakarida tertentu
dapat bervariasi tergantung pada konteks aplikasi dan selera individu.
3) Mudah larut dalam air
Monosakarida, seperti fruktosa, glukosa, dan galaktosa, mudah larut
dalam air karena struktur molekuler mereka bersifat polar. Molekul-molekul
ini memiliki gugus hidroksil yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan
molekul air, menciptakan interaksi yang kuat. Selain itu, keberadaan gugus
fungsional polar, seperti hidroksil (-OH), memberikan polaritas tambahan
pada molekul monosakarida. Ukuran molekul yang relatif kecil juga
mendukung kelarutan, karena molekul-molekul kecil cenderung memiliki
interaksi yang lebih baik dengan air. Proses hidrasi, di mana molekul air
mengelilingi dan melibatkan molekul monosakarida, juga berperan dalam
kelarutan mereka. Secara kolektif, sifat polar, kemampuan pembentukan
ikatan hidrogen, ukuran molekul yang kecil, dan proses hidrasi mempermudah
monosakarida untuk larut dalam air, memfasilitasi peran mereka dalam
berbagai proses biologis dan kimia.
4) Bersifat optis aktif, jumlah isomer = 2n
Monosakarida bersifat optis aktif karena memiliki karbon kiralia
dalam struktur molekulnya. Karbon kiralia adalah atom karbon yang terikat
kepada empat gugus berbeda, sehingga membentuk pusat asimetris yang dapat
menghasilkan dua atau lebih isomer optis.
Monosakarida dengan satu karbon kiralia memiliki dua stereoisomer
optis yang disebut enantiomer. Enantiomer adalah pasangan isomer optis yang
merupakan gambar cermin satu sama lain dan tidak dapat tumpang tindih.
Sifat optis aktif ini dapat memengaruhi kemampuan monosakarida untuk
memutar cahaya polarisasi.
Contoh paling umum adalah glukosa. Dalam struktur glukosa, atom
karbon nomor 5 (C5) merupakan karbon kiralia. Glukosa memiliki dua
enantiomer optis yang dikenal sebagai D-glukosa dan L-glukosa. Perbedaan
antara keduanya adalah urutan gugus hidroksil pada satu dari empat atom
karbon teredam yang berbeda.

"jumlah isomer = 2n" merujuk bahwa monosakarida dengan satu karbon


kiralia dapat memiliki dua enantiomer optis yang berbeda. Oleh karena itu,
sifat optis aktif monosakarida menghasilkan dua isomer optis yang dapat
berbeda dalam kemampuan mereka untuk memutar cahaya polarisasi,
fenomena yang dikenal sebagai aktivitas optis.
5) Mengalami mutarotasi, contoh laruta a glukosa sudut putaran = +114
kemudian berubah dan akhirnay tetap pada +52,7
Mutarotasi adalah perubahan dalam sudut polarisasi cahaya
terpolarisasi yang melibatkan monosakarida ketika larutan mereka diencerkan
dalam air. Fenomena ini terjadi karena adanya keseimbangan antara dua
anomernya (bentuk alfa dan beta) yang dapat berinteraksi secara reversibel.
Monosakarida, seperti glukosa, memiliki dua bentuk anomernya:
bentuk alfa dan beta. Keduanya terbentuk melalui proses mutarotasi setelah
monosakarida larut dalam air.

Contohnya dapat dijelaskan dengan glukosa:

1. Bentuk Alfa (α-Glukosa):


Pada bentuk alfa, gugus hidroksil pada atom anomernya (biasanya C1)
mengarah ke bawah dari cincin glukosa. Ini memberikan orientasi
tertentu pada struktur molekuler glukosa.

2. Bentuk Beta (β-Glukosa):


Pada bentuk beta, gugus hidroksil pada atom anomernya mengarah ke
atas dari cincin glukosa.
Ketika larutan glukosa disiapkan, campuran dari kedua bentuk
anomernya ada dalam larutan. Seiring waktu, terjadi perubahan secara
reversibel antara bentuk alfa dan beta. Hal ini dapat diamati melalui
pengukuran sudut polarisasi cahaya terpolarisasi saat larutan dibiarkan berdiri.
Fenomena ini dinamakan "mutarotasi" karena sudut polarisasi cahaya berubah
seiring waktu.
Contoh
Larutan glukosa yang awalnya disiapkan mungkin memiliki sudut
polarisasi tertentu, namun seiring waktu, sudut tersebut berubah. Hal ini
disebabkan oleh perubahan proporsi antara bentuk alfa dan beta glukosa
dalam larutan. Mutarotasi adalah fenomena yang penting dalam pemahaman
kimia dan sifat fisika dari karbohidrat, khususnya monosakarida.

6) Dapat mereduksi fehling


Kemampuan monosakarida untuk mereduksi Fehling adalah salah satu
sifat penting yang menandakan keberadaan gugus fungsi aldehida atau keton
dalam struktur molekulnya. Fehling adalah reagen kimia yang digunakan
untuk mendeteksi keberadaan gugus aldehida bebas atau keton dalam suatu
senyawa organik.
Reaksi kimia antara monosakarida dan Fehling melibatkan oksidasi
gugus aldehida atau keton menjadi asam karboksilat, yang menyebabkan
reduksi ion tembaga (Cu²⁺) dalam reagen Fehling menjadi endapan
tembaga(I) oksida (Cu₂O). Reaksi ini dapat direpresentasikan sebagai berikut:

Contoh Reaksi dengan Glukosa:


1. Glukosa (monosakarida dengan gugus aldehida) + Fehling Reagen
2. Oksidasi gugus aldehida glukosa menghasilkan asam glukonat.
3. Reduksi ion tembaga (Cu²⁺) dalam Fehling Reagen menghasilkan endapan
Cu₂O (tembaga(I) oksida).

Secara keseluruhan, reaksi ini dapat direpresentasikan sebagai berikut:

2 Cu2+ + RCHO + 5OH- => Cu2O + R-COOH + 3H2O

Hasil akhir dari reaksi ini adalah pembentukan endapan tembaga(I)


oksida (Cu₂O), yang memberikan warna merah bata atau oranye pada larutan.
Jadi, perubahan warna dalam Fehling Reagen dari biru menjadi oranye atau
merah bata menunjukkan bahwa monosakarida diuji memiliki gugus aldehida
atau keton yang dapat mengoksidasi tembaga. Reaksi ini umumnya digunakan
sebagai uji kualitatif untuk mengidentifikasi keberadaan monosakarida dalam
suatu sampel.
7) Dapat diragikan/mengalami Fermentasi menghasilkan alcohol
Monosakarida dapat mengalami fermentasi untuk menghasilkan
alkohol melalui proses biologis yang disebut fermentasi alkohol. Fermentasi
alkohol merupakan cara di mana mikroorganisme, seperti ragi, mengubah
monosakarida, seperti glukosa, menjadi etanol (alkohol) dan karbon dioksida.
Proses ini umumnya terjadi dalam kondisi anaerobik, di mana
mikroorganisme menggunakan gula sebagai sumber energi tanpa keberadaan
oksigen.

Contoh umum fermentasi alkohol adalah fermentasi glukosa oleh ragi


Saccharomyces cerevisiae. Proses ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Glikolisis
Glukosa terlebih dahulu mengalami glikolisis, suatu rangkaian reaksi
kimia yang menghasilkan piruvat. Glikolisis terjadi dalam sitoplasma sel.

C6H12O6 => 2C2H5OH + 2CO2

2. Piruvat ke Etanol
Piruvat yang dihasilkan dari glikolisis kemudian diubah menjadi etanol
dan karbon dioksida melalui serangkaian reaksi fermentasi.

2CH3COCOOH => 2C2H5OH + 2CO2

Hasil akhir dari proses fermentasi alkohol adalah etanol (C₂H₅OH), yang
merupakan alkohol, dan karbon dioksida (CO₂). Proses ini banyak digunakan
dalam pembuatan minuman beralkohol, seperti bir dan anggur. Selain itu,
fermentasi alkohol juga digunakan dalam produksi bioetanol, suatu bahan
bakar alternatif yang dihasilkan dari sumber daya alam terbarukan seperti
tanaman tebu atau jagung.
Fermentasi alkohol oleh mikroorganisme menjadi etanol juga dapat digunakan
untuk memproduksi bahan-bahan lainnya, seperti pada industri makanan dan
farmasi, yang memanfaatkan etanol sebagai bahan dasar.

SUMBER
https://www.ipress.instiperjogja.ac.id/storage/book/pdf/1673231804.pdf
https://repository.unimal.ac.id/3575/1/%5BSri%20Wahyuni%5D
%20BIOKIMIA%20ENZIM%20DAN%20KARBOHIDRAT%202017.pdf
https://diploma.chemistry.uii.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/1.-
KARBOHIDRAT-2.pdf

Anda mungkin juga menyukai